Studi Deskriptif Mengenai Self-Regulation Akademik Pada Siswa Kelas 10 SMA "X" Bandung.

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Self-Regulation Akademik pada siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik survei. Populasi sasaran adalah siswa kelas 10 SMA ‘X’ sebanyak 150 orang.

Alat ukur yang digunakan adalah Academic Self Regulation Questionnaire (SRQ-A) yang disusun oleh Deci & Ryan. Berdasarkan hasil uji validitas dengan menggunakan rumus korelasi Pearson dan uji reabilitas dengan menggunakan rumus koefisien reabilitas Alpha Cronbach diperoleh 32 item diterima, dengan validitas berkisar antara 0.412 – 0.798 dan reliabilitas sebesar 0.861. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar (45.3%) siswa memiliki External Regulation, sebagian (22.7%) memiliki Identified Regulation, sedangkan sisanya (16.7%) Introjected Regulation, dan (15.3%) Intrinsic Regulation.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti mengajukan saran kepada para staf pengajar dan orang tua siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung untuk menyediakan kondisi yang dapat mendukung internalisasi siswa agar pengaturan tingkah laku akademiknya menjadi autonomous, seperti penerapan kurikulum dan pola pengasuhan yang menyediakan kesempatan bagi siswa untuk dapat memutuskan sendiri, kesempatan untuk dapat mengekspresikan kemampuannya, serta perasaan diterima oleh orangtua dan guru di kelas. Peneliti juga mengajukan saran agar dilakukan penelitian serupa dengan melihat perbedaan Self-Regulation Akademik pada faktor-faktor yang berpengaruh seperti persepsi siswa terhadap perlakukan orang tua dan guru di kelas.


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan…..………. i

ABSTRAK………... … ii

KATA PENGANTAR……… iii

DAFTAR ISI……… vii

DAFTAR BAGAN………...……….. xi

DAFTAR TABEL……….. …. xii

DAFTAR LAMPIRAN……….. … xiii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1 Latar Belakang Masalah……….. 1

1.2 Identifikasi Masalah ………. 7

1.3 Maksud dan Tujuan………...…... ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian………... … 8

1.5 Kerangka Pemikiran ………... 9

1.6 Asumsi ……… 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….………. 18

2.1 Self-Regulation……….………. 18

2.1.1 Pengertian Self-Regulation Academic……….……… 18

2.1.2 Pengantar Self-Determination Teory……….. 18

2.1.3 Dasar dari Self-Regulation ……… 20

2.1.4 Motivasi………. 21

2.1.5 Internalisasi dan Integrasi……….……... 23

2.1.5.1 Internalization: Becoming More Autonomous……… 24

2.1.6 A Continnum of Internalization (Regulatory Style)……….. 26

2.1.6.1 Regulatory Style pada Amotivasi……… 26

2.1.6.2 Regulatory Style pada Motivasi Ekstrinsik.………. 26

2.1.6.3 Regulatory Style pada Motivasi Intrinsik……….. 29

2.1.7 Pengelompokkan Tipe-Regulasi Secara Garis Besar ………. 30

2.1.8 Hal-hal yang dapat Membantu Meningkatkan Internalisasi Individu……. 32

2.1.8.1Konsep tentang Needs……… 32

2.1.8.1.1Needs Psikologis dan Intrinsik Regulation……….. 34

2.8.1.2 Effek dari Konteks Sosial……… 35

2.8.1.2.2 Fasilitating Internalization by Supporting Autonomy……… 37

2.2 Remaja………. 38

2.2.1 Tahap Perkembangan Remaja………. 38

2.2.2 Perubahan Pokok………. 38


(3)

2.2.2.2 Perkembangan Kognitif……… 39

2.2.2.2.1 Periode Formal Operational (12 Tahun – dewasa )……… 41

2.2.3 Tugas-tugas Perkembangan remaja………. 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 44

3.1 Rancangan Penelitian………. 44

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………. 45

3.2.1 Variabel Penelitian……… 45

3.2.2 Definisi Operasional………. 45

3.3 Alat Ukur……… 47

3.3.1 Alat Ukur Self-Regulation Academic………... 47

3.3.2 Pembagian Item……… 47

3.3.3 Prosedur Pengisian Kuesioner………. 49

3.3.4 Sistem Penilaian……….. 49

3.3.5 Data Pribadi dan Data Penunjang……… 50

3.3.6 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur……… 50

3.3.6.1 Validitas Alat Ukur………... 50

3.3.6.2 Reliabilitas Alat Ukur……… 51

3.4 Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel……… 52

3.4.1 Populasi Sasaran…..………. 52

3.4.2 Karakteristik Populasi……….. 52

3.4.3 Teknik Penarikan Sampel……… 52

3.5 Teknik Analisis………... 53

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN….……… 54

4.1 Gambaran Responden………. 54

4.2 Hasil Penelitian……….………. 54

4.3 Pembahasan….………... 55

BAB V KESIMPULAN dan SARAN.….……… 59

5.1 Kesimpulan………...………. 59

5.2 Saran……….………. 60

5.2.1 Saran Untuk Penelitian Lanjutan……… 60

5.2.2 Saran Gunalaksana………. 61

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN


(4)

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir………..……… 15 Bagan 2.1 Bagan Skema Regulatory Style……… 29 Bagan 3.1 Bagan Rancangan Penelitian………..……..……… 44


(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Tabel Keterangan Pilihan Jawaban ….………..……… 49

Tabel 3.2 Tabel Pilihan Jawaban dan Skor Item ………..……… 49

Tabel 4.1 Tabel Distribusi Frekwensi Jenis Kelamin………….………... 54


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. : Kuesioner Self-Regulation Akademik

Lampiran 2 : Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Lampiran 3. : Crosstabs Hasil Penelitian dengan Data Penunjang

Lampiran 4.1. Crosstabs antara Tipe-Regulasi dan Jenis Kelamin Lampiran 4.2. Crosstabs antara Tipe-Regulasi dan Usia

Lampiran 4.3. Crosstabs antara Tipe-Regulasi dan Urutan KelahiranLampiran 4.4. Crosstabs antara Tipe-Regulasi dan Status KeluargaLampiran 4.5. Crosstabs antara Tipe Regulasi dan Pemenuhan Basic

Needs (Need for Autonomy, Need for Competence, Need for Relatedness)Lampiran 4.6. Crosstabs antara Tipe Regulasi dan Persepsi terhadap

autonomy support guru di kelas

Lampiran 4.7. Crosstabs antara Tipe Regulasi dan Persepsi terhadap Pola Asuh Ibu

Lampiran 4.8. Crosstabs antara Tipe Regulasi dan Persepsi terhadap Pola Asuh Ayah

Lampiran 4.9. Crosstabs antara Tipe Regulasi dan Persepsi terhadap Pola Asuh Orang Tua

Lampiran 4 : Lampiran Gambaran Responden

• Lampiran 5.1. Gambaran Responden Berdasarkan Usia

• Lampiran 5.2. Gambaran Responden Berdasarkan Urutan Kelahiran • Lampiran 5.3. Gambaran Responden Berdasarkan Status Keluarga


(7)

(8)

KATA PENGANTAR

Saya adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, saat ini saya sedang melakukan penelitian dalam rangka memenuhi syarat kelulusan untuk mencapai Gelar Sarjana Strata 1 (S1).

Sehubungan dengan hal tersebut, saya sangat mengharapkan saudara untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan cara menjawab pertanyaan yang diajukan sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan.

Data yang saudara berikan sangat bermanfaat bagi perkembangan dan penerapan ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Pendidikan. Oleh karena itu diharapkan saudara mengisi kuesioner ini sesuai dengan keadaan diri saudara yang sebenar-benarnya. Data yang saudara berikan akan dijamin kerahasiaannya.

Atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapakan terima kasih.

Hormat Saya,


(9)

DATA PENUNJANG

I. Identitas

Nama (inisial) :

Jenis Kelamin : L / P

Usia : Anak ke-……dari …….bersaudara

Dengan siapakah saudara tinggal sekarang? a. Orang tua

b. Ayah c. Ibu

d. Lainnya, sebutkan ………. Orang tua saudara :

a. Masih lengkap kedua-duanya b. Ayah sudah meninggal c. Ibu sudah meninggal

d. Ayah dan Ibu sudah bercerai

1.

Pertanyaan berikut ini

berkenaan dengan perasaan kamu ketika berada di sekolah. Berilah merupakan pertanyaan-pertanyaan yang tanda (X) pada angka yang tertera di samping kanan setiap pernyataan yang tersedia, sesuai dengan pilihan jawaban yang tersedia berikut ini:

1 2 3 4 5 6 7 Tidak benar

sama sekali

Sebagian Benar

Sangat Benar

Pilihlah jawaban yang paling menggambarkan tentang diri kamu ketika berada di sekolah. Jawablah secara jujur

Ketika Saya Berada di Sekolah…..

1

Saya merasa memiliki banyak ide untuk memutuskan bagaimana cara menyelesaikan tugas-tugas saya di sekolah .

1 2 3 4 5 6 7

2 Saya benar-benar menyukai teman-teman saya di


(10)

3 Saya merasa kurang yakin akan kemampuan saya

ketika berada di sekolah. 1 2 3 4 5 6 7

4 Teman-teman saya di sekolah mengatakan bahwa

saya mampu mengerjakan tugas saya dengan baik. 1 2 3 4 5 6 7 5 Saya merasa tertekan ketika berada di sekolah. 1 2 3 4 5 6 7 6 Saya dapat menyesuaikan diri dengan teman-teman

yang ada di sekolah. 1 2 3 4 5 6 7

7 Saya lebih senang bekerja sendiri ketika berada di

sekolah. 1 2 3 4 5 6 7

8 Saya merasa bebas untuk mengungkapkan ide dan

pendapat saya di dalam kelas. 1 2 3 4 5 6 7

9 Saya menganggap orang-orang yang ada di sekolah

adalah teman-teman saya. 1 2 3 4 5 6 7

10 Saya merasa mampu untuk mempelajari hal baru

dalam kelas. 1 2 3 4 5 6 7

11 Ketika saya berada di sekolah, saya selalu

mengerjakan apa yang diperintahkan kepada saya. 1 2 3 4 5 6 7 12

Sering kali saya merasa, saya telah berhasil mencapai ‘sesuatu’ dari apa yang telah saya kerjakan di sekolah.

