Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dan Pejabat Pembuat Akta Sementara (PPAT Sementara) Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Beserta Akibat Hukumnya Dari Segi Hukum Agraria

BAB II
PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DAN PEJABAT
PEMBUAT AKTA SEMENTARA (PPAT SEMENTARA) DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum Tentang PPAT
Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dimuat dalam beberapa
peraturan perundang-undangan, yaitu berdasarkan Pasal 1 angka 4 UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah (UUHT), menyebutkan bahwa
“Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum
yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta
pembebanan Hak Tanggungan, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak
Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, bahwa
“Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum
yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah”. Selanjutnya
berdasarkan Pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, bahwa “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut
PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta
tanah tertentu”.
Pasal 1 ayat 1 dari Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang

Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang kemudian diubah dengan
Peraturan Pemerntah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan

17
Universitas Sumatera Utara

Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 bahwa yang dimaksud dengan “Pejabat
Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang
diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan
hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun”. Keberadaan Jabatan PPAT dapat ditemukan di pasal 26 ayat (1) UUPA
dan Pasal 26 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa jual beli, tukar menukar, dan
perbuatan perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta
pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Demikian halnya Pasal 19
UUPA yang menginstruksikan kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan
pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia yang akan diatur dengan
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang
kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. UUPA
memang tidak menyebut secara tegas tentang Jabatan PPAT, namun penyebutan
tentang adanya Pejabat yang akan bertindak untuk membuat akta terhadap

perbuatan hukum tertentu mengenai tanah, dinyatakan dalam Pasal 19 Peraturan
Pemerintah No. 10 tahun 1961, sebagai peraturan pelaksanaan UUPA. Dari semua
peraturan perundang-undangan di atas menunjukkan bahwa kedudukan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah sebagai pejabat umum. Namun dalam
peraturan perundang undangan tidak memberikan definisi apa yang dimaksud
dengan pejabat umum. Maksud “pejabat umum” itu adalah orang yang diangkat
oleh Instansi yang berwenang, dengan tugas melayani masyarakat umum di bidang
atau kegiatan tertentu.23

23

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Penerbit Djambatan, 2003), hal 486

Universitas Sumatera Utara

Pejabat pembuat aka tanah (PPAT) diangkat untuk suatu daerah kerja
tertentu dan diberhentikan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia. PPAT yang diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya
diterbitkan Keputusan Pemberhentikan oleh Kepala BPN RI. Pemberhentian PPAT

ini ditetapkan oleh Kepala BPN RI berdasarkan usulan Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota setempat melalui Kepala Kanwil BPN Provinsi. Pemberhentian
PPAT karena alasan melakukan pelanggaran ringan dan pelanggaan berat
dilakukan setelah PPAT yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk
mengajukan pembelaan diri kepada Kepala BPN RI. 24
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004,
tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah
Pejabat Tata Usaha Negara. Dengan demikian terhadap Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) berlaku juga ketentuan-ketentuan Undang-Undang Peradilan Tata
Usaha Negara. Namun akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
tersebut bukan termasuk Keputusan Tata Usaha Negara, yang dimaksudkan oleh
Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Keputusan yang diambil Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk menolak atau mengabulkan permohonan itulah
yang merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, oleh karena itu keputusan tersebut
dapat dijadikan obyek gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara oleh pihak-pihak
yang merasa dirugikan.25
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) bertugas pokok melaksanakan
sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah
dilakukannnya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik
24

25

Urip Santoso, Op.Cit, hal 334-338
Boedi Harsono, Op.Cit, hal 436

Universitas Sumatera Utara

Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan
data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum. Perbuatan hukum
yang dimaksud diatas adalah jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan ke dalam
perusahaan (inbreng), pembagian hak bersama, pemberian hak guna bangunan/hak
pakai atas tanah hak milik, pemberian hak tanggungan, dan pemberian kuasa
membebankan hak tanggungan.26
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, seorang PPAT mempunyai
kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum tentang hak
atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah
kerjanya. Kewajiban PPAT, disamping tugas pokok ialah menyelenggarakan suatu
daftar dari akta-akta yang dibuatnya dan menyimpan asli dari akta-akta yang
dibuatnya.27 Untuk menjaga dan mencegah agar PPAT dalam menjalankan
jabatannya tersebut tidak menimbulkan akibat yang memberi kesan bahwa pejabat

telah mengganggu keseimbangan kepentingan para pihak. Ketentuan ini dibuat
agar PPAT dapat menjalankan tugas sebaik-baiknya demi melayani kepentingan
umum agar melaksanakan rasa kemandirian dan tidak memihak.28
Diberhentikan oleh Menteri merupakan suatu penyelesaian dari ada
seseorang diangkat sebagai PPAT, tetapi kemudian diangkat sebagai Notaris di
kota lain, sehingga menurut ketentuan ini yang bersangkutan berhenti sebagai
PPAT, sungguhpun kalau masih ada lowongan di kota yang bersangkutan diangkat
sebagai notaris, dapat saja diangkat kembali sebagai PPAT di tempat yang

26

A.P.Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung : Peenrbit Mandar Maju,
1999), hal 180
27
Effendi Perangin. Hukum Agraria Di Indonesia. (Jakarta. : PT. Raja Grafindo Persada,
1994), hal 6-7
28
A.P.Parlindungan, Op.Cit, hal 187

