Tipe & Size (, 2536K) butaru edisi I

JANUARI - FEBRUARI 2011

tataruang
buletin

BKPRN | BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL

Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA)
dalam Pengentasan Kemiskinan
dan Perwujudan Hak Anak
Gender : dari Deinisi
hingga Implementasi
Smarth Growth dalam
Pengembangan Perkotaan
Indigenous Environmental
Knowledge
Membendung Jakarta
Agenda BKPRN

Pengarusutamaan


Gender

dalam penyelenggaraan penataan
ruang dan implementasinya dalam
pengembangan infrastruktur dan
permukiman

BARCODE

BKPRN

BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL

P R OF I L

Ir. Sri Apriatini
Soekardi, MM

Januari - Februari 2011 | buletin tata ruang


1

buletin tata ruang
PELINDUNG
Ir. Imam S. Ernawi, MCM, M.Sc.
Dr. Eko Lucky Wuryanto
Dr. Ir. Max Pohan
Ir. Hermien Roosita
Drs. Syamsul Arif Rivai, M.Si, MM.

dari
redaksi

PENANGGUNG JAWAB
Ir. Iman Soedradjat, MPM.
Ir. Deddy Koespramoedyo, M.Sc.
Ir. Heru Waluyo, M.Com
Drs. Sojan Bakar, M.Sc.
DR. Ir. Abdul Kamarzuki, MPM
Ir. Basuki Karyaatmadja


PENASEHAt REDAKSI
DR. Ir. Ruchyat Deni Dj. M.Eng
Ir. Iwan taruna Isa
M. Eko Rudianto, M.Bus (It)

PEMIMPIN REDAKSI
Aria Indra Purnama, St, MUM.

WAKIL PEMIMPIN REDAKSI
Agus Sutanto, St, M.Sc

REDAKtUR PELAKSANA
Ir. Melva Eryani Marpaung, MUM.

SEKREtARIS REDAKSI
Indira P. Warpani, St., Mt., MSc

StAf REDAKSI
Ir. Dwi Hariawan, MA

Ir. Gunawan, MA
Ir. Nana Apriyana, Mt
Wahyu Suharto, SE, MPA
Ir. Dodi S Riyadi, Mt
Ir. Indra Sukaryono
Endra AtM, St, MSc
Hetty Debbie R, St.
tessie Krisnaningtyas, SP
Listra Pramadwita, St, Mt, M.Sc
Ayu A. Asih, S.Si
M. Refqi, St
Heri Khadarusno, St

KooRDINASI PRoDUKSI
Angger Hassanah, SH

StAf PRoDUKSI

Salam damai untuk pembaca setia Butaru..


Di awal tahun 2011 ini Buletin tata Ruang kembali pada edisi pertamanya. Jika
sebelumnya buletin ini membahas tentang Ruang untuk ekonomi Masyarakat,
maka pada edisi ini Butaru mengangkat topik Pengarusutamaan Gender dalam
Penyelenggaran Penataan Ruang dan Pengembangan Infrastruktur dan Permukiman.
Pengarusutamaan gender (gender mainstreaming) merupakan sebuah strategi
untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang menyebabkan tidak tercapainya
kesetaraan dan keadilan gender (marginalisasi, stereotype, subordinasi, kekerasan dan
beban ganda). Saat ini disadari, kebijakan pembangunan yang belum efektif dalam
mengimplementasikan relasi gender dan mengarahkan kesenjangan gender akan
mengakibatkan akan terbatas efektiitas dampak dari pelaksanaan pembangunan
tersebut.
Dalam topik Utama edisi kali ini, redaksi mencoba untuk mengangkat tema seperti
Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak di Indonesia, dimana pembangunan
kota dan kawasan permukiman saat ini kurang maksimal memperhatikan keberadaan
dan kenyamanan bagi pertumbuhan anak. topik utama lainnya adalah Gender dari
Deinisi hingga Implementasi.
Pada Proil Wilayah dengan judul Kota Pahlawan, Menuju Kota Meropolitan yang
Produktif dan Berkelanjutan. Buletin ini juga mengangkat tulisan Prof. Budhy tjahyati
tentang tata Kelola Pemerintah yang cerdas (Smart Growth).
tokoh kali ini menampilkan seorang pemerhati pengarusutamaan Gender Ir. Sri

Apriatini S, Mt yang akan mengungkapkan berbagai gagasannya, agar semua
stakeholder dapat lebih memberi perhatian tentang pentingnya kesataraan gender
dalam mencapai sasaran yang diinginkan dalam penyelenggaraan penataan ruang
dan terwujudnya pembangunan infrastruktur dan permukiman yang tepat sasaran
dan eisien.
Pada rubrik wacana kali ini, akan dilontarkan sebuah pandangan terkait rencana
pembangunan mega bendungan di Jakarta.
tulisan dalam Butaru ini ditulis oleh para penulis yang memiliki pengalaman yang
panjang dibidangnya dengan tema-tema yang menarik, sehingga diharapkan
pembaca dapat memperkaya wawasan.

Marissa Putri Barrynanda, St

KooRDINASI SIRKULASI
Supriyono S.Sos

Selamat membaca

StAf SIRKULASI
Dhyan Purwaty, S.Kom

Alwirdan BE

Penerbit: Sekretariat tim Pelaksana BKPRN
Alamat Redaksi: Gedung Penataan Ruang dan SDA,
Jl. Patimura 20, Kebayoran Baru, Jakarta 12110
telp. (021) 7226577, fax. (021) 7226577
Website BKPRN:http://www.bkprn.org
Email:timpelaksanabkprn@yahoo.com
dan redaksi _butaru@pu.go.id

2

buletin tata ruang | Januari - Februari 2011

Redaksi

sekapur
sirih

daftar isi

PROFIL TOKOH

04

Ir. Sri Apriatini Soekardi, MM
Staf ahli antar lembaga kementerian PU

Assalamu’alaikum warrahmatullah wabarakatuh,
Selayaknya kita panjatkan puji syukur ke hadirat tuhan Yang Maha Kuasa atas
kesempatan yang selalu diberikan kepada kita untuk terus berkarya, dan Buletin tata
Ruang masih diberi kesempatan untuk hadir kembali dalam edisi penerbitan pertama di
tahun 2011.
Perkembangan tata ruang saat ini dan masa datang tentunya dipenuhi dengan berbagai
kendala dan tantangan, tapi bagaimanapun penataan ruang harus mampu memberikan
manfaat dan keberpihakan pada berbagai stakeholder dan masyarakat. terkait
dengan hal tersebut, Buletin tata Ruang pada edisi kali ini mencoba menampilkan
tema “Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang, dan
Implementasinya dalam Pengembangan Infrastruktur dan Permukiman”.
Mewujudkan kesetaraan gender sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2007 tentang RPJPN telah menjadi salah satu tujuan yang akan dicapai

dalam RPJMN 2010-2014. Lebih operasional lagi, Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000
telah memerintahkan kepada seluruh kementerian/lembaga serta pemerintah provinsi
dan kabupaten/kota untuk melaksanakan pengarusutamaan gender ke dalam siklus
manajemen, yakni perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi atas
kebijakan dan program yang berperspektif gender di seluruh aspek pembangunan.
Pengarusutamaan gender ini telah menjadi komitmen semua Kementerian dan
Lembaga Pemerintah untuk menerapkan strategi tersebut dalam setiap penyusunan
kebijakan, perencanaan dan penganggaran, serta implementasinya melalui program
dan kegiatan. Konsep setara dan adil gender harus benar-benar menjadi pegangan
dalam setiap tahapan kegiatan.
Penataan ruang memiliki peranan penting dalam penyelenggaran pembangunan yang
merata dalam suatu wilayah dan berpengaruh terhadap terwujudnya pembangunan
infrastruktur dan permukiman yang tepat sasaran dan berkelanjutan. Strategi PUG
diharapkan adalah menjadi salah satu strategi dalam penyusunan rencana tata ruang
dan program pembangunan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan program
pembangunan tepat sasaran dan dapat mewujudkan anggaran yang eisien.
Harapan kami, penataan ruang bisa memberikan kontribusi yang nyata dalam
pengembangan wilayah, pembangunan infrastruktur dan permukiman serta upaya
pengentasan kemiskinan, sehingga keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat
Indonesia dapat tercapai.


