MANAJEMEN STRATEGI PEMBELAJARAN MASYARAKAT MENUJU SADAR PEDULI PAJAK :Analisis Faktor-Faktor Strategis yang Mempengaruhi Optimalisasi Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

ABSTRAK ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 2

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian ... 4

1. Manfaat Akademis ... 4

2. Manfaat Praktis ... 5

E. Asumsi Penelitian ... 5

F. Kerangka Pikir Penelitian ... 6

G. Metode Penelitian ... 12

H. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 12

1. Hasil Pengujian Instrumen Penelitian dan Karakteristik Responden Wajib Pajak ... 12

2. Hasil Penelitian ... 13

a. Produktivitas Fiskus ... 14

b. Administrasi Pelayanan Pajak ... 14

c. Konsep Perpajakan ... 15

d. Kepatuhan Wajib Pajak ... 16

e. Optimalisasi Penerimaan Pajak ... 16

3. Pengujian Hipotesis Penelitian Pembelajaran Masyarakat Menuju Sadar Peduli Pajak yang Dapat Mempengaruhi Peningkatan Optimalisasi Penerimaan Pajak di KPP Pratama Bandung Cibeunying .. 17

a. Pengaruh Produktivitas Fiskus, Administrasi Pelayanan Pajak, dan Konsep Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ... 17

b. Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Optimalisasi Penerimaan Pajak ... 21

4. Model Pembelajaran Masyarakat Menuju Sadar Peduli Pajak yang Dapat Mempengaruhi Peningkatan Optimalisasi Penerimaan Pajak di KPP Pratama Bandung Cibeunying ... 24


(2)

I. Kesimpulan, Saran dan Rekomendasi ... 27

1. Kesimpulan ... 27

2. Saran ... 29

3. Rekomendasi ... 32

a. Rekomendasi bagi Pihak Akademisi ... 32

b. Rekomendasi bagi Pihak Praktisi ... 32


(3)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Karakteristik Responden ... 12

Tabel 2 Tingkat VariabelProduktivitas Fiskus ... Tabel 3 Tingkat VariabelAdministrasi Pelayanan Pajak ... 15

Tabel 4 Tingkat VariabelKonsep Perpajakan ... 15

Tabel 5 Tingkat VariabelKepatuhan Wajib Pajak ... 16

Tabel 6 Tingkat VariabelOptimalisasi Penerimaan Pajak ... 16

Tabel 7 Hasil Pengolahan Data Analisis Jalur Variabel X1, X2 dan X3 Terhadap Variabel Y ... 18

Tabel 8 Hasil Korelasi Antara Variabel X1, X2, X3 dan Y ... 18

Tabel 9 Hasil Pengolahan Data Analisis Jalur Variabel X1, X2 dan X3 Terhadap Variabel Y ... 19

Tabel 10 Hasil Perhitungan Pengaruh Langsung dan Tak Langsung Variabel X1 dan X3 Terhadap Variabel Y ... 21

Tabel 11 Hasil Perhitungan Pengaruh Tak Langsung Variabel X2 Melalui X1 dan X3 Terhadap Variabel Y ... 21

Tabel 12 Hasil Pengolahan Data Analisis Jalur Variabel Y Terhadap Variabel Z ... 22

Tabel 13 Hasil Korelasi Antara Variabel Y dan Z ... 22

Tabel 14 Hasil Perhitungan Pengaruh Langsung Variabel Y Terhadap Variabel Z ... 23


(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian ... 11

Gambar 2 Nilai Koefisien Jalur Hubungan Struktural ... 18

Gambar 3 Nilai Koefisien Jalur Hubungan Struktural Baru ... 20

Gambar 4 Nilai Koefisien Jalur Hubungan Struktural ... 23

Gambar 5 Struktur Lengkap Keterkaitan antar Variabel Penelitian .... 24

Gambar 6 Model Pembelajaran Masyarakat Menuju Sadar Peduli Pajak Yang Dapat Mempengaruhi Peningkatan Optimalisasi Penerimaan Pajak ... 26


(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyusunan RAPBN (Rencana Anggaran dan Belanja Negara) Tahun 2008 mengacu pada amanat Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 12 dan Pasal 13 yang menyebutkan bahwa penyusunan RAPBN berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Kerangka Ekonomi Makro, dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2008. Sebagai suatu rencana kerja penyelenggara negara, maka penyusunan APBN harus didasarkan pada berbagai pertimbangan dan perkiraan terhadap faktor-faktor, baik eksternal maupun internal yang mempengaruhi APBN. Begitu juga dengan RAPBN Tahun 2008 juga telah mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial, dan politik yang berkembang saat ini, serta berbagai langkah kebijakan yang diperkirakan akan ditempuh dalam Tahun 2008.

Pendapatan negara dan hibah dalam APBN terdiri dari semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri. Pendapatan negara dalam APBN Tahun 2008 merupakan suatu hal yang perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh, karena pendapatan negara merupakan sumber utama belanja negara di samping komponen pembiayaan anggaran. Untuk mengoptimalkan penerimaan negara, pemerintah telah mengambil langkah-langkah kebijakan di bidang penerimaan negara terutama bidang perpajakan yang


(6)

ditujukan untuk meningkatkan penerimaan negara dan diarahkan untuk memberikan stimulus secara terbatas guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas.

Penerimaan perpajakan memberikan kontribusi penerimaan yang terbesar dari total pendapatan negara dan hibah. Sebagaimana diketahui bahwa trend penerimaan perpajakan dalam APBN selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Trend kenaikan tersebut disebabkan seiring dengan semakin meningkatnya kondisi ekonomi negara Indonesia, selain karena terus dilakukannya perbaikan administrasi perpajakan dan adanya kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah guna meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan.

Pajak merupakan pungutan yang dikenakan kepada masyarakat, meskipun tanpa adanya kontraprestasi secara langsung kepada masyarakat yang membayarnya, namun menjadi bagian terpenting bahkan paling menentukan dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan negara. Kondisi ini lebih terasa ketika Bangsa Indonesia sepakat mengurangi, bahkan berupaya menghilangkan pinjaman dari luar negeri. Sistem keuangan negara yang terangkum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bahwa dengan mengurangi pinjaman luar negeri, berarti pos penerimaan negara diperoleh dari penerimaan dalam negeri, sehingga berbagai upaya dalam meningkatkan penerimaan negara terus dilakukan terutama penerimaan negara dari sektor perpajakan.

Direktorat Jenderal Pajak sebagai instansi pemerintah yang bertanggungjawab menjalankan kegiatan penerimaan negara dari sektor pajak


(7)

sesuai dengan visinya yaitu menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi. Sedangkan misinya yaitu menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien. Untuk memenuhi rencana dalam APBN, setiap pengenaan, pemungutan, atau penarikan pajak yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak harus berdasarkan ketentuan yang berlaku, yang sejalan dengan Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945 dan Amandemen 1999 sebagai landasan hukum yang mengamanatkan agar segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.

Pajak merupakan hajat atau kegiatan negara/pemerintah yang menyentuh seluruh anggota masyarakat tanpa kecuali, terutama para pelaku bisnis. Masyarakat yang membayar pajak, bersumber dari penghasilan atau kekayaan yang dimiliki, tentunya menginginkan jumlah pungutan yang rendah atau minimal bahkan jika memungkinkan tidak membayar pajak. Namun bagi pemerintah, pajak merupakan sumber penerimaan utama bagi APBN sehingga dapat terselenggara berbagai tugas-tugas pemerintahan dan kenegaraan, dalam rangka terwujudnya masyarakat yang sejahtera.

Kedua kondisi yang saling berbeda bahkan saling bertolak belakang ini menempatkan fungsi kebijakan perpajakan sebagai solusi terbaik. Kebijakan perpajakan yang ditetapkan dimaksudkan agar adanya kesepakatan antara pemerintah dan rakyat (melalui DPR), baik dalam pembahasan Undang-undang


(8)

Perpajakan maupun Undang-undang APBN. Guna melaksanakan fungsi kebijakan perpajakan yang baik dan ideal, selalu diupayakan harmonisasi antara fungsi budgeter dan fungsi regulerend dari pajak. Dalam kaitan ini, pengenaan dan pemungutan pajak tidak semata-mata hanya untuk mengisi pundi-pundi kas negara, melainkan juga ada aspek atau tujuan lain yang lebih luas sebagai imbangannya, yaitu membuat keseimbangan dalam perekonomian dan kehidupan masyarakat.

Tax ratio merupakan persentase penerimaan pajak dalam tahun tertentu terhadap GDP/PDB. Rendahnya tax ratio, dapat diartikan kondisi perpajakan suatu negara masih terkebelakang (Internet, Kompas Forum, 2008). Saat ini tax ratio Indonesia baru 13,5% dengan penerimaan sekitar Rp. 600 triliun. Angka itu masih rendah bila dibandingkan dengan tax ratio di Asia yang dapat mencapai rata-rata 20% (kecuali Myamar). Berarti kalau tax ratio di Indonesia 20% saja, penerimaan pajak bisa mencapai Rp. 900 triliun. Hal tersebut tentunya sangat disayangkan mengingat 70% pendapatan negara berasal dari pajak. Jika penerimaan pajak dapat ditingkatkan seperti angka rata-rata tax ratio di kawasan Asia, jumlah tersebut cukup membantu pemerintah dalam membayar utang. (Internet, Rendahnya Tax Ratio, 2008).

