Kepastian Hukum Pengaturan Tata Cara Pengisian Blanko Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah di Indonesia.

(1)

i

Universitas Kristen Maranatha

LEGAL MEMORANDUM

KEPASTIAN HUKUM PENGATURAN TATA CARA PENGISIAN BLANKO AKTA PPAT DI INDONESIA

Rachel Michelle A (1187049)

ABSTRAK

Penyusunan Legal Memorandum ini merumuskan permasalahan pokok dengan latar belakang bahwa Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah untuk menjamin kepastian hukum bagi pemilik tanah yang diadakan menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah sehingga banyak terjadinya perbedaan pemahaman mengenai pembuatan akta PPAT dan menimbulkan permasalahan hukum terutama dalam bidang agraria/pertanahan di Indonesia.

Penulisan tugas akhir ini disusun dalam bentuk legal memorandum dengan sistematika sebagai berikut: latar belakang masalah, kasus posisi, pemeriksaan dokumen terkait, dilengkapi dengan landasan teori, pemberian legal opinion, dan ditutup dengan kesimpulan dan saran.

Hasil penulisan ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Lahirnya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 memberikan kepastian mengenai tata cara pengisian blanko akta dan memberikan kepastian hukum kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai pejabat yang diberi kewenangan untuk membuat akta. Penggunaan blanko akta yang telah disiapkan oleh Badan Pertanahan Nasional banyak menggunakan coretan sehingga proses pembuatan akta dinilai kurang efektif.


(2)

LEGAL MEMORANDUM

LEGAL SECURITY PROCEDURE FOR FILLING PPAT BLANK CERTIFICATE IN INDONESIA

Rachel Michelle A (1187049)

ABSTRACT

The Preparation of Legal Memorandum formulates main problems with a background that the Land Registry is a series of activities continuously done by government to ensure law certainty for landowners. This is conducted according to the provisions stipulated by government regulations, which caused many different perceptions about the making of PPAT deed and also raises law problems, specifically in the field of agrarian / land in Indonesia.

This thesis is arranged in the form of legal memorandum with the following systematics: the background of the problem, the position case, the checking of related documents, then continued with the theoretical basis, legal opinions, and closed by the conclusions and suggestions.

The results of this paper can be summarized as follows: The Birth of the National Land Agency of the Republic of Indonesia (BPNRI) Regulation, Number 8 Year 2012 gives law certainty to the Land Deed Official as the rightful one to concoct the deed. The use of blank deeds prepared by the National Land Agency use a lot of drafts, which should be known by the parties by signing every single each and this makes the making of the deed is considered to be less effective.


(3)

vi

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

Hlm.

Abstrak ……… i

Kata Pengantar ……….. iii

DAFTAR ISI ……… vi

BAB I : Kepastian Hukum Pengaturan Penyusunan Blanko Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah di Indonesia ……… 1

A. Latar Belakang……….………... 1

B. Kasus Posisi ………... 2

C. Identifikasi Masalah ………... 8

D. Tujuan Penelitian ………... 8

E. Manfaat Penulisan ……….. 9

F. Sistematika Penulisan ……….. 10

BAB II : Dokumen Terkait ………...………12

A. Contoh akta yang ditolak oleh Badan Pertanahan Nasional ……….12

B. Contoh akta yang diterima oleh Badan Pertanahan Nasional ………...19

BAB III : Landasan Teori ………...………..29

A. Pengertian Pendaftaran Tanah ………..29


(4)

BAB IV : Legal Opinion ………...………40

A. Bagaimanakah penerapan hukum yang berlaku di Indonesia terhadap pembuatan-pembuatan akta-akta PPAT, dalam proses pendaftaran hak di BPN ? ……….40

B. Bagaimanakah aturan dalam Perkaban Nomor 8 Tahun 2012 terhadap akta-akta yang dibuat oleh PPAT ? ………...44

BAB V : Kesimpulan dan Saran ………...………52

A. Kesimpulan ………...52

B. Saran ……….53

DAFTAR PUSTAKA ………...54


(5)

1

Universitas Kristen Maranatha

BAB I

Kepastian Hukum Pengaturan Tata Cara Pengisian Blanko Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah di Indonesia

A. Latar Belakang

Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh Pemerintah untuk menjamin kepastian hukum bagi pemilik tanah yang diadakan menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.1

Dalam menjalankan pendaftaran tanah sebagai kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah, maka ada dua pihak yang kepentingannya dalam hal ini dilindungi, yaitu :2

1. Kepentingan Pemegang Hak Atas Tanah agar ia dapat dengan mudah membuktikan bahwa ialah yang berhak atas tanah yang bersangkutan. Caranya dengan cara pendaftaran tanah maka akan diterbitkan surat tanda bukti hak berupa sertifikat.