PROFIL WILAYAH
Kota Pahlawan
Menuju Kota metropolitan yang produktif
dan berkelanjutan

10

oleh : Redaksi Butaru

TOPIK UTAMA
Kabupaten / Kota Layak Anak (KLA)

16

(KLA) dalam Pengentasan
Kemiskinan dan Perwujudan Hak Anak
oleh : oleh: Dra. Lenny N Rosalin, M.Sc

TOPIK UTAMA


19

Gender dari Deinisi hingga Implementasi
oleh : Redaksi Butaru

TOPIK LAIN

22

Smart Growth dalam Pengembangan
Perkotaan
oleh: Prof. Budhy tjahjati S. Soegijoko

TOPIK LAIN
Indigenous Environmental Knowledge
for Use of and Managing Tropical
Natural Resources: A Case Study on
Baduy, Aru, and Balinese’s Subak Tribe
Communities

26

oleh: H. Maman Djumantri,

WACANA

33

Membendung Jakarta:
Solusi atau Sensasi

AGENDA

37

Agenda Kerja BKPRN
Januari - Februari 2011

Direktur Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum
Selaku Sekretaris tim Pelaksana BKPRN

Ir. Imam S. Ernawi, MCM, M.Sc

Januari - Februari 2011 | buletin tata ruang

3

proil tokoh

Ir. Sri Apriatini
Soekardi, MM
(Staf Ahli Antar Lembaga Kementerian PU)

Bagi kementerian dan lembaga
pemerintahan baik di pusat maupun
di daerah yang terlibat aktif dalam
upaya mengimplementasikan strategi
Pengarusutaman Gender (PUG), sosok
Sri Apriatini Soekardi sudah tidak
asing lagi. Beliau saat ini menjabat
sebagai Staf Ahli Menteri Pekerjaan
Umum bidang antar lembaga
dengan latar belakang pendidikan
bidang Perencanaan Wilayah Kota
dan melanjutkan S2 di bidang
manajemen. Sebagai Ketua tim
Pokja PUG di Kementerian PU, beliau
aktif melakukan kegiatan-kegiatan
dalam upaya percepatan perwujudan
Strategi PUG di Kementerian PU
dalam tiga tahun belakangan ini, agar
dalam setiap penyusunan kebijakan,
perencanaan dan penganggaran, serta
impelementasinya melalui program dan
kegiatan telah responsif gender. Lebih
lanjut, beliau dan tim di Kementerian
PU juga aktif bersama-sama dengan
Kementerian lain dalam berbagai
kegiatan PUG. Untuk lebih mengetahui
kiprahnya dalam Pengarusutamaan
Gender ini, redaksi BUtARU telah
beranjang kesana, berdialog bersama
beliau. Berikut ini kami sajikan hasil
wawancara tersebut.

4

Pengarusutamaan Gender dalam
Penyelenggaraan Penataan Ruang
dan Pengembangan Infrastruktur
dan Permukiman

Sebagaimana diketahui, Pengarusutamaan gender (PUG) telah menjadi komitmen
Kementerian dan lembaga pemerintah lainnya sejak Inpres No 9/2000 tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional dikeluarkan. Pengertian
Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan
gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaliasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional. Strategi
tersebut dapat dilaksanakan melalui sebuah proses yang memasukkan analisa gender ke
dalam program kerja, pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan kepentingan
perempuan dan laki-laki kedalam proses pembangunan.
Dalam upaya pencapaian pembangunan yang tepat sasaran dan pencapaian tujuan
MDGs, konsep setara dan adil gender harus benar-benar menjadi pegangan dalam setiap
tahapan kegiatan di Kementerian-kementerian terutama terkait Pembangunan. Dimana
setara berarti seimbang relasi antara laki-laki dan perempuan (dan orang lanjut usia,
anak-anak di bawah umur, orang-orang dengan kebisaan berbeda/difable, serta orangorang yang tidak mampu secara ekonomi). Sementara adil dapat diartikan sebagai tidak
adanya pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan lain-lain.
Butaru : Menurut Ibu, apa yang mendasari pentingnya perspektif gender menjadi
salah satu pendekatan dalam perencanan dan pembangunan di Indonesia?
Yaah, pertama isu gender ini sudah mendunia, dan sudah banyak konvensi-konvensi
internasional yang merespon tentang ketimpangan gender. Sudah banyak yang
dilakukan oleh negara-negara di dunia dan konvensi-konvensi internasional, dan hal
tersebut juga dirasakan oleh pemerintah Indonesia. Ketimpangan gender ini ternyata
dirasakan oleh pemerintah Indonesia, karena dengan demikian pemerintah Indonesia
terus meratiikasi konvensi hukum internasional tentang diskriminasi yang di kenal
dengan konvensi CEDAW yang sejalan dengan UU no.7/1984 tentang penghapusan
diskriminasi terhadap perempuan.

buletin tata ruang | Januari - Februari 2011

Kedua, dengan meratiikasi kebijakan
global itu otomatis pemerintah Indonesia
mengikatkan diri untuk melakukan
penghapusan diskriminasi terhadap
perempuan dan kemajuan kesetaraan
antara laki-laki dan perempuan. Dan
sebagai tindak-lanjutnya antara lain
dikeluarkannya Inpres No. 9/2000
tentang Pengarusutamaan Gender dalam
pembangunan nasional. Kemudian juga
dibuat peraturan-peraturan pemerintah
lainnya misalnya yang diprakarsai oleh
Kementrian Keuangan, dan lain-lain,
sampai kepada inpresnya, yang intinya
mengarahkan kita untuk melakukan
perspektif gender di dalam proses
pembangunan.
Jadi sudah menjadi kewajiban seluruh
kementerian dan lembaga, yaah
termasuk PU, untuk mengintegrasikan
pengarusutamaan gender dalam
pelaksanaan program pembangunannya,
bila kita ingin menjadi bangsa yang
lebih maju dan dapat berkiprah di
dunia internasional. Negara lain sudah
melakukan hal ini. Jadi kalau kita tidak
menyesuaikan diri maka kita tidak akan
maju.
Butaru : Ketika pertama kali Ibu
mengemukakan pengarusutamaan
gender, apa sebenarnya yang menjadi
visi dan misi Ibu?
Ketika mendapat tugas dari Pak
Menteri PU sebagai ketua tim PUGPU, untuk memfasilitasi pelaksanaan
pengarusutamaan gender dilingkungan
PU, saya mempunyai beban untuk
melaksanakannya; karena saya harus
bekerja bersama tim ini, bagaimana
kami dapat memberikan fasilitasi
dalam mewujudkan penyelenggaraan
infrastruktur ke-PU-an yang responsif
gender itu. Jadi visi kami adalah
bagaimana dengan fasilitasi ini dapat
terwujud penyelenggaraan infrastruktur
PU dan permukiman yang responsif
gender.
Kalau misinya sendiri tentunya paling
tidak ini ada 2 (dua); pertama, bagaimana
meningkatkan pengintegrasian
perspektif gender ini ke dalam internal
budaya kerja di lingkungan PU, dengan

kata lain supaya perspektif gender ini
membudaya. Yang kedua meningkatkan
integrasi perspektif gender ini ke seluruh
proses penyelenggaraan pembangunan
infrastruktur PU dan permukiman
sehingga menghasilkan infrastruktur
PU dan permukiman yang responsif
gender. Jadi intinya ada 2, yang pertama,
di internal PU sendiri, yang kedua, kita
yang punya tugas menyelenggarakan
infrastruktur PU untuk masyarakat
Indonesia secara keseluruhan, dalam
setiap prosesnya sudah mengintegrasikan
responsif gendernya.

