Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: “Peran Louleha dalam Proses Reintegrasi Antara Negeri Haria dan Siri Sori Islam Pasca Konflik di Maluku” T2 752011035 BAB V

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan analisa yang telah dilakukan sebelumnya, maka
melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1.

Louleha adalah sebuah ikatan kekerabatan antara negeri Haria dan
Siri Sori Islam yang berlandaskan Pela Gandong. Louleha lahir atas
kesepakatan bersama dan tidak mengandung kepentingan dari
golongan atau agama tertentu. Louleha lahir dari sebuah kesadaran
kolektif masyarakat negeri Haria dan Siri Sori Islam.

2.

Dalam kehidupan masyarakat negeri Haria dan Siri Sori Islam,
Louleha dipandang sebagai sebuah fakta sosial yang merupakan
warisan leluhur atau Tete Nene Moyang. Louleha juga merupakan
hasil konsensus kedua negeri, baik sebelum maupun sesudah konflik.


3.

Louleha merupakan revitalisasi dari budaya Pela Gandong. Louleha
sama sekali tidak menghilangkan nilai-nilai, fungsi, dan keampuhan
Pela Gandong ataupun Louleha yang telah ada sebelumnya. Namun
memberi kekuatan yang baru bagi ikatan kekerabatan yang telah ada.
Louleha adalah bukti bahwa hubungan kekerabatan di Maluku masih
mampu menjawab tantangan pluralisme.

4.

Wajah Louleha pasca konflik di Maluku menunjuk pada upaya untuk
mengintegrasikan kembali masyarakat negeri Haria dan Siri Sori
Islam. Di dalam proses integrasi tersebut, Louleha berperan sebagai
kekuatan pemersatu dan etika kehidupan bersama yang mengandung
nilai kesederajatan, persaudaraan, toleransi dan nilai-nilai luhur
lainnya.

V.2 Implikasi
V.2.1 Implikasi Teoritis

1. Tesis ini telah membuktikan bahwa Louleha yang berlandaskan
Pela Gandong sebagai adat budaya masyarakat Maluku memiliki
peranan penting dalam proses intergasi pasca konflik di Maluku,
antara negeri Haria dan Siri Sori Islam. Penulis menganggap
penting

untuk

memperhatikan

pemikiran

Emile

Durkheim

mengenai integrasi ketika kita hendak memposisikan Pela
Gandong atau local wisdom lainnya dalam kerangka penyelesaian
konflik.
2. Pentingnya adat dalam proses integrasi Maluku tidak dapat

dipisahkan dari kosmologi orang Maluku itu sendiri. Sehingga
teori-teori

dan

pengetahuan-pengetahuan

dasar

mengenai

kosmologi orang Maluku seperti yang dijelaskan oleh Flip P. B.
Litaay dan John Ruhulessin dapat menjadi pemikiran yang patut
diperhitungkan.

3. Louleha dapat menjadi contoh model penyelesaian konflik berbasis
local wisdom, yang mungkin dapat dipergunakan juga oleh
wilayah-wilayah lain yang mengalami konflik.

V.2.2 Implikasi Praksis

1. Menilik keseimpulan serta implikasi teoritis sebagaimana tersebut
di atas, maka melalui tesis ini, penulis merekomendasikan Louleha
sebagai model penyelesaian konflik berbasis local wisdom.
2. Penulis juga merekomendasikan masyarakat Maluku yang terikat
hubungan Pela Gandong untuk mentrasformasikan hubungan
kekerabatan tersebut ke dalam bentuk-bentuk kerja sama dan
aktifitas yang positif dan berguna bagi kehidupan bersama di
Maluku layaknya yag ditunjukkan oleh Louleha.

V.3 Saran
V.3.1

Saran kepada Pemerintah Maluku
Kenyataan bahwa hubungan kekerabatan layaknya Pela dan
Gandong mampu mengintegrasikan masyarakat yang berbeda agama
di Maluku pasca konflik, hendaknya menjadi perhatian Pemerintah
Daerah. Budaya Maluku sarat akan nilai-nilai kemanusiaan yang harus
dijaga dan dipelihara. Oleh sebab itu, Pemerintah Daerah perlu
melindunginya


melalui

peraturan-peraturan

daerah

yang

memberdayakan struktur kelembagaan yang berlaku pada negerinegeri di Maluku.

V.3.2

Kepada pemerintah negeri Haria dan Siri Sori Islam
Louleha merupakan model penyelesaian konflik yang perlu diakui
keampuhannya. Louleha harus dipertahankan, dilestarikan dan dijaga
oleh masyarakat kedua negeri. Salah satu hal yang penting untuk
diadakan untuk memperkokoh hubungan kedua negeri dan hampir
terlupakan adalah ritual Panas Pela. Oleh sebab itu, tradisi ini harus
dihidupkan kembali.


V.3.3

Kepada Gereja Protestan Maluku (GPM)
Sebagai pusat bersatunya komunitas Kristen di Maluku, GPM
memiliki andil yang cukup besar dalam menentukan sikap kritisnya
untuk

menjawab

persoalan-persoalan

jemaat

di

Maluku.

Keberadaannya sebagai gereja lokal, mengharuskan GPM untuk
berteologi dengan dasar local wisdom di Maluku, khususnya Pela.
Dengan dasar etika yang dimiliki oleh Pela Gandong (telah dijelaskan

pada Bab VI), maka GPM dapat menggunakan Pela sebagai dasar
berteologi.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku D 902008102 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku D 902008102 BAB II

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku D 902008102 BAB III

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku D 902008102 BAB IV

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku D 902008102 BAB V

0 3 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: “Peran Louleha dalam Proses Reintegrasi Antara Negeri Haria dan Siri Sori Islam Pasca Konflik di Maluku”

0 2 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: “Peran Louleha dalam Proses Reintegrasi Antara Negeri Haria dan Siri Sori Islam Pasca Konflik di Maluku” T2 752011035 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: “Peran Louleha dalam Proses Reintegrasi Antara Negeri Haria dan Siri Sori Islam Pasca Konflik di Maluku” T2 752011035 BAB II

0 0 40

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: “Peran Louleha dalam Proses Reintegrasi Antara Negeri Haria dan Siri Sori Islam Pasca Konflik di Maluku” T2 752011035 BAB IV

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: “Peran Louleha dalam Proses Reintegrasi Antara Negeri Haria dan Siri Sori Islam Pasca Konflik di Maluku”

0 0 3