Studi Deskriptif Mengenai Tipe Self-Regulation Akademik pada Siswa Kelas XI di SMAN "X" Bandung.

(1)

i Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tipe Self-Regulation Akademik pada siswa kelas XI di SMAN “X” Bandung. Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan gambaran mengenai tipe Self-Regulation Akademik serta kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tipe Self-Regulation Akademik.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, dengan teknik survei. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI di SMAN ”X” Bandung yang berjumlah 279 responden. Alat ukur yang digunakan merupakan modifikasi dari Academic Self-Regulation Questionnaire (SRQ-A) yang dikembangkan oleh Deci & Ryan (2001). Jumlah item dalam kuesioner tersebut adalah 60 item, yang didukung oleh faktor-faktor yang mempengaruhi Self-Regulation Akademik. Data yang diperoleh diolah menggunakan uji validitas Spearman dan uji reliabilitas Alpha Cronbach dengan bantuan program SPSS 11.0. Dari uji validitas diperoleh 53 item diterima dengan validasi berkisar antara 0,301-0,778 dan nilai reliabilitas sebesar 0,843.

Berdasarkan pengolahan data didapat hasil bahwa sebanyak 72,4% siswa memiliki tipe Self-Regulation Akademik yang lebih dominan pada tipe Identified Regulation, 10,7% pada lebih dominan tipe Intrinsic Regulation, 8,6% lebih dominan pada tipe Introjected Regulation, 8,3% lebih dominan pada tipe External Regulation.

Peneliti mengajukan saran bagi peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kontribusi antara Self-Regulation Akademik dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Melakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan Self-Regulation Akademik dengan variabel lain. Melakukan penelitian lanjutan mengenai Self-Regulation Akademik dengan mencari faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi Self-Regulation Akademik siswa. Selain itu, untuk pihak sekolah, yaitu guru dan staff pengajar siswa kelas XI di SMAN “X” Bandung dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif sehingga dapat mengarahkan siswa kelas XI pada motivasi intrinsik, yaitu pada tipe Intrinsic Regulation.


(2)

vi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Halaman Judul Lembar Pengesahan

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... x

Daftar Bagan ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 7

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1. Maksud Penelitian ... 7

1.3.2. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 7

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 8

1.5. Kerangka Pikir ... 8


(3)

vii Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Self-Regulation Akademik ... 19

2.1.1. Definisi Self-Regulation Akademik ... 19

2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-Regulation Akademik ... 19

2.1.2.1. Kebutuhan Dalam Self-Regulation Akademik ... 19

2.1.2.1.1. Kebutuhan Otonomi ... 20

2.1.2.1.2. Kebutuhan Kompetensi ... 21

2.1.2.1.3. Kebutuhan Berelasi ... 21

2.1.2.2. Social Context dalam Self-Regulation Akademik ... 22

2.1.3. Motivasi dalam Self-Regulation Akademik ... 22

2.1.3.1. Motivasi Ekstrinsik ... 22

2.1.3.2. Motivasi Intrinsik ... 24

2.1.4. Tipe Self-Regulation Akademik ... 24

2.2. Remaja ... 26

2.2.1. Tahap Perkembangan remaja ... 26

2.2.2. Perkembangan Kognitif ... 27

2.2.3. Perkembangan Sosio-Emosional ... 30

2.2.4. Kemandirian Remaja dan Keterikatan Pada Orang Tua ... 30

2.2.5. Pentingnya Masa Remaja Dalam Pencapaian Prestasi ... 31

2.2.5.1. Motivasi Berprestasi ... 32

2.3 Pendidikan di Sekolah ... 33

2.3.1. Peranan Belajar Dalam Pendidikan Sekolah ... 33


(4)

viii Universitas Kristen Maranatha

2.3.2.1. Pada Pihak Murid ... 33

2.3.2.2. Pada Pihak Guru ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 38

3.2. Bagan Rancangan Penelitian ... 38

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 39

3.3.1. Variabel Penelitian ... 39

3.3.2. Definisi Operasional ... 39

3.4. Alat Ukur ... 40

3.4.1. Alat Ukur Self-Regulation Akademik ... 40

3.4.1.1. Prosedur Pengisian Kuesioner ... 41

3.4.1.2. Sistem Penilaian ... 42

3.4.2. Data Pribadi dan Penunjang ... 42

3.4.3. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 43

3.4.3.1. Validitas Alat Ukur ... 43

3.4.3.2. Reliabilitas Alat Ukur ... 43

3.5. Populasi ... 44

3.5.1. Populasi Sasaran ... 44

3.5.2. Karakteristik Populasi ... 45


(5)

ix Universitas Kristen Maranatha BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Subyek Penelitian ... 46

4.2 Hasil Penelitian ... 47

4.3 Pembahasan ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 55

5.2 Saran ... 56

5.2.1. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya ... 56

5.2.2. Saran Gunalaksana ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

DAFTAR RUJUKAN ... 58 LAMPIRAN


(6)

x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.4.1 Pembagian Item ... 41

Tabel 4.1.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin ... 46

Tabel 4.1.2 Distribusi Frekuensi Jurusan ... 46


(7)

xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Bagan 1.1 Kerangka Pikir ... 17 Bagan 3.1 Rancangan Penelitian ... 38


(8)

xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Alat Ukur

Lampiran 2 Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Lampiran 3 Data Skor Mentah Self-Regulation Akademik Lampiran 4 Hasil Self-Regulation Akademik

Lampiran 5 Data Skor Mentah Faktor Internal (Tiga Kebutuhan Dasar) Lampiran 6 Hasil Faktor Internal (Tiga Kebutuhan Dasar)

Lampiran 7 Hasil Perhitungan Tabulas Silang Lampiran 8 Kisi-kisi Alat Ukur


(9)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Melalui sekolah, siswa dapat belajar dan melatih kemampuan akademis, meningkatkan kedisiplinan dan tanggung jawab, membangun jiwa sosial dan jaringan pertemanan, serta mengembangkan diri dan berkreativitas.

