HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

(1)

HUKUM PERDATA

INTERNASIONAL


(2)

PERISTILAHAN

• HUKUM PERDATA INTERNASIONAL (HPI)

( PRIVATE INTERNATIONAL LAW –

INTERNATIONAL PRIVATE RECHT )

istilah “INTERNATIONAL” pada HPI tidak berarti

menunjuk pada sumber hukumnya yang

internsional, tapi menunjuk pada fakta, materi,

peristiwa atau hubungan-hubungan yang

bersifat internasional => karena adanya unsur

asing => yang terjadi atau terdapat dalam HPI

sebabagai yurisdiksi suatu negara.


(3)

• Sumber hukumnya adalah hukum

nasional

masing-masing negara yang terlibat dalam

hub hukum tersebut

karena

• Setiap negara merdeka/ berdaulat

(nasional) => memiliki sistim HPI

berdasrkan kedaulatannya


(4)

PENGERTIAN

Prof. Van Brakel

HPI adalh hukum nasional yang dibuat untuk

hubungan-hubungan internasional

Prof. Graveson

HPI (Conflict of law) adalah bidang hukum yang

berkenaan dengan perkara-perkara yang di

dalamnya mengandung fakta yang relevan yang

menunjukan perkaitan dengan suatu sistem

hukum lain, baik karena aspek teritorial maupun

aspek subjek hukumnya.


(5)

Prof. Sudargo Gautama

HPI adalah Keseluruhan peraturan dan

keputusan hukum yang menunjukan stelsel

hukum manakah yang berlaku atau apakah yang

merupakan hukum, jika hubungan-hubungan

atau peristiwa-peristiwa antara warga negara

pada suatu waktu tertentu memperlihatkan

titik-titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan

kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara.


(6)

Prof. Sunaryati Hartono

HPI menagtur setiap peristiwa atau hubungan

hukum yang mengadung unsur asing, baik

peristiwa itu termasuk bidang hukum publik

(seperti HTUN, Hukum Pajak atau Hukum

Pidana), maupun termasuk bidang Hukum

Perdata (seperti Hukum Perkawinan, HUkum

Waris, Hukum Dagang) => sebagai akibat dari

interaksi sosial masyarakat internasional yang

melewati batas-batas teritorial negara =>

sehingga dapat disebut HPI sebagai Hukum

Pergaulan Internasional.


(7)

HPI

KESELURUHAN PERATURAN HUKUM

NASIONAL YANG MENGATUR HUBUNGAN

ATAU PERISTIWA HUKUM YANG

MENGANDUNG UNSUR ASING DALAM

INTERAKSI ANTAR ANGGOTA MASYARAKAT

YANG TUNDUK PADA SISITEM HUKUM

NEGARA YANG BERBEDA

adanya


(8)

RUANG LINGKUP HPI

Secara material

meliputi persoalan perdata sehari-hari  sepanjang adanya unsur

asing (foreign element), pada bidang : a. Hukum Perorangan

status personil, Kewaganegaraan ,Domisili, Badan Hukum. b. Hukum keluarga

Perkawinan, Hubungan orang tua dan anak, Perceraian, Adopsi dan Harta Perkawian.

c. Hukum Harta Kekayaan

Hak-hak kebendaan, Perjanjian/ Perikatan, Perbuatan Melawan Hukum

d. Hukum Waris


(9)

• Secara Formal

Meliputi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan : a. Pilihan Hukum (Choice of Law)  Conflict of Laws

b. Pilihan Hakim ( Chice of Court/ Jurisdiction) Conflict of jurisdiction


(10)

FUNGSI HPI

Secara Material

a.

Untuk melancarkan interaksi antar

anggota masyarakat internasional

b.

Untuk memberikan kepastian hukum

c.

Untuk mewujudkan keadilan sesuai

dengan budaya hukum para pihak

d.

Untuk mencapai kesejahteraan melalui

interaksi sosial


(11)

Secara Formal

a.

Untuk menentukan fakta-fakta hukum sebagai suatu

perkara HPI

b.

