Evaluasi penggunaan antibiotik pada unit perawatan intensif (ICU) R. S. H. di Jerman

(1)

i

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA UNIT PERAWATAN INTENSIF (ICU) R. S. H. DI JERMAN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Proposal Skripsi

Diajukan oleh : Osmond Bobby Gunarso

NIM : 128114007

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

ii

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA UNIT PERAWATAN INTENSIF (ICU) R. S. H. DI JERMAN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Proposal Skripsi

Diajukan oleh : Osmond Bobby Gunarso

NIM : 128114007

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

v

PERSEMBAHAN

“Ngelmu kuwi lelakone kanthi laku, yen ora nganti laku, ngelmu iku tanpa guna”

Teruntuk :

1. Tuhan Yesus Kristus, Tuhan serta Sahabat Sejati, tempat penulis berteduh serta memohon rahmat dan penyertaanNya selalu.

2. Mama, Papa, serta keluarga yang turut mendukung serta senantiasa memberikan moral bagi penulis.

3. Pembimbing saya Ibu T.B. Titien Siwi Hartayu, Apt., M.Kes.

4. Sonia Sara Santya yang selalu memacu, mendorong bahkan memotivasi agar skripsi ini cepat diselesaikan.


(6)

(7)

(8)

viii PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kepada TUHAN Yang Maha Esa atas karunia dan rahmatNya maka skripsi dengan judul ―EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA UNIT PERAWATAN INTENSIF (ICU) R. S. H. DI JERMAN‖ dapat terselesaikan dengan baik sebagai salah satu syarat untum memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) dalam Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung antara lain berupa materi, waktu, tenaga, moral, maupun spiritual. 1. Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, Apt., M.Kes. selaku dosen pembimbing dan dosen penguji atas segala kesabaran, bimbingan, waktu, tenaga dan masukan yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. 2. Maria Wisnu Donowati, M.Si, Apt. dan Christianus Heru, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji atas bimbingan dan waktu yang diberikan kepada penulis hingga menyelesaikan skripsi ini.

3. Rumah Sakit ―RSH‖ Jerman yang mengizinkan rekam medisnya sebagai bahan penelitian bagi penelitian ini.

4. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., yang telah memberikan dukungan baik semangat maupun moral dalam mengerjakan skripsi ini

5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang juga turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna, namun semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pihak yang membutuhkan.


(9)

ix DAFTAR ISI

COVER...i

HALAMAN SAMPUL ...ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN SKRIPSI……….……….. iv

PERSEMBAHAN……….v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN...vii

PRAKATA………..viii

DAFTAR ISI...ix

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR GAMBAR...xi

DAFTAR LAMPIRAN...xii

ABSTRAK...xiii

ABSTRACT……….xiv

BAB I. PENDAHULUAN ...1

BAB II. METODE PENELITIAN ...2

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN...4

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...12

DAFTAR PUSTAKA ...13

LAMPIRAN...15


(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Frekuensi penggunaan Antibiotika berdasarkan Golongan………….….6 Tabel 2. Rute Pemberian Antibiotika……….7 Tabel 3. Daftar Aturan Pakai Antibiotika pada Unit Perawatan Intensif di

RSH………..8

Tabel 4. Daftar Lama Penggunaan Antibiotika………..9 Tabel 5. Lama Perawatan pada RSH di Jerman………...………….10


(11)

xi DAFTAR GAMBAR


(12)

xii DAFTAR LAMPIRAN


(13)

xiii Abstrak

Lebih dari 80% pasien ICU mendapatkan terapi antibiotika. Hal tersebut dapat memicu penggunaan antibiotika yang tidak rasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peggunaan antibiotika pada pasien Unit Perawatan Intensif (ICU) R.S.H. Jerman berdasarkan ketepatan dosis, kultur dan frekuensi pemberian.

Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi evaluatif dengan rancangan penelitian cross-sectional dan pengambilan data dilakukan secara retrospektif yaitu data rekam medis pasien ICU yang mendapatkan antibiotika dari Januari 2015 hingga September 2015. Data rekam medis yang diambil meliputi profil pasien, pola peresepan antibiotika, hasil kultur dan sensitivitas bakteri. Data kemudian diolah secara deskriptif dan dilakukan juga perhitungan ketidaksesuaian pemberian antibiotika berdasarkan dosis dan sensitivitas bakteri. Evaluasi peresepan dilakukan dengan menggunakan ATC/DDD sesuai dengan ketentuan WHO 2015. September 2015 menjalani perawatan di ICU Rumah Sakit Helios Jerman yang memperoleh terapi antibiotika serta informasi pasien seperti : umur, jenis kelamin, diagnosis penyakit, hasil pemeriksaan kultur bakteri serta pengobatan yang diberikan pada pasien di dalam rekam medik pasien.

Hasil penelitian menunjukkan dari 80 rekam medis hanya 23 pasien yang mendapatkan antibiotika dengan antibiotika terbanyak yaitu meropenem. Diduga masih ada penggunaan antibiotika yang tidak tepat yaitu pada antibiotika Doksisiklin dengan nilai DDD 1,44.


(14)

xiv Abstract

More than 80% of ICU patients receive antibiotic therapy. It can trigger irrational use of antibiotics. This study aimed to evaluate peggunaan antibiotics in patients Intensive Care Unit (ICU) R.S.H. Germany is based on the accuracy of the dose, frequency of administration and culture.

This study is a description of the evaluative with cross-sectional study design and data collection was done retrospectively ie medical records ICU patients who received antibiotics from January 2015 to September 2015. Data were retrieved medical records include the patient's profile, antibiotic prescribing patterns, cultures and the sensitivity of bacteria. The data were processed by descriptive and do calculations also mismatches antibiotics based on the dose and the sensitivity of bacteria. Evaluation prescribing is done by using the ATC / DDD in accordance with the provisions of the World Health Organization, 2015. September 2015 undergoing treatment at the ICU Hospital Helios German obtain antibiotic therapy as well as patient information such as: age, sex, diagnosis of disease, bacterial culture test results and treatment given to patients in the patient record.

The results showed 80 medical records of 23 patients who received only antibiotics with most antibiotics are meropenem. Presumably there are not appropriate use of antibiotics is the antibiotic clarithromycin with DDD value of 1.44.


