Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dan Pejabat Pembuat Akta Sementara (PPAT Sementara) Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Beserta Akibat Hukumnya Dari Segi Hukum Agraria

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelaksanaan tanah diselenggarakan atas dasar peraturan perundangundangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan
dan pendaftaran peralihannya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pendaftaran
tanah dapat memberikan kepastian hukum terhadap hak atas tanah, yaitu
memberikan data fisik yang jelas mengenai luas tanah, letak dan batas-batas
tanah.1 Pendaftaran tanah tersebut diselenggarakan oleh Badan Pertanahan
Nasional, yang dibantu oleh PPAT dan pejabat lain yang ditugaskan untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, mengenai pendaftaran tanah. Pejabat lain
dalam hal ini dimaksud adalah Camat sebagai PPAT Sementara. Kedudukan dan
fungsi Camat sebagai PPAT Sementara dalam melakukan pelayanan pendaftaran
tanah, ternyata masih ditemukan persoalan di lapangan, terutama dalam pelayanan
untuk membuat akta-akta tanah.2
Peran PPAT dalam pendaftaran tanah merupakan membantu kepala kantor
pertanahan Kabupaten/Kota dalam kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah
berupa pembuatan atas pemindahan hak atas tanah atau hak milik atas satuan
rumah susun kecuali lelang, pembuatan akta pembagian hak bersama, dan
pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah.3 Dalam pengelolaan bidang
1


Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, (Jakarta : Penerbit Kencana,
2011), hal 16
2
Vuji Ervina, Pelayanan Pendaftaran Tanah Oleh Camatsebagai Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) Sementara di Kantor Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan, Jurnal
Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume II Edisi 2, Juli-Desember 2013
3
Umar Said Sugiharto, Suratman dan Noorhuda Muchsin, Hukum Pengadaan Tanah,
(Malang : Penerbit Setara Press, 2015), hal 243

1
Universitas Sumatera Utara

pertanahan di Indonesia, terutama dalam kegiatan pendaftaran tanah, Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT), merupakan pejabat umum yang menjadi mitra
instansi BPN guna membantu menguatkan/mengukuhkan setiap perbuatan hukum
atas bidang tanah yang dilakukan oleh subyek hak yang bersangkutan yang
dituangkan dalam suatu akta otentik. “Segala Warga Negara bersama
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum

dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” Ungkapan kalimat tersebut
mengandung pengertian bahwa semua Warga Negara Indonesia mempunyai
kedudukan yang sama di muka hukum, dan berkewajiban tunduk pada hukum
yang berlaku. Dalam ketentuan Hukum Tanah Nasional yaitu Undang-Undang
Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 mengatur bahwa semua Peralihan Hak Atas
Tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun melalui jual beli, tukar menukar,
hibah, pemasukan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali
pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan
akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pejabat Pembuat Akta Tanah yang kemudian
disingkat PPAT sebagai Warga Negara sekaligus Pejabat yang berwenang
membuat akta otentik mengenai segala sesuatu perbuatan hukum berkaitan dengan
peralihan Hak Atas Tanah, tunduk pada hukum dan peraturan perundangan yang
berlaku.4
Tanah tidak hanya merupakan tempat membangun rumah tinggal tetapi dari
tanah kita juga mendapatkan bahan makanan, pakaian, serta kebutuhan lain-nya

4

Probo Pribadi, Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah di Indonesia, Jurnal Hukum melalui

http://probopribadisembiringmeliala.blogspot.co.id/2013/10/jurnalhukumperanpejabatpembuatakta.
Html, diakses tanggal 2 Nopember 2016

Universitas Sumatera Utara

yang bersifat primer, akibat keter-batasan luas tanah ini menyebabkan kepemilikan
hak atas suatu tanah sering kali berujung sengketa akibat tidak dimilikinya dasar
hukum yang kuat sebagai pegangan dan bukti atas kepemilikan suatu tanah. Untuk
memperoleh hak kepemilikan atas suatu tanah dapat diperoleh dengan beberapa
cara salah satunya dapat diperoleh melalui proses jual beli. 5 Jual beli adalah suatu
perjanjian bertimbal-balik dalam mana pihak yang satu (sipenjual) berjanji untuk
me-nyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya
(sipembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai
imbalan dari perolehan hak milik tersebut.6
Keharusan jual beli tanah dihadapan PPAT atau PPAT Sementara, maka
telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah jo Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 2006 tentang Kesatuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Penerbitan peraturan tersebut dilakukan
dalam rangka program pelayanan masyarakat dalam pembuatan akta PPAT.
Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah, maka jual beli juga harus
dilakukan para pihak di hadapan PPAT yang bertugas membuat akta. Dengan
dilakukannya jual beli dihadapan PPAT, dipenuhi syarat terang (bukan perbuatan