Untuk menentukan kewenangan yurisdiksional suatu

pengadilan

c.

Untuk menetapkan hukum yang berlaku ( Lex Causae)

melalui :

- menentukan fakta-fakta dlm perkara (titik taut)

- melekukan kualifikasi terhadap fakta dan persoalan

hukumnya

- menentukan kaidah HPI yang relevan berdasarkan

hukum nasional (Lex Fori)


(12)

PERBEDAAN HPI DENGAN

HUKUM PUBLIK INTERNASIONAL

• HUKUM INTERNASIONAL PUBLIK

- VOLKENRECHT

- THE LAW OF NATIONS

- HUKUM ANTAR NEGARA / BANGSA

Yaitu hukum yang bersifat supra nasional

yang mengatur hubungan hukum antar

negara.


(13)

• HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

Yaitu

Hukum Nasional yang mengatur hubungan

hukum antar anggota masyarakat yang tunduk

pada sisten hukum yang berbeda dalam

berbagai hubungan yang bersifat transnasional :

a.

Negara “A” dengan Warganegara “B” => Izin

investasi, Pemberian Konsesi, dll

b.

Warganegara “A” dengan Warganrgaea “B” =>

Perkawinan / Jual Beli / Kerjasama, dll.


(14)

SEJARAH PERKEMBANGAN HPI

PERKEMBANGAN ASAS-ASAS HPI mulai

zaman Romawi s/d abad ke 12 :

a. Zaman Romawi

=> abad ke 2 s/d 6

-

“embrio” HPI pada zaman ini mulai terlihat

melalui interaksi antar wagra Romawi (civies)

denga penduduk di provinsi-provinsi yang

menfadi bagian dari wilayah kekaisaran karena

pendudukan => pribumi di povinsi-provinsi ini

dianggap sebagai orang asing yang tunduk

pada hukumnya sendiri.


(15)

- Bagi civies Romawi berlaku

ius Civil

=>

untuk mengakomodasikan kebutuhan

pergaulan “antar bangsa” berkembang

menjadi

Ius Gentium

=> yang meliputi :

1. hukum orang-perorangan (Ius Privatum)

=> embrio HPI

2. kewenangan Negara (Ius Publicium)

=> embrio hukum publik internasional


(16)

-

Asas-asas HPI yang tumbuh & berkembang

pada masa ini :

1. Lex Rei Sitae/ Lex situs

Terhadap

benda=benda tetap tunduk pada hukum

dimana benda itu berada

2. Lex Domicili

Hak dan Kewajiban seseorang

tunduk pada hukum dimana di memiliki tempat

tinggal tetap

3. Lex Loco Contraktus

Terhadap perjanjian

berlaku hukum pada tempat dimana perjanjian

itu dibuat.


(17)

b. Asas Personal – Genealogis

Abad ke 6 s/d 10

- Hukum dalam prose penyelesaian sengketa adalah hukum dari pihak tergugat

- Kecakapan membuat Perjanjian => berdasarkan hukum personal masing-masing pihak

- Pewarisan dilaksanakan berdasarkan hukum personal pihak pewaris

- Pengalihan hak milik dilaksanakan sesuai hukum pihak yanh mengalihkan

- Perbuatan melawan hukum diselesaikan berdasrkan hukum si pelakunya

- Pengesahan perkawinan dilaksanakan sesuai dengna hukum pihak suami


(18)

c.

Asas Teritorial

Abad ke 11 s/d 12, terjadinya transformasi struktur

masyarakat dari geneologis ke masyarakat

teritorialistik, dengan dua ciri utama:

- Di kawasan Eropa Utara (Inggris, Prancis, Jerman)

munculnya kelompok-kelompok feodal yang

cenderung memberlakukan hukum mereka secara

eksklusif terhadap siapa saja yang berada dalam

teritori mereka  tuan-tuan tanah tidak mengakui

hukum asing atau hak-hak yang telah diperoleh

berdasrkan hukum asing.


