Studi Kontribusi Mengenai Determinan-determinan Komitmen Terhadap Level of Commitment Individu yang Mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan di Gereja Wilayah "X" Bandung.

(1)

v ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi determinan-determinan komitmen terhadap Level of Commitment pada individu yang mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan di Gereja wilayah “X” Bandung. Pemilihan sampel menggunakan purposive sampling dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 130 orang.

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner Level of Commitment yang disusun oleh Rusbult dan Buunk (1993) kemudian diterjemahkan oleh peneliti. Hasil uji validitas dilakukan dengan menggunakan pendapat dari ahil penerjemah bahasa Inggris. Berdasarkan uji reliabilitas dengan menggunakan rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach, reliabilitas kuesioner sebesar 0,878 yaitu reliabilitas tinggi. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan teknik analisis regresi linear berganda. Secara bersama-sama ketiga determinan berkontribusi terhadap level of commitment individu peserta Kursus Persiapan Perkawinan di Gereja wilayah “X” Bandung sebesar 0,595. Satisfaction Level memberikan kontribusi terbesar dan signifikan sebesar 0,472, Investment Size memberikan kontribusi signifikan namun lemah sebesar 0,141, dan Quality of Alternatives memberi kontribusi yang signifikan namun lemah sebesar 0,019.

Berdasarkan penelitian ini, maka peneliti mengajukan saran kepada pihak penyelenggara Kursus Persiapan Perkawinan di Bandung untuk mengembangkan teknik penyampaian materi komunikasi yang lebih aplikatif bagi para peserta kursus. Peneliti juga memberikan saran kepada peneliti berikutnya untuk memperdalam mengenai faktor-faktor yang turut berkontribusi terhadap Level of Commitment. Peneliti juga dapat melakukan penelitian mengenai Commitment and Behavior Maintenance Mechanism terhadap individu yang telah menjalani kehidupan pernikahan untuk mendapatkan pemahaman terhadap Level of Commitment dengan lebih mendalam.


(2)

vi ABSTRACT

This research would like to reveal the contribution from the determinants of the Level of Commitment among participants of the Premarital Preparation Course at “X” region Church in Bandung. Samples were chosen by using purposive sampling method which are numbered of 130 people.

The measurement tool used is the Level of Commitment questionnaire by Rusbult and Buunk (1993) and then translated by the researcher. Validity test result was done by the judgement of an English translator expert. Based on reliability test with Alpha Cronbach’s reliability coefficient formula, the reliability of this questionnaire is 0,878 which means high reliability. The research data was processed using double linear regression analysis. All three determinants contributed to the Level of Commitment among participants of the Premarital Preparation Course at “X” region Church in Bandung in the amount of 0,595. Satisfaction Level gave the biggest and significant contribution in the amount of 0,472; Investment Size gave a significant but weak contribution in the amount of 0,141; and Quality of Alternatives also contributed weakly but significant to the Level of Commitment in the amount of -0,019.

Based on this research, the researcher then proposed some suggestions to the Premarital Preparation Course organizer in Bandung to develop a more applicative program about communication to the participants of the course. Also, the future researchers were suggested to obtain a deeper understanding about the factors contributed to the Level of Commitment. Future researchers could held a research about the Commitment and Behavior Maintenance Mechanism toward married couples to get a deeper and more comprehensive understanding of the Level of Commitment.


(3)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

LEMBAR PERNYATAAN ORIGINALITAS PENELITIAN ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viiii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 9

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9

1.4KEGUNAAN PENELITIAN ... 9


(4)

viii

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 10

1.5Kerangka Pemikiran ... 10

1.6Hipotesis ... 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 The Investment Model of Commitment... 23

2.1.1 Dependence ... 23

2.1.2 Interdependence Theory... 24

2.1.3 Commitment Level ... 27

2.1.4 Aspek-aspek Commitment Level 2.1.4.1 Satisfaction Level ... 29

2.1.2.2 Quality of Alternatives ... 32

2.1.2.3 Investment Size... 34

2.1.5 Commitment, Persistence, dan Adjustment... 36

2.2 Pernikahan ... 38

2.2.1 Definisi Pernikahan ... 38

2.2.1.1 Tugas Perkembangan dari Pasangan yang Menikah ... 39

2.2.2 Perkawinan Katolik ... 40

2.2.2.1 Hakikat Perkawinan Katolik ... 40

2.2.2.2 Ciri-ciri Perkawinan Katolik ... 41


(5)

ix BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 44

3.2 Bagan Prosedur Penelitian ... 45

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 45

3.3.1 Variabel Penelitian ... 45

3.3.2 Definisi Operasional ... 45

3.4 Alat Ukur ... 46

3.4.1 Alat Ukur Level of Commitment ... 46

3.4.2 Kisi-Kisi Alat Ukur ... 47

3.4.3 Sistem Penilaian ... 47

3.4.4 Data Pribadi ... 48

3.4.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 48

3.4.5.1 Validitas Alat Ukur ... 48

3.4.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 49

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 50

3.5.1 Populasi Sasaran ... 50

3.5.2 Karakteristik Populasi ... 50

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 50

3.6 Teknik Analisis Data ... 50


(6)

x

3.7.1 Hipotesis Umum ... 50

3.7.2 Hipotesis Khusus ... 51

3.7.2.1 Hipotesis I ... 51

3.7.2.2 Hipotesis II ... 51

3.7.2.3 Hipotesis III ... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 52

4.1.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Tahap Perkembangan ... 52

4.1.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 53

4.1.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenjang Pendidikan Terakhir ... 53

4.2 Hasil Penelitian ... 54

4.2.1 Uji Hipotesis ... 54

4.2.2 Kontribusi Satisfaction Level (X1), Quality of Alternatives (X2), dan Investment Size (X3) terhadap Level of Commitment ... 58

4.3 Pembahasan ... 58

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 64

5.2 Saran ... 65

5.2.1 Saran Teoritis ... 65


(7)

xi

DAFTAR PUSTAKA ... 68 DAFTAR RUJUKAN ... 70 LAMPIRAN ... 72


(8)

xii DAFTAR BAGAN

Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran ... 21 Bagan 3.2 Rancangan Penelitian ... 45


(9)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.4.2 Kisi-Kisi Alat Ukur ... 47

Tabel 3.4.3 Nilai Pilihan Jawaban ... 47

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Tahap Perkembangan ... 52

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 53

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan Terakhir ... 53

Tabel 4.4 Tabel Analisis Regresi ... 54

Tabel 4.5 Tabel Signifikansi Determinan-determinan Komitmen Terhadap Level of Commitment ... 56

Tabel 4.6 Tabel Kontribusi Determinan-determinan Komitmen terhadap Level of Commitment ... 58


(10)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Uji Asumsi Klasik

Lampiran 2: Output Regresi Determinan-Determinan Komitmen Terhadap Level of Commitment

Lampiran 3: Crosstabs Determinan Komitmen Terhadap Level of Commitment Lampiran 4: Crosstabs Data Penunjang Terhadap Determinan Level of

Commitment

Lampiran 5: Reliabilitas Kuesioner Level of Commitment Lampiran 6: Karakteristik Responden