Butaru : Sebenarnya konsep dari
pengarusutamaan gender sendiri itu
apa sih, Bu?

Pengarusutamaan Gender
(PUG) adalah strategi
yang dibangun untuk
mengintegrasikan gender
menjadi satu dimensi
integral dari perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi
atas kebijakan dan
program pembangunan
nasional.
Butaru : Menurut Ibu, bagaimana konsep
gender dan pengarusutamaan gender
bagi lembaga pemerintah dan non
pemerintah?
Kalau konsep gender dan konsep
pengarusutamaan gendernya sendiri sih
untuk pemerintah dan non pemerintah
sama, seharusnya sama. Hanya kalau untuk
kementerian dan lembaga pemerintah itu
kita punya Inpres, diatur oleh Inpres No.
9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender
dalam Pembangunan Nasional. Jadi
khususnya untuk pemerintah itu memang
sudah diperintahkan. tapi konsepnya
sendiri sama saja, bahwa konsep gender
itu sendiri intinya adalah perbedaan
peran dan tanggung-jawab laki-laki dan
perempuan akibat ada hubungan sosial di
masyarakat. Jadi tolong dipahami, bukan
karena aspek biologisnya yah, tapi karena
ada relasi sosial yang menyebabkan lakilaki dan perempuan itu punya peran dan
tanggungjawab yang berbeda.”
Dan ingat yah, bahwa konsep gender
ini bukan semata-mata antara laki-laki

dengan perempuan saja, tetapi juga
laki-laki dan perempuan menyangkut
anak-anak di bawah umur, kemudian
orang-orang lanjut usia atau kelompok
orang-orang yang mempunyai kebiasaan
yang berbeda yang difabel dan juga
orang-orang yang mempunyai tingkat
ekonomi yang kurang mampu.. Jadi
gender ini banyak sekali, tidak hanya
laki-laki dan perempuan, tapi juga laki-laki
dan perempuan apa, yang bagaimana.
ternyata masuk dalam setiap strata
(kelompok-kelompok)

Pengarusutamaan gender konsepnya
adalah strategi untuk memastikan bahwa
apakah laki-laki dan perempuan ini
diperlakukan secara adil dan setara di
dalam memperoleh kesempatan atau
akses dalam ikut berpartisipasi, dalam ikut
mengawasi/mengontrol pembangunan
atau di dalam menerima atau merasakan
manfaat daripada pembangunan itu
sendiri. Jadi kata kuncinya adalah
setara dan adil, baik bagi laki-laki atau
perempuan.”
Butaru : Nampaknya tidak mudah ya Bu,
untuk memahami pengarusutamaan
gender itu adalah kesetaraan dan
keadilan, ini gimana Bu?
Betul sekali, adik-adik, karena yang sudah
tertanam dalam mind-set masyarakat itu
adalah pemberdayaan perempuan. Lihat
saja, label kementriannyapun, kementerian
pemberdayaan perempuan, padahal kita
tidak bicara hanya perempuan; kalau
bicara gender ya laki-laki dan perempuan
yang adil dan setara. Seolah-olah kalau
kita bicara pemberdayaan perempuan,
perempuan ini selalu di bawah, selalu
kurang diberdayakan, selalu tidak berdaya
selalu diperdaya. Padahal sebetulnya
engga, bukan itu. Konsepnya sebetulnya
kesetaraan laki-laki dan perempuan
yang notabene barangkali isu gender di
Indonesia ini memang perempuan yang
kurang selalu mendapat akomodasi yang
lebih baik daripada laki-laki, barangkali itu
masalahnya. tapi konsepnya sendiri setara
dan adil.

Januari - Februari 2011 | buletin tata ruang

5

proil tokoh

Pengarusutamaan gender itu
kata kuncinya ada 2 (dua)
yaitu setara dan adil, baik bagi
laki-laki atau perempuan
Butaru : Bu Cici, dalam implementasi
Inpres No. 9/2000 pengarusutamaan
gender, apa saja yang telah dilakukan
oleh pemer intah sejauh ini ?
Dalam melaksanakan PUG dimanapun,
di kementerian dan lembaga itu
memang ada syarat-syarat yang harus
dipenuhi, ada beberapa indikator yang
menjadi prasyarat sehingga kita bisa
melaksanakan pengarusutamaan gender
yang baik. Syarat itu diantaranya adalah
adanya komitmen politik dari pimpinan
kementerian atau lembaga, yang dapat
dilihat dari kebijakan-kebijakannya.
Kemudian juga dari kelembagaan yang
ada di kementerian itu, apakah sudah
mendukung untuk dilaksanakannya
pengarusutamaan gender dengan baik
dan mudah. Kemudian tersediakah data
yang bisa mendukung peelaksanaan
PUG, yang biasa diistilahkan data
terpilah. Kemudian bagaimana kita sudah
melakukan pembinaan kemampuan/
capacity building di kementerian yang
bersangkutan terkait pemahaman
tentang PUG, pernahkah dilakukan
sosialisasi, pernahkah ada advokasi.
Kemudian bagaimana dukungan forum
di kementerian dan lembaga ini dalam
melaksanakan PUG. Apakah kita telah
melakukan workshop atau mungkin di
dalam kurikulumnya, apakah ada diklatdiklat, dan/atau forum-forum seperti
itu. Di setiap kementerian dan lembaga
ini tingkat implementasi ini berbedabeda, ada yang belum sama sekali, ada
yang baru memulai, dan ada yang sudah
kelihatan lebih maju daripada yang
lain-, dan khususnya di Kementerian
PU memang sudah cukup banyak yang
dilakukan.
Butaru : Kalau di Kementrian Pekerjaan
Umum (PU) sendiri bagaimana, Bu?
Alhamdulillah, cukup menggembirakan.

6

Pertama dari dari sisi kebijakan, kita
sudah dapat komitmen dari Pak
Mentri (maksudnya Menteri PU, Red),
beliau sudah mencanangkan di depan
Menteri Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak bahwa PU
berkomitmen untuk melakukan PUG
di lingkungan PU, kemudian PUG
sudah menjadi salah satu strategi di
dalam pembangunan ke-PU-an untuk
5 (lima) tahun kr depan; kemudian ini
dilanjutkan lagi dengan perencanaan
dan pemrogramannya, misalnya di
dalam Renstra PU 2010-2014. Di dalam
dokumen anggaran kita, sudah masuk
anggaran responsif gender, bahkan PU
sudah membuat buku panduan tentang
pengintergrasian gender dalam program
dan anggaran. Jadi dari sisi perencanaan
itu sudah banyak hal-hal yang sudah
dilakukan.”