Universitas Sumatera Utara


bersangkutan sebagai notaris. Hal ini sebagai suatu solusi seseorang yang diangkat
sebagai PPAT dan kemudian sebagai notaris di kota lain tetap memegang kedua
jabatan tersebut dan tetap melakukan tugas-tugas PPAT dan notarisnya dan
usahanya untuk diangkat sebagai PPAT ditempat yang bersangkutan sebagai
notaris tidak dapat dikabulkan oleh Kepala BPN hanya disuruh berhenti saja
sebagai PPAT atau dia diangkat saja sebagai Notaris di tempat ditunjuk sebagai
PPAT.29
PPAT wajib mengangkat sumpah jabatan PPAT di hadapan Kepala
Pertanahan Kabupaten/Kotamadya di daerah kerja PPAT yang bersangkutan,
sebelum menjalankan jabatannya. PPAT yang daerah kerjanya disesuaikan karena
pemecahan wilayah Kabupaten/Kotamadya, tidak perlu mengangkat sumpah
jabatan PPAT untuk melaksanakan tugasnya di daerah kerjanya yang baru. 30 Untuk
keperluan pengangkatan sumpah, PPAT wajib lapor kepada Kepala Kantor
Pertanahan mengenai pengangkatannya sebagai PPAT, apabila laporan tersebut
tidak dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal
ditetapkannya surat keputusan pengangkatan tersebut batal demi hukum. Sebagai
bukti telah dilaksanakannya pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan,
dibuatkan suatu Berita Acara Pelantikan dan Berita Acara Sumpah Jabatan yang
disaksikan paling kurang dua orang saksi. Setelah PPAT mengangkat sumpah

wajib menandatangani surat pernyataan kesanggupan pelaksanaan jabatan PPAT
sesuai dengan keputusan pengangkatannya.31

29

Ibid., hal 188
Ibid., hal 194-195
31
Adjie, Habib.Op.Cit, hal 81
30

Universitas Sumatera Utara

B. Dasar Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Dasar hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu :
1. UUPA No.5 Tahun 1960
Ketentuan hukum tentang PPAT yang diatur dalam UUPA yaitu Pasal 19
UUPA yang menyatakan bahwa :
1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan
Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut

ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2). Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 Pasal ini meliputi :
a). Pengukuran, perpetaan dan pembukaan tanah;
b). Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c). Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
3). Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara
dan

Masyarakat,

keperluan

lalu-lintas

sosial

ekonomis

serta


kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri
Agraria.
4). Dalam Peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan
dengan yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya
tersebut.
Dalam Peraturan tersebut PPAT berfungsi sebagai pembuat akta yang
bermaksud memindahkan hak atas

tanah, memberikan hak baru atau

membebankan hak atas tanah, dalam rangka pendaftarannya.

Universitas Sumatera Utara

2. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
PPAT sebagai pejabat umum yang ditegaskan dalam Pasal 1 UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah disebutkan bahwa : “PPAT yang
selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi wewenang
untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas

tanah, dan akta pemberian kuasa pembebanan Hak Tanggungan “menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 disebut memberikan ketegasan
bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang membuat akta otentik.
Akta otentik yang dimaksud menurut Pasal 1868 KUHPerdata adalah :
“suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditetapkan
oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapkan pejabat umum yang
berkuasa untuk di tempat di mana akta dibuatnya”.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
Pengaturan tentang PPAT dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 dituangkan
dalam Pasal 37 menegaskan bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik
atas satuan rumah susun melalui jual-beli, tukar-menukar, hibah,
pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak
lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan
jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat

Pembuat Akta Tanah sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1998.
Dalam Pasal 1 disebutkan bahwa : “PPAT adalah pejabat umum yang
diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan
hokum tertentu mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun”.
Segala hal yang menyangkut tugas dan wewenang PPAT ditegaskan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
Pembuat Akta Tanah yang kemudian diubah menjadi Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1998
Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang selanjutnya disebut PPAT, adalah
pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas
tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan
Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.32 PPAT
bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan
membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu
mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan

32

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Pasal 1 angka 4

Universitas Sumatera Utara

dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang
diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.33
PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya. Akta
tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, dan akta pembagian hak
bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun yang tidak semuanya terletak di dalam daerah kerja seorang PPAT dapat
dibuat oleh PPAT yang daerah kerjanya meliputi salah satu bidang tanah atau
satuan rumah susun yang haknya menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta.34
PPAT dapat diberhentikan untuk sementara dari jabatannya sebagai PPAT karena
sedang dalam pemeriksaan pengadilan sebagai terdakwa suatu perbutan pidana
yang diancam dengan hukuman kurungan atau penjara selama-lamanya 5 (lima)
tahun atau lebih berat. Pemberhentian sementara berlaku sampai ada putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.35
Dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pengambilan sumpah jabatan PPAT
wajib menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf, dan
teraan cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Propinsi, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, Ketua
Pengadilan Negeri, dan Kepala Kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi
daerah kerja PPAT yang bersangkutan dan melaksanakan jabatannya secara
nyata.36 PPAT harus berkantor di satu kantor dalam daerah kerjanya. PPAT wajib

33

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah, Pasal 2 ayat (2)
34
Ibid., Pasal 4 ayat (1) dan (2)
35
Ibid., Pasal 11 ayat (1) dan (2)
36
Ibid., Pasal 19