Lampiran 7: Hasil Jawaban Surat Ijin Pengambilan data

Formulir Pengesahan Pengambilan Data (12 Desember 2014) Formulir Pengesahan Pengambilan Data (6 Februari 2015) Kuesioner Level of Commitment

Kuesioner Level of Commitment (Hasil Back Translate – Judgement Expert) Saran Perbaikan Seminar Usulan Penelitian


(11)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara emosional di antara kedua individu yang terlibat di dalamnya. Secara umum, perkawinan merupakan persekutuan hidup antara pria dan wanita atas dasar saling mencintai untuk membentuk hidup bersama secara tetap dan memiliki tujuan yang sama, yaitu saling membahagiakan. Tujuan mereka membentuk persekutuan hidup tersebut antara lain untuk mencapai kebahagiaan dan melanjutkan keturunan. (www.karangpanas.org)

Di Indonesia, suatu perkawinan dianggap sah apabila telah memenuhi syarat-syarat perkawinan dan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta dilakukan menurut hukum masing-masing agama (Saleh, 1982). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia no. 1 tahun 1974, “Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Artinya,

perkawinan yang berlaku di Indonesia harus berlandaskan agama. Ada beberapa agama yang diakui di Indonesia, salah satunya adalah agama Katolik.


(12)

2

Universitas Kristen Maranatha Dalam agama Katolik, pasangan dipersatukan dalam ikatan perkawinan setelah menerima Sakramen Perkawinan. Kitab Hukum Kanonik 1983 kanon 1055 memuat mengenai pengertian dasar perkawinan Katolik, yaitu dengan perjanjian nikah, pria dan wanita membentuk kebersamaan seluruh hidup diantara mereka; dari sifat kodratinya, perjanjian itu terarah pada kesejahteraan suami istri serta kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan, perjanjian perkawinan antara orang-orang yang dibaptis diangkat ke martabat sakramen (Hardana, 2010).

Perkawinan merupakan suatu hal yang sakral. Menurut Pastor Y selaku

ketua Komisi Keluarga di paroki “X” Bandung, dalam agama Katolik, Sakramen

Perkawinan dapat diartikan sebagai persekutuan hidup antara seorang pria dan seorang wanita atas dasar saling mencintai seumur hidup dan memiliki tujuan yang terarah pada kebahagiaan dan kesejahteraan. Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru tercantum bahwa apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Ikatan perkawinan dalam agama Katolik bersifat “indisollubilitas” (tak terceraikan), artinya ikatan perkawinan hanya dapat diputuskan oleh kematian salah satu pasangan atau keduanya. Dengan demikian, dalam agama Katolik tidak diperkenankan adanya perceraian setelah seseorang menerima Sakramen Perkawinan. Perkawinan juga bersifat sakramental, artinya menjadi tanda kehadiran Allah yang menyelamatkan. Maka dari itu, pasangan suami istri dituntut untuk memiliki cinta yang utuh satu sama lain, total, dan tidak terbagi, sebagaimana cinta Yesus kepada Gereja-Nya. Hal ini diwujudkan dalam bentuk kesetiaan individu kepada pasangannya dalam keadaan suka dan duka, untung dan malang; serta mau mengerti, menerima, dan bersedia mengampuni pasangan.


(13)

3

Universitas Kristen Maranatha Dalam proses menuju perkawinan, biasanya pasangan melalui tahap berpacaran untuk lebih saling mengenal satu sama lain. Dalam proses pengenalan yang dilalui melalui tahap berpacaran ini, individu mendekatkan diri dengan pasangan agar dapat lebih mengetahui karakter dan kepribadian pasangannya. Dengan semakin mengenal pribadi pasangan, individu diharapkan dapat menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya, dan memantapkan diri untuk melanjutkan hubungannya ke jenjang perkawinan.

Individu yang ingin menerima Sakramen Perkawinan dalam agama Katolik harus yakin dengan pilihannya, dan harus benar-benar siap untuk berkomitmen sehidup semati pada pasangannya. Menurut Pastor Y, komitmen seseorang untuk menjalin hubungan dengan sungguh-sungguh terlihat sejak ia berpacaran. Bagaimana ia memandang dan menilai komitmen yang dimiliki pasangannya dalam relasi pacaran adalah hal yang menentukan hubungan tersebut berlanjut ke jenjang pernikahan atau tidak. Ketika seseorang telah menentukan pilihannya kemudian mengikatkan diri ke dalam Sakramen Perkawinan, secara tidak langsung orang tersebut telah menentukan komitmen terhadap pilihannya sendiri.

Akan tetapi, dalam kenyataannya, relasi individu bersama pasangan tidak terlepas dari beragam masalah. Masalah yang terjadi dapat berasal dari luar maupun dari dalam hubungan yang dijalani individu, dari yang menyangkut karakter kepribadian seperti egosentrisme dan kedewasaan pasangan, ketidaksetiaan atau perselingkuhan, hingga kekerasan yang terjadi dalam relasi


(14)

4

Universitas Kristen Maranatha individu dengan pasangannya baik sebelum maupun setelah membina kehidupan berumah tangga.

Dari hasil wawancara dengan Pastor Y, tercatat bahwa hampir setiap harinya, tidak kurang dari 2 pasangan datang untuk berkonsultasi mengenai masalah yang terjadi dalam kehidupan pernikahannya, bahkan ada pasangan yang mengungkapkan keinginannya untuk berpisah dari pasangannya. Menurut Pastor Y, kecenderungan pasangan suami istri yang ingin bercerai atau berpisah dengan pasangannya semakin meningkat setiap tahunnya. Masalah yang ditemui pun semakin beragam, mulai dari masalah ekonomi seperti penghasilan istri yang melebihi suami, perbedaan dalam cara mendidik anak, atau adanya perbedaan kecil dalam kebiasaan sehari-hari yang memicu keributan. Ada pula beberapa kasus kekerasan dalam rumah tangga baik secara fisik dan psikis, serta perselingkuhan atau adanya orang ketiga dalam hubungan pernikahan.

Berbagai masalah yang terjadi dalam relasi individu dengan pasangan dapat menggoyahkan komitmen individu untuk memertahankan hubungannya dengan pasangan. Untuk mempersiapkan para pasangan yang akan membina kehidupan berkeluarga dan menerima Sakramen Perkawinan, Gereja Katolik memfasilitasi kebutuhan tersebut dengan mengadakan Kursus Persiapan Perkawinan (KPP), yang berupa seminar kecil berisi ajaran-ajaran Katolik mengenai perkawinan dan aplikasinya, serta bertujuan memberikan pendampingan kegerejaan dan pengetahuan umum mengenai perkawinan bagi calon pasangan suami istri. Seluruh pasangan yang akan menikah secara Katolik diwajibkan untuk mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan maksimal 6 bulan


(15)

5

Universitas Kristen Maranatha sebelum menerima Sakramen Perkawinan. Menurut Ketua Sekretariat Komisi Keluarga Dewan Karya Pastoral Keuskupan Bandung, Kursus Persiapan Perkawinan diadakan di seluruh Paroki Gereja Katolik selama 3 (tiga) hari berturut-turut.