5

Ermasyanti, Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Proses Jual Beli Tanah,
Keadilan Progresif Volume 3 Nomor 1 Maret 2012
6
R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1995), hal 1

Universitas Sumatera Utara

hukum yang gelap, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi). Untuk dibuatkan
akta jual beli tanah tersebut, pihak yang memindahkan hak, harus memenuhi syarat
yaitu berwenang memindahkan hak tersebut, sedangkan pihak yang menerima

harus memenuhi syarat subyek dari tanah yang akan dibelinya itu. Serta harus
disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi. 7 Cacat hukum pada suatu
akta dapat menyebabkan tidak sahnya perbuatan hukum yang dilakukan kemudian.
Berkaitan dengan hal tersebut, PPAT atau PPAT Sementara yang bersangkutan
dapat melakukan pembelaan meskipun didalam ketentuan hukum tentang PPAT
belum diatur mengenai hal tersebut; dengan adanya jaminan kebenaran yang
diberikan oleh penghadap yang dimuat didalam akta tersebut sebagai akta partij
(akta para pihak) yang sesuai dengan kehendak/keterangan yang telah diberikan
dimana PPAT atau PPAT Sementara bukanlah pihak yang berwenang untuk
melakukan penyidikan atas kebenaran dan keaslian dari identitas penghadap,
melainkan bertindak berdasarkan bukti materiil yang telah lengkap yang diberikan
kepadanya. Apabila PPAT atau PPAT Sementara dituntut oleh pihak ketiga yang
merasa dirugikan ataupun diminta sebagai saksi di Pengadilan maka hal tersebut
hanya sebatas dimintakan keterangan sehubungan akta yang dibuatnya, disamping
itu PPAT atau PPAT Sementara pun dapat meminta perlindungan hukum/upaya
pembelaan kepada IPPAT sebagai suatu organisasi profesi dimana ia bernaung.8
Posisi PPAT atau PPAT Sementara sebatas sebagai saksi dan PPAT atau
PPAT Sementara tidak bertanggung gugat atas ketidakbenaran materiil yang
dikemukakan oleh para pihak, apabila kesalahan disebabkan oleh para pihak. Tapi
7


Habib Adjie. Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan
tentang Notaris dan PPAT). (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2009), hal 74
8
Bachtiar Effendie. Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya.
(Bandung : Penerbit Angkasa, 1999), hal 38

Universitas Sumatera Utara

apabila PPAT atau PPAT Sementara terbukti bersalah maka ia dapat dikenakan
sanksi administratif maupun sanksi pidana juga tidak tertutup kemungkinan
dituntut ganti rugi oleh pihak yang dirugikan secara perdata.9
Salah satu perbuatan hukum yang membutuhkan kepastian hukum yaitu
perbuatan peralihan hak atas tanah yang dibuat dengan akta oleh pejabat yang
berwenang. Salah satu pejabat yang berwenang terhadap akta tanah adalah Camat
sebagai PPAT Sementara menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998. Dalam rangka
pencapaian tujuan hukum dimaksud, maka penegakan hukum mutlak adanya.
Hanya saja dalam praktek penegakan hukum sering mendapat pengaruh dan
beberapa faktor, baik yang ada pada diri manusia maupun faktor dari luar atau

diluar kemampuan manusia.10
Dalam praktek pelaksanaan jabatan Camat selaku PPAT Sementara
wewenang yang dimiliki oleh Camat tersebut adalah sama dengan PPAT pada
umumnya sebagaimana telah diuraikan di atas. Akan tetapi di daerah-daerah
terpencil di mana Camat ditunjuk dan diangkat sebagai PPAT Sementara dalam
melaksanakan tugasnya juga melakukan perbuatan hukum yang berada di luar
kewenangannya selaku PPAT. Salah satu perbuatan hukum Camat yang berada di
luar kewenangannya tersebut adalah melakukan pembuatan akta jual beli tanah
yang belum/tanpa bersertipikat. Perbuatan hukum melakukan pembuatan akta jual
beli terhadap tanah yang tidak memiliki sertipikat tersebut adalah suatu perbuatan

9

Mustofa, Tuntutan Pembuatan Akta-Akta PPAT, (Yogyakarta: Karya Media, 2010), hal

46
10

Ibrahim Naue, Farida Patittingi, Sri Susyanti Nur, Kedudukan Camat Sebagai PPAT
Sementara Dalampemberian Kepastian Hukum Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37