(19)

- Di Kawasan Eropa Selatan=> munculnya

kota-kota perdagangan di Italia dengan wilayah

tertentu yang otonom

menimbulkan

keanekaragaman sistem hukum kota-kota

(municipal laws) => adanya interaksi sosial antar

kota => menimbulkan persoalan pengakuan

terhadap hukum dan hak-hak asing (kota lain)

kondisi ini dianggap sebagai pemicu munculnya


(20)

Sejarah Perkembangan HPI

di ITALIA (abad ke 13 s/d 15)

Accursius (1228)=> awal tumbuhnya Teori Statuta => Bila

seseorang berasal ari suatu kota di Itlia, digugat di kota lain, maka ia tidak dapat dituntut berdasarkan hukum dari kota lain itu, karena ia bukan subyek hukum dari kota lain itu.

Bortalus (1315-1357) = Bapak HPI. Sebagai pencetus teori statuta (sebagai pengembangan pendapat Accurius). Bortalus

berpendapat bahwa statuta-statuta suatu kota dapat dikelompokan atas 3 jenis statuta, yaitu :

1. Statuta Personalia =>menyangkut dgn statuspersonal atau

kedudukan hukum seseorang, dengan objek pengaturan meliputi masalah-masalah pribadi dan keluarga =>Statuta personalia

inidiberikan kpd warga yg bertempat tinggal tetap di wilayah kota ybrs. => Statuta Personalia tetap melekat dan berlaku dimanapun warga tsb berada =>bersifat ekstra teritorial.

2. Statuta Realia => menyangkut dg status hukum kebendaan => Thd statuta ini berlaku prinsip teritorial => hanya berlaku di wilayah kota yg memperlakukannya => Statuta ini berlaku thd siapa saja (warga kota/pendatang/orang asing) yg berada di wilayah kota tsb.

3. Statuta Mixta => menyangkut dg perbuatan-perbuatan hukum => Thd statuta ini berlaku prinsip teritorial seperti pd Statuta Realia.


(21)

Sejarah Perkembangan HPI

di PERANCIS (abad ke 16)

Charles Dumoulin

(1500-1566)

=>Memperluas lingkup Statuta Personalia

=>Memasukan perjanjian sbg objek

pengaturannya, dgn argumentasi :

Para pihak dalam perjanjian memiliki

kebebasan berkontrak, termasuk kebebasan

memilih hukum yg berlaku dlm kontrak

mereka.

Kebebasan memilih hukum tsb akan melekat

terus bagi para pihak dimanapun mereka

berada. => Merupakan masalah status


(22)

Bertrand Dargentre

(1523-16030

=>Memperluas lingkup Statuta Realia

=>Memasukan perjanjian dan perbuatan hukum

lain sebagai objek pengaturannya, dgn

argumentasi :

Adanya kedudukan seseorang (Statuta Personalia) yg

berkaitan dgn hak milik orang tsb atas suatu benda

(Statuta Realia), atau ada juga perbuatan-perbuatan

hukum (Statuta Mixta) yg dilakukan di teritorial

tertentu.

Apabila seseorang meninggal dunia yg meninggalkan

benda-benda tetap di berbagai negara, maka warisan

itu tdk hanya diatur oleh satu sitem hukum, tetapi

setiap benda tersebut tunduk pada hukum tempat

letak benda itu (Lex Rei Sitae).


(23)

Sejarah Perkembangan HPI

di BELANDA (abad ke 17)

Ulrik Huber

(1636-1694) =>Mengembangkan konsep

Statuta menjadi kedaulatan eksklusif negara.

=>Penyelesaian perkara HPI bertitik tolak dari 3 prinsip

dsar, yaitu :

Hukum Statuta Negara hanya berlaku dalam batas-batas

teritorial negara tsb.

Setiap orang (warga negara / orang asing) yg berada dalam

teritorial suatu negara, merupakan subjek hukum dan harus tunduk pada hukum negara tersebut.

Meskipun demikian berdasarkan asas “sopan Santun” antar

negara (comitas gentium) =>hukum dari negara asal tetap berlaku dimana saja sepanjang tidak bertentangan dgn


(24)

• Johannes Voet (1647-1714) =>Mempertegas

asas Comitas Gentium :

Pemberlakuan hukum asing di suatu negara bukanlah

merupakan kewajiban Hukum Internasional (publik)

atau bukan karena adanya sifat hubungan hukum

pada suatu perkara HPI, tetapi hanya demi sopan

santun pergaulan antar negara.