(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang perawatan khusus bagi pasien-pasien yang memerlukan perhatian secara intensif. Pasien-pasien yang dirawat di ICU memiliki risiko tinggi mengalami infeksi bakteri dibandingkan dengan pasien yang dirawat di bangsal lainnya. Hal tersebut disebabkan karena pasien-pasien yang dirawat di ICU memiliki pertahanan tubuh yang lemah. Penggunaan alat-alat yang invasif, kedekatan pasien dengan pasien lain yang mungkin terinfeksi bakteri serta kondisi-kondisi lainnya yang memudahkan transmisi infeksi, sehingga dibutuhkan penanganan yang cepat dengan pemberian antibiotika secara rasional.

Penggunaaan antibiotika yang meluas dan tidak rasional dapat memicu resistensi bakteri. Munculnya resistansi bakteri di rumah sakit dan komunitas merupakan masalah besar bagi kesehatan masyarakat. Ruang perawatan intensif sering dianggap sebagai tempat pengembangan resistensi bakteri. Ruang perawatan intensif bahkan sering dianggap penyebaran resistensi bakteri yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortilitas pasien ICU. Biaya pengobatan infeksi yang terjadi karena resistansi bakteri lebih besar bila dibandingkan dengan infeksi tanpa adanya resistensi bakteri (Brusselaers, Vogelaers, dan Blot, 2011).

Selama 40 tahun terakhir, penggunaan antibiotika secara irasional menjadi masalah di Indonesia. Dokter sering meresepkan antibiotika tanpa memastikan jenis kuman yang mengakibatkan infeksi dengan uji laboratorium. (Cars, 2011). Penelitian ini dilakukan di sebuah rumah sakit Swasta yang ada di Jerman berdasarkan data rekam medis yang sudah disediakan . Rumah sakit tersebut dipilih karena merupakan rumah sakit fasilitas medis maju di Eropa dan memiliki kapasitas pelayanan ICU secara memadai. Selain itu jumlah pasien ICU yang dirawat serta mendapatkan peresepan antionotika cukup tinggi.

Berdasarkan kenyataan tersebut maka penelitian ini secara umum ditujukan untuk melakukan evaluasi penggunaan antibiotika bagi pasien ICU di RSH. Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi profil pasien ICU dari RSH Jerman (usia (range berapa sampai berapa), jenis kelamin, lama perawatan , diagnosis, jumlah pasien), mengidentifikasi pola penggunaan antibiotika yang aada di ICU (unit perawatan intensif) RSH serta membandingkan dosis antibiotika dengan dosis standar yang ada dalam daftar ATC/DDD yang dikeluarkan oleh WHO 2015.


(16)

2 METODE PENELITIAN

Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang bersifat non-eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Penelitian ini bersifat non eksperimental sebab observasinya dilakukan secara apa adanya tanpa ada manipulasi atau intervensi serta perlakuan dari peneliti. Penelitian ini bersifat deskriptif sebab hasil pada penelitian ini dideskripsikan (dipaparkan) berupa peristiwa – peristiwa penting yang terjadi pada masa penelitian ini berlangsung. Penelitian ini bersifat cross sectional sebab pada penelitian ini peneliti melakukan penelitian pada variabel baik variabel dependen dan independen hanya pada waktu rentang penelitian ini saja (Januari 2015 – September 2015). Dengan studi ini, akan diperoleh prevalensi atau efek suatu fenomena (variabel dependen) dihubungkan dengan penyebab (variabel independen) (Nursalam,2008). Pada penelitian deskriptif tidak dibutuhkan adanya kelompok kontrol sebagai pembanding, karena yang dicari adalah prevalensi penyakit, atau fenomena tertentu, atau untuk memperoleh gambaran tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan. Data yang diperoleh berasal dari catatan rekaman medis pasien kemudian dievaluasi berdasarkan studi pustaka dan dideskripsikan terhadap fenomena yang terjadi, kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar.

Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan yaitu data sekunder berupa rekam medis pasien yang dirawat di ICU Rumah Sakit Helios Jerman selama periode Januari 2015 hingga September 2015. Yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi subyek

Pasien yang selama periode Januari 2015 hingga September 2015 menjalani perawatan di ICU Rumah Sakit Helios Jerman yang memperoleh terapi antibiotika serta informasi pasien seperti : umur, jenis kelamin, diagnosis penyakit, hasil pemeriksaan kultur bakteri serta pengobatan yang diberikan pada pasien di dalam rekam medik pasien jelas terbaca.

2. Kriteria eksklusi subyek


(17)

3

b. Pasien yang catatan rekam medisnya tidak dapat terbaca secara jelas.

Instrumen penelitian yang diguanakan yaitu berupa lembar kerja penggunaan antibiotika. Lembar kerja penggunaan antibiotika berisi informasi mengenai nama antibiotika, dosis dan rute pemberian, indikasi penggunaan, jumlah antibiotika yang diberikan, keterangan berhenti pemakaian dan masalah yang timbul serta rekomendasi. Penggunaan daftar ATC/DDD sebagai instrumen untuk megolah data dalam penelitian ini.

Jalannya penelitian

Setelah proposal penelitian diajukan dan perizinan sudah dilakukan, peneliti lalu mencermati data rekam medis yang sudah tersedia untuk memastikan ketersediaan data pasien yang dibutuhkan yaitu data peresepan antibiotika, diagnosa penyakit, serta hasil kultur bakteri, selain itu juga dilakukan proses seleksi data untuk memasukan data tersebut ke dalam kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan peneliti. Peneliti memastikan kembali apakah antibiotika yang diresepkan kepada pasien sebagai bagian medikasi ada dalam daftar ATC/DDD yang dikeluarkan oleh WHO.

Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data rekam medis pasien dan menuliskannya pada lembar kerja. Data yang dicatat meliputi nomor rekam medis, nama pasien, umur, jenis kelamin pasien, tanggal masuk ICU dan tanggal keluar dari ICU, diagnosis, penyakit penyerta, keadaan pulang pasien, data laboratorium berupa jumlah leukosit, hasil kultur dan sensitivitas bakteri, obat yang diberikan, rute administrasi obat, dosis, frekuensi pemberian serta durasi. Data yang telah didapatkan dan dicatat kemudian dikelompokkan sebagai berikut: a. Profil pasien ICU, meliputi jenis kelamin, umur dan diagnosis

b. Pola penggunaan antibiotika pada pasien ICU meliputi golongan antibiotika, jenis antibiotika, rute pemberian dan dosis antibiotika

c. Variabel-variabel untuk menghitung jumlah ketidaksesuaian pemberian antibiotika seperti dosis, dan frekuensi pemberian

Peneliti kemudian menghitung frekuensi penggunaan dari masing-masing antibiotika yang sudah diperoleh dari RSH Jerman untuk mendapatkan suatu profil demografi pasien serta berapa jumlah yang secara umum digunakan pada rumah sakit tersebut. Sesudah semua data dari antibiotika tersebut dihitung, peneliti memasukkan antibiotika tersebut kepada nomor kriteria ATC untuk antibiotika yang dimaksud sesuai dengan penomoran ATC/DDD yang telah disetujui oleh WHO


(18)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan pada penelitian ini akan disajikan dalam tiga bagian, bagian pertama merupakan profil pasien (umur, jenis kelamin, diagnosis) yang menggunakan antibiotika di ICU (Unit perawatan intensif) RSH di Jerman. Pada bagian kedua akan dijelaskan mengenai pola peresepan antibiotika terkait dengan sub golongan, antibiotika, dan durasi pemberian antibiotika dan pada bagian ketiga akan dijelaskan mengenai seperti apakah perbandingan dosis antibiotika dengan dosis standar antibiotika tersebut menurut daftar ATC/DDD yang disediakan oleh WHO 2015.

A. Gambaran umum pasien ICU dan karakteristik demografi Pasien ICU yang dirawat pada RSH di Jerman

Perempuan 39%

Laki - Laki 61%

Laki - Laki Perempuan

Gambar 1. Kurva Perbandingan Jumlah Pasien Laki Laki dan Perempuan

Dari 23 rekam medis yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi didapatkan 23 rekam medis yang memiliki informasi lengkap. Pada diagram di atas diperoleh bahwa berdasarkan jenis kelamin jumlah pasien laki – laki memiliki prosentase yang lebih besar (61 %) dibandingkan dengan pasien perempuan (39%).

Berdasarkan rekam medis yang diperoleh dari RSH di Jerman maka pencatatan dan identifikasi data bagi pasien yang menjalani perawatan pada ICU RSH pada bulan Januari 2015 – September 2015 dibagi menjadi 6 kelompok usia yaitu yaitu usia pada rentang antara 95 tahun – 85 tahun, 84 tahun – 75 tahun, 74 tahun – 65 tahun, 64 tahun – 55 tahun, 54 tahun – 45 tahun dan lebih muda dari 45 tahun. Berdasarkan grafik dan pendataan yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa pasien dengan usia antara 95 tahun – 85 tahun memiliki presentase


(19)

5

sebesar4%, 84 tahun – 75 tahun sebesar 35%, 74 tahun – 65 tahun sebesar 18%, 64 tahun – 55 tahun sebesar 13%, 54 tahun – 45 tahun sebesar 26% dan sisanya adalah tahun kelahiran sesudah tahun 1970 yaitu 4%.

Meskipun usia sudah sering diteliti sebagai faktor prognostik yang berkaitan dengan kematian pasien yang dirawat di ICU, beberapa studi sebelumnya telah memberikan perkiraan kuantitatif peningkatan risiko yang terkait dengan interval usia tertentu. Sebagian besar penelitian ini mengadopsi kriteria seleksi yang berbeda ketika mendefinisikan populasi lanjut usia, terutama mulai dari 60 sampai 85 tahun dan tidak membedakan antara berbagai interval usia (Salma dan Said , 2013).

Terdapat 10 diagnosis penyakit yang terdapat pada Unit Perawatan Intensif RSH dengan rincian kasus yaitu sebanyak 29% pasien menderita pneumonia, 26% menderita sepsis, 19% menderita COPD serta infeksi lain sebanyak 26%. Jumlah pasien terlampir di dalam tabel 1 (lampiran 1).

Dari tabel tersebut diperoleh data bahwa presentase penyakit paling sering yang dialami oleh pasien ICU pada RSH di Jerman adalah berupa Sepsis (26%), COPD (19%), Pneumonia (29%) dan penyakin infeksi lain sebanyak 26%. Dari pengamatan tersebut diketahui bahwa penyakit paling besar berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti adalah sepsis dan pneumonia. Sepsis menurut DiPiro merupakan suatu gejala dimana terjadinya suatu keadaan yang menurun dari pasien secara fisiologis (DiPiro, 2016). Sepsis, sepsis berat, dan syok septik merupakan respons inflamasi sistemik yang semakin memperparah infeksi.

Sepsis adalah umum terjadi pada populasi yang mengalami penuaan (aging), dan mempengaruhi pasien dengan kanker dan mengalami tekanan sistem imun yang didasari oleh penyakit infeksi Dalam bentuk yang paling parah, sepsis dapat menyebabkan disfungsi multi-organ yang dapat menyebabkan keadaan penyakit kritis kronis yang ditandai dengan disfungsi kekebalan tubuh dan katabolisme yang parah (Gotts dan Matthay , 2016).

Terdapat pengertian yang berbeda untuk SIRS (Systemic Inflamatory Respone Syndrome) serta sepsis untuk sepsis berat untuk syok septik. SIRS merupakan suatu representasi klinis dari pasien yang mengalami inflamasi seperti mengalami panas, perubahan suhu tubuh serta peningkatan jumlah eritrosit maupun leukosit. Menurut Feinstein, kriteria SIRS adalah suhu tubuh menjadi lebih besar dari 38o

C atau kurang dari 36oC, denyut jantung menjadi lebih dari 90 denyut/menit serta

kecepatan pernapasan menjadi lebih dari 90 napas/menit. Sepsis adalah semua

tanda-tanda SIRS ditambah adanya suatu dokumen tertulis mengenai adanya infeksi bakteri (Feinstein, 1995). Presentasi klinis awal dapat disebut sebagai tanda-tanda dan gejala sepsis awal, dan mereka biasanya termasuk demam, menggigil, dan perubahan status mental. Hipotermia dapat terjadi dengan infeksi sistemik, dan ini sering dikaitkan dengan prognosis yang buruk. Pada pasien dengan sepsis yang


(20)

6

disebabkan oleh basil gram negatif, hiperventilasi dapat terjadi bahkan sebelum demam dan menggigil, dan dapat menyebabkan alkalosis pernafasan sebagai perubahan metabolik awal.

