Institusi-Januari 2009

VOLUME VII JANUARI 2009

INSTITUSI

Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari
berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal
penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka
saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-download berita dari situssitus suratkabar, majalah, serta situs berita lainnya.
Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas
diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap
penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.
Untuk memperluas area distribusi, Berkhas diterbitkan melalui 2 (dua) macam media
yaitu media cetakan (hardcopy) serta media online berupa pdf file yang dapat diakses
melalui situs web Akatiga (www.akatiga.or.id).

D a ft a r I si
Waspadai, Proses RUU Kontroversial----------------------------------------------------------------

1


Gus Ipul: Putusan MK Tidak Akurat -------------------------------------------------------------------

2

UU BHP dan Sisdiknas Akan Digugat ----------------------------------------------------------------

3

Perlu Perda Lindungi Taman Kota---------------------------------------------------------------------

5

Golput Bukan Ancaman ----------------------------------------------------------------------------------

6

Memilih di Pemungutan Ulang --------------------------------------------------------------------------

8


Parpol Mulai Laporkan Intimidasi ----------------------------------------------------------------------

9

Pemerintah Siapkan 22 Aturan Pelaksanaan ------------------------------------------------------ 10
Politik "Matsya-Nyaya" ------------------------------------------------------------------------------------ 11
KPUD Harus Dapat Izin dari KPU Pusat ------------------------------------------------------------- 13
Perpres Hanya untuk Darurat --------------------------------------------------------------------------- 14
Di Bali Masyarakat "Ambil Alih" Tugas KPU -------------------------------------------------------- 15
Dicurigai, Motif Politik Perpres -------------------------------------------------------------------------- 16
RUU JPSK Harus Selesai-------------------------------------------------------------------------------- 18
RUU TIGNas Berpotensi Menimbulkan Konflik ---------------------------------------------------- 20
Perpres Belum Dipikir ------------------------------------------------------------------------------------- 21
Pemilu di Tengah Krisis ---------------------------------------------------------------------------------- 22
Perpu Akan Sulitkan KPU -------------------------------------------------------------------------------- 23
Suasana yang Membiru pada Tahun Pemilu ------------------------------------------------------- 24
Waspadai Kekerasan Jelang Pemilu ----------------------------------------------------------------- 25
Mendagri: Perpres Bantuan Untuk Pemilu Sudah Ditandatangani --------------------------- 26
Masa Transisi UU BHP Berbeda ----------------------------------------------------------------------- 27
Pembahasan Raperda Sebaiknya Ditunda --------------------------------------------------------- 29

DPR Optimistis RUU Tipikor Disahkan --------------------------------------------------------------- 30
PK Pilkada Lampung Utara Disoal -------------------------------------------------------------------- 31
Peta Politik Pilgub Berubah------------------------------------------------------------------------------ 32
Dephub Siapkan Lima RPP Penerbangan ---------------------------------------------------------- 34
Mendagri Resmikan Tiga Daerah Otonomi --------------------------------------------------------- 35
Menyoal Sebuah Undang-Undang -------------------------------------------------------------------- 36
Singapura Perketat UU Tentang Unjuk Rasa ------------------------------------------------------ 38
UU BHP Tidak Akan Diubah ---------------------------------------------------------------------------- 39
Diusulkan, UU Jasa Konsultasi ------------------------------------------------------------------------- 40

Agenda kelembagaan dan governance -------------------------------------------------------------- 41
UU BHP Ubah Posisi Guru ------------------------------------------------------------------------------ 42
Undang-undang Pornografi dan Pancasila---------------------------------------------------------- 45
Kampanye Terselubung di Jambi Marak------------------------------------------------------------- 47
Mahasiswa Minta UU BHP Direvisi-------------------------------------------------------------------- 48
Perpres Bantuan APBD buat Pemilu Mendesak--------------------------------------------------- 49
KPU Minta Perpu Pemilu Keluar Januari ------------------------------------------------------------ 51
Mengkritisi Akar Masalah UU BHP -------------------------------------------------------------------- 53
Pilkada Ulang Setelah Pilpres -------------------------------------------------------------------------- 56
Guru tak Perlu Cemaskan UU BHP ------------------------------------------------------------------- 57

Bali Diizinkan Susun Ulang Jadwal ------------------------------------------------------------------- 58
Ditemukan Pelanggaran Kampanye Pemilu 2009 ------------------------------------------------ 59
Keruwetan Sistem Pemilu Harus Diterima ---------------------------------------------------------- 60
KPU Jatim Bisa Segera Tetapkan Hasil Pilkada--------------------------------------------------- 61
Papua, yang Berubah dan yang Berjalan di Tempat --------------------------------------------- 62
Pemerintah Tidak Akan Ambil Alih -------------------------------------------------------------------- 65
Perpu Diharapkan Terbit Akhir Januari--------------------------------------------------------------- 66
Pembahasan RUU Rahasia Negara Dikhawatirkan Tergesa-gesa -------------------------- 68
Cacat Ideologis UU BHP --------------------------------------------------------------------------------- 70
UU BHP (Tidak) Diperlukan ----------------------------------------------------------------------------- 72

Kompas

Jumat, 22 Januari 2009

W a spa d a i, Pr ose s RUU Kont r ove r sia l
Jumat, 2 Januari 2009 | 05:35 WIB
JAKARTA, KOMPAS - Masyarakat diminta terus mengikuti dan mengkritisi proses legislasi
sejumlah rancangan undang-undang terkait isu reformasi sektor keamanan, seperti Rancangan
Undang-Undang Peradilan Militer serta Rahasia Negara, apalagi jika rancangan aturan tersebut

masih memicu banyak kontroversi dan penolakan.
Jika kehati-hatian tidak dilakukan, dikhawatirkan rancangan aturan seperti itu bakal lolos
nyelonong begitu saja, apalagi mengingat tahun 2009 adalah tahun pemilihan umum yang akan
banyak menyita waktu dan perhatian masyarakat.
Peringatan seperti itu disampaikan sejumlah pihak, Kamis (1/1), pada kesempatan terpisah.
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, menyatakan,
terpecahnya perhatian terutama para anggota dewan antara harus berkampanye dan
kewajibannya membahas suatu rancangan undang-undang (RUU) dapat mengakibatkan proses
legislasi menjadi sekadar asal jadi.
”Apalagi waktu kerja yang mepet menjelang pemilu. Kita tahu, ketika suatu RUU telah disetujui
dan ditetapkan, aturan itu otomatis akan berlaku dalam 30 hari setelah penetapannya. Coba lihat
kasus UU Badan Hukum Pendidikan yang ditentang keras banyak kalangan, sementara para
anggota dewan pembahasnya sendiri merasa sudah maksimal bekerja,” ujar Ikrar.
Sementara itu, Agus Sudibyo dari Yayasan Sains Estetika dan Teknologi (SET) menyampaikan
bahwa pembahasan RUU Rahasia Negara diperkirakan sudah akan berlanjut kembali pada
pertengahan Januari 2009.
Departemen Pertahanan merevisi RUU itu sesuai dengan permintaan Komisi I, yang
mengembalikannya akhir Mei lalu. ”Persoalannya sekali lagi, semangat dan substansi yang
terkandung di dalam RUU Rahasia Negara sangat kontraproduktif bagi prinsip-prinsip
keterbukaan informasi dan proses demokratisasi secara luas,” tutur Agus.