Berdasarkan wawancara dengan Ketua Sekretariat Komisi Keluarga Dewan Karya Pastoral Keuskupan Bandung, dalam Kursus Persiapan Perkawinan pasangan diberikan materi: makna dan moralitas perkawinan Katolik, cara membina komunikasi yang positif antar pasangan dalam perkawinan, bagaimana menjalin relasi dengan keterbukaan dalam pernikahan Katolik, serta informasi mengenai tata cara pelaksanaan perkawinan secara hukum dan agama, panggilan untuk menjadi orang tua, hingga seksualitas dalam perkawinan yang biasanya merupakan hal sensitif untuk dibicarakan pasangan yang belum menikah. Selain itu, terdapat sesi sharing dari pasangan suami istri yang telah menerima Sakramen Perkawinan dan menjalani hidup berkeluarga. Hal-hal ini disertai pembahasan dan diskusi antara individu bersama pasangan selama kursus berlangsung.

Tujuan Kursus Persiapan Perkawinan yang utama adalah agar individu dan pasangan yang akan menikah dan berjanji untuk sehidup semati dalam kehidupan perkawinannya tidak goyah saat menemui hambatan dan masalah yang terjadi kelak. Setelah mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan, diharapkan dapat semakin membuka wawasan individu tentang pernikahan Katolik, memberi bekal untuk membangun kehidupan pernikahan yang harmonis, lebih dewasa dan dapat saling terbuka untuk menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri dan pasangan,


(16)

6

Universitas Kristen Maranatha serta mengetahui makna perkawinan Katolik untuk membina dan memelihara komitmen dalam hubungan yang dijalani dengan pasangan.

Komitmen perlu dibina oleh masing-masing individu dalam relasi dengan pasangan sejak masa berpacaran sebagai dasar yang penting untuk membangun perkawinan Katolik. Dalam perkawinan, komitmen harus didasari oleh keinginan untuk saling bergantung dengan pasangannya. Komitmen dalam perkawinan merupakan rasa tanggung jawab kepada Allah dan kepada pasangan yang di dalamnya terkandung kepercayaan satu sama lain dan persahabatan seumur hidup. Komitmen menuntut kerja keras dan sifat rela berkorban terhadap pasangan tanpa mengharapkan timbal balik, serta menghargai kerja keras dan pengorbanan yang dilakukan oleh pasangannya (www.wol.jw.org).

Dengan adanya komitmen, individu diharapkan mampu menghadapi dan mengatasi masa-masa sulit dalam kehidupan perkawinan bersama-sama, sehingga mendorong individu untuk setia dan mempertahankan kehidupan perkawinannya bersama pasangan. Individu perlu memiliki komitmen dengan pasangannya agar dapat mempertahankan hubungannya sejalan dengan pandangan agama yang dianutnya. Seberapa besar komitmen individu dalam suatu hubungan dapat tergambar melalui commitment level. Menurut Rusbult (1993), level of commitment merujuk pada seberapa besar perasaan saling kebergantungan pada pasangan dapat mendorong terciptanya kesetiaan seseorang untuk mempertahankan hubungan.

Berdasarkan survey awal diperoleh data dari 10 orang peserta KPP mengenai pemahaman terhadap komitmen dalam kehidupan perkawinan,


(17)

7

Universitas Kristen Maranatha sebanyak lima (50%) responden menghayati komitmen sebagai tanggung jawab untuk membina rumah tangga, bertanggung jawab dalam kehidupan berkeluarga, serta bersedia menghadapi kesulitan dan kesenangan bersama-sama dengan pasangan. Lima responden (50%) memiliki pandangan bahwa komitmen dalam perkawinan adalah janji suci di hadapan Altar untuk saling setia dan tidak terceraikan. Dari hasil survey awal tampak bahwa seluruh responden menganggap komitmen merupakan hal yang penting dalam hubungannya dengan pasangan.

Menurut Rusbult (1993), komitmen seseorang pada pasangannya dibentuk oleh 3 (tiga) determinan, yaitu tingkat kepuasan (satisfaction level), kualitas alternatif yang tersedia di luar hubungan (quality of alternatives), dan hal-hal yang diberikan atau dilakukan dalam hubungan (investment size). Dari survey awal yang dilakukan terhadap 10 responden yang mengikuti KPP mengenai kepuasan individu terhadap hubungan yang dijalani dengan pasangannya (satisfaction level), seluruh responden (100%) mengungkapkan merasa puas terhadap hubungan yang dijalaninya karena sebagian besar harapan individu telah terpenuhi di dalam hubungan tersebut, meskipun dalam diri pasangannya masih terdapat kekurangan-kekurangan. Hal ini membuat individu memiliki orientasi jangka panjang untuk melanjutkan hubungannya dengan pasangan ke jenjang pernikahan, sehingga individu berkomitmen untuk bertahan dalam hubungan yang dijalaninya dengan pasangan dan mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan.

Berdasarkan wawancara dengan Konsultan Pernikahan Katolik di Paroki “X” Bandung, beberapa masalah yang banyak terjadi dalam pernikahan antara lain kesibukan dalam pekerjaan yang mengurangi frekuensi pertemuan dengan


(18)

8

Universitas Kristen Maranatha pasangan, hingga masalah perselingkuhan dan adanya orang ketiga dalam pernikahan. Hal ini berkaitan dengan prioritas individu terhadap aktivitas yang dijalaninya bersama pasangan, dibandingkan dengan aktivitas lainnya yang tidak dilakukan bersama pasangan. Dari sepuluh responden yang diwawancara, sebanyak delapan responden (80%) lebih memilih melakukan aktivitas pribadinya dibandingkan melakukan kegiatan bersama pasangannya, seperti pergi ke salon, berbelanja, berkumpul dengan teman-teman, atau menghabiskan waktu menyelesaikan pekerjaannya di kantor. Dua responden lainnya (20%) mengatakan lebih mendahulukan pasangan, dan berusaha meluangkan waktu sebanyak mungkin untuk bersama dengan pasangannya. Hal ini menunjukkan gambaran Quality of Alternatives pada individu yang mengikuti KPP di Gereja wilayah “X” Bandung.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa besar kontribusi determinan-determinan level of commitment (satisfaction level, quality of alternatives, dan investment size) terhadap level of commitment, serta determinan yang paling berperan secara signifikan terhadap level of commitment pada pasangan yang mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan di Gereja Wilayah


(19)

9

Universitas Kristen Maranatha 1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui derajat kontribusi satisfaction level, quality of alternatives, dan investment size terhadap level of commitment pada individu yang mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan di Gereja Wilayah “X” Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai satisfaction level, quality of alternatives, dan investment size dari level of commitment pada individu yang mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan di Gereja Wilayah “X” Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kontribusi dari satisfaction level, quality of alternatives, dan investment size terhadap level of commitment pada individu yang mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan di Gereja Wilayah “X” Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi pada ilmu Psikologi, terutama Psikologi Keluarga mengenai kontribusi dari


(20)

10

Universitas Kristen Maranatha satisfaction level, quality of alternatives, investment size, dan level of commitment pada pasangan yang akan melangsungkan pernikahan.