Pemerintah gencar menyanangkan program wajib belajar 12 tahun, yaitu sampai tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), sehingga banyak lembaga pendidikan taraf SMA meningkatkan kualitas mereka demi menarik minat siswa. Salah satunya adalah SMAN “X” di kota Bandung. SMAN “X” ini menyediakan fasilitas yang cukup menunjang kegiatan pembelajaran, misalnya memiliki laboratorium dan perpustakaan. Selain itu, SMAN “X” Bandung juga memiliki kegiatan ekstrakurikuler yang cukup beragam, seperti basket, karate, cheerleader, futsal, taekwondo, PMR, dan science club yang memungkinkan siswa menjadi aktif dan mengukir prestasi di luar bidang akademik.

SMAN “X” Bandung memiliki 3 tingkatan kelas, yaitu kelas X, XI, dan XII, setiap tingkat kelas memiliki masing-masing 9 kelas. Setiap tingkat kelas memiliki aktivitas belajar masing-masing. Siswa kelas X difokuskan pada proses adaptasi terhadap lingkungan sekolah dan kegiatan pembelajaran di sekolah


(10)

2

Universitas Kristen Maranatha tersebut. Maka dari itu, sekolah mengadakan MOS (Masa Orientasi Siswa) selama seminggu kepada siswa kelas X. Sementara itu, siswa kelas XI difokuskan pada pelajaran yang sudah dispesifikkan. Di kelas XI, siswa sudah memilih jurusan yang akan ditekuninya hingga lulus SMA. Selain itu, beberapa siswa kelas XI yang memiliki minat dan melibatkan diri pada organisasi di sekolah mulai menduduki posisi-posisi inti (misalnya Ketua, Sekretaris, dan Bendahara OSIS). Pada siswa kelas XII difokuskan pada Ujian Nasional. Jadi para siswa kelas XII tidak lagi terlibat dalam kegiatan organisasi sekolah dan kegiatan ekstrakulikuler.

Siswa kelas XI memiliki tanggung jawab yang lebih besar bila dibandingkan dengan siswa kelas X. Di kelas XI, mata pelajaran lebih spesifik sesuai dengan jurusan (IPA, IPS, Bahasa), tugas yang diberikan lebih banyak dan sistem penilaian dari guru semakin ketat. Siswa kelas XI harus kembali beradaptasi dengan proses pembelajaran dan juga terhadap teman-teman sekelas yang baru. Penjurusan ini diharapkan dapat membantu siswa untuk lebih fokus pada pelajaran-pelajaran tertentu yang sesuai dengan jurusan yang nantinya akan diujikan pada ujian akhir. Jadi awal persiapan untuk mengikuti ujian akhir nasional secara perlahan mulai dibentuk dari siswa kelas XI, yang bertujuan agar siswa lebih siap dalam menghadapi ujian akhir ketika di kelas XII nanti. Di luar jam pelajaran, siswa kelas XI memiliki kegiatan lain seperti mengikuti organisasi dan kegiatan ekstrakulikuler sehingga siswa harus dapat membagi waktunya dengan baik. Walaupun memiliki banyak kegiatan, siswa kelas XI harus tetap menjalankan kewajiban utamanya sebagai seorang siswa, yaitu belajar. Dengan


(11)

3

Universitas Kristen Maranatha belajar siswa diarahkan untuk mempersiapkan masa depannya. Semakin giat siswa belajar maka semakin baik hasil yang diperolehnya.

Belajar merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif. Ini berarti bahwa belajar akan mengarah pada keadaan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Disamping itu, belajar juga membutuhkan proses yang berarti belajar membutuhkan waktu untuk mencapai suatu hasil (Skinner, 1958).

Dalam proses belajar dibutuhkan motivasi belajar, yaitu keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arahan pada kegiatan belajar itu demi mencapai tujuan (Winkel, 1996). Motivasi dapat dimunculkan siswa kelas XI di SMAN “X” Bandung dengan menetapkan tujuannya bersekolah, menentukan nilai yang ingin diperolehnya, membagi waktu antara belajar dan bermain, mampu mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian sehingga pada akhirnya siswa dapat meningkatkan prestasinya di sekolah. Siswa pun tetap dapat mengarahkan dirinya dalam belajar, serta mampu dan yakin dalam menghadapi setiap permasalahan yang dijumpai sehingga tetap dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

Bagaimana siswa dapat mengatur dan mengarahkan perilakunya untuk mencapai hasil belajar yang optimal disebut sebagai Self-Regulation Akademik (Deci & Ryan 2001). Self-regulation Akademik terdiri atas empat tipe yaitu, External Regulation dan Introjected Regulation (merupakan tipe regulasi dari Motivasi Ekstrinsik), Identified Regulation, dan Intrinsic Regulation (merupakan tipe regulasi dari Motivasi Intrinsik) (Deci, 2001).