1 2 3 4 5 6 7

13 Di sekolah saya merasa tidak cukup mempunyai

kesempatan untuk menunjukkan kemampuan saya. 1 2 3 4 5 6 7 14 Teman-teman di sekolah memberi perhatian kepada

saya. 1 2 3 4 5 6 7

15 Tidak banyak orang yang dekat dengan saya di

sekolah. 1 2 3 4 5 6 7

16 Saya merasa dapat menjadi diri sendiri ketika saya

berada di sekolah. 1 2 3 4 5 6 7

17 Teman-teman di kelas sepertinya kurang menyukai

saya. 1 2 3 4 5 6 7

18 Ketika saya mengerjakan tugas sekolah, saya sering

merasa tidak mampu untuk menyelesaikannya. 1 2 3 4 5 6 7

19

Saya merasa tidak memiliki banyak kesempatan untuk mengambil keputusan bagi diri sendiri, mengenai bagaimana cara saya mengerjakan tugas-tugas sekolah saya.

1 2 3 4 5 6 7

20 Teman-teman di sekolah cukup bersahabat dengan


(11)

Pertanyaan-pertanyaan berikut ini

berhubungan dengan pengalaman kamu selama di sekolah dengan para pengajar (guru). Tiap guru mempunyai gaya yang berbeda ketika berhadapan dengan murid-muridnya, di sini kami ingin mengetahui bagaimana perasaan kamu ketika berhadapan dengan guru-gurumu di sekolah. Jawablah pernyataan-pernyataan berikut ini secara jujur.

1 2 3 4 5 6 7

Sangat

Tidak Setuju Netral

Sangat Setuju

1 Saya merasa guru-guru saya di sekolah memberi kesempatan

kepada saya untuk menentukan pilihan bagi diri saya sendiri. 1 2 3 4 5 6 7 2 Saya merasa dimengerti oleh guru-guru saya di sekolah. 1 2 3 4 5 6 7 3 Saya dapat bersikap terbuka kepada guru-guru di kelas. 1 2 3 4 5 6 7 4 Guru-guru saya memiliki keyakinan terhadap kemampuan saya

untuk mengerjakan sesuatu dengan baik dalam proses pembelajaran. 1 2 3 4 5 6 7 5 Saya merasa diterima oleh guru-guru saya di sekolah 1 2 3 4 5 6 7 6

Guru-guru saya berusaha memastikan bahwa saya benar-benar mengerti sasaran dari kegiatan belajar dan apa yang harus saya kerjakan.

1 2 3 4 5 6 7

7 Guru-guru saya mendorong saya untuk mencoba mengajukan

pertanyaan. 1 2 3 4 5 6 7

8 Saya merasa sangat percaya kepada guru-guru saya 1 2 3 4 5 6 7 9 Guru-guru saya menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dengan

lengkap dan sungguh-sungguh. 1 2 3 4 5 6 7

10 Guru-guru saya mendengarkan apa yang ingin saya lakukan. 1 2 3 4 5 6 7 11 Guru-guru saya mendorong saya untuk menjawab pertanyaan di

dalam kelas. 1 2 3 4 5 6 7

12 Saya merasa guru-guru saya menghargai saya sebagai seorang

pribadi. 1 2 3 4 5 6 7

13 Saya merasa kurang nyaman dengan cara guru-guru saya berbicara

kepada saya. 1 2 3 4 5 6 7

14

Guru-guru saya mencoba memahami bagaimana cara saya memandang suatu hal, sebelum memberi saran mengenai cara baru untuk menyelesaikan tugas di sekolah.

1 2 3 4 5 6 7

15 Saya merasa dapat berbagi perasaan dengan guru-guru saya di

sekolah. 1 2 3 4 5 6 7


(12)

Kami

sangat tertarik untuk mengetahui lebih banyak mengenai ayah dan ibumu. Pertama kami akan bertanya mengenai ibumu terlebih dahulu, baru setelah itu kami akan bertanya mengenai ayahmu. Di dalam setiap nomor terdapat empat pernyataan yang menggambarkan empat macam tingkah laku orang tua pada umumnya.

3.

Tugas kamu disini adalah memilih satu pernyataan dari 4 pernyataan yang kamu anggap paling menggambarkan tingkah laku orang tuamu/orang yang signifikan dalam mengasuh kamu.

Perlu diperhatikan disini, bahwa setiap pilihan hendaknya didasarkan atas pengalamanu dengan kedua orangtua kamu BUKAN didasarkan atas apa yang kamu anggap wajar.

Jika orangtuamu sudah meninggal atau bercerai, isilah bagian ini dengan orang yang merawat kamu selama ini, seperti (kakek, nenek, tante, om, dan lain sebagainya).

Sekarang silahkan kamu pikirkan tentang tingkah laku ibumu kepada kamu lalu bandingkan dia dengan tingkah laku ibu pada umumnya.

Ibumu termasuk ibu yang mana? 1.

a. Beberapa ibu tidak pernah punya cukup waktu untuk berbicara dengan anaknya

b. Beberapa ibu biasanya tidak punya cukup waktu untuk berbicara dengan anaknya

c. Beberapa ibu kadang-kadang punya cukup waktu untuk berbicara dengan anaknya

d. Beberapa ibu selalu punya cukup waktu untuk berbicara dengan anaknya 2.

a. Beberapa ibu selalu menjelaskan kepada anaknya tentang bagaimana mereka harus bertingkah laku.

b. Beberapa ibu kadang-kadang menjelaskan kepada anaknya tentang bagaimana mereka harus bertingkah laku.

c. Beberapa ibu kadang-kadang mendesak anaknya untuk bertingkah laku tertentu karena mereka berhak melakukan itu.

d. Beberapa ibu selalu mendesak anaknya untuk bertingkah laku tertentu karena mereka berhak melakukan itu.

3.

a. Beberapa ibu selalu bertanya pada anaknya tentang apa yang mereka kerjakan di sekolah pada hari itu.

b. Beberapa ibu biasanya bertanya pada anaknya tentang apa yang mereka kerjakan di sekolah pada hari itu


(13)

c. Beberapa ibu biasanya tidak bertanya pada anaknya tentang apa yang mereka kerjakan di sekolah pada hari itu

d. Beberapa ibu tidak pernah bertanya pada anaknya tentang apa yang mereka kerjakan di sekolah pada hari itu

4.

a. Beberapa ibu selalu menjadi sangat jengkel jika anaknya tidak melakukan apa yang diminta ibunya dengan segera.

b. Beberapa ibu kadang-kadang menjadi sangat jengkel jika anaknya tidak melakukan apa yang diminta ibunya dengan segera.

c. Beberapa ibu kadang-kadang mencoba untuk mengerti mengapa anaknya tidak melakukan apa yang diminta ibunya dengan segera.

d. Beberapa ibu selalu mencoba untuk mengerti mengapa anaknya tidak melakukan apa yang diminta ibunya dengan segera.

5.

a. Beberapa ibu selalu memiliki waktu untuk berbicara mengenai masalah yang dihadapi oleh anak-anaknya.

b. Beberapa ibu kadang-kadang memiliki waktu untuk berbicara mengenai masalah yang dihadapi oleh anak-anaknya.

c. Beberapa ibu tidak selalu memiliki waktu untuk berbicara mengenai masalah yang dihadapi oleh anak-anaknya.

d. Beberapa ibu tidak pernah memiliki waktu untuk berbicara mengenai masalah yang dihadapi oleh anak-anaknya.

6.

a. Beberapa ibu tidak pernah menghukum anaknya, mereka selalu berbicara kepada anaknya mengenai apa yang salah

b. Beberapa ibu hampir tidak pernah menghukum anaknya, mereka biasanya berbicara kepada anaknya mengenai apa yang salah

c. Beberapa ibu biasanya menghukum anaknya ketika mereka melakukan kesalahan, tanpa membicarakan dengan cukup kepada anaknya.

d. Beberapa ibu selalu menghukum anaknya ketika mereka melakukan kesalahan, tanpa membicarakan hal tersebut kepada anaknya sama sekali.

7.

a. Beberapa ibu selalu memberitahu anaknya apa yang harus dilakukan.

b. Beberapa ibu kadang-kadang memberitahu anaknya apa yang harus dilakukan. c. Beberapa ibu kadang-kadang merasa senang jika anaknya memutuskan sendiri

apa yang ingin mereka lakukan.

d. Beberapa ibu selalu merasa senang jika anaknya memutuskan sendiri apa yang ingin mereka lakukan.

8.

a. Beberapa ibu selalu berfikir “tidak menjadi masalah” jika anaknya melakukan kesalahan.

b. Beberapa ibu kadang-kadang berfikir“tidak menjadi masalah” jika anaknya melakukan kesalahan.

c. Beberapa ibu kadang-kadang menjadi marah jika anaknya melakukan kesalahan.


(14)

9.

a. Beberapa ibu tidak pernah ingin tahu apa yang anaknya sedang lakukan.

b. Beberapa ibu biasanya tidak pernah ingin tahu apa yang anaknya sedang lakukan.

c. Beberapa ibu kadang-kadang ingin tahu apa yang anaknya sedang lakukan. d. Beberapa ibu selalu ingin tahu apa yang anaknya sedang lakukan.

10.

a. Beberapa ibu selalu merasa jengkel ketika anaknya tidak menunjukkan hasil yang baik di sekolah.

b. Beberapa ibu kadang-kadang merasa jengkel ketika anaknya tidak menunjukkan hasil yang baik di sekolah.

c. Beberapa ibu hampir tidak pernah merasa jengkel ketika anaknya tidak menunjukkan hasil yang baik di sekolah.

d. Beberapa ibu tidak pernah merasa jengkel ketika anaknya tidak menunjukkan hasil yang baik di sekolah.