Universitas Sumatera Utara

memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk dan ukurannya
ditetapkan oleh Menteri.37
Akta PPAT dibuat dengan bentuk yang ditetapkan oleh Menteri. Semua
jenis akta PPAT diberi satu nomor urut yang berulang pada permulaan tahun
takwim. Akta PPAT dibuat dalam bentuk asli dalam 2 (dua) lembar, yaitu lembar
pertama sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT yang bersangkutan, dan
lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap atau lebih menurut banyaknya hak atas
tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjadi obyek perbuatan
hukum dalam akta, yang disampaikan kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan
pendaftaran, atau dalam hal akta tersebut mengenai pemberian kuasa
membebankan Hak Tanggungan, disampaikan kepada pemegang kuasa untuk
dasar pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan, dan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dapat diberikan salinannya.38
Akta PPAT harus dibacakan/dijelaskan isinya kepada para pihak dengan
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi sebelum ditandatangani
seketika itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT.39 PPAT dilarang membuat
akta, apabila PPAT sendiri, suami atau istrinya, keluarganya sedarah atau
semenda, dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis ke samping
sampai derajat kedua, menjadi pihak dalam perbuatan hukum yang bersangkutan,
baik dengan cara bertindak sendiri maupun melalui kuasa, atau menjadi kuasa dari
pihak lain. Di daerah Kecamatan yang hanya terdapat seorang PPAT yaitu PPAT
Sementara dan di wilayah desa yang Kepala Desanya ditunjuk sebagai PPAT

37

Ibid., Pasal 20 ayat (1) dan (2)
Ibid., Pasal 21 ayat (1), (2) dan (3)
39
Ibid., Pasal 22
38

Universitas Sumatera Utara

Sementara, Wakil Camat atau Sekretaris Desa dapat membuat akta untuk
keperluan pihak-pihak setelah mengucapkan sumpah jabatan PPAT di depan PPAT
Sementara yang bersangkutan. 40
PPAT harus membuat satu buku daftar untuk semua akta yang dibuatnya.
Buku daftar akta PPAT diisi setiap hari kerja PPAT dan ditutup setiap akhir hari
kerja dengan garis tinta yang diparaf oleh PPAT yang bersangkutan. PPAT wajib
mengirim laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya, yang diambil dari buku
daftar akta PPAT kepada Kepala Kantor Pertanahan dan kantor-kantor lain sesuai
ketentuan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang berlaku selambatlambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.41Apabila PPAT meninggal dunia, salah
seorang ahli waris/keluarganya atau pegawainya wajib melaporkannya kepada
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari sejak PPAT meninggal dunia. Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya melaporkan meninggalnya PPAT berdasarkan laporan atau
karena pengetahuan yang diperoleh dari sumber lain kepada Kepala Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi disertai usul penunjukan PPAT yang
akan diserahi protokol PPAT yang meninggal dunia. Ahli waris, keluarga terdekat
atau pihak yang menguasai protokol PPAT yang meninggal dunia wajib
menyerahterimakan protokol PPAT yang bersangkutan kepada PPAT yang
ditunjuk kepala Kantor.42
PPAT yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Propinsi untuk menerima protokol yang berhenti menjabat sebagai PPAT

40

Ibid., Pasal 23 ayat (1) dan (2)
Ibid., Pasal 26 ayat (1), (2) dan (3)
42
Ibid., Pasal 28 ayat (1), (2) dan (3)
41

Universitas Sumatera Utara

wajib menerima protokol PPAT tersebut. Serah terima protokol PPAT dituangkan
dalam Berita Acara Serah Terima protokol PPAT yang diketahui/disaksikan oleh
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat.43 PPAT dilarang
meninggalkan kantornya lebih dari 6 (enam) hari kerja berturut-turut kecuali dalam
rangka menjalankan cuti.44
Selama PPAT diberhentikan untuk sementara atau menjalani cuti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 tugas dan kewenangan PPAT dapat
dilaksanakan oleh PPAT pengganti atas permohonan PPAT yang bersangkutan.
PPAT Pengganti diusulkan oleh PPAT yang bersangkutan dan diangkat oleh
pejabat yang berwenang menetapkan pemberhentian sementara atau persetujuan
cuti di dalam keputusan mengenai pemberhentian sementara atau keputusan
persetujuan cuti yang bersangkutan serta diambil sumpahnya oleh Kepala Kantor
Pertanahan setempat. Persyaratan untuk menjadi PPAT pengganti adalah telah
lulus program pendidikan strata satu jurusan hukum dan telah menjadi pegawai
Kantor PPAT yang bersangkutan sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.45
Formasi atau kebutuhan dan pengadaan PPAT ditetapkan oleh Kepala
Badan untuk setiap daerahkerja PPAT dengan mempertimbangkan faktor sebagai
berikut jumlah kecamatan di daerah kabupaten/kota yang bersangkutan, tingkat
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun, tingkat perkembangan ekonomi daerah yang bersangkutan, jumlah
permohonan untuk dapat diangkat sebagai PPAT di daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan, jumlah PPAT yang sudah ada pada setiap daerah kabupaten/kota

43

Ibid., Pasal 29 ayat (1) dan (2)
Ibid., Pasal 30 ayat (1)
45
Ibid., Pasal 31 ayat (1), (2) dan (3)
44

Universitas Sumatera Utara

yang bersangkutan, lain-lain faktor yang dianggap penting oleh Kepala Badan.
Formasi PPAT diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu formasi pada beberapa
daerah kabupaten/kota tertentu yang hanya diperuntukan bagi PPAT yang pernah
menjabat sebagai PPAT dan formasi pada daerah kabupaten/kota yang
diperuntukan bagi pengangkatan pertama kali dan/atau untuk PPAT yang pernah
menjabat sebagai PPAT. Penentuan beberapa daerah kabupaten/kota yang hanya
diperuntukan bagi PPAT yang pernah menjabat sebagai PPAT ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Badan. Formasi PPAT yang telah ditetapkan, dapat ditinjau
kembali