(12)

4

Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 25 orang siswa kelas XI SMAN ‟X‟ Bandung, sebanyak 68% siswa masih memiliki motivasi ekstrinsik. Menurut Deci dan Ryan (1985), individu yang memiliki motivasi ekstrinsik berarti melakukan sesuatu karena dorongan dari luar dirinya yang bersifat sebagai bantuan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari wawancara, siswa mengatakan bahwa mereka tidak memiliki jadwal belajar yang teratur di rumah karena kurangnya pengawasan dari orang tua, mereka jarang mengerjakan PR dari guru karena tidak ada hukuman jika tidak mengerjakannya, mereka pun cenderung mengabaikan tugas di kelas apabila guru tidak mengawasi dan akan melihat pekerjaan temannya jika tugas tersebut harus dikumpulkan.

Terdapat dua tipe dalam motivasi ekstrinsik, yang pertama tipe External Regulation, yaitu siswa melakukan kegiatan belajar untuk menghindari hukuman (punishment) ataupun ingin mendapatkan reward dari lingkungannya. Tipe berikutnya, Introjected Regulation mengarah pada siswa yang melakukan kegiatan belajar untuk menghindari rasa bersalah dan malu pada dirinya sendiri atau pada orang-orang di lingkungannya. Perilaku yang muncul pada siswa yaitu, siswa membaca buku pelajaran pada saat menjelang ujian untuk menghindari rasa bersalah apabila tidak dapat menjawab soal-soal yang diberikan dengan baik, setidaknya ia tidak mengabaikan kewajibannya.

Siswa yang termotivasi secara ekstrinsik akan mengalami kesulitan jika dihadapkan pada tantangan-tantangan akademik, karena siswa melakukan kegiatan belajarnya untuk nilai instrumental (menghindari punishment dan mendapat reward) bukan karena menyukai kegiatan belajar itu


(13)

5

Universitas Kristen Maranatha (http://www.unco.edu/cebs/psychology/kevinpugh/motivation_project/resources/ ryan_deci00.pdf). Ketika siswa mengaitkan perilaku belajarnya dengan konsekuensi eksternal (reward dan punishment) maka mereka akan mengurangi ketertarikan pada kegiatan belajar. Mereka belajar hanya untuk mengejar reward yang dijanjikan bukan karena mereka memang menyukai kegiatan belajar, apabila reward dan punishment dihilangkan maka minat siswa akan kegiatan belajar juga menurun dan ini akan berdampak pada prestasinya di sekolah.

Sementara itu, sebanyak 32% siswa kelas XI SMAN ‟X‟ Bandung yang disurvei telah termotivasi secara intrinsik. Individu yang memiliki motivasi intrinsik melakukan suatu kegiatan karena adanya kepuasan dan kenikmatan dalam melakukan kegiatan tersebut (Deci, 1975; Deci & Ryan, 2001). Dari hasil wawancara, siswa kelas XI di SMAN ”X” Bandung ini mengatakan bahwa mereka memiliki jadwal belajar yang teratur di rumah dan selalu belajar walaupun tidak diawasi, selalu mengerjakan PR dari guru dan apabila mereka mengalami kesulitan maka mereka membawa PR tersebut ke sekolah kemudian bertanya cara penyelesaian pada teman ataupun guru yang bersangkutan. Di kelas, mereka juga berusaha untuk fokus ketika guru menerangkan, serta mengerjakan tugas walaupun tidak ada yang mengawasi.

Pada motivasi intrinsik terdapat dua tipe self-regulation akademik. Tipe pertama Identified Regulation, yaitu siswa melakukan kegiatan belajar karena dapat mengidentifikasikan nilai dari perilaku belajar tersebut. Pada tipe yang kedua, yaitu Intrinsic Regulation, siswa telah dapat mengintegrasikan nilai-nilai dari perilaku belajar serta menyadari bahwa perilaku tersebut didasari atas


(14)

6

Universitas Kristen Maranatha kemauan dan keinginannya sendiri. Misalnya, siswa melakukan kegiatan belajar, mengerjakan tugas-tugas sekolah, dan mentaati peraturan yang berlaku karena didasari keinginannya sendiri tanpa paksaan dari lingkungan serta kesenangannya melakukan kegiatan tersebut.

Siswa yang termotivasi secara intrinsik akan lebih siap dalam menghadapi tantangan-tantangan akademik serta dapat mencari pemecahan dari permasalahan yang dihadapinya. Hal ini disebabkan karena motivasi intrinsik mengacu pada kualitas belajar yang tinggi dan kreativitas siswa (http://www.unco.edu/cebs/psychology/kevinpugh/motivation_project/resources/ ryan_deci00.pdf). Siswa yang termotivasi secara intrinsik melakukan kegiatan belajar karena memang menyukai kegiatan belajar bukan karena paksaan dari lingkungan serta imbalan yang akan didapatkannya jika melakukan kegiatan itu. Siswa akan tetap melakukan kegiatan belajar tanpa harus didorong oleh lingkungan.