Tahun 1998, (Makassar : Universitas Hasanuddin Press, 2012), hal 4

Universitas Sumatera Utara

yang berada di luar kewenangan Camat selaku PPAT Sementara sebagaimana
Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah yang berbunyi: ”Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah
susun melalui jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan
perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak karena lelang
hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang
berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.11
PPAT mempunyai peranan besar dalam peralihan hak atas tanah karena
memiliki tugas membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam rangka melaksanakan
kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah yang merupakan akta otentik.
Sebagai akta otentik akta PPAT haruslah memenuhi tata cara pembuatan akta
PPAT sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang dan peraturan-peraturan
lainnya. Pembuatan akta yang tidak sesuai dengan tata cara pembuatan akta PPAT
dapat membuat suatu akta batal demi hukum dan akan mengakibatkan kerugian
bagi salah satu pihak dalam akta tersebut.12 Apapun yang terjadi, seorang PPAT

atau PPAT Sementara dalam menjalankan tugas jabatannya harus disertai dengan
tanggung jawab dan kepercayaan diri yang penuh, sehingga dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik dan benar serta siap untuk bertanggungjawab jika terjadi
kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja dalam setiap
tindakannya.

11

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum
Tanah), (Jakarta:Djambatan, 2002), hlm 538-539
12
Addien Iftitah, Kewenangan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dalam membuat akta
jual beli tanah beserta akibat hukumnya, Jurnal Hukum Agraria Lex Privatum, Vol.II/No. 3/AgsOkt/2014, hal 52

Universitas Sumatera Utara

Berkaitan dengan problematika produk hukum akta jual beli terhadap tanah
tanpa sertipikat yang dibuat oleh Camat selaku PPAT Sementara, maka penelitian
ini akan membahas lebih lanjut mengenai permasalahan yang timbul dalam
pelaksanaan pembuatan akta tersebut. Oleh karena itu dimaksudkan untuk

memaparkan/ menggambarkan permasalahan yang terjadi dalam problematika
produk hukum Camat selaku PPAT Sementara berupa akta jual beli yang
dibuatnya terhadap tanah tanpa sertipikat beserta segala aspek hukum yang timbul
oleh karenanya, sekaligus membahas dan menganalisa permasalahan hukum yang
timbul tersebut untuk dapat menemukan solusi yang tepat dalam menjawab
permasalahan hukum tersebut. Untuk itulah penelitian ini dilakukan lebih lanjut
dalam membahas “TANGGUNG JAWAB PEJABAT PEMBUAT AKTA
TANAH (PPAT) DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA SEMENTARA (PPAT
SEMENTARA) DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI TANAH
BESERTA AKIBAT HUKUMNYA DARI SEGI HUKUM AGRARIA.”

B. Permasalahan
Atas uraian seperti yang dikemukakan di dalam latar belakang masalah di
atas, maka permasalahan penelitian ini yakni sebagai berikut:
1. Apa peran pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan pejabat pembuat akta
sementara (ppat sementara) di Indonesia?
2. Sejauhmanakah pelaksanaan kewajiban PPAT dan PPAT sementara dalam
pemeriksaan akta jual beli tanah?

Universitas Sumatera Utara


3. Tanggungjawab apa yang diberikan oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT)
dan pejabat pembuat akta sementara (PPAT sementara) dalam pembuatan akta
jual beli tanah beserta akibat hukumnya?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian
ini yakni sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui peran pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan pejabat
pembuat akta sementara (ppat sementara) di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan kewajiban PPAT dan PPAT sementara dalam
pemeriksaan akta jual beli tanah.
3. Untuk mengetahui tanggungjawab pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan
pejabat pembuat akta sementara (PPAT sementara) dalam pembuatan akta jual
beli tanah beserta akibat hukumnya.

D. Manfaat Penulisan
Dalam penelitian ini diharapkan ada 2 (dua) manfaat yang dapat dihasilkan
yaitu yang bersifat teoritis dan bersifat praktis yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, dan
Hukum Agraria pada khususnya.
b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat sebagai latihan menerapkan teori
yang diperoleh sehingga menambah pengalaman dan pengetahuan
ilmiah dengan cara membandingkan dengan praktek.

Universitas Sumatera Utara

2. Manfaat Praktis
a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti
b. Dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi pihakpihak
yang berkepentingan mengenai pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan
pejabat pembuat akta sementara (PPAT sementara) dalam pembuatan
akta jual beli tanah.
c. Penulis berharap dengan penelitian ini dapat memberikan masukan
kepada PPAT dan PPAT sementara sehingga menyadari akibat-akibat
yang dapat ditimbulkan dan dengan demikian dapat menghindarkan
PPAT dari kesulitan.

