Studi Deskriptif Mengenai Self-Regulation Style Akademik Pada Siswa-siswi Penyandang Tunanetra di SMA SLB-A Negeri "X" Bandung.

(1)

i Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran Self-Regulation Style Akademik pada siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik survei. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung yang berjumlah 30 orang.

Alat ukur yang digunakan merupakan modifikasi dari Academic Self-Regulation Questionnaire (SRQ-A) yang dikembangkan oleh Deci dan Ryan (2001). Alat ukur yang telah dimodifikasi terdiri dari 34 item, yang didukung oleh faktor-faktor yang mempengaruhi Self-Regulation Style Akademik. Data yang diperoleh, diolah dengan menggunakan uji validitas Spearman dan uji reliabilitas Alpha Cronbach dengan bantuan program SPSS 13.0. Dari uji validitas diperoleh 30 item yang diterima, dengan validitas berkisar antara 0,346 – 0,768. Terdapat 4 item yang ditolak dengan validitas berkisar antara 0,165- 0,294. Untuk reliabilitas sebesar 0,869. Data hasil penelitian yaitu sebagian besar (66,67%) siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung memiliki Self-Regulation Style Akademik yaitu Identified Regulation, 16,67% memiliki style External Regulation, 10% memiliki style Intrinsic Regulation, dan 6,67% memiliki style Introjected Regulation.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti mengajukan saran kepada siswa-siswi penyandang tunanetra untuk membentuk kelompok diskusi dalam pengembangan regulation style yang lebih intrinsik. Untuk orang tua atau orang tua asuh disarankan memberikan kesempatan bagi siswa-siswi penyandang tunanetra untuk beraktivitas atau memilih kegiatannya sesuai dengan kemampuan mereka, bagi guru yang mengajar disarankan memberikan kesempatan bagi siswa-siswi penyandang tunanetra untuk beraktivitas atau memilih kegiatannya sesuai dengan kemampuan mereka. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan untuk menjaring faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap gambaran Self Regulation Style Akademik seperti usia, fasiltas belajar, suasana kelas,orang tua, teman, dan guru.


(2)

vi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

No.halaman Halaman Judul

Lembar Pengesahan

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... x

Daftar Bagan ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 16

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... 17

1.3.1 Maksud Penelitian ... 17

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 17

1.4Kegunaan Penelitian ... 17

1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 17

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 17

1.5Kerangka Pemikiran ... 18


(3)

vii Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Self-Regulation Style Akademik ... 32

2.1.1 Definisi Self-Regulation Akademik ... 32

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Self-Regulation Akademik... 32

2.1.2.1 Kebutuhan dalam Self-Regulation Akademik ... 33

2.1.2.1.1 Kebutuhan Berelasi ... 33

2.1.2.1.1 Kebutuhan Otonomi ... 34

2.1.2.1.1 Kebutuhan Kompetensi ... 34

2.1.2.2 Social Context dalam Self-Regulation Akademik ... 35

2.1.3 Motivasi dalam Self-Regulation Akademik ... 35

2.1.3.1 Motivasi Ekstrinsik ... 36

2.1.3.1 Motivasi Intrinsik ... 37

2.1.4 Self-Regulation Akademik ... 38

2.2 Remaja ... 40

2.2.1 Tahap Perkembangan remaja ... 40

2.2.2 Perubahan Pokok dan Ciri-ciri Remaja ... 40

2.2.2.1 Perubahan Secara Biologis ... 40

2.2.2.2 Perkembangan Kognitif ... 41

2.2.2.3 Perkembangan Sosio-Emosional ... 44

2.2.3 Kemandirian Remaja dan Keterikatan Pada Orang Tua ... 45

2.2.4 Tugas-tugas Perkembangan Remaja ... 46

2.3 Tunanetra ... 47


(4)

viii Universitas Kristen Maranatha

2.3.2 Pengertian Low Vision ... 47

2.3.3 Klasifikasi ... 48

2.3.4 Penyebab ... 50

2.3.5 Karakteristik ... 53

2.3.5.1 Psikis ... 53

2.3.5.2 Sosial ... 53

2.3.5.3 Pada Remaja Low Vision ... 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 56

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 56

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 57

3.3.1 Variabel Penelitian ... 57

3.3.2 Definisi Operasional ... 57

3.4 Alat Ukur ... 60

3.4.1 Alat Ukur Self-Regulation Akademik ... 60

3.4.1.1 Kisi-Kisi Alat Ukur ... 61

3.4.1.2 Prosedur Pengisian Kuesioner ... 62

3.4.1.3 Sistem Penilaian ... 62

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 63

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 63

3.4.3.1 Uji Validitas ... 63


(5)

ix Universitas Kristen Maranatha

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sample ... 64

3.5.1 Populasi Sasaran ... 64

3.5.2 Karakteristik Populasi ... 65

3.5.3 Teknik Penarikan Sample ... 65

3.6 Teknik Analisis Data ... 65

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Subyek Penelitian ... 66

4.2 Hasil Penelitian ... 67

4.3 Pembahasan ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Saran ...80

5.2.1 Saran Untuk Penelitian Selanjutnya ... 80

5.2.2 Saran Gunalaksana ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 83

DAFTAR RUJUKAN ... 84 LAMPIRAN


(6)

x Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Kisi-kisi Alat Ukur ... 59

Tabel 4.1.1 Tabel Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin ... 65

Tabel 4.1.2 Tabel Distribusi Frekuensi Usia ... 66

Tabel 4.1.3 Tabel Distribusi Frekuensi Kelas ... 66


(7)

xi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran ... ... 28 Bagan 3.1 Rancangan Penelitian ... 55


(8)

xii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Alat Ukur Self-Regulation Style Akademik Lampiran 2 Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Lampiran 3 Data Skor Mentah Self-Regulation Style Akademik Lampiran 4 Hasil Self-Regulation Style Akademik

Lampiran 5 Data Skor Mentah Faktor Internal (Kebutuhan-Kebutuhan Dasar) Lampiran 6 Hasil Faktor Internal (Kebutuhan-Kebutuhan Dasar)

Lampiran 7 Hasil Perhitungan Tabulasi Silang antara Self-Regulation Style Akademik dengan Data Penunjang

Lampiran 8 Visi dan Misi SLB-A Negeri ”X” Bandung Lampiran 9 Sejarah Singkat dan Tujuan Sekolah


(9)

Lampiran 1


(10)

Lampiran 1

KATA PENGANTAR

Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk pengambilan mata kuliah skripsi. Penelitian ini mengenai Self Regulation Style Akademik pada siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri ”X” Bandung.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, saya sangat mengharapkan kesedian saudara untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan cara menjawab pertanyaan yang diajukan sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan.

Saudara diharapkan mengisi kuesioner ini dengan sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya. Saudara tidak perlu khawatir atau takut karena data pribadi dan jawaban anda akan dijaga kerahasiaannya.

Atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan terimakasih.

Hormat Saya, Peneliti


(11)

Lampiran 1

Kuesioner Self Regulation Akademik

Petunjuk pengisian :

Dibawah ini terdapat sejumlah pernyataan yang menggambarkan keadaan. Saudara diminta untuk memilih keadaan yang menggambarkan diri saudara saat ini. Terdapat empat alternatif jawaban, sebagai berikut :

SS : Sangat Sesuai S : Sesuai KS : Kurang Sesuai STS : Sangat Tidak Sesuai

Kuesioner ini bukan suatu tes, oleh karena itu tidak ada jawaban yang salah selama jawaban tersebut menggambarkan keadaan saudara yang sebenarnya saat ini. Pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan kondisi yang saudara rasakan saat ini. Jawablah setiap pertanyaan dengan memberikan tanda silang (X) pada lembar jawaban yang telah disediakan. Pastikan bahwa tidak ada jawaban yang terlewati.

Selamat bekerja

Identitas

Kelas :

Jenis Kelamin :


(12)

Lampiran 1

NO Mengapa saya mengerjakan tugas yang diberikan guru untuk dikerjakan di luar kegiatan sekolah ?

Sangat Sesuai

Sesuai Kurang Sesuai

Sangat Tidak Sesuai

1. Karena saya ingin guru berpikir bahwa saya seorang murid yang baik.

2. Karena saya akan mendapat teguran dari guru jika tidak mengerjakannya.

3. Karena mengerjakan tugas di luar jam kegiatan sekolah itu menyenangkan.

4. Karena saya akan merasa bersalah pada diri saya jika tidak melakukannya.

5. Karena saya ingin mengerti mengenai mata pelajaran yang diajarkan.

6. Karena saya ingin mendapatkan tambahan nilai apabila saya mengerjakan tugas di luar kegiatan sekolah. 7. Karena saya menikmati mengerjakan tugas tersebut. 8. Karena mengerjakan tugas di luar jam kegiatan sekolah

adalah hal yang penting bagi saya.

NO Mengapa saya mengerjakan tugas yang diberikan di kelas ?

Sangat Sesuai

Sesuai Kurang Sesuai

Sangat Tidak Sesuai

9. Karena saya tidak ingin guru memarahi saya. 10. Karena saya ingin guru berpikir bahwa saya seorang

murid yang pintar.

11. Karena saya ingin belajar hal yang baru melalui tugas yang diberikan.

12. Karena saya akan merasa malu pada diri saya jika tidak melakukannya.

13. Karena mengerjakan tugas di kelas itu menyenangkan. 14. Karena mengerjakan tugas di kelas saya akan dipuji oleh

guru.

15. Karena saya menikmati mengerjakan tugas tersebut. 16. Karena dengan mengerjakan tugas yang diberikan


(13)

Lampiran 1

NO Mengapa saya mencoba menjawab pertanyaan yang sulit di kelas ?

Sangat Sesuai

Sesuai Kurang Sesuai

Sangat Tidak Sesuai

17. Karena saya ingin teman-teman saya berpikir bahwa saya adalah seorang murid yang berani.

18. Karena saya akan merasa malu pada diri saya jika saya tidak menjawabnya.

19. Karena saya merasa senang ketika menjawab pertanyaan yang sulit.

20. Karena saya ingin dipuji oleh guru dan teman-teman saya.

21. Karena saya ingin tahu apakah jawaban saya benar atau salah.

22. Karena saya menikmati apabila dapat menjawab pertanyaan yang sulit di kelas.

23. Karena hal tersebut penting bagi saya untuk mencoba menjawab pertanyaan yang sulit di kelas.

24. Karena dengan menjawab pertanyaan sulit dikelas saya akan mendapatkan penambahan nilai

NO Mengapa saya mencoba untuk belajar dengan baik di kelas ?