Tabel 1.1 Perbandingan Nilai Tax Ratio Indonesia Dengan Beberapa Negara di Asia Tenggara

No Negara Tax Ratio

1 Indonesia 13,03%

2 Malaysia 20,17%

3 Singapura 22,44%

4 Thailand 17,28%

5 Myamar 5,50%

6 Filipina 30,00%


(9)

Pajak sebagai mesin penghasil uang negara telah menjadi primadona penerimaan negara semenjak berakhirnya era kejayaan minyak yang dulu berfungsi sebagai penghasil utama penerimaan negara. Namun demikian jumlah Wajib Pajak (WP) terdaftar yang tercermin dalam jumlah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang dikeluarkan oleh Ditjen Pajak selama puluhan tahun pada Tahun 2004 hanya mencapai sekitar 3,6 juta.

Tabel 1.2 Perkembangan Jumlah Wajib Pajak

Tahun WP Orang Pribadi WP Badan Jumlah

2001 1.690.193 795.361 2.485.554

2002 2.020.334 879.375 2.899.709

2003 2.327.618 966.802 3.294.420

2004 2.622.184 1.047.876 3.670.060

Sumber: Direktorat Jenderal Pajak, 2005.

Sementara itu target penerimaan negara dari sektor pajak terus ditingkatkan dari tahun ke tahunnya. Perkembangan jumlah wajib pajak ini pada Tahun 2006 mencapai sekitar 4,6 juta. Dari jumlah 4,6 juta pun hanya sebagian kecil yang aktif. Dari yang aktif pun hanya sebagian kecil yang membayar pajak. Dari yang membayar pajak pun hanya sebagian kecil yang menghitung dan melaporkan pajaknya secara benar.

Tabel 1.3 Jumlah Wajib Pajak Nasional

Keterangan Wajib Pajak Pribadi Wajib Pajak Badan

Jumlah Terdaftar 3,3 juta 1,3 juta

Yang masuk SPT 33% 34%

Sumber: Direktorat Jenderal Pajak, 2006.

WP yang terdaftar baru sekitar 4,6 juta. Sekitar 3,3 juta adalah WP orang pribadi, dan sisanya 1,3 juta adalah WP badan atau perusahaan. Itu pun, baru sekitar sepertiga yang menyetorkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).


(10)

Padahal, saat ini terdapat kurang lebih 50 juta kepala keluarga (KK) dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia. Artinya, jika Ditjen Pajak dapat menjaring sekitar 60 persen WP pribadi, tentu sudah mengail 30 juta WP pribadi (Internet, Berita, 2008).

Secara teoritik, penerimaan pajak akan tercapai apabila institusi perpajakan dapat berhasil melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak. Ekstensifikasi erat kaitannya dengan persoalan siapa dan apa yang bisa dipajaki oleh negara. Artinya, negara harus dapat memberikan penegasan secara jelas, siapa saja yang sebenarnya dapat dikategorisasi sebagai pembayar pajak. Negara juga harus mampu menjelaskan argumentasi hukum, ekonomi dan politiknya ketika kategorisasi itu dibuat. Keberhasilan ekstensifikasi pajak yang dilakukan oleh institusi perpajakan dapat dilihat pada Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying (KPP Bandung Cibeunying) dari jumlah Wajib Pajak terdaftar periode 2003-2007, sebagai berikut:

Tabel 1.4 Wajib Pajak Terdaftar KPP Bandung Cibeunying Periode 2003-2007 WP. Terdaftar Per 1 Jan 2003 Per 1 Jan 2004 Per 1 Jan 2005 Per 1 Jan 2006 Per 1 Jan 2007 Tgl. 01/01/07 s.d 10/07/07 Jumlah PPh OP 16.300 17.588 18.820 21.082 22.123 1.371 23.494

PPh Badan 5.529 5.955 6.337 6.753 7.201 296 7.497

Jumlah 21.829 23.543 25.157 27.835 29.324 1.667 30.991 Jenis Pajak

PPh Pasal 25 20.719 22.322 23.785 26.305 27.511 1.540 29.051

PPh Pasal 21 5.904 6.354 6.758 7.209 7.665 301 7.966

PPh Pasal 22 127 134 442 842 1.232 120 1.352

sPPh Pasal 23 4.970 5.395 5.785 6.209 6.656 306 6.962

PPN 2.843 3.026 3.197 3.358 3.507 64 3.571

Jumlah 34.563 37.231 39.967 43.923 46.571 2.331 48.902 Sumber: KPP Bandung Cibeunying, 2007.


(11)

Dari Tabel 1.4 di atas dapat diketahui bahwa jumlah Wajib Pajak terdaftar PPh Orang Pribadi mengalami kenaikan mulai dari periode 1 Januari 2003 sampai dengan 10-07-07 mencapai sebesar 23.494 orang. Begitu pun kenaikan jumlah Wajib Pajak terdaftar PPh Badan periode 1 Januari 2003 sampai dengan periode 10-07-07 mencapai sebesar 7.497 badan. Dengan demikian jumlah Wajib Pajak terdaftar secara keseluruhan mencapai 30.991 orang. Kesepakatan politik secara hukum dituntut membawa dampak pada kepatuhan masyarakat, namun yang terjadi masih tingginya kesenjangan antara jumlah pembayar pajak dengan jumlah masyarakat sebagai pembayar pajak. Tingginya kesenjangan tersebut dapat dilihat dari tabel status Wajib Pajak terdaftar yang ada pada KPP Bandung Cibeunying.

Tabel 1.5 Status Wajib Pajak Terdaftar KPP Bandung Cibeunying Periode 2003-2007

Status Data/Record Jumlah

Badan Orang Pribadi

Aktif/ Normal (OO) 1783 8113

Perbaikan Data (UP) 3343 4077

Pindah Masuk (PB) 109 199

Data Baru (PE) 2232 10815

Lainnya ( ) 0 0

Jumlah Data WP Aktif 7467 23204

Non Efektif (NE) 2274 5841

Jumlah Data Potensial 9741 29045

Pindah Keluar (PL) 464 702

Data Dihapus (DE) 142 468

Jumlah data/Record 10347 30215 Sumber: KPP Bandung Cibeunying, 30 Juni 2007

Dari Tabel 1.5 di atas dapat diketahui bahwa status Wajib Pajak terdaftar PPh Badan Aktif/Normal hanya sebesar 1783 Badan atau mencapai 23,88% dari jumlah Wajib Pajak Aktif yang mencapai sebesar 7.467 badan. Begitupun status Wajib Pajak terdaftar PPh Orang Pribadi Aktif/Normal hanya sebesar 8.113 orang


(12)

atau mencapai 34,96% dari jumlah Wajib Pajak Aktif yang mencapai sebesar 23.204 orang. Sisanya Wajib Pajak Terdaftar dengan status Perbaikan Data, Pindah Masuk, Data Baru dan lainnya, yang ke semuanya tidak termasuk dalam kategorisasi sebagai pembayar pajak aktif/normal.

Penerimaan pajak merupakan tulang punggung penerimaan negara. Dalam APBN 2006 (perubahan), penerimaan pajak mencapai Rp 423 triliun. Jumlah ini setara dengan 65 persen dari seluruh pendapatan negara dan hibah yang berjumlah Rp 652 triliun. Penerimaan pajak tidak hanya bersumber dari Ditjen Pajak, tetapi juga dari instansi lain seperti Ditjen Bea Cukai dalam bentuk cukai dan bea masuk. Tetapi Ditjen Pajak memberikan kontribusi terbesar, yaitu Rp 372 triliun dalam tahun anggaran, atau setara dengan 88 persen dari total penerimaan perpajakan.

Angka kontribusi pajak tersebut diharapkan akan terus meningkat, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kehidupan bangsa dan negara sangat ditentukan oleh penerimaan pajak. Namun yang perlu diperhatikan bahwa pajak merupakan bagian dari kebijakan fiskal untuk tumbuh dan berkembangnya negara. Pajak tidak bisa berdiri sendiri tetapi tetap dalam kerangka pembangunan dan pengembangan perekonomian nasional secara makro. Namun sungguh ironis penerimaan pajak dari Ditjen Pajak ini masih didominasi oleh segelintir pembayar pajak besar apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk di Indonesia pada Tahun 2005 sekitar 220 juta. Hal ini merupakan titik rawan yang membahayakan fiscal sustainability. Fenomena ini selain menunjukkan ketimpangan distribusi pendapatan, juga mengisyaratkan potensi pajak belum tergali secara optimal.


(13)

Pembangunan perpajakan di Indonesia melalui reformasi perpajakan diharapkan menjadikan sistem perpajakan yang berlaku lebih sederhana seperti penyederhanaan jenis pajak, tarif pajak, dan pembayaran pajak. Meliputi pula pembenahan aparatur perpajakan yang menyangkut prosedur, tata kerja, disiplin, dan mental. Melalui reformasi perpajakan secara menyeluruh, diharapkan jumlah wajib pajak akan semakin luas serta beban pajak akan makin adil dan wajar, sehingga mendorong wajib pajak untuk membayar kewajibannya dan menghindarkan dari oknum aparat pajak yang mengambil keuntungan untuk kepentingan pribadi. Singkatnya, reformasi perpajakan diharapkan mampu menciptakan sistem pajak yang didasarkan pada prinsip keadilan dan kewajaran serta memberikan kepastian hukum baik bagi wajib pajak maupun aparat pajak.