2. Kepentingan Pihak Lain

Kepentingan bagi calon pembeli dan calon kreditur, agar mereka dapat dengan mudah memperoleh data yang dapat dipercayai kebenarannya. Caranya karena administrasi di Kantor Pertanahan terbuka untuk

1 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan : Antara Regulasi dan Implementasi, Yogyakarta: Kompas, 2007, hlm 2005.

2 Aartje Tehupelory, Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2012, hlm 8.


(6)

umum, jadi siapapun yang berkepentingan bisa minta Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT).

Berdasarkan PMNA/Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, PPAT dalam membuat akta tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (1) PMNA/Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 harus menggunakan blanko yang telah disediakan oleh BPN.3 Namun saat ini dengan diundangkannya peraturan baru yaitu Peraturan Kepala BPN RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan PMNA/Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, PPAT sudah dapat membuat blanko akta sendiri.4

B. Kasus Posisi

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia atau akan di singkat seterusnya menjadi BPN RI adalah lembaga pemerintah Non Kementrian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh Kepala BPN RI menurut Peraturan Presiden No. 63 Tahun 2013. Melalui Peraturan Kepala BPN RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang

3 http://e-jornal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja. 4 Ibid


(7)

3

Universitas Kristen Maranatha dimana peraturan baru tersebut berkaitan dengan blanko akta Pejabat Pembuatan Akta Tanah selanjutnya ditulis PPAT yang dikeluarkan oleh BPN RI. Inti dari Peraturan Kepala BPN RI Nomor 8 Tahun 2012 tersebut menghapus ketentuan

dalam Pasal 96 ayat (2) dari Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 1997 yang

menyebutkan bahwa : “Pembuatan akta sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 95 ayat (1) dan (2) harus dilakukan dengan menggunakan formulir sesuai dengan bentuk

sebagaimana yang dimaksud ayat (1) yang disediakan”.

Selanjutnya dalam ketentuan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 8 Tahun 2012 terdapat 2 (dua) tambahan ayat baru pada Pasal 96 yaitu ayat (4) yang berbunyi :

“Penyiapan dan pembuatan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh

masing-masing PPAT, PPAT Pengganti, PPAT Sementara, atau PPAT Khusus” dan ayat (5) berbunyi : “Kepala Kantor Pertanahan menolak pendaftaran akta PPAT yang

tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (1)”.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 juncto Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1999 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Tugas pokok dan kewenangan PPAT menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Juncto Peraturan


(8)

Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1999 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah :

1. Melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

2. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah sebagai berikut :

a. Jual beli; b. Tukar menukar; c. Hibah;

d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng); e. Pembagian hak bersama;

f. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;

g. Pemberian Hak Tanggungan;

h. Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.

Pengisian blanko akta dalam rangka pembuatan akta PPAT harus dilakukan sesuai dengan kejadian, status dan data yang benar dan didukung oleh dokumen yang


(9)

5

Universitas Kristen Maranatha menurut pengetahuan PPAT yang bersangkutan adalah benar. Menurut Pasal 40 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris adalah sebagai berikut :

1) Setiap Akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain.

2) Saksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sebelumnya telah menikah;

b. Cakap melakukan perbuatan hukum;

c. Mengerti bahasa yang digunakan dalam Akta; d. Dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf, dan

e. Tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.

3. Saksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas


(10)

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap.

4. Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara tegas dalam Akta.

PPAT wajib menyampaikan akta PPAT dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan untuk keperluan pendaftaran peralihan hak yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan setempat letak objek tersebut.

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa PPAT dapat mencetak sendiri akta tanpa harus menggunakan blanko yang diterbitkan oleh BPN RI. Permasalahan pada awal keluarnya Peraturan Kepala BPN RI Nomor 8 Tahun 2012 di atas, yang dimana tertanggal 15 Maret 2013 BPN RI mengeluarkan kebijakan pada situs Badan Pertanahan Nasional yang dimana BPN diminta untuk segera mengadakan sosialisasi terkait dengan pelaksanaan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 8 Tahun 2012 yang pada saat itu dijabat oleh Hendrawan Supandji yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 1051/7.1/III/2014.