Sangat Sesuai

Sesuai Kurang Sesuai

Sangat Tidak Sesuai

25. Karena saya akan ditegur oleh guru jIka saya tidak belajar dengan baik di kelas.

26. Karena saya ingin guru saya berpikir bahwa saya murid yang tekun.

27. Karena saya merasakan kepuasan ketika dapat belajar dengan baik di kelas.

28. Karena saya akan mendapatkan masalah jika tidak mengerjakan dengan baik.

29. Karena saya akan merasa bersalah pada diri saya jika saya tidak melakukannya.

30. Karena hal tersebut penting bagi saya untuk masa depan saya jika saya belajar dengan baik di kelas.

31. Karena saya akan merasa bangga pada diri saya jika saya mengerjakannya dengan baik.

32. Karena mungkin saya akan mendapatkan pujian jika mengerjakannya dengan baik.

33. Karena saya ingin belajar hal yang baru di kelas. 34. Karena bagi saya belajar dengan baik di kelas itu


(14)

Lampiran 1

I. Faktor Internal

Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai dengan diri anda

1. Saya merasa bebas untuk mengungkapkan pendapat saya a. Ya b. Tidak

2. Saya merasa nyaman dengan teman-teman saya a. Ya b. Tidak

3. Saya menganggap diri saya mampu untuk mempelajari hal yang baru

a. Ya b. Tidak

4. Dalam diskusi kelompok, saya sering mengungkapkan pendapat saya pada teman-teman saya.

a. Ya b. Tidak

5. Saya suka mengobrol dengan teman-teman dan orang tua saya a. Ya b. Tidak

6. Orang-orang mengenal saya sebagai siswa atau siswi yang mampu berprestasi dengan baik

a. Ya b. Tidak

7. Saya menganggap diri saya bebas menentukan sesuatu dalam hidup saya

a. Ya b. Tidak

8. Saya merasa sudah memiliki teman dekat yang memahami diri saya

a. Ya b. Tidak

9. Saya berusaha mengerjakan sesuatu dengan sebaik mungkin a. Ya b. Tidak


(15)

Lampiran 1

II. Faktor Eksternal

Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai dengan diri anda serta tuliskan alasannya

1. Orang tua atau orang tua asuh saya...proses pembelajaran saya

a. Mendukung

b. Kurang mendukung c. Tidak mendukung

Karena... 2. Teman-teman saya...proses pembelajaran saya

a. Mendukung

b. Kurang mendukung c. Tidak mendukung

Karena... 3. Reader saya... proses pembelajaran saya

a. Mendukung

b. Kurang mendukung c. Tidak mendukung

Karena... 4. Guru saya... proses pembelajaran saya

a. Mendukung

b. Kurang mendukung c. Tidak mendukung

Karena... 5. Cara mengajar guru………saya dalam proses pembelajaran

a. Membantu (menunjang proses pembelajaran)

b. Kurang membantu (kurang menunjang proses pembelajaran) Karena... 6. Suasana kelas...kegiatan belajar mengajar

a. Menunjang

b. Kurang menunjang c. Tidak menunjang

Karena... 7. Fasilitas yang disediakan oleh sekolah tergolong...

a. Menunjang kegiatan belajar

b. Kurang menunjang kegiatan belajar c. Tidak menunjang kegiatan belajar


(16)

Lampiran 1

Karena... 8. Fasilitas belajar di rumah atau asrama saya...

a. Lengkap (mendukung proses pembelajaran)

b. Tidak lengkap (kurang mendukung proses pembelajaran)


(17)

__________________________________________________________Lampiran 2

HASIL PERHITUNGAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

ACADEMIC SELF REGULATION QUESTIONNAIRE (SRQ-A)

A.

Validitas

Style Self Regulation Akademik Item

Validitas

Keterangan

External Regulation

2

6

9

14

20

24

25

28

32

0,383

0,346

0,573

0,666

0,294

0,569

0,719

0,471

0,444

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Ditolak

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Introrejected Regulation

1

4

10

12

17

18

26

0,668

0,462

0,667

0,165

0,715

0,762

0,594

Diterima

Diterima

Diterima

Ditolak

Diterima

Diterima

Diterima


(18)

__________________________________________________________Lampiran 2

29

31

0,768

0,580

Diterima

Diterima

Identified Regulation

5

8

11

16

21

23

30

33

0,427

0,656

0,718

0,445

0,589

0,559

0,329

0,637

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Intrinsic Regulation

3

7

13

15

19

22

27

34

0,438

0,205

0,565

0,525

0,640

0,697

0,536

0,271

Diterima

Ditolak

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Ditolak


(19)

__________________________________________________________Lampiran 2

B. Reliabilitas


(20)

________________________________________________________________________________________Lampiran 3

Skor Self Regulation Style Akademik

No Nama 1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 13 14 15 16 17 18 19 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

1 A1 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 4 4 3 4 3 3 3 3 4 4 2 4 3 3 3

2 A2 4 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 1 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3

3 A3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 1 3 1 2 2 2 1 2 1 2 3 3 2 1 3 3 3 3

4 A4 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 2 2 3 3 2 2 2 3 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3

5 A5 1 3 3 3 3 3 1 3 1 3 1 1 2 3 1 1 3 3 2 2 3 3 2 2 4 3 3 3 1 2

6 A6 4 4 3 3 3 4 2 2 2 2 1 1 2 3 2 2 1 3 2 3 3 3 2 2 2 2 4 3 2 2

7 A7 3 3 2 3 4 4 3 4 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 4 3 3 4 4 4 3 3 4

8 A8 3 3 2 3 3 4 2 4 3 3 3 3 3 3 2 3 4 4 3 3 3 2 3 3 4 3 4 4 2 4

9 A9 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3

10 A10 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3

11 A11 3 1 3 2 3 3 4 1 3 3 3 3 3 3 2 2 1 2 2 2 2 1 2 1 3 2 4 3 2 2

12 A12 4 2 3 2 4 4 4 2 4 4 3 2 4 4 2 1 2 2 2 4 4 2 4 3 1 2 3 4 2 3

13 A13 1 3 4 3 3 1 2 4 2 3 3 3 2 4 1 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3

14 A14 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 1 2 3 2 3 3 2 3 3 3 2 2 3 2 2 3 3 1 3

15 A15 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 2 3 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 2 4

16 A16 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 4 1 3 3 3 3 2 3 2 3 1 1 3

17 A17 3 1 1 1 4 3 3 4 1 3 1 1 3 3 1 3 3 3 1 3 3 1 1 3 1 1 3 3 3 3

18 A18 4 3 3 4 3 4 4 3 4 4 3 2 2 4 4 4 4 4 2 4 3 3 4 2 3 3 4 3 2 4

19 A19 4 3 2 4 3 4 3 3 4 3 2 3 2 3 4 4 2 3 2 2 3 3 4 2 3 4 4 4 2 3

20 A20 2 3 1 4 3 2 2 3 2 3 2 1 2 3 2 2 3 4 3 2 2 3 3 2 4 3 4 3 1 3

21 A21 3 3 3 3 4 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 4 4 3 3

22 A22 3 4 2 3 4 3 2 4 4 4 4 2 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4

23 A23 1 3 3 2 2 1 1 3 2 3 3 1 3 3 2 2 2 3 2 3 3 3 2 3 2 2 4 2 2 3

24 A24 3 4 2 2 3 3 1 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 3 3 3 3 2 2 3 2 2 4 4 2 4

25 A25 3 3 2 3 2 3 2 3 3 2 2 2 2 3 2 2 3 4 4 3 4 3 2 3 3 3 3 4 3 3

26 A26 3 3 4 3 4 4 3 4 2 3 3 2 3 3 2 3 3 4 3 3 3 3 2 3 4 4 3 4 2 3

27 A27 4 4 3 3 4 2 3 1 1 3 3 1 2 3 3 1 2 4 3 3 1 2 2 3 1 2 4 3 2 4

28 A28 3 3 2 3 3 3 3 3 4 3 2 3 2 4 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 4

29 A29 3 3 4 3 4 2 3 2 2 3 3 2 2 3 3 4 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 4 3 3 3


(21)

Lampiran 4

Rata-rata Skor Self-Regulation Style Akademik

No Nama

T.ER

ER T.IR

IR T.IDR

IDR

T.IN

INR

1

A1 25 3,13 24 3,00 25 3,13 21 3,50

2

A2 21 2,63 23 2,88 24 3,00 16 2,67

3

A3 18 2,25 18 2,25 22 2,75 13 2,17

4

A4 21 2,63 20 2,50 22 2,75 15 2,50

5

A5 21 2,63 15 1,88 20 2,50 13 2,17

6

A6 21 2,63 20 2,50 22 2,75 11 1,83

7

A7 28 3,50 24 3,00 27 3,38 13 2,17

8

A8 25 3,13 24 3,00 26 3,25 18 3,00

9

A9 23 2,88 23 2,88 22 2,75 17 2,83

10 A10 22 2,75 23 2,88 23 2,88 18 3,00

11 A11 16 2,00 19 2,38 23 2,88 13 2,17

12 A12 19 2,38 23 2,88 28 2,50 17 2,83

13 A13 24 3,00 17 2,13 24 3,00 17 2,83

14 A14 17 2,13 19 2,38 21 2,63 17 2,83

15 A15 29 3,63 30 3,75 31 3,88 19 3,17

16 A16 22 2,75 19 2,38 25 3,13 13 2,17

17 A17 15 1,88 14 1,75 25 3,13 12 2,00

18 A18 21 2,63 30 3,75 31 3,88 16 2,67

19 A19 23 2,88 32 4,00 24 3,00 12 2,00

20 A20 20 2,50 21 2,63 24 3,00 13 2,17

21 A21 23 2,88 24 3,00 26 3,25 15 2,50

22 A22 25 3,13 30 3,75 29 3,63 20 3,33

23 A23 20 2,50 15 1,88 22 2,75 16 2,67

24 A24 21 2,63 19 2,38 24 3,00 14 2,33

25 A25 25 3,13 22 2,75 22 2,75 16 2,67

26 A26 25 3,13 23 2,88 26 3,25 19 3,17

27 A27 14 1,75 19 2,38 28 3,50 16 2,67

28 A28 24 3,00 26 3,25 27 3,38 14 2,33

29 A29 20 2,50 24 3,00 26 3,25 16 2,67

30 A30 24 3,00 25 3,13 29 3,63 21 3,50


(22)

__________________________________________________________Lampiran 5

Faktor Internal (Basic Need)

No Nama Kebutuhan

Berelasi

T.B Kebutuhan Otonomi

T.O Kebutuhan Kompetensi

T.K

2 5 8 1 4 7 3 6 9

1 A1 1 2 2 5 2 1 2 5 2 2 1 5

2 A2 1 1 2 4 2 2 2 6 2 1 2 5

3 A3 2 2 2 6 2 2 2 6 2 2 2 6

4 A4 2 2 1 5 1 2 2 5 2 1 2 5

5 A5 2 2 1 5 2 1 2 5 2 1 1 4

6 A6 2 2 1 5 2 2 2 6 2 1 2 5

7 A7 2 2 1 5 2 2 2 6 2 2 2 6

8 A8 1 2 1 4 2 2 1 6 2 1 2 5

9 A9 2 2 2 6 2 2 2 5 2 2 2 6

10 A10 2 2 1 5 2 2 2 6 2 2 2 6

11 A11 2 2 2 6 2 1 1 5 2 2 2 6

12 A12 2 2 2 6 2 1 1 5 2 2 2 6

13 A13 2 1 1 4 2 2 2 6 2 1 2 6

14 A14 2 2 1 5 2 1 2 5 2 1 1 5

15 A15 1 2 1 4 2 2 2 6 2 1 2 4

16 A16 2 2 1 5 2 1 1 4 1 1 1 3

17 A17 2 2 2 6 2 1 2 5 1 2 1 4

18 A18 2 2 1 5 2 2 2 6 2 2 2 6

19 A19 1 2 1 4 2 2 2 6 2 2 2 6

20 A20 2 2 2 6 2 2 2 6 2 1 2 5

21 A21 2 2 1 5 2 2 1 5 2 2 2 6

22 A22 2 2 1 5 1 2 2 5 2 2 2 6

23 A23 2 2 2 6 2 1 1 4 2 2 2 6

24 A24 2 2 1 5 2 2 2 6 2 2 2 6

25 A25 2 2 1 5 2 2 2 6 2 2 2 6

26 A26 2 2 1 5 2 2 2 6 2 1 2 5


(23)

__________________________________________________________Lampiran 5

28 A28 2 2 1 5 2 2 2 6 2 2 2 6

29 A29 2 2 2 6 2 2 2 6 2 1 2 5


(24)