Pentingnya penerimaan pajak bagi jalannya pembangunan, maka visi perpajakan di Indonesia perlu untuk menguraikan model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas dunia, yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat. Visi atau wawasan pada dasarnya bukanlah sekadar penglihatan kasat mata, melainkan suatu penglihatan yang didasari kekuatan mental batiniah dalam cakupan kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik. Visi terbentuk dengan dasar kecerdasan penghayatan nilai-nilai, pengetahuan dan pengalaman, kemampuan khusus yang konseptual pemecahan masalah serta daya-daya perilaku lain yang dijadikan unggulan. Dengan kata lain, visi merupakan intisari endapan dari suatu sistem nilai dan kaidah yang diberlakukan (Anwar, 2003:1).


(14)

Visi Direktorat Jenderal Pajak merupakan suatu gambaran menantang tentang keadaan masa depan Ditjen Pajak yang sungguh-sungguh diinginkan untuk ditransformasikan menjadi realitas melalui komitmen dan tindakan oleh segenap jajaran Ditjen Pajak (Depkeu RI, 2000). Dalam pernyataan Visi Ditjen Pajak terkandung tiga cita-cita utama yang ingin dituju, yaitu (Depkeu RI, 2000): 1. Menjadi model pelayanan masyarakat yang merefleksikan cita-cita untuk

menjadi contoh pelayanan masyarakat bagi unit-unit instansi pemerintah lainnya.

2. Berkelas dunia (world class) yang merefleksikan cita-cita untuk mencapai tingkatan standar dunia atau standar internasional baik untuk kualitas aparatnya maupun kualitas kinerja dan hasil-hasilnya.

3. Dipercaya dan dibanggakan masyarakat yang merefleksikan cita-cita untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat bahwa eksistensi dan kinerjanya memang benar-benar berkualitas tinggi dan akurat, mampu memenuhi harapan masyarakat serta memiliki citra yang baik dan bersih.

Dengan demikian, urgensi pajak bagi kelangsungan pembangunan tidak lagi disangsikan. Karena itu wajar jika pemerintah terus berupaya menggali berbagai potensi tax coverage (lingkup/cakupan pajak) sekaligus menekankan tax compliance (kepatuhan pajak) dari masyarakat sebagai alat vitalnya. Namun demikian, kepatuhan pajak yang bersumber dari kesadaran masyarakat terhadap penunaian kewajiban membayar pajak itu tentu bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Berbagai persoalan perpajakan yang kerap muncul, baik yang bersumber dari wajib pajak (masyarakat), aparatur pajak (fiskus), maupun yang bersumber


(15)

dari sistem perpajakan itu sendiri menunjukkan bahwa persoalan pajak merupakan hal yang kompleks. Oleh karena itu, penanganannya perlu diupayakan secara sinergis dan komprehensif. Dengan sendirinya, berbagai upaya untuk menciptakan masyarakat agar memiliki apresiasi yang baik terhadap kewajiban membayar pajak tidak terpaku pada wajib pajak belaka, tapi perlu mempertimbangkan aspek-aspek lainnya secara korelatif. Oleh karena itu pertimbangan simultan serta solusi alternatif yang signifikan akan lebih memungkinkan terciptanya optimalisasi penerimaan pajak.

Kepatuhan pajak yang bersumber dari kesadaran masyarakat terhadap penunaian kewajiban membayar pajak itu bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Berbagai persoalan perpajakan akan kerap muncul yang menunjukkan bahwa persoalan pajak merupakan hal yang kompleks. Pembelajaran merupakan salah satu faktor yang menunjang dalam proses pendidikan menuju masyarakat yang sadar dan peduli terhadap pajak.

Pendidikan seharusnya merupakan suatu proses pembudayaan yang diarahkan kepada berkembangnya kepribadian seorang yang mandiri sebagai anggota masyarakat yang demokratis. Selama ini terlihat betapa pendidikan telah diredusir sebagai proses untuk lulus suatu ujian tetapi tidak diarahkan kepada membentuk masyarakat yang bermoral dan beradab. Sesuai dengan UUD 1945, pendidikan seharusnya mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini berarti pendidikan merupakan usaha untuk pembelajaran manusia. Manusia yang belajar merupakan manusia yang dapat berpikir kreatif, yang mandiri, dan yang dapat membangun dirinya dan masyarakatnya, sehingga manusia yang belajar


(16)

diperlihatkan oleh manusia yang produktif. Pendidikan selama ini, dalam proses, metodologi, sistem, telah menghasilkan manusia-manusia robot dan hanya dapat menerima petunjuk dan pengarahan dari atas. Oleh sebab itu masyarakat bukannya menjadi berdaya tetapi diperdayakan oleh sistem yang otoriter.

Pembangunan haruslah diartikan sebagai suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan/akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut. Keberhasilan pembangunan itu pada hakekatnya dapat diperoleh dari proses pendidikan masyarakatnya. Susilo Bambang Yudhoyono dan M. Jusuf Kalla (Depdiknas, 2007: 9) mengemukakan bahwa dalam kerangka visi jangka panjang yang termuat dalam dokumen “Membangun Indonesia yang Aman, Adil dan Sejahtera”, pembangunan Indonesia pada Tahun 2005-2009 mengarah pada:

1. Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai;

2. Terwujudnya masyarakat, bangsa dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak asasi manusia;

3. Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan berketanjutan, yang dilandasi keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.


(17)

Pembangunan pendidikan nasional ke depan didasarkan pada paradigma membangun manusia Indonesia seutuhnya, yang berfungsi sebagai subyek yang memiliki kapasitas untuk mengaktuatisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal. Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling mendasar (Depdiknas, 2007: 10), yaitu:

1. Afektif yang tercermin pada kuatitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; 2. Kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intetektuatitas untuk

menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi;

3. Psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.

Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik, yang memungkinkan ketiga dimensi kemanusiaan paling elementer di atas dapat berkembang secara optimal. Dengan demikian, pendidikan seyogyanya menjadi wahana strategis bagi upaya mengembangkan segenap potensi individu, sehingga cita-cita membangun manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai, dan pembelajaran manusia menuju sadar peduli pajak dapat diterapkan dalam menunjang kegiatan pembangunan di Indonesia.

Selain itu, pembangunan pendidikan nasional yang juga diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan bagi peserta didik, yang menjadi penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah mempunyai


(18)

kewajiban konstitusional untuk memberi pelayanan pendidikan dalam upaya meningkatkan masyarakat berpendidikan yang lebih berkuatitas. Hal ini merupakan mandat yang harus dilakukan bangsa Indonesia sesuai dengan tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Sesuai dengan ketentuan umum penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Departemen Pendidikan Nasional berkewajiban untuk mencapai Visi Pendidikan Nasional, sebagai berikut: ”Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah”. Sejalan dengan Visi Pendidikan Nasional tersebut, Depdiknas berhasrat untuk pada Tahun 2025 menghasilkan: ”Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil/Insan Paripurna)”.

Visi Depdiknas lebih menekankan pada pendidikan transformatif, yang menjadikan pendidikan sebagai motor penggerak perubahan dari masyarakat berkembang menuju masyarakat maju. Pembentukan masyarakat maju selalu diikuti oleh proses transformasi struktural, yang menandai suatu perubahan dari masyarakat yang potensi kemanusiannya kurang berkembang menuju masyarakat


(19)

maju dan berkembang yang mengaktualisasikan potensi kemanusiannya secara optimal.

Perspektif pembangunan pendidikan tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan aspek intelektual saja melainkan juga watak, moral, sosial dan fisik perserta didik, atau dengan kata lain menciptakan manusia Indonesia seutuhnya. Jika dikaitkan dengan penerimaan negara sektor pajak, hal ini berkaitan dengan pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak yang merupakan upaya pengembangan watak, moral dan sosial masyarakat di Indonesia.

Pendidikan diharapkan dapat menciptakan kemandirian baik pada individu maupun bangsa. Pendidikan yang menumbuhkan jiwa kemandirian menjadi sangat penting justru ketika dunia dihadapkan pada satu sistem tunggal yang digerakkan oleh pasar bebas. Bangsa Indonesia sulit bertahan jika tidak memiliki kemandirian karena hidupnya semakin tergantung pada bangsa-bangsa yang lebih kuat. Pendidikan harus menjadi bagian dari proses perubahan bangsa menuju masyarakat madani, yakni masyarakat demokratis, taat, hormat dan tunduk pada hukum dan perundang-undangan, melestarikan keseimbangan lingkungan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sehingga, pembelajaran masyarakat sebagai proses pendidikan untuk menumbuhkan jiwa kemandirian ini tercipta melalui mekanisme pembentukan masyarakat yang sadar dan peduli terhadap pajak.

Pembelajaran masyarakat yang diformulasikan pada mekanisme terbentuknya kepatuhan yang diporoleh dari analisis persepsi faktor-faktor yang


(20)

mempengaruhi optimalisasi penerimaan pajak. Bertolak dari pemikiran-pemikiran inilah maka perlu dilakukannya penelitian mengenai

“Manajemen Strategi Pembelajaran Masyarakat Menuju Sadar Peduli Pajak (Analisis Faktor-Faktor Strategis yang Mempengaruhi Optimalisasi Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying)”.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, permasalahan penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian yaitu model pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak yang bagaimana yang dapat mempengaruhi peningkatan optimalisasi penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying?

C. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada upaya menemukan dan mengembangkan model pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak sehingga dapat mempengaruhi peningkatan optimalisasi penerimaan pajak. Model pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak ini secara operasional melibatkan pihak-pihak yang terlibat dalam mekanisme penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying yang terdiri dari nara sumber wajib pajak, aparat pajak, dan pendamping/pembimbing.


(21)

D. Identifikasi Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, perumusan masalah dan fokus penelitian di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan dalam bentuk pertanyaan penelitian, sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying?

2. Bagaimana manajemen strategi pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying?

4. Kendala apa saja dalam pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak dalam peningkatan optimalisasi penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying?

5. Upaya apa saja yang perlu dilakukan dalam mengatasi kendala pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak dalam peningkatan optimalisasi penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying? 6. Bagaimana manajemen strategi pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli

pajak yang mempengaruhi optimalisasi penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying?

7. Bagaimana model pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak yang dapat mempengaruhi peningkatan optimalisasi penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying?


(22)

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan dan menganalisis data empirik tentang:

1. Mekanisme penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.

2. Manajemen strategi pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.

4. Kendala dalam pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak dalam peningkatan optimalisasi penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.

5. Upaya yang perlu dilakukan dalam mengatasi kendala pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak dalam peningkatan optimalisasi penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying. 6. Manajemen strategi pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak yang

mempengaruhi optimalisasi penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.

7. Model pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak yang dapat mempengaruhi peningkatan optimalisasi penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.


(23)

F. Asumsi Penelitian

Studi manajemen strategi pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak dalam bentuk pengembangan model pembelajaran masyarakat dalam upaya peningkatan optimalisasi pajak dilakukan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut: 1. Sadar peduli pajak merupakan salah satu pendekatan Satisfied Taxpayers

Services, yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak dengan harapan akan dapat mendorong peningkatan optimalisasi penerimaan pajak. Masyarakat Wajib Pajak didorong untuk menjadi warga negara yang patuh dan sadar dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, dalam motto "mewujudkan masyarakat yang sadar dan peduli pajak". Sementara bagi pihak Fiskus diberlakukan kode etik yang mengikat dalam pelaksanaan tugasnya dengan di bawah pengawasan berbagai institusi pengawas, mulai dari komisi ombudsman, komite pengawas kode etik, dan Inspektorat Jenderal.

2. Pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak merupakan upaya dalam memberikan pengertian dan pemahaman kepada masyarakat akan fungsi dan manfaat pajak dalam keberlangsungan kegiatan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakatnya. pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak menuntut diperolehnya kepatuhan wajib pajak, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap penerimaan pajak.

3. Faktor strategis yang mempengaruhi optimalisasi penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying diperoleh dari hasil eksplorasi dan pengujian terhadap faktor-faktor pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak yang terdiri dari produktivitas fiskus, administrasi pelayanan pajak dan konsep perpajakan, yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Eksplorasi faktor-faktor pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak diperoleh dari hasil kajian pustaka, sedangkan pengujiannya diperoleh berdasarkan bukti


(24)

empiris hasil pengumpulan data persepsi masyarakat wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.

4. Upaya-upaya dalam meningkatkan optimalisasi penerimaan pajak diperoleh dari pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak baik secara langsung mupun secara tidak langsung memberikan konstribusi terhadap optimalisasi penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.

G. Kerangka Pikir Penelitian

Pembelajaran didefinisikan sebagai proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar (Alwi, dkk., 2002: 17), sehingga pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak dapat diartikan sebagai proses interaksi masyarakat (komunitas) pajak dalam menciptakan kepatuhan wajib pajak. Hal ini didukung pula oleh Sutomo (1993: 68) yang mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Tingkah laku yang diharapkan dari proses interaksi pada masyarakat pajak ini berupa kepatuhan wajib pajak.

Pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak melalui mekanisme terbentuknya kepatuhan yang diperoleh dari faktor-faktor yang mempengaruhi optimalisasi penerimaan pajak. Faktor-faktor pembelajaran masyarakat sebagai proses interaksi ini terdiri dari produktivitas fiskus (aparat pajak), administrasi pelayanan pajak dan konsep perpajakan diharapkan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dan pada akhirnya berpengaruh terhadap optimalisasi penerimaan pajak.


(25)

Penerimaan pajak merupakan bentuk kontribusi dana dari masyarakat terhadap negara, yang diatur melalui Undang Perpajakan. Undang-Undang Perpajakan tersebut dibuat dengan tujuan untuk menentukan peraturan/norma yang mengikat umum, dengan demikian kebijakan perpajakan dilakukan secara cermat dan hati-hati yang dilakukan oleh pemerintah (Badan Eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat (Badan Legislatif)

Rochmat Sumitro (1987:8) menyatakan bahwa “Pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah yang tidak ada imbalannya secara langsung. Peralihan kekayaan demikian itu, dalam kata sehari-hari hanya dapat berupa perampasan, pencopetan (dengan paksaan), atau pemberian hadiah dengan sukarela dan ikhlas (tanpa paksaan). Supaya peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah tidak dikatakan sebagai perampokan atau pemberian hadiah secara sukarela maka disyaratkan bahwa pajak sebelum diberlakukan harus mendapat persetujuan dari rakyat terlebih dahulu”.

Salah satu asas yang paling penting dalam suatu negara hukum adalah legalitas, yaitu asas yang mengandung pengertian bahwa semua tindakan negara harus didasarkan kepada dan dibatasi oleh hukum. Sesuai dengan asas tersebut di atas, maka pemungutan pajak di Indonesia pengaturannya tersirat dalam pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. yang berbunyi sebagai berikut, :Segala Pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”.

Konsep administrasi dan manajemen itu sendiri memiliki beberapa pengertian yang berbeda, seperti yang diungkapkan Sondang F. Siagian, yang mengemukakan bahwa administrasi adalah “keseluruhan proses kerjasama antara


(26)

dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”.

Brown dan Moberg (1980: 664) mengemukakan bahwa “Manajemen is the integration of both human and material resources toward common organization

goals”. Artinya manajemen adalah suatu kegiatan yang terintegrasi antara sumber daya manusia dan sumber daya alam sebagai upaya mencapai tujuan organisasi. Dalam proses pelaksanaannya, administrasi dan manajemen adalah sama, perbedaan-perbedaan yang penting yaitu bahwa pada tingkat administrasi fungsi-fungsi itu bersifat menyeluruh dan berlaku bagi seluruh organisasi, pada tingkat managemen fungsi-fungsi itu bersifat departemental atau sektoral, yang mempunyai tujuan akhir diperolehnya produktifitas hasil kerja.

Pengertian produktivitas menurut Usry dan Hammer yang diterjemahkan oleh Alfonsus Sirait dan Hermawan Wibowo adalah sebagai berikut:

“Produktivitas pekerja adalah ukuran prestasi produksi dengan menggunakan usaha manusia sebagai tolak ukur. Produktivitas adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan seorang pekerja.” (Usry dan Hammer, 1996:288).

Produktivitas dalam suatu organisasi adalah mutlak dibutuhkan dalam suatu organisasi. Organisasi yang mempunyai produktivitas yang tinggi akan mampu bersaing dilingkungan industri sejenis, sedangkan prduktivitas yang rendah sebagian besar tidak mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya karena tidak mampu bersaing dengan organisasi lain.

Sumber daya manusia mempunyai peranan penting dalam proses peningkatan produktivitas. Produktivitas kerja mengandung pengertian


(27)

perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu. Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja antara lain konflik, tanggung jawab, jam kerja, motivasi, tingkat kegagalan, kultur budaya, prestasi, efisiensi, kebijakan organisasi, kualitas dan kuantitas (Bambang Kussriyanto, 1993: 146).

Pada penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas fiskus mengacu pada pendapat Haryani, (2002: 12) yang dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu 1) variabel yang berasal dari pegawai, 2) variabel yang berasal dari perusahaan, dan 3) variabel yang berasal dari lingkungan eksternal. Variabel yang berasal dari pegawai bersifat fisikal, psikologikal dan keterampilan, variabel yang berasal dari perusahaan terdiri dari lingkungan kerja (lingkungan fisik dan non-fisik), kemampuan manajemen, dan kebijakan perusahaan dalam produktivitas, sedangkan variabel yang berasal dari lingkungan eksternal terdiri dari teknologi, kebijakan pemerintah, dan kondisi ekonomi.

Produktivitas fiskus berkaitan dengan dukungan keberadaan administrasi pelayanan pajak. Administrasi Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak adalah segenap rangkaian kegiatan penyelenggaraan pengelolaan pemungutan pajak dengan melakukan kerjasama dan menggerakan orang lain untuk mencapai suatu tujuan pemungutan pajak yang adil dan merata melalui pelayanan prima (Boediono, 1999: 263). Walaupun administrasi merupakan proses yang bulat, namun untuk tertib pelaksanaanya (The Liang Gie; 1971: 19) dibedakan 8 unsur, yaitu 1) Pengorganisasian, 2) Manajemen, 3) Tata hubungan, 4) Kepegawaian, 5) Keuangan, 6) Perbekalan, 7) Tata Usaha, dan 8) Perwakilan


(28)

Unsur-unsur yang disebutkan di atas saling berkaitan secara erat sehingga merupakan kesatuan yang menunjang seluruh kegiatan pokok dari kelompok-kelompok orang untuk mencapai tujuan melalui kerja sama. Dengan demikian, administrasi pelayanan pajak, pemerintah juga akan melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) administrasi pendaftaran wajib pajak; (2) administrasi pendaftaran wajib pajak pindahan; (3) administrasi penghapusan nomor pokok wajib pajak; (4) administrasi penghapusan NPPKP; (5) administrasi perubahan data wajib pajak; (6) administrasi pengelolaan SPT PPh; (7) administrasi penagihan pajak; (8) administrasi peradilan pajak; dan (9) administrasi restitusi.