Dari 23 rekam medis pasien pada ICU RSH, diketahui bahwa pasien tersebut memiliki rata-rata sepsis paling banyak dan biasanya disertai dengan adanya infeksi pada saluran pernapasan. Dan penjelasan tersebut sesuai dengan bukti rekam medis yang ada bahwa adanya infeksi pada saluran pernapasan khususnya pneumonia juga diikuti dengan sepsis. Menurut DiPiro sejak tahun 1987 bakteri dari gram positif memiliki peran yang sangat dominan pada kasus sepsis tersebut. Bakteri yang paling sering menyebabkan sepsis adalah Staphylococcus aureus, Streptoccocus pneumoniae, Staphylococcus negatif koagulase dan juga spesies enterococcus (DiPiro , 2016)

Sepsis yang diakibatkan oleh S. Pneumoniae sering dihubungkan dengan angka kematian lebih dari 25% dan Staphylococcus epidermidis adalah lebih sering

dikaitkan dengan infeksi organ-organ intravaskuler seperti katup jantung buatan dan penggunaan dari intravena ataupun intaarterial Kateter (DiPiro , 2016).

Penyakit lain yang terdapat pada grafik dari RSH selain Sepsis, Pneumonia dan COPD adalah peritonitis akut, peptic ulcer, ISK, infeksi vagina dan keracunan makanan. Akan tetapi penyakit tersebut terjadi dalam presentase yang kecil sehingga tidak begitu menimbulkan pengaruh yang begitu signifikan meskipun beberapa diantaranya memiliki presentase yang cukup besar yaitu pada bagian Herpes Zoster dan ISK.

B. Pola penggunaan Antibiotika

Sepanjang bulan Januari 2015-September 2015 berdasarkan 23 rekam medis yang diperoleh dari RSH Jerman tercatat ada 34 kali penggunaan antibiotika. Frekuensi pemakaian antibiotika paling banyak tercatat pada antibiotika golongan karbapenem yang secara spesifik adalah meropenem.

Tabel I. Frekuensi penggunaan Antibiotika berdasarkan Golongan

No. Antibiotika Frekuensi Persentase

(%) n=35

1 Karbapenem 8 23

2 Penisilin 7 20

3 Antivirus 4 11,43

4 makrolida 4 11,43

5 Sulfa 3 8,6

6 Tetrasiklin 4 11,43

7 lain-lain 5 14,23


(21)

7

Dalam diagram sekitar 23% rekam medis yang diperoleh pada RSH menggunakan antibiotika meropenem sebagai antibiotika yang paling sering diresepkan dan antibiotika kedua yang paling banyak diresepkan ialah Penisilin yaitu sebanyak 20 %. Meropenem merupakan salah satu antibiotika golongan dari Carbapenem berspektrum lebar. Sebagai salah satu antibiotik spektrum luas, meropenem secara luas digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi. Hal ini dianggap sebagai obat yang poten untuk pengobatan infeksi bakteri Gram-negatif yang resisten dengan multi-obat karena stabilitas agen ini terhadap mayoritas beta-laktamase dan tingkat tinggi dari pemasukan obat melalui membran luar bakteri (Salehifar et al. : 2015).

Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi terhadap rute pemakaian antibiotika. Identifikasi tersebut perlu dilakukan karena nilai sntandar DDD WHO yang nantinya digunakan dalam perhitungan memiliki nilai yang berbeda beda. Rute pemberian antibiotika kepada pasien di bangsal ICU RSH adalah sebagai berikut :

Tabel II. Rute Pemberian Antibiotika

No. Rute Pemberian Jumlah Persentase (n=32)

1 Oral 17 53,125

2 Intravena 15 46,875

jumlah total 32 100

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh peneliti, ternyata rute pemberian secara oral lebih banyak daripada rute pemberian secara intravena. Sebanyak 53,125% pasien dari rekam medis yang diperoleh mendapatkan rute peresepan antibiotika secara oral, sedangkan untuk intravena sebanyak 46,875%. Pasien pada Unit Perawatan intensif (ICU) mempunyai kebutuhan perawatan yang sangat spesifik, yang memerlukan standar tertinggi pada semua perawatan professional. Mereka mungkin diisolasi pada tabung nasogastric dan memungkinkan terjadinya dehidrasi dan bernapas melalui mulut (Silva et all. : 2014). Pada gilirannya hal tersebut dapat menyebabkan perubahan flora oral dan pertumbuhan bakteri dengan penghilangan keefektifan saliva. Pertumbuhan yang efektif dari bakteri ini dapat memungkinkan terjadinya penyakit pneumonia yang terkait dengan ventrikulator (VAP). VA pneumonia merupakan suatu penyakit yang terjadi pada seorang pasien yang telah diisolasi sekitar 48 jam dan merupakan infeksi nosocomial paling umum yang terdapat pada unit perawatan intensif dan menyebabkan kematian pada unit perawatan intensif (ICU) (Kalanuria, Zai dan Mirsky , 2014).

Kebersihan oral sangat diperlukan untuk pasien-pasien di ICU sebab hal tersebut membantu untuk menjaga sistem stomatognatis mereka supaya tetap


(22)

8

terjaga. Tanpa bantuan yang seharusnya, keadaan kesehatan pasien di ICU tersebut dapat menjadi membahayakan. Perubahan pada aliran ludah yang disebabkan oleh medikasi dapat meningkatkan formasi biofilm. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya biofilm ini dapat menjadi penyebab dari meningkatnya jumlah bakteri gram positif.