Menyamakan persepsi
dan pemahaman tentang
Pengarusutamaan Gender
baik di internal Kementerian
dan antar Kementerian
merupakan tantangan
bersama dalam perwujudan
percepatan pembangunan
yang responsif gender
Butaru : Dari sisi kelembagaannya
sendiri, bagaimana, Bu?
Kalau dari sisi kelembagaan tentunya
kita sudah tahu punya tim PUG yang
pengarahnya adalah langsung Bapak
Sekjen langsung, jadi memang komitmen
PU ini sudah sangat baik. Kemudian
kita punya tim pelaksana dan ada
tim pendukung pelaksana yang lebih
operasional. Bahkan ada pokja-pokja
yang bertugas mengakomodasikan
pelaksanaan PUG di masing-masing subbidang PU; ada pokja tata ruang, ada pokja
jalan dan jembatan, pokja cipta karya dan
pokja sumber daya air. Pokoknya timnya
itu sudah cukup lengkap, artinya seluruh
tim PUG sudah masuk ke seluruh jajaran
Kementerian PU. Demikian juga dari sisi

buletin tata ruang | Januari - Februari 2011

sarana dan prasarana pendukungnya,
kita sudah punya nursery room meskipun
masih terbatas, demikian juga taman
bermain anak; ini merupakan stimulan
bagi perkembangan ke depan, dan ini
semua perlu lebih ditingkatkan lagi.
Butaru : Kalau dari sisi pelaksanaannya
bagaimana Bu?
Kalau dari sisi pelaksanaan, saya rasa
sudah cukup banyak. Bahkan kalau
kita lihat kegiatan di keciptakaryaan
itu jauh sebelum Inpres nomor 9/2000
sudah melaksanakan kegiatan-kegiatan
yang responsif gender, walaupun itu
belum dinyatakan sebagai kegiatan
yang responsif gender. Kegiatan Cipta
Karya sebelum Inpres 9/2000, dari mulai
perencanaannya sudah melibatkan
sejumlah perempuan dan laki-laki,
dan langsung berhubungan dengan
masyarakat. Kegiatan-kegiatan PNPM
mandiri perkotaan, Pembangunan
Prasarana Infrastruktur Perdesaan, PISEW,
Pamsimas dan lain-lain, bila dibaca
ringkasan kegiatannya sebenarnya
merupakan kegiatan yang sudah responsif
gender, dimana dalam perencanan
dan pelaksanaannya jumlah pelibatan
perempuan yang lebih banyak sudah
dijadikan tolok ukur.
Butaru : Kira-kira berapa sih jumlah
perempuan yang ikut?
Kalo dari Bina Marga walaupun masih
terbatas, tapi dalam setiap kegiatan Amdal
pembangunan jalan, dapat dipastikan isu
gender sudah dipertimbangkan. Kalau
sumber daya air mungkin kaitannya
dengan masyarakat petani pemakai air, itu
juga sangat bagus komunikasinya dengan
itu. Kalau tata ruang, harusnya tentang
PUG ini sudah bisa diimplementasikan
mulai dalam tahap perencanaan. Misalnya
ketika menyusun rencana tata ruang,
seharusnya konsep PUG sudah masuk.
Pelibatan perempuan dan laki-laki dalam
menyusun rencana tata ruang sangat
mewarnai rencana tata ruang yang
akan dihasilkan nantinya. Dari perdanya, itu juga akan berbeda warnanya
kalau pelibatan yang seimbang antara
perempuan dan yang laki-laki.

Mungkin akan terlihat jelas di dalam
merencanakan detail tata ruang
khususnya kalau kita merencanakan ruang
terbuka hijau (RtH). Perempuan dan lakilaki bisa memanfaatkan secara bersamasama dalam ruang terbuka hijau itu. Dan
dimana saja lokasinya, saya pikir kalau
pelibatan perempuannya lebih seimbang
hasilnya akan lebih bagus. Dan juga
pelibatan pada saat penyusunan rencana
tata ruang itu sangat penting; semakin
banyak pelibatan perempuannya, saya
rasa bagus sekali tata ruangnya itu di masa
depan. Dan karena tata ruang ini selalu
produk bersama, bukan produknya DJPR
(Ditjen Penataan Ruang). Jadi memang
resikonya semua yang terlibat itu harus
mempunyai pemahaman yang sama. Jadi
semua pihak terkait penyelenggaraan
penataan ruang baik di puat dan
daerah mempunyai pemahaman yang
sama terkait penyusunan RtRW, RDtR,
pengaturan zonasi yang responsif gender.
Dengan Inpres PUG, pemahaman responsif
gender disamping disosialisasikan ke
daerah, juga dapat disosialisasikan kepada
BKPRN, jadi sesama instansi BKPRN juga
harusnya pemahamannya sama. Jadi
tugas DJPR itu cukup berat karena selain
substansinya harus responsif gender
tapi komunikasinya ini yang juga harus
ditingkatkan supaya semua yang ikut
memberikan masukkan ke dalam rencana
tata ruang itu mempunyai pemahaman
yang sama. Institusi Bappenas pastinya
sudah responsif, karena semua kebijakan
dan strategi responsif gender sudah diatur
dari Bappenas.
Butaru : Terdapat kendala dan tantangan
apa saja?
Di internal PU sendiri memang masih
banyak kendala atau tantangan.
Contoh sederhana adalah dalam tiga
tahun terakhir CPNS yang masuk ke PU
menunjukkan jumlah perempuannya
sudah seimbang dengan laki-laki.
tantangan kita adalah bagaimana kita
membina staf perempuan tersebut
supaya bisa berkiprah juga sama dengan
laki-laki yang saat ini mendominasi di PU.
Demikian juga sarana yang mendukung
staf perempuan yang menikah dan punya

Dalam penyusunan RTRW,
pelibatan perempuan dan
laki-laki dalam menyusun
rencana tata ruang akan
sangat mewarnai kepada
hasil rencana tata ruang
yang jadinya nanti. Lebih
jauh, Perda-nya yang
dihasilkan nanti warnanya
juga akan berbeda bila
pelibatan yang seimbang
antara perempuan yang
sudah seimbang dengan
laki-laki
anak, jadi fasilitas tempat penitipan anak,
parkir khusus wanita ke depannya harus
lebih tersedia.
tantangannya ke pembangunan
infrastruktur PU yang lebih luas ada
dua, yaitu pertama mengenai data
terpilah (secara normatifnya adalah data
berapa jumlah laki-laki dan perempuan)
itu, tapi itu yang kedepannya tidak
lagi cocok karena hanya bila sekedar
menerapkan jumlah laki-laki dan
perempuan, karena kita membangun
infrastruktur tidak berdasarkan jumlah
laki-laki dan perempuan tapi didasarkan
pada kebutuhan dan pada manfaat.
Jadi kita harus mempertimbangkan
penyediaan fasilitas untuk yang para
difable seperti apa, karena itu juga tekait
infrastruktur, dimana kita membangun
untuk semua kelompok karena tugas kita
adalah melayani masyarakat. Jadi yang
pertama itu data terpilah yang harus di
tindaklanjuti, seperti apa yang cocok
untuk Kementerian PU dan Kementerian
lainnya, karena pasti tidak sama untuk
masing-masing kementerian. tahun
ini PU bersama-sama kementerian
pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak sedang melakukan
kajian tentang itu. Jadi memang masih
dalam kajian data terpilah yang pas untuk
PU itu yang seperti apa.
Yang kedua, tantangan pembangunan