Berdasarkan survei yang dilakukan, dapat diketahui bahwa siswa kelas XI di SMAN ‟X‟ Bandung menggunakan tipe Self-regulation akademik yang berbeda-beda. Siswa yang harus selalu diingatkan dan diawasi dalam melakukan kegiatan belajar, serta mengharapkan imbalan (hadiah dan pujian) merupakan siswa yang menggunakan tipe regulasi ekstrinsik. Sementara siswa yang melakukan kegiatan belajar karena adanya keinginan dari dalam diri serta menikmati kegiatan tersebut termasuk dalam kelompok siswa yang menggunakan tipe regulasi yang intrinsik. Perbedaan inilah yang menyebabkan peneliti tertarik


(15)

7

Universitas Kristen Maranatha untuk mengetahui gambaran tipe Self-Regulation Akademik yang digunakan oleh siswa kelas XI di SMAN „X‟ Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Seperti apakah tipe Self-Regulation Akademik pada siswa kelas XI di SMAN „X‟ Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai tipe Self-Regulation Akademik pada siswa kelas XI di SMAN „X‟ Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tipe dari Self-Regulation Akademik serta kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tipe Self-Regulation Akademik pada siswa kelas XI di SMAN „X‟ Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Untuk memberi informasi bagi disiplin ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan yang berkaitan dengan Self-Regulation Akademik.

Memberi rujukan bagi penelitian selanjutnya mengenai Self-Regulation Akademik.


(16)

8

Universitas Kristen Maranatha 1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberi informasi kepada kepala sekolah dan staff pengajar SMAN ‟X‟ Bandung mengenai Self-Regulation Akademik siswa kelas XI di SMAN „X‟ Bandung, agar kepala sekolah dan staff pengajar mengetahui dan memahami seperti apa regulasi diri siswa kelas XI dalam bidang akademik kemudian mengarahkan para siswa untuk mengembangkan tipe Self-Regulation yang intrinsik khususnya pada tipe Intrinsic Regulation guna mencapai hasil belajar optimal.

1.5 Kerangka Pikir

Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut Santrock (2003), masa remaja adalah saat meningkatnya kemandirian. Kemandirian adalah kemampuan untuk menguasai, mengatur, atau mengelola diri sendiri. Remaja yang memiliki kemandirian ditandai oleh kemampuannya untuk tidak tergantung secara emosional terhadap orang lain, mampu mengambil keputusan secara mandiri dan konsekuen terhadap keputusan tersebut, serta mengenal prinsip tentang benar dan salah juga penting dan tidak penting (Steinberg, 1995). Apabila dilihat dari segi usia, siswa kelas XI di SMAN „X‟ Bandung saat ini berada di tahap perkembangan remaja akhir, yaitu dalam rentang usia 15-22 tahun (Santrock, 2003).

Sebagai remaja, siswa kelas XI menunjukkan perkembangan kemandiriannya dengan memilih kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan kehendaknya sendiri, dan melakukan pertimbangan dalam pengambilan


(17)

9

Universitas Kristen Maranatha keputusan. Dalam bidang akademik, siswa yang mandiri sudah menentukan tujuannya bersekolah dan dapat mengarahkan dirinya untuk mencapai tujuan itu secara otonom. Siswa menetapkan nilai yang akan diraihnya di kelas XI kemudian menyusun strategi belajar dan memotivasi dirinya untuk mencapai nilai itu. Siswa yang mandiri melakukan kegiatan belajar atas kemauan dari dalam dirinya dan tidak lagi didorong dan dikontrol oleh faktor eksternal, maka siswa ini termotivasi secara intrinsik. Sementara siswa yang belum mandiri masih membutuhkan dorongan dan kontrol dari faktor eksternal dalam kegiatan belajarnya, sehingga apabila kontrol ini hilang maka keinginan untuk belajar pun menurun bahkan hilang, yang berarti siswa ini termotivasi secara ekstrinsik.

Siswa kelas XI juga membutuhkan self-regulation akademik dalam kegiatan belajarnya agar ia dapat mengatur dan mengarahkan perilakunya dalam belajar. Menurut Deci dan Ryan (2001), Self-regulation akademik adalah proses yang dilakukan individu dalam mengatur dan mengarahkan perilakunya untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Dalam Self-Regulation Akademik, terdapat dua motivasi, yaitu ekstrinsik dan intrinsik. Deci dan Ryan juga menjelaskan tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi siswa yaitu, faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan kebutuhan (need), yang di dalamnya terdapat tiga kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh siswa, yaitu kebutuhan kompetensi, otonomi, dan berelasi.

Kebutuhan kompetensi merujuk pada kebutuhan individu untuk dapat mengekspresikan kapasitas yang dimilikinya dan merasa efektif dalam lingkungannya (White dalam Deci & Ryan, 1959). Kebutuhan ini akan semakin


(18)

10

Universitas Kristen Maranatha terpuaskan ketika individu mendapatkan feedback positif dari lingkungan, seperti mendapat pujian dari guru dan orang tua. Misalnya siswa kelas XI di SMAN “X” Bandung mendapatkan nilai yang tinggi pada sebuah mata pelajaran dan mendapat pujian dari teman-teman, guru, dan orang tuanya. Hal ini menimbulkan perasaan positif pada siswa itu sehingga rasa percaya dirinya meningkat yang selanjutnya akan memotivasinya untuk meningkatkan keterampilan serta kapasitas yang dimilikinya dan selanjutnya mendorong siswa untuk mengembangkan tipe regulasi instrinsik.

