Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendeta Perempuan dalam Kepemimpinan di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) T2 752010013 BAB V

BAB V
PENUTUP
Pada bagian ini penulisan akan dibagi menjadi dua bagian yaitu kesimpulan dan
saran.
5.1.KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Gereja adalah persekutuan orang percaya kepada Yesus Kristus yang dipanggil ke
luar untuk memberitakan Kabar Baik, yaitu keadilan, perdamaian dan keutuhan
ciptaan bagi semua ciptaan. Untuk mewujudkan misi tersebut, baik perempuan
maupun laki-laki terpanggil secara bersama-sama dan bekerjasama di tengah
Gereja demi mewujudkan kesetaraan dan keadilan sehingga keduanya memiliki
posisi yang setara.
Dalam usia Gereja HKBP 150 tahun, masih dijumpai ketidakadilan dan
ketidaksetaraan jender dalam kepemimpinan gereja. Oleh karena itu HKBP perlu
mentransformasi dari realita relasi yang tidak seimbang menjadi relasi
partnership antara laki-laki dan perempuan. Sebagai gereja, HKBP terpanggil
memberitakan Kabar Baik di tengah-tengah dunia. Dalam mewujudkan misi
tersebut, peran perempuan dalam Gereja menghadapi hambatan, karena adanya
pembatasan peran perempuan dalam kepemimpinan gereja. Hal ini dipengaruhi
pandangan teologis dan pengaruh budaya yang patriarkhis, dimana perempuan
menjadi warga kelas dua.


110

Pemahaman yang berkembang tentang posisi perempuan sebagai warga
kelas dua di tengah gereja, sudah selayaknya ditinjau kembali sebab Gereja
adalah pelaku keadilan. Pada saat yang sama perlu dikembangkan pemahaman
bahwa manusia, baik laki-laki maupun perempuan adalah gambar Allah, dimana
di dalam Kristus keberadaan mereka adalah satu dan setara.
2. Adanya pemahaman dalam masyarakat termasuk di gereja, bahwa perempuan
itu emosional, irasional dalam berpikir sehingga tidak bisa tampil sebagai
pemimpin. Di samping itu, dalam gereja HKBP telah terjadi subordinasi terhadap
perempuan karena adanya dominasi laki-laki terhadap perempuan. Sehingga
perempuan hanya ditempatkan pada posisi yang tidak penting. Hal ini terjadi
berawal dari kesadaran terhadap peran jender yang bias atau tidak adil. Oleh
karena itu perlu diusahakan menuju kepada relasi jender yang lebih adil atau
relasi setara antara laki-laki dan perempuan.
Dalam teori ketidakadilan jender, marginalisasi perempuan adalah suatu
proses pemiskinan terhadap salah satu kelompok jenis kelamin tertentu dalam
hal ini pendeta perempuan disebabkan oleh perbedaan jender. Ketidakadilan
jender dalam bentuk marginalisasi, subordinasi, kekerasan, stereotipe dan beban

kerja tersebut terjadi di gereja. Dalam Gereja HKBP ketidakadilan jender terjadi
terhadap pendeta perempuan yang diakibatkan oleh sistem patriarkhi yang
dianut oleh masyarakat Batak dan diperkuat dengan tafsir keagamaan.
Dalam hal itulah Gereja sebagai tubuh Kristus berfungsi untuk
menyuarakan kabar sukacita bagi seluruh mahluk ciptaan. Tembok-tembok

111

pemisah telah dihancurkan di dalam Kristus, sebagaimana tertulis dalam Galatia
:

Dala

hal i i tidak ada ora g Yahudi atau ora g Yu a i, tidak ada ha

a

atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan . Gereja HKBP tidak
boleh lagi memberlakukan pembatasan apapun terhadap perempuan dalam
Gereja. Sebaliknya laki-laki dan perempuan perlu bersama-sama mewujudkan

nilai kemanusiaannya dan nilai kemuliaannya.
3. Pembatasan peranan perempuan dalam kepemimpinan di HKBP adalah
kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-hak azasi manusia. Keadaan tersebut
bertentangan dengan kesamaan hak dan derajat yang kita miliki berdasarkan
ciptaan. Kesederajatan laki-laki dan perempuan menjadikan hak yang sama bagi
keduanya, karena hal itu merupakan karunia pemberian Tuhan dalam
penciptaan.
Pembatasan secara khusus bagi pendeta perempuan sebagai pemimpin di
Gereja HKBP terjadi karena pengaruh tradisi atau kebiasaan, yang terdapat
dalam budaya Batak. Pembatasan perempuan sebagai pemimpin atau pendeta
baik di tingkat jemaat di tingkat resort, distrik dan sinode HKBP adalah
merugikan kaum perempuan dan pendeta perempuan itu sendiri.
Dengan demikian penegasan paham kesetaraan dan keadilan jender perlu
dilakukan dan dipromosikan secara bersama di kalangan pendeta HKBP sehingga
dapat memberikan kesempatan yang sama bagi

pendeta perempuan agar

posisinya setara dengan laki-laki dalam memimpin HKBP.