Hal-hal yang dibahas dalam sosialisasi tersebut adalah mengenai ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Kepala BPN mengenai penggunaan kertas sampul, bentuk dan ukuran font, spasi, tinta yang digunakan, dan tata cara pengisian akta PPAT.


(11)

7

Universitas Kristen Maranatha Setelah dilakukan sosialisasi mengenai peraturan tersebut, dalam pembuatan akta PPAT sudah dapat membuat sendiri akta PPAT tetapi harus memperhatikan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Kepala BPN RI. Misalnya: mengenai kertas sampul, bentuk dan ukuran font, spasi, tinta yang dipergunakan, serta tata cara pengisian akta PPAT tersebut harus sesuai dengan petunjuk dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh BPN RI. Hal tersebut tidak sesuai dengan harapan para PPAT yang mengharapkan dengan keluarnya Peraturan Kepala BPN RI Nomor 8 Tahun 2012 bisa membuat akta-akta PPAT dengan menggunakan kalimat-kalimatnya sendiri, atau apabila PPAT melakukan sedikit penambahan pasal-pasal sendiri yang terkait dengan isi akta kedalam akta-akta PPAT berdasarkan kasus-kasus tertentu. Maka BPN seharusnya tidak boleh menolak tetapi harus menerima, sepanjang isi/penambahan pasal tersebut tidak bertentangan antara isi akta dengan Undang-Undang tetapi merupakan satu kesatuan terhadap isi akta-akta PPAT tersebut.

Berdasarkan kasus ini penulis berpendapat bahwa telah diduga terjadi perbedaan pemahaman mengenai pembuatan akta PPAT dimana Peraturan Kepala BPN RI Nomor 8 Tahun 2012 menyebutkan PPAT dapat mencetak sendiri akta tanpa harus menggunakan blanko dari BPN RI dan Surat Edaran tertanggal 15 Maret 2013 Nomor 1051/7.1/III/2013 menyebutkan PPAT harus menggunakan blanko dari BPN RI. Sehingga penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan ini dengan mengangkatnya dalam penulisan legal memorandum, adapun permasalahan hukumnya akan dijelaskan di bawah ini.


(12)

C. Identifikasi Masalah

1. Bagaimanakah penerapan hukum yang berlaku di Indonesia terhadap pembuatan akta-akta PPAT, dalam proses pendaftaran hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun di BPN ?

2. Bagaimanakah aturan dalam Perkaban Nomor 8 Tahun 2012 terhadap akta-akta yang dibuat oleh PPAT ?

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui penerapan hukum yang berlaku di Indonesia terhadap pembuatan-pembuatan akta-akta PPAT, dalam proses pendaftaran hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun di BPN.

2. Untuk mengetahui aturan dalam perkaban Nomor 8 Tahun 2012 tentang akta-akta yang dibuat oleh PPAT.


(13)

9

Universitas Kristen Maranatha

E. Manfaat Penulisan

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan manfaat teoritis bagi pengembangan Ilmu Hukum yang berkaitan dengan kepastian hukum pengaturan penyusunan blanko akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

Secara rinci manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui lebih dalam mengenai peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam penyusunan blanko akta PPAT di Indonesia.

b. Sebagai bahan tinjauan bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai pejabat yang berwenang dan lembaga-lembaga yang terkait dalam hubungannya dengan kepastian hukum pengaturan penyusunan blanko akta Pejabat Pembuat Akta Tanah di Indonesia.

c. Bagi Notaris dan masyarakat luas yang berkepentingan mendapat masukan mengenai pelaksanaan kewenangan lembaga pembuat akta pertanahan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai salah satu sarana dalam pemberian kepastian hukum sehubungan timbulnya masalah dalam pengaturan penyusunan blanko akta PPAT di Indonesia sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.


(14)

F. Sistematika Penulisan

Memorandum Hukum adalah penulisan tugas akhir yang disusun dalam bentuk pendapat hukum yang berisikan nasihat atau rekomendasi hukum dan pemecahan masalah hukum atas peristiwa hukum tertentu. Memorandum hukum dapat digunakan pula untuk mengkaji peristiwa hukum baik yang telah ataupun belum pernah menjadi kasus di pengadilan maupun terhadap putusan yang telah ataupun belum mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pada penulisan skripsi ini akan merangkai keseluruhan penulisan menjadi lima bab, dimana dalam bab-bab tersebut menggambarkan secara sistematis mengenai pokok-pokok permasalahan yang dibahas.