__________________________________________________________Lampiran 6

Hasil Faktor Internal

No Nama Kebutuhan Berelasi Kebutuhan Otonomi Kebutuhan Kompetensi 1 A1 Cenderung Terpenuhi Cenderung Terpenuhi Cenderung Terpenuhi 2 A2

Cenderung Tidak

Terpenuhi Terpenuhi Cenderung Terpenuhi

3 A3 Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi

4 A4 Cenderung Terpenuhi Cenderung Terpenuhi Cenderung Terpenuhi 5 A5 Cenderung Terpenuhi Cenderung Terpenuhi

Cenderung Tidak Terpenuhi

6 A6 Cenderung Terpenuhi Terpenuhi Cenderung Terpenuhi 7 A7 Cenderung Terpenuhi Terpenuhi

Cenderung Tidak Terpenuhi 8 A8

Cenderung Tidak

Terpenuhi Terpenuhi Cenderung Terpenuhi

9 A9 Terpenuhi Cenderung Terpenuhi Terpenuhi

10 A10 Cenderung Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi

11 A11 Terpenuhi Cenderung Terpenuhi Terpenuhi 12 A12 Terpenuhi Cenderung Terpenuhi Terpenuhi 13 A13

Cenderung Tidak

Terpenuhi Terpenuhi Cenderung Terpenuhi 14 A14 Cenderung Terpenuhi Cenderung Terpenuhi

Cenderung Tidak Terpenuhi 15 A15

Cenderung Tidak

Terpenuhi Terpenuhi Cenderung Terpenuhi 16 A16 Cenderung Terpenuhi Cenderung Terpenuhi Tidak Tepenuhi 17 A17 Terpenuhi Cenderung Terpenuhi

Cenderung Tidak Terpenuhi

18 A18 Cenderung Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi

19 A19

Cenderung Tidak

Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi

20 A20 Terpenuhi Terpenuhi Cenderung Terpenuhi

21 A21 Cenderung Terpenuhi Cenderung Terpenuhi Terpenuhi 22 A22 Cenderung Terpenuhi Cenderung Terpenuhi Terpenuhi

23 A23 Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi

24 A24 Cenderung Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi

25 A25 Cenderung Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi

26 A26 Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi

27 A27 Cenderung Terpenuhi Terpenuhi Cenderung Terpenuhi

28 A28 Cenderung Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi

29 A29 Terpenuhi Terpenuhi Cenderung Terpenuhi


(25)

Lampiran 7

Tabel 7.1 Tabel tabulasi silang Self-Regulation Style Akademik dan Jenis Kelamin Self-Regulation Style Akademik

Jenis Kelamin External Regulation Introjected Regulation Identified Regulation Intrinsic Regulation Total Laki-laki 4 13,33 % 0 ,0 % 12 40 % 2 6,67 % 18 60 % Perempuan 1 3,33 % 2 6,67 % 8 26,67 % 1 3,33 % 12 40 % Total 5 16,67 % 2 6,67 % 20 66,67 % 3 10 % 30 100 %

Tabel 7.2 Tabel tabulasi silang Self-Regulation Style Akademik dan Usia Self-Regulation Style Akademik

Usia External Regulation Introjected Regulation Identified Regulation Intrinsic Regulation Total

16 Tahun 1

3,33 % 0 ,0 % 0 ,0 % 2 6,67 % 3 10 %

17 Tahun 2

6,67 % 0 ,0 % 5 16,67 % 1 3,33 % 8 26,67 %

18 Tahun 1

3,33 % 1 3,33 % 8 26,67 % 0 ,0 % 10 33,33 %

19 Tahun 0

,0 % 1 3,33 % 4 13,33 % 0 ,0 % 5 16,67 %

20Tahun 1

3,33 % 0 ,0 % 2 6,67 % 0 ,0 % 3 10 %

21 Tahun 0

,0 % 0 ,0 % 1 3,33 % 0 ,0 % 1 3,33 %

Total 5

16,67 % 2 6,67 % 20 66,67 % 3 10 % 30 100 %

Tabel 7.3 Tabel tabulasi silang Self-Regulation Style Akademik dan Tingkatan Kelas Self-Regulation Style Akademik

Tingkatan Kelas External Regulation Introjected Regulation Identified Regulation Intrinsic Regulation Total

Kelas Satu 4

13,33% 0 ,0 % 7 23,33 % 3 10 % 11 36,67 %

Kelas Dua 0

,0 % 0 ,0 % 3 10 % 0 ,0 % 3 10 %

Kelas Tiga 1

3,33 % 2 6,7 % 10 33,33 % 0 ,0 % 13 43,33 % Total 5 16,67 % 2 6,7 % 20 66,7 % 3 10 % 30 100 %


(26)

Lampiran 7

Tabel 7.4 Tabel tabulasi silang Self-Regulation Style Akademik dan Jurusan Self-Regulation Style Akademik

Jurusan External Regulation Introjected Regulation Identified Regulation Intrinsic Regulation Total Bahasa 1 3,33 % 2 6,67 % 10 33,33 % 1 3,33 % 14 46,67 % Musik 4 13,33 % 0 ,0 % 10 33,33 % 2 6,67 % 16 53,33 % Total 5 16,67 % 2 6,67 % 20 66,67 % 3 10 % 30 100 %

Tabel 7.5 Tabel tabulasi silang Self-Regulation Style Akademik dan Jenis Kebutaan Self-Regulation Style Akademik

Jenis Kebutaan External Regulation Introjected Regulation Identified Regulation Intrinsic Regulation Total

Buta Total 1

3,33 % 0 ,0 % 11 36,67 % 0 ,0 % 12 40 %

Low Vision 4

13,33 % 2 6,67 % 9 30 % 3 10 % 18 60 % Total 5 16,67 % 2 6,67 % 20 66,67 % 3 10 % 30 100 %

Tabel 7.6 Tabel tabulasi silang Self-Regulation Style Akademik dan Social Context (Persepsi terhadap orangtua)

Self-Regulation Style Akademik Social Context (Persepsi terhadap

Dukungan Orangtua) External Regulation Introjected Regulation Identified Regulation Intrinsic Regulation Total Informational 5 16,67 % 0 ,0 % 16 53,33 % 3 10 % 24 80 % Controlling 0 ,0 % 2 6,67 % 4 13,33 % 0 ,0 % 6 20 % Total 5 16,67 % 2 6,67 % 20 66,67 % 3 10 % 30 100 %


(27)

Lampiran 7

Tabel 7.7 Tabel tabulasi silang Self-Regulation Style Akademik dan Social Context

(Persepsi terhadap teman)

Self-Regulation Style Akademik Social Context (Persepsi

terhadap Dukungan Teman)

External Regulation Introjected Regulation Identified Regulation Intrinsic Regulation Total Informational 1 3,33 % 2 6,67 % 16 53,33 % 3 10 % 25 83,33 % Controlling 4 13,33 % 0 ,0 % 4 13,33 % 0 ,0 % 5 16,67 % Total 5 16,67 % 2 6,67 % 20 66,67 % 3 10 % 30 100 %

Tabel 7.8 Tabel tabulasi silang Self-Regulation Style Akademik dan Social Context

(Persepsi terhadap reader)

Self-Regulation Style Akademik Social Context (Persepsi

terhadap Dukungan Reader)

External Regulation Introjected Regulation Identified Regulation Intrinsic Regulation Total Informational 2 6,67 % 2 6,67 % 15 50 % 1 3,33 % 20 66,67 % Controlling 3 10 % 0 ,0 % 5 16,67 % 2 6,67 % 10 33,33 % Total 5 16,67 % 2 6,67 % 20 66,67 % 3 10 % 30 100 %

Tabel 7.9 Tabel tabulasi silang Self-Regulation Style Akademik dan Social Context (Persepsi terhadap guru)

Self-Regulation Style Akademik Social Context (Persepsi

terhadap Dukungan Guru)

External Regulation Introjected Regulation Identified Regulation Intrinsic Regulation Total Informational 4 13,33 % 2 6,67 % 17 56,67 % 3 10 % 26 86,67 % Controlling 1 3,33 % 0 ,0 % 3 10 % 0 ,0 % 4 13,33 % Total 5 16,67 % 2 6,67 % 20 66,67 % 3 10 % 30 100 %


(28)

Lampiran 7

Tabel 7.10 Tabel tabulasi silang Self-Regulation Style Akademik dan Social Context (Persepsi terhadap cara mengajar guru)

Self-Regulation Style Akademik Social Context (Persepsi

terhadap Cara Mengajar Guru) External Regulation Introjected Regulation Identified Regulation Intrinsic Regulation Total Informational 5 16,67 % 2 6,67 % 15 50 % 3 10 % 25 83,33 % Controlling 0 ,0 % 0 ,0 % 5 16,67 % 0 ,0 % 5 16,67 % Total 5 16,67 % 2 6,67 % 20 66,67 % 3 10 % 30 100 %

Tabel 7.11 Tabel tabulasi silang Self-Regulation Style Akademik dan Social Context (Persepsi terhadap suasana kelas)

Self-Regulation Style Akademik Social Context (Persepsi

terhadap Suasana Kelas)

External Regulation Introjected Regulation Identified Regulation Intrinsic Regulation Total Informational 1 3,33 % 0 ,0 % 8 26,67 % 1 3,33 % 10 33,33 % Controlling 4 13,33 % 2 6,67 % 12 40 % 2 6,67 % 20 66,67 % Total 5 16,67 % 2 6,67 % 20 66,67 % 3 10 % 30 100 %

Tabel 7.12 Tabel tabulasi silang Self-Regulation Style Akademik dan Social Context (Persepsi terhadap fasilitas belajar di sekolah)

Self-Regulation Style Akademik Social Context (Persepsi

terhadap Fasilitas Belajar Di Sekolah) External Regulation Introjected Regulation Identified Regulation Intrinsic Regulation Total Informational 0 ,0 % 1 3,33 % 10 33,33 % 0 ,0 % 11 36,67 % Controlling 5 16,67 % 1 3,33 % 10 33,33 % 3 10 % 19 63,33 % Total 5 16,67 % 2 6,67 % 20 66,67 % 3 10 % 30 100 %


(29)

Lampiran 7

Tabel 7.13 Tabel tabulasi silang Self-Regulation Style Akademik dan Social Context (Persepsi terhadap fasilitas belajar di asrama atau rumah)

Self-Regulation Style Akademik Social Context (Persepsi

terhadap Fasilitas Belajar Di Asrama atau Rumah)

External Regulation Introjected Regulation Identified Regulation Intrinsic Regulation Total Informational 2 6,67 % 0 ,0 % 4 13,33 % 1 3,33 % 7 23,33 % Controlling 3 10 % 2 6,67 % 16 53,33 % 2 6,67 % 23 76,67 % Total 5 16,67 % 2 6,67 % 20 66,67 % 3 10 % 30 100 %

Tabel 7.14 Tabel tabulasi silang Self-Regulation Style Akademik dan Kebutuhan Berelasi

Self-Regulation Style Akademik

Tabel 7.15 Tabel tabulasi silang Self-Regulation Style Akademik dan Kebutuhan Otonomi

Self-Regulation Style Akademik Kebutuhan Berelasi External

Regulation Introjected Regulation Identified Regulation Intrinsic Regulation Total Cenderung Tidak Terpenuhi 1

3,33 % 1 3,33 % 3 10 % 0 ,0 % 5 16,67 %

Cenderung Terpenuhi 3

10 % 1 3,33 % 8 26,67 % 3 10 % 15 50 % Terpenuhi 1 3,33 % 0 ,0 % 9 30 % 0 ,0 % 10 33,33 % Total 5 16,67 % 2 6,67 % 20 66,67 % 3 10 % 30 100 %