E. Keaslian Penulisan
Adapun judul skripsi ini adalah tanggung jawab pejabat pembuat akta tanah
(PPAT) dan pejabat pembuat akta sementara (PPAT sementara) dalam pembuatan
akta jual beli tanah beserta akibat hukumnya dari segi hukum agraria merupakan
judul skripsi yang belum pernah ditulis sebelumnya, sehingga tulisan ini asli dalam
hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian, keaslian skripsi ini dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Tinjauan Kepustakaan
Sebutan "tanah" dalam bahasan ini dapat dipahami dengan berbagai arti,
maka penggunaannya perlu diberi batasan agar diketahui dalam arti apa istilah
tersebut digunakan. Dalam hukum tanah sebutan istilah "tanah" dipakai dalam arti

Universitas Sumatera Utara

yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh UndangUndang Pokok Agraria (UUPA).13
Tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh orang dengan hak-hak yang
disediakan oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) untuk digunakan atau
dimanfaatkan. Diberikannya dan dipunyai tanah dengan hak-hak tersebut tidak
akan bermakna jika penggunaannya terbatas hanya pada tanah sebagai permukaan
bumi saja. Untuk keperluan apa pun tidak bisa tidak, pasti diperlukan juga
penggunaan sebagai tubuh bumi yang ada di bawahnya dan air serta ruang angkasa
yang di permukaan bumi. Oleh karena itu, dalam Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA) dinyatakan bahwa hak-hak atas tanah bukan hanya
memberikan wewenang untuk menggunakan sebagian tertentu permukaan bumi
yang bersangkutan yang disebut "tanah", tetapi juga tubuh bumi yang ada di
bawahnya dan air serta ruang angkasa yang ada di atasnya, dengan demikian yang
dipunyai dengan hak atas tanah adalah tanahnya, dalam arti sebagian tertentu dari
permukaan bumi, tetapi wewenang menggunakan yang bersumber dengan hak
tersebut diperluas hingga meliputi juga penggunaan sebagian tubuh bumi yang ada
di bawah tanah, air serta ruang yang ada di atasnya.14
Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu yang
menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Dalam Pasal-Pasal lainnya, tidak ada
kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian
dialihkan

menunjukkan

suatu

perbuatan

hukum

yang

disengaja

untuk

memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar
menukar dan hibah wasiat. Jadi, meskipun dalam Pasal hanya disebutkan
13
14

Boedi Harsono, Op.Cit, hal 14
Boedi Harsono, Op.Cit, hal 18

Universitas Sumatera Utara

dialihkan, termasuk salah satunya adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas
tanah karena jual beli. Apa yang dimaksud dengan jual beli itu sendiri oleh UUPA
tidak diterangkan secara jelas, akan tetapi mengingat dalam Pasal 5 UUPA
disebutkan bahwa Hukum Tanah Nasional kita adalah Hukum Adat, berarti kita
menggunakan konsepsi, asas-asas, lembaga hukum dan sistem hukum adat.15
Pengertian jual beli tanah menurut Hukum Adat, merupakan perbuatan
pemindahan hak, yang sifatnya tunai, riil dan terang. Sifat tunai berarti bahwa
penyerahan hak dan pembayaran harganya dilakukan pada saat yang sama. Sifat
riil berarti bahwa dengan mengucapkan kata-kata dengan mulut saja belumlah
terjadi jual beli. Berdasarkan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, setiap pemindahan hak atas tanah kecuali
yang melalui lelang hanya bisa didaftarkan apabila perbuatan hukum pemindahan
hak atas tanah tersebut didasarkan pada akta PPAT. Notaris dan PPAT sangat
berperan dalam persentuhan antara perundang-undangan dan dunia hukum, sosial
dan ekonomi praktikal.16
Istilah PPAT sudah dikenal sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor
10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang merupakan peraturan pelaksanaan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria atau lebih dikenal UUPA. Di dalam peraturan tersebut untuk pertama
kalinya PPAT disebutkan sebagai pejabat yang berfungsi membuat akta yang
bermaksud memindahkan tanah, memberikan hak baru atau membebankan hak
atas tanah.17

15

Adrian Sutedi, Op. Cit, hal 76
Mustofa, Op.Cit, hal 48
17
Habib Adjie, Op.Cit, hal 53
16