di PU itu adalah penetapan indikator.
Untuk menganalisa responsif gender
kita perlu ada indikator, yaitu indikator
responsif gender jalan dan jembatan
seperti apa? Misalnya apakah Jalan
dan jembatan disebut responsif kalau
memenuhi indikator keamanan bagi
perempuan yaitu jembatan di atas
tanah akan lebih memberi aman bagi
perempuan dari pada jembatan di bawah
tanah (terowongan). Jadi supaya kegiatan
responsif gender di PU lebih fokus dan
tidak terkesan mengada-ada, memang
memang dibutuhkan indikator dan
nantinya ditindak lanjuti dengan pedoman
yang lebih jelas. Jadi dapat disimpulkan,
kita masih menghadapi tantangan, baik
di internal PU maupun antar PU secara
keseluruhan.
Butaru : Dalam implementasi
tersebut, apakah ada semacam
pelaksanaan monitoring? Siapa yang
melaksanakannya?
Memang dalam Inpres nomor 9 tahun
2000 itu ditegaskan bahwa kementerian
dan lembaga harus melakukan monitoring
dan evaluasi. Yang kami lakukan di sini,
monitoring dan evaluasi terhadap unitunit kerja di Kementerian PU, bagaimana
mereka melaksanakan PUG-nya. Kemudian
nantinya direkap semuanya dan itu
menjadi hasil t dan evaluasi Kementerian
PU yang harus dilaporkan ke Presiden
melalui Kementerian PPPA.
Butaru : Apa yang di monitor dan apa
yang dievaluasi?
Kembali lagi kepada beberapa aspek
prasyarat PUG itu. Jadi yang di evaluasi
anara lain yaitu : Apakah pokja-pokjanya
sudah berjalan dengan baik? Apakah
komitmen pimpinan di masing-masing
satminkal ini juga sudah responsif.
Kemudian program-program yang
dihasilkan seperti apa? Jadi kembali lagi
kita monitor sesuai prasyarat PU. Dan itu
kita lakukan bertahap, pertama kami tim
PUG melakukan kepada satminkal dan
nanti kita monitoring secara keseluruhan
oleh tim independen nasional. Nanti ada
tim penilai secara nasional untuk menilai
kegiatan PUG di kementerian PU secara

Januari - Februari 2011 | buletin tata ruang

7

proil tokoh

keseluruhan yang sudah kita rekap, yang
sudah tim kami rekap, itu yang nanti
dinilai oleh tim penilai independen secara
nasional. Kita di PU, PUGnya seperti apa…
Butaru : Itu sebetulnya pendekatannya
lebih ke top down, untuk ke depannya
apakah akan lebih bottom up?
Jadi memang sekarang sosialisasinya baru
di kementerian PU, padahal itu harusnya
sampai ke lingkungan PU yang ada di
daerah. oleh karena itu salah satu program
kerja 2011-2014 adalah melakukan
sosialisasi pemberdayaan masingmasing sampai ke daerah. Itu yang harus
kita lakukan. Dan kedua, seperti yang
dilakukan Ditjen CIpta Karya kegiatannya
apa kan sesuai dengan kebutuhan
daerah. Karena mereka kan programnya
pemberdayaan masyarakat (terutama
masyarakat berpenghasilan rendah)

PU. Walaupun terasa masih sulit, tetapi
dengan adanya komitmen dari pimpinan,
dimana ini sangat membantu pokja PUG
di PU, saya optimis ke depan akan berjalan
lebih baik. Saat ini dirasakan masih
ada kesenjangan di antara pimpinan di
satminkalnya masing-masing, walaupun
responnya telah cukup baik dengan tetap
mengirimkan wakil ke pertemuan yang
diadakan. Akan tetapi kadang pertemuan
tersebut membutuhkan masukan yang
konkrit dan pemahaman yang sama untuk
ditindaklanjuti, sehingga dibutuhkan
pimpinan setingkat eselon II untuk duduk
bersama, berdiskusi dan memahami serta
menindaklanjutinya di masing-masing
bagiannya.
tetapi tidak apa-apa, dengan tugas
yang diberikan oleh Pak Menteri, tim
pokja akan terus sedikit demi sedikit
berkomunikasi dengan satminkal.

Dalam perwujudan capacity building, kegiatan sosialisasi,
workshop, pelatihan dan forum diskusi terus dikembangkan di
Kementerian PU dan juga melibatkan Kementerian/Lembaga lain
dalam peningkatan pemahaman dan kemampuan terkait PUG
misalnya kegiatan PPIP yang mencakup
2000 desa. Apa yang dilakukan Cipta Karya
itu betul-betul keinginan masyarakat,
dan direkap jadi keinginan kabupaten
dan kota. Jadi saya pikir bottom-up-nya
tuh sudah, hanya memang masih parsial.”
Kalau di Bina Marga mungkin waktu di
pelaksanan amdalnya telah melakukan,
karena amdal juga langsung di lapangan.
Kalau pembebasan tanah misalnya itu
langsung ke masyarakat, jadi maunya
masyarakat telah dipertimbangkan.
Demikian juga terkait SDA, telah
melibatkan masyarakat petani pengguna
air juga. Jadi pendekatan bottom-up
telah dilakukan, walaupun sekarang
kelihatannya seperti tidak terstruktur.
Butaru : Sejauh ini bagaimana
respon dari berbagai pihak setelah
pengarusutamaan gender mulai
dilaksanakan?
Saat ini yang menjadi tugas adalah
menyamakan pemahaman mengenai
responsif gender ini keseluruh lingkungan

8

Rencananya, saya bersama tim, tahun
ini hanya melakukan monitoring dan
evaluasi, yang diharapkan satminkal yang
bertanggung jawab melakukannya. Jadi
diharapkan masing-masing satminkal
lebih respon dalam melakukan sosialisasi,
forum dan penyusunan kegiatan PUG ini.
Butaru : Oh ya Bu, baru-baru ini Ibu
kan mendapatkan penghargaan terkait
pengarusutamaan gender, dapat Ibu
sedikit ceritakan?
PU ini sudah 3 tahun berturut-turut
mendapatkan penghargaan Anugerah
Parahita Eka Praya. Pertama tahun 2008
mendapat Anugerah Parahita Eka Praya
tingkat pratama. Kemudian tahun 2009
dan 2010 penghargaan Anugerah Parahita
Eka Praya tingkat madya. Ada satu tingkat
lagi yaitu utama, kita baru ditingkat
madya. Kementerian PU mendapatkan
penghargaan, karena dinilai oleh tim
Independen Nasional bahwa kita sudah
bisa meletakkan dasar-dasar pelaksanaan
PUG.

buletin tata ruang | Januari - Februari 2011

Mungkin kita dilihat sudah punya
lembaganya (wadahnya tim PUG),
sudah dilihat Pak Menteri, sudah ada
pencanangan dan sebagainya, masih
dalam yang dasar-dasar sekali. Nah
2009 dan 2010 dianggapnya kita sudah
meningkat, dasar-dasar ini sudah mulai
tersebar ke seluruh jajaran Kementerian
PU. Yang menyebabkan kita ke tingkat
madya.
Jadi memang dari hal-hal seperti itu, dari
sosialisasi yang sudah sering kita lakukan,
walaupun data terpilah belum ada tapi kita
sudah melakukan kajian. Hal ini kita sudah
dianggap mampu mengembangkan
pelaksanaan PUG yang sesuai dengan
institusi kita. Diharapkan tahun ini kita bisa
naik tingkat lagi.
Yang menerima penghargaan adalah
Bapak Menteri yang langsung dari
Presiden. Adapun tim PUG PU ini adalah
dapurnya dengan bekerjasama satminkalsatminkal yang ada dilingkungan PU
terkait data dan informasi, karena kita
merekap hasil penilaian itu (dalam format
laporan) dan disampaikan ke Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (PPPA). Kementerian
PPPA yang mengevaluasi, dan ada tim lagi
yang mewawancarai tim PUG PU kita, dan
hasilnya menjadi kinerja Kementerian PU.
Butaru : Ibu adalah salah satu yang
berperan aktif dalam kegiatan
pengarusutamaan gender, bagaimana
dukungan lingkungan dan keluarga
selama ini ?
Yang pertama dukungan dari lingkungan
sudah jelas dengan penugasan dari
Bapak Menteri. Lingkungan seperti
yang tadi saya katakan masih ada
kesenjangan dimana masih ada yang
belum mau terlibat penuh, tapi pada
dasarnya sudah cukup baik. terbukti
dengan banyaknya kementerian lain yang
memanggil kita untuk menjadi pembicara,
untuk memberikan pengalamannya.
Kita ini dijadikan best practice PUG di
Indonesia. Jadi saya sering diundang
oleh kementerian lain untuk berbagi
pengalaman dalam implementasi PUG
di PU, misalnya dengan pembentukan