Pada awalnya, bakteri gram negatif sering berada pada oral microflora pada pasien sehat, namun keseimbangan dari mikoflora ini akan berubah setelah 48 jam. Perubahan ini menyebabkan kepada peningkatan prevalensi dari bakteri gram positif seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza dan Pseudomonas Aeruginosa

Aturan pemakaian antibiotika juga diduga secara tidak langsung memiliki dampak terhadap tinggi rendahnya nilai DDD dari suatu jenis antibiotika. Jika antibiotika tersebut semakin sering digunakan dalam satu hari maka frekuensi penggunaan antibiotika yang digunakan juga akan semakin tinggi. Hal tersebut akan meningkatkan jumlah dosis antibiotika (g) yang digunakan akan membuat nilai DDD dari suatu jenis Antibiotika akan meningkat (WHO, 2012).

Berdasarkan hasil yang diperoleh, aturan pemakaian yang paling sering diterapkan pada ICU di RSH Jerman selama bulan Januari – September 2015 adalah seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini :

Tabel III. Daftar Aturan Pakai Antibiotika pada Unit Perawatan Intensif di RSH Aturan Pemakaian Jumlah Antibiotika Persentase (%)

1 x Sehari 3 12 %

2 x Sehari 8 32%

3 x Sehari 11 44%

4 x Sehari 3 12%

Total 25 100%

Pada penelitian yang dilakukan dengan menggunakan rekam medis dari RSH Jerman diketahui bahwa kebanyakan kasus yang sering ditemukan adalah penggunaan antibiotika yang sangat lama lebih dari diatas sepuluh hari. Berdasarkan studi literatur yang dilakukan dimana lama pemberian antibiotika untuk sebagian besar penyakit infeksi adalah selama 3 – 7 hari (Kemenkes, 2011). Untuk mempermudah deskripsi dari lama penggunaan antibiotika maka lama penggunaan antibiotika dibagi dengan jarak interval pada unit perawatan intensif dengan jarak sebesar 5 hari sehingga pembagian interval pada masa rawat inap menjadi 1 sampai dengan 5 hari, 6 sampai dengan 10 hari, 11 sampai dengan 15 hari, 16 sampai dengan 20 hari dan lama penggunaan diatas 20 hari.


(23)

9

Tabel IV. Daftar Lama Penggunaan Antibiotika No. Lama Penggunaan Frekuensi Presentase

1 1 – 5 hari 13 46.43 %

2 6 – 10 hari 11 39.23 %

3 11 – 15 hari 2 7.14 %

4 16 – 20 hari 1 3.7 %

5 Diatas 20 hari 1 3.7 %

Total 28 100 %

Dari tabel di atas diperoleh data bahwa lama pemakaian antibiotika yang paling sering dilakukan pada Unit Perawatan Intensif RSH Jerman adalah pada interval waktu 1 – 5 hari. Terdapat beberapa kemungkinan yang menyebabkan pemberian antibiotika tersebut adalah selama 1 – 5 hari, diantaranya adalah pertama antibiotika digunakan untuk dijadikan tujuan empiris. Menurut Permenkes RI (Permenkes 2011) dalam kasus terapi empiris tersebut digunakan antibiotika dengan spektrum luas, seperti antibiotika golongan sefalosporin atau penisilin dengan lama pemakaian antibiotika adalah 2 sampai dengan 3 hari. Meropenem merupakan salah satu antibiotika yang berspektrum luas. Berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Infectious Disease Society of America meropenem direkomendasikan untuk diberikan sebanyak 2 g secara intravena setiap 8 jam selama 7 hari hingga 21 hari.

Kedua, lama pemberian antibiotika untuk sebagian besar penyakit infeksi contohnya seperti pneumonia, cystitis, sepsis dan ISK berdasarkan studi pustaka yang dilakukan adalah 3 sampai dengan 7 hari (Coyle dan Prince, 2015 ; Finch, 2010 ; Kemenkes RI, 2011).

Selama periode Januari – September 2015,tercatat bahwa Length Of Stay (LOS) dari 23 pasien adalah selama 277 hari. Total LOS yang digunakan pada penelitian ini digunakan pada perhitungan DDD dimana total LOS akan digunakan sebagai pembagi bersama nilai standar DDD. Banyaknya penggunaan antibiotika yang berlebihan akan mempengaruhi besarnya jumlah nilai gram antibiotika yang dipakai sehingga terkadang jumlah nilai total LOS yang dikalikan dengan standar DDD yang digunakan sebagai pembagi tidak sebanding dengan jumlah gram antibiotika dikalikan dengan 100 sehingga nilai DDD akan tinggi bahkan melebihi standar WHO (WHO,2013).

Pembagian lama rawat inap pada penelitian ini didasarkan pada studi dari literature-literatur terkait dimana lama pengobatan serta perawatan untuk sebagian besar penyakit infeksi sampai dengan pasien diperbolehkan keluar adalah sekitar 5 sampai dengan 7 hari.


(24)

10

Tabel V. Lama Perawatan pada RSH di Jerman

No. Lama perawatan (Length of Stay) Jumlah pasien Persentase

(n=23) 1 ≤ 7 hari (satu minggu) 10 43.5% 2 8 ≤ lama rawat ≤ 15 hari (2 minggu) 6 26.1% 3 15 ≤ lama rawat ≤ 22 hari (3

minggu)

4 17.4%

4 22 ≤ lama rawat≤ 29 hari (4 minggu) 1 4.34%

5 lebih dari 29 hari ( diatas 4 minggu ) 2 8.7%

Jumlah Total 23 100%

(pembulatan)

Pada penelitian ini dilakukan evaluasi penggunaan antibiotika selama bulan Januari 2015 hingga September 2015 dengan pendekatan kuantitatif menggunakan metode DDD (Defined Daily Dose). DDD adalah asumsi dosis rata-rata bagi sebuah obat yang direkomendasikan bagi pasien dewasa. DDD merupakan unit pengukuran

independen yang mencerminkan dosis global yang terlepeas dari variasi genetik sehingga memungkinkan untuk menilai konsumsi obat dan membandingkan antar kelompok populasi atau sistem pelayanan kesehatan. Data konsumsi obat disajikan di DDD hanya memberikan perkiraan kasar dari konsumsi dan bukan gambaran yang tepat dari penggunaan aktual. Di mana obat ini untuk masuk ke dalam klasifikasi ATC yang ada, informasi dosis komparatif harus disediakan di mana tersedia. Sulit untuk menentukan dosis terapi setara dengan tingkat presisi sering diminta, akan tetapi DDD dalam kelompok terapi tidak mewakili dosis terapi setara. (WHO, 2013).