Kebutuhan Otonomi External Regulation Introjected Regulation Identified Regulation Intrinsic Regulation Total Cenderung Tidak Terpenuhi 0 ,0 % 0 ,0 % 2 6,67 % 0 ,0 % 2 6,67 % Cenderung Terpenuhi 2 6,67 % 1 3,33 % 6 20 % 2 6,67 % 11 36,67 % Terpenuhi 3 10 % 1 3,33 % 12 40 % 1 3,33 % 17 56,67 % Total 5 16,67 % 2 6,67 % 20 66,67 % 3 10 % 30 100 %


(30)

Lampiran 7

Tabel 7.16 Tabel tabulasi silang Self-Regulation Style Akademik dan Kebutuhan Kompetensi

Self-Regulation Style Akademik Kebutuhan Kompetensi External Regulation Introjected Regulation Identified Regulation Intrinsic Regulation Total

Tidak Terpenuhi 0

,0 % 0 ,0 % 1 3,33 % 0 ,0 % 1 3,33 % Cenderung Tidak Terpenuhi 1 3,33 % 0 ,0 % 1 3,33 % 1 3,33 % 3 10 % Cenderung Terpenuhi 1 3,33 % 0 ,0 % 8 26,67 % 1 3,33 % 10 33,33 % Terpenuhi 3 10 % 2 6,67 % 10 33,33 % 1 3,33 % 16 53,33 % Total 5 16,67 % 2 6,67 % 20 66,67 % 3 10 % 30 100 %

Tabel 7.17 Tabel tabulasi silang Self-Regulation Style Akademik dan Tiga Kebutuhan Terpenuhi

Kebutuhan Terpenuhi External Regulation Introjected Regulation Identified Regulation Intrinsic Regulation Total 0 Kebutuhan Terpenuhi 1 3,33 % 0 0 % 2 6,67 % 2 6,67 % 5 16,67 % 1 Kebutuhan Terpenuhi 1 3,33 % 1 3,33 % 7 23,33 % 0 0 % 2 6,67 % 2 Kebutuhan Terpenuhi 3 10 % 1 3,33 % 9 30% 1 3,33 % 20 66,67 % 3 Kebutuhan Terpenuhi 0 0 % 0 0 % 2 6,67 % 0 0 % 3 10 % Total 5 16,67 % 2 6,67 % 20 66,67 % 3 10,0 % 30 100 %

Tabel 7.18 Tabel tabulasi silang pada siswa-siswi SMU penyandang tunanetra yang memiliki Self-Regulation Style Akademik Identified Regulation dan Jumlah Kebutuhan Terpenuhi dengan Social Context (Persepsi terhadap orangtua)

Kebutuhan Terpenuhi Informational Controlling Total 0 Kebutuhan Terpenuhi 1 5 % 1 5 % 2 10 % 1 Kebutuhan Terpenuhi 6 30 % 1 5 % 7 35 % 2 Kebutuhan Terpenuhi 7 35 % 2 10 % 9 45 % 3 Kebutuhan Terpenuhi 2 10 % 0 0 % 2 10 %

Total 16

80 %

4 20 %

20 100 %


(31)

Lampiran 7

Tabel 7.19 Tabel tabulasi silang pada siswa-siswi SMU penyandang tunanetra yang memiliki Self-Regulation Style Akademik Identified Regulation dan Jumlah Kebutuhan Terpenuhi dengan Social Context (Persepsi terhadap teman)

Kebutuhan Terpenuhi Informational Controlling Total 0 Kebutuhan Terpenuhi 2 10 % 0 0 % 2 10 % 1 Kebutuhan Terpenuhi 4 20 % 3 15 % 7 35 % 2 Kebutuhan Terpenuhi 8 40 % 1 5 % 9 45 % 3 Kebutuhan Terpenuhi 2 10 % 0 0 % 2 10 %

Total 16

80 %

4 20 %

20 100 %

Tabel 7.20 Tabel tabulasi silang pada siswa-siswi SMU penyandang tunanetra yang memiliki Self-Regulation Style Akademik Identified Regulation dan Jumlah Kebutuhan Terpenuhi dengan Social Context (Persepsi terhadap reader)

Kebutuhan Terpenuhi Informational Controlling Total 0 Kebutuhan Terpenuhi 2 10 % 0 0 % 2 10 % 1 Kebutuhan Terpenuhi 5 25 % 2 10 % 7 35 % 2 Kebutuhan Terpenuhi 7 35 % 2 10 % 9 45 % 3 Kebutuhan Terpenuhi 1 5 % 1 5 % 2 10 %

Total 15

75 %

5 25 %

20 100 %

Tabel 7.21 Tabel tabulasi silang pada siswa-siswi SMU penyandang tunanetra yang memiliki Self-Regulation Style Akademik Identified Regulation dan Jumlah Kebutuhan Terpenuhi dengan Social Context (Persepsi terhadap guru)

Kebutuhan Terpenuhi Informational Controlling Total 0 Kebutuhan Terpenuhi 2 10 % 0 0 % 2 10 % 1 Kebutuhan Terpenuhi 7 35 % 0 0 % 7 35 % 2 Kebutuhan Terpenuhi 6 30 % 3 15 % 9 45 % 3 Kebutuhan Terpenuhi 2 10 % 0 0 % 2 10 %

Total 17

85 %

3 15 %

20 100 %


(32)

Lampiran 7

Tabel 7.22 Tabel tabulasi silang pada siswa-siswi SMU penyandang tunanetra yang memiliki Self-Regulation Style Akademik Identified Regulation dan Jumlah Kebutuhan Terpenuhi dengan Social Context (Persepsi terhadap cara mengajar guru)

Kebutuhan Terpenuhi Informational Controlling Total 0 Kebutuhan Terpenuhi 2 10 % 0 0 % 2 10 % 1 Kebutuhan Terpenuhi 5 25 % 2 10 % 7 35 % 2 Kebutuhan Terpenuhi 6 30 % 3 15 % 9 45 % 3 Kebutuhan Terpenuhi 2 10 % 0 0 % 2 10 %

Total 15

75 % 25 %

20 100 %

Tabel 7.23 Tabel tabulasi silang pada siswa-siswi SMU penyandang tunanetra yang memiliki Self-Regulation Style Akademik Identified Regulation dan Jumlah Kebutuhan Terpenuhi dengan Social Context (Persepsi terhadap suasana kelas)

Kebutuhan Terpenuhi Informational Controlling Total 0 Kebutuhan Terpenuhi 0 0 % 2 10 % 2 10 % 1 Kebutuhan Terpenuhi 3 15 % 4 20 % 7 35 % 2 Kebutuhan Terpenuhi 4 20 % 5 25 % 9 45 % 3 Kebutuhan Terpenuhi 1 5 % 1 5 % 2 10 %

Total 8

40 %

12 60 %

20 100 %


(33)

Lampiran 7

Tabel 7.24 Tabel tabulasi silang pada siswa-siswi SMU penyandang tunanetra yang memiliki Self-Regulation Style Akademik Identified Regulation dan Jumlah Kebutuhan Terpenuhi dengan Social Context (Persepsi terhadap fasilitas belajar di sekolah)

Kebutuhan Terpenuhi Informational Controlling Total 0 Kebutuhan Terpenuhi 1 5 % 1 5 % 2 10 % 1 Kebutuhan Terpenuhi 3 15 % 4 20 % 7 35 % 2 Kebutuhan Terpenuhi 5 25 % 4 20 % 9 45 % 3 Kebutuhan Terpenuhi 1 5 % 1 5 % 2 10 %

Total 10

50 %

10 50 %

20 100 %

Tabel 7.25 Tabel tabulasi silang pada siswa-siswi penyandang tunanetra yang memiliki Self-Regulation Style Akademik Identified Self-Regulation dan Jumlah Kebutuhan Terpenuhi dengan Social Context (Persepsi terhadap fasilitas belajar di Asrama atau rumah)

Kebutuhan Terpenuhi Informational Controlling Total 0 Kebutuhan Terpenuhi 1 5 % 1 5 % 2 10 % 1 Kebutuhan Terpenuhi 0 0 % 7 35 % 7 35 % 2 Kebutuhan Terpenuhi 1 5 % 8 40 % 9 45 % 3 Kebutuhan Terpenuhi 2 10 % 0 0 % 2 10 %

Total 4

20 %

16 80 %

20 100 %

Tabel 7.26 Tabel tabulasi silang pada siswa-siswi penyandang tunanetra yang memiliki Self-Regulation Style Akademik Identified Self-Regulation dan Dua Kebutuhan Terpenuhi. Dua Kebutuhan Terpenuhi Total

Kompetensi dan Berelasi 4 44,44% Otonomi dan Kompetensi 3

33,33% Otonomi dan Berelasi 2

22,22%

Total 9 100%


(34)

Lampiran 8

Visi

SLB-A Negeri Kota Bandung menjadi Resource Center (pusat sumber), untuk mewujudkan anak berkebutuhan khusus yang terampil, kreatif, cerdas, dan mandiri melalui manajemen pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus yang terbuka dan berkualitas pada tahun 2012.

Misi

1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi arah berkebutuhan khusus, khususnya anak tunanetra.

2. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak secara ramah melalui proses pendidikan yang bermutu.

3. Meningkatkan kesiapan dan kualitas proses pembelajaran untuk mengoptimal pengembangan intelektual dan pembentukan kepribadian yang bermoral.

4. Meningkatkan akuntabilitas sekolah sebagai lembaga pendidikan dan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan sikap.

5. Meningkatkan profesionalisme dan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan kualifikasi dan sertifikasi pendidikan.


(35)

Lampiran 8

6. Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan guna menunjang proses pembelajaran menuju layanan pendidikan yang bermutu.

7. Menciptakan berbagai program kegiatan intrakulikuler, ko-kulikuler, ekstrakulikuler dalam rangka meningkatkan keterampilan, tata laksana, berbahasa dan bermusik.


(36)

Lampiran 9

Sejarah Singkat

Pada tanggal 24 Juli 1901 pemerintah Belanda membangun perumahan untuk orang buta dengan nama Blinden Institute. Pada mulanya Blinden Institute ini dipergunakan sebagai tempat penampungan bagi pasien Rumah Sakit Mata Cicendo. Pada tanggal 25 April 1946 dipimpin oleh Ny. Geister, mulai dirintis oleh beliau sekolah khusus bagi orang buta dengan nama SR istimewa. Tahun 1949 Ny Geister digantikan oleh Ny. Borrel De Bruine.

Pada Tahun 1952 pemerintah membuka SGPLB (sekolah guru pendidikan luar biasa) dan menjadikan SR istimewa ini sebagai tempat latihan praktek khususnya untuk spesialisasi tunanetra. Tahun 1959 pimpinan sekolah digantikan oleh lulusan dari SGPLB angkatan pertama yaitu Drs. Mustafa Matasam. Dibawah pimpinan beliau, keadaan sekolah mengalami kemajuan dan peningkatan. Oleh karena itu pada tahun 1962 pemerintah memberikan nama status Negeri pada sekolah ini dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI No.3/sk/b/33 Pada tanggal 13 Maret 1962 dengan jenjang pendidikan tingkat persiapan dasar, lanjutan, keterampilan kejujuran, dan pelayanan alumnus.

Pada tahun 1976 – 1987 pimpinan sekolah diganti oleh I Gede Suardja. Kemudian pada tahun 1987 – 1992 digantikan oleh Ny. Siti Rusni Amirah. Pada tahun 1993 – 2001 dipimpin oleh Nandang Suryana. Setelah itu Nandang Suryana digantikan oleh Drs. Rahmatulloh hingga 2006, dan 2006 hingga 2008 oleh Hj.