Pada penelitian ini administrasi pelayanan pajak mengacu kualitas pelayanan jasa berdasarkan pada Fandy Tjiptono (1996) yang terdiri 5 (lima) dimensi kualitas jasa yaitu 1) tangibles, 2) reliability, 3) responsiveness, 4) accurance, dan 5) emphaty. Tangibles meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. Reliability yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. Responsiveness, yaitu keinginan para staf untuk membantu para konsumen dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Assurance mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Sedangkan Empathy meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para konsumen.

Administrasi pelayanan pajak ini berkaitan dengan dukungan penerapan konsep perpajakan. Rochmat Sumitro (1987:8) menyatakan bahwa “Pajak


(29)

merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah yang tidak ada imbalannya secara langsung. Peralihan kekayaan demikian itu, dalam kata sehari-hari hanya dapat berupa perampasan, pencopetan (dengan paksaan), atau pemberian hadiah dengan sukarela dan ikhlas (tanpa paksaan). Supaya peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah tidak dikatakan sebagai perampokan atau pemberian hadiah secara sukarela maka disyaratkan bahwa pajak sebelum diberlakukan harus mendapat persetujuan dari rakyat terlebih dahulu”.

Konsep perpajakan dalam penelitian ini mengacu pada 3 (tiga) konsep yaitu 1) penetapan pajak, 2) fungsi pajak, dan 3) syarat pemungutan pajak. Penetapan pajak di Indonesia menganut sistem self assessment yang menurut Budiono (1999: 233) merupakan sistem penetapan besarnya pajak oleh wajib pajak sendiri. Fungsi pajak menurut Gilarso (1992:109) bahwa fungsi pajak terdiri dari fungsi budgeter dan fungsi reguler, sedangkan syarat pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2008) terdiri dari 1) Syarat Keadilan, 2) Syarat Yuridis berdasarkan undang-undang, 3) Syarat Ekonomis yang tidak mengganggu kegiatan perekonomian, 4) Syarat Finansiil yang bersifat efisien, dan 5) Syarat Kesederhanaan.

Faktor-faktor pemberdayaan masyarakat menuju sadar peduli pajak yang terdiri dari produktivitas fiskus, administrasi pelayanan pajak dan konsep perpajakan diharapkan dapat menciptakan kepatuhan wajib pajak. Keterkaitan ini diperoleh dari pendekatan The Systems Iceberg, yang memaknai pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak dapat diterapkan dengan memandang permasalah secara holistik, kait mengkait dan memerlukan format keterkaitan.


(30)

Analisis terhadap pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak dapat dilihat pada tingkatan kejadian (event) yaitu berhubungan dengan kepatuhan wajib pajak yang didasari pada faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas fiskus, dimaknai kualitas jasa dalam administrasi perpajakan terhadap wajib pajak, dan didukung penerapan konsep perpajakan.

Kepatuhan wajib pajak mengacu pada konsep kepatuhan menurut Nurmantu (2003) yang didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Pada penelitian ini pada hakekatnya kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh kondisi sistem administrasi perpajakan yang mengacu pada Surjoputro dan Widodo (2004) yaitu meliputi Tax Enforcement, Tax Service dan Complaince Cost. Langkah-langkah yang dapat mendorong kepatuhan wajib pajak melalui tax enforcement karena wajib pajak akan patuh bila mereka berpikir bahwa mereka akan mendapat sanksi berat akibat pajak yang tidak mereka laporkan terdeteksi sistem informasi dan administrasi perpajakan serta kemampuan crosschecking informasi dengan instansi lain. Langkah lainnya yang mendorong kepatuhan melalui tax service terdiri dari pelayanan yang baik, cepat, dan menyenangkan serta pajak yang mereka bayar akan bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Sedangkan compliance cost merupakan biaya-biaya penghitungan, pengawasan, dan penagihan pajak harus ditekan pada tingkat serendah-rendahnya yang tidak hanya meliputi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah (atau disebut administrative cost), melainkan juga biaya-biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban pajak.


(31)

Pencapaian kepatuhan wajib pajak yang diperoleh dari hasil pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak ini, dapat meningkatkan optimalisasi penerimaan pajak, seperti yang dikemukakan oleh Nasucha (2004:9) dengan mengutip Richard M. Bird dan Milka Casanegra de Jantscher dalam buku Improving Tax Administration In Developing Countries (IMF, 1992), menyatakan bahwa berapa besarnya jurang kepatuhan (tax gap), yaitu selisih antara penerimaan yang sesungguhnya dengan pajak potensial dengan tingkat kepatuhan dari masing-masing sektor perpajakan merupakan pengukuran yang lebih akurat atas efektivitas administrasi perpajakan.

Selisih minimal antara penerimaan yang diterima sesungguhnya dengan potensi merupakan indikasi optimalnya penerimaan pajak, sehingga pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak yang terdiri dari produktivitas fiskus, administrasi pelayanan pajak dan konsep perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, dan berdampak pada optimalisasi pajak dapat digambarkan dalam bentuk skema kerangka pemikiran sebagai berikut:


(32)

Gambar 1.1

Kerangka Pikir Penelitian

H. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan asumsi yang dirumuskan, maka dapat ditetapkan hipotesis penelitian yaitu:

1. Terdapat pengaruh yang signifikan produktivitas fiskus (X1) terhadap

kepatuhan wajib pajak (Y).

2. Terdapat pengaruh yang signifikan administrasi pelayanan pajak (X2) terhadap

kepatuhan wajib pajak (Y).

3. Terdapat pengaruh yang signifikan konsep perpajakan (X3) terhadap kepatuhan

wajib pajak (Y).

4. Terdapat pengaruh yang signifikan produktivitas fiskus (X1), administrasi

pelayanan pajak (X2), dan konsep perpajakan (X3) terhadap kepatuhan wajib

pajak (Y).

5. Terdapat pengaruh yang signifikan kepatuhan wajib pajak (Y) berpengaruh terhadap optimalisasi penerimaan pajak (Z).

Manajemen Strategi Pembelajaran

Masyarakat

Produktivitas Fiskus

Kepatuhan Wajib Pajak Administrasi

Pelayanan Pajak

Konsep Perpajakan

Optimalisasi Penerimaan

Pajak


(33)

I. Metode Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan cara deskriptif menggunakan analisis eksplanatoris yaitu analisis jalur untuk mengetahui faktor-faktor pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak terdiri dari produktivitas fiskus, administrasi pelayanan pajak dan konsep perpajakan, yang berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, serta berdampak signifikan terhadap peningkatan optimalisasi penerimaan pajak.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menyusun kisi-kisi instrumen penelitian dalam bentuk kuesioner berskala. Kisi-kisi instrumen penelitian diperoleh dari variabel penelitian dalam rangka memformulasikan model pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak yang dapat mempengaruhi peningkatan optimalisasi penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.

J. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

Lokasi penelitian yang dilakukan ini yaitu di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying. Lokasi ini dipilih karena merupakan Kantor Pelayanan Pajak yang berpotensi paling besar dalam penerimaan pajak di Kota Bandung, dan dapat dijadikan acuan relevan sebagai bahan informasi bagi Kantor Pelayanan Pajak lain, terutama di Kota Bandung.

Populasi penelitian ini adalah masyarakat wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying. Pemilihan wajib pajak


(34)

sebagai populasi ditetapkan karena objektivitas penilaian terhadap pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak serta optimalisasi penerimaan pajak. Sedangkan prosedur penyebaran sampel penelitian ditetapkan berdasarkan convenience sampling sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan pada masyarakat wajib pajak yang berada di wilayah pelayanan pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.

K. Signifikansi dan Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi optimalisasi penerimaan pajak yang diperoleh dengan memformulasikan model pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak yang dapat memberikan manfaat baik berupa manfaat akademis maupun manfaat bagi praktisi.

1. Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat akademis berupa: a. Informasi yang dapat memberikan sumbangsih dan tambahan ilmu

pengetahuan terutama dalam ilmu administrasi pendidikan berkaitan dengan pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak, kepatuhan Wajib Pajak dan optimalisasi penerimaan pajak. Selain itu diharapkan dapat dijadikan informasi tambahan pada dunia akademis tentang penerapan konsep perpajakan terutama berkaitan dengan produktivitas fiskus, administrasi pelayanan pajak dan konsep perpajakan.

b. Acuan akademis dalam proses pembelajaran masyarakat melalui pendidikan berkaitan dengan temuan hasil penelitian yang diperoleh dari pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak yang dapat mempengaruhi peningkatan


(35)

optimalisasi penerimaan pajak. Hasil temuan ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam bentuk konsep model pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak.

c. Acuan dalam penelitian lebih lanjut dalam topik yang sama dengan penelitian yang dilakukan ini.