 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti determinan-determinan Commitment pada pasangan yang akan melangsungkan pernikahan.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang memadai bagi penyelenggara Kursus Persiapan Perkawinan di Gereja Wilayah “X” Bandung dalam penyusunan materi untuk peserta Kursus Persiapan Perkawinan dengan mempertimbangkan kontribusi determinan yang paling berperan dalam membentuk komitmen dalam pernikahan.

 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pemahaman bagi masyarakat luas melalui jurnal penelitian, mengenai pentingnya komitmen dalam menjalani kehidupan perkawinan dan memperkuat komitmen individu untuk menjalani hubungannya dengan pasangan, dengan memerhatikan aspek satisfaction level, quality of alternatives, dan investment size masing-masing individu, yang dapat diakses melalui repositori Universitas Kristen Maranatha.

1.5 Kerangka Pemikiran

Menurut Papalia (dalam Papalia, Olds, dan Feldman, 2008) masa awal dewasa (emerging adulthood) adalah periode perkembangan individu yang


(21)

11

Universitas Kristen Maranatha bermula pada usia 20 sampai dengan 40 tahun. Masa ini merupakan masa pembentukan kemandirian pribadi dan ekonomi, masa perkembangan karir, dan bagi banyak orang, masa pemilihan pasangan, belajar menyesuaikan diri dengan pasangan, memulai hidup berkeluarga secara harmonis, dan mengasuh anak-anak. Menurut teori perkembangan Papalia, Olds, dan Feldman (2008) tugas terpenting individu dewasa awal adalah membentuk hubungan intim yang dekat dengan orang lain, memasuki dunia pernikahan dan membina rumah tangga.

Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk di antara pria dengan wanita, yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat seksual, dan kematangan (Papalia, Olds, Feldman, 1998). Dalam Undang-Undang Perkawinan RI No. 1 tahun 1974 disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut pandangan agama Katolik, perkawinan merupakan suatu perjanjian di antara dua orang individu yang terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, untuk membentuk persekutuan (consortium) seluruh hidup di antara mereka, yang terarah pada kesejahteraan suami – istri dan kelahiran serta pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, yang diangkat oleh Tuhan ke dalam martabat Sakramen (kanon 1055, Kitab Hukum Kanonik 1983, dalam Hardana, 2010). Hal inilah yang menjadi dasar perkawinan Katolik.

Perkawinan merupakan hal yang sakral. Oleh karena itu diharapkan para peserta Kursus Persiapan Perkawinan dapat mencintai pasangannya secara timbal


(22)

12

Universitas Kristen Maranatha balik, total dan menyeluruh, saling memberi dan menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing, serta bersedia mengampuni, tetap mencintai, dan setia seumur hidup pada pasangannya. Untuk dapat membina dan memertahankan hubungannya dengan pasangan, masing-masing peserta Kursus Persiapan Perkawinan perlu memiliki komitmen dalam perkawinannya.

Komitmen merupakan unsur yang paling penting dalam hubungan masing-masing peserta Kursus Persiapan Perkawinan. Komitmen dalam hubungan individu peserta Kursus Persiapan Perkawinan tidak dapat muncul begitu saja. Kecenderungan individu peserta Kursus Persiapan Perkawinan untuk berkomitmen dalam hubungan yang dijalaninya dapat terjadi apabila ia memiliki perasaan bergantung (dependence) dalam hubungan dengan pasangannya tersebut. Individu menjadi bergantung pada hubungan yang dijalaninya apabila hubungan tersebut dihayatinya dapat memenuhi kebutuhan individu yang paling penting; atau individu menghayati tidak ada alternatif lain yang menarik di luar hubungan yang dijalani; atau menghayati banyak sumber-sumber berharga yang sudah diberikan untuk keberlangsungan hubungan tersebut, yang diberikan atau diperoleh individu dan akan hilang ketika hubungan berakhir (Rusbult, Olsen, Davis, Hannon, 2001).

Interaksi yang terjadi dalam hubungan masing-masing peserta Kursus Persiapan Perkawinan dengan pasangannya akan memberikan outcomes yang dapat dihayati sebagai keuntungan (rewards) atau kerugian (costs) bagi masing-masing individu, seperti kesenangan, kepuasan diri, rasa sakit, stres, atau rasa malu. Individu akan tertarik pada orang yang memberikan pengalaman interaksi


(23)

13

Universitas Kristen Maranatha yang rewarding baginya. Apabila peserta Kursus Persiapan Perkawinan merasa pasangannya memberikan keuntungan baginya, baik secara fisik maupun psikis, ia akan cenderung bergantung pada hubungan yang dijalaninya dengan pasangan. Hal ini akan memunculkan perasaan saling kebergantungan atau interdependensi di antara individu peserta Kursus Persiapan Perkawinan dan pasangannya.

Menurut Rusbult (1993), ketika individu dan pasangannya menjadi saling bergantung satu sama lain (interdependence) pada suatu hubungan, masing-masing individu meningkatkan komitmen yang kuat dalam hubungan yang sedang dijalani tersebut. Komitmen dapat dijelaskan sebagai kesetiaan yang dibentuk atas perasaan kebergantungan peserta Kursus Persiapan Perkawinan pada pasangannya. Penghayatan individu peserta Kursus Persiapan Perkawinan terhadap komitmen dalam hubungan yang dijalani dapat tergambar melalui commitment level. Commitment level merupakan derajat niat individu untuk bertahan dalam sebuah hubungan, termasuk orientasi jangka panjang terhadap keterlibatan dan perasaan tertarik secara psikologis, atau yang dinamakan ‘the sense of ‘we-ness’ (Agnew, Van Lange, Rusbult, Langston, 1998). Commitment level terbentuk melalui dinamika aspek kognitif, afektif, dan konatif. Dinamika ketiga aspek ini tergambar melalui tiga determinan komitmen.

Menurut Rusbult (1993), commitment level dibentuk oleh tiga determinan, yakni satisfaction level, quality of alternatives, dan investment size. Satisfaction level merujuk pada seberapa tinggi atau rendah kepuasan yang dialami individu yang mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan di Gereja Wilayah “X” dalam hubungan yang dijalaninya dengan pasangan, dilihat dari besarnya outcomes yang


(24)

14

Universitas Kristen Maranatha diterima individu tersebut. Satisfaction level peserta Kursus Persiapan Perkawinan antara lain berkaitan dengan kemampuan pasangan untuk memenuhi kebutuhan yang paling penting bagi individu peserta Kursus Persiapan Perkawinan. Individu peserta Kursus Persiapan Perkawinan di Gereja Wilayah “X” Bandung dikatakan memiliki satisfaction level yang tinggi apabila peserta Kursus Persiapan Perkawinan memersepsi pasangannya mampu memenuhi kebutuhan yang paling penting untuk dirinya, ia juga akan memersepsi untuk terus berada dalam hubungan yang dijalaninya dengan pasangan untuk jangka panjang. Individu akan merasa nyaman berada dalam hubungan itu, dan mendorongnya untuk mengembangkan keterikatan secara emosional, sehingga individu akan termotivasi untuk tetap bertahan dalam hubungan dengan pasangannya. Hal ini akan meningkatkan niat individu untuk bertahan dan berkomitmen terhadap hubungan yang dijalani dengan pasangannya tersebut.