Kebutuhan otonomi merupakan kebutuhan individu untuk bertindak sesuai dengan minat yang ada di dalam dirinya serta mampu membuat keputusan untuk mengatur tingkah lakunya (deCharms dalam Deci & Ryan, 1968). Apabila kebutuhan otonomi ini terpenuhi maka siswa akan semakin termotivasi untuk mengarahkan perilakunya kepada tujuan yang telah ditetapkan dan mengarahkan siswa pada tipe self regulation yang intrinsik. Pada siswa kelas XI di SMAN “X” Bandung misalnya, seorang anak mengemukakan minatnya pada orang tua, kemudian orang tuanya memberikan dukungan dan ikut serta mengarahkan minat itu maka anak itu akan lebih termotivasi untuk melakukan sebuah kegiatan karena memang menyukai kegiatan tersebut bukan karena mengharapkan reward.

Kebutuhan yang terakhir adalah kebutuhan berelasi yang merupakan kebutuhan individu untuk berinteraksi dengan orang lain, merasa terhubungkan dan merasa peduli serta dipedulikan oleh orang lain (Baumiester & Leary dalam Deci & Ryan, 1995). Di lingkungan sekolah, siswa kelas XI di SMAN “X” Bandung memiliki kelompoknya sendiri yang dipilih untuk menjadi teman


(19)

11

Universitas Kristen Maranatha dekatnya. Dalam hubungan ini mereka dapat saling berbagi perasaan secara utuh pada kelompoknya dan lebih erat secara emosional karena merasa diterima oleh kelompoknya. Pada saat siswa mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran maka ia dapat meminta bantuan pada teman-teman yang ada di kelompoknya sehingga siswa memiliki motivasi untuk mencapai tujuannya dalam meraih prestasi yang optimal. Maka dari itu dengan terpenuhinya kebutuhan berelasi maka motivasi siswa kelas XI pun semakin tinggi. Tetapi kondisi ini terkadang membuat siswa memiliki ketergantungan yang besar pada kelompoknya sehingga menjadi tidak mandiri dan tidak dapat menetapkan tujuan serta mengambil keputusan sendiri. Di sisi lain, apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka siswa menjadi tidak percaya diri, merasa dikucilkan bahkan ditolak, yang pada akhirnya menyebabkan siswa menarik diri dari lingkungannya. Selanjutnya hal ini akan menghambat siswa untuk bertanya atau mencari dukungan dari lingkungan apabila mengalami kesulitan di sekolah. Sebaiknya, kebutuhan berelasi ini terpenuhi secara seimbang, yaitu siswa dapat berinteraksi secara timbal balik dengan orang-orang di lingkungannya namun tidak menjadi ketergantungan dan tetap mandiri.

Siswa kelas XI termotivasi oleh hasrat untuk memenuhi ketiga kebutuhan itu. Apabila individu mempersepsi suatu tindakan tertentu akan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya maka individu tersebut akan semakin teregulasi secara intrinsik dan melakukan perilaku yang menetap (Ryan & Powelson, 1991; Deci & Ryan, 2000). Ketika ketiga kebutuhan ini didukung dan terpuaskan maka individu akan lebih memotivasi diri dan merasa sejahtera, sebaliknya jika ketiga kebutuhan


(20)

12

Universitas Kristen Maranatha ini gagal dipenuhi akan menyebabkan berkurangnya motivasi dan kesejahteraan diri (Deci & Ryan, 2006).

Selanjutnya faktor eksternal yang dapat mempengaruhi motivasi siswa kelas XI adalah persepsi siswa terhadap lingkungan sosial (social context), yaitu guru, orang tua, dan teman. Persepsi siswa kelas XI di SMAN “X” Bandung terhadap lingkungannya dapat berupa informational dan ada kalanya siswa memaknai lingkungannya sebagai controlling. Lingkungan informational merupakan lingkungan yang memberi dukungan dan feedback positif pada individu tentang sebaik apa individu tersebut mengerjakan sebuah tugas. Berbeda halnya dengan lingkungan yang controlling, lingkungan ini membuat individu seakan-akan tidak dapat secara bebas memilih aktivitasnya (Deci & Ryan, 1985). Lingkungan yang controlling memiliki efek yang bertolak belakang tidak hanya dengan motivasi intrinsik namun juga pada faktor-faktor yang berkaitan dengan kesejahteraan pribadi (Deci, Connell, & Ryan, 1989). Sedangkan di sisi lain Deci dan Ryan (1995) menyadari perbedaan seseorang dalam kecenderungan untuk menginterpretasi faktor lingkungan, dan terdapat bukti bahwa lingkungan yang informational membuat seseorang lebih terorientasi secara intrinsik.