Pada perhitungan DDD yang dilakukan pada ICU RSH di Jerman, diperoleh hasil yaitu terdapat satu antibiotika yang memiliki nilai DDD lebih tinggi dari DDD yang disarankan menurut WHO yaitu Doxycyclin dengan nilai DDD sebesar 0,722. Jumlah dari keseluruhan DDD dari penelitian pada Unit Perawatan Intensif dari RSH adalah 5,351 nilai tersebut masih lebih rendah jika kita bandingkan dengan penelitian Maria Carolina pada tahun 2011 pada pasien rawat inap anak-anak di sebuah rumah sakit di Yogyakarta dengan hasil DDD total sebesar 41.99 (Carolina, 2011). Meskipun demikian penelitian ini belum bisa dikatakan memadai, sebab hanya menggunakan 23 rekam medis sehingga belum mampu menggambarkan pasien ICU RSH secara keseluruhan. Secara lengkap tabel antibiotika serta DDD dirangkum pada tabel 6 (lampiran 6).

Doksisiklin merupakan suatu antibiotika yang berasal dari golongan tetrasiklin. Mekanisme dosisikline dalam menghambat pertumbuhan bakteri adala dengan cara bergabung secara tak terbalikkan dengan sub-unit 30S pada ribosom bakteri. Aksi ini mencegah penempelan tRNA pada mRNA dalam kompleks


(25)

11

ribosom. Tetrasiklin merupakan antibiotika bakteriostatik aktif yang melawan mikroorganisme secara luas baik bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif. Doksisiklin digunakan dalam mengatasi infeksi Chlamidia (Karen et al. , 2015).

Kelemahan dari metode evaluasi penggunaan antibiotika dengan metode DDD adalah tidak dapat secara penuh menggambarkan kerasionalan penggunaaan antibiotika. Hasil yang didapat dari nilai DDD memberikan perkiraan akan adanya ketidakrasionalan penggunaan antibiotika. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai parameter-parameter rasionalitas penggunaan antibiotika yang lain seperti tepat penderita, tepat obat dan waspada ESO agar rasionalitas penggunaan antibiotika dapat digambarkan secara penuh.


(26)

12 Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari RSH di Jerman maka dapat disimpulkan bahwa :

Penyakit yang paling sering ditemukan adalah sepsis dengan presentase 29%, untuk penyakit penyerta yang paling banyak ditemukan adalah pneumonia yaitu sebanyak 26%. Adapun antibiotika yang paling sering digunakan adalah Meropenem (23%). Golongan antibiotika yang paling banyak digunakan adalah karbapenem. Rute yang paling banyak digunakan adalah rute oral (53%). Aturan pakai yang paling sering digunakan adalah 3x sehari (44%) dan lama penggunaan yang paling sering digunakan adalah 1-5 hari (46.43%).Antibiotika yang memiliki nilai DDD yang lebih tinggi dari standar yang ditetapkan WHO adalah doxycycline dengan nilai DDD/100-patient days sebesar 7,22.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat saran yang dapat diberikan bagi pihak RSH adalah :

a. Perlu untuk membatasi peresepan antibiotika yang paling sering diresepkan (meropenem) hal ini disebabkan menjaga akan timbulnya resistensi bakteri dan jendela terapetik masih bersifat luas

b. Penggunaan doxycycline perlu diteliti dan ditinjau ulang untuk meningkatkan kualitas pelayanan.


(27)

13 Daftar Pustaka

Andrajati, 2015, Rational antimicrobial use in an Intensive Care Unit in Jakarta, Indonesia : A Hospital-Based, Cross-Sectional Study, Tropical Journal of Pharmaceutical Research : 14 (4) : 707 -714

Bari, S.B., Mahajan, B.M., and Surana, S.J., 2008. Resistance to Antibiotic : A Challenge in Chemotherapy, Indian Journal of Pharmaceutical

Education and Research, 43, 255 – 260.

Bisht, R., Katiyar, A., Singh, R., Mittal, P., 2009, Antibiotic Resistance-A Global Issue of Concern, Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Resarch, 2(2), pp. 34-39.

Brusselaers, Vogelaers dan Stijn Blot, 2011, The rising problem of antimicrobial resistance in the intensive care unit, Annals of Intensive Care 2011, 1:47, pp 1-7.

Cars Otto, Anna Hedin, Andreas Hedini, 2011, The global need for effective antibiotics—Moving towards concerted action, Drug Resistance Updates 14 (2011), pp. 68–69.

Dertarani, V., 2009, Evaluasi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Kriteria Gyssens di Bagian Ilmu Bedah RSUP Dr. Kariadi. Karya Tulis Ilmiah, FK Undip Semarang.

Dipiro, J.T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., 2008,

Pharmacotheraphy A Pathophysiologic Approach, 7th ed., The McGraw-Hill Companies, Inc., USA, pp. 1627-1634; 1715-1717. Gotts dan Matthay, 2016, Sepsis: pathophysiology and clinical management.

Departments of Medicine and Anesthesia, Cardiovascular Research Institute, University of California, USA, pp. 1-20.

Imron dan Munif, 2010, Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan : Bahan Ajar untuk Mahasiswa, Sagung Seto, Jakarta, p.97.

Kalanuria, A.A., Zai, W.,Mirsky M.,2014. Ventilator-associated pneumonia in the ICU. Springer-Verlag Berlin Heidelberg and BioMed Central.1-8. Whalen, Karen, Pinkel,Richard, Panavelli, Thomas A., 2015. Lippincot Illustrated

Reviews : Pharmacology, 6th editions, Wolters Kluwer Health

Lisboa, T. dan Nagel, F., 2011, Infection with Multi-Resistan Agents in the ICU,

Rev Bras Ter Intensiva, 23 (2), pp. 120-123.