Anggota Komisi I dari Fraksi PDI-P, Andreas Pareira, menyatakan bahwa sebaiknya sejumlah
RUU yang memang pembahasannya sudah berjalan akan diprioritaskan penuntasan
pembahasannya. Dengan cara seperti itu, pembahasan diyakini akan lebih terfokus. (DWA)

Jurnal Nasional

Sabtu, 03 Januari 2009

Sembilan Surabaya | Sabtu, 03 Jan 2009

Gus I pul: Put usa n M K Tida k Ak ur a t
Calon wakil gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf mengatakan hasil rekapitulasi penghitungan
suara ulang di Pamekasan, Jawa Timur, 28 Desember lalu membuktikan pilkada tidak ada
kecurangan. Sebab, pasangan Karsa (Soekarwo-Saifullah) tetap memenangkan penghitungan
ulang tersebut. Sehingga putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan adanya
kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif ternyata tidak terbukti.
"Putusan MK yang menginstruksikan penghitungan ulang sebagai putusan yang salah. MK
mengambil keputusan berdasar informasi yang tidak akurat," kata Gus Ipul dalam jumpa persnya,
Jumat (2/1) di Surabaya.
Lebih lanjut, jika memang MK menemukan pelanggaran, harusnya tidak digeneralisasi untuk

melakukan penghitungan ulang di seluruh Pamekasan. "Yang jadi masalah kan di Kecamatan
Pakong, harusnya khusus di kecamatan ini yang diulang. Toh hasilnya di Kecamatan Pakong
ternyata juga tak jauh berbeda," katanya.
Ditambahkan Ipul, karena putusan MK yang dinilai salah itu kubu Karsa minta kubu Kaji
(Khofifah-Mudjiono) mengganti seluruh biaya penyelenggaraan pemilihan ulang pilkada di
Kabupaten Pamekasan. "Kalau tidak terbukti ada pelanggaran, penggugat harusnya bisa
tanggung jawab dengan mengganti seluruh proses pengulangan penghitungan suara," katanya.
Menurut dia, Kaji yang menggugat ke Mahkaman Konstitusi (MK) telah merugikan banyak pihak.
Apalagi anggaran untuk proses pengulangan tersebut mencapai Rp14,5 miliar dan diambilkan
dari uang rakyat melalui APBD.
Terlepas dari itu, Gus Ipul mengaku pihaknya telah siap untuk menghadapi pilkada ulang di
Bangkalan dan Sampang. Untuk memenangkan proses pilkada ulang sendiri, pihaknya akan
fokus untuk menggiring massa supaya tidak golput ketika hari H pencoblosan.
Ketua Panwas Pamekasan, Muksin Rasyid saat dikonfirmasi mengatakan Panitia Pengawas
Kabupaten Pamekasan, memanggil ketua PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) Waru terkait
hilangnya sebanyak 51 suara di TPS 13 Desa Waru Timur, saat dilakukannya proses
penghitungan ulang pada Minggu (28/12) lalu.
Kata Muksin beberapa waktu lalu pihaknya telah memeriksa dua orang masing-masing ketua
TPS dan seorang anggotanya untuk menjelaskan kronologis hilangnya surat suara tersebut.
"Untuk melengkapi data, hari ini kita panggil ketua PPK, yakni Sunaryo. Soal pertanyaannya

masih seputar kronologis hilangnya suara," katanya.
Meski demikian, Muksin enggan merinci hasil dari pemanggilan ketiga orang tersebut. Panwas
masih akan memilah hasil penyelidikan. Jika terbukti ada pelanggaran pidana, maka Panwas
akan melaporkan masalah ini ke Polisi. "Hingga kini kami belum menemukan adanya unsur
kesengajaan dari hilangnya suara ini," katanya. witanto

Jurnal Nasional

Senin, 05 Januari 2009

Sosial - Budaya Jakarta | Senin, 05 Jan 2009

UU BH P da n Sisdik na s Ak a n D iguga t
by : Ika Karlina Idris

Pe k a n in i dr a f u j i m a t e r iln ya sia p dia j u k a n k e M a h k a m a h
Kon st it usi.
Aliansi Rakyat Tolak Badan Hukum Pendidikan berencana segera mengajukan gugatan UndangUndang (UU) Badan Hukum Pendidikan (BHP) dan UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Kedua UU tersebut dinilai saling tumpang tindih. Bahanbahan uji materinya kini sedang mereka siapkan.
"Pekan depan pembahasan undang undang dijadwalkan sudah selesai dan akan diajukan ke

MK," kata Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW)
Ade Irawan saat dihubungi, kemarin.
Menurut Ade, sebenarnya mereka hanya berencana menolak UU BHP saja, tapi koalisi akhirnya
sepakat untuk menambahkan pengajuan uji formil UU BHP dan uji materiil UU Sisdiknas.
"Dari Undang-Undang Sistem Pendidikan bisa dilihat kalau Undang-Undang Badan Hukum
Pendidikan tidak diperlukan," kata dia.
Aliansi Rakyat ini terdiri dari Indonesia Corruption Watch, Perguruan Taman Siswa, pengamat
Pendidikan Winarno Surachmad, H.A.R. Tilaar, Jimmy Paat (Kelompok Studi Kultural dan
Pedagogik), Lody Paat (Koalisi Pendidikan), dan wakil dari Koalisi Guru dan Serikat Guru dari
Banten, Tangerang, Lebak, Serang, Pandeglang, Garut, Brebes, Medan, dan Tegal.
Selain itu, kata dia, semangat yang ada di dalam UU Sisdiknas dan UU BHP sangat berbeda.
Jika pada undang-undang yang pertama ada tujuan pendidikan untuk rakyat, pada undangundang kedua terlihat semangat korporasi pendidikan. Ade menyatakan UU BHP juga akan
mengaburkan peran negara dalam pendanaan pendidikan.
Sementara, pengamat pendidikan dari Perguruan Taman Siswa, Darmaningtyas, menyatakan
UU BHP sama sekali tidak diperlukan karena sudah ada UU Sisdiknas. "Mau mengatur apa lagi,
semuanya sudah di UU Sisdiknas." katanya.
Menurut Darmaningtyas, seharusnya aturan yang belum begitu jelas di dalam UU Sisdiknas
diatur dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) saja. Darmaningtyas mencontohkan Undang
Undang Sistem Pendidikan No 8 Tahun 1989 yang melahirkan peraturan pemerintah nomor 27,
28, 29, dan 30.

Keberpihakan UU BHP melalui pengaturan maksimal dana yang diperkenankan dipungut peserta
didik, kata dia, tidak membuat undang-undang ini jadi baik. Pasalnya, lanjut Darmaningtyas,
sudah ada pasal dalam UU Sisdiknas untuk menjamin terselenggaranya pendidikan dasar tanpa
biaya.
Dalam pasal 32 ayat 2 UU Sisdiknas disebutkan pemerintah pusat dan daerah menjamin
terselenggaranya wajib belajar tanpa memungut biaya. Dalam ayat selanjutnya dijelaskan wajib
belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat.
Saat ditemui awal pekan lalu, Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional Dodi
Nandika mengatakan bahwa pemerintah membuka ruang dialog terkait penolakan UU BHP.