(37)

Lampiran 9

Bahsri, lalu tahun 2008 hingga sekarang dipimpin oleh Tito Suharwanto Spd. Sip. M.si.

Tujuan Sekolah A. Tujuan Umum

• Tujuan pendidikan dasar (SDLB dan SMPLB) adalah meletakkan dasar, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti atau melanjutkan pendidikan lebih lanjut.

• Tujuan Pendidikan menengah (SMALB) adalah meningkatkan pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan hidup mandiri di masyarakat dan mengikuti atau melanjutkan pendidikan lebih lanjut.

B. Tujuan Khusus

1. Tingkat SDLB

• Mempersiapkan peserta didik memiliki pengetahuan, kepribadian, dan keterampilan dasar untuk penguasaan kecakapan hidup.

• Mempersiapakan ahlak mulia, sikap bijak, dan kemandirian peserta didik.

• Mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP baik untuk dilingkungan sekolah sendiri atau siswa secara inklusif di sekolah umum.


(38)

Lampiran 9

2. Tingkat SMPLB

• Mempersiapkan peserta didik memiliki pengetahuan, kepribadian, dan keterampilan tatalaksana untuk hidup mandiri di masyarakat. • Mempersiapakan ahlak mulia, sikap bijak, dan kemandirian peserta

didik.

• Mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA baik untuk dilingkungan sekolah sendiri atau siswa secara inklusif di sekolah umum.

3. Tingkat SMALB

• Mempersiapkan peserta didik memiliki pengetahuan, kepribadian, dan keterampilan musik dan bahasa untuk penguasaan kecakapan hidup.

• Mempersiapakan ahlak mulia, sikap bijak, dan kemandirian peserta didik.

• Mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan baik untuk dilingkungan sekolah sendiri atau siswa secara inklusif di sekolah umum.

4. Layanan Umum

Terlayaninya siswa berkebutuhan khusus yang sedang dan akan mengikuti pendidikan baik formal, informal, maupun non formal.


(39)

1 Universitas Kristen Maranatha   

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Salah satu cara untuk mengembangkan diri adalah melalui dunia pendidikan. Pendidikan dipandang sebagai upaya sadar (melalui kegiatan belajar) untuk mengembangkan segenap potensi (kognitif, psikomotorik, dan afektif) kemanusiaan setiap peserta didik hingga derajat yang optimal (Mulyono,1997). Di Indonesia pendidikan dapat diperoleh melalui sekolah-sekolah formal maupun non formal. Sekolah formal antara lain TK, SD, SLTP, SMU, dan Perguruan Tinggi. Sedangkan pendidikan non formal adalah pendidikan melalui kursus dan pelatihan. Selain itu ada pula pendidikan bagi mereka yang berkebutuhan khusus yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB).

SLB dirancang khusus bagi anak yang berkebutuhan khusus atau penyandang cacat. Berdasarkan UU No. 4 tahun 1997 (pasal 1 ayat1) tentang penyandang cacat, yang dimaksud dengan penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat menganggu atau merintangi dan menghambat baginya untuk melakukan kegiatan secara layak, penyandang cacat tersebut terdiri atas : penyandang cacat fisik (tunanetra, tunadaksa, tuna rungu-wicara), penyandang cacat mental (tunagrahita dan tunalaras), penyandang cacat fisik dan mental (cacat ganda atau gabungan keduanya).


(40)

2 Universitas Kristen Maranatha   

Di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk ± 220 juta jiwa, sekitar 3,11 % atau 7,8 juta jiwa penduduknya mengalami kecacatan, baik cacat fisik, mental, maupun kedua-duanya, dan jumlah penduduk Indonesia penyandang tunanetra sebesar 1,5 % atau 3 juta dari penduduk Indonesia. Ini berarti jumlah penyandang tunanetra lebih banyak dibandingkan penyandang cacat lainnya (Sigobar, 2008). Tunanetra sendiri berarti sebutan bagi kondisi seseorang yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran dua belas point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kaca mata (kurang awas atau low vision) (Subijanto, 2005).

Dalam dunia pendidikan di Indonesia diharapkan tidak ada diskriminasi perlakuan pendidikan, termasuk bagi anak penyandang ketunaan (tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan tunalaras) dan anak yang berkesulitan belajar, seperti kesulitan membaca, menulis, dan menghitung karena sudah diatur dalam Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan agar setiap warga negara memiliki hak untuk memperoleh pendidikan (UU No. 2/1989). Bagi seorang tunanetra jenjang pendidikannya sama dengan orang yang bermata normal akan tetapi lembaga pendidikannya berbeda yaitu di SLB-A yang dirancang khusus bagi penyandang tunanetra. Di Indonesia, pendidikan untuk anak-anak penyandang ketunaan selama ini diselenggarakan di 954 SLB-A dan di 94 sekolah terpadu bagi anak-anak tunanetra (Subijanto, 2005).


(41)

3 Universitas Kristen Maranatha   

Di SLB-A penyandang tunanetra dididik dan diajarkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan pedoman hidup yang berguna bagi kehidupan mereka di masa yang akan datang. Dengan demikian, penyandang tunanetra pun mendapatkan hak dalam bidang pendidikan dan kesejahteraan hidupnya (Subijanto, 2005).

Ada beberapa SLB-A di kota Bandung, salah satunya adalah SLB-A Negeri “X” Bandung. SLB-A Negeri “X” Bandung menawarkan jenjang pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, hingga SMA. Di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung terdapat dua jurusan yaitu musik dan bahasa. Adapun mata pelajaran yang sama dijurusan musik dan bahasa adalah : Agama, PPKN, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPS, IPA, Seni budaya, Penjas Olahraga dan Kesehatan, Keterampilan (Vokasional atau teknologi informasi dan komunikasi). Sedangkan mata pelajaran lainnya di jurusan musik adalah : Keterampilan komputer, Teori Harmoni, Solfegio, Psikologi Musik, Organologi, Vokal, Sejarah Musik, Gitar, Biola, Piano, Electone, Ensamble, Kesenian Daerah, Harmonisasi Gerak, Perkusi, dan jurusan bahasa terdapat mata pelajaran : Keterampilan komputer, Keterampilan Bahasa Indonesia, Sastra Indonesia, English Skill, Reading atau Writing, Keterampilan Bahasa Jerman, Keterampilan Bahasa Arab, Muatan Lokal Bahasa Indonesia.

Jumlah siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung sebesar 30 orang. Di kelas satu musik ada 11 orang (dua orang siswi dan sembilan orang siswa), kelas satu bahasa tiga orang (dua orang siswi dan satu orang siswa). Di kelas dua musik tidak ada muridnya sehingga kelas dua hanya ada jurusan bahasa yang memiliki murid berjumlah tiga orang (satu orang siswi


(42)

4 Universitas Kristen Maranatha   

dan dua orang siswa), dan kelas tiga musik berjumlah lima orang (dua orang siswi dan tiga orang siswa), sedangkan kelas tiga bahasa berjumlah delapan orang (lima orang siswi dan tiga orang siswa).

SMA di SLB-A Negeri “X” Bandung berada di bawah naungan Departemen Sosial. Departemen Sosial menyediakan asrama bagi penyandang tunanetra, sehingga sebagian besar siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung tinggal di asrama tersebut. Jumlah siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung yang tinggal di asrama berjumlah 26 orang, dua orang tinggal di rumah masing-masing, dan dua orang lainnya kos dekat sekolah. Siswa dan siswi ditempatkan pada asrama berbeda, setiap asrama memiliki satu atau dua orang pembimbing atau orangtua asuh yang juga tinggal di asrama. Siswa-siswi penyandang tunanetra yang tinggal di asrama mendapatkan fasilitas yang disediakan oleh asrama yaitu makanan tiga kali makan, tempat tidur, lemari baju, meja dan kursi tamu, kamar mandi dan dapur bersama. Atas pemanfaatan tersebut tidak dipungut biaya.

SMA di SLB-A Negeri “X” Bandung memberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP adalah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan pada masing-masing satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah. KTSP ini ditetapkan melalui peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing nomor 22 tahun 2006 dan nomor 23 tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang


(43)

5 Universitas Kristen Maranatha   

Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

(http://www.slideboom.com/presentations/43009/Kurikulum-Tingkat-Satuan-Pendidikan).

Menurut seorang guru di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung, kurikulum KTSI (kurikulum tingkat standar isi) di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung berbeda dengan kurikulum KTSP di sekolah reguler dalam hal mata pelajaran yang diajarkan dan isi materi. Isi materi disederhanakan sedemikian rupa dan cara penyampaiannya dimodifikasi, misalnya menggunakan alat peraga atau melalui kaset-kaset rekaman yang mudah dimengerti oleh siswa-siswi penyandang tunanetra. Siswa-siswi penyandang tunanetra memiliki keterbatasan fisik namun mereka tetap dituntut untuk dapat mengikuti kurikulum itu, dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan kurikulum, misalnya diminta untuk konsentrasi pada saat guru menjelaskan materi, diminta untuk mencatat materi yang disampaikan oleh guru, seharusnya aktif bertanya dalam setting pembelajaran dan mendengarkan guru yang sedang menyampaikan materi. Mengingat keterbatasan fisik berupa indera penglihatannya maka siswa-siswi penyandang tunanetra diharapkan mampu mengoptimalkan indera lain yang masih berfungsi dengan baik, terutama indera pendengaran.

Berdasarkan wawancara terhadap lima orang guru di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung, didapatkan keterangan bahwa dalam kegiatan belajar di kelas, sebagian besar siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri


(44)

6 Universitas Kristen Maranatha   

“X” Bandung dalam proses pembelajaran hanya 5 – 10 % saja yang berperan aktif dalam proses pembelajaran, yaitu mendengarkan guru yang sedang menjelaskan materi, mencatat materi yang disampaikan guru, bertanya dan menjawab pertanyaan guru. Pada umumnya siswa-siswi penyandang tunanetra akan aktif bertanya dan menjawab pertanyaan apabila guru memberikan reward berupa penambahan nilai bagi mereka. Tidak jarang guru menjumpai siswa-siswi penyandang tunanetra tidur-tiduran di kelas tatkala jam belajar sedang berlangsung, mengobrol dengan teman, beberapa dari siswa-siswi penyandang tunanetra tidak membawa buku catatan dan alat untuk menulis huruf braile.

Kurikulum tingkat standar isi ( KTSI ) menuntut siswa-siswi penyandang tunanetra untuk mampu mengarahkan perilakunya dalam kegiatan belajar. Misalnya menetapkan target prestasi yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan mengatur waktu belajar. Siswa-siswi penyandang tunanetra pun diharapkan mampu memotivasi diri sendiri untuk tetap terarah dalam belajar yang pada akhirnya mampu meraih target belajar yang ditetapkannya. Lebih jelasnya untuk siswa-siswi jurusan musik, misalnya dituntut terampil memainkan alat musik seperti gitar, piano, biola, dan lain-lain, sedangkan untuk siswa-siswi penyandang tunanetra dengan jurusan bahasa dituntut untuk memiliki keterampilan bahasa Indonesia, Inggris, Jerman, dan Arab. Adanya tuntutan-tuntutan tersebut diharapkan para siswa dapat mengatur dirinya dalam belajar.