Harapan saya adalah mari kita tingkatkan dukungan dan peran seluruh jajaran kementerian
dalam mewujudkan penyelenggaraan penataan ruang danpengembangan infrastruktur
dan permukiman yang responsif gender.
pokja dimana kegiatan ini dibagi ke
dalam tim-tim pokja yang sebagian
adalah merupakan wakil dari satminkal.
Jadi pekerjaan dibagi ke semua unit,
dan diharpkan mereka yang akan kerja.
tugas kita hanya memonitoring saja dan
itu dijadikan contoh. Jadi dukungan dari
internal sudah baik, walaupun masih ada
tantangan.
Keluarga inti saya adalah bertiga yaitu 2
perempuan dan , satu laki-laki. Kalau dari
keluarga, terusterang keluarga saya ini
termasuk golongan yang demokratis. Jadi
saya dan suami bisa membagi tugas di
keluarga secara bersama-sama. Buktinya
saya bisa sampai sekarang, kalau tidak
ada pengertian dari suami bahwa saya
responsif terhadap peran perempuan,

mungkin saya akan mengalami hambatan
untuk bisa sampai di posisi ini kalau
tidak ada dukungan dari suami. Saya rasa
salah satu hambatan perempuan kenapa
engga bisa naik adalah karena system
patria chart di Indonesia dimana laki-laki
sebagai kepala keluarga itu sangat kuat.
Itu yang mungkin menjadi salah satu yang
ada hambatan sehingga perempuan itu
tidak bisa dengan mudah mendapatkan
apa yang seharusnya dia dapat dengan
kemampuan dia. Masih ada yang seperti
itu, terutama yang di daerah. Saya bisa
mengatakan demikian karena saya sering
mengikuti forum-forum diskusi tentang
gender dengan kementerian PPPA dan
dengan instansi lain, ternyata di daerah
seperti itu.

Butaru : Baik Bu Cicik. Barangkali ini
pertanyaan terakhir dari kami Bu.
Dapatkah Ibu menyampai sebuah
harapan dalam melaksanakan tugas
pengarusutamaan gender ini Bu?
Harapan saya terakhir adalah semakin
meningkatnya dukungan dan peran
seluruh jajaran Kementerian Pekerjaan
Umum ini di dalam mewujudkan
penyelenggaraan penataan ruang dan
infrastruktur dan permukiman yang
responsif gender. Saya mengajak
semua pihak kementerian ini untuk
lebih meningkatkan lagi peran untuk
mewujudkan pengarusutamaan gender
karena ini sudah menjadi kewajiban, dan
sudah tercantum dalam undang-undang
dan peraturan terkait lainnya. (mem/hd)

Januari - Februari 2011 | buletin tata ruang

9

proil wilayah

Menuju Kota Metropolitan
KOTA
PAHLAWAN yang Produktif dan Berkelanjutan
oleh: Redaksi Butaru

Setelah mencapai kemerdekaan, Apa yang akan kita lakukan di dalam membangun
Kota Pahlawan?
Kota Surabaya merupakan Kota Metropolitan terbesar setelah Ibu Kota Jakarta, dengan
luas wilayah ±33.048Ha atau 33,04 Km² yang dibagi dalam 31 (tiga puluh satu)
kecamatan dan 163 (seratus enam puluh tiga) Kelurahan. Kota Surabaya merupakan
ibukota Propinsi Jawa timur, yang mempunyai kedudukan geograis pada 07021’ Lintang
Selatan dan 112036’ sampai dengan 112054’ Bujur timur, dengan batas-batas wilayahnya
sebelah Utara Selat Madura, sebelah Selatan Kabupaten Sidoarjo, sebelah Barat
Kabupaten Gresik dan sebelah timur Selat Madura.

Pada tanggal 10 November
1945 terjadi pertempuran
paling berdarah antara Pasukan
Inggris dan Bangsa Indonesia
di Kota Surabaya, diawali
dengan pemboman Kota
Surabaya oleh Pasukan Inggris
selama 10 (sepuluh) hari secara
berturut. Tentara Indonesia
terus melakukan perlawanan
dengan pasukan Inggris, karena
Bangsa Indonesia ingin mencapai
kemerdekaan,sebanyak lebih dari
20.000 tentara Indonesia tewas
demi mencapai kemerdekaan.
Pertempuran sengit ini
merupakan pertempuran paling
berdarah yang dialami Pasukan
Inggris pada dekade 1940an.
Dengan pertempuran sengit yang
terjadi di Surabaya ini,
maka lahirlah julukan Surabaya
sebagai Kota Pahlawan.

10

Pembangunan di Kota Surabaya menunjukan perkembangan yang cukup dinamis
dan memacu perkembangan Kota Surabaya sebagai kota metropolitan. Kota Surabaya
memiliki kedudukan yang sangat strategis baik dalam skala regional maupun nasional,
sebagaimana yang telah ditetapkan di dalam PP 26 tahun 2008 tentang Rencana
tata Ruang Wilayah Nasional (RtRWN), bahwa Kota Surabaya berperan sebagai Pusat
Kegiatan Nasional (PKN) yang berfungsi sebagai pusat pelayanan produksi, distribusi
barang dan jasa dan memiliki prospek perkembangan yang sangat pesat. Selain itu di
dalam PP tersebut juga menetapkan Kawasan Perkotaan Gerbangkertosusila yang terdiri
dari Kawasan Perkotaan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan
termasuk di dalam Kawasan Strategis Nasional.
Dengan melihat fungsi Kota Surabaya dan berlandaskan kebijakan dari Pemerintah Pusat,
maka pada tahun 2009 PEMKot kota Surabaya telah menetapkan Visi di dalam RtRW

buletin tata ruang | Januari - Februari 2011

pusat bisnis di Surabaya timur seperti di
kawasan Kertajaya, Mulyosari dan sekitar
Sukolil begitu juga di Surabaya Barat dan
Selatan seperti daerah HR Muhammad
yang ditandai dengan berdirinya sentra
bisnis baru, kawasan perkantoran,
kawasan ruko, mall mewah, dan bahkan
berdirinya Universitas Negeri Surabaya
yang ikut meramaikan pembangunan
Surabaya.
Mengingat aktivitas pembangunan yang
akan meningkat dari tahun ke tahun dan
jumlah lahan yang tidak akan bertambah,
maka PEMKot sudah saatnya memikirkan
bagaimana untuk mensiasati keterbatasan
lahan ini ?

Kota Surabaya adalah
“Menuju Surabaya
sebagai Kota jasa
yang nyaman,
berdaya, berbudaya
dan berkeadilan”.
Kota Surabaya adalah “Menuju Surabaya
sebagai Kota jasa yang nyaman, berdaya,
berbudaya dan berkeadilan”. Berbagai
usaha PEMKot di dalam mewujudkan visi
Kota Surabaya tersebut, langka pertama
yang menjadi proiritas PEMKot adalah
dengan membangun infrastruktur, karena
infrastruktur merupakan sektor utama
yang dapat menunjang kegiatan ekonomi,
pendistribusian barang dan jasa serta
membuka daerah- daerah yang terisolir.
Langkah berikutnya yaitu meningkatkan
pelayanan publik, membuat kebijakan
pembangunan yang berkelanjutan,
mewujudkan penegakan hukum, dan
menjaga kearifan budaya lokal.