11.

a. Beberapa ibu selalu senang berbicara dengan guru-guru anaknya mengenai bagaimana tingkah laku anaknya di sekolah.

b. Beberapa ibu kadang-kadang senang berbicara dengan guru-guru anaknya mengenai bagaimana tingkah laku anaknya di sekolah.

c. Beberapa ibu biasanya tidak senang berbicara dengan guru-guru anaknya mengenai bagaimana tingkah laku anaknya di sekolah.

d. Beberapa ibu tidak pernah senang berbicara dengan guru-guru anaknya mengenai bagaimana tingkah laku anaknya di sekolah.

Sekarang silahkan kamu pikirkan tentang tingkah laku ayahmu kepada kamu lalu bandingkan dia dengan tingkah laku ayah pada umumnya.

ayahmu termasuk ayah yang mana? 12.

a. Beberapa ayah tidak pernah punya cukup waktu untuk berbicara dengan anaknya

b. Beberapa ayah biasanya tidak punya cukup waktu untuk berbicara dengan anaknya

c. Beberapa ayah kadang-kadang punya cukup waktu untuk berbicara dengan anaknya

d. Beberapa ayah selalu punya cukup waktu untuk berbicara dengan anaknya 13.

a. Beberapa ayah selalu menjelaskan kepada anaknya tentang bagaimana mereka harus bertingkah laku.

b. Beberapa ayah kadang-kadang menjelaskan kepada anaknya tentang bagaimana mereka harus bertingkah laku.

c. Beberapa ayah kadang-kadang mendesak anaknya untuk bertingkah laku tertentu karena mereka berhak melakukan itu.

d. Beberapa ayah selalu mendesak anaknya untuk bertingkah laku tertentu karena mereka berhak melakukan itu.


(15)

14.

a. Beberapa ayah selalu bertanya pada anaknya tentang apa yang mereka kerjakan di sekolah pada hari itu.

b. Beberapa ayah biasanya bertanya pada anaknya tentang apa yang mereka kerjakan di sekolah pada hari itu

c. Beberapa ayah biasanya tidak bertanya pada anaknya tentang apa yang mereka kerjakan di sekolah pada hari itu

d. Beberapa ayah tidak pernah bertanya pada anaknya tentang apa yang mereka kerjakan di sekolah pada hari itu

15.

a. Beberapa ayah selalu menjadi sangat jengkel jika anaknya tidak melakukan apa yang diminta ayahnya dengan segera.

b. Beberapa ayah kadang-kadang menjadi sangat jengkel jika anaknya tidak melakukan apa yang diminta ayahnya dengan segera.

c. Beberapa ayah kadang-kadang mencoba untuk mengerti mengapa anaknya tidak melakukan apa yang diminta ayahnya dengan segera.

d. Beberapa ayah selalu mencoba untuk mengerti mengapa anaknya tidak melakukan apa yang diminta ayahnya dengan segera.

16.

a. Beberapa ayah selalu memiliki waktu untuk berbicara mengenai masalah yang dihadapi oleh anak-anaknya.

b. Beberapa ayah kadang-kadang memiliki waktu untuk berbicara mengenai masalah yang dihadapi oleh anak-anaknya.

c. Beberapa ayah tidak selalu memiliki waktu untuk berbicara mengenai masalah yang dihadapi oleh anak-anaknya.

d. Beberapa ayah tidak pernah memiliki waktu untuk berbicara mengenai masalah yang dihadapi oleh anak-anaknya.

17.

a. Beberapa ayah tidak pernah menghukum anaknya, mereka selalu berbicara kepada anaknya mengenai apa yang salah

b. Beberapa ayah hampir tidak pernah menghukum anaknya, mereka biasanya berbicara kepada anaknya mengenai apa yang salah

c. Beberapa ayah biasanya menghukum anaknya ketika mereka melakukan kesalahan, tanpa membicarakan dengan cukup kepada anaknya.

d. Beberapa ayah selalu menghukum anaknya ketika mereka melakukan kesalahan, tanpa membicarakan hal tersebut kepada anaknya sama sekali.

18.

a. Beberapa ayah selalu memberitahu anaknya apa yang harus dilakukan.

b. Beberapa ayah kadang-kadang memberitahu anaknya apa yang harus dilakukan.

c. Beberapa ayahayah kadang-kadang merasa senang jika anaknya memutuskan sendiri apa yang ingin mereka lakukan.

d. Beberapa ayah selalu merasa senang jika anaknya memutuskan sendiri apa yang ingin mereka lakukan.


(16)

19.

a. Beberapa ayah selalu berfikir “tidak menjadi masalah” jika anaknya melakukan kesalahan.

b. Beberapa ayah kadang-kadang berfikir“tidak menjadi masalah” jika anaknya melakukan kesalahan.

c. Beberapa ayah kadang-kadang menjadi marah jika anaknya melakukan kesalahan.

d. Beberapa ayah selalu menjadi marah jika anaknya melakukan kesalahan. 20.

a. Beberapa ayah tidak pernah ingin tahu apa yang anaknya sedang lakukan. b. Beberapa ayah biasanya tidak pernah ingin tahu apa yang anaknya sedang

lakukan.

c. Beberapa ayah kadang-kadang ingin tahu apa yang anaknya sedang lakukan. d. Beberapa ayah selalu ingin tahu apa yang anaknya sedang lakukan.

21.

a. Beberapa ayah selalu merasa jengkel ketika anaknya tidak menunjukkan hasil yang baik di sekolah.

b. Beberapa ayah kadang-kadang merasa jengkel ketika anaknya tidak menunjukkan hasil yang baik di sekolah.

c. Beberapa ayah hampir tidak pernah merasa jengkel ketika anaknya tidak menunjukkan hasil yang baik di sekolah.

d. Beberapa ayah tidak pernah merasa jengkel ketika anaknya tidak menunjukkan hasil yang baik di sekolah.

22.

a. Beberapa ayah selalu senang berbicara dengan guru-guru anaknya mengenai bagaimana tingkah laku anaknya di sekolah.

b. Beberapa ayah kadang-kadang senang berbicara dengan guru-guru anaknya mengenai bagaimana tingkah laku anaknya di sekolah.

c. Beberapa ayah biasanya tidak senang berbicara dengan guru-guru anaknya mengenai bagaimana tingkah laku anaknya di sekolah.

d. Beberapa ayah tidak pernah senang berbicara dengan guru-guru anaknya mengenai bagaimana tingkah laku anaknya di sekolah.


(17)

KUESIONER SELF-REGULATION AKADEMIK

Petunjuk Pengisian:

Pertanyaan-pertanyaan berikut ini berhubungan dengan pengalaman kamu selama mengikuti kegiatan yang ada di sekolah. Tiap orang mempunyai alasan yang berbeda ketika mengikuti suatu kegiatan, di sini kami ingin mengetahui apa alasan kamu ketika kamu mengikuti kegiatan pembelajaran yang ada di sekolah. Jawablah pernyataan-pernyataan berikut ini dengan cara memberi tanda (√ ) pada alternatif jawaban, sebagai berikut:

SB: Sangat Benar (apabila kamu merasa pernyataan tersebut sangat sesuai dengan diri kamu)

CB: Cukup Benar (apabila kamu merasa pernyataan tersebut cukup sesuai dengan diri kamu)

KB: Kurang Benar (apabila kamu merasa pernyataan tersebut kurang sesuai dengan diri kamu)

TBS: Tidak Benar Sama sekali.(apabila kamu merasa pernyataan tersebut sangat tidak sesuai dengan diri kamu)

Jawablah setiap pernyataan dengan menggunakan alternatif jawaban yang paling menggambarkan diri kamu secara jujur.


(18)

No Mengapa saya mengerjakan pekerjaan rumah (PR)?

SB CB KB TBS 1. Karena saya ingin guru saya berfikir bahwa

saya adalah murid yang baik

2. Karena saya akan mendapat masalah jika saya tidak melakukannya

3. Karena mengerjakan PR menyenangkan 4. Karena saya merasa bersalah pada diri saya

apabila saya tidak mengerjakannya. 5. Karena saya ingin lebih memahami materi

tersebut.

6. Karena mengerjakan PR merupakan sesuatu yang sudah seharusnya saya lakukan. 7. Karena saya menikmati kegiatan tersebut 8. Karena mengerjakan pekerjaan rumah

merupakan hal yang penting bagi saya No Mengapa saya mengerjakan tugas yang

diberikan di dalam kelas?

SB CB KB TBS 9. Agar guru saya tidak memarahi saya

10. Karena saya ingin guru saya berfikir bahwa saya adalah murid yang baik

11. Karena saya ingin belajar hal yang baru 12. Karena saya merasa malu pada diri saya

apabila saya tidak mengerjakannya dengan baik

13. Karena tugas tersebut menyenangkan 14. Karena itulah aturannya

15. Karena saya menikmati kegiatan tersebut 16. Karena mengerjakan tugas yang diberikan

di dalam kelas merupakan hal yang penting bagi saya.

No Mengapa saya mencoba untuk menjawab pertanyaan sulit yang diajukan guru di

dalam kelas?

SB CB KB TBS

17. Karena saya ingin teman-teman saya berfikir bahwa saya siswa yang pandai 18. Karena saya merasa malu pada diri saya

apabila saya tidak mencobanya 19. Karena saya menikmati hal tersebut 20. Karena itulah yang sudah seharusnya saya


(19)

21. Untuk mengetahui apakah saya benar atau salah

22. Karena mencoba menjawab pertanyaan sulit yang diajukan di dalam kelas merupakan hal yang menyenangkan bagi saya.

23. Karena mencoba menjawab pertanyaan yang sulit di dalam kelas merupakan hal yang penting bagi saya

24. Karena saya ingin guru saya mengatakan hal yang baik mengenai saya

No Mengapa saya berusaha mengerjakan tugas sekolah dengan sebaik-baiknya?