Lingkungan sosial yang pertama yaitu guru. Menurut Erik Erikson (Dalam Santrock, 2003), guru yang baik dapat menghasilkan perasaan mampu (sense of industry), dan bukan rasa rendah diri dalam diri siswa-siswanya. Deci dan Ryan (2001) mengungkapkan bahwa guru yang mendukung otonomi siswa mengarahkan siswa untuk mengembangkan motivasi intrinsik. Perilaku yang ditampilkan guru seperti mendengarkan pendapat siswa, tidak memberikan kritik,


(21)

13

Universitas Kristen Maranatha tidak memaksa siswa untuk melakukan kehendak guru, menghargai usaha yang dilakukan siswa, serta memberi siswa kesempatan untuk mengerjakan tugas dengan cara mereka sendiri. Sementara itu, guru yang memberikan kontrol pada siswa mengarahkan siswa untuk mengembangkan motivasi ekstrinsik. Perilaku yang muncul yaitu, guru memerintahkan siswa untuk mengerjakan tugas sesuai dengan keinginan guru, menentukan dan memberikan jawaban pada tugas yang dikerjakan siswa tanpa memberi kesempatan pada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu, serta memberikan kritik pada siswa bila tidak menunjukkan perilaku yang diinginkan.

Lingkungan sosial yang kedua, yaitu orang tua. Menurut Grolnick & Ryan (Dalam Deci & Ryan, 2001) orang tua yang mendukung otonomi anak akan menunjukkan perilaku seperti mendorong anak untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri, menerima sudut pandang dan pendapat anak, serta meminimalisir kontrol dan tekanan pada anak. Orang tua yang mendukung otonomi anak, akan mengarahkan anak mengembangkan motivasi intrinsik. Sebaliknya, orang tua yang menunjukkan perilaku seperti menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi anaknya tanpa memberi kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapat, serta memegang kendali dalam pembicaraan dan juga mengarahkan anak dalam berbicara sehingga komunikasi yang terjalin hanya satu arah merupakan orang tua yang bersifat controlling sehingga mendorong anak untuk mengembangkan motivasi ekstrinsik. Anak yang termotivasi secara ekstrinsik menjadi tidak mandiri dan selalu mencari dukungan dari lingkungan.


(22)

14

Universitas Kristen Maranatha Lingkungan sosial yang ketiga adalah teman. Teman sebaya merupakan sumber status, persahabatan dan rasa saling memiliki yang penting dalam situasi sekolah. Kelompok teman sebaya juga merupakan komunitas belajar di mana peran-peran sosial dan standar yang berkitan dengan kerja dan prestasi dibentuk (Santrock, 2003). Teman yang mendukung otonomi siswa menampilkan perilaku seperti memberi kesempatan pada siswa untuk mengemukakan pendapatnya dan tidak memaksakan siswa itu apabila memiliki pendapat yang berbeda dari kelompoknya. Siswa yang mendapat dukungan dari lingkungan teman-temannya akan mengembangkan motivasi intrinsik, ia merasa nyaman dan tidak tertekan ketika berada dalam lingkungan teman-temannya. Sementara itu, teman yang memaksakan kehendaknya untuk selalu diikuti dan tidak memberi kesempatan pada siswa untuk mengemukakan pendapat merupakan teman yang tidak mendukung otonomi siswa. Hal ini menyebabkan siswa akan mengembangkan motivasi ekstrinsik karena selalu dikontrol dan dituntut untuk memenuhi keinginan teman-temannya.

Masing-masing motivasi di dalam Self-Regulation Akademik memiliki dua tipe regulasi, yaitu External Regulation dan Introjected Regulation yang merupakan tipe dari Motivasi Ekstrinsik, serta Identified Regulation dan Intrinsic Regulation yang merupakan tipe dari Motivasi Intrinsik (Deci dan Ryan, 2001). Pada tipe External Regulation, perilaku individu tergantung dan dikontrol oleh tuntutan eksternal untuk mendapatkan reward atau menghindari punishment (Deci dan Ryan, 2001). Apabila dikaitkan dengan siswa kelas XI SMAN „X‟ Bandung maka perilaku yang muncul seperti menjawab pertanyaan guru di kelas agar


(23)

15

Universitas Kristen Maranatha memperoleh nilai tambahan, mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh gurunya agar terhindar dari hukuman, dan mendapatkan hadiah dari orang tua karena memperoleh nilai yang baik. Pada tipe Introjected Regulation, perilaku individu dikontrol untuk menghindari perasaan malu atau perasaan bersalah ketika tidak dapat memenuhi tuntutan lingkungannya (Deci dan Ryan, 2001). Misalnya, ketika siswa gagal dalam ujian sehingga tidak naik kelas, maka merasa malu pada teman-teman, guru, dan orang tuanya, serta merasa bersalah karena tidak belajar secara optimal.

Selanjutnya untuk tipe Identified Regulation, perilaku dilakukan individu karena bernilai secara pribadi bagi dirinya. Di sini individua sudah dapat menetapkan tujuan yang penting bagi dirinya (Deci dan Ryan, 2001). Pada siswa kelas XI hal ini muncul dalam perilaku seperti belajar secara teratur, mengurangi waktu bermain dan berkumpul bersama teman-teman, mengulang pelajaran yang telah dipelajari di sekolah dan selalu mengerjakan PR yang diberikan oleh guru. Siswa melakukan kegiatan belajar karena merasa bahwa belajar merupakan hal penting baginya untuk dapat meraih prestasi yang optimal. Pada tipe Intrinsic Regulation, perilaku dilakukan individu berdasarkan atas kemauan dan keinginannya sendiri serta diikuti dengan perasaan nyaman dan puas dari dalam dirinya (Deci dan Ryan, 2001). Terlihat ketika siswa meraih prestasi yang optimal, di mana hal tersebut berdasarkan usahanya sendiri dan merupakan keinginan dari dalam dirinya, maka ia akan merasa nyaman dan puas dengan keberhasilannya tersebut.