2. Manfaat Praktis

Sebagai sebuah proses pembelajaran dapat menjadi masukan bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk melakukan peningkatan optimalisasi penerimaan pajak melalui kepatuhan wajib pajak yang diperoleh dari hasil peningkatan produktivitas fiskus, pelaksanaan administrasi pelayanan pajak yang lebih baik, penerapan konsep perpajakan yang efektif.


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian deskriptif. Menurut Sugiono (2000:1) metode penelitian adalah cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Nazir (1983:63), mengemukakan tentang metode deskriptif yang lebih lengkap, bahwa metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikirian ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya untuk membuat deskripsi/gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Pendekatan penelitian deskriptif ini dilakukan guna memperoleh gambaran berdasarkan data yang dikumpulkan untuk merumuskan model pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak yang berpengaruh terhadap optimalisasi penerimaan pajak, yaitu dengan mengidentifikasikan, mendeskripsikan dan mengkaji pembelajaran masyarakat pada aspek produktivitas fiskus, administrasi pelayanan pajak dan konsep perpajakan; dalam membentuk kepatuhan wajib pajak, serta memperhatikan pengaruhnya terhadap optimalisasi penerimaan pajak. Pengkajian dalam penelitian ini mencakup pengidentifikasian upaya pengoptimalisasian penerimaan pajak. Untuk melaksanakan penelitian ini agar terarah, efektif, efisien dan informatif, metode deskriptif yang dipergunakan


(37)

dilakukan dengan studi kasus di KPP Bandung Cibeunying, yang dibahas dengan analisis secara kuantitatif dengan pendekatan analisis korelasional menggunakan analisis jalur untuk memperoleh model pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan data dan informasi, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif, dengan menganalisis faktor-faktor pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak serta pengaruhnya terhadap optimalisasi penerimaan pajak. Pengumpulan data utama dilakukan berdasarkan data primer berupa penyebaran kuesioner yang ditujukan kepada wajib pajak. Pengumpulan data ini dilakukan untuk memperoleh model pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak.

Hasil model pembelajaran ini, kemudian dilakukan penyusunan arahan dalam merumuskan strategi sebagai rekomendasi peningkatan optimalisasi penerimaan pajak di masa yang akan datang, termasuk di dalamnya analisis terhadap sistem insentif bagi wajib pajak dan masyarakat dunia usaha untuk meningkatkan kontribusi mereka terhadap pembangunan melalui pembayaran pajak. Rekomendasi-rekomendasi tersebut didapatkan dari hasil analisis berdasarkan informasi yang diperoleh mempergunakan teknik wawancara terutama dengan pejabat pemerintah daerah, masyarakat wajib pajak dan dunia usaha, dan juga pihak aparat pajak.


(38)

C. Fokus Sasaran Subjek Penelitian

Fokus sasaran subjek penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat wajib pajak orang pribadi, dengan melakukan survey kepada wajib pajak orang pribadi untuk memperoleh model pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak dalam upaya optimalisasi penerimaan pajak.

2. Kantor Pelayanan Pajak untuk mengetahui mekanisme optimalisasi penerimaan pajak yang dilakukan melalui administrasi pelayanan pajak yang diterapkan.

3. Pihak-pihak yang terkait dengan Kantor Pelayanan Pajak untuk mendapatkan data sekunder yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh data primer melalui penyebaran kuesioner dan wawancara, maupun sekunder yang akurat baik itu berupa dokumen, observasi, ataupun data kepustakaan dalam mendukung penelitian yang dilakukan.

E. Definisi Operasional

Tahap pengumpulan data penelitian perlu disusun berdasarkan hirarki yang menghubungkan mulai dari variabel penelitian, dimensi-dimensi, indikator berupa item-item dalam instrumen survei sehingga dapat ditetapkan item pertanyaan dalam kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini.


(39)

Variabel-variabel pada penelitian ini merupakan aspek pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak serta aspek optimalisasi pajak.

Pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak yang diformulasikan pada mekanisme terbentuknya kepatuhan yang diperoleh dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi optimalisasi penerimaan pajak yaitu:

1. Produktivitas Fiskus. Konsep Variabel:

Produktivitas pada dasamya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini (Sinungan, 2005: 16)

Parameter:

Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas fiskus yang dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu 1) variabel yang berasal dari pegawai, 2) variabel yang berasal dari perusahaan, dan 3) variabel yang berasal dari lingkungan eksternal (Haryani, 2002: 12)

2. Administrasi Pelayanan Pajak Konsep Variabel:

Administrasi Pelayanan Pajak adalah segenap rangkaian kegiatan penyelenggaraan pengelolaan pemungutan pajak dengan melakukan kerjasama dan menggerakan orang lain untuk mencapai suatu tujuan pemungutan pajak yang adil dan merata melalui pelayanan prima (Boediono, 1999: 263).


(40)

Parameter:

Mengacu pada kualitas pelayanan jasa berdasarkan pada Tjiptono (1996) yang terdiri 5 (lima) dimensi kualitas jasa yaitu 1) tangibles, 2) reliability, 3) responsiveness, 4) accurance, dan 5) emphaty

3. Konsep Perpajakan Konsep Variabel:

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara (peralihan kekayaan dari sektor pemerintahan) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (tegen prestatie) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (publieke uitgaven), (Soemitro, 1982: 8).

Parameter:

Konsep perpajakan mengacu pada 3 (tiga) konsep yaitu;

a) penetapan pajak, menerapkan sistem self assessment (Budiono, 1999: 233) b) fungsi pajak, terdiri dari fungsi budgeter dan fungsi reguler (Gilarso, 1992:

109)

c) syarat pemungutan pajak, terdiri dari Syarat Keadilan, Syarat Yuridis berdasarkan undang-undang, Syarat Ekonomis yang tidak mengganggu kegiatan perekonomian, Syarat Finansiil yang bersifat efisien, dan Syarat Kesederhanaan (Mardiasmo, 2008).


(41)

4. Kepatuhan Wajib Pajak Konsep Variabel:

Suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya (Nurmantu, 2003).

Parameter:

Meliputi Tax Enforcement, Tax Service dan Complaince Cost (Surjoputro dan Widodo, 2004).

5. Optimalisasi Penerimaan Pajak Konsep Variabel:

Richard M. Bird dan Milka Casanegra de Jantscher mendefinisikan besarnya jurang kepatuhan (tax gap) sebagai selisih antara penerimaan yang sesungguhnya dengan pajak potensial dengan tingkat kepatuhan dari masing-masing sektor perpajakan merupakan pengukuran yang lebih akurat atas efektivitas administrasi perpajakan (dalam Nasucha, 2004: 9).

Parameter:

Aspek yang diukur merupakan upaya optimalisasi yang dilakukan pemerintah.

yang ditinjau dari 3 (tiga) aspek yaitu; 1) aspek Administratif berupa peraturan perpajakan, jumlah fiskus dan KPP, 2) aspek Ekonomis berupa Intensifikasi dan Ekstensifikasi, dan 3) aspek Psikologis berupa sadar peduli pajak.

Aspek pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak yang merupakan variabel penyebab (X), terdiri dari variabel produktivitas fiskus (X1),


(42)

(interdepending variable) yaitu variabel kepatuhan wajib pajak (Y), dan variabel akibatnya yaitu optimalisasi penerimaan pajak (Z).

F. Populasi dan Sampel

Objek penelitian ini adalah KPP Bandung Cibeunying. Dalam hubungannya dengan objek ini maka yang menjadi populasi adalah Wajib Pajak Orang Pribadi terdaftar aktif di KPP Bandung Cibeunying yang berjumlah 23.204 wajib pajak. Berikut ditampilkan tabel jumlah populasi Wajib Pajak Orang Pribadi terdaftar aktif di KPP Bandung Cibeunying.

Tabel 3.4

Jumlah Populasi Wajib Pajak Terdaftar Aktif PPh Orang Pribadi di KPP Bandung Cibeunying

Status Data/Record Jumlah

Orang Pribadi

Aktif/ Normal (OO) 8113

Perbaikan Data (UP) 4077

Pindah Masuk (PB) 199

Data Baru (PE) 10815

Lainnya ( ) 0

Jumlah Data WP Aktif 23204 Sumber : KPP Bandung Cibeunying, 30 Juni 2007

Adapun penentuan jumlah sampel minimum akan mempergunakan rumus Slovin (Rakhmat, 1997:22). Perhitungan ini digunakan karena sudah diketahui jumlah Wajib Pajak Terdaftar aktif di KPP Bandung Cibeunying, yaitu sebanyak 23.204 wajib pajak orang pribadi. Berikut ditampilkan perhitungan jumlah sampel minimum.

1 2 + =

Ne N n


(43)

Keterangan:

n = Ukuran Sampel N = Jumlah Populasi

e = Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketelitian karena pengambilan sampel populasi) batas kesalahan ditentukan sebesar 6%

Sehingga dengan mempergunakan rumus ini diperoleh jumlah sampel minimum yaitu :

5 , 274 1 ) 06 , 0 ( 204 . 23

204 . 23

2 + = =

n275

Perhitungan jumlah sampel ini diperoleh sebesar minimal 275 responden. Hasil jumlah sampel yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi yang disebarkan dengan prosedur convenience sampling terhadap Wajib Pajak Terdaftar Aktif Orang

Pribadi di KPP Bandung Cibeunying.