Universitas Sumatera Utara

Peranan PPAT sebagai pencatat perbuatan hukum untuk melakukan
pembuatan akta jual beli, harus dipenuhi. Sehingga pengalihan ini menjadi sah
adanya dan dan dapat didaftarkan balik namanya. Dengan adanya akta PPAT
inilah nanti akan kembali diberikan status baru dari permohonan balik nama yang
dimohon oleh pihak yang menerima pengalihan haknya. Pembuatan akta jual beli
di hadapan PPAT tersebut dilakukan bagi keabsahan dari perjanjian-perjanjian
berkenaan dengan hak atas tanah, maka disyaratkan akta yang dibuat dengan oleh
PPAT. Namun demikian, apakah kemudian pengalihan hak atas tanah di luar
pelibatan PPAT otomatis menjadi tidak sah adalah persoalan lain.18 PPAT
Sementara adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk
melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum
cukup terdapat PPAT.19

G. Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian guna menemukan dan mengembangkan kejelasan
dari sebuah pengetahuan maka diperlukan metode penelitian. Karena dengan
menggunakan metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai
tujuan dari penelitian maka penulis menggunakan metode penelitian yakni :
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian hukum empiris, yaitu suatu penelitian yang
berusaha mengidentifikasikan hukum yang terdapat dalam masyarakat dengan
maksud untuk mengetahui gejala-gejala lainnya.20

18

Effendie Bachtiar, Op.Cit, hal 40
Ibrahim Naue, Farida Patittingi, Sri Susyanti Nur, Op.Cit, hal 34
20
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta : Universitas Indonesia
Press), 1986, hal 10-15
19

Universitas Sumatera Utara

2. Sumber Data Penelitian
Pada penelitian yang berupa yuridis normatif, maka sumber-sumber data yang
dikumpulkan berasal dari data kepustakaan yang ada dibedakan atas :21
a.

Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan di bidang
hukum antara lain Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Ketentuan Pokok-pokok Agraria (UUPA), Peraturan Pemerintah Nomor
37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah,
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006
Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah.

b.

Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku, jurnal, artikel, internet dan
sebagainya.

c.

Bahan hukum tertier, yaitu kamus-kamus hokum dan lain sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka
digunakan teknik pengumpulan data dengan cara : Studi Kepustakaan, dilakukan
dengan mempelajari dan menganalisis yang berkaitan dengan topik penelitian,
sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku-buku, surat kabar, makalah
ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain
yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
21

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit Rajawali Pers,
2006), hal 113

Universitas Sumatera Utara

4.

Analisis Data
Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan

dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan
menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya
melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar
sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan
bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna
mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan
saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang
dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.22

G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa
sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang
dapat digambarkan sebagai berikut :
BAB I

:

PENDAHULUAN
Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar
belakang masalah, permasalahan, tujuan Penulisan, manfaat
penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.

22

Ibid., hlm. 24-25.

Universitas Sumatera Utara

BAB II :

PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DAN
PEJABAT

PEMBUAT

AKTA

SEMENTARA

(PPAT

SEMENTARA) DI INDONESIA
Bab ini berisikan tentang Tinjauan Umum Tentang PPAT, Dasar
Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Tinjauan Tentang
PPAT Sementara, Dasar Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) Sementara dan Peran PPAT dan Camat Selaku
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Jual Beli Tanah.
BAB III

:

PELAKSANAAN

KEWAJIBAN

PPAT

DAN

PPAT

SEMENTARA DALAM PEMERIKSAAN AKTA JUAL BELI
TANAH
Bab ini berisikan tentang Kewajiban yang dilakukan oleh PPAT dan
PPAT

Sementara

dalam

pelaksanaan

Pendaftaran

Tanah,

Pembinaan dan Pengawasan Pelaksanaan Tugas Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) dan PPAT Sementara dan Faktor-faktor yang
menjadi kendala dalam pelaksanaan PPAT dan Camat Sebagai
Pejabat Pembuat Akta Tanah.
BAB IV

:

TANGGUNGJAWAB PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH
(PPAT) DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA SEMENTARA
(PPAT SEMENTARA) DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL
BELI TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA
Bab ini berisi tentang Tugas PPAT dalam pembuatan akta tanah,
Akibat hukum dari pembuatan akta jual beli tanah yang tidak sesuai
dengan tata cara pembuatan akta PPAT dan PPAT Sementara dari

Universitas Sumatera Utara

segi Hukum Agraria dan Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) dan PPAT Sementara Terhadap Akta Yang
Dibuatnya.
BAB V

:

KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan

bab

penutup

dari

seluruh

rangkaian

bab-bab

sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan
uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.

Universitas Sumatera Utara