SB CB KB TBS 25. Karena itulah yang sudah seharusnya saya

lakukan

26. Agar guru saya berfikir bahwa saya adalah murid yang baik.

27. Karena bagi saya mengerjakan tugas sekolah dengan baik merupakan hal yang menyenangkan.

28. Karena saya akan mendapatkan masalah jika saya tidak mengerjakannya dengan baik 29. Karena saya merasa bersalah pada diri saya

apabila saya tidak mengerjakannya dengan baik

30. Karena penting bagi saya untuk

mengerjakan tugas sekolah dengan baik 31. Karena saya akan merasa bangga kepada

diri saya apabila saya mampu mengerjakan tugas dengan baik

32. Karena saya mungkin akan mendapatkan hadiah jika saya mengerjakannya dengan baik.


(20)

HASIL PERHITUNGAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS

ALAT UKUR

Academic Self-Regulation Questionnaire (SRQ-A)

A. Validitas Tipe Regulasi - External Regulation

Item Koefisien Keterangan

2. 0.456 Dipakai

6. 0.458 Dipakai

9. 0.515 Dipakai

14. 0.586 Dipakai

20. 0.467 Dipakai

24. 0.608 Dipakai

25. 0.551 Dipakai

28. 0.485 Dipakai

32. 0.533 Dipakai

B. Validitas Tipe Regulasi - Introjected Regulation

Item Koefisien Keterangan

1. 0.562 Dipakai

4. 0.487 Dipakai

10. 0.597 Dipakai

12. 0.602 Dipakai

17. 0.690 Dipakai

18. 0.482 Dipakai

26. 0.605 Dipakai

29. 0.507 Dipakai


(21)

C. Validitas Tipe Regulasi - Identified Regulation

Item Koefisien Keterangan

5. 0.538 Dipakai

8. 0.674 Dipakai

11. 0.621 Dipakai

16. 0.754 Dipakai

21. 0.660 Dipakai

23. 0.677 Dipakai

30. 0.640 Dipakai

D. Validitas Tipe Regulasi – Intrinsic Motivation

Item Koefisien Keterangan

3. 0.611 Dipakai

7. 0.672 Dipakai

13. 0.773 Dipakai

15. 0.764 Dipakai

19. 0.690 Dipakai

22. 0.798 Dipakai

27. 0.751 Dipakai

E. Reliabilitas


(22)

Lampiran 4.1. Crosstabs antara Tipe-Regulasi dan Jenis Kelamin

Tipe-Regulasi Jenis Kelamin

External Introjected Identified Intrinsik Total

Jumlah 34 13 19 11 77

Row % 44.2% 16.9% 24.7% 14.3% 100.0%

Column % 50.0% 52.0% 55.9% 47.8% 51.3%

Laki-laki

Total % 22.7% 8.7% 12.7% 7.3% 51.3%

Jumlah 34 12 15 12 73

Row % 46.6% 16.4% 20.5% 16.4% 100.0%

Column % 50.0% 48.0% 44.1% 52.2% 48.7%

Perempuan

Total % 22.7% 8.0% 10.0% 8.0% 48.7%

Jumlah 68 25 34 23 150

Row % 45.3% 16.7% 22.7% 15.3% 100.0%

Column % 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% Total

Total % 45.3% 16.7% 22.7% 15.3% 100.0%

Lampiran 4.2. Crosstabs antara Tipe-Regulasi dan Usia

Tipe-Regulasi Usia

External Introjected Identified Intrinsik Total

Jumlah 22 12 8 6 48

Row % 45.8% 25.0% 16.7% 12.5% 100.0%

Column % 32.4% 48.0% 23.5% 26.1% 51.3%

15 Tahun

Total % 14.7% 8.0% 5.3% 4.0% 51.3%

Jumlah 35 8 18 11 72

Row % 48.6% 11.1% 25.0% 15.3% 100.0%

Column % 51.5% 32.0% 52.9% 47.8% 48.0%

16 Tahun

Total % 23.3% 5.3% 12.0% 7.3% 48.0%

Jumlah 10 5 7 5 27

Row % 37.0% 18.5% 25.9% 18.5% 100.0%

Column % 14.7% 20.0% 20.6% 21.7% 18.0%

17 Tahun

Total % 6.7% 3.3% 4.7% 3.3% 18.0%

Jumlah 1 0 1 1 3

Row % 33.3% 0.0% 33.3% 33.3% 100.0%

Column % 1.5% 0.0% 2.9% 4.3% 2.0%

18 Tahun

Total % 0.7% 0.0% 0.7% 0.7% 2.0%

Jumlah 68 25 34 23 150

Row % 45.3% 16.7% 22.7% 15.3% 100.0%

Column % 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% Total


(23)

Lampiran 4.3. Crosstabs antara Tipe-Regulasi dan Urutan Kelahiran

Tipe-Regulasi Urutan Kelahiran

External Introjected Identified Intrinsik Total

Jumlah 8 1 3 2 14

Row % 57.1% 7.1% 21.4% 14.3% 100.0%

Column % 11.8% 4.0% 8.8% 8.7% 9.3%

Tunggal

Total % 5.3% 0.7% 2.0% 1.3% 9.3%

Jumlah 34 6 7 11 58

Row % 58.6% 10.3% 12.1% 19.0% 100.0%

Column % 50.0% 24.0% 20.6% 47.8% 38.7%

Sulung

Total % 22.7% 4.0% 4.7% 7.3% 38.7%

Jumlah 11 9 7 4 31

Row % 35.3% 29.0% 22.6% 12.9% 100.0%

Column % 16.2% 36.0% 20.6% 17.4% 20.7%

Tengah

Total % 7.3% 6.0% 4.7% 2.7% 20.7%

Jumlah 15 9 17 6 47

Row % 31.9% 19.1% 36.2% 12.8% 100.0%

Column % 22.1% 36.0% 50.0% 26.1% 31.3%

Bungsu

Total % 10.0% 6.0% 11.3% 4.0% 31.3%

Jumlah 68 25 34 23 150

Row % 45.3% 16.7% 22.7% 15.3% 100.0%

Column % 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% Total


(24)

Lampiran 4.4. Crosstabs antara Tipe-Regulasi dan Status Keluarga

Tipe-Regulasi Status Keluarga

External Introjected Identified Intrinsik Total

Jumlah 62 23 34 21 140

Row % 44.3% 16.4% 24.3% 15.0% 100.0%

Column % 91.2% 92.0% 100.0% 91.3% 93.3%

Lengkap

Total % 41.3% 15.3% 22.7% 14.0% 93.3%

Jumlah 2 1 0 1 4

Row % 50.0% 25.0% 0.0% 25.0% 100.0%

Column % 2.9% 4.0% 0.0% 4.3% 2.7%

Yatim

Total % 1.3% 0.7% 0.0% 0.7% 2.7%

Jumlah 2 1 0 0 3

Row % 66.7% 33.3% 0.0% 0.0% 100.0%

Column % 2.3% 4.0% 0.0% 0.0% 2.0%

Piatu

Total % 1.3% 0.7% 0.0% 0.0% 2.0%

Jumlah 2 0 0 1 3

Row % 66.7% 0.0% 0.0% 33.3% 100.0%

Column % 2.9% 0.0% 0.0% 4.3% 2.0%

Cerai

Total % 1.3% 0.0% 0.0% 0.7% 2.0%

Jumlah 68 25 34 23 150

Row % 45.3% 16.7% 22.7% 15.3% 100.0%

Column % 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% Total


(25)

Lampiran 4.5. Crosstabs antara Tipe Regulasi dan Pemenuhan Basic Needs (Need for Autonomy, Need for Competence, Need for Relatedness)

Tipe-Regulasi

Basic Needs Statisfaction

External Introjected Identified Intrinsik Total

Jumlah 7 0 3 1 11

Row % 63.6% 0.0% 27.3% 9.1% 100.0%

Column % 10.3% 0.0% 8.8% 4.3% 7.3%

Terpenuhi

Total % 4.7% 0.0% 2.0% 0.7% 7.3%

Jumlah 25 5 8 6 44

Row % 56.8% 11.4% 18.2% 13.6% 100.0%

Column % 36.8% 20.0% 23.5% 26.1% 29.3%

Cenderung Terpenuhi

Total % 16.7% 3.3% 5.3% 0.4% 29.3%

Jumlah 36 20 23 16 95

Row % 37.9% 21.1% 24.2% 16.8% 100.0%

Column % 52.9% 80.0% 67.6% 69.6% 63.3%

Cenderung Tidak Terpenuhi

Total % 24.0% 13.3% 15.3% 10.7% 63.3%

Jumlah 68 25 34 23 150

Row % 45.3% 16.7% 22.7% 15.3% 100.0%

Column % 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% Total

Total % 45.3% 16.7% 22.7% 15.3% 100.0%

Lampiran 4.6. Crosstabs antara Tipe Regulasi dan Persepsi terhadap Autonomy Support guru di kelas

Tipe-Regulasi Perception of Autonomy

Support External Introjected Identified Intrinsik Total

Jumlah 31 7 24 17 79

Row % 39.2% 8.9% 30.4% 21.5% 100.0%

Column % 45.6% 28.0% 70.6% 73.9% 52.7%

Tinggi

Total % 20.7% 4.7% 16.0% 11.3% 52.7%

Jumlah 37 18 10 6 71

Row % 52.1% 25.4% 14.1% 8.5% 100.0%

Column % 54.4% 72.0% 29.4% 26.1% 47.3%

Rendah

Total % 24.7% 12.0% 6.7% 4.0% 47.3%

Jumlah 68 25 34 23 150

Row % 45.3% 16.7% 22.7% 15.3% 100.0%

Column % 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% Total


(26)

Lampiran 4.7. Crosstabs antara Tipe Regulasi dan Persepsi terhadap Pola Asuh Ibu

Tipe-Regulasi Persepsi terhadap Pola

Asuh Ibu External Introjected Identified Intrinsik Total

Jumlah 61 23 30 19 133

Row % 45.9% 17.3% 22.6% 14.3% 100.0%

Column % 89.7% 92.0% 88.2% 82.6% 88.7%

Mother Involvement

Total % 40.7% 15.3% 20.0% 12.7% 88.7%

Jumlah 7 2 4 4 17

Row % 41.2% 11.8% 23.5% 23.5% 100.0%

Column % 10.3% 8.0% 11.8% 17.4% 11.3%

Mother Autonomy

Support

Total % 4.7% 1.3% 2.7% 2.7% 11.3%

Jumlah 68 25 34 23 150

Row % 45.3% 16.7% 22.7% 15.3% 100.0%

Column % 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% Total

Total % 45.3% 16.7% 22.7% 15.3% 100.0%

Lampiran 4.8. Crosstabs antara Tipe Regulasi dan Persepsi terhadap Pola Asuh Ayah