oleh

Kepala

Badan

apabila

terdapat

perubahan

berdasarkan

pertimbangan.46
Di daerah kerja PPAT yang hanya diperuntukkan bagi PPAT yang pernah
menjabat sebagai PPAT tidak dapat dilaksanakan pengangkatan PPAT, kecuali
jumlah PPAT yang telah ada berkurang dari jumlah formasi yang telah ditetapkan
atau formasinya diadakan perubahan.47 Formasi atau kebutuhan dan penunjukan
PPAT Sementara ditetapkan oleh Kepala Badan dengan mempertimbangkan
faktor. Dalam hal di daerah kabupaten/kota yang telah ditetapkan oleh Kepala
Badan PPATnya telah terpenuhi, maka terhadap Camat yang baru dilantik tidak
lagi ditunjuk sebagai PPAT, kecuali jumlah PPAT yang telah ada berkurang dari
jumlah formasi yang telah ditetapkan atau formasinya diadakan perubahan.
Formasi PPAT Sementara yang telah ditetapkan, dapat ditinjau kembali oleh
Kepala Badan apabila terdapat perubahan berdasarkan pertimbangan.48

46

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Peraturan
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pasal 7 ayat (1), (2), (3) dan (4)
47
Ibid., Pasal 8 ayat (1)
48
Ibid., Pasal 9 ayat (1), (2) dan (3)

Universitas Sumatera Utara

PPAT diangkat oleh Kepala Badan. Untuk dapat diangkat sebagai PPAT,
yang bersangkutan harus lulus ujian PPAT yang diselenggarakan oleh Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Ujian PPAT diselenggarakan untuk
mengisi formasi PPAT di kabupaten/kota yang formasi PPATnya belum
terpenuhi.49 Sebelum mengikuti ujian PPAT, yang bersangkutan wajib mengikuti
pendidikan dan pelatihan PPAT yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia yang penyelenggaraannya dapat bekerja sama dengan
organisasi profesi PPAT. Pendidikan dan pelatihan PPAT sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dimaksudkan untuk mendapatkan calon PPAT yang professional dan
memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas jabatannya.50
Bagi calon PPAT yang akan diangkat sebagai PPAT, sebelum
melaksanakan tugasnya wajib mengikuti pembekalan tehnis pertanahan yang
diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang
penyelenggaraannya dapat bekerja sama dengan organisasi profesi PPAT.
Keputusan pengangkatan PPAT diberikan kepada yang bersangkutan setelah
selesai pelaksanaan pembekalan tehnis pertanahan. Tembusan keputusan
pengangkatan PPAT sebagaimana dimaksud dalan Pasal 16 disampaikan kepada
pemangku kepentingan. Untuk keperluan pelantikan dan pengangkatan sumpah
jabatan PPAT, setelah menerima keputusan pengangkatan calon PPAT wajib
melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat paling lambat 3 (tiga) bulan.
Apabila calon PPAT tidak melapor dalam jangka waktu maka keputusan
pengangkatan PPAT yang bersangkutan dibatalkan demi hukum.51 PPAT

49

Ibid., Pasal 11 ayat (1), (2) dan (3)
Ibid., Pasal 12 ayat (1) dan (2)
51
Ibid., Pasal 17 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5)
50

Universitas Sumatera Utara

mempunyai hak yaitu cuti, memperoleh uang jasa (honorarium) dari pembuatan
akta sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, memperoleh informasi
serta perkembangan peraturan perundang-undangan pertanahan, memperoleh
kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri sebelum ditetapkannya keputusan
pemberhentian sebagai PPAT. 52 PPAT mempunyai kewajiban yaitu menjunjung
tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, mengikuti pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan sebagai PPAT,
menyampaikan laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya kepada Kepala
Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan setempat paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan
menyerahkan protokol PPAT.53

A. Tinjauan Tentang PPAT Sementara
Luasnya wilayah Republik Indonesia dengan jumlah penduduk yang sangat
banyak dan karena adanya tuntutan terlaksananya pembinaan masyarakat
diberbagai sektor, maka Menteri Dalam negeri atas nama Pemerintah Pusat
melimpahkan wewenangnya kepada pejabat-pejabat yang ada di daerah untuk
melakukan pembinaan. Para pejabat yang dimaksud adalah Kepala Wilayah yang
merupakan penguasa tunggal wilayahnya. Mereka merupakan kepanjangan tangan
pemerintah pusat dan bukan hasil pilihan rakyat melalui pemilu. Salah satu kepala
wilayah yang dimaksud disini dan tentunya merupakan pokok pembahasan tesis ini

52
53

Ibid., Pasal 36
Ibid., Pasal 45

Universitas Sumatera Utara

adalah Camat. Pengertian Camat ini dapat dilihat dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia, yaitu Pegawai Pamong Praja yang mengepalai Kecamatan.54
Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara) adalah pejabat
Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum
cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pejabat Pembuat Akta Tanah
Sementara ini adalah Kepala Kecamatan. Ketentuan tentang penunjukkan PPAT
sementara dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Camat yang wilayah kerjanya berada di dalam daerah Kabupaten/Kota yang
formasi PPAT-nya belum terpenuhi dapat ditunjuk sebagai PPAT Sementara.
2. Surat Keputusan Penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara ditandatangani
oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi atas nama
Kepala Badan Pertanahan Nasional.
3. Untuk keperluan penunjukan sebagai PPAT Sementara, Camat yang
bersangkutan melaporkan pengangkatannya sebagai PPAT Sementara kepada
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi melalui Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan salinan
atau foto copy keputusan pengangkatan tersebut.
Sebelum melaksanakan jabatan, PPAT Sementara wajib mengangkat
sumpah jabatan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan setempat dan didampingi
Rohaniawan. Jika tidak mengangkat sumpah, maka akta yang dibuat tidak sah.
Jika untuk kecamatan itu telah diangkat seorang PPAT, maka Camat yang
bersangkutan tetap menjadi PPAT Sementara, sampai ia berhenti menjadi Camat
54

Poerwodharminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi kedua, Departemen
Pendidikan Nasional, (Jakarta : Balai Pustaka, 1999), hal.181.