Sebaliknya, jika peserta Kursus Persiapan Perkawinan merasa hubungan yang dijalani dengan pasangannya tidak mampu memenuhi kebutuhannya yang terpenting, hal ini dapat menurunkan kepuasan individu terhadap hubungan yang dijalaninya dengan pasangan, sehingga individu tidak akan membayangkan dirinya bertahan untuk waktu yang lama dalam hubungan yang dijalaninya dengan pasangan, individu juga tidak akan memiliki keterikatan emosional terhadap hubungan yang dijalaninya tersebut, sehingga individu menjadi tidak termotivasi untuk bertahan dalam hubungan dengan pasangannya, serta akan menurunkan niat individu untuk bertahan dan berkomitmen terhadap hubungan yang dijalaninya.


(25)

15

Universitas Kristen Maranatha Determinan yang kedua yaitu quality of alternatives, merupakan penilaian peserta Kursus Persiapan Perkawinan mengenai alternatif-alternatif lain yang tersedia di luar hubungan yang sedang dijalani dengan pasangannya. Derajat quality of alternatives ditentukan berdasarkan dapat atau tidaknya kebutuhan individu yang paling utama terpenuhi di luar hubungan yang sedang dijalani. Alternatif yang terdapat dalam hubungan individu dengan pasangannya dapat berupa hubungan individu dengan lawan jenis yang lain, atau hubungan yang bersifat non-involvement (misalnya sahabat, hobi, hubungan pertemanan, anggota keluarga, atau social networking di luar hubungan).

Individu peserta Kursus Perkawinan di Gereja “X” Bandung dikatakan memiliki quality of alternatives yang tinggi apabila ia merasa kebutuhannya lebih terpenuhi di luar hubungan yang dijalaninya dengan pasangan. Hal ini akan memengaruhi orientasi jangka panjang yang dimiliki individu, individu akan membayangkan masa depannya bukan dengan pasangannya, melainkan dengan alternatif-alternatif hubungan lain yang terdapat di lingkungan sekitar individu, yang dianggapnya dapat memenuhi kebutuhan individu yang paling penting. Adanya alternatif-alternatif lain di luar hubungan individu dengan pasangannya juga dapat membuat individu kurang memiliki keterikatan secara emosional terhadap hubungan yang dijalaninya dengan pasangan, sehingga individu menjadi kurang termotivasi untuk bertahan dalam hubungan yang dijalaninya, dan ia cenderung memiliki kebergantungan yang rendah dalam hubungannya dengan pasangan. Hal ini dapat menurunkan niat individu untuk bertahan dan berkomitmen terhadap hubungan yang dijalaninya dengan pasangan.


(26)

16

Universitas Kristen Maranatha Sebaliknya, peserta Kursus Persiapan Perkawinan yang merasa kebutuhannya yang terpenting dapat dipenuhi di dalam hubungan yang dijalaninya dengan pasangan, dan kualitas alternatif hubungan lain yang tersedia di luar hubungan yang dijalani individu dengan pasangannya lebih buruk, dapat membuat individu memiliki keterikatan emosional yang kuat terhadap hubungan yang dijalani dengan pasangannya dan hanya membayangkan masa depannya bersama pasangan dalam hubungan yang dijalaninya. Individu yang kebutuhan terpentingnya dapat terpenuhi dalam hubungan yang dijalaninya dengan pasangan akan memiliki kebergantungan yang lebih tinggi pada hubungan yang dijalani dengan pasangannya tersebut, sehingga individu menjadi lebih termotivasi secara intrinsik untuk bertahan dalam hubungan yang dijalaninya dengan pasangan tersebut. Dengan demikian, komitmennya untuk bertahan dalam hubungan yang dijalani dengan pasangannya akan meningkat. Apabila peserta Kursus Persiapan Perkawinan memiliki hubungan pertemanan yang dekat dengan sahabatnya, dan lebih mengutamakan waktu untuk bersama dengan sahabatnya dibandingkan dengan berkegiatan bersama pasangan, maka dapat dikatakan peserta Kursus Persiapan Perkawinan tersebut memiliki quality of alternatives yang tinggi, sehingga dapat mengurangi keterikatan secara emosional individu terhadap hubungannya dengan pasangan, dan akhirnya dapat menurunkan komitmennya untuk bertahan dalam hubungan tersebut.

Determinan yang ketiga adalah investment size. Investment size meliputi hal-hal yang dilakukan atau diperoleh peserta Kursus Persiapan Perkawinan untuk hubungan yang dijalaninya dengan pasangan sehingga membuatnya merasa terikat


(27)

17

Universitas Kristen Maranatha dengan hubungannya dengan pasangan tersebut (Becker, 1960, dalam Rusbult, Martz, Agnew, 1998). Investment size merujuk pada seberapa besar dan pentingnya hal-hal yang dilakukan atau diperoleh peserta Kursus Persiapan Perkawinan dalam hubungan yang dijalani dengan pasangannya, serta hal-hal yang akan hilang atau menjadi tidak berharga apabila hubungan tersebut berakhir. Semakin Peserta Kursus Persiapan Perkawinan memberikan atau memeroleh investasi-investasi yang berharga atau pengorbanan tertentu dalam hubungannya dengan pasangan, maka peserta Kursus Persiapan Perkawinan akan cenderung memiliki orientasi jangka panjang terhadap hubungannya dengan pasangan tersebut. Individu akan membayangkan dirinya terus memeroleh pengorbanan dari pasangannya. Hal ini menyebabkan individu terlibat secara emosional dengan pasangannya, dan akan memotivasi individu secara intrinsik untuk memberikan pengorbanan yang sama seperti yang dilakukan oleh pasangannya. Individu akan semakin terikat dengan pasangannya dalam hubungan yang dijalaninya, sebab individu ingin tetap mendapatkan pengorbanan yang dilakukan oleh pasangan dan tidak kehilangan pengorbanan yang telah ia berikan pada pasangannya. Hal ini membuat individu semakin bergantung pada pasangannya, sehingga ia termotivasi untuk bertahan dalam hubungan dengan pasangannya dan berkomitmen untuk tetap bertahan dalam hubungan tersebut.

Sebaliknya, apabila peserta Kursus Persiapan Perkawinan merasa tidak memberikan hal-hal seperti usaha atau pengorbanan tertentu dalam hubungan yang dijalani dengan pasangannya, tidak menginvestasikan hal-hal yang berharga dalam hubungannya dengan pasangan, atau ia merasa tidak memeroleh hal-hal


(28)

18

Universitas Kristen Maranatha yang berharga ataupun usaha dan pengorbanan dari pasangannya dalam hubungan tersebut, peserta Kursus Persiapan Perkawinan tidak akan memiliki orientasi jangka panjang terhadap hubungannya dengan pasangan. Ia juga tidak akan memiliki keterikatan secara emosional seperti perasaan kecewa karena akan kehilangan pengorbanan yang telah ia berikan pada pasangan atau diberikan oleh pasangan pada dirinya dalam hubungannya tersebut. Hal ini menyebabkan individu menjadi tidak termotivasi untuk bertahan dalam hubungan yang dijalaninya dengan pasangan, sehingga individu kurang memiliki perasaan kebergantungan terhadap pasangannya, dan tidak memiliki niat untuk bertahan dan berkomitmen terhadap hubungan dengan pasangannya. Individu yang selalu berusaha meluangkan waktu untuk melakukan aktivitas bersama pasangannya di tengah kesibukan akan meningkatkan keterikatan emosional individu terhadap pasangannya sehingga akan meningkatkan niat individu untuk bertahan pada hubungan yang dijalaninya dengan pasangan dan membuatnya sadar bahwa ia akan kehilangan hal tersebut apabila hubungan dengan pasangannya berakhir.