Tipe-Regulasi Persepsi terhadap Pola

Asuh Ayah External Introjected Identified Intrinsik Total

Jumlah 35 21 17 13 86

Row % 40.7% 24.4% 19.8% 15.1% 100.0%

Column % 51.5% 84.0% 50.0% 56.5% 57.3%

Father Involvement

Total % 23.3% 14.0% 11.3% 8.7% 57.3%

Jumlah 33 4 17 10 64

Row % 51.6% 6.3% 26.6% 15.6% 100.0%

Column % 48.5% 16.0% 50.0% 43.5% 42.7%

Father Autonomy

Support

Total % 22.0% 2.7% 11.3% 6.7% 42.7%

Jumlah 68 25 34 23 150

Row % 45.3% 16.7% 22.7% 15.3% 100.0%

Column % 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% Total


(27)

Lampiran 4.9. Crosstabs antara Tipe Regulasi dan Persepsi terhadap Pola Asuh Orang Tua

Tipe-Regulasi Persepsi terhadap Pola

Asuh OrangTua External Introjected Identified Intrinsik Total

Jumlah 35 20 17 11 83

Row % 42.2% 24.1% 20.5% 13.3% 100.0%

Column % 51.5% 80.0% 50.0% 13.3% 55.3%

Ayah&Ibu Sama-sama Involvment

Total % 23.3% 13.3% 11.3% 7.3% 55.3%

Jumlah 6 1 4 2 13

Row % 46.2% 7.7% 30.8% 15.4% 100.0%

Column % 8.8% 4.0% 11.8% 8.7% 8.7%

Ayah&Ibu Sama-sama

Autonomy

Support Total % 4.0% 0.7% 2.7% 1.3% 8.7%

Jumlah 27 3 14 7 51

Row % 52.9% 5.9% 27.4% 13.7% 100.0%

Column % 39.7% 12.0% 41.2% 30.4% 34.0%

Ayah Support&

Ibu

Involvement Total % 18.0% 0.2% 9.3% 4.7% 34.0%

Jumlah 0 1 0 2 3

Row % 0.0% 33.3% 0.0% 66.7% 100.0%

Column % 0.0% 4.0% 0.0% 8.7% 2.0%

Ayah Involvement

&Ibu

Support Total % 0.0% 0.7% 0.0% 1.3% 2.0%

Jumlah 68 25 34 23 150

Row % 45.3% 16.7% 22.7% 15.3% 100.0%

Column % 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% Total


(28)

Lampiran 5.1. Gambaran Responden Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Responden Presentase

15 tahun 48 32.0%

16 tahun 72 48.0%

17 tahun 27 18.0%

18 tahun 3 2.0%

TOTAL 150 100%

Lampiran 5.2. Gambaran Responden Berdasarkan Urutan Kelahiran

Urutan Kelahiran Jumlah Responden Presentase

Tunggal 14 9.3%

Sulung 58 38.7%

Tengah 31 20.7%

Bungsu 47 31.3%

TOTAL 150 100%

Lampiran 5.3. Gambaran Responden Berdasarkan Status Keluarga

Status Keluarga Jumlah Responden Presentase

Lengkap 140 93.3%

Yatim 4 2.7%

Piatu 3 2.0%

Cerai 3 2.0%


(29)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Potensi suatu bangsa dapat dilihat dari sumber daya yang ada di dalamnya, termasuk potensi para generasi penerus bangsa yang tidak lain adalah remaja. Salah satu upaya mengembangkan potensi bangsa adalah melalui pendidikan. Pendidikan di Indonesia dapat diperoleh melalui jenjang pendidikan formal dan non-formal. Sedangkan sistem wajib belajar yang diterapkan di Indonesia adalah sistem belajar 9 tahun, yaitu dari jenjang SD sampai jenjang SMP (Sistem Pendidikan Nasional No.2 tahin 1989). Pada pertengahan abad ke-20 pendidikan sampai jenjang SMP dianggap telah cukup memberikan keterampilan intelektual dasar pada remaja, namun seiring dengan perkembangan zaman kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menimbulkan persaingan yang semakin ketat, setiap orang dituntut untuk mempunyai kelebihan, baik dari segi keterampilan maupun pengetahuan agar mereka mampu bertahan dan bersaing dalam lingkungannya (Kompas, 12 Juli 2001).

Seiring dengan hal tersebut, saat ini menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dianggap penting untuk mempersiapkan masa depan remaja. Salah satu jenjang pendidikan tersebut adalah SMA, karena jenjang pendidikan SMA diangggap sebagai “jembatan” untuk menyampaikan keterampilan intelektual pada remaja dalam persiapan menuju perguruan tinggi, yang dapat mempersiapkan penempatan remaja dalam lingkungan ekonomi atau dunia kerja di kemudian hari (Pendidikan Network, 3 Juni 2003). Menyadari akan pentingnya


(30)

2

menempuh jenjang pendidikan SMA, maka banyak orang tua merasa perlu untuk menyekolahkan anaknya di SMA berkualitas yang menjadi favorit karena memiliki fasilitas ruang kelas, laboratorium, sarana ekstra kulikuler yang baik, kredibilitas guru-guru yang mengajar, catatan kelulusan dan catatan penerimaan lulusan di dunia kerja yang tinggi. Salah satu sekolah tersebut adalah SMA ‘X’ Bandung.

SMA ‘X’ Bandung merupakan salah satu sekolah swasta favorit di Bandung yang memiliki akreditasi ‘A’, dengan fasilitas yang memadai, serta sejarah lulusan yang cukup diperhitungkan ketika memasuki perguruan tinggi. Hal tersebut didukung oleh data yang diperoleh dari guru BK, yang menyatakan bahwa setiap tahun universitas-universitas favorit (UNPAR, Maranatha, LIKMI, dst) selalu memberikan beasiswa pada siswa kelas 13 SMA ‘X’ Bandung. Seperti contohnya pada tahun 2006, terdapat 6 siswa memperoleh beasiswa dari UNPAR, 20 siswa dari Universitas Kristen Maranatha, 26 siswa LIKMI, dan 3 orang di Universitas Pelita Harapan. Selain itu juga, kulaitas SMA ‘X” Bandung terlihat dari 90% siswa kelas 13 SMU ‘X’ Bandung telah diterima di perguruan tinggi seperti UNPAR, Maranatha, LIKMI, sedangakan sisanya 10% sedang menunggu UMPTN. Berdasarkan pengalaman tersebut maka tidak heran jika banyak orang tua ingin menyekolahkan anaknya di SMA ‘X’ Bandung, walaupun harus mengeluarkan biayanya yang cukup besar.

Pentingnya jenjang pendidikan SMA juga dirasakan oleh siswa-siswa SMA ‘X’ Bandung. Hal ini diketahui dari hasil survei awal pada 20 siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung mengenai derajat kepentingan menempuh jenjang pendidikan SMA, diperoleh hasil bahwa 70% siswa menjawab penting karena mereka


(31)

3

berpendapat jika tidak melalui SMA maka tidak akan dapat melanjutkan ke perguruan tinggi, selain itu mereka berpendapat perusahaan minimal mempekerjakan orang yang berlatar belakang SMA, 20% cukup penting karena masuk ke dunia kerja tidak selalu harus masuk SMA tetapi bisa melalui STM atau SMF, sedangkan 10% yang mengatakan sangat penting karena mereka berpendapat menempuh pendidikan yang tinggi merupakan hal yang penting karena mereka ingin memperoleh pekerjaan dengan penghasilan tinggi. Hal ini didukung oleh endapat guru BK dan wali kelas 10 SMA ‘X’ Bandung, yaitu sebagian besar siswa kelas 10 pada angkatan 2007 ingin melanjutkan pendidikan mereka ke perguruan tinggi, akan tetapi keinginan tersebut tidak didukung oleh keseriusan siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah, seperti kebanyakan dari siswa tidak mempunyai catatan pelajaran yang lengkap, lebih memilih meminjam catatan teman, tidak membuat PR jika tidak diperiksa, lebih memilih ngobrol di kelas saat diskusi berlangsung, menyimak materi setelah diberi teguran dari guru.

Fenomena di atas menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas 10 SMA ‘X’ sudah mengetahui pentingnya mengikuti kegiatan pembelajaran di SMA melalui informasi atau tuntutan yang berasal dari lingkungan, akan tetapi tidak semua siswa memahami dan menerima hal tersebut menjadi bagian dari dirinya (internalisasi). Gambaran dari sejauh mana pengaturan tingkah laku siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah menunjukkan Self-Regulation Akademik siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung (Deci & Ryan, 2001). Self-Regulation Akademik dapat terlihat dari alasan-alasan siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung yang bervariasi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah.


(32)

4

Alasan-alasan yang mendasari siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung dalam mengikuti kegiatan pembelajaran menggambarkan tipe pengaturan tingkah laku mereka (tipe regulasi akademik). Semakin baik proses internalisasi dan integrasi, maka pengaturan tingkah laku siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah akan semakin autonomous (Ryan, Connell & Grolnick, 1992).

Berdasarkan wawancara terhadap 17 siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung, diketahui bahwa 58.8% siswa mengatakan alasan mereka mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah karena jika tidak, mereka akan mendapat hukuman seperti dimarahi oleh guru di kelas atau dipanggil oleh guru BP, tipe regulasi ini disebut external regulation. Selanjutnya 11.8% siswa mengatakan alasanya mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah karena merasa malu jika ditegur guru didepan teman-teman, atau merasa bangga menjadi teladan bagi teman-teman di kelas, tipe regulasi ini disebut introjected regulation. Sedangkan 23.5% siswa mengatakan mereka mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas karena mereka ingin mencapai tujuan yang dianggap penting bagi mereka, seperti mendapat nilai rapot yang baik, naik kelas, mendapat beasiswa dari pihak sekolah, dapat melanjutkan ke perguruan tinggi dengan jurusan yang mereka inginkan, dan lain sebagainya, tipe regulasi ini disebut identified regulation. 5.8% siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung mengatakan alasan mereka mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas karena mereka menyukai dan menikmati kegiatan tersebut, tipe regulasi ini disebut intrinsic regulation.