Muller, A., Monnet D.L., Daniel T.D., 2006, Discreoancies Between Prescribed Daily Dose and WHO Defined Daily Dose of Antibacterials at A University Hospital, Br J Clin Pharmacol ; 61(5) : 585 – 591.

Meyer, Elizabeth, Gastmeyer, Petra, 2013, Antibiotic consumption and resistance: Data from Europe and Germany, International Journal of Medical Microbiology ; 303 (2013) : 388 – 395. Modolo, Rodrigo, 2016, Defined daily dose (DDD) and its potential use in clinical trials of


(28)

14

resistant hypertension, International Journal of Cardiology : 202 (2016) 515–516.

NHS, 2012, http://www.nhs.uk/conditions/intensive-care/pages/introduction.aspx, Diakses tanggal 3 Agustus 2016, Pukul 6:34 WIB

Modolo, Rodrigo, 2016, Defined daily dose (DDD) and its potential use in clinical trials of resistant hypertension, International Journal of Cardiology : 202 (2016) 515–516.

NHS, 2012, http://www.nhs.uk/conditions/intensive-care/pages/introduction.aspx, Diakses tanggal 3 Agustus 2016, Pukul 6:34 WIB

Notoatmodjo , 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan , Jakarta : Rineka Cipta ; pp. 120-124.

Oleivera, et al.,2014, Evaluation of Different Methods for Removing Oral Biofilm in Patients Admitted to the Intensive Care Unit. Journal of International Oral Health 2014; 6(3):61-64

Ports, A., Hsia, Y., Soerholt K., Spyridis N.,et al, 2012, Comparing Neonatal and Paediatric Antibiotic Prescribing Between Hospitals : a new Algorithm to help international Benchmarking. J Antimicrob Chemother, 67 : 1278 – 1286.

Pratiwi, S. T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Penerbit Erlangga, Jakarta, p.92. Salehifar et al., 2016, Drug use evaluation of Meropenem at a tertiary care

university hospital: A report from Northern Iran. Journal of Research in Pharmacy Practice, pp. 220-225

Sosialine, E., 2011, Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 27-32.

Sudibyo, Surahman, 2014, Metodologi Penelitian untuk Mahasiswa Farmasi, Trans Info Media, Jakarta, pp. 49 – 91.

Spark, Arlene, 2016, Nutrition in Public Health: Principles, Policies, and Practice, Second Edition, CRC Press, Broken Sound Parkway, pp. 19-24. Sweileh, Waleed M., Odeh, Jihad Bani, 2014, Evaluation of Defined Daily Dose,

percentage of British National Formulary maximum and chlorpromazine equivalents in antipsychotic drug utilization, Saudi Pharmaceutical Journal (2014) 22, 127–132

Tjay, T. H., Rahardja, K., 2007, Obat-Obat Penting, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, p.65.

World Health Organization, 2016, Guidelines for ATC Drug Classification and

DDD Assignment 2013,

http://www.whocc.no/filearchive/publications/1_2016guidelines.pdf, Diakses tanggal 2 Maret 2016


(29)

15

LAMPIRAN


(30)

16 Lampiran 1


(31)

17

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi yang berjudul ―EVALUASI

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA UNIT

PERAWATAN INTENSIF (ICU) R. S. H. DI JERMAN‖ memiliki nama lengkap Osmond Bobby Gunarso. Lahir di Purworejo pada tanggal 16 Februari 1994 dari pasangan Djohny Siswanto dan Hellyana Susanti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada Sekolah Dasar Maria Purworejo pada tahun 2006, Pendidikan menengah pada SMP Negeri 2 Purworejo (lulus tahun 2009) serta SMA pada SMA Negeri 1 Purworejo (lulus tahun 2012). Penulis melanjutkan pendidikan pada Universitas Sanata Dharma, Fakultas Farmasi pada tahun 2012 – 2017. Selama kuliah aktif mengikuti sejumlah kegiatan seperti MEDFAR (Media Farmasi USD), Desa Mitra, serta sejumlah asistensi seperti Biofarmasetika, Anatomi Fisiologi Manusia dan Farmasi Fisika. Penulis yang menggemari kesenian wayang purwa sejak kecil juga tidak ragu untuk mengembangkan hobinya dengan menjadi anggota panitia Pagelaran Wayang Kolaborasi Tari ―The Death of Abimanyu Knight‖ yang di kolaborasikan dengan 3 bahasa dengan UKM Karawitan serta Grisadha.


(1)

12

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari RSH di Jerman maka dapat disimpulkan bahwa :

Penyakit yang paling sering ditemukan adalah sepsis dengan presentase 29%, untuk penyakit penyerta yang paling banyak ditemukan adalah pneumonia yaitu sebanyak 26%. Adapun antibiotika yang paling sering digunakan adalah Meropenem (23%). Golongan antibiotika yang paling banyak digunakan adalah karbapenem. Rute yang paling banyak digunakan adalah rute oral (53%). Aturan pakai yang paling sering digunakan adalah 3x sehari (44%) dan lama penggunaan yang paling sering digunakan adalah 1-5 hari (46.43%).Antibiotika yang memiliki nilai DDD yang lebih tinggi dari standar yang ditetapkan WHO adalah doxycycline dengan nilai DDD/100-patient days sebesar 7,22.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat saran yang dapat diberikan bagi pihak RSH adalah :

a. Perlu untuk membatasi peresepan antibiotika yang paling sering diresepkan (meropenem) hal ini disebabkan menjaga akan timbulnya resistensi bakteri dan jendela terapetik masih bersifat luas

b. Penggunaan doxycycline perlu diteliti dan ditinjau ulang untuk meningkatkan kualitas pelayanan.


(2)

13

Daftar Pustaka

Andrajati, 2015, Rational antimicrobial use in an Intensive Care Unit in Jakarta, Indonesia : A Hospital-Based, Cross-Sectional Study, Tropical Journal of Pharmaceutical Research : 14 (4) : 707 -714

Bari, S.B., Mahajan, B.M., and Surana, S.J., 2008. Resistance to Antibiotic : A Challenge in Chemotherapy, Indian Journal of Pharmaceutical

Education and Research, 43, 255 – 260.