Suatu negara tidak berhak menuntut pemberlakuan

hukumnya di negara lain.

Pemberlakuan asas sopan santun tersebut harus

ditaati oleh setiap negara =>asas ini dianggap sebagai

bagian dari hukum nasional.

Suatu perbuatan hukum tunduk pada hukum setempat

(Locus Regit Actum)


(25)

TEORI-TEORI MODERN HPI

abad ke 19

VON SAVIGNY (1849 )

• Titik tolak torinya => suatu hubungan hukum yang sama harus memberi penyelesaian yang sama pula, baik diselesaikan oleh

hakim negara A, maupun hakim negara B => sehingga putusannya juga akan sama-sama di mana-mana.

• Pengakuan terhadap hukum asing bukan hanya berdasrakan comitas, tapi berdasarkan pada manfaat dan fungsi yang

dipenuhinya bagi semua pihak.

• Untuk setiap bentuk hubungan hukum, dapat ditentukan tempat kedudukan hukum nya (Legal Seat) melalui pengamatan terhadap hubungan hukum tersebut dengan bentuk titik-titik taut => jika

sudah ditemukan tempat kedudukan hukum => maka sistem hukum pada tempat itulah yang digunakan sebagai Lex Causae.

• Tempat kedudukan hukum itu merupakan “pusat gaya berat” (center of gravity) dari suatu hubungan hukum => yang banyak

dimanfaatkan untuk menentukan hukum yang seharusnya berlaku dalam suatu perjanjian ( the proper law of contract)


(26)

MANCINI (1851)

• TITIK TOLAK TEORINYA => semua bangsa mempunyai kedudukan yang sama dalam masyarakat antar bangsa => timbulnya hukum internasional karena adanya hidup bersama antar bangsa =>

timbulnya negara karena adanya bangsa.

• Hukum personil seseorang ditentukan oleh nasionalitasnya => kebangsaan

• Dalam setiap sistem hukum terdapat 2 jenis hubungan hukum : - kaidah-kaidah hukum yang menyangkut kepentingan

perseorangan

- kaidah-kaidah hukum untuk melindungi dan menjaga ketertiban hukum

• Berdasarkan kriteria tersebut => terdapat 3 asas HPI

- kaidah-kaidah untuk kepentingan perseorangan berlaku bagi setiap warganegar dimanapun dan kapanpun juga => prinsip persinil

- kaidah-kaidah untuk menjaga ketertiban umum bersifat teritorial => berlaku bagi setiap orang yang berada dalam wilayah yurisdiksi suatu negara => prinsip teritorial

- Para pihak yang berjanji boleh memilih hukum manakah yang akan berlaku bagi perjanjian mereka => prinsip pilihan hukum


(1)

Sejarah Perkembangan HPI

di PERANCIS (abad ke 16)

Charles Dumoulin

(1500-1566)

=>Memperluas lingkup Statuta Personalia

=>Memasukan perjanjian sbg objek

pengaturannya, dgn argumentasi :

Para pihak dalam perjanjian memiliki

kebebasan berkontrak, termasuk kebebasan

memilih hukum yg berlaku dlm kontrak

mereka.

Kebebasan memilih hukum tsb akan melekat

terus bagi para pihak dimanapun mereka

berada. => Merupakan masalah status


(2)

Bertrand Dargentre

(1523-16030

=>Memperluas lingkup Statuta Realia

=>Memasukan perjanjian dan perbuatan hukum

lain sebagai objek pengaturannya, dgn

argumentasi :

Adanya kedudukan seseorang (Statuta Personalia) yg

berkaitan dgn hak milik orang tsb atas suatu benda

(Statuta Realia), atau ada juga perbuatan-perbuatan

hukum (Statuta Mixta) yg dilakukan di teritorial

tertentu.