Perbedaan tipe regulasi yang ditemukan pada siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung, dipengaruhi oleh kondisi lingkungan akademik mereka. Berdasarkan hasil wawancara kepada 17 siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung yang sama,


(33)

5

diketahui bahwa 100% siswa yang menunjukkan tipe regulasi intrinsik dan identified mengatakan proses penyelarasan diri (internalisasi) dengan tuntutan pembelajaran di sekolah (mengikuti kegiatan pembelajaran) terjadi lebih mudah karena guru menyampaikan materi dengan cara yang menarik (memberi contoh-contoh, sikap yang bersemangat, nada suara tidak mengantuk), bersedia membantu (selalu memberi kesempatan bertanya, mau mengulang jika ada yang tidak mengerti, bersedia mencari cara lain agar murid dapat mengerti, bersedia ditanya di luar jam pelajaran), memberi tugas sesuai dengan kemampuan murid, adanya teman-teman yang menyenangkan, serta peran orang tua yang mendukung (memberi kesempatan untuk mencoba, mau berdiskusi). Pernyataan diatas menunjukkan bahwa siswa tersebut menghayati lingkungan sosial mereka mendukung proses penginternalisasian terhadap tuntutan pembelajaran di sekolah (autonomy support tinggi).

Lain halnya pada 100% siswa yang memperlihatkan tipe regulasi eksternal dan introjected, internalisasi sulit dilakukan karena mereka menghayati gurunya “galak” sekali (sering memberi hukuman tanpa mau mendengar alasan, tidak bersedia ditanya jika sudah selesai jam pelajaran, jarang menanyakan kesulitan yang dialami siswa di dalam kelas), materi terlalu susah, guru yang mengajar terlalu memaksa dan tidak memperhatikan kesulitan yang dialami siswa, serta orang tua yang kurang memberi kesempatan bagi siswa untuk mencoba. Penghayatan siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung terhadap kondisi tersebut, membuat mereka sulit merasakan kegiatan pembelajaran sebagai suatu hal yang menyenangkan karena mereka selalu merasa dipaksa melakukannya. Pernyataan diatas menunjukkan bahwa siswa tersebut menghayati lingkungan sosial mereka


(34)

6

menghambat proses penginternalisasian terhadap tuntutan pembelajaran di sekolah (autonomy support rendah).

Berdasarkan tuntutan pendidikan SMA yang berfungsi mempersiapkan siswa menunju perguruan tinggi dan dunia kerja, jika siswa mampu melakukan internalisasi terhadap tuntutan pembelajaran di sekolah maka siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung menjadi lebih bertanggung jawab, lebih mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan, serta dapat mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah tanpa perlu bergantung pada kontrol dari lingkungan seperti tenggat waktu, rewards, keterlibatan ego, perintah dari orang lain, dan sebagainya. Pada akhirnya hal tersebut akan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa di sekolah. Jika siswa kurang mampu melakukan internalisasi, siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung menjadi siswa yang bergantung pada kontrol dari lingkungan seperti tenggat waktu, rewards, punishment, perintah dari orang lain, ketika mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah. Hal tersebut tentu saja akan sangat merugikan siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung, karena akan menghambat tercapainya proses kedewasaan dan kematangan dalam kehidupan psikologisnya (Deci & Ryan, 2001)

Berdasarkan paparan mengenai keuntungan siswa jika mampu melakukan internalisasi, maka diharapkan siswa kelas 10 SMA ’X’ Bandung sudah memiliki tipe regulasi intrinsic atau identified regulation. Akan tetapi, fenomena yang ditemukan menunjukkan bahwa siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung ada yang sudah mampu melakukan internalisasi, namun lebih banyak yang belum mampu. Kondisi inilah yang membuat peneliti merasa tertarik untuk mengetahui gambaran Self-Regulation Academik pada siswa kelas 10 SMU ‘X’ Bandung.


(35)

7

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana gambaran Self-Regulation Academik pada siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai Self-Regulation Academik pada siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai Tipe-Regulation Academik pada siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung dalam kaitannya dengan faktor- faktor yang mempengaruhi.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Ilmiah

ΠMemberikan informasi tambahan pada bidang ilmu psikologi khususnya dalam bidang pendidikan mengenai Self-Regulation Academik pada siswa SMA.

ΠMemberikan informasi sebagai rujukan bagi penelitian lebih lanjut mengenai Self-Regulation Academik.


(36)

8

1.4.2 Kegunaan Praktis

Œ Memberikan sumbangan informasi mengenai Self-Regulation Academik siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung, kepada para staf pengajar di SMA ‘X’ Bandung sehingga dapat digunakan oleh pendidik untuk membantu meningkatkan regulasi akademik siswa, yang dapat mengarah pada meningkatnya hasil belajar.

Œ Memberikan informasi tentang Self-Regulation Academik siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung kepada orang tua siswa, sehingga para orang tua dapat membantu putra-putrinya untuk meningkatkan regulasi akademik, yang mengarah pada meningkatnya hasil belajar.

Œ Memberikan informasi tentang Self-Regulation Academik siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung kepada para siswa, sehingga para siswa dapat lebih memahami dirinya dalam upaya meningkatkan regulasi akademik yang dapat mengarah pada meningkatnya hasil belajar.

1.5 Kerangka Pemikiran

Siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung yang menjadi sampel dalam penelitian ini berada pada masa remaja. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju masa dewasa. Menurut Piaget (1972) remaja berada pada fase pemikiran formal operasional, dalam hal ini remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman nyata dan kongkrit sebagai landasan berfikirnya, atau dengan kata lain remaja lebih baik dalam berfikir secara abstrak. Peningkatan kualitas pemikiran abstrak yang terjadi pada diri remaja akan memunculkan pemikiran yang penuh dengan idealisme (kualitas yang ingin dimilikinya sendiri atau yang


(37)

9

diinginkan ada pada orang lain) serta pemikiran logis (menyusun rencana pemecahan masalah dan secara sistematis menguji cara-cara pemecahan yang dipikirkannya). Pemikiran semacam ini membuat remaja mulai memikirkan tentang cita-cita dan harapan, yang kemudian akan membuat remaja secara aktif mengejar goal yang dianggap penting bagi dirinya, serta pengambilan keputusan mengenai masa depan, teman yang akan dipilih, dan studi lanjut (Santrock, 2003).

Menurut Deci & Ryan (2001), berbagai kegiatan tersebut dilakukan oleh remaja agar mereka dapat memuaskan atau mendukung pemuasan need for autonomy (kebutuhan untuk melakukan sesuatu berdasarkan keinginan sendiri), need for competence (kebutuhan untuk merasa efektif dalam lingkungannya), dan need for relatedness (kebutuhan untuk diperhatikan dan memperhatikan orang lain serta merasa menjadi bagian dalam kelompok). Remaja yang menghayati bahwa needs autonomy, competence, dan relatedness-nya terpenuhi akan mengarahkan mereka pada pengaturan tingkah laku (regulasi) yang autonomous. Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan psikologis dasar seorang remaja, dipengaruhi oleh lingkungan dimana mereka berada. Sampai batas tertentu needs dapat terpenuhi apabila lingkungan menyediakan kesempatan bagi remaja untuk membangun perasaan bahwa mereka memiliki kesempatan dan mampu membuat keputusan, serta merasa diterima oleh orang-orang di lingkungannya. Semakin tinggi lingkungan memberikan kesempatan tersebut (autonomy support tinggi), maka needs semakin terpuaskan, sebaliknya jika semakin jarang lingkungan memberikan kesempatan (autonomy support rendah) bagi remaja untuk merasakan hal tersebut, maka needs menjadi tidak terpuskan.


(38)

10

Di sisi lain, remaja selaku siswa kelas 10 SMA ‘X’ di Bandung diantar memasuki aturan-aturan dan peran baru dalam mengatur perilakunya di sekolah. Hal tersebut tak jarang membuat siswa kelas 10 SMA ‘X’ di Bandung mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan dalam dirinya (needs). Untuk menghadapi perubahan tersebut, siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung mulai berusaha membentuk sikap dan nilai-nilai baru dalam upaya penyesuaian diri terhadap perubahan tuntutan akademik yang sedang dihadapinya. Dalam arti, siswa mampu mengatur perilakunya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah, seperti mampu menetapkan dan membuat strategi perencanaan untuk mencapai target prestasi, misalnya dengan membuat jadwal belajar dan selain itu membangun kembali keyakinan dengan kemampuan yang ada, dirinya mampu mengatasi kendala yang dijumpai sehingga tujuan dapat tercapai (Roberta Simmons dan Dale Blyth, 1987).

Proses siswa dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan pembelajaran di sekolah disebut sebagai Regulation Academik (deci & Ryan, 2001). Self-Regulation Akademik merupakan proses kontinum yang menggambarkan perbedaan tipe pengaturan perilaku (tipe regulasi) siswa dalam usaha menginternalisasi peraturan di lingkungan akademik untuk mencapai perilaku yang autonomous (Deci & Ryan, 2001). Self-Regulation Akademic memiliki empat tipe regulasi, yang menggambarkan sejauh mana peraturan tingkah laku dari lingkungan akademik telah di-internalisasi oleh siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung, semakin baik proses internalisasi, maka pengaturan tingkah laku (tipe regulasi) akan semakin autonomous (Ryan, Connell & Grolnick, 1992). Tipe


(39)

11

regulasi tersebut, yaitu external regulation, introjected regulation, identified regulation, dan intrinsic regulation.