(45)

7 Universitas Kristen Maranatha   

Siswa-siswi penyandang tunanetra berada pada masa Formal Operational (Piaget, 1970), dimana pada masa tersebut siswa-siswi penyandang tunanetra dapat berpikir abstrak dan berpikir hipothetical. Mereka dapat membayangkan apa yang akan terjadi jika mereka melakukan sesuatu hal, oleh karena itu mereka dapat menyusun dan mengatur rencana bagi masa depan mereka. Berbekal kemampuan kognitif yang semakin berkembang, siswa-siswi penyandang tunanetra dapat mengatur dirinya, dapat menyusun rencana-rencana bagi masa depannya terutama dalam bidang pendidikannya. Kemampuan seseorang untuk mengatur dan mengarahkan perilakunya guna meraih hasil belajar yang optimal disebutkan sebagai Self-Regulation Style Akademik (Deci & Ryan, 2001). Dalam mengarahkan perilakunya untuk mencapai hasil belajar yang optimal maka siswa-siswi penyandang tunanetra membutuhkan keselarasan untuk mengintegrasikan kekuatan dalam diri (inner forces) berupa kebutuhan dasar dan faktor lingkungan atau social context (external forces) (Deci & Ryan, 2001).

Bagi siswa-siswi penyandang tunanetra untuk dapat mengatur dan mengarahkan perilakunya untuk mencapai hasil belajar yang optimal merupakan tantangan bagi mereka. Keterbatasan fisik siswa-siswi penyandang tunantera membatasi mereka untuk bergerak bebas dan keterbatasan dalam memahami sesuatu yang belum mereka lihat. Seperti misalnya pelajaran matematika, siswa-siswi penyandang tunanetra tidak dapat melihat simbol-simbol matematika, mereka hanya dapat meraba bentuk simbol lewat alat peraga. Oleh karena itu untuk dapat memahami pelajaran matematika dibutuhkan usaha dan kerja keras.


(46)

8 Universitas Kristen Maranatha   

Siswa-siswi penyandang tunanetra membutuhkan orang lain untuk mendeskripsikan apa yang tidak dapat mereka lihat. Berbeda dengan siswa-siswi normal yang dapat melihat secara langsung dan dengan mudah mengenal dan memahami apa yang mereka lihat tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, siswa-siswi penyandang tunanetra membutuhkan bantuan orang lain terutama dalam bidang akademisnya.

Dalam menempuh pendidikannya di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung, siswa-siswi penyandang tunanetra menemukan hambatan dan kesulitan, misalnya terbatasnya jumlah reader, terbatasnya sarana dan prasarana di sekolah seperti buku-buku yang menggunakan huruf braile, alat peraga, ruang laboratorium, peralatan laboratorium, terbatasnya tenaga ahli (psikologi) yang dapat membantu menangani masalah pribadi siswa-siswi penyandang tunanetra (Subijanto 2005). Selain hambatan-hambatan yang dihadapi oleh siswa-siswi penyandang tunanetra, mereka pun mengalami kesulitan-kesulitan dalam bidang akademiknya seperti misalnya kesulitan memahami soal-soal matematika karena kesulitan dalam memahami simbol-simbol dalam matematika (Subijanto, 2005).

Keterbatasan fisik, kesulitan dan hambatan yang dialami oleh siswa-siswi penyandang tunanetra menuntut mereka untuk meminta bantuan orang lain terutama dalam aktivitas akademik mereka. Bagaimana siswa-siswi mempersepsi bantuan dan mempersepsi lingkungannya dapat mempengaruhi self-regulation akademik mereka. Siswa-siswi penyandang tunanetra memiliki kebutuhan-kebutuhan yang mereka dapat penuhi melalui interaksi dengan


(47)

9 Universitas Kristen Maranatha   

lingkungan mereka. Terpenuhi atau tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat mempengaruhi self-regulation akademik mereka.

Di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung siswa-siswi penyandang tunanetra memiliki, teman, guru dan reader yang membantunya melakukan aktivitas sehari-hari di sekolah. Di asrama atau di rumah, para siswa memiliki orangtua atau orangtua asuh yang membimbing mereka. Teman, guru, reader, dan orangtua atau orangtua asuh merupakan lingkungan sosial atau social context bagi siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung. Selain teman, guru, reader, dan orangtua atau orangtua asuh ada pula social context lainnya yaitu suasana kelas, fasilitas belajar di sekolah, fasilitas belajar di asrama atau dirumah yang menunjang dalam proses pembelajaran.

Keterbatasan fisik siswa-siswi penyandang tunanetra, khususnya berupa tidak berfungsinya indera penglihatan, sehingga mereka membutuhkan orang lain dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari terutama dalam melakukan aktivitas yang berhubungan dengan akademiknya seperti membutuhkan bantuan reader untuk membacakan buku pada saat akan ulangan atau ujian, membutuhkan orangtua atau orangtua asuh untuk menemani mengerjakan tugas atau membacakan buku, membutuhkan teman untuk menemani mereka dalam beraktivitas dan membantu untuk mengerjakan tugas.

Berdasarkan wawancara terhadap dua orang reader dan dua orangtua asuh di asrama didapatkan keterangan yaitu siswa-siswi penyandang tunanetra akan mengerjakan tugas dari sekolah apabila dibantu oleh reader, orangtua asuh atau teman. Jika tidak ada yang menemani atau membantu tugas mereka,


(48)

10 Universitas Kristen Maranatha   

maka mereka cenderung untuk diam saja atau mengerjakan tugas seadanya. Wawancara tersebut dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai cara siswa-siswi penyandang tunanetra dalam mengerjakan tugas apabila ada atau tidak adanya bantuan.

Berdasarkan wawancara terhadap 10 orang siswa-siswi penyandang tunanetra maka didapatkan keterangan yaitu tujuh orang mengaku sering meminta bantuan orang lain seperti teman, guru, reader, dan orang tua asuh dalam menyelesaikan tugas sekolah dan dalam belajar ketika akan ulangan terutama meminta bantuan reader dalam membacakan buku-buku pelajaran. Menurut tiga orang lainnya mengaku bahwa mereka meminta bantuan teman, guru, reader, orang tua asuh hanya kadang-kadang saja, mereka mengaku jika dapat mengerjakan sendiri tugas mereka maka mereka mencoba untuk mengerjakannya. Namun untuk membacakan buku yang bertuliskan huruf normal mereka tetap meminta bantuan orang lain. Wawancara tersebut dimaksudkan untuk mendeskripsikan bantuan yang diberikan lingkungan bagi siswa-siswi penyandang tunanetra.

Berdasarkan wawancara terhadap 20 orang siswa-siswi penyandang tunanetra tunanetra di SMA SLB- A Negeri “X” Bandung maka didapatkan keterangan yaitu 12 orang mengaku bahwa lingkungannya seakan-akan membuat mereka tidak bebas memilih aktivitasnya, mereka mempersepsi orang tua atau orang tua asuh memberikan kritik atau teguran pada setiap hasil belajar mereka sehingga membuat mereka merasa tertekan, siswa-siswi penyandang tunanetra mempersepsi guru kurang peduli terhadap kesulitannya dalam memahami


(49)

11 Universitas Kristen Maranatha   

materi, mempersepsi reader membacakan buku yang tidak mereka sukai dan memaksa untuk mendengarkannya, mereka juga mempersepsi teman sering memberi bantuan sehingga ia menjadi bergantung pada temannya, siswa-siswi penyandang tunanetra mempersepsi fasilitas belajar kurang menunjang dalam belajar seperti alat musik banyak yang rusak sehingga mereka tidak dapat memilih alat musik yang diinginkannya karena jumlahnya yang terbatas dan banyak yang rusak.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa 12 orang dari 20 siswa-siswi penyandang tunanetra mempersepsikan lingkungan sosialnya sebagai lingkungan yang controlling. Lingkungan controlling adalah lingkungan yang yang membuat siswa-siswi penyandang tunanetra seakan-akan tidak dapat secara bebas memilih aktivitasnya (Deci dan Ryan, 1985)

Delapan orang siswa-siswi penyandang tunanetra mengaku bahwa mereka mempersepsi orangtua atau orangtua asuh memberikan saran dan nasihat dalam meningkatkan hasil belajar sehingga mereka menjadi bersemangat untuk belajar, mereka mempersepsi guru menerangkan materi secara berulang-ulang sehingga mereka semakin memahami materi pelajaran yang diajarkan, mereka mempersepsi reader membacakan buku pada saat akan ujian sehingga mereka dapat memahami materi dengan baik, siswa-siswi penyandang tunanetra mempersepsi teman-teman yaitu bersedia memberikan bantuan apabila ada pelajaran yang sulit dipahami. Siswa-siswi penyandang tunanetra mempersepsi meskipun suasana kelas cukup ramai namun dirasanya menyenangkan, mereka mempersepsi fasilitas belajar yang tersedia dapat menunjangnya dalam belajar.


(50)

12 Universitas Kristen Maranatha   

Dari keterangan di atas terlihat bahwa delapan orang siswa-siswi penyandang tunanetra mempersepsikan lingkungan sosialnya sebagai lingkungan informational, yaitu lingkungan yang memberikan feedback yang positif, memberikan dukungan, memberikan perhatian, menghargai hubungan yang harmonis, komunikasi dua arah, memberi kasih sayang, memberi fasilitas dalam proses belajar (Deci dan Ryan, 1985).

Berdasarkan wawancara terhadap 20 orang siswa-siswi penyandang tunanetra, didapatkan keterangan yaitu 15 orang memiliki kebutuhan berelasi yang terlihat dalam perilaku seperti : merasa dekat dengan teman, guru, orangtua atau orangtua asuh, dan reader serta dapat mengobrol dengan teman, guru, orang tua atau orang tua asuh, dan reader, senang menghabiskan waktu hampir sehari penuh dengan teman-teman, senang bermain dan jalan-jalan dengan teman dibandingkan mengerjakan tugas atau PR, senang belajar bersama-sama dibandingkan sendiri. Delapan orang siswa-siswi penyandang tunanetra memiliki kebutuhan otonomi seperti misalnya mengaku merasa bebas dalam mengungkapkan pendapatnya di kelas, dapat mengambil keputusan sendiri mengenai jadwal kegiatannya sehari-hari, dapat menentukan sendiri jurusan yang sesuai dengan minatnya seperti musik atau bahasa, dan dalam diskusi kelompok siswa-siswi penyandang tunanetra dapat mengambil keputusan dalam pembagian tugas kelompok.

Lima orang siswa-siswi penyandang tunanetra lainnya memiliki kebutuhan kompetensi seperti dapat mengerjakan sebaik mungkin tugas-tugas yang diberikan, mampu mempelajari pelajaran-pelajaran yang menurut orang lain


(51)

13 Universitas Kristen Maranatha   

sulit, menganggap diri mampu untuk mempelajari hal-hal yang baru dalam proses belajar, siswa-siswi penyandang tunanetra mengaku mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan hasil yang memuaskan. Deci dan Ryan (2001) mengemukakan bahwa semakin banyaknya kebutuhan-kebutuhan yang terpenuhi secara memadai maka individu akan meregulasi dirinya semakin intrinsik dan menjadi perilaku yang menetap.