(24)

16

Universitas Kristen Maranatha Keempat tipe Self-Regulation Akademik merupakan suatu proses kontinum, dimulai dari tipe regulasi yang cenderung ekstrinsik sampai pada tipe regulasi yang cenderung intrinsik, yaitu External Regulation,Introjected Regulation, Identified Regulation dan Intrinsic Regulation (Deci dan Ryan, 2001). Perbedaannya adalah pada derajat internalisasi. Internalisasi merupakan suatu proses perubahan dari gaya regulasi yang ekstrinsik ke intrinsik. Semakin individu menginternalisasikan aturan dan nilai-nilai yang ada di lingkungan ke dalam dirinya, maka individu tersebut akan semakin teregulasi secara intrinsik (Deci & Ryan, 2001). Keempat tipe ini dimiliki oleh setiap siswa, yang membedakannya adalah tipe self-regulation akademik mana yang paling mendominasi siswa dalam mengatur perilaku belajarnya.


(25)

17


(26)

18

Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi

 Siswa kelas XI di SMAN ”X” Bandung membutuhkan motivasi untuk mencapai hasil belajar optimal.

 Motivasi siswa kelas XI di SMAN ”X” Bandung dapat dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi ekstrinsik dan intrinsik.

 Siswa kelas XI di SMAN ”X” Bandung memiliki tipe Self-Regulation Akademik yang berbeda-beda. Tipe Self-Regulation Akademik siswa dapat dibedakan atas External Regulation, Introjected Regulation, Identified Regulation, dan Intrinsic Regulation.

 Siswa kelas XI di SMAN ”X” Bandung memiliki pemenuhan kebutuhan dasar (otonomi, relasi, dan kompetensi) yang berbeda-beda. Semakin banyak kebutuhan yang terpenuhi maka semakin mengarahkan siswa pada regulasi intrinsik.


(27)

55 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

1. Sebagian besar siswa kelas XI di SMAN “X” Bandung (72,4%) memiliki tipe Self-Regulation Akademik yang lebih dominan pada Identified Regulation.

2. Sebagian besar siswa kelas XI di SMAN “X” Bandung (86,6%) yang memiliki tipe Self-Regulation Akademik intrinsik (Identified Regulation dan Intrinsic Regulation) sudah memiliki tiga atau dua kebutuhan terpenuhi.

3. Sebagian siswa kelas XI di SMAN “X” Bandung (20,5%) yang memiliki tipe Self-Regulation Akademik ekstrinsik (Introjected Regulation dan External Regulation) hanya memiliki satu kebutuhan terpenuhi atau ketiga kebutuhannya tidak terpenuhi.

4. Pada penelitian ini tidak terlihat keterkaitan antara persepsi siswa terhadap lingkungan sosial (guru, orang tua, dan teman) dengan Self-Regulation Akademik siswa kelas XI di SMAN “X” Bandung.


(28)

56

Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran

5.2.1 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya

Melakukan penelitian lanjutan mengenai kontribusi antara Self-Regulation Akademik dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Melakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan Self-Regulation Akademik dengan variabel lain.

Melakukan penelitian lanjutan mengenai Self-Regulation Akademik dengan mencari faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi Self-Regulation Akademik siswa.

5.2.2 Saran Gunalaksana

 Bagi pihak sekolah, yaitu kepala sekolah dan staff pengajar siswa kelas XI di SMAN “X” Bandung disarankan untuk lebih membangun dan meningkatkan suasana belajar yang kondusif serta memberi variasi dalam mengajar sehingga siswa tidak merasa bosan dan dapat meningkatkan motivasi belajar untuk mencapai hasil yang optimal serta mengarahkan siswa pada tipe Intrinsic Regulation.


(29)

57 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Deci. E.L. & Ryan. R.M. 2001. Handbook of Self-Determination Research. The University of Rochester Press. Singapura : National Institute Of Educational Library.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Grasindo.

Hurlock, B.Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Ryan, R.M., & Deci, E.L. 2000. Self Determination Theory and The Facilitation of Intrinsic Motivation, Social Development, and Well-Being. American Psychologist.

Santrock, John.W. 2003. Adolescence. Sixth edition. Jakarta : Erlangga.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta : PT.Gramedia.

Winkel, W.S. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta : PT.Gramedia.


(30)

58 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Budiman, Nandang. Perkembangan Kemandirian Pada Remaja. (Online)

(http://file.upi.edu/Direktori/A%20-20FIP/JUR.%20PSIKOLOGI%20PEND%20 DAN%20BIMBINGAN/NANDANG%20BUDIMAN/PERKEMBANGAN%20 KEMANDIRIAN.pdf, diakses 30 Juni 2010)

Fakultas Psikologi. 2007. Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung : Universitas Kristen Maranatha.

Juwita, Nurliana. 2008. Studi Deskriptif Mengenai Gaya Self-Regulation Akademik Pada Mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas ‘X’ Bandung. Skripsi. Bandung : program sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Ryan, R.M., & Deci, E.L. The Self-Regulation Questionnaire. (Online)

(http://www.mpib-berlin.mpg.de/vorlesungen/riediger-ebner/folien/sitzung02/ Academic%20Self-Regulation%20Questionnaire%20(SRQ-A).doc, diakses 20 Mei 2010)

Ryan, R.M., & Deci, E.L. 2000. Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definitions and New Directions. (Online).