Pada tipe External regulation, siswa kelas 10 SMA ‘X’ di Bandung mengikuti kegiatan pembelajaran di dalam kelas karena mereka merasa dikontrol oleh tuntutan external dan menjalani perilaku tersebut untuk menghindari punishment ketika tidak melakukannya atau karena ada reward untuk melakukan perilaku tersebut. Sebagai contoh, siswa yang memiliki external regulation mengerjakan tugasnya di kelas karena ia takut dihukum oleh gurunya jika tidak mengerjakannya, atau sebaliknya ia akan mendapat hadiah apabila ia mengerjakannya.

Pada tipe introjected regulation, internalisasi terhadap kegiatan pembelajaran sudah mulai terjadi, namun siswa kelas 10 SMA ‘X’ di Bandung belum menjadikan hal tersebut sebagai bagian dari dirinya, jadi keputusan yang diambil hanya sebagai kontrol bagi perilaku yang dimunculkan siswa untuk menghindari rasa bersalah atau untuk memperkuat ego dalam dirinya. Hal ini terlihat dari alasan siswa ketika mengerjakan pekerjaan rumah, mencoba menjawab pertanyaan yang diajukan di kelas, mendengarkan pelajaran di kelas dengan baik, dan berbagai kegiatan pembelajaran lainnya, untuk menghindari rasa bersalah apabila tidak melakukan hal tersebut, mungkin karena merasa malu kepada teman-teman jika tidak belajar dengan baik, atau untuk menghindari perasaan bersalah kepada orang-orang yang signifikan bagi dirinya (guru atau orang tua) apabila tidak melakukannya dengan baik.

Selanjutnya adalah identified regulation, pada tipe regulasi ini kualitas internalisasi yang terjadi lebih baik dibandingkan dengan introjected regulation,


(40)

12

karena pada tahap ini siswa kelas 10 SMA ‘X’ di Bandung melakukan perilaku karena memiliki tujuan yang dianggap penting bagi dirinya. Sehingga dapat dikatakan bahwa sudah terdapat persetujuan dari diri siswa untuk melakukan perilaku tertentu. Pada siswa hal ini terlihat dari alasan siswa ketika mengikuti kegiatan pengajaran di sekolah, karena siswa merasa hal tersebut merupakan hal yang penting bagi dirinya untuk mencapai keinginanya, seperti mendapat nilai baik dan menjadi anak yang berprestasi di sekolahnya, dan lain sebagainya.

Tipe yang terakhir adalah Intrinsic Regulation, pada tipe ini proses internalisasi terhadap aturan yang ada di lingkungan telah diintegrasikan menjadi bagian dari diri siswa. Terlihat dari alasan siswa ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru karena merasa senang dan merasa tugas tersebut menarik, sehingga dapat dikatakan bahwa pengambilan keputusan yang dilakukan siswa dilakukan berdasarkan keinginan dan kebutuhan dalam dirinya sendiri, hal ini akan mengarahakan siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang lebih optimal, siswa lebih dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, serta akan mendukung tercapainya kedewasaan dan kematangan kehidupan psikologis bagi siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung.

Proses internaliisasi siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung terhadap tuntutan pembelajaran di sekolah, membutuhkan dukungan dan kesempatan dari lingkungan sosial yang autonomy support tinggi. Pada saat inilah peranan orangtua dan guru yang dihayati memberi kesempatan pada siswa untuk mencoba menyelesaikan masalah akademik yang dihadapinya, memberi penjelasan terhadap peraturan yang diberikan di sekolah, dukungan terhadap keputusan yang


(41)

13

diambil oleh siswa disertai pengarahan guna membuka wawasan, perasaan dipercaya oleh guru atau orangtua terhadap kemampuan yang dimilikinya dalam menyelesaikan permasalahan akademik, serta adanya penerimaan dari guru dan orangtua terhadap dirinya sangat diperlukan bagi siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung sebagai ”penguat” untuk setiap perilaku yang telah dilakukannya, terutama dalam menjalankan kegiatan pembelajarannya di sekolah (Ryan, 1995).

Lingkungan sosial (rumah dan di sekolah) yang memiliki ciri autonomy support tinggi akan memberikan kesempatan bagi siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung untuk mendukung pemuasan needs psikologis dasar mereka. Selanjutnya, dengan dukungan lingkungan dan terpuaskannya needs, siswa akan lebih mudah untuk melakukan internalisasi terhadap tuntutan pembelajaran di sekolah. Hal tersebut kemudian akan mengarahkan siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung pada tipe regulasi yang autonomous (identified regulation dan intrinsic regulation). Sehingga mereka dapat mengorganisir tindakan akademiknya berdasarkan goal dan minat pribadi (Williams, Grow, Freedman, Ryan & Deci, 1996).

Sebaliknya jika siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung menghayati lingkungan sosial kurang memberi kesempatan untuk mencoba menyelesaikan masalah akademik yang dialaminya, lebih banyak hukuman tanpa adanya penjelasan terhadap kesalahan yang dilakukan, kurangnya penjelasan mengenai peraturan yang diterapkan di sekolah, kurang adanya feedback positif terhadap usaha yang dilakukan siswa, adanya perasaan tidak nyaman untuk berbicara mengenai masalah yang dihadapi di lingkungan akademik kepada guru atau orangtua karena merasa kurangnya penerimaan, serta perasaan kurang dihargai karena selalu


(42)

14

dianggap salah oleh guru atau orangtua dipersepsi sebagai lingkungan yang memiliki ciri autonomy support rendah. Lingkungan dengan ciri autonomy support rendah akan menghambat pemuasan needs psikologis dasar siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung. Dalam hal ini, siswa akan mengalami hambatan dalam proses internalisasi terhadap tuntutan pembelajaran di sekolah. Hambatan tersebut membuat siswa cenderung mengikuti kegiatan pembelajaran sebagai suatu keharusan, sehingga faktor-faktor seperti reward, punishment, perintah dari orangtua atau guru, tenggat waktu merupakan dasar dari munculnya perilaku mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah. Dengan kata lain siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung yang menghayati lingkungan yang autonomy support rendah cenderung akan mengarahkan siswa pada tipe regulasi controlled (external regulation dan introjected regulation).


(43)

15

Intrinsic Regulation

Pemenuhan Needs Psikologis Dasar

- Need for autonomy

- Need for competence

- Need for relatedness

Identified Regulation

Introjected Regulation

External Regulation

Siswa kelas 10 SMA ‘X’

Bandung

Konteks Sosial - Autonomy Support Tinggi

- Autonomy Support Self-Regulation

Akademik

Kualitas Internalisasi

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir


(44)

16

1.6 Asumsi

Œ Siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung memiliki kemampuan kognitif dan memiliki kecenderungan untuk berkembang secara psikologis dengan menyesuaikan diri terhadap tuntutan lingkungan akademik dalam rangka memenuhi needs psikologis dasar, yaitu needs for autonomy, needs for competence, dan needs for relatedness.

Œ Pemenuhan needs psikologis dasar dalam diri siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung dipengaruhi oleh konteks soaial. Konteks sosial dapat mendukung pemenuhan needs (autonomy support tinggi) atau dapat menghambat pemenuhan needs (autonomy support rendah).

Œ Dengan lingkungan yang mendukung, ketiga needs akan terpenuhi maka kualitas internalisasi siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung terhadap tuntutan akademik meningkat, perilaku yang dimunculkan siswa semakin autonomous.

Œ Variasi derajat kualitas internalisasi yang dilakukan siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung terhadap tuntutan akademik menunjukkan tipe regulasi akademik siswa kelas 10 SMA ‘X’ Bandung yang terdiri dari empat tipe, yaitu: external regulation, introjected regulation, identified regulation, dan intrinsic regulation.

ΠDalam situasi akademik perilaku yang didasarkan pada Amotivation tidak tidak akan muncul.


(45)

58

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data mengenai Self Regulation Akademik siswa kelas 10 SMA “X” Bandung, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Sebesar 45.3% siswa kelas 10 SMA “X” Bandung, memiliki External Regulation, yang artinya sebagian besar siswa tersebut memandang sumber dari pengaturan tingkah lakunya didasarkan pada konsekwensi kontrol yang diberikan lingkungan, berupa reward atau punishment. Mereka menghayati orang tuanya terlibat dalam mengontrol aktivitas pendidikannya sementara itu mereka juga menghayati guru di kelas kurang mendukung kemandirian dalam kegiatan pembelajaran, atau mereka menghayati lingkungan yang autonomy support rendah.

2. Sebesar 22.7% siswa kelas 10 SMA “X” Bandung, memiliki Identified Regulation, yang artinya siswa mulai mengidentifikasikan aturan yang ada, dan mengikuti aturan tersebut karena siswa merasa dapat mencapai keinginannya dengan melakukan hal tersebut. Siswa yang memiliki Indentified Regulation menghayati perlakuan guru-gurunya di kelas dan orang tua mendukung kemandirian dirinya dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, atau mereka menghayati lingkungan yang autonomy support tinggi.


(46)

59

3. Sebesar 16.7% siswa kelas 10 SMA “X” Bandung, memiliki Introjected Regulation, yang artinya siswa mulai mengidentifikasikan aturan yang ada, dan melakukan aturan tersebut untuk menghindari rasa malu atau rasa bersalah. Siswa yang memiliki Indentified Regulation menghayati guru-gurunya di kelas dan orang tuanya sebagai figur yang terlibat dekat dengan mereka dan selalu memperhatikan aktivitas mereka di sekolah atau mereka menghayati lingkungan yang autonomy support rendah.

4. Sebesar 15.3% siswa kelas 10 SMA “X” Bandung, memiliki Intrinsic Motivation, yang artinya siswa mengatur tingkah lakunya di sekolah berdasarkan ketertarikan atau kepuasan dalam melakukan aktivitas tersebut. Siswa juga mampu menjalaninya tanpa perlu bergantung pada rewards, tenggat waktu, keterlibatan ego, ataupun perintah dari orang lain. Siswa yang memiliki Intrinsic Motivation menghayati orang tua dan guru-gurnya di kelas memberikan kesempatan bagi dirinya untuk bersikap mandiri atau mereka menghayati lingkungan yang autonomy support tinggi.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu:

5.2.1 Saran Untuk Penelitian Lanjutan

1. Melakukan penelitian lanjutan untuk mencari perbedaan Tipe-Regulation pada siswa yang menghayati perlakuan orang tua involvement tinggi dengan autonomy support tinggi.