“Kebersamaan
menjadi roh untuk
mewujudkan Surabaya
green and clean”
Tri Rismaharini ,
Walikota Surabaya

Konsep Apa Yang Tepat Di Tengah Kota
Pahlawan?
tidak dapat dipungkiri bahwa
pertumbuhan penduduk dan lahan akan
terus bertambah di kota, khususnya
Kota Metropolitan seperti di Surabaya.
Untuk mengandalikan dan mengatasi
permasalahan kepadatan bangunan,
penduduk, dan kemacetan maka
diperlukan langkah yang inovatif.
Pengembangan dan pembangunan
superblok secara vertikal di dalam satu
kawasan yang terdiri dari dari peruntukan
hunian, perhotelan, gedung perkantoran,
pusat perbelanjaan, kesehatan,
pendidikan, dan dilengkapi dengan sarana
untuk pejalan kaki dapat mengakomodir
permasalah perkotaan besar yang sering
terjadi pada saat ini.

Aktivitas perdagangan tidak bisa lepas
dari Surabaya, sejak dari jaman Majapahit
dan hingga kini, Surabaya merupakan
sentra bisnis yang juga dijadikan sebagai
pusat investasi para investor asing
maupun lokal. Setiap sisi Kota Surabaya
tidak lepas dari aktivitas pembangunan,
perdagangan barang dan jasa, serta
kegiatan bisnis.
Sentra bisnis mulai bermunculan di Kota
Surabaya ditandai dengan perkembangan

Kota dengan konsep Superblok

Januari - Februari 2011 | buletin tata ruang

11

proil wilayah

Surabaya juga terkenal dengan wisata belanja lokal maupun Nasional. Konsep Shopping
Belt yang digunakan di beberapa negara dan kota metropolitan merupakan konsep
ruang kota yang dirasakan tepat untuk dapat mengakomodir wisata belanja Kota
Surabaya. Selain memberikan nilai estetika dari sebuah kota wisata belanja, Shopping Belt
ini memberikan kesan keteraturan dari sebuah kota dan dapat memberikan daya tarik
calon wisatawan yang akan berkunjung ke Kota Surabaya. tingginya calon wisatawan
yang akan berkunjung ini tentunya dapat memberikan dampak yang positif bagi aktivitas
perekonomian dan sumber pendapatan daerah Kota Surabaya, seperti halnya Bali dimana
wisatawan dapat memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap PDRB Provinsi
Denpasar

Infrastruktur merupakan suatu rangkaian yang terdiri atas beberapa bangunan isik
yang masing-masing saling mengkait dan saling ketergantungan satu sama lainnya.
Infrastruktur bagaikan nyawa bagi setiap wilayah, begitu pula di Kota Surabaya sehingga
pembangunan infrastruktur menjadi prioritas utama bagi PEMKot Surabaya.

Jaringan infraktuktur ini
mendukung kelancaran
aktivitas ekonomi
masyarakat, distribusi
aliran produksi
barang dan jasa.

Jaringan struktur seperti fasilitas antara lain dapat berupa jalan, kereta api, air bersih,
bandara, kanal, waduk, tanggul, pengelolahan limbah, perlistrikan, telekomunikasi,
pelabuhan secara fungsional, infrastruktur selain fasilitasi merupakan nyawa bagi
setiap wilayah, termasuk di wilayah Kota Surabaya, jaringan infraktuktur ini mendukung
kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat, distribusi aliran produksi barang dan jasa.

Menurut PP 26 tahun 2008 tentang (Rencana tata Ruang Wilayah Nasional) RtRWN,
Pelabuhan tanjung Perak ditetapkan sebagai Pelabuhan Internasional karena memegang
peranan penting di lingkungan lokal, Nasional, dan Internasional. Di Pelabuhan tanjung
Perak ini terjadi aktiitas tempat bongkar muat barang antar Negara dan antar pulau,
aktivitas ekspor-impor, pengangkutan barang, transaksi perdagangan agen perjalanan
wisata. Karena letaknya yang strategis, didukung oleh daerah hinterland Jawa timur
yang potensial juga merupakan pusat pelayaran interinsulair Kawasan timur Indonesia,
Pelabuhan tanjung Perak ini juga dikenal dengan sebutan Lokomotif Indonesia timur.
Pelabuhan tanjung Perak telah memberikan suatu kontribusi yang cukup besar
bagi perkembangan ekonomi dan memiliki peranan yang penting tidak hanya bagi
peningkatan lalu lintas perdagangan di Nasional, Jawa timur dan di seluruh Kawasan
timur Indonesia, sebanyak 45% aktivitas bongkar muat barang yang akan menuju
Indonesia timur berasal dari Pelabuhan tanjung Perak.

12

buletin tata ruang | Januari - Februari 2011

Untuk menciptakan kawasan
perkotaan yang nyaman,
maka PEMKOT berusaha
menghindari perencanaan
dan pembangunan
kawasan industri besar
yang dapat mencemarkan
udara, oleh karena itu arah
pengembangan
Kota Surabaya tetap
kepada pusat perdagangan
barang dan jasa.

Pelabuhan tanjung Perak terletak di
Jln. tanjung Perak timur No.620, Kelurahan
Perak timur, Kecamatan Pabean Cantian,
Surabaya ini memiliki Daerah Lingkungan
Kerja Pelabuhan (DLKR) dan Daerah
Lingkungan Kepentingan Pelabuhan
(DLKP) seluas 5.193,92 Ha yang terdiri
dari beberapa dermaga, (tujuh) terminal
(terminal Jamrud, terminal Berlian,
terminal Nilam, terminal Mirah,
terminal Kalimas, terminal Penumpang,
dan terminal Ro-Ro), gedung
perkantoran, dan fasilitas lainnya. Dalam
masa pembangunan ini, usaha-usaha
pengembangan terus dilakukan oleh
Pt. Pelabuhan Indonesia III yang
bertanggung jawab mengawasi
Pelabuhan tanjung Perak ini diarahkan
pada perluasan dermaga khususnya
dermaga kontainer, perluasan dan
penyempurnaan berbagai fasilitas yang
ada, pengembangan daerah industri
di kawasan pelabuhan, pembangunan
terminal penumpang dan fasililasfasilitas lainnya yang berkaitan dengan
perkembangan pelabuhan-pelabuhan
modern. Sebagaimana yang direncanakan
oleh Pihak Pt. Pelindo III merencanakan
melakukan pembangunan dan
pengadaan alat berat di terminal Nilam

timur, Mirah, dan terminal Jamrud,
untuk mengantisipasi perkembangan
aktivitas pelabuhan yang akan semakin
berkembang.
Kegiatan industri juga mewarnai aktivitas
perekonomian Kota Surabaya, dapat
dilihat dengan lahirnya industri besar
seperti industri logam dasar, kimia dasar,
tekstil, industri makanan, minuman,
argo based industri yaitu industri yang
mengolah hasil-hasil pertanian dalam
arti luas, seperti halnya dari subsektor
perikanan, peternakan, sayur-mayur,
buah-buahan dan lainnya. Selain itu,
terdapat beberapa industri khas yang
dikenal berasal dari Surabaya, diantaranya
adalah Rokok Sampoerna, UBM Biskuit,
Viva Cosmetics, Industri Emas UBS, dan
Bogasari, hingga industri kecil seperti
Sentra Sepatu & Sandal.
Akan tetapi untuk menciptakan kawasan
perkotaan yang nyaman, maka PEMKot
berusaha menghindari perencanaan
dan pembangunan kawasan industri
besar yang dapat mencemarkan udara,
oleh karena itu arah pengembangan
Kota Surabaya tetap kepada pusat
perdagangan barang dan jasa.