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Pengujian alat ukur dilakukan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel, sehingga hasil pengolahan data yang dilakukan dapat dianalisis lebih lanjut. Pengujian alat ukur ini menggunakan uji validitas untuk mendapatkan data yang valid dan uji reliabilitas untuk mendapatkan konsistensi jawaban responden yang cukup tinggi.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keabsahan dan kevalidan suatu alat ukur atau instrumen penelitian. Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur itu mampu mengukur apa yang akan diukur dalam suatu


(44)

penelitian (Singarimbun & Effendi, 1995:124). Alat pengukur yang absah akan mempunyai validitas yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Untuk menguji validitas alat ukur atau instrumen penelitian, terlebih dahulu dicari nilai (harga) korelasi dengan menggunakan Rumus Koefisien Korelasi Product Moments Pearson sebagai berikut :

(

)

[

]

[

( )

]

∑ ∑

− − − = 2 2 2 2 Y Y n X X n Y X XY n r Keterangan:

r : Koefisien korelasi n : Jumlah responden

Y : Jumlah skor total seluruh item X : Jumlah skor tiap item

Setelah nilai korelasi (rs) didapat, kemudian dihitung nilai thitung untuk

menguji tingkat validitas alat ukur penelitian dengan rumus sebagai berikut:

2 1 2 r n r t − − = Keterangan:

r : Koefisien korelasi n : Jumlah responden

Setelah nilai thitung diperoleh, langkah selanjutnya adalah membandingkan

nilai t hitung tersebut dengan nilai ttabel pada taraf signifikansi sebesar α = 0,05 dan

derajat kebebasan (dk) = n-2. Kaidah keputusannya adalah:

- Jika thitung > ttabel , maka alat ukur atau instrumen penelitian yang digunakan

adalah valid.

- Jika thitung ≤ ttabel , maka alat ukur atau instrumen penelitian yang digunakan


(45)

Untuk dapat menentukan tingkat validitas suatu alat ukur atau instrumen penelitian adalah dengan melihat kriteria penafsiran indeks korelasinya. Kaidah pengambilan keputusannya, yaitu sebagai berikut:

a. Sangat tinggi, dengan kriteria : 0,80 < r ≤ 1,00 b. Tinggi, dengan kriteria : 0,60 < r ≤ 0,80 c. Sedang, dengan kriteria : 0,40 < r ≤ 0,60 d. Rendah, dengan kriteria : 0,20 < r ≤ 0,40 e. Sangat rendah, dengan kriteria : 0,00 < r ≤ 0,20

Rumus yang dikemukakan di atas, baik pengolahan, pengujian, maupun analisis data untuk membuktikan tingkat validitas dilakukan dengan alat bantu Program SPSS Versi 12, dengan menggunakan kriteria valid yaitu tingkat signifikan yang kurang dari α = 0,05.

2. Uji Reliabilitas

Singarimbun dan Effendi mendefinisikan reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur atau instrumen penelitian dapat dipercaya atau diandalkan dalam kegiatan pengumpulan data (Singarimbun dan Effendi, 1995: 140). Jika suatu alat ukur atau instrumen penelitian dapat digunakan dua kali untuk mengukur gejala yang sama dengan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat ukur atau instrumen tersebut reliabel.

Dalam pengujian keandalan alat ukur atau instrumen penelitian digunakan Uji Belah Dua (Split Half Test). Pengujian ini memperhitungkan jumlah skor item


(46)

yang bernomor ganjil dan genap. Dari hasil perhitungan kedua jumlah skor tersebut dicari korelasinya yang selanjutnya digunakan untuk memperoleh koefisien keandalan melalui rumus sebagai berikut:

( )

2 / 1 2 / 1 1 2 s s tot r r r + = Keterangan:

r tot : Angka reliabilitas keseluruhan item

rs1/2 : Angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua

Setelah korelasi (rs1/2) diperoleh, selanjutnya dihitung nilai thitung untuk

menguji reliabilitas alat ukur atau instrumen penelitian yang digunakan. Pengujian tersebut dilakukan dengan menggunakan rumus:

2 1/2 1/2 1 2 s s hitung r n r t − − = Keterangan:

rs1/2 : Koefisien korelasi belah dua

n : Jumlah responden

Apabila nilai thitung telah diketahui, langkah selanjutnya adalah

membandingkan nilai thitung dengan ttabel pada taraf signifikan sebesar α = 0,05 dan

derajat kebebasan (dk) = n-2. Kaidah keputusannya adalah sebagai berikut:

- Jika nilai thitung > ttabel , maka alat ukur atau instrumen penelitian yang

digunakan adalah reliabel.

- Jika thitung ≤ ttabel , maka alat ukur atau instrumen penelitian yang digunakan


(47)

Untuk menentukan tingkat reliabilitas suatu alat ukur atau instrumen penelitian yang reliabel adalah dengan melihat kriteria penafsiran indeks korelasinya, yaitu:

a. Sangat tinggi, dengan kriteria : 0,80 < rtot≤ 1,00

b. Tinggi, dengan kriteria : 0,60 < rtot≤ 0,80

c. Sedang, dengan kriteria : 0,40 < rtot≤ 0,60

d. Rendah, dengan kriteria : 0,20 < rtot≤ 0,40

e. Sangat rendah, dengan kriteria : 0,00 < rtot≤ 0,20

Dari rumus yang dikemukakan di atas, baik pengolahan, pengujian, maupun analisis data untuk membuktikan tingkat reliabilitas suatu alat ukur dilakukan dengan alat bantu Program SPSS Versi 12, dengan mempergunakan kriteria reliabel yaitu koefisien keandalan lebih besar dari 0,05.

H. Teknik Analisis Data

Penelitian ini bermaksud untuk mengungkapkan adanya pengaruh antara variabel penyebab/bebas (independent variable) dan variabel akibat/tidak bebas (dependent variable). Metode analisis kuantitatif yang sesuai dengan menggunakan metode statistika yaitu analisis jalur (path analysis), dimana satu variabel akibat dipengaruhi oleh satu atau beberapa variabel penyebabnya, dan antara variabel bebas terdapat hubungan. Analisis Jalur pertama kali diperkenalkan oleh Sewal Wright seorang ahli populasi genetik pada tahun 1921


(48)

melalui sebuah paper yang ditulis dengan judul ”correlation and causation” (Gaspersz, 1995: 286).

Pada saat ini penggunaan analisis jalur (path analysis) telah meluas dan banyak diadopsi oleh berbagai disiplin ilmu untuk menerangkan pola hubungan keterkaitan antar variabel yang terjadi di dalam sebuah sistem kausalitas yang telah dipostulatkan sebelumnya. Sistem kausalitas yang dimaksudkan dalam penelitian ini merupakan kerangka pikir yang telah disusun sebelumnya, kemudian digambarkan melalui suatu model. Analisis jalur memiliki daya guna untuk menguji sistem kausalitas yang telah terbentuk berdasarkan kerangka pikir berdasarkan teori yang dipergunakan.

Ilustrasi dari model analisis penelitian untuk mengkaji model pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak yang mempengaruhi optimalisasi pajak, merupakan model pengaruh produktivitas fiskus, administrasi pelayanan pajak dan konsep perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak, serta dampaknya terhadap optimalisasi penerimaan pajak. Berikut ditampilkan model kausalitas keterkaitan antar variabel penelitian ini yang digambarkan sebagai berikut:


(49)

Gambar 3.1

Model Struktur Kausalitas antara Variabel Penelitian

Gambar busur dua anak panah antar variabel penyebab (X) menunjukkan peneliti tidak membayangkan variabel yang satu disebabkan oleh variabel yang lainnya. Lain hanya dengan busur anak panah yang menunjukkan adanya variabel dari variabel yang ditunjukkan oleh titik awal anak panah terhadap variabel yang terletak pada ujung anak panah (Sudjana, 1989: 176). Proses transformasi data dengan menggunakan metode successive interval merupakan salah satu cara untuk mengoperasikan data berskala ordinal menjadi data berskala interval. Maksud transformasi ini adalah agar dapat mengoperasikan data variabel secara aritmetik, dapat digunakan metode statistik parametrik.

Penelitian ini bermaksud untuk menemukan model pembelajaran masyarakat menuju sadar peduli pajak yang mempengaruhi optimalisasi penerimaan pajak. Pendekatan metode statistika yang digunakan dalam menganalisis yang sesuai dapat dilakukan dengan mempergunakan analisis jalur yang termasuk metode statistika parametrik. Proses transformasi data digunakan metode successive interval yang merupakan cara mentransformasikan data

Produktivitas Fiskus

(X1)

Administrasi Pelayanan Pajak

(X2)

Konsep Perpajakan (X3)

Kepatuhan Wajib Pajak

(Y)

Optimalisasi Penerimaan Pajak


(50)

berskala ordinal menjadi data berskala interval. Transformasi ini adalah agar dapat mengoperasikan data variabel secara aritmetik, dapat digunakan metode statistik parametrik.