"Silakan. Pemerintah tentunya membuka ruang dialog bagi masyarakat. Ini kan untuk
kepentingan bersama," katanya.

Jurnal Nasional

Senin, 05 Januari 2009

Menurut Dodi, sebenarnya jauh sebelum BHP disahkan, pemerintah dan DPR sudah mendengar
semua masukan dari berbagai elemen masyarakat. "Termasuk mahasiswa."

Namun, kalau masih ada yang keberatan dengan UU BHP, pemerintah mempersilakan
melakukan uji materi ke MK. "Tujuannya untuk kebaikan bersama," katanya. N

Pikiran Rakyat

Senin, 05 Januari 2009

Pe r lu Pe r da Lindungi Ta m a n Kot a
Senin, 05 Januari 2009 , 20:18:00
CIMAHI, (PRLM).- Penataan taman kota yang gencar dilakukan Pemkot Cimahi perlu dilindungi
oleh Perda. Pasalnya penataan taman kota, tanaman pot dan penanaman pohon di median jalan
di Cimahi kerap tidak terjaga yang akhirnya menjadi rusak. Kesan ingin menciptakan keindahan
kota menjadi kebalikannya.
Demikian disampaikan oleh Kepala Bidang Pertamanan Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi Ir.
Hj. Suryani Wirianata yang ditemui di kantornya Pemkot Cimahi, Jalan Demang Harjakusumah,
Senin (5/1).
“Dengan Perda tersebut diharapkan ada efek jera terhadap tangan jahil beberapa warga yang
tidak ikut memelihara taman kota,”kata dia.
Misalnya pemkot telah menanam bunga-bungaan namun beberapa hari kemudian tanaman
tersebut dicabut bahkan hilang. Hal serupa pun terjadi pada barang-barang lainnya seperti pagar
taman yang sering dicuri oknum warga.
Hal itu sangat disesalkan karena dana yang dikeluarkan untuk pembiayaan keindahan kota itu
tidaklah sedikit.
Pada tahun 2008, Dinas LH Cimahi mengalokasikan dana sebesar Rp 1 milliar lebih anggaran
dari APBD Cimahi untuk menata kembali beberapa taman kota tahap pertama dan dilanjutkan
pada tahap kedua di tahun 2009 ini.
Di antaranya Taman Kota Oerip Soemoharjo di dekat RS Dustira Kelurahan Baros Kecamatan
Cimahi Tengah, Taman Wihelmina Kelurahan Baros Kecamatan Cimahi Tengah, Taman Leuwi
Gajah di Keluraha Utama Kecamatan Cimahi Selatan, taman di median Jalan Mintareja
Kecamatan Cimahi Utara dan Taman Akses Tol Baros.
Suryani mengharapkan ada kesadaran bersama untuk menjaga keindahan Kota Cimahi.
Sementara itu, Suryani menambahkan untuk mengawasi pertumbuhan taman tersebut, pihaknya
telah bekerjasama dengan 23 orang warga yang berperan untuk menjaga taman-taman tersebut
yang tersebar di 30 titik taman di Cimahi. (A-183/A-26).***

Kompas

Kamis, 08 Januari 2009

Golput Buk a n Anca m a n
Kamis, 8 Januari 2009 | 00:30 WIB
AJ Susmana
Menghadapi Pemilu 2009, Kiki Syahnakri tampak khawatir dengan potensi menguatnya golongan
putih alias golput.
Kiki Syahnakri menulis banyaknya golput, terutama dalam pilkada belum lama ini, merupakan
salah satu sisi negatif yang membayangi Pemilu 2009. Alasannya: banyaknya golput bisa berarti
keterpilihan pemimpin tidak mencerminkan kehendak rakyat secara utuh.
Dengan kata lain, menurunkan kredibilitas dan legitimasi pemerintah yang dihasilkan sehingga
berpotensi menimbulkan kerawanan politik yang bisa merusak integritas bangsa dan negara.
Ia pun berharap, ”jangan lagi ada tokoh yang menyerukan boikot pemilu atau mendukung golput.
Ia juga mengharapkan adanya etika demokrasi dan kompetisi yang sehat menuju Pemilu 2009”
(Kompas, 6/1/2009).
Realitas politik
Dalam kacamata formal, banyaknya golput bisa berarti seperti digambarkan Kiki Syahnakri.
Namun, dalam soal politik sebagai strategi, kita harus realistis dan memandang golput sebagai
realitas politik yang sedang berlangsung dan memiliki potensi terhadap kemenangan dan
kekalahan partai tertentu.
Hanya partai yang solid keanggotaannya tak akan terpengaruh kampanye golput. (Apalagi)
golput di era kini belum bisa digambarkan sebagai satu kekuatan politik yang terorganisasi,
seperti pada Pemilu 1997 yang kian dapat mendeligitimasi rezim Orde Baru. Pada pemilu kali ini,
golput masih merupakan gambaran abstrak yang bisa diolah dalam rangka memenangi partai
tertentu bila partai itu sanggup, mengingat politik kepartaian kita pada masa reformasi masih
dibayangi floating mass hasil depolitisasi Orde Baru selama 32 tahun.
Dalam hal tertentu, golput pada era reformasi bukan kesadaran politik, tetapi mungkin lebih
banyak pada ke-apatis-an untuk mengikuti pemilu karena sudah muak dan tidak percaya
terhadap lembaga politik dan bisa jadi juga tidak peduli saat hak pilihnya dalam Pemilu 2009
tidak diberikan sebagaimana mestinya oleh petugas yang bertanggung jawab untuk itu.
Sebagai gambaran, kita bisa membaca pernyataan Bre Redana terkait peran kelas kreatif dan
momentum Pemilu 2009: ”Perubahan gaya hidup memengaruhi perubahan dunia kini.
Peningkatan kualitas kehidupan boleh kita harapkan pada individu-individu yang mendorong
berkembangnya ekonomi kreatif, bukan pada para caleg yang fotonya terpampang di posterposter butut” (Kompas Minggu, 4/1/2009).
Pernyataan itu juga dapat diartikan sebagai sikap apatis atau tak adanya harapan pada para
aktivis politik yang kini sedang berjuang di medan parlementarian (entah untuk melakukan
perubahan atau mempertahankan status quo, tentu ini soal lain).
Kebebasan

Golput tentu saja banyak dimensi dalam alam demokrasi di era reformasi. Tak bisa disimpulkan
sebagai ancaman begitu saja karena rakyat relatif punya kebebasan untuk mendirikan partai
masing-masing sesuai tingkat kesadaran politik yang dimiliki.