Bab I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis, menuliskan tentang kasus posisi, latar belakang, permasalahan hukum, tujuan penelitian, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II DOKUMEN YANG RELEVAN

Pada bab ini penulis, menyertakan dokumen-dokumen yang terkait dengan permasalahan tersebut diatas antara lain :

1. Blanko Akta Tanah Yang Diterima Oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

2. Blanko Akta Tanah Yang Ditolak Oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.


(15)

11

Universitas Kristen Maranatha

BAB III LANDASAN TEORI

Pada bab ini penulis menuliskan teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan diatas antara lain :

1. Pengertian Pendaftaran Tanah 2. Pengertian Blanko Akta

3. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah 4. Pengertian Hukum Agraria

BAB IV LEGAL MEMORANDUM

Pada bab ini penulis memberikan legal opinion, komentar dan saran yang dapat diberikan terhadap permasalahan diatas.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini penulis menyimpulkan dan memberikan saran dari hasil penulisan mengenai permasalahan diatas.


(16)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan-pembahasan yang telah diulas oleh penulis pada bab-bab sebelumnya, penulis akan menyimpulkan point-point penting pada pembahasan permasalahan tersebut pada bagian ini, pembahasan yang mencakup pada rumusan permasalahan yang penulis angkat dalam penulisan legal memorandum. Antara lain :

1. Lahirnya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 memberikan kepastian mengenai tata cara pengisian blanko akta dan memberikan kepastian hukum kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai pejabat yang diberi kewenangan untuk membuat akta sehingga Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak bergantung lagi kepada Badan Pertanahan Nasional dalam pembuatan akta dapat berjalan dengan lancar.

2. Penggunaan blanko akta yang telah disiapkan oleh Badan Pertanahan Nasional banyak menggunakan coretan, yang dimana coretan tersebut harus diketahui oleh para pihak dengan membubuhkan paraf atas setiap coretan sehingga proses pembuatan akta dinilai kurang efektif.


(17)

53

Universitas Kristen Maranatha

B. Saran

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah sudah tidak lagi bergantung pada akta yang disiapkan oleh Badan Pertanahan Nasional sehingga dalam proses pembuatan akta dapat berjalan dengan lancar, kepastian hukumnya terjamin bagi para pihak yang membuat akta dan memberikan kepastian kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah mengenai tata cara pengisian blanko akta.

2. Blanko akta dari Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan blanko akta dari Badan Pertanahan Nasional memiliki perbedaan, yang dimana penggunaan blanko akta dari Badan Pertanahan Nasional banyak menggunakan coretan, sehingga dalam pembuatan akta dapat dilakukan dengan seefisien mungkin untuk menghindari banyaknya coretan-coretan dalam akta. Akta merupakan alat untuk menjamin kepastian hukum yang berisikan perjanjian bagi pihak yang mempunyai kesepakatan di dalamnya, sehingga PPAT harus patuh/mengikuti kepada aturan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 yang telah disosialisasikan.


(18)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah dan Konfrensi Hak Milik Atas Tanah Menurut

Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung, Alumni, 1988.

, Bunga Rampai Hukum Agraria Serta Landereform, Bandung, 1989.

Bachtiar Effendi, Pendaftaran Tanah Di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, Bandung, Alumni, 1993.

Bernhard Limbong, Hukum Agraria Nasional, Margareta Pustaka, Jakarta, 2012 Boedi Harsono, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran

Tanah, Jakarta, 1997.

, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, Edisi Revisi 2005.

Effendi Perangin, Pertanyaan dan Jawaban Tentang Hukum Agraria, Rajawali Press, Jakarta, 1991.

,Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1994.

Maria SW Sumardjono, Kebijakan Pertanahan: Antara Regulasi dan Implementasi, Yogyakarta, Kompas, 2007.

Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Alumni, Bandung, 1989.

Soedikno Mertokusumo, Hukum dan Politik Agraria, Universitas Terbuka, Karunia, Jakarta, 1988.

Tehupelory, Aartje, Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia, Raih Asa, Yogyakarta, 2012.


(19)

55

Universitas Kristen Maranatha Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, cetakan

V, 2009.