(47)

60

2. Melakukan penelitian lanjutan untuk mencari perbedaan Tipe-Regulation pada siswa yang menghayati autonomy support tinggi dengan autonomy support rendah terhadap cara mengajar guru di kelas.

5.2.2 Saran Gunalaksana

1. Disarankan bagi SMA “X” Bandung dapat memanfaatkan hasil dari penelitian ini untuk membantu internalisasi agar pengaturan tingkah laku akademiknya menjadi autonomous, dengan menyediakan metode pembelajaran yang menarik, sehingga dapat mendorong siswa kelas 10 SMA “X” Bandung untuk melakukan eksplorasi dan menyelesaikan masalahnya sendiri, seperti games atau kelompok belajar.

2. Disarankan bagi para staf pengajar kelas 10 SMA “X” Bandung dapat memanfaatkan hasil dari penelitian ini untuk membantu internalisasi agar pengaturan tingkah laku akademiknya menjadi autonomous, melalui cara mengajar guru di dalam kelas. Seperti memberi kepercayaan bahwa mereka mampu untuk menyelesaikan persoalan akademiknya, kesediaan untuk membantu, memberi penjelasan serta berusaha memastikan bahwa siswa kelas 10 SMA “X” Bandung mengerti sasaran dari setiap kegiatan belajar yang dilakukan.

3. Bagi orang tua siswa kelas 10 SMA “X” Bandung, disarankan untuk menyediakan kondisi yang dapat mendukung internalisasi terhadap tuntutan pembelajaran, seperti: memberi dukungan terhadap kegiatan belajar siswa kelas 10 SMA “X” Bandung, memberi masukan melalui penjelasan yang dapat mendorong siswa kelas 10 SMA “X” Bandung untuk aktif mencari


(48)

61

informasi, disertai adanya kesempatan dan kepercayaan untuk dapat memutuskan sendiri kegiatan yang disukainya.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Deci, Edward L, & Ryan, Richard M. 2000. Self-Determination Theory and the Facilitation of Intrinsic Motivation,Social Development, and Well-Being.

Singapore: University of Rochester.

Deci, Edward L, & Ryan, Richard M. 2000. The “What” and “Why” of Goal Pursuits: Human Needs and the Self-Determination of Behavior. Singapore: University of Rochester.

Deci, Edward L, & Ryan, Richard M. 2000. Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definitions and ew Directions. Singapore: University of Rochester.

Deci, Edward L, & Ryan, Richard M. 2001. Handbook of Self-Determination Research. The University Of Rochester Press. National Institute Of Education Library, Singapore

Grusec, Joan E, & Kuczynski, Leon. 1997.Parenting and Childern’s Internalization of Value: A Handbook of Contemporary Theory. Singapore: University of Rochester.

Nazir, Mohamad. 2003. Metode Penelitian, Cetakan Kelima; Jakarta: Ghalia Indonesia.

Santrock, Jhon W. 2003. Adolesence (Perkembangan Remaja). Dallas: Erlangga. Sitepu, Nirwana S. K. 1995. Analisis Korelasi. Bandung: Unit Pelayanan


(50)

DAFTAR RUJUKAN

Fareza Deshandi. 2007. Studi Deskriptif Mengenai Causality Orientation pada mahasiswa semester I fakultas psikologi universitas ‘X’ Di Bandung. Fakultas Psikologi-Universitas Kristen Maranatha.

Merry Tanuwidjaja. 2007. Deskriptif Mengenai Self-Regulation Akademik pada siswa kelas X SMA ‘X’ Bandung semester. Fakultas Psikologi-Universitas Kristen Maranatha.

www.e-psikologi.com www.kompas.com

www.google.com/pendidikan\Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia www.bpkpenabur.or.id/sekolah


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data mengenai Self Regulation Akademik siswa kelas 10 SMA “X” Bandung, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Sebesar 45.3% siswa kelas 10 SMA “X” Bandung, memiliki External Regulation, yang artinya sebagian besar siswa tersebut memandang sumber dari pengaturan tingkah lakunya didasarkan pada konsekwensi kontrol yang diberikan lingkungan, berupa reward atau punishment. Mereka menghayati orang tuanya terlibat dalam mengontrol aktivitas pendidikannya sementara itu mereka juga menghayati guru di kelas kurang mendukung kemandirian dalam kegiatan pembelajaran, atau mereka menghayati lingkungan yang autonomy support rendah.

2. Sebesar 22.7% siswa kelas 10 SMA “X” Bandung, memiliki Identified Regulation, yang artinya siswa mulai mengidentifikasikan aturan yang ada, dan mengikuti aturan tersebut karena siswa merasa dapat mencapai keinginannya dengan melakukan hal tersebut. Siswa yang memiliki Indentified Regulation menghayati perlakuan guru-gurunya di kelas dan orang tua mendukung kemandirian dirinya dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, atau mereka menghayati lingkungan yang autonomy support tinggi.


(2)

59

3. Sebesar 16.7% siswa kelas 10 SMA “X” Bandung, memiliki Introjected Regulation, yang artinya siswa mulai mengidentifikasikan aturan yang ada, dan melakukan aturan tersebut untuk menghindari rasa malu atau rasa bersalah. Siswa yang memiliki Indentified Regulation menghayati guru-gurunya di kelas dan orang tuanya sebagai figur yang terlibat dekat dengan mereka dan selalu memperhatikan aktivitas mereka di sekolah atau mereka menghayati lingkungan yang autonomy support rendah.

4. Sebesar 15.3% siswa kelas 10 SMA “X” Bandung, memiliki Intrinsic Motivation, yang artinya siswa mengatur tingkah lakunya di sekolah berdasarkan ketertarikan atau kepuasan dalam melakukan aktivitas tersebut. Siswa juga mampu menjalaninya tanpa perlu bergantung pada rewards, tenggat waktu, keterlibatan ego, ataupun perintah dari orang lain. Siswa yang memiliki Intrinsic Motivation menghayati orang tua dan guru-gurnya di kelas memberikan kesempatan bagi dirinya untuk bersikap mandiri atau mereka menghayati lingkungan yang autonomy support tinggi.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu:

5.2.1 Saran Untuk Penelitian Lanjutan

1. Melakukan penelitian lanjutan untuk mencari perbedaan Tipe-Regulation pada siswa yang menghayati perlakuan orang tua involvement tinggi dengan autonomy support tinggi.


(3)

2. Melakukan penelitian lanjutan untuk mencari perbedaan Tipe-Regulation pada siswa yang menghayati autonomy support tinggi dengan autonomy support rendah terhadap cara mengajar guru di kelas.

5.2.2 Saran Gunalaksana

1. Disarankan bagi SMA “X” Bandung dapat memanfaatkan hasil dari penelitian ini untuk membantu internalisasi agar pengaturan tingkah laku akademiknya menjadi autonomous, dengan menyediakan metode pembelajaran yang menarik, sehingga dapat mendorong siswa kelas 10 SMA “X” Bandung untuk melakukan eksplorasi dan menyelesaikan masalahnya sendiri, seperti games atau kelompok belajar.

2. Disarankan bagi para staf pengajar kelas 10 SMA “X” Bandung dapat memanfaatkan hasil dari penelitian ini untuk membantu internalisasi agar pengaturan tingkah laku akademiknya menjadi autonomous, melalui cara mengajar guru di dalam kelas. Seperti memberi kepercayaan bahwa mereka mampu untuk menyelesaikan persoalan akademiknya, kesediaan untuk membantu, memberi penjelasan serta berusaha memastikan bahwa siswa kelas 10 SMA “X” Bandung mengerti sasaran dari setiap kegiatan belajar yang dilakukan.

3. Bagi orang tua siswa kelas 10 SMA “X” Bandung, disarankan untuk menyediakan kondisi yang dapat mendukung internalisasi terhadap tuntutan pembelajaran, seperti: memberi dukungan terhadap kegiatan belajar siswa kelas 10 SMA “X” Bandung, memberi masukan melalui penjelasan yang dapat mendorong siswa kelas 10 SMA “X” Bandung untuk aktif mencari


(4)

61

informasi, disertai adanya kesempatan dan kepercayaan untuk dapat memutuskan sendiri kegiatan yang disukainya.


(5)

Deci, Edward L, & Ryan, Richard M. 2000. Self-Determination Theory and the Facilitation of Intrinsic Motivation,Social Development, and Well-Being.

Singapore: University of Rochester.

Deci, Edward L, & Ryan, Richard M. 2000. The “What” and “Why” of Goal Pursuits: Human Needs and the Self-Determination of Behavior. Singapore: University of Rochester.

Deci, Edward L, & Ryan, Richard M. 2000. Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definitions and ew Directions. Singapore: University of Rochester.

Deci, Edward L, & Ryan, Richard M. 2001. Handbook of Self-Determination Research. The University Of Rochester Press. National Institute Of Education Library, Singapore

Grusec, Joan E, & Kuczynski, Leon. 1997.Parenting and Childern’s Internalization of Value: A Handbook of Contemporary Theory. Singapore: University of Rochester.

Nazir, Mohamad. 2003. Metode Penelitian, Cetakan Kelima; Jakarta: Ghalia Indonesia.

Santrock, Jhon W. 2003. Adolesence (Perkembangan Remaja). Dallas: Erlangga. Sitepu, Nirwana S. K. 1995. Analisis Korelasi. Bandung: Unit Pelayanan


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Fareza Deshandi. 2007. Studi Deskriptif Mengenai Causality Orientation pada mahasiswa semester I fakultas psikologi universitas ‘X’ Di Bandung. Fakultas Psikologi-Universitas Kristen Maranatha.

Merry Tanuwidjaja. 2007. Deskriptif Mengenai Self-Regulation Akademik pada siswa kelas X SMA ‘X’ Bandung semester. Fakultas Psikologi-Universitas Kristen Maranatha.

www.e-psikologi.com www.kompas.com

www.google.com/pendidikan\Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia www.bpkpenabur.or.id/sekolah