Masing-masing determinan memiliki kontribusi yang berbeda terhadap komitmen peserta Kursus Persiapan Perkawinan untuk bertahan dalam hubungan yang dijalani dengan pasangannya. Level of Commitment yang dimiliki individu yang mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan akan tinggi apabila individu memiliki derajat satisfaction level yang tinggi, quality of alternatives yang rendah, dan investment size yang tinggi. Individu peserta Kursus Persiapan Perkawinan yang memersepsi dirinya merasa puas terhadap hubungan yang dijalaninya dengan pasangan (satisfaction level tinggi), memiliki banyak alternatif-alternatif


(29)

19

Universitas Kristen Maranatha hubungan di luar hubungan individu dengan pasangannya (quality of alternatives rendah), serta banyak memberikan atau memeroleh hal-hal berharga seperti pengorbanan dan usaha dalam hubungan yang dijalaninya dengan pasangan (investment size tinggi), individu tersebut akan memiliki orientasi jangka panjang dan ketertarikan secara emosional terhadap hubungan yang dijalaninya dengan pasangan, sehingga membuat individu menjadi termotivasi untuk bertahan dalam hubungannya tersebut, sehingga komitmen individu untuk bertahan dalam hubungan yang dijalaninya dengan pasangan akan meningkat (Level of Commitment tinggi).

Sebaliknya, individu yang memiliki derajat satisfaction level yang rendah, quality of alternatives yang tinggi, dan investment size yang rendah akan membentuk Level of Commitment yang rendah. Apabila individu peserta Kursus Persiapan Perkawinan memersepsi dirinya tidak merasa puas akan hubungan yang dijalaninya dengan pasangannya (satisfaction level rendah), individu peserta Kursus Persiapan Perkawinan memiliki banyak alternatif hubungan di luar hubungannya dengan pasangan (quality of alternatives tinggi), serta tidak memberikan atau memeroleh pengorbanan hal-hal yang berharga baginya dalam hubungannya dengan pasangan (investment size rendah), maka individu tidak akan memiliki orientasi jangka panjang dan ketertarikan secara emosional yang tinggi terhadap pasangannya, sehingga ia menjadi kurang termotivasi untuk bertahan dalam hubungannya dan cenderung memiliki komitmen yang rendah untuk memertahankan hubungannya dengan pasangan (Level of Commitment rendah).


(30)

20

Universitas Kristen Maranatha Ketika peserta Kursus Persiapan Perkawinan memberikan akses terhadap pengalaman emosionalnya yang terdalam pada pasangan, dan pasangannya merespon dalam cara yang dapat diterima peserta Kursus Persiapan Perkawinan tersebut, individu peserta Kursus Persiapan Perkawinan dan pasangan akan semakin terikat satu sama lain, sehingga akan meningkatkan komitmen masing-masing individu dalam hubungan tersebut.


(31)

21


(32)

22

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Hipotesis

 Hipotesis Umum

- Terdapat kontribusi yang signifikan dari determinan-determinan komitmen terhadap Level of Commitment.

 Hipotesis Khusus

- Terdapat kontribusi yang signifikan dari satisfaction level terhadap Level of Commitment.

- Terdapat kontribusi yang signifikan dari quality of alternatives terhadap Level of Commitment.

- Terdapat kontribusi yang signifikan dari investment size terhadap Level of Commitment.


(33)

64 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dan saran dari penelitian yang sudah dilakukan terhadap 130 orang responden yang merupakan peserta Kursus Persiapan Perkawinan di Gereja Wilayah “X” Bandung.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kontribusi determinan-determinan komitmen terhadap Level of Commitment individu yang mengikuti Kursus

Persiapan Perkawinan (KPP) di Gereja “X” Bandung, dapat disimpulkan hal-hal

sebagai berikut:

1. Ketiga determinan, yaitu Satisfaction Level, Quality of Alternatives, dan Investment Size secara bersama-sama memiliki kontribusi yang signifikan terhadap Level of Commitment individu yang mengikuti Kursus Persiapan

Perkawinan (KPP) di Gereja “X” Bandung, yaitu sebesar R2

= 0,595. 2. Di antara ketiga determinan, determinan Satisfaction Level adalah

determinan yang memiliki kontribusi signifikan dan paling besar kekuatannya terhadap Level of Commitment individu yang mengikuti

Kursus Persiapan Perkawinan (KPP) di Gereja “X” Bandung, yaitu sebesar 0,472. Oleh karena itu, kepuasan individu peserta KPP terhadap hubungan yang dijalaninya dengan pasangan menjadi hal yang perlu diperhatikan


(34)

65

Universitas Kristen Maranatha agar individu memiliki Level of Commitment yang tinggi untuk bertahan dalam hubungan yang dijalani dengan pasangan.

3. Kedua determinan lainnya yaitu Quality of Alternatives dan Investment Size juga memiliki kontribusi yang signifikan terhadap Level of Commitment. Quality of Alternatives berkontribusi sebesar -0,019 terhadap Level of Commitment, sedangkan Investment Size berkontribusi sebesar 0,141 terhadap Level of Commitment.

4. Penghayatan individu akan pengenalan diri pasangannya, serta intensitas komunikasi yang dilakukan individu dengan pasangannya menunjukkan adanya kecenderungan keterkaitan dengan determinan Satisfaction Level.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Berdasarkan hasil penelitian, diajukan beberapa saran teoritis yang diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang berkepentingan, antara lain:

1. Peneliti yang hendak melakukan penelitian mengenai Level of Commitment disarankan untuk lebih memperdalam mengenai faktor-faktor yang turut berkontribusi terhadap terhadap Level of Commitment.

2. Peneliti yang hendak melakukan penelitian mengenai Level of Commitment menggunakan kuesioner Level of Commitment dari Rusbult

disarankan untuk menggunakan pilihan jawaban “sangat sesuai, cukup sesuai, kurang sesuai, sangat tidak sesuai”, sebab penggunaan kata


(35)

66

Universitas Kristen Maranatha

“sesuai” lebih mencakup aspek afektif dari responden dibandingkan

penggunaan kata “setuju” pada kuesioner.

3. Peneliti yang hendak melakukan penelitian lanjutan mengenai Level of Commitment dapat melakukan penelitian mengenai Commitment and Behavior Maintenance Mechanism terhadap individu yang telah menjalani kehidupan pernikahan untuk mendapatkan pemahaman terhadap Level of Commitment dengan lebih mendalam.