112

4. Dalam pelaksanaan kepemimpinan gereja di HKBP tidak hanya terjadi
ketidaksetaraan jender tetapi juga terfokus kepada kekuasaan bukan pada
pelayanan. Kepemimpinan telah ditafsirkan sebagai penggunaan kekuasaan dan
mendominasi orang lain. Untuk pencapaian kesetaraan dalam kepemimpinan,
HKBP perlu mengembangkan kepemimpinan yang melayani dengan memberikan
pelayanan kepada pihak-pihak lain. Itu berarti seseorang tidak dapat menjadi
manusiawi jika harus mendapatkan kekuasaan dengan mengurangi nilai
kehidupan orang lain sehi gga

e jadi

su hu a . Memperlakukan

perempuan sebagai orang subhuman juga merusak laki-laki dan mengurangi
kemanusiaannya. Itu berarti bahwa memperlakukan manusia lain sebagai
subhuman selalu membuat

si pelaku sebagai subhuman


juga, karena

kemanusiaan tidak dapat dibangun dengan mengorbankan orang lain.
Dalam konteks ini, pemimpin yang melayani perlu memberikan kesempatan
yang memadai kepada pendeta perempuan untuk bersama-sama dengan lakilaki memimpin di tingkat resort, distrik dan sinode. Jika perlu, hal itu harus
didorong karena dalam diri perempuan ada naluri melayani.
5.2.

SARAN-SARAN
1. Untuk Gereja
a. Gereja diharap untuk mengangkat teks-teks Alkitab yang menekankan kemitraan
laki-laki dan perempuan dalam berbagai pembinaan misalnya teks khotbah minggu,
Penalaahan Alkitab (PA) kategorial dan berbagai pertemuan jemaat dan keluarga.

113

b. Gereja harus menjadikan masalah perempuan, keadilan dan kesetaraan jender
menjadi permasalahan seluruh jemaat gereja.
c. Gereja perlu memberikan kesempatan dalam hal ini penempatan tugas kepada

pendeta perempuan menjadi pemimpin di tingkat jemaat, tingkat resort,
distrik (tidak hanya sekedar pe deta pe

a tu

tingkat

da tingkat sinode sehingga

Sumber Daya Manusia (SDM) HKBP dapat dikelola dan dimanfaatkan semaksimal
mungkin.
2. Untuk Perempuan
a. Perempuan perlu menyadari bahwa penderitaannya diakibatkan sistim patriarkhi
sehingga dapat membangun persekutuan yang solid di antara sesama
perempuan dan mengajak laki-laki untuk secara bersama menolak sistim
patriarkhi.
b. Perempuan perlu menyadari bahwa pembaharuan dan pemberdayaan dalam
kehidupan harus dimulai dalam diri perempuan itu sendiri dan kemudian
diteruskan pada keluarga dan jemaat.
c. Perempuan harus memperlengkapi dirinya dengan pengetahuan secara terusmenerus dengan berbagai cara misalnya mengikuti studi lanjut, diskusi, seminar,

kursus dan pelatihan kepemimpinan.
d. Perempuan itu sendiri harus berusaha memperbaiki cara-cara yang salah dalam
mengasuh anaknya yang menimbulkan perbedaan laki-laki dan perempuan.

114

e. Perempuan

perlu

menyadari

pentingnya

saling

mendukung

dalam


pengembangan diri dan aktualisasi diri di berbagai bidang kehidupan berkaitan
dengan kepemimpinan dalam gereja.
3. Untuk Laki-laki
a. Laki-laki harus menyadari bahwa perempuan juga ciptaan dan gambar Allah dan
menjadikannya mitra dalam pelayanan dan kepemimpinan Gereja.
b. Pada konteks saat ini, laki-laki hendaknya lebih mendukung perempuan dengan
mau mencalonkan dan memilih perempuan yang memiliki kemampuan dalam
struktur pelayanan Sinode .
4. Untuk Pendeta HKBP (laki-laki dan perempuan)
a. Pendeta HKBP harus memulai untuk tidak

e

e a ka

si a ot

elis)

sebagai mas kawin hanya kepada pihak laki-laki tetapi melakukan biaya pesta

dan menanggungnya secara bersama antara pihak perempuan dan laki-laki .
b. Pendeta HKBP, baik laki-laki maupun perempuan perlu saling menerima,
melengkapi dan menghargai sebagai mitra kerja dalam pelayanan.
c. Laki-laki dan perempuan perlu belajar menghormati dan mengembangkan
ke a usiaa se agai ga

ar Allah .

115

Dokumen yang terkait

Studi Deskriptif Mengenai Atribusi Pernikahan Beda Suku pada Jemaat Bersuku Batak Toba di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Kota Bandung (Suatu Penelitian Yang Dilakukan pada Empat Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Kota Bandung).

0 1 36

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendeta Perempuan dalam Kepemimpinan di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendeta Perempuan dalam Kepemimpinan di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) T2 752010013 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendeta Perempuan dalam Kepemimpinan di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) T2 752010013 BAB II

0 2 49

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendeta Perempuan dalam Kepemimpinan di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) T2 752010013 BAB IV

0 0 11

Kompleks Gereja Huria Kristen Batak Protestan HKBP Kertanegara Semarang - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mengikutsertakan Orang Miskin dalam Pelayanan Diakonia Transformatif di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Nauli Dano Horbo

0 0 1

HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN

0 0 52

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Kasus Konflik Islam – Kristen dalam Pembangunan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Loa Duri di Gunung Batu Kutai Kartanegara

1 1 37

ADAPTASI DAN ANALISIS NYANYIAN JEMAAT GEREJA HKBP (HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN)

0 0 17