Kompas

Kamis, 08 Januari 2009

Justru yang berbahaya dalam pemilu era sekarang adalah menguatnya politik uang dan kita tahu
siapa-siapa yang memiliki uang di negeri ini. Itu artinya demokrasi semakin dijauhkan dari
tangan-tangan kerakyatan yang tulus berjuang dan berkehendak mewujudkan demokrasi
sebagaimana arti sebenarnya, yaitu Kedaulatan Rakyat.
AJ Susmana Alumnus Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta

Kompas

Kamis, 08 Januari 2009

I ndik a t or

M e m ilih di Pe m ungut a n Ula ng
Kamis, 8 Januari 2009 | 15:01 WIB
Agenda pemungutan suara ulang Pilkada jawa Timur di Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten
Sampang pada 21 Januari mendatang disambut cukup antusias. Antusiasme ini terlihat dari niat
pemilih untuk menggunakan hak pilihnya.
Hasil survei Litbang Kompas menyebutkan mayoritas responden (91 persen) akan menggunakan
hak pilihnya dalam pemungutan ulang Pilkada Jatim tersebut. Jika merujuk partisipasi pemilih di
putaran kedua Pilkada Jatim pada 4 November 2008, tingkat partisipasi pemilih di Bangkalan
mencapai 67,62 persen. Adapun di Sampang mencapai 72,44 persen.
Antusiasme pemilih juga harus didukung upaya penyelenggara pilkada untuk menyosialisasikan
pemungutan ulang pilkada karena 37,4 persen responden mengaku belum mengetahui agenda
tersebut. (Yohan Wahyu/Litbang Kompas)

Kompas

Kamis, 08 Januari 2009

Pe m ilu di Ace h

Pa r pol M u la i La por k a n I n t im ida si
Kamis, 8 Januari 2009 | 03:00 WIB
Banda Aceh, Kompas - Pengurus partai politik mulai melaporkan intimidasi serta pembakaran
atribut dan kantor partainya ke Panitia Pengawas Pemilu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Laporan yang diserahkan, antara lain, adalah ancaman pembunuhan yang dilakukan melalui
layanan pesan singkat kepada calon anggota legislatif atau caleg ataupun pengurus partai politik.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Rakyat Aceh (PRA) Rahmat Djailani, Rabu (7/1) di
Banda Aceh, menuturkan, ”Ratusan intimidasi dan ancaman kami terima setiap hari. Sudah
saatnya untuk dilaporkan. Kami sudah tidak tahan.”
Didampingi pengurus PRA, Rahmat menyatakan, data Badan Pemenangan Pemilu PRA antara
Oktober dan November tahun 2008 saja mencatat 17 kali pembakaran bendera, ancaman agar
tidak memasang atribut, dan ancaman pembunuhan. Wilayah pantai timur Aceh adalah yang
paling banyak terjadi ancaman.
Intimidasi itu, kata Rahmat, terjadi hampir setiap hari. Dia mendapatkan belasan layanan pesan
singkat (SMS) ancaman pembunuhan jika PRA tetap memasang bendera atau masuk wilayah
tertentu.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Kabupaten Bireuen Muhammad
Ali juga melaporkan ancaman kepada calegnya. Mereka diminta mengundurkan diri.
Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) NAD Nyak Arief Fadillah Syah menyatakan tak
memberi toleransi jika intimidasi dan pelanggaran itu terbukti terjadi. Pemilu 2009 di Aceh harus
dilakukan dalam kondisi yang damai. Rakyat sudah lelah berada dalam kondisi konflik.
Dia juga menyatakan akan melakukan klasifikasi bentuk pelanggaran pemilu itu. Panwaslu tak
akan mendiamkan begitu pelanggaran pemilu dilakukan tanpa penyelesaian hukum.
Rahmat berharap pelanggaran pemilu, termasuk intimidasi yang terjadi sebelum tahun 2008, juga
diusut kembali. ”Jika pengusutan pelanggaran tak berlaku surut, bagaimana dengan ke
depannya?” kata dia.
Nyak Arief meminta warga proaktif melaporkan intimidasi dan pelanggaran. (mhd)

Kompas

Kamis, 08 Januari 2009

UU M in e r ba

Pe m e r in t a h Sia pk a n 2 2 At u r a n Pe la k sa n a a n
Kamis, 8 Januari 2009 | 01:02 WIB
Jakarta, Kompas - Pemerintah menargetkan bisa menyelesaikan sekitar 22 peraturan untuk
implementasi Undang- Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara pada tahun ini. Peraturan
tentang wilayah pertambangan menjadi prioritas.
”Untuk sementara sampai ada aturan yang jelas, izin pertambangan baru dihentikan dulu. Ini
bagus juga supaya pemerintah punya waktu untuk menertibkan izin-izin yang sudah ada,” kata
Kepala Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral R Sukhyar, Rabu (7/1) di
Jakarta.
Menurut Sukhyar, secara garis besar PP itu berkaitan dengan kewajiban kuasa pertambangan
untuk memasok ke domestik, pemetaan wilayah pertambangan, pengusahaan pertambangan,
pembinaan dan pengawasan.
Pemetaan wilayah termasuk tata cara penetapan batas dan luas wilayah usaha pertambangan,
maupun tata cara memperoleh izin usaha pertambangan.
Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Mineral, Batu bara, dan Panas Bumi, kini ada sekitar
3.000 kuasa pertambangan yang dikeluarkan oleh daerah.
”Status kuasa pertambangan yang tidak disebutkan secara spesifik di dalam UU juga akan
diperjelas dalam PP. Dengan demikian, akan jelas bagaimana mereka harus menyesuaikan
dengan ketentuan dalam UU,” ujar Sukhyar.
Divestasi saham
Aturan pengusahaan pertambangan akan mencakup kewajiban melakukan divestasi saham dan
meningkatkan nilai tambah hasil tambang mineral dengan pengolahan di dalam negeri.
Pemerintah memperkirakan penerapan kewajiban memasok ke domestik akan tertunda sampai
pertengahan tahun. Dirjen Mineral Batu Bara dan Panas Bumi Bambang Setiawan mengatakan,
kewajiban memasok ke domestik yang semula akan ditetapkan dengan peraturan menteri,
dinaikkan menjadi peraturan pemerintah.
Menurut Bambang, perusahaan tambang batu bara tetap bisa diwajibkan untuk memasok ke
domestik melalui klausul dalam kontrak. ”Di kontrak, ada klausul yang mengatur tentang
memasok ke domestik,” kata Bambang.
Perhitungan pasokan ke domestik akan mengacu pada permintaan industri maupun PLN. Ditjen
Minerba telah meminta seluruh industri pemakai batu bara untuk mengajukan kebutuhan mereka
tahun ini. Proyeksi kebutuhan batu bara domestik mencapai 66 juta ton. (DOT)