Jembatan Suramadu

Apakah Sekedar Landmark Baru?
Pada tanggal 12 Juni 2009, Surabaya memiliki landmark baru yaitu Jembatan Suramadu
(Surabaya Madura). Jembatan Suramadu ini terdiri dari 2 (dua) sisi lokasi, yaitu dari sisi
wilayah Surabaya lokasi ujung jembatan Suramadu berada di Kecamatan Kenjeran dan
Kecamatan Bulak yang termasuk di dalam Surabaya Utara, sedangkan untuk wilayah
Madura lokasi ujung jembatan SURAMADU berada di Sukolilo Barat Kecamatan Labang
Kabupaten Bangkalan.
Ke dua Kecamatan yang berlokasi di wilayah Surabaya Utara ini merupakan pintu
kawasan kaki Jembatan Suramadu. Kecamatan Kecamatan Kenjeran memiliki kepadatan
penduduk yang relatif sangat tinggi dibandingkan dengan Kecamatan Bulak. Selain
itu Kecamatan Bulak memiliki banyak potensi sosial ekonom seperti, timbulnya sentra
kerajinan, sentra penjualan hasil laut, dan potensi wisata lain yang belum dimanfaatkan
dengan baik. Dalam konteks pengembangan wilayah, potensi sosial, ekonomi yang
ada di Kecamatan Kenjeran dan Bulak sudah saatnya dimanfaatkan sebagai esensi
pengembangan wilayah.

Januari - Februari 2011 | buletin tata ruang

13

proil wilayah

Berdasarkan sumber yang diperoleh dari Bappeda Propinsi Jawa timur tahun 2008,
fungsi rencana wilayah Kota Surabaya adalah sebagai pusat pelayanan, perdagangan,
jasa, industri, pemerintah, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan prasarana wisata.
Saat ini sektor pariwisata belum menjadi prioritas pembangungan PEMKot Surabaya,
walaupun Kota Surabaya ini memiliki beberapa potensi pariwisata seperti Pantai
Kenjeran yang berlokasi di Kecamatan Bulak dan potensi lainnya yang belum
dimanfaatkan secara optimal. PEMKot Surabaya akan menjadikan Jembatan Suramadu
ini menjadi satu penunjang untuk memajukan potensi pariwisata di Kota Surabaya,
khususnya di Kecamatan Bulak dan Kecamatan Kenjeran yang merupakan kawasan kaki
Jembatan Suramadu dan merupakan pintu gerbang menuju Surabaya dari Pulau Madura.
Pemanfaatan ruang sebagai Kawasan Pariwisata di Kawasan Kaki Jembatan Suramadu ini
dapat membangun tempat rekreasi seperti kawasan wisata kuliner di kawasan pesisir.

Dengan adanya Jembatan
Suramadu ini diharapkan
dapat merangsang naiknya
permintaan barang dan jasa,
sehingga memperlancar
roda perekonomian

Pembangunan rekreasi ini juga akan optimal jika didukung dengan jaringan jalan dengan
kondisi baik menuju kawasan wisata serta PEMKot dapat mengeluarkan kebijakan untuk
menaikan status jalan.
Selain sektor pariwisata, untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk yang
bersinggungan langsung dengan Jembatan suramadu sudah selayaknya memanfaatkan
hasil laut sebagai usaha untuk pembangunan industri dengan pengelolaan yang
ramah lingkungan. Dengan adanya Penataan Ruang yang teratur, aman, produktif,
dan berkelanjutan di Kawasan Kaki Jembatan Suramadu di sisi Surabaya maka akan
memberikan citra positif bagi Kota Metropolitan Surabaya.

Jembatan ini bukan hanya sekedar landmark bagi Kota Surabaya saja, akan tetapi
memiliki peranan penting bagi Pulau Jawa dan Madura, khusunya menjawab
permasalahan yang ada di Kawasan Strategis Nasional Gerbangkertosusila (Gresik,
Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan), antara lain pendistribusian
barang dan jasa, kurangnya koordinasi antar wilayah terkait karena hanya berorientasi
pada kewenangan kota/kabupaten masing-masing, belum adanya sistem Informasi
yang terintegrasi sehingga Perencanaan yang ada tidak terintegrasi dan masih bersifat
parsial kabupaten serta belum adanya koordinasi dalam penanganan pembiayaan antar

14

buletin tata ruang | Januari - Februari 2011

beberapa daerah, mengingat permasalahan yang memerlukan biaya penanganan sering
kali bersifat lintas wilayah.
Jembatan Suramadu ini dapat dijadikan sebagai dinamisator pembangunan Nasional
dalam konteks Jawa timur pada umumnya dan Gerbangkertosulsilo-Madura pada
khususnya, sehingga terjadi keterpaduan antar wilayah dan sektor serta terwujud
pembangunan yang merata.
Dengan adanya Jembatan Suramadu ini diharapkan dapat merangsang naiknya
permintaan barang dan jasa, sehingga memperlancar roda perekonomian, mendorong
masyarakat untuk lebih meningkatkan kegiatan produksi barang pada berbagai sektor
ekonomi seperti sektor kelautan, pertanian, industri, maupun sektor jasa seperti,
sektor pariwisata, dan sebagainya. Mengurangi tingkat pengangguran tenaga kerja,
meningkatkan PDRB dan kesejahteraan masyarakat, dan mempercepat informasi dan
memantapkan integritas nasional sehingga tercipta situasi yang kondusif dan membuat
daya tarik para investor untuk menanamkan modal di Kota Surabaya dan Madura.

Menghijaukan Kota Pahlawan
PEMKot Surabaya tidak hanya konsen
terhadap aktivitas perekonomian, akan
tetapi untuk mewujudkan perencanaan
pembangunan Kota yang berkelanjutan.
Saat ini, terdapat aktivitas tambak ikan
dan udang para penduduk di Kawasan
Pantai timur Surabaya. Aktivitas tambak
menjadi aktivitas perekomian penduduk
setempat, akan tetapi tidak selamanya
berdampak positif bagi lingkungan
pesisir. Menanggapi masalah tersebut
untuk kedepannya PEMKot Surabaya
akan merencanakan rehabilitasi kawasan
Pantai timur ini dengan menjadikan
kawasan konservasi hutan mangrove dan
penataan kembali kawasa pemukiman
wilayah pesisir. Dirasakan berbagai macam
manfaat Rehabilitasi Kawasan Hutan
mangrove, antara lain dari segi ekologis,
ekonomi, dan sosial.
Dari segi ekologis, mangrove dapat
menjadi Area pemijahan (spawning
ground), pembesaran (nursery ground)
dan ruang mencari makan (feeding
ground) berbagai jenis ikan, udang,
kekerangan, dan spesies perikanan
lainnya, merupakan kawasan hijau
yang berperan menyerap Co2, sebagai
pelindung daratan dari gempuran
gelombang, angin topan, perembesan

air laut dan gaya-gaya kelautan yang
ganas lainnya. Mangrove dapat diolahan
buah mangrove merupakan alternatif
kuliner yang bisa diupayakan sebagai
alternatif pendapatan masyarakat dan
memberikan perlindungan terhadap
ruang budidaya ekonomi di kawasan
pesisir atau pantai.
Konsen perwujudan RtH PEMKot ini tidak
hanya terjadi pada saat ini saja, akan tetapi
pada tahun 2