Yudhi Setiawan, Hukum Pertanahan, Bayumedia Publishing, Malang, 2010.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Juncto Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1999 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Presiden Republik Indonesia

Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Peraturan Atas Perubahan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Surat Edaran Nomor 1051/7.1/III/2013 dari Hendarman Supandji yang merupakan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia


(20)

RUJUKAN ELEKTRONIK

web/http:kamus besar Bahasa Indonesia.web.id/blanko/akta

http://e-jornal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja

MAJALAH


(1)

11

BAB III LANDASAN TEORI

Pada bab ini penulis menuliskan teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan diatas antara lain :

1. Pengertian Pendaftaran Tanah 2. Pengertian Blanko Akta

3. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah 4. Pengertian Hukum Agraria

BAB IV LEGAL MEMORANDUM

Pada bab ini penulis memberikan legal opinion, komentar dan saran yang dapat diberikan terhadap permasalahan diatas.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini penulis menyimpulkan dan memberikan saran dari hasil penulisan mengenai permasalahan diatas.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan-pembahasan yang telah diulas oleh penulis pada bab-bab sebelumnya, penulis akan menyimpulkan point-point penting pada pembahasan permasalahan tersebut pada bagian ini, pembahasan yang mencakup pada rumusan permasalahan yang penulis angkat dalam penulisan legal memorandum. Antara lain :

1. Lahirnya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 memberikan kepastian mengenai tata cara pengisian blanko akta dan memberikan kepastian hukum kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai pejabat yang diberi kewenangan untuk membuat akta sehingga Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak bergantung lagi kepada Badan Pertanahan Nasional dalam pembuatan akta dapat berjalan dengan lancar.

2. Penggunaan blanko akta yang telah disiapkan oleh Badan Pertanahan Nasional banyak menggunakan coretan, yang dimana coretan tersebut harus diketahui oleh para pihak dengan membubuhkan paraf atas setiap coretan sehingga proses pembuatan akta dinilai kurang efektif.


(3)

53

B. Saran

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah sudah tidak lagi bergantung pada akta yang disiapkan oleh Badan Pertanahan Nasional sehingga dalam proses pembuatan akta dapat berjalan dengan lancar, kepastian hukumnya terjamin bagi para pihak yang membuat akta dan memberikan kepastian kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah mengenai tata cara pengisian blanko akta.

2. Blanko akta dari Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan blanko akta dari Badan Pertanahan Nasional memiliki perbedaan, yang dimana penggunaan blanko akta dari Badan Pertanahan Nasional banyak menggunakan coretan, sehingga dalam pembuatan akta dapat dilakukan dengan seefisien mungkin untuk menghindari banyaknya coretan-coretan dalam akta. Akta merupakan alat untuk menjamin kepastian hukum yang berisikan perjanjian bagi pihak yang mempunyai kesepakatan di dalamnya, sehingga PPAT harus patuh/mengikuti kepada aturan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 yang telah disosialisasikan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah dan Konfrensi Hak Milik Atas Tanah Menurut Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung, Alumni, 1988.

, Bunga Rampai Hukum Agraria Serta Landereform, Bandung, 1989.

Bachtiar Effendi, Pendaftaran Tanah Di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, Bandung, Alumni, 1993.

Bernhard Limbong, Hukum Agraria Nasional, Margareta Pustaka, Jakarta, 2012 Boedi Harsono, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran

Tanah, Jakarta, 1997.

, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, Edisi Revisi 2005.

Effendi Perangin, Pertanyaan dan Jawaban Tentang Hukum Agraria, Rajawali Press, Jakarta, 1991.

,Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1994.

Maria SW Sumardjono, Kebijakan Pertanahan: Antara Regulasi dan Implementasi, Yogyakarta, Kompas, 2007.

Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Alumni, Bandung, 1989.

Soedikno Mertokusumo, Hukum dan Politik Agraria, Universitas Terbuka, Karunia, Jakarta, 1988.


(5)

55

Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, cetakan V, 2009.

Yudhi Setiawan, Hukum Pertanahan, Bayumedia Publishing, Malang, 2010.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Juncto Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1999 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Presiden Republik Indonesia

Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Peraturan Atas Perubahan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Surat Edaran Nomor 1051/7.1/III/2013 dari Hendarman Supandji yang merupakan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia


(6)

RUJUKAN ELEKTRONIK

web/http:kamus besar Bahasa Indonesia.web.id/blanko/akta

http://e-jornal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja

MAJALAH