Universitas Sumatera Utara

dari kecamatan itu. Jika karena sesuatu sebab (sakit atau cuti) tidak dapat
menjalankan tugasnya, maka yang bertindak selaku PPAT Sementara ialah
pegawai yang secara sah mewakilinya sebagai Camat.55
PPAT Sementara berhenti melaksanakan tugasnya sebagai PPAT apabila
tidak lagi memegang jabatannya atau diberhentikan oleh Pejabat di bidang
pertanahan yang sesuai dengan kewenangannya. Kalau Camat berhenti atau
dipindahkan, maka dengan sendirinya penggantinya yang akan menggantikannya
sebagai PPAT Sementara.56

B. Dasar Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Sementara
PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena
jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di
daerah yang belum cukup terdapat PPAT.57 Untuk melayani masyarakat dalam
pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT atau untuk
melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu,
Menteri dapat menunjuk pejabat-pejabat di bawah ini sebagai PPAT Sementara
atau PPAT Khusus yaitu Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta
di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara, Kepala
Kantor Pertanahan untuk melayani pembuatan akta PPAT yang diperlukan dalam
rangka pelaksanaan program-program pelayanan masyarakat atau untuk melayani
pembuatan akta PPAT tertentu bagi negara sahabat berdasarkan asas resiprositas

55

Effendi Perangin.Op.Cit, hal 5
A.P.Parlindungan, Op.Cit, hal 188
57
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah, Pasal 1 angka 2
56

Universitas Sumatera Utara

sesuai pertimbangan dari Departemen Luar Negeri, sebagai PPAT Khusus.58 PPAT
Sementara dan PPAT Khusus berhenti melaksanakan tugas PPAT apabila tidak
lagi memegang jabatan dan diberhentikan oleh Menteri.59
Pengambilan sumpah jabatan sebagai PPAT Sementara bagi Kepala Desa
dilakukan oleh dan atas prakarsa Kepala Kantor Pertanahan di Kantor Kepala Desa
yang bersangkutan setelah Kepala Kantor Pertanahan menerima tembusan
penunjukann Kepala Desa sebagai PPAT Sementara.60 Sumpah jabatan PPAT dan
PPAT Sementara dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh
PPAT atau PPAT Sementara yang bersangkutan, Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya dan para saksi.61
PPAT atau PPAT Sementara yang belum mengucapkan sumpah jabatan
dilarang menjalankan jabatannya sebagai PPAT.62 Di daerah Kecamatan yang
hanya terdapat seorang PPAT yaitu PPAT Sementara dan di wilayah desa yang
Kepala Desanya ditunjuk sebagai PPAT Sementara, Wakil Camat atau Sekretaris
Desa dapat membuat akta untuk keperluan pihak-pihak setelah mengucapkan
sumpah jabatan PPAT di depan PPAT Sementara yang bersangkutan. 63 PPAT
Sementara yang berhenti sebagai PPAT Sementara menyerahkan protokol PPAT
kepada PPAT Sementara yang menggantinya. 64 Uang jasa (honorarium) PPAT dan
PPAT Sementara, termasuk uang jasa (honorarium) saksi tidak boleh melebihi 1%
(satu persen) dari harga transaksi yang tercantum di dalam akta. PPAT dan PPAT
Sementara wajib memberikan jasa tanpa memungut biaya kepada seseorang yang
58

Ibid., Pasal 5 ayat (3)
Ibid., Pasal 8 ayat (2)
60
Ibid., Pasal 16 ayat (5)
61
Ibid., Pasal 17 ayat (1)
62
Ibid., Pasal 18 ayat (1)
63
Ibid., Pasal 23 ayat (2)
64
Ibid., Pasal 27 ayat (2)
59

Universitas Sumatera Utara

tidak mampu. Di dalam melaksanakan tugasnya, PPAT dan PPAT Sementara
dilarang melakukan pungutan di luar ketentuan.65
Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi wilayah
kerjanya sebagai pejabat pemerintah yang menjadi dasar penunjuknnya. 66Dalam
hal tertentu Kepala Badan dapat menunjuk Camat dan/atau Kepala Desa karena
jabatannya sebagai PPAT Sementara. Sebelum Camat dan/atau Kepala Desa
ditunjuk sebagai PPAT Sementara, yang bersangkutan wajib mengikuti pendidikan
dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia yang penyelenggaraannya dapat bekerja sama dengan organisasi profesi
PPAT. Kewajiban mengikuti pendidikan dan pelatihan dikecualikan bagi Camat
dan/atau Kepala Desa yang akan ditunjuk sebagai PPAT Sementara, apabila di
daerah kabupaten/kota yang bersangkutan belum ada PPAT. Pendidikan dan
pelatihan untuk menambah kemampuan PPAT Sementara dalam melaksanakan
tugas jabatannya.67
Penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara dilakukan dalam hal di daerah
kabupaten/kota sebagai wilayah kerjanya masih tersedia formasi PPAT. Keputusan
penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara ditetapkan oleh Kepala Badan yang
pelaksanaannya dapat didelegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah. Untuk
keperluan penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara yang bersangkutan wajib
mengajukan permohonan penunjukan sebagai PPAT Sementara kepada Kepala
Badan dengan melampirkan salinan atau fotocopy keputusan pengangkatan
sebagai Camat melalui Kepala Kantor Wilayah. Dalam hal keputusan penunjukan
65