Dari 12 orang siswa-siswi penyandang tunanetra yang mempersepsikan social context sebagai lingkungan yang controlling didapatkan keterangan yaitu tujuh orang siswa-siswi penyandang tunanetra mengungkapkan bahwa alasan mereka mengerjakan tugas yang diberikan guru karena akan mendapat hukuman apabila tidak mengerjakan tugas misalnya mengerjakan tugas membuat karangan bahasa inggris karena takut dihukum, contoh hukumannya yaitu dimarahi guru kalau tidak mengerjakan tugas mereka, pada saat diskusi kelompok mereka mengerjakannya agar tidak ditegur atau dimarahi oleh teman dan guru. Mereka mengerjakan setiap PR supaya dipuji oleh guru dan teman-temannya, mereka berusaha dengan baik meraih prestasi di sekolah agar dipuji oleh orang tua atau orang tua asuh, guru, dan teman, mereka pun bertanya di kelas supaya dipuji oleh teman dan guru. Alasan-alasan tersebut menunjukkan style regulasi dari motivasi ekstrinsik yang disebut dengan external regulation. Perilaku yang dimunculkan oleh siswa-siswi penyandang dalam kegiatan belajar hanya sebatas untuk mendapatkan reward atau punishment, sehingga cara belajar siswa-siswi penyandang tunanetra tergantung dari reward atau punishment yang diberikan oleh lingkungan. Motivasi yang dimiliki


(52)

siswa-14 Universitas Kristen Maranatha   

siswi penyandang tunanetra berasal dari lingkungan sekitar, apabila lingkungan kurang memberikan dukungan maka mereka menjadi kurang bersemangat dalam belajar atau kurang menunjukkan kesungguhan dalam belajar. Sehingga hasil yang didapat pun tergantung pada reward atau punishment yang diberikan oleh lingkungan. Seperti guru memberikan nilai tinggi apabila siswa-siswi penyandang tunanetra dapat menjawab pertanyaan. Siswa-siswi akan mencoba menjawab pertanyaan tersebut dan berusaha untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut.

Lima orang siswa-siswi penyandang tunanetra lainnya mengungkapkan bahwa alasan mereka mengerjakan tugas yang diberikan guru karena merasa bersalah pada diri sendiri apabila tidak mengerjakan dan merasa bersalah pada orang tua atau orang tua asuh yang membimbing mereka, mereka belajar dengan baik karena merasa malu apabila mendapatkan nilai yang buruk di sekolah. Pada saat diskusi kelompok mereka mengerjakan dengan baik karena ingin dianggap pintar oleh teman-teman. Mereka bertanya di kelas supaya dilihat oleh guru sebagai siswa atau siswi yang rajin. Alasan-alasan tersebut menunjukkan style regulasi dari motivasi ekstrinsik yang disebut dengan introjected regulation. Perilaku yang dimunculkan oleh siswa-siswi penyandang tunanetra dalam kegiatan belajar hanya sebatas untuk menghindari rasa bersalah atau untuk mendapatkan rasa berharga atau rasa percaya diri sehingga hasil yang didapat pun ditentukan oleh rasa bersalah atau rasa berharga atau rasa percaya diri yang dimiliki oleh siswa-siswi penyandang tunanetra. Siswa-siswi penyandang tunanetra dengan introjected regulation


(53)

15 Universitas Kristen Maranatha   

memiliki motivasi ekstrinsik, sehingga dalam belajar mereka masih dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya.

Berdasarkan wawancara terhadap delapan orang siswa-siswi penyandang tunanetra yang mempersepsi lingkungan sosialnya sebagai lingkungan yang informational maka didapatkan keterangan yaitu lima orang siswa-siswi penyandang tunanetra belajar dengan baik karena ingin mengerti mata pelajaran yang diajarkan pada mereka dan supaya tidak kesulitan ketika menghadapi ulangan atau ujian. Mengerjakan tugas kelompok dengan alasan karena ingin mengetahui sejauh mana mereka memahami pelajaran yang diajarkan oleh guru. Mereka mengaku bahwa belajar dengan baik supaya mendapat nilai yang memuaskan dan bisa naik kelas atau lulus dengan hasil yang memuaskan juga. Mereka bertanya di kelas karena ingin mengetahui apakah mereka sudah memahami pelajaran dengan benar atau tidak. Alasan-alasan tersebut menunjukkan style regulasi dari motivasi intrinsik yang disebut dengan identified regulation. Perilaku yang dimunculkan oleh siswa-siswi penyandang tunanetra dalam kegiatan belajar dengan alasan karena memiliki tujuan yang dianggapnya penting sehingga cara belajar yang dimunculkan oleh siswa-siswi penyandang tunanetra pun hanya sebatas untuk mencapai tujuan tersebut.

Tiga orang siswa-siswi penyandang tunanetra lainnya mengungkapkan bahwa alasan mereka belajar karena mereka menyukai kegiatan belajar tersebut, merasa senang dengan kegiatan tersebut dan menikmati kegiatan belajar yang mereka lakukan, seakan-akan hal tersebut sudah menjadi bagian


(54)

16 Universitas Kristen Maranatha   

dari dirinya. Alasan-alasan tersebut menunjukkan style regulasi dari motivasi intrinsik yang disebut dengan intrinsik regulation. Perilaku yang dimunculkan oleh siswa-siswi penyandang tunanetra dalam kegiatan belajar dengan alasan karena merasa senang dengan kegiatan tersebut dan menikmati kegiatan belajar yang mereka lakukan sehingga siswa-siswi penyandang tunanetra akan belajar dengan sungguh-sungguh dan akan mendapatkan hasil belajar yang optimal. Motivasi yang dimiliki siswa-siswi penyandang tunanetra yaitu motivasi intrinsik.

Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat terlihat adanya perbedaan alasan yang membuat siswa-siswi penyandang tunanetra menjadi termotivasi untuk belajar dengan baik dalam mencapai hasil belajar yang optimal di sekolah. Dari perbedaan alasan tersebut, maka Self-Regulation Style Akademik yang digunakan oleh remaja tunanetra pun berbeda-beda. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran Self-Regulation Style Akademik pada siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung.

1.2Identifikasi Masalah

Seperti apakah gambaran Self-Regulation Style Akademik pada siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung.


(55)

17 Universitas Kristen Maranatha   

1.3Maksud dan tujuan 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai Self-Regulation Style Akademik pada siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui Self-Regulation Style Akademik yang digunakan oleh siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung dalam kaitannya dengan motivasi dan faktor-faktor lain seperti needs dan social context.

1.4Kegunaan penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

- Memberikan tambahan informasi mengenai Self-Regulation Style Akademik bagi ilmu psikologi pendidikan dan psikologi perkembangan. - Memberikan rujukan bagi penelitian selanjutnya mengenai

Self-Regulation Style Akademik.

1.4.2 Kegunaan Praktis

- Memberikan informasi mengenai Self-Regulation Style Akademik siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung kepada pengajar akademik di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung,


(56)

18 Universitas Kristen Maranatha   

sehingga pengajar lebih memahami regulasi para siswa-siswi penyandang tunanetra dalam rangka mengembangkan Self-Regulation Style Akademik yang lebih efektif untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

- Memberikan informasi mengenai Self-Regulation Style Akademik siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung kepada orang tua atau orang tua asuh sehingga orang tua atau orang tua asuh membantu anaknya mengembangkan Self-Regulation Style Akademik yang lebih efektif untuk mencapai hasil belajar yang optimal. - Memberikan informasi mengenai Self-Regulation Style Akademik

siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung kepada siswi penyandang tunanetra itu sendiri sehingga siswa-siswi penyandang tunanetra dapat mengembangkan Self-Regulation Style Akademik yang lebih efektif untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

1.5Kerangka Pemikiran

Siswa-siswi penyandang tunanetra memiliki tugas-tugas perkembangan, salah satunya yaitu menempuh pendidikan di sekolah. Pendidikan dipandang sebagai upaya sadar (melalui kegiatan belajar) untuk mengembangkan segenap potensi (kognitif, psikomotorik, dan afektif) kemanusiaan setiap peserta didik hingga derajat yang optimal (Mulyono,1997). Sekolah untuk siswa-siswi penyandang tunanetra berbeda dengan sekolah pada umumnya. Siswa-siswi penyandang tunanetra belajar di sekolah khusus yang biasa disebut SLB tipe A. Salah satu A di Bandung yaitu A Negeri “X” Bandung. Di SMA


(57)

SLB-19 Universitas Kristen Maranatha   

A Negeri “X” Bandung ini, siswa-siswi penyandang tunanetra belajar layaknya siswa-siswi normal akan tetapi cara penyampaiannya yang berbeda. Guru menyampaikan materi secara lisan dan perlahan-lahan bahkan di bantu oleh alat peraga sehingga siswa-siswi penyandang tunanetra dapat meraba alat peraga tersebut dan memahami materi yang disampaikan. Selain itu, guru menggunakan huruf braile untuk menjelaskan suatu materi (Subijanto, 2005).

Siswa-siswi penyandang tunanetra memiliki keterbatasan fisik yaitu kurang atau tidak berfungsinya indera penglihatan. Dengan keterbatasan fisik yang dimilikinya siswa-siswi penyandang tunanetra menemukan hambatan dan kesulitan dalam bidang akademiknya. Untuk dapat menyelesaikan hambatan dan kesulitan dalam bidang akademiknya, siswa-siswi penyandang tunanetra di tunjang oleh kematangan perkembangan yang dapat dilihat dari segi usia yaitu 15-21 tahun yang memasuki masa remaja dengan periode perkembangan formal operational (Piaget,1970) dalam menyelesaikan dan menghadapi hambatan dan kesulitannya tersebut. Ciri-ciri utama dari periode formal operational yaitu siswa-siswi penyandang tunanetra mengembangkan kemampuan kognitif untuk berpikir abstrak siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri “ X “ Bandung diharapkan dapat memecahkan masalah tanpa melakukan operasi konkret, seperti menyelesaikan soal cerita matematika. Siswa-siswi penyandang tunanetra dapat berpikir secara hipothetical, mereka dapat menduga-duga apa yang akan terjadi dimasa depan sehingga mereka dapat membuat perencanaan, mereka sudah dapat mengatur dan mengarahkan dirinya. Ciri lain dari periode formal operational ialah idealis yaitu dapat berpikir mengenai hal-hal yang


(58)

20 Universitas Kristen Maranatha   

mungkin terjadi, dan logis yaitu mulai berpikir dengan menyusun rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji cara pemecahan yang ia pikirkan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Berbekal kemampuan berpikir formal operational tersebut siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri “ X “ Bandung diharapkan mampu mengarahkan perilakunya dalam bidang akademik, misalnya mampu menetapkan target prestasi sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, menyusun rencana dalam mencapai target tersebut seperti mengatur waktu belajarnya (Nurliana, skripsi 2008). Diharapkan juga siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri “ X “ Bandung mampu memotivasi dirinya untuk mencapai target yang sudah ditetapkan dan memiliki keyakinan bahwa ia mampu mengatasi setiap masalah dan kesulitan yang dihadapinya dengan usaha dan kemampuan yang ia miliki untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Kemampuan seseorang dalam mengatur dan mengarahkan perilakunya untuk mencapai hasil belajar yang optimal disebut sebagai Style Self-Regulation Akademik (Deci dan Ryan, 2001).

Peranan motivasi sebagai faktor internal yang mempengaruhi Self-Regulation Style akademik sangat penting dalam mendasari suatu perilaku siswa-siswi SMU penyandang tunanetra. Terdapat dua macam motivasi yang mendasari perilaku seseorang yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik (Deci dan Ryan 2001). Motivasi ekstrinsik berarti siswa-siswi penyandang tunanetra berperilaku didasarkan motivasi dari luar dirinya seperti lingkungannya, sedangkan apabila siswa-siswi penyandang tunanetra berperilaku atas dasar dari dalam dirinya yang sudah memiliki sistem nilai yang kuat dan tujuan yang jelas


(59)

21 Universitas Kristen Maranatha   

maka siswa-siswi penyandang tunanetra tersebut dipengaruhi oleh motivasi intrinsik.