Kompas

Kamis, 08 Januari 2009

Polit ik " M a t sya - N ya ya "
Kamis, 8 Januari 2009 | 00:27 WIB
Toto Suparto
Indonesia Corruption Watch memperkirakan politik uang akan dominan pada Pemilu 2009. Politik
uang itu menjadi pelicin bagi calon anggota legislatif untuk meraih suara sebanyak mungkin.
Hal itu dilakukan caleg akibat putusan uji materi Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Pasal
214 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD, dan
DPD (Kompas, 3/1).
Meski politik uang sulit diusut sebagai perkara pidana pemilu, orang bakal sepakat bahwa politik
uang tidak taat pada etika politik. Apa jadinya jika politisi mengabaikan etika politik? Maka, inilah
awal dehumanisasi. Politisi itu tak menempatkan dirinya pada posisi orang lain. Ia enggan
memperhitungkan orang lain, enggan pula bertemu wajah orang lain, dan jangan harap
mempunyai empati. Kelak yang terjadi, kepentingan rakyat adalah urusan belakangan dan
kepentingan pribadi atau kelompok menjadi prioritas.
Itulah yang dikhawatirkan terjadi tahun ini saat para politisi bersaing meraih kursi kekuasaan
melalui Pemilu 2009. Hasrat berkuasa acap membuat mereka mengabaikan etika politik. Nafsu
memenangi persaingan dalam Pemilu 2009 membuat mereka melupakan kesopanan moral.
Ketika etika politik dilupakan, para politisi terdampar pada praktik politik Matsya-Nyaya, sebuah
gambaran politik ala filsafat India. Matsya-Nyaya digambarkan pelukis Pieter Breughel, ”Ikan-ikan
besar memakan ikan-ikan kecil”.
Tanpa altruisme
Matsya-Nyaya atau hukum ikan ini ingin menggambarkan kehidupan yang tidak memiliki
kesopanan moral. Matsya- Nyaya merupakan terminologi India, tetapi di Barat hukum ikan ini
juga dikenal khalayak karena menjadi kelaziman bagi politisi di sana. Breughel melukiskan
kebiasaan politisi itu dengan kehidupan di laut di mana ikan-ikan besar mencaplok ikan kecil.
Ketika ikan besar itu ditangkap nelayan, dari perut ikan besar itu berhamburan ikan-ikan kecil.
Breughel ingin menggambarkan kehidupan laut yang rakus dan berdarah dingin, persis perilaku
politik di mana pun dan kapan saja. Politik itu mengorbankan si kecil. Nyaris menjadi kelaziman
manakala yang besar melahap si kecil. Ini sebagai metafora dari sikap yang mendahulukan
kepentingan sendiri.
Di sini egoisme mengalahkan altruisme. Egoisme beranggapan satu-satunya tugas adalah
membela kepentingan diri, sementara altruisme mengajarkan hidupmu merupakan sesuatu yang
hanya dapat dikorbankan. Masing-masing tak bisa berdiri sendiri. Idealnya, egoisme berjalan
seimbang dengan altruisme. Apalagi moralitas menuntut agar menyeimbangkan kepentingan kita
dengan kepentingan lain. Dalam bahasa lain, berperilaku seperti ikan besar tidaklah mengikuti
moralitas.
Begitulah perilaku ikan besar. Mereka terus mendekati ikan-ikan kecil dengan berbagai strategi,
lalu mencaploknya. Strategi itu digambarkan dalam Matsya- Nyaya berupa empat macam
pendekatan yaitu saman, danda, dana, dan bheda. Akan lebih jitu jika ditambahi dengan maya,
upeksa, dan indrajala.

Kompas

Kamis, 08 Januari 2009

Dalam politik kita, saman bisa diterjemahkan sebagai menebar pesona, danda berupa
kekerasan, dana sebagai politik uang, dan bheda politik pecah belah. Melalui empat upaya ini
saja si kecil dibuat tak berdaya. Apalagi jika ditambah maya yang bisa diartikan sebagai tipuan,
upeksa sebagai kepura-puraan, dan indrajala yang lazim diartikan muslihat.
Jika para politisi (dimetaforkan sebagai ikan besar) mempraktikkan cara pendekatan itu, maka
wong cilik (ikan kecil) menjadi tak berdaya. Saat inilah ikan-ikan besar itu dengan mudah
mencaplok si kecil. Artian mencaplok di sini adalah menguasai sehingga mudah dikendalikan
atas kemauan para politisi.
Melawan
Barangkali di antara kita sudah merasakan politik Matsya-Nyaya ini. Jangan terkejut, di masa
mendatang akan kian terasa dan bisa lebih vulgar lagi. Memang inilah pilihan untuk menuju kursi
kekuasaan, persis ungkapan dalam satu bagian Mahabharata, ”Jika kamu tidak siap berbuat
kasar dan membunuh orang, seperti nelayan membunuh ikan, lupakan semua harapan untuk
meraih keberhasilan besar”. Ungkapan ini seolah menegaskan, jangan menjadi politisi jika
enggan menerabas etika.
Dalam kehidupan laut yang rakus itu, ikan-ikan kecil memberi perlawanan. Ini merupakan pesan,
melawan itu perlu. Kita tak usah memberi tempat bagi politisi yang minus etika. Maka, gerakan
menolak politisi busuk menjadi penting. Bukan sekadar seremonial, tetapi sungguh-sungguh
diwujudkan dalam keseharian.
Melawan bukan berarti menggunakan melulu kekerasan atau cara-cara yang dilakukan politisi.
Dana bukan dilawan dana, maya bukan ditandingi maya, atau bheda dibendung dengan bheda.
Semua ini, kata filsuf moral, hanya bisa dilawan diri sendiri dengan suara hati.
Suara hati merupakan kesadaran moral dalam situasi nyata, artinya kesadaran dalam situasi itu
kita bisa memilih antara melakukan yang benar atau yang salah, serta bahwa kita tidak boleh
melakukan yang salah. Teolog John Henry Newman menegaskan, dalam suara hati kita
menyadari berkewajiban mutlak untuk melakukan yang baik dan benar serta menolak yang buruk
dan salah.
Jika kita punya suara hati, maka politik Matsya-Nyaya yang dipraktikkan para politisi tidak akan
mendapat tempat. Perlawanan ini setidaknya menumbuhkan optimisme, politik bisa dijalani
secara santun dan beretika. Saatnya kita melawan.
Toto Suparto Pengkaji Etika; Berkontemplasi di Parangtritis, Yogyakarta

Kompas

Jumat, 09 Januari 2009

Tu n da Pe r pr e s soa l Pe n u n j u k a n

KPUD H a r us D a pa t I z in da r i KPU Pusa t
Jumat, 9 Januari 2009 | 00:18 WIB
Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus menunda keluarnya peraturan
presiden tentang penunjukan langsung dalam pengadaan logistik Pemilu 2009. Hal itu karena
banyak hal yang masih belum jelas dalam usulan tentang perlunya peraturan itu.
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ibrahim Zuhdi Fahmi Badoh, Kamis (8/1) di
Jakarta, menuturkan, setidaknya ada dua hal yang harus diperjelas lebih dahulu sebelum perpres
tersebut dikeluarkan, yaitu kriteria kondisi darurat dan adanya hasil audit aset pemilu dari KPU.
Sebelumnya, Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary memastikan, perpres itu akan keluar pada Jumat
hari ini. Dia juga mengatakan, penunjukan langsung hanya boleh dilakukan dalam keadaan
mendesak atau darurat (Kompas, 8/1).
Menurut Fahmi, KPU harus menjelaskan dahulu kepada masyarakat, kriteria keadaan darurat
yang dimaksud secara rinci. Misalnya, kesiapan logistik yang seperti apa yang dapat disebut
darurat.
KPU juga harus lebih dahulu mengaudit sejumlah logistik Pemilu 2004, seperti kotak suara dan
peralatan teknologi informasi yang diyakini masih bisa dipakai.
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti berharap, perpres tersebut baru
dikeluarkan saat kondisi darurat sudah faktual terjadi.
”Saat ini gagasan tentang perpres masih didasarkan pada sejumlah asumsi yang ironisnya juga
tidak jelas. Dengan demikian, jika sekarang sudah dikeluarkan, dikhawatirkan KPU di sejumlah
daerah malah sengaja menciptakan kondisi darurat agar dapat memakai perpres itu,” tutur
Rangkuti.
Izin pusat
Menurut anggota KPU I Gusti Putu Artha di Palembang, Kamis, KPU di daerah harus
mengantongi izin Ketua KPU sebelum melakukan penunjukan langsung dalam pengadaan
logistik. Syarat tersebut antara lain untuk menghindari praktik korupsi.
Menurutnya, KPUD harus melapor lebih dahulu ke KPU. Setelah itu baru diputuskan apakah
penunjukan langsung diizinkan atau tidak. Penunjukan langsung hanya boleh dilakukan dalam
keadaan darurat. Alasan KPUD melakukan penunjukan langsung harus dilihat kasus per kasus
karena kondisi di setiap daerah berbeda. (NWO/WAD)