Apabila seseorang meninggal dunia yg meninggalkan

benda-benda tetap di berbagai negara, maka warisan

itu tdk hanya diatur oleh satu sitem hukum, tetapi

setiap benda tersebut tunduk pada hukum tempat

letak benda itu (Lex Rei Sitae).


(3)

Sejarah Perkembangan HPI

di BELANDA (abad ke 17)

Ulrik Huber

(1636-1694) =>Mengembangkan konsep

Statuta menjadi kedaulatan eksklusif negara.

=>Penyelesaian perkara HPI bertitik tolak dari 3 prinsip

dsar, yaitu :

Hukum Statuta Negara hanya berlaku dalam batas-batas

teritorial negara tsb.

Setiap orang (warga negara / orang asing) yg berada dalam

teritorial suatu negara, merupakan subjek hukum dan harus tunduk pada hukum negara tersebut.

Meskipun demikian berdasarkan asas “sopan Santun” antar

negara (comitas gentium) =>hukum dari negara asal tetap berlaku dimana saja sepanjang tidak bertentangan dgn


(4)

• Johannes Voet (1647-1714) =>Mempertegas

asas Comitas Gentium :

Pemberlakuan hukum asing di suatu negara bukanlah

merupakan kewajiban Hukum Internasional (publik)

atau bukan karena adanya sifat hubungan hukum

pada suatu perkara HPI, tetapi hanya demi sopan

santun pergaulan antar negara.

Suatu negara tidak berhak menuntut pemberlakuan

hukumnya di negara lain.

Pemberlakuan asas sopan santun tersebut harus

ditaati oleh setiap negara =>asas ini dianggap sebagai

bagian dari hukum nasional.

Suatu perbuatan hukum tunduk pada hukum setempat


(5)

TEORI-TEORI MODERN HPI

abad ke 19

VON SAVIGNY (1849 )

• Titik tolak torinya => suatu hubungan hukum yang sama harus memberi penyelesaian yang sama pula, baik diselesaikan oleh

hakim negara A, maupun hakim negara B => sehingga putusannya juga akan sama-sama di mana-mana.

• Pengakuan terhadap hukum asing bukan hanya berdasrakan comitas, tapi berdasarkan pada manfaat dan fungsi yang

dipenuhinya bagi semua pihak.

• Untuk setiap bentuk hubungan hukum, dapat ditentukan tempat kedudukan hukum nya (Legal Seat) melalui pengamatan terhadap hubungan hukum tersebut dengan bentuk titik-titik taut => jika

sudah ditemukan tempat kedudukan hukum => maka sistem hukum pada tempat itulah yang digunakan sebagai Lex Causae.

• Tempat kedudukan hukum itu merupakan “pusat gaya berat” (center of gravity) dari suatu hubungan hukum => yang banyak

dimanfaatkan untuk menentukan hukum yang seharusnya berlaku dalam suatu perjanjian ( the proper law of contract)


(6)

MANCINI (1851)

• TITIK TOLAK TEORINYA => semua bangsa mempunyai kedudukan yang sama dalam masyarakat antar bangsa => timbulnya hukum internasional karena adanya hidup bersama antar bangsa =>

timbulnya negara karena adanya bangsa.

• Hukum personil seseorang ditentukan oleh nasionalitasnya => kebangsaan

• Dalam setiap sistem hukum terdapat 2 jenis hubungan hukum : - kaidah-kaidah hukum yang menyangkut kepentingan

perseorangan

- kaidah-kaidah hukum untuk melindungi dan menjaga ketertiban hukum

• Berdasarkan kriteria tersebut => terdapat 3 asas HPI

- kaidah-kaidah untuk kepentingan perseorangan berlaku bagi setiap warganegar dimanapun dan kapanpun juga => prinsip persinil

- kaidah-kaidah untuk menjaga ketertiban umum bersifat teritorial => berlaku bagi setiap orang yang berada dalam wilayah yurisdiksi suatu negara => prinsip teritorial

- Para pihak yang berjanji boleh memilih hukum manakah yang akan berlaku bagi perjanjian mereka => prinsip pilihan hukum