Ibid., Pasal 32 ayat (1), (2) dan (3)
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Peraturan
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pasal 5 ayat (2)
67
Ibid., Pasal 18 ayat (1), (2), (3) dan (4)
66

Universitas Sumatera Utara

Camat sebagai PPAT Sementara didelegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah,
keputusan penunjukannya ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama
Kepala Badan sesuai bentuk sebagaimana tercantum dalam Lampiran. Penunjukan
Kepala Desa sebagai PPAT Sementara dilakukan oleh Kepala Badan setelah
diadakan penelitian mengenai kebutuhan pelayanan masyarakat di bidang
pembuatan akta di daerah-daerah terpencil.68
Bagi Camat dan/atau Kepala Desa yang telah ditunjuk sebagai PPAT
Sementara sebelum melaksanakan tugasnya wajib mengikuti pembekalan tehnis
pertanahan yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia yang penyelenggaraannya dapat bekerja sama dengan organisasi profesi
PPAT. Keputusan penunjukan Camat dan/atau Kepala Desa sebagai PPAT
Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 diberikan kepada yang
bersangkutan setelah selesai pelaksanaan pembekalan tehnis pertanahan.
Tembusan keputusan penunjukan Camat dan/atau Kepala Desa sebagai
PPAT Sementara disampaikan kepada pemangku kepentingan. Untuk keperluan
pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan sebagai PPAT Sementara, setelah
menerima keputusan penunjukan sebagai PPAT Sementara, Camat dan/atau
Kepala Desa yang bersangkutan wajib melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan
setempat paling lambat 3 (tiga) bulan. Apabila Camat dan/atau Kepala Desa yang
telah ditunjuk sebagai PPAT Sementara tidak melapor dalam jangka waktu, maka
keputusan penunjukan sebagai PPAT Sementara yang bersangkutan batal demi
hukum.69

68
69

Ibid., Pasal 19 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5)
Ibid., Pasal 20 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5)

Universitas Sumatera Utara

PPAT Sementara dan PPAT Khusus berhenti melaksanakan tugas PPAT
apabila tidak lagi memegang jabatan atau diberhentikan oleh pejabat di bidang
pertanahan sesuai dengan kewenangannya.70Penyerahan protokol PPAT Sementara
yang berhenti menjabat dilakukan kepada PPAT Sementara yang menjabat
berikutnya di kecamatan yang bersangkutan, atau apabila Camat di kecamatan
tersebut tidak ditunjuk lagi sebagai PPAT Sementara, kepada Kepala Kantor
Pertanahan untuk selanjutnya diserahkan kepada PPAT yang berkantor di
kecamatan yang bersangkutan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan.71
Blanko akta PPAT dibuat dan diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia dan hanya boleh dibeli oleh PPAT, PPAT Pengganti, PPAT
Sementara atau PPAT Khusus.72
Dasar Hukum pengangkatan Camat sebagai PPAT Sementara dapat dilihat
dalam Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan jabatan PPAT
sebagaimana diubah menjadi PP No. 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998, yang menyebutkan bahwa : “Untuk
melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup
terdapat PPAT, atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam
pembuatan akta PPAT tertentu. Menteri dapat menunjuk pejabat pejabat di bawah
ini sebagai PPAT Sementara atau PPAT Khusus, Camat atau Kepala Desa untuk
melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT sebagai
PPAT Sementara”73

70

Ibid., Pasal 25 ayat (2)
Ibid., Pasal 27 ayat (4)
72
Ibid, Pasal 51
73
A.A Mahendra, Tugas dan Wewenang Jabatan PPAT Sementara, Pustaka Ilmu, Jakarta,
2001, hal 7
71

Universitas Sumatera Utara

Pasal 18 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Ka. BPN No. 1 Tahun 2006
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang
Peraturan Jabatan PPAT menyebutkan bahwa dalam hal tertentu Kepala Badan
Pertanahan dapat menunjuk Camat dan/atau Kepala Desa karena jabatannya
sebagai PPAT Sementara

C. Peran PPAT dan Camat Selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
dalam Jual Beli Tanah
Bidang pertanahan sangat berperan bagi kehidupan penduduk Indonesia,
untuk itu diperlukan status hukum, dan kepastian hukum dari tanah tersebut serta
kepemilikan secara hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 UUPA Ayat
(1), yaitu bahwa: “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan
pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuanketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Di samping untuk kepastian
hukum bagi status tanah tersebut, pendaftaran tanah juga untuk melindungi para
pemegang hak atas tanah, agar kepemilikan haknya tidak terganggu oleh pihakpihak yang berkepentingan terhadap tanahnya. Untuk itu ditegaskan dalam Pasal
19 Ayat (2) huruf c UUPA, menyatakan bahwa : “Pendaftaran tanah dalam pasal
ini meliputi pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.” Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan
jaminan kepastian hukum.74
Masyarakat masih sangat sedikit yang melakukan pendaftaran hak
kepemilikan atas tanahnya, disebabkan oleh adanya budaya masyarakat setempat

74

Achmad Chulaemi, Hukum Agraria, Perkembangan, Macam Hak Atas Tanah dan
Pemindahannya, (Semarang: FH Undip, 1993), hal 58