Kompas

Sabtu, 10 Januari 2009

Pe r pr e s H a nya unt uk D a r ur a t
Sabtu, 10 Januari 2009 | 00:25 WIB
Jakarta, Kompas - Pengajuan peraturan presiden oleh Komisi Pemilihan Umum atas Perubahan
Kedelapan terhadap Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003, sehingga KPU dapat
melakukan penunjukan langsung, hanya akan digunakan dalam kondisi darurat.
Dengan kata lain, jika penunjukan langsung sampai tidak dilakukan, pelaksanaan pemilu bisa
terancam batal.
Demikian diungkapkan Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary di Jakarta, Jumat (9/1), terkait dengan
batasan darurat dalam penunjukan langsung pengadaan logistik pemilu.
Penunjukan langsung hanya akan dilakukan KPU provinsi dalam pengadaan kotak suara, bilik
suara, serta alat untuk memberi tanda pilihan. Penunjukan langsung tidak akan dilakukan dalam
proses lelang di KPU Pusat.
Saat ini beberapa KPU provinsi sudah mulai melaksanakan tahapan lelang tersebut. Namun,
beberapa KPU provinsi, seperti KPU Sumatera Selatan, belum memulainya akibat persoalan
internal yang ada.
Jika lelang dimulai saat ini, masih ada waktu bagi KPU Sumatera Selatan untuk memulai proses
lelang sehingga tidak ada alasan penunjukan langsung. ”Perpres penunjukan langsung ini
sebaiknya tidak digunakan KPU karena rawan korupsi. Namun, keberadaan perpres ini
diperlukan untuk berjaga-jaga jika diperlukan,” kata Hafiz.
Dipertanyakan
Secara terpisah, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Lena
Maryana Mukti, mempertanyakan batasan darurat yang digunakan KPU sehingga memungkinkan
penunjukan langsung oleh KPU provinsi. KPU juga perlu menjelaskan mekanisme penunjukan
langsung yang akan digunakan sehingga menjamin pelaksanaannya yang adil, transparan,
efisien, dan tidak diskriminatif.
Anggota Badan Pengawas Pemilu, Bambang Eka Cahya Widada, meminta penunjukan langsung
hanya terjadi untuk pemilu legislatif. Proses itu tidak boleh diulangi dalam pemilu presiden. Jika
terulang kembali, artinya KPU tidak pernah belajar dari pengalaman yang sudah ada.
Roy Salam dari Divisi Politik Anggaran, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra)
meyakini penunjukan langsung tidak akan pernah transparan. Karena itu, ia menolak usulan
perpres penunjukan langsung oleh KPU karena membuka peluang lahirnya korupsi. Pada Pemilu
2004 banyak terjadi penggelembungan anggaran pengadaan perlengkapan pemilu di daerah,
mulai dari pengadaan kaus, topi, hingga tanda pengenal. (MZW)

Kompas

Sabtu, 10 Januari 2009

Sosia lisa si Pe m ilu Te r k e nda la D a na
D i Ba li M a sya r a k a t " Am bil Alih" Tuga s KPU
Sabtu, 10 Januari 2009 | 01:16 WIB
Palembang, Kompas - Akibat kas KPU provinsi dan kabupaten/kota se-Sumatera Selatan
kosong, sosialisasi Pemilu 2009 tidak berjalan sebagaimana yang diagendakan. KPU berharap
dana operasional untuk sosialisasi itu segera turun, mengingat Sumsel sudah tertinggal sekitar
satu bulan dari daerah lainnya.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Selatan Anisatul Mardiah, Jumat (9/1) di
Palembang, mengatakan, KPU adalah lembaga yang bersifat hierarkis. Karena itu, ketika kas
KPU Sumsel kosong, kas KPU kabupaten/kota se-Sumsel pun dalam kondisi serupa.
Kendala lainnya dalam pelaksanaan sosialisasi, menurut Anisatul, karena anggota KPU
kabupaten/kota demisioner satu bulan, sebelum pelantikan Rabu lalu. ”Keterlambatan juga
karena adanya perpecahan dalam tubuh KPU Sumsel yang mengakibatkan pemberhentian
empat anggota,” tambahnya.
Meskipun belum melakukan perhitungan rinci, Anisatul memastikan dana sosialisasi Pemilu 2009
yang dibutuhkan cukup besar. Sebab, pelaksanaannya sampai ke daerah terpencil dengan
medan yang berat, seperti Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan.
”Kami sudah membicarakan persoalan itu dengan Gubernur Sumsel Alex Noerdin,” lanjut
Anisatul, seraya menambahkan, Gubernur bersedia membantu pendanaan dari dana APBD
Sumsel.
Undang KPU
Masalah serupa dialami KPU Bali. Namun, sebagian masyarakat Bali kemudian berinisiatif
mengadakan sosialisasi pemilu secara swadaya.
Beberapa desa di Bali, seperti di Kabupaten Bangli, menurut Ketua KPU Bangli I Dewa Agung
Gede Lidartawan, mengundang KPU karena sudah tidak sabar mengetahui cara pelaksanaan
Pemilu 2009.
”Hingga sekarang kami mencatat ada 15 desa di Bangli yang bergotong royong dan meminta
KPU setempat melakukan sosialisasi pemilu,” ujarnya kemarin di Denpasar.
Secara terpisah, Dewan Penasihat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Suratmaja mengaku
pihaknya telah meminta jajarannya untuk secara tidak langsung membantu sosialisasi pemilu.
Meski demikian, ia tetap mendesak KPU menjalankan kewajibannya.
”KPU tidak bisa berjalan pelan karena waktunya tinggal 91 hari lagi,” kata Suratmaja
mengingatkan.
Kemarin KPU Bali masih menunggu kucuran dana sosialisasi pemilu dari pusat. Di samping itu,
mereka juga berharap Pemerintah Provinsi Bali bersedia membantu sekitar Rp 1,6 miliar untuk
kebutuhan operasional dan sosialisasi Pemilu 2009.
Menyinggung ketentuan yang menyebutkan bahwa partai politik (parpol) wajib menyetorkan
nomor rekening beserta nominal dana untuk pemilihan umum, anggota KPU Bali, Raka Sandhi,
mengatakan, sampai kemarin baru 20 dari 36 parpol yang memenuhi ketentuan itu. (AYS/WAD)