5.2.2 Saran Praktis

Berdasarkan hasil penelitian, diajukan saran praktis yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain:

1. Bagi Komisi Keluarga Dewan Karya Pastoral Keuskupan Bandung yang menjadi penyelenggara Kursus Persiapan Perkawinan di Bandung:

Dengan adanya penelitian ini pihak penyelenggara Kursus Persiapan Perkawinan dapat memasukkan materi mengenai kepuasan (satisfaction) dalam hubungan individu dengan pasangan sebagai bagian dari materi KPP.

Selain itu, pihak penyelenggara Kursus Persiapan Perkawinan juga dapat memasukkan materi yang aplikatif bagi peserta KPP mengenai pengorbanan dan perlunya meluangkan waktu untuk pasangan agar dapat meningkatkan Investment Size dan mengurangi Quality of Alternatives para peserta KPP dalam menjalani kehidupan berumah tangga dengan pasangan.


(36)

67

Universitas Kristen Maranatha 2. Bagi komunitas Marriage Encounter di Gereja Katolik:

Dengan adanya penelitian ini komunitas Marriage Encounter dapat memberikan materi-materi mengenai satisfaction level, quality of alternatives, dan investment size bagi para anggota komunitasnya agar individu yang telah menikah dapat meningkatkan komitmen perkawinan dan memertahankan kehidupan rumah tangganya bersama pasangan.


(37)

68

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Alkitab Deuterokanonika. 1996. Jakarta : Lembaga Biblika Indonesia.

Brehm, Miller, Perlman, Campbell. 2002. Intimate Relationship 3rd ed. Boston : McGraw Hill.

Campbell, K., J. Ponzeni. 2007. The Moderating Effects On Rituals On Commitment in Premarital Involvements. University of Georgia & The University of British : Columbia.

Corsini. 2002. The Dictionary of Psychology. London : Macmillan.

Duvall, Evelyn M., B.C. Miller. 1977. Marriage and Family Development (5th ed.). New York : Harper & Row, Publishers.

Gulo, W. 2002. Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia.

Guilford, J.P. 1956. Fundamental Statistics in Psychology and Education (3rd Edition), Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha Company, Ltd

Hardana, Timotius I Ketut Adi. 2010. Kursus Persiapan Perkawinan. Jakarta : Obor (SMK Grafika Desa Putera).

Hurlock, Elizabeth B. 1982. Psikologi Perkembangan : Suatu Perkembangan Sepanjang Rentang Kehidupan, edisi keenam. Jakarta : Erlangga.

Kelley, H.H., J.W. Thibaut. 1978. Interpersonal Relations: A Theory of Interdependence. New York : Wiley.

Laswell, Marcia, Thomas Laswell. 1982. Marriage and The Family (2nd Edition). Belmont-California: Wadworth Publishing Company.


(38)

69

Universitas Kristen Maranatha Lemme, B.H. 1995. Development in Adulthood. Boston : Allyn and Bacon.

Nasution, Khoirudin. 2005. Hukum Perkawinan 1. Jakarta: Nuansa Cendekia. Nazir, M. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta Timur: Penerbit Ghalia Indonesia. Papalia, Diane E., Sally W. Olds, Ruth D. Feldman. 2009. Human Development

(11th Edition). New York : McGraw-Hill.

Rusbult, Caryl E., B.P. Buunk. 1993. Commitment Processes In Close Relationship : An Interdependence Analysis, Journal of Social and Personal Relationships, 10, 175-204. SAGE Publications.

Saleh, K. Wantjik. 1982. Hukum Perkawinan Indonesia. Ghalia Indonesia: Jakarta Timur.

Siegel, S. 1997. Statistik Non-Parametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia.

Sugiyono, D.R. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta : Bumi Aksara.

Teger, A.J. 1980. Too Much Investment to Quit. New York: Pergamon Press. Thibaut, J.W., H.H. Kelley. 1959. The Social Psychology of Groups. New York:


(39)

70

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Agnew, Christopher R., P.A.M. Van Lange, Caryl E. Rusbult, C.A. Langston. 1997. Cognitive Interdependence: Commitment and The Mental Representation of Close Relationships. Journal of Personality and Social Psychology. 74, 939-954.

Becker, H.S. 1960. Notes on The Concept of Commitment. American Journal of Psychology. 66, 32-40.

Domikus, Y. 1997. Perilaku Sosioemosional Dalam Perkawinan: Aplikasi Teori Pertukaran Sosial Dalam Mewujudkan Perkawinan yang Stabil dan Memuaskan. Jurnal Psikologi Sosial Universitas Indonesia. 48-56.

Rusbult, Caryl. E., John M. Martz, Christopher R. Agnew. 1998. The Investment Model Scale: Measuring Commitment Level, Satisfaction Level, Quality of Alternatives, and Investment Size. Personal Relationships, 5, 357-391. Rusbult, Caryl E., Nils Olsen, Jody L. Davis, Peggy A. Hannon. 2001.

Commitment And Relationship Maintenance Mechanisms. University of North Carolina, USA : Chapel Hill

Tropper, R. 1972. The Consequences of Investments In The Process of Conflict. Journal of Conflict Resolution. 16, 97-98.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tentang Perkawinan. 1974. (http://bsdm.bappenas.go.id, diakses 4 Oktober 2013, pukul 15.35).

http://newsroom.ucla.edu/portal/ucla/here-is-what-real-commitment-to-228064.aspx (diakses 12 Desember 2013, pukul 19.09)

http://www.hidupkatolik.com/2012/07/02/komitmen (diakses 12 Desember 2013, pukul 19.24)


(40)

71

Universitas Kristen Maranatha http://wol.jw.org/en/wol/d/r25/lp-in/2008808 (diakses 4 Desember 2013 pukul 16.13)

http://karangpanas.org/2012/07/27/seikat-5-perkawinan-katolik/ (diakses 26 November 2014, pukul 13.51 WIB)


(1)

66

“sesuai” lebih mencakup aspek afektif dari responden dibandingkan penggunaan kata “setuju” pada kuesioner.

3. Peneliti yang hendak melakukan penelitian lanjutan mengenai Level of

Commitment dapat melakukan penelitian mengenai Commitment and Behavior Maintenance Mechanism terhadap individu yang telah menjalani

kehidupan pernikahan untuk mendapatkan pemahaman terhadap Level of

Commitment dengan lebih mendalam.

5.2.2 Saran Praktis

Berdasarkan hasil penelitian, diajukan saran praktis yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain:

1. Bagi Komisi Keluarga Dewan Karya Pastoral Keuskupan Bandung yang menjadi penyelenggara Kursus Persiapan Perkawinan di Bandung:

Dengan adanya penelitian ini pihak penyelenggara Kursus Persiapan Perkawinan dapat memasukkan materi mengenai kepuasan (satisfaction) dalam hubungan individu dengan pasangan sebagai bagian dari materi KPP.