Universitas Sumatera Utara

yang dalam hal praktik jual beli hak atas tanah, masih dilakukan dibawah tangan
atau tidak dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Begitu
sangat berartinya sertifikat hak atas tanah bagi pemiliknya, maka peran PPAT
disini sangat penting. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2016
tentang perubahan dalam Pasal 37 Tahun 1998, Pasal 5 Ayat (3) huruf a
menyatakan bahwa : “Karena fungsinya di bidang pendaftaran tanah yang penting
bagi masyarakat yang memerlukan, maka fungsi tersebut harus dilaksanakan di
seluruh wilayah negara, maka di wilayah yang belum cukup terdapat PPAT, Camat
perlu ditunjuk sebagai pejabat sementara”.75
Sesuai rumusan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jual
beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga
yang telah dijanjikan. Berdasarkan pengertian dalam Pasal 1457 Kitab UndangUndang Hukum Perdata, jual beli termasuk perjanjian. Adapun syarat sahnya
perjanjian sesuai Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, adalah
adanya kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, adanya kecakapan untuk
membuat suatu perikatan, adanya suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.
Jika syarat mengenai kesepakatan dan kecakapan (syarat subyektif) tidak dipenuhi,
maka suatu perjanjian dapat dibatalkan, maksudnya perjanjian tetap ada sampai
adanya keputusan dari hakim. Sedangkan jika syarat mengenai suatu hal tertentu

75

Heriandi Admaja, Peranan Camat Sebagai PPAT (Sementara) di Wilayah Kecamatan
yang Dipimpinya, (Surabaya : Penerbit Aksara Jaya, 2006), hal 38

Universitas Sumatera Utara

dan suatu sebab yang halal (syarat obyektif) tidak dipenuhi, maka suatu perjanjian
batal demi hukum maksudnya sejak awal dianggap tidak ada perjanjian.76
Jual beli tanah adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai
tanah, yang disebut “penjual”, berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan
haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain, yang disebut “pembeli”,
sedangkan pihak “pembeli” berjanji dan mengikatkan diri untuk membayar harga
yang telah disetujui.77 Menurut hukum Adat, jual beli tanah adalah suatu perbuatan
pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan
pemindahan hak tersebut harus dilakukan di hadapan Kepala Adat, yang berperan
sebagai pejabat yang menanggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan
hak tersebut sehingga perbuatan tersebut diketahui oleh umum. Tunai maksudnya,
bahwa perbuatan pemindahan hak dan pembayaran harganya dilakukan secara
serentak. Oleh karena itu, maka tunai mungkin berarti harga tanah dibayar secara
kontan, atau baru dibayar sebagian.
Jual beli tanah berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tidak
diterangkan secara jelas, akan tetapi dalam Pasal 5 UUPA disebutkan bahwa
Hukum Tanah Nasional kita adalah Hukum Adat. Jadi pengertian jual beli tanah
menurut UUPA adalah jual beli tanah menurut hukum adat yang telah
disempurnakan/dihilangkan sifat kedaerahannya.78 Akta dalam arti terluas adalah
perbuatan, perbuatan hukum (rechtshandeling). Akta juga diartikan sebagai “suatu
tulisan” yang dibuat untuk dipakai sebagai bukti suatu perbuatan hukum, yang

76

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis,Kepailitan. (Jakarta: Penerbit
Raja Grafindo Persada, 2002), hal 11
77
Boedi Harsono, Op.Cit, hal 27-28
78
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta : Penerbit Sinar
Grafika, 2007), hal 76

Universitas Sumatera Utara

mana tulisan ditujukan kepada pembuatan sesuatu79. Akta Jual Beli Tanah adalah
akta autentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah berkenaan dengan
perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah.80
Akta jual beli tanah sering disebut dengan akta PPAT, menurut Pasal 1
angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah, bahwa akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai bukti telah dilaksanakannya perbuatan
hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau atas Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun. Menurut Boedi Harsono, akta PPAT merupakan tanda bukti
yang bersifat terang dan nyata (riil), yang merupakan syarat bagi sahnya perbuatan
hukum yang bersangkutan, hingga menurut hukum mengikat para pihak yang
melakukannya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, akta yang dibuat oleh
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah akta otentik. Jual beli menurut Pasal
37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, harus
dibuat dengan akta PPAT, sedangkan jual beli tanah yang dilakukan tanpa
dihadapan PPAT tetap sah karena UUPA berlandaskan pada Hukum Adat yang
sistemnya adalah konkret/kontan/nyata. Namun jual beli tanah yang dilakukan
tanpa dihadapan PPAT masih diragukan kekuatan hukumnya. Atas dasar

79

John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan. (Jakarta : Penerbit Sinar
Grafika,1993), hal 58
80
Bachtiar Efendi, Op.Cit, hal 85

Universitas Sumatera Utara

pertimbangan itulah, maka jual beli tanah harus dibuat dengan akta PPAT. Adapun
fungsinya adalah sebagai bukti telah diadakan perbuatan hukum tertentu mengenai
hak atas tanah atau Hak Milik Satuan Rumah Susun, akta PPAT berfungsi sebagai
alat pembuktian mengenai benar sudah dilakukannya jual beli. Akta PPAT juga
dijadikan dasar bagi pendaftaran atau perubahan data pendaftaran tanah ke Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota. Orang yang melakukan jual beli tanpa dibuktikan
dengan akta PPAT tidak akan dapat memperoleh sertipikat, biarpun jual belinya
sah menurut hukum.81
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) mempunyai peran yang sangat
penting dalam pendaftaran tanah, yaitu membantu Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam pendaftaran
tanah. Peran Camat selaku PPAT dalam jual beli tanah mempunyai Peran menjadi
Pejabat Sementara dalam pembuatan akta tanah dengan daerah jabatan Kecamatan
dari masing-masing wilayah karena jabatannya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ditunjuknya Camat selaku PPAT, karena formasi PPAT di wilayah tersebut
belum memenuhi untuk kepentingan pelayanan masyarakat.
Camat yang merangkap PPAT secara formal tidak melanggar ketentuan
hukum yang berlaku. Tetapi untuk menghindarkan terjadinya pelanggaran maka
wajib menyesuaikan wilayah jabatan sebagai Camat dengan wilayah jabatan
sebagai PPAT. Selama penyesuaian wilayah jabatan ini belum dilakukan, Camat
selaku PPAT tersebut tetap berhak untuk membuat Akta PPAT untuk wilayah
jabatan PPAT, dan sebagai Camat selaku PPAT wajib menjaga agar pembuatan
akta PPAT tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
81

Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 79

Universitas Sumatera Utara

Kedudukan Camat yang menjabat sebagai PPAT dengan tempat kedudukan
di luar daerah kerjanya sebagai PPAT, berhenti dengan sendirinya sebagai PPAT
sejak 6 (enam) bulan saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan PPAT. Tujuan pengawasan dan pembinaan Camat sebagai
PPAT (Camat/PPAT) adalah dipertahankannya keluhuran martabat atau tugas
jabatan Camat demi kepentingan masyarakat sebagai pemakai jasa Camat selaku
PPAT dan demi integritas jabatan sebagai suatu jabatan kepercayaan serta pada
akhirnya juga demi ketertiban hukum di masyarakat.82
Pada dasarnya Camat sebagai PPAT adalah pejabat umum yang diangkat
pemerintah bertugas mengesahkan isi perjanjian yang dibuat dan ditandatangani
oleh para pihak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku baginya,
yaitu bagi Camat dan PPAT berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan PPAT. Camat/PPAT mempunyai tugas, wewenang, hak
dan kewajiban yang sama dengan PPAT. Kekuatan hukum akta tanah yang dibuat
di hadapan Camat selaku PPAT mempunyai kekuatan hukum yang sama sebagai
akta otentik.83 Tidak semua Camat otomatis menjadi PPAT karena Camat yang
pindah tugas ke wilayah lain berhenti sebagai PPAT dan penggantinya tidak
otomatis menjadi PPAT dan kepada keduanya tidak ada wewenang untuk
membuat akta tanah. Camat selaku PPAT dalam proses pembuatan akta tanah
harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peran

82

Heriandi Admaja, Op.Cit, hal 76
Boediono, Peranan PPAT Dalam Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah Sekarang ini
dan Kemungkinannya Dalam Sistem Publikasi Positif yang Akan Datang. Jurnal Hukum 1(1). 2008
83

Universitas Sumatera Utara

Camat sangat penting untuk menunjang tugasnya dalam pendaftaran tanah pada
umumnya dan dalam hal pembuatan akta tanah pada khususnya, yaitu :
1. Peran Camat selain menjabat sebagai PPAT, Camat juga menjadi kepala
wilayah yang berhadapan langsung dengan masyarakat, sehingga Camat dapat
memahami dengan baik masyarakat dan daerahnya.Ia dapat mengetahui
permasalahan pertanahan dan status hak atas tanah yang ada di daerahnya, hal
ini akan memudahkan Camat dalam tugasnya sebagai PPAT.
2. Peran Camat selaku PPAT dalam pemindahan hak atas tanah, yaitu Camat
selaku kepala wilayah ia turut menandatangani surat keterangan mengenai
tanah yang belum bersertifikat dan tugas-tugas lain di bidang agraria yang
terkait dengan jabatannya sebagai kepala wilayah.
Peran Camat selaku PPAT dalam pendaftaran mengenai jual beli tanah
adalah dengan cara memberikan informasi yang benar serta menjelaskan arti
pentingnya tanah untuk didaftarkan karena akan diperoleh sertifikat bagi
pemiliknya, yaitu pada saat para pihak (penjual dan pembeli/kuasa mereka masingmasing) menghadap Camat selaku PPAT untuk meminta dibuatkan akta jual beli.
Jika hal demikian senantiasa dijalankan oleh pejabat pembuat akta tanah, niscaya
akan sangat membantu kelancaran pelaksanaan tugas pendaftaran tanah di Kantor
Pertanahan.84
Peran atau kewajiban seorang camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) Sementara adalah sama dan sejajar dengan peran atau kewajiban dari
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Notaris. Artinya dalam menjalankan
jabatannya tersebut, Camat sebagai PPAT Sementara harus sama-sama
84

Iga Gangga Santi Dewi, Peran Camat Selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
dalam Jual Beli Tanah, Pandecta Jurnal Volume 5. Nomor 2. Juli 2010

Universitas Sumatera Utara

berpedoman dan berpegang pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Oleh karena peran dan fungsinya
sama, maka dalam hal pengangkatan seorang camat sebagai Pejabat Pembuat Akta
(PPAT) Sementara harus pula memperhatikan persyaratan perundang-undangan
yang berlaku dan harus sesuai pula dengan ketentuan yang dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah, misalnya syarat diangkatnya Camat sebagai Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara dapat dilakukan, apabila Formasi Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) Notaris belum mencukupi di daerah tersebut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT). Dengan berdasarkan formasi penempatan tersebutlah, sebagai
dasar diangkatnya seorang Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Sementara. Hal ini berarti, apabila di suatu wilayah tertentu formasi Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) Notaris telah terpenuhi, maka camat tidak boleh lagi
mengajukan permohonan untuk menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Sementara dan apabila hal tersebut dilakukan, Menteri wajib dan akan menolak
permohonan tersebut.85

85

Achmad Chulaemi, Op.Cit, hal 84

Universitas Sumatera Utara