Kompas

Senin, 12 Januari 2009

D icur iga i, M ot if Polit ik Pe r pr e s
Pe r e nca na a n KPU D inila i Bur uk
Senin, 12 Januari 2009 | 00:19 WIB
Jakarta, Kompas - Permintaan Komisi Pemilihan Umum agar Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mengeluarkan peraturan presiden soal penunjukan langsung logistik Pemilu 2009
diprotes banyak kalangan. Mereka mencurigai ada kepentingan politik di balik upaya ini.
Hal itu disampaikan oleh Fahmi Badoh dari Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Arif Nur Alam
dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) di Jakarta, Sabtu (10/1).
Mereka menilai alasan yang dikemukakan KPU untuk meminta peraturan presiden (perpres)
penunjukan langsung sama sekali tidak berdasar.
”Fitra menolak kalau alasannya waktu, itu tidak berdasar. Kalau dari hasil kajian dan diskusi kami
dengan para ahli, penunjukan langsung dan tender sebenarnya terpaut hanya 6 hari saja. Jadi
alasan itu tidak mendasar,” kata Arif.
Ia menilai kondisi yang terjadi sekarang ini bukan kondisi darurat, tetapi karena perencanaan
KPU yang buruk.
Selain itu, KPU juga dinilai tidak teliti dan profesional dalam mengikuti tahapan-tahapan pemilu
seperti yang ditentukan bersama.
”Apakah KPU hanya ingin menggunakan tangan Presiden melalui perpres, bisa juga sebaliknya,
sangat mungkin Presiden menggunakan KPU untuk kepentingannya di pemilu,” kata Arif.
Dua kepentingan
Arif melihat ada dua kepentingan di balik terbitnya perpres penunjukan langsung, yaitu untuk
melindungi pengusaha yang ingin mendapatkan proyek KPU dan juga melindungi kepentingan
politik tertentu.
”Perpres ini lahir seakan-akan sudah direncanakan. Kalau becermin dari kinerja KPU yang tidak
konsisten, mulai dari panitia tender yang terlambat terbentuk, orang-orang yang masuk dalam
kepanitiaan pengadaan setelah diteliti ternyata bukan orang-orang profesional, tetapi titipan.
Kenapa harus ada orang Depdagri? Keterampilan dan disiplin ilmu mereka tidak memadai, tetapi
mereka ada di situ,” tutur Arif.
Terkait itu semua, Arif meminta agar perpres penunjukan langsung tidak dipaksakan untuk
keluar.
”Jika perpres ini sampai keluar, ini menandakan bertolak belakang dengan komitmen Presiden
Yudhoyono dalam pemberantasan korupsi. Kalau dipaksakan keluar, kami akan ajukan judicial
review,” kata Arif.
Suap
Fahmi Badoh menilai ancaman yang akan muncul apabila perpres penunjukan langsung ini jadi
keluar adalah, rekanan-rekanan yang selama ini dekat dengan KPU akan mudah mendapat
konsesi proyek pengadaan logistik dan problem manajemen aset pemilu.

”KPU sekarang sebenarnya lebih mendapat kemudahan karena logistik sudah disiapkan dari
pilkada-pilkada. Jadi tidak ada alasan membuat perpres. Perpres penunjukan langsung tidak etis
dibuat karena sebenarnya KPU bisa melakukan penyederhanaan pengadaan,” kata Fahmi.

Kompas

Senin, 12 Januari 2009

Menurut Fahmi, KPU tidak sadar bahwa kasus korupsi KPU 2004 lebih banyak soal suap dari
rekanan.
Apabila dilakukan penunjukan langsung, katanya, subyektivitas akan semakin tinggi dan
meningkatkan peluang suap serta mendistribusikan suap ke daerah.
”Perpres penunjukan langsung bisa menjadi tekanan dari parpol-parpol yang mendorong
perusahaan-perusahaan tertentu agar mendapat proyek di KPU. Ini pengalaman dari Pemilu
2004,” tutur Fahmi. (VIN)

Kompas

Senin, 12 Januari 2009

RUU JPSK H a r us Se le sa i
Ja n ga n M e m bu a t Pe m ba h a sa n di Lu a r Se n a ya n
Senin, 12 Januari 2009 | 00:52 WIB
Jakarta, Kompas - Pemerintah menempatkan posisi DPR pada bab khusus dalam Rancangan
Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan. Ini untuk memperjelas hubungan
pemerintah dan DPR saat menanggulangi dampak krisis keuangan yang bisa terjadi lebih buruk
dari krisis tahun 1997.
Masa sidang DPR akan berlangsung 19 Januari-April 2009. Meski cukup panjang, pemerintah
tetap berharap pembahasan Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan
(RUU JPSK) tersebut bisa dilakukan dengan cepat bersama DPR.
”Semua orang berharap ada kepastian hukum dalam penanganan krisis keuangan yang bisa
terjadi. Meski demikian, kami berharap tidak ada lembaga keuangan yang mengalami persoalan
sehingga memaksa kita menggunakan itu (aturan JPSK),” ujar Menteri Keuangan sekaligus
Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, pekan lalu.
Menurut Sri Mulyani, RUU JPSK yang sedang disusun pemerintah saat ini akan mengakomodasi
pendapat sepuluh fraksi yang dinilai positif dan konstruktif. Akomodasi itu akan menyangkut tujuh
hal.
Pertama, memperjelas pembagian kewenangan antara pemerintah dan Bank Indonesia pada
saat krisis terjadi.
Kedua, hubungan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dengan Presiden.
Ketiga, memantapkan prosedur penetapan kondisi krisis.
Keempat, mengatur peranan BI dalam memperkuat sektor perbankan.
Kelima, penyampaian informasi tentang kondisi krisis kepada Presiden.
Keenam, hubungan KSSK dengan DPR, terutama pada saat krisis menimbulkan dampak
terhadap APBN.
Ketujuh, pengaturan ulang status hukum pejabat yang mengambil keputusan di saat situasi
sedang krisis.
Sebelumnya, pemerintah mengajukan Perpu Nomor 4 Tahun 2008 tentang JPSK kepada DPR
untuk dibahas lebih lanjut menjadi UU pada masa sidang terakhir tahun 2008. Namun, sebagian
besar fraksi di DPR menolak. Sebagai gantinya, DPR meminta pemerintah mengajukan aturan
JPSK itu dalam bentuk lain, yakni dalam bentuk RUU.
Pertemuan di Bali
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Rizal Djalil, mengatakan, posisi DPR
dalam RUU JPSK jangan diatur secara sepihak oleh pemerintah, tetapi ditetapkan secara
bersama-sama dalam masa sidang nanti.
”Jadi, bukan pengaturan bab yang kami inginkan, tetapi hak budget DPR tetap dikedepan- kan.
Selain itu, jangan membuat pembahasan di luar Senayan, seperti pertemuan beberapa anggota

DPR di Bali hari ini (Minggu, 11 Januari 2009) dengan pemerintah karena tidak semua anggota,
termasuk saya, bisa hadir. Jangan ada forum-forum informal seperti itu,” ujarnya.