Selain itu, pihak penyelenggara Kursus Persiapan Perkawinan juga dapat memasukkan materi yang aplikatif bagi peserta KPP mengenai pengorbanan dan perlunya meluangkan waktu untuk pasangan agar dapat meningkatkan Investment Size dan mengurangi Quality of Alternatives para peserta KPP dalam menjalani kehidupan berumah tangga dengan pasangan.


(2)

67

2. Bagi komunitas Marriage Encounter di Gereja Katolik:

Dengan adanya penelitian ini komunitas Marriage Encounter dapat memberikan materi-materi mengenai satisfaction level, quality of

alternatives, dan investment size bagi para anggota komunitasnya agar

individu yang telah menikah dapat meningkatkan komitmen perkawinan dan memertahankan kehidupan rumah tangganya bersama pasangan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alkitab Deuterokanonika. 1996. Jakarta : Lembaga Biblika Indonesia.

Brehm, Miller, Perlman, Campbell. 2002. Intimate Relationship 3rd ed. Boston : McGraw Hill.

Campbell, K., J. Ponzeni. 2007. The Moderating Effects On Rituals On

Commitment in Premarital Involvements. University of Georgia & The

University of British : Columbia.

Corsini. 2002. The Dictionary of Psychology. London : Macmillan.

Duvall, Evelyn M., B.C. Miller. 1977. Marriage and Family Development (5th ed.). New York : Harper & Row, Publishers.

Gulo, W. 2002. Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia.

Guilford, J.P. 1956. Fundamental Statistics in Psychology and Education (3rd Edition), Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha Company, Ltd

Hardana, Timotius I Ketut Adi. 2010. Kursus Persiapan Perkawinan. Jakarta : Obor (SMK Grafika Desa Putera).

Hurlock, Elizabeth B. 1982. Psikologi Perkembangan : Suatu Perkembangan

Sepanjang Rentang Kehidupan, edisi keenam. Jakarta : Erlangga.

Kelley, H.H., J.W. Thibaut. 1978. Interpersonal Relations: A Theory of

Interdependence. New York : Wiley.

Laswell, Marcia, Thomas Laswell. 1982. Marriage and The Family (2nd Edition). Belmont-California: Wadworth Publishing Company.


(4)

Lemme, B.H. 1995. Development in Adulthood. Boston : Allyn and Bacon. Nasution, Khoirudin. 2005. Hukum Perkawinan 1. Jakarta: Nuansa Cendekia. Nazir, M. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta Timur: Penerbit Ghalia Indonesia. Papalia, Diane E., Sally W. Olds, Ruth D. Feldman. 2009. Human Development

(11th Edition). New York : McGraw-Hill.

Rusbult, Caryl E., B.P. Buunk. 1993. Commitment Processes In Close

Relationship : An Interdependence Analysis, Journal of Social and Personal Relationships, 10, 175-204. SAGE Publications.

Saleh, K. Wantjik. 1982. Hukum Perkawinan Indonesia. Ghalia Indonesia: Jakarta Timur.

Siegel, S. 1997. Statistik Non-Parametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia.

Sugiyono, D.R. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta : Bumi Aksara.

Teger, A.J. 1980. Too Much Investment to Quit. New York: Pergamon Press. Thibaut, J.W., H.H. Kelley. 1959. The Social Psychology of Groups. New York:


(5)

DAFTAR RUJUKAN

Agnew, Christopher R., P.A.M. Van Lange, Caryl E. Rusbult, C.A. Langston. 1997. Cognitive Interdependence: Commitment and The Mental Representation of Close Relationships. Journal of Personality and Social

Psychology. 74, 939-954.

Becker, H.S. 1960. Notes on The Concept of Commitment. American Journal of

Psychology. 66, 32-40.

Domikus, Y. 1997. Perilaku Sosioemosional Dalam Perkawinan: Aplikasi Teori Pertukaran Sosial Dalam Mewujudkan Perkawinan yang Stabil dan Memuaskan. Jurnal Psikologi Sosial Universitas Indonesia. 48-56.

Rusbult, Caryl. E., John M. Martz, Christopher R. Agnew. 1998. The Investment Model Scale: Measuring Commitment Level, Satisfaction Level, Quality of Alternatives, and Investment Size. Personal Relationships, 5, 357-391. Rusbult, Caryl E., Nils Olsen, Jody L. Davis, Peggy A. Hannon. 2001.

Commitment And Relationship Maintenance Mechanisms. University of

North Carolina, USA : Chapel Hill

Tropper, R. 1972. The Consequences of Investments In The Process of Conflict.

Journal of Conflict Resolution. 16, 97-98.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tentang Perkawinan. 1974. (http://bsdm.bappenas.go.id, diakses 4 Oktober 2013, pukul 15.35).

http://newsroom.ucla.edu/portal/ucla/here-is-what-real-commitment-to-228064.aspx (diakses 12 Desember 2013, pukul 19.09)

http://www.hidupkatolik.com/2012/07/02/komitmen (diakses 12 Desember 2013, pukul 19.24)


(6)

http://wol.jw.org/en/wol/d/r25/lp-in/2008808 (diakses 4 Desember 2013 pukul 16.13)

http://karangpanas.org/2012/07/27/seikat-5-perkawinan-katolik/ (diakses 26 November 2014, pukul 13.51 WIB)


Dokumen yang terkait

Studi Deskriptif Mengenai Status Intimacy pada Wanita yang Mengikuti Kursus Persiapan Pernikahan di Gereja "X" Bandung.

2 3 34

Studi Kontribusi Determinan-determinan Intention Terhadap Intention untuk Tidak Melakukan Premarital Intercourse pada Mahasiswa Universitas "X" Bandung yang Berpacaran.

0 0 27

Studi Kontribusi Mengenai Determinan-Determinan Intention terhadap Intention untuk Tidak Melakukan Seks Pranikah pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas "X" di Bandung.

0 0 41

Studi Deskriptif Mengenai Status Identitas Bidang Pernikahan Pada Individu Yang Mengikuti Program Kursus Persiapan Perkawinan di Gereja "X" Keuskupan Bandung.

0 0 38

Studi Kontribusi Determinan-determinan Intention Terhadap Intention Untuk Berhenti Merokok Pada Pelajar SMA "X" di Kota Bandung Yang Merokok.

0 0 47

Kontribusi Aspek-aspek Commitment Level (Satisfaction Level, Quality of Alternatives, dan Investment Size) Terhadap Commitment Level Peserta Family Meeting Gereja "X".

3 10 32

Kontribusi Determinan-determinan Terhadap Intention Untuk Mengikuti Ujian Perbaikan Dalam Rangka Meningkatkan IPK Pada Mahasiswa Psikologi Universitas "X" Bandung.

0 0 82

Suatu Penelitian Deskriptif Mengenai Derajat Trait dan State Anxiety Pada Individu Yang Mengikuti Program Persiapan Pernikahan di Gereja "X" Bandung.

0 0 55

Kontribusi Determinan-determinan Terhadap Intention Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Sedang Menjalankan Program Diet di Klinik "X" Bandung.

0 0 61

Kontribusi Determinan-determinan Terhadap Intention Dalam Menjalani Program Diet Low Calorie Balanced Pada Individu Yang Mengalami Obesitas di Praktek Dokter "X" Bandung.

0 0 59