Kedua tipe motivasi tersebut menghasilkan empat gaya regulasi, yaitu : External Regulation dan Introjected Regulation yang merupakan style dari tipe motivasi ekstrinsik, Identified Regulation dan Intrinsik Regulation yang merupakan style dari tipe motivasi intrinsik (Deci dan Ryan, 1980). Apabila siswa-siswi penyandang tunanetra memiliki External Regulation maka ia termotivasi untuk mendapatkan reward atau menghindari punishment. Lebih umum External Regulation menunjukkan ketika suatu alasan melakukan tingkah laku adalah untuk kepuasan dari permintaan eksternal (dikontrol oleh tuntutan eksternal) (Deci dan Ryan, 2001). Dengan kata lain External Regulation bagi siswa-siswi penyandang tunanetra yaitu ketika alasan melakukan tingkah laku dalam bidang akademik adalah untuk kepuasan dari permintaan eksternal. Siswa-siswi penyandang tunanetra mengerjakan tugas di kelas, menjawab pertanyaan sulit dari guru agar tidak dihukum jika tidak melakukannya. Hukuman tersebut seperti ditegur oleh guru, menyalin tugas hingga 100 kali lipat. Siswa-siswi penyandang tunanetrapun mengerjakan tugas tersebut agar mendapatkan reward dari guru, orang tua, dan teman-teman seperti pujian dan penambahan nilai dari guru.

Motivasi yang dimiliki siswa-siswi penyandang tunanetra berasal dari lingkungan sekitar, apabila lingkungan kurang memberikan dukungan maka mereka menjadi kurang bersemangat dalam belajar atau kurang menunjukkan kesungguhan dalam belajar. Seperti guru memberikan nilai tinggi apabila


(60)

22 Universitas Kristen Maranatha   

siswa-siswi penyandang tunanetra dapat menjawab pertanyaan. Siswa-siswi akan mencoba menjawab pertanyaan tersebut dan berusaha untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut. Siswa-siswi penyandang tunanetra dengan External Regulation akan belajar apabila ada yang memberinya bantuan dan bimbingan, jika tidak ada yang membantu mereka maka mereka cenderung tidak belajar, belajar seadanya, atau kurang menunjukkan kesungguhan dalam belajar. Sehingga hasil yang didapat pun tergantung pada reward atau punishment yang diberikan oleh lingkungan.

Self-Regulation Style akademik yang kedua yaitu Introjected Regulation meliputi sebuah External Regulation yang lebih terinternalisasi tapi tidak cukup dalam, yang benar-benar diterima sebagai dirinya. Introjected Regulation merupakan sebuah tipe motivasi ekstrinsik yang memiliki sebagian internalisasi, individu tidak mempertimbangkan menjadi bagian dari integrasi. Introjection didasari tingkah laku sebagai tampilan untuk menghindari rasa bersalah dan malu atau untuk mencapai rasa berharga (Deci & Ryan, 1995). Introjected Regulation pada siswa-siswi penyandang tunanetra berarti alasan siswa-siswi penyandang tunanetra melakukan tingkah laku dalam bidang akademik atas dasar kontrol dari siswa-siswi penyandang tunanetra terhadap perilaku yang dimunculkannya untuk menjaga harga dirinya atau rasa berharga akan dirinya seperti ingin dinilai sebagai murid yang baik, ingin dinilai sebagai murid yang pintar atau mengerjakan pekerjaan rumah (PR), menjawab pertanyaan sulit dari guru, dan mengerjakan tugas-tugasnya karena ingin menghindari rasa bersalah, atau menghindari rasa malu yang muncul dari dalam dirinya. Cara belajar


(61)

siswa-23 Universitas Kristen Maranatha   

siswi penyandang tunanetra dengan Introjected Regulation tergantung pada rasa bersalah yang dimiliki oleh siswa-siswi penyandang tunanetra atau rasa berharga yang ingin dicapainya sehingga hasil belajarnya pun tergantung pada rasa bersalah yang mereka miliki dan rasa berharga yang ingin mereka capai. Siswa-siswi penyandang tunanetra memiliki motivasi ekstrinsik sehingga dalam belajar mereka masih perlu dukungan dari lingkungannya.

Self-Regulation Style akademik yang ketiga yaitu Identified Regulation meliputi penilaian secara sadar pada tujuan tingkah laku atau regulasi, penerimaan tingkah laku sebagai personally dianggap penting (Deci dan Ryan, 2001). Identified regulation pada siswa-siswi penyandang tunanetra adalah alasan siswa-siswi penyandang tunanetra melakukan tingkah laku dalam bidang akademik yang didasari oleh alasan secara sadar pada tujuan yang jelas dan dianggapnya penting dari tingkah laku yang dilakukannya. Siswa-siswi penyandang tunanetra mengerjakan tugas-tugasnya, mengerjakan pekerjaan rumah (PR), menjawab pertanyaan sulit dari guru karena menganggap bahwa hal tersebut penting bagi dirinya. Siswa-siswi penyandang tunanetra dengan Identified Regulation akan belajar apabila memiliki tujuan yang dianggapnya penting seperti mendapatkan ranking di kelas, naik kelas atau lulus ujian, mendapatkan nilai tinggi, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa-siswi penyandang tunanetra pada tujuan yang telah ia tetapkan, apabila tujuannya belum telah tercapai maka siswa-siswi penyandang tunanetra akan menunjukkan perilaku belajar agar tujuannya terpenuhi. Mereka akan berusaha mencapai


(1)

Siswa-siswi penyandang tunanetra dengan Identified Regulation sebagian besar mempersepsi social contextnya sebagai lingkungan yang Informational dibandingkan mempersepsi social contextnya sebagai lingkungan Controlling sehingga siswa-siswi penyandang tunanetra lebih meregulasi dirinya ke arah Identified Regulation.

Sebagian besar siswa-siswi penyandang tunanetra dengan Identified Regulation mempersepsi social context (orangtua, teman, reader, guru, dan cara mengajar) sebagai lingkungan Informational. Hal ini berarti siswa-siswi penyandang tunanetra mempersepsi lingkungannya sebagai lingkungan yang memberikan feedback yang positif, memberikan dukungan, memberikan perhatian, menghargai hubungan yang harmonis, komunikasi dua arah, memberi kasih sayang, memberi fasilitas dalam proses belajar (Deci dan Ryan, 1985). Persepsi seseorang terhadap lingkungannya sebagai lingkungan Informational mengarahkannya pada Self-Regulation Style Akademik yang cenderung intrinsik (Deci dan Ryan, 1985). Sedangkan suasana kelas, fasilitas belajar di sekolah, dan fasilitas belajar di rumah atau asrama dipersepsi oleh siswa-siswi penyandang tunanetra sebagai lingkungan Controlling. yaitu lingkungan yang membuat siswa-siswi penyandang tunanetra seakan-akan tidak dapat secara bebas memilih aktivitasnya, lingkungan yang kurang memberikan dukungan, lingkungan yang otoriter (Deci dan Ryan, 1985).


(2)

80 Universitas Kristen Maranatha   

5.2 Saran

5.2.1 Saran Untuk Penelitian Selanjutnya

• Meneliti pengaruh peran orangtua, teman, guru, fasilitas belajar di sekolah, suasana kelas, dan fasilitas belajar di rumah terhadap Self-Regulation Style Akademik pada siswa-siswi SMA.

• Melakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh lingkungan controlling terhadap motivasi intinsik pada siswa-siswi SMU.

Melakukan penelitian mengenai Self-Regulation Style Akademik pada siswa-siswi penyandang tunanetra dengan melakukan observasi dan wawancara secara lengkap.

5.1.2 Saran Gunalaksana

• Bagi pihak sekolah atau guru yang mengajar di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung disarankan untuk menciptakan lingkungan informational seperti menyediakan fasilitas belajar di sekolah (memperbaiki alat musik yang rusak, memperbanyak buku-buku bacaan dengan huruf braile dan huruf normal, memperlengkap kaset-kaset rekaman, memperlengkap alat-alat olahraga dan terutama memberikan kesempatan pada siswa-siswi penyandang tunanetra untuk mengembangkan aktivitas dan kemandirian sesuai dengan kemampuan siswa-siswi penyandang tunanetra sehingga kebutuhan-kebutuhan siswa-siswa penyandang tunanetra dapat terpenuhi secara memadai, dengan demikian


(3)

siswa-siswi penyandang tunanetra diharapkan dapat meregulasi dirinya secara intrinsic.

• Bagi orangtua atau orang tua asuh siswa-siswi penyandang tunanetra disarankan untuk menciptakan lingkungan informational dengan memberikan kesempatan pada siswa-siswi penyandang tunanetra untuk mengembangkan aktivitas dan kemandirian sesuai dengan kemampuan siswa-siswi penyandang tunanetra sehingga kebutuhan-kebutuhan siswa-siswi penyandang tunanetra dapat terpenuhi secara memadai seperti dapat dengan bebas memilih atau membuat keputusan dan bertindak sesuai dengan minat yang ada pada dirinya, dapat berprestasi di bidang akademik, merasa efektif di lingkungan, dapat mengekspresikan dirinya di lingkungan, dan dapat beinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian siswa-siswi penyandang tunanetra diharapkan dapat meregulasi dirinya secara intrinsic.

• Bagi siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB-A Negeri “X” Bandung disarankan untuk membentuk kelompok diskusi bersama teman dengan melibatkan guru, orang tua atau orang tua asuh, dan reader sebagai sarana untuk membahas materi pelajaran yang diberikan guru, menciptakan komunikasi dua arah sehingga siswa-siswi penyandang tunanetra dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya seperti dapat dengan bebas memilih atau membuat keputusan dan bertindak sesuai dengan minat yang ada pada dirinya, dapat berprestasi di bidang


(4)

82 Universitas Kristen Maranatha   

di lingkungan, dan dapat beinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian siswa-siswi penyandang tunanetra diharapkan dapat mengembangkan regulation style yang lebih intrinsik.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Deci L. Edward and Ryan M. Richard, 2001, Handbook of Self-Determination Research The University Of Rochester Press. Singapore : National Institute Of Education Library.

Mulyono Abdurrahman, 1997, Tantangan dan Hambatan PLB : Makalah disajikan pada Seminar Pengembangan PLB dalam rangka penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun, Jakarta : FIP-IKIP Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Balai Pustaka.

Hurlock, Elizabeth. 1973. Adolescence Development. Fourth edition. Jepang : Kosaido Printing.

Santrock, John. W. 2003. Adolescence. Sixth edition. Jakarta: Erlangga.

Santrock, John. W. 2006. Life Span Development. Tenth edition. Amerika : McGraw- Hill, Inc.


(6)

84 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Fakultas Psikologi. 2008. Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung : Universitas Kristen Maranatha.

UU No. 4 Tahun 1997, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Jakarta : Depdikbud.

Subijanto, 2005. Pengembangan Pendidikan Terpadu. Jakarta: Balitbang Diknas Pusat Penelitian Kebijakan, 1999, Penelitian tentang Pendidikan Luar Biasa, Jakarta:Puslit.

Hardjawidjaksana, Nurliana Juwita 2008. Studi Deskriptif Mengenai Gaya Self- Regulation Akademik Pada Mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Dewi, Intan Noviar 2008, Survey Mengenai Kepuasan Konsumen Terhadap Pelayanan Jasa Restoran “ X” Di Bandung. Usulan Penelitian. Bandung : Fakultas Psikologi. Universitas Kristen Maranatha.

(http://www.psych.rochester.edu/SDT/measures/Selfreg.html.). (http://bpl.blogger.com).

(http://mitranetra.or.id/news/index.asp?lg=2id=1240630538mrub=3). (http://id.wikipedia.org/wiki/tuna-netra).

(http://bintangbangsaku.com/artikel/2009/02tunanetra).