Kompas

Senin, 12 Januari 2009

Posisi Presiden juga jangan dilangkahi oleh KSSK karena semua dampak anggaran yang terjadi
akibat krisis harus ditanggung oleh pemerintah. (OIN)

Kompas

Senin, 12 Januari 2009

Ta t a Ru a n g Ke bu m ia n

RUU TI GN a s Be r pot e nsi M e nim bulk a n Konflik
Senin, 12 Januari 2009 | 00:45 WIB
Jakarta, Kompas - Rancangan Undang-Undang Tata Informasi Geospasial Nasional atau RUU
TIGnas yang disusun Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional dikhawatirkan
dipertentangkan dengan tugas pokok dan fungsi departemen terkait. Dengan begitu, pengajuan
RUU ini ke DPR akan terus terganjal.
Hal itu dikemukakan Antonius Bambang Wijanarto, anggota Tim Perumus RUU TIGNas
Bakosurtanal, di Cibinong, Jabar, Jumat (9/1), sebelum rapat harmonisasi tahap kedua RUU itu.
Ia berharap RUU ini tak menimbulkan keberatan Badan Pertanahan Nasional yang telah
menyusun peta dasar pertanahan skala besar, 1:5000 hingga 1:1000, untuk keperluan
pendaftaran persil.
Menurut Anton—juga peneliti di Balai Geomatika Nasional Bakosurtanal—BPN tidak perlu
mengajukan keberatan atas RUU itu karena Bakosurtanal sendiri belum mampu menyediakan
peta dasar untuk seluruh Indonesia. Peta dari Bakosurtanal tersebut masih terbatas di Jakarta,
Bogor, Puncak, Cianjur, dan Surabaya.
Penggunaan sistem koordinat dan peta dasar yang sama sebagai acuan oleh semua pihak
dalam lingkup nasional penting, ujar Anton, untuk menghindari konflik antardaerah dan inefisiensi
dalam pembangunan. Hal inilah yang diatur dalam RUU TIGNas.
Selain itu, keluarnya undang- undang tersebut diharapkan dapat mendorong terjadinya
koordinasi antarinstansi terkait karena hal itulah yang dibutuhkan dalam hal pertanahan. (YUN)

Kompas

Selasa, 13 Januari 2009

Pe r pr e s Be lum D ipik ir
KPU Su m se l Bu t u h Pe r pr e s Pe n u n j u k a n La n gsu n g
Selasa, 13 Januari 2009 | 03:00 WIB
Jakarta, Kompas - Ketua Komisi Pemilihan Umum Abdul Hafiz Anshary meminta jajaran KPU
tidak terlebih dulu berpikir soal penunjukan langsung untuk pengadaan barang dan jasa
kebutuhan Pemilu 2009. Waktu yang ada masih mencukupi untuk pengadaan lewat proses
lelang.
”Jangan berpikir sedikit pun soal penunjukan langsung, waktunya masih cukup,” kata Hafiz saat
membuka rapat kerja KPU dengan KPU provinsi di Jakarta, Senin (12/1).
Hafiz mengakui, memang ada usul peraturan presiden tentang penunjukan langsung pengadaan
logistik Pemilu 2009. Perpres itu mengatur perpendekan masa kerja pengadaan barang dan jasa
dengan memperhitungkan hari libur serta antisipasi keadaan darurat, misalnya pemenang lelang
mengundurkan diri karena tak sanggup memenuhi kewajibannya. Namun, perpres itu hanya
dapat digunakan saat darurat.
”Jangan digunakan landasan untuk tiba-tiba penunjukan langsung,” kata Hafiz.
Ia menekankan, logistik Pemilu 2009 mesti tiba di Panitia Pemungutan Suara di tingkat
desa/kelurahan lima hari sebelum pemungutan suara. Di tempat pemungutan suara, logistik
harus diterima sehari sebelum pemungutan suara. Jadwal itu mesti dipenuhi untuk menepis
sinyalemen seolah-seolah KPU tidak siap menyelenggarakan Pemilu 2009.
Daerah siap
Pada awal rapat kerja, terungkap baru 12 provinsi yang memulai lelang pengadaan barang dan
jasa. Selebihnya baru mulai pengumuman pengadaan pada pekan ini. Untuk Pemilu 2009,
logistik yang diadakan KPUD adalah kotak dan bilik suara, formulir, serta kelengkapan
administrasi pemungutan suara.
Sekretaris Jenderal KPU Suripto Bambang Setyadi menyebutkan, waktu masih memadai untuk
proses pengadaan. Bahkan, sampai awal Februari sekalipun proses lelang masih bisa dilakukan.
Rapat kerja digelar untuk memastikan kesiapan pengadaan logistik pemilu oleh KPUD. Tak ada
persoalan anggaran untuk pengadaan.
KPU sejumlah provinsi juga menyatakan, pengadaan barang dan jasa Pemilu 2009 lewat lelang
masih cukup waktu. Misalnya, anggota KPU Sumatera Selatan, Kelly Mariana, menyebutkan,
lelang diumumkan pada 16 Januari ini dan kemungkinan prosesnya tuntas pada awal Februari
2009.
Anggota KPU Sulawesi Tengah, Adam Malik, mengharapkan agar sudah ada kepastian
mengenai spesifikasi logistik. ”Misalnya, kalau format formulir ternyata berubah lagi, apa tidak
jadi masalah di tendernya?” kata dia.
Walau mengharapkan pengadaan tidak lewat penunjukan langsung, Ketua KPU Jawa Barat
Ferry Kurnia mengingatkan perlunya antisipasi jika ternyata proses lelang ternyata gagal.
Namun, di Palembang, Ketua KPU Sumsel Anisatul Mardiah, Senin, menyatakan, KPU Sumsel
membutuhkan perpres penunjukan langsung pengadaan logistik Pemilu 2009 karena tahapan
pemilu di provinsi itu terlambat satu bulan gara-gara perpecahan keanggotaan.

Menurut Anisatul, KPU Sumsel mendapat keistimewaan untuk melakukan penunjukan langsung
bersama dua daerah lain, yaitu Kalimantan Timur dan Jawa Timur. Perpres itu bisa menjadi
payung hukum untuk melindungi anggota KPU Sumsel. ”Kian cepat perpres turun, makin baik,”
katanya. (dik/wad)

Kompas

Selasa, 13 Januari 2009

Pe m ilu di Te nga h Kr isis
Selasa, 13 Januari 2009 | 00:22 WIB
Menjelang akhir tahun 2008, undangan dialog akhir tahun yang saya terima lebih banyak
dibandingkan akhir tahun lalu. Bukan di tingkat elite saja, melainkan juga di tingkat menengah
bawah. Macam-macam tema dialog itu. Substansinya adalah evaluasi akhir tahun dan
meneropong tahun 2009. Tentu saja yang diteropong serius, yaitu krisis pemilu, potensi konflik
yang mungkin muncul.
Mereka yang cemas menghadapi tahun 2009 umumnya para pengamat, dosen senior, dan
kalangan pengusaha. Namun, ada juga yang menanggapi dengan santai saja. Toh, krisis demi
krisis yang melanda bangsa ini bisa dilalui dengan tenang.
”Krisis”, itulah kata yang amat menyebalkan bagi saya. Krisis moneter, krisis pangan, krisis
energi, dan kini krisis global. Dalam kata krisis, ada unsur ancaman bila tak dikelola dengan baik
dan bisa jadi bahaya. Ada yang berpen