Bisht, R., Katiyar, A., Singh, R., Mittal, P., 2009, Antibiotic Resistance-A Global Issue of Concern, Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Resarch, 2(2), pp. 34-39.

Brusselaers, Vogelaers dan Stijn Blot, 2011, The rising problem of antimicrobial resistance in the intensive care unit, Annals of Intensive Care 2011, 1:47, pp 1-7.

Cars Otto, Anna Hedin, Andreas Hedini, 2011, The global need for effective antibiotics—Moving towards concerted action, Drug Resistance Updates 14 (2011), pp. 68–69.

Dertarani, V., 2009, Evaluasi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Kriteria Gyssens di Bagian Ilmu Bedah RSUP Dr. Kariadi. Karya Tulis Ilmiah, FK Undip Semarang.

Dipiro, J.T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., 2008, Pharmacotheraphy A Pathophysiologic Approach, 7th ed., The McGraw-Hill Companies, Inc., USA, pp. 1627-1634; 1715-1717. Gotts dan Matthay, 2016, Sepsis: pathophysiology and clinical management.

Departments of Medicine and Anesthesia, Cardiovascular Research Institute, University of California, USA, pp. 1-20.

Imron dan Munif, 2010, Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan : Bahan Ajar untuk Mahasiswa, Sagung Seto, Jakarta, p.97.

Kalanuria, A.A., Zai, W.,Mirsky M.,2014. Ventilator-associated pneumonia in the ICU. Springer-Verlag Berlin Heidelberg and BioMed Central.1-8. Whalen, Karen, Pinkel,Richard, Panavelli, Thomas A., 2015. Lippincot Illustrated

Reviews : Pharmacology, 6th editions, Wolters Kluwer Health

Lisboa, T. dan Nagel, F., 2011, Infection with Multi-Resistan Agents in the ICU, Rev Bras Ter Intensiva, 23 (2), pp. 120-123.

Muller, A., Monnet D.L., Daniel T.D., 2006, Discreoancies Between Prescribed Daily Dose and WHO Defined Daily Dose of Antibacterials at A University Hospital, Br J Clin Pharmacol ; 61(5) : 585 – 591.

Meyer, Elizabeth, Gastmeyer, Petra, 2013, Antibiotic consumption and resistance: Data from Europe and Germany, International Journal of Medical Microbiology ; 303 (2013) : 388 – 395. Modolo, Rodrigo, 2016, Defined daily dose (DDD) and its potential use in clinical trials of


(3)

14

resistant hypertension, International Journal of Cardiology : 202 (2016) 515–516.

NHS, 2012, http://www.nhs.uk/conditions/intensive-care/pages/introduction.aspx, Diakses tanggal 3 Agustus 2016, Pukul 6:34 WIB

Modolo, Rodrigo, 2016, Defined daily dose (DDD) and its potential use in clinical trials of resistant hypertension, International Journal of Cardiology : 202 (2016) 515–516.

NHS, 2012, http://www.nhs.uk/conditions/intensive-care/pages/introduction.aspx, Diakses tanggal 3 Agustus 2016, Pukul 6:34 WIB

Notoatmodjo , 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan , Jakarta : Rineka Cipta ; pp. 120-124.

Oleivera, et al.,2014, Evaluation of Different Methods for Removing Oral Biofilm in Patients Admitted to the Intensive Care Unit. Journal of International Oral Health 2014; 6(3):61-64

Ports, A., Hsia, Y., Soerholt K., Spyridis N.,et al, 2012, Comparing Neonatal and Paediatric Antibiotic Prescribing Between Hospitals : a new Algorithm to help international Benchmarking. J Antimicrob Chemother, 67 : 1278 – 1286.

Pratiwi, S. T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Penerbit Erlangga, Jakarta, p.92. Salehifar et al., 2016, Drug use evaluation of Meropenem at a tertiary care

university hospital: A report from Northern Iran. Journal of Research in Pharmacy Practice, pp. 220-225

Sosialine, E., 2011, Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 27-32.

Sudibyo, Surahman, 2014, Metodologi Penelitian untuk Mahasiswa Farmasi, Trans Info Media, Jakarta, pp. 49 – 91.

Spark, Arlene, 2016, Nutrition in Public Health: Principles, Policies, and Practice, Second Edition, CRC Press, Broken Sound Parkway, pp. 19-24. Sweileh, Waleed M., Odeh, Jihad Bani, 2014, Evaluation of Defined Daily Dose,

percentage of British National Formulary maximum and chlorpromazine equivalents in antipsychotic drug utilization, Saudi Pharmaceutical Journal (2014) 22, 127–132

Tjay, T. H., Rahardja, K., 2007, Obat-Obat Penting, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, p.65.

World Health Organization, 2016, Guidelines for ATC Drug Classification and

DDD Assignment 2013,

http://www.whocc.no/filearchive/publications/1_2016guidelines.pdf, Diakses tanggal 2 Maret 2016


(4)

15

LAMPIRAN


(5)

16

Lampiran 1


(6)

17

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi yang berjudul ―EVALUASI

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA UNIT

PERAWATAN INTENSIF (ICU) R. S. H. DI

JERMAN‖ memiliki nama lengkap Osmond Bobby

Gunarso. Lahir di Purworejo pada tanggal 16 Februari 1994 dari pasangan Djohny Siswanto dan Hellyana Susanti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada Sekolah Dasar Maria Purworejo pada tahun 2006, Pendidikan menengah pada SMP Negeri 2 Purworejo (lulus tahun 2009) serta SMA pada SMA Negeri 1 Purworejo (lulus tahun 2012). Penulis melanjutkan pendidikan pada Universitas Sanata Dharma, Fakultas Farmasi pada tahun 2012 – 2017. Selama kuliah aktif mengikuti sejumlah kegiatan seperti MEDFAR (Media Farmasi USD), Desa Mitra, serta sejumlah asistensi seperti Biofarmasetika, Anatomi Fisiologi Manusia dan Farmasi Fisika. Penulis yang menggemari kesenian wayang purwa sejak kecil juga tidak ragu untuk mengembangkan hobinya dengan menjadi anggota panitia

Pagelaran Wayang Kolaborasi Tari ―The Death of Abimanyu Knight‖ yang di