(http://www.unco.edu/cebs/psychology/kevinpugh/motivation_project/resources/ ryan_deci00.pdf, diakses 3 Juli 2010).

Ryan, R. 2009. Self-Determination Theory and Wellbeing. (Online). (http://www.welldev.org.uk/wed-new/network/researchreview/Review 1_Ryan.pdf, diakses 15 Juli 2010).


(1)

(2)

18

1.6Asumsi

 Siswa kelas XI di SMAN ”X” Bandung membutuhkan motivasi untuk mencapai hasil belajar optimal.

 Motivasi siswa kelas XI di SMAN ”X” Bandung dapat dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi ekstrinsik dan intrinsik.

 Siswa kelas XI di SMAN ”X” Bandung memiliki tipe Self-Regulation Akademik yang berbeda-beda. Tipe Self-Regulation Akademik siswa dapat dibedakan atas External Regulation, Introjected Regulation, Identified Regulation, dan Intrinsic Regulation.

 Siswa kelas XI di SMAN ”X” Bandung memiliki pemenuhan kebutuhan dasar (otonomi, relasi, dan kompetensi) yang berbeda-beda. Semakin banyak kebutuhan yang terpenuhi maka semakin mengarahkan siswa pada regulasi intrinsik.


(3)

5.1Kesimpulan

1. Sebagian besar siswa kelas XI di SMAN “X” Bandung (72,4%) memiliki tipe Self-Regulation Akademik yang lebih dominan pada Identified Regulation.

2. Sebagian besar siswa kelas XI di SMAN “X” Bandung (86,6%) yang memiliki tipe Self-Regulation Akademik intrinsik (Identified Regulation dan Intrinsic Regulation) sudah memiliki tiga atau dua kebutuhan terpenuhi.

3. Sebagian siswa kelas XI di SMAN “X” Bandung (20,5%) yang memiliki tipe Self-Regulation Akademik ekstrinsik (Introjected Regulation dan External Regulation) hanya memiliki satu kebutuhan terpenuhi atau ketiga kebutuhannya tidak terpenuhi.

4. Pada penelitian ini tidak terlihat keterkaitan antara persepsi siswa terhadap lingkungan sosial (guru, orang tua, dan teman) dengan Self-Regulation Akademik siswa kelas XI di SMAN “X” Bandung.


(4)

56

5.2 Saran

5.2.1 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya

Melakukan penelitian lanjutan mengenai kontribusi antara Self-Regulation Akademik dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Melakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan Self-Regulation Akademik dengan variabel lain.

Melakukan penelitian lanjutan mengenai Self-Regulation Akademik dengan mencari faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi Self-Regulation Akademik siswa.

5.2.2 Saran Gunalaksana

 Bagi pihak sekolah, yaitu kepala sekolah dan staff pengajar siswa kelas XI di SMAN “X” Bandung disarankan untuk lebih membangun dan meningkatkan suasana belajar yang kondusif serta memberi variasi dalam mengajar sehingga siswa tidak merasa bosan dan dapat meningkatkan motivasi belajar untuk mencapai hasil yang optimal serta mengarahkan siswa pada tipe Intrinsic Regulation.


(5)

Educational Library.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Grasindo.

Hurlock, B.Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Ryan, R.M., & Deci, E.L. 2000. Self Determination Theory and The Facilitation of Intrinsic Motivation, Social Development, and Well-Being. American Psychologist.

Santrock, John.W. 2003. Adolescence. Sixth edition. Jakarta : Erlangga.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta : PT.Gramedia.

Winkel, W.S. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta : PT.Gramedia.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Budiman, Nandang. Perkembangan Kemandirian Pada Remaja. (Online)

(http://file.upi.edu/Direktori/A%20-20FIP/JUR.%20PSIKOLOGI%20PEND%20 DAN%20BIMBINGAN/NANDANG%20BUDIMAN/PERKEMBANGAN%20 KEMANDIRIAN.pdf, diakses 30 Juni 2010)

Fakultas Psikologi. 2007. Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung : Universitas Kristen Maranatha.

Juwita, Nurliana. 2008. Studi Deskriptif Mengenai Gaya Self-Regulation Akademik Pada Mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas ‘X’ Bandung. Skripsi. Bandung : program sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Ryan, R.M., & Deci, E.L. The Self-Regulation Questionnaire. (Online)

(http://www.mpib-berlin.mpg.de/vorlesungen/riediger-ebner/folien/sitzung02/ Academic%20Self-Regulation%20Questionnaire%20(SRQ-A).doc, diakses 20 Mei 2010)

Ryan, R.M., & Deci, E.L. 2000. Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definitions and New Directions. (Online).

(http://www.unco.edu/cebs/psychology/kevinpugh/motivation_project/resources/ ryan_deci00.pdf, diakses 3 Juli 2010).

Ryan, R. 2009. Self-Determination Theory and Wellbeing. (Online). (http://www.welldev.org.uk/wed-new/network/researchreview/Review 1_Ryan.pdf, diakses 15 Juli 2010).