1. Metode Successive Interval

Analisis jalur memerlukan syarat data yang mempunyai tingkat pengukuran sekurang-kurangnya interval. Untuk penggunaan variabel penelitian tersebut di atas, berskala ordinal harus diubah menjadi interval. Karena itu melalui method of successive intervals (Hays yang dikutip Al Rasyid 1994 : 131-134) dilakukan transformasi data dengan langkah kerja sebagai berikut :

a. Mencermati setiap butir pertanyaan dalam quesioner.

b. Setiap butir pertanyaan dihitung berapa yang memperoleh skor 1,2,3,4,5 yang untuk selanjutnya banyaknya skor tersebut disebut frekwensi(f).

c. Tentukan proporsi ρ dengan cara membagi setiap frekwensi dengan jumlah banyaknya responden.

d. Tentukan nilai proporsi kumulatif (pk).

e. Dengan berpedoman pada tabel normal, tentukan nilai Z untuk setiap proporsi kumulatif (pk) yang diperoleh.

f. Tentukan nilai densitas normal (fd) yang sesuai dengan nilai Z.

g. Tentukan nilai skala (scale value) untuk setiap skor jawaban dengan rumus

it lower under Area it upper under Area it upper Density at it lower Density at SV lim lim lim lim − =


(51)

Sesuai dengan skala ordinal ke skala nilai inteval, yakni nilai skala terkecil (harga negatif yang terbesar) diubah menjadi sama dengan satu melalui transformasi sebagai berikut :

Transformasi Scale Value = Scale Value + (Scale Value minimum) + 1

2. Analisis Jalur

Pada tahap analisis, data diolah dan diproses menjadi kelompok-kelompok, diklasifikasikan, dikategorikan dan dimanfaatkan untuk memperoleh kebenaran sebagai jawaban dari masalah dalam hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Penelitian yang dilakukan ini bermaksud untuk mengungkapkan adanya pengaruh antara variabel penyebab atau independent variable dengan variabel akibat atau dependent variable dan diantara variabel penyebab dan akibat terdapat variabel perantara. Dalam statistika, metode analisis yang sesuai dengan permasalahan tersebut adalah analisis jalur, dimana satu variabel akibat dipengaruhi oleh beberapa variabel penyebabnya, dan antara variabel penyebab terdapat hubungan (Sitepu, 1994:5). Dalam penelitian berkaitan dengan pengaruh produktivitas fiskus, administrasi pelayanan pajak dan konsep perpajakan; dalam membentuk kepatuhan wajib pajak, serta memperhatikan pengaruhnya terhadap optimalisasi penerimaan pajak, data hasil tabulasi diterapkan pada pendekatan penelitian dengan analisis jalur (path analysis).

Analisis ini digunakan untuk menentukan berapa besarnya pengaruh variabel penyebab produktivitas fiskus (X1), administrasi pelayanan pajak (X2),


(52)

variabel perantara, serta memperhatikan pengaruhnya terhadap optimalisasi penerimaan pajak (Z) sebagai variabel akibatnya. Besarnya pengaruh dari suatu variabel penyebab ke variabel perantaradan variabel perantara terhadap variabel akibatnya disebut koefisien jalur dan diberi symbol Pyxi dan Pzy, dengan

menggunakan data yang berasal dari suatu sampel berukuran n.

Untuk menentukan besarnya pengaruh dari suatu variabel terhadap variabel lainnya diperlukan persyaratan :

a. Hubungan antara variabel harus merupakan hubungan linier dan aditif. b. Semua variabel residu tidak mempunyai korelasi satu sama lain. c. Pola hubungan antara variabel adalah rekursif.

d. Skala pengukuran baik pada variabel penyebab maupun variabel akibat sekurang-kurangnya interval.

Apabila persyaratan ini dipenuhi, maka koefisien jalur bisa dihitung dengan langkah kerja sebagai berikut :

Gambar 3.2

Diagram Jalur Hubungan antara Variabel secara Lengkap X1

X2

X3

Y

PYε

PYX1

PYX2

PYX3

rXiXj Z

PZε


(53)

Keterangan:

X1 = produktivitas fiskus,

X2 = administrasi pelayanan pajak,

X3 = konsep perpajakan,

Y = kepatuhan wajib pajak,

Z = optimalisasi penerimaan pajak.

Diagram jalur ini mencerminkan hipotesis konseptual yang diajukan, sehingga tampak dengan jelas mana sebagai variabel penyebab dan yang mana sebagai variabel akibat. Dalam pelaksanaan perhitungan dan pengujian mempergunakan analisis jalur, diagram struktur jalur lengkap yang terdiri dari 2 (dua) sub struktur mengacu kepada model persamaan fungsi strukturalnya sebagai berikut:

a. Sub Struktur Pertama:

X YX

YX

YX X X X

Y = ρ 1 1+ρ 2 2 +ρ 3 3+ε

b. Sub Struktur Kedua:

Y ZYY

Z =ρ +ε

a. Langkah-Langkah Menghitung Koefisien Jalur

Untuk menghitung koefisien jalur pada stuktur hubungan yang digunakan dalam pengujian hipotesis dilakukan berdasarkan matriks invers korelasi, dengan langkah kerja sebagai berikut:

1) Menghitung koefisien korelasi sederhana antar variabel, melalui rumus sebagai berikut :


(54)

r

n X X X X

n X X n X X

i j k

X X ih jh h n ih jh h n h n ih h n ih h n jh h n jh h n

i j =

− − − ≠ = = = = = = = =

1 1 1

2 1 1 2 2 1 1 2 [ ( ) ][ ( ) ]

; 1, 2, ...,

2) Membentuk matriks korelasi antara variabel

Nilai koefisien korelasi antar variabel dibentuk ke dalam matriks korelasi sebagai berikut :

X1 X2 ... Xk

r

X1X1 rX1X2 ... rX1Xk X1

r

X2X2 ... rX2Xk X2

... ... r

XkXk Xk

3) Menghitung matriks invers korelasi antar variabel

X1 X2 ... Xk

CR

X1X1 CRX1X2 ... CRX1Xk X1

CR

X2X2 ... CRX2Xk X2

... ... CR

XkXk Xk

4) Menghitung koefisien jalur dengan rumus:

pYX YX k

YY

i

i

= −CR =

CR ; i 1, 2, ...,

Keterangan : p

YXi = Koefisien jalur dari variabel Xi terhadap variabel Y

CR

YXi = Sel pada baris ke-Y dan kolom ke-Xi dari matriks invers

Korelasi

CRYY = Sel pada baris ke-Y dan kolom ke-Y dari matriks invers korelasi

5) Menghitung koefisien determinasi tiap variabel (RYXi)


(1)

Mardiasmo, 2008. Perpajakan Edisi Revisi 2008. Jakarta: Penerbit Andi.

Max Weber, 1994. Sociological Writings. Edited by Wolf Heydebrand, Continuum.

Morrison, Terrence, 2001. Actionable Learning: A Handbook for Capacity Building Through Case Based Learning, Asian Development Bank Istitute, Tokyo: ADBI Publishing.

Mudyahardjo, Redja, 2004. Filsafat Pendidikan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyadi. 1989. Pemeriksaan Akuntan. Edisi ke-4. Cetakan pertama. Yogyakarta: Bagian Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Nasucha, Chaizi, 2004. Reformasi Administrasi Publik: Teori dan Praktik, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Nasution, S., 1989. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Nazir, Mohammad, 1983. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Ndraha, Talizuduhu. 1999. Konsep Administrasi dan Administrasi Di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.

Nosanchuk, T. A. dan , B. H. Erickson, 1977. Understanding Data, Milton Keynes: Open University.

Nurmantu, Safri, 2003. Pengantar Perpajakan, Jakarta: Kelompok Yayasan Obor. Osborne, David dan Peter Plastrik, 2000. Memangkas Birokrasi: Lima Strategi

Menuju Pemerintahan Wirausaha, Seri Manajemen Strategi No. 3, Terjemahan Abdul Rosyid dan Ramelan, Penerbit PPM, Jakarta.

Pakpahan, Robert, 2004. Kantor Pelayanan Pajak Percontohan. Dalam buku Menuju Sistem dan Administrasi Perpajakan Berkelas Dunia: Studi Perpajakan di Indonesia dengan Inspirasi Pengalaman Jepang, ed. Robert Pakpahan dan Toyomu Yuasa, Jakarta: JICA dan DJP.

Pandiangan, Liberty, 2004. Pelayanan, Wajah Kantor Pajak. Jakarta: Bisnis Indonesia.

Rakhmat, Jalaluddin, 1997. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.


(2)

Rakhmat, Jalaluddin, 1999. Rekayasa Sosial. Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung

Sedarmayanti, 2000. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung : Mandar Maju.

Sedarmayanti. 2004. Good Governance, Kepemerintahan yang Baik, Bagian Dua. Mandar Maju: Bandung

Seels, Barbara B., dan Rita C. Ricvey. 1994. Tehnologi Pembelajaran, Terjemahan, Jakarta: UPI Negeri.

Senge, Peter M. 1996. Disiplin Kelima: Seni dan Praktek dari Organisasi Pembelajar, Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Singarimbun, M. dan Sofyan Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Sinungan, Muchdarsyah, 2005. Produktivitas: Apa dan Bagaimana, Cetakan Keenam, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Sudjana, S., 2001. Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Falah Production. Sugiono, 2000. Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabet. Sumitro, Rochmat, 1987. Asas dan Dasar Perpajakan, Bandung: Eresco.

The Liang Gie; 1971. Efisiensi Kerja bagi Pembangunan Negara, Yogyakarta: Karya.

Tilaar, H.A.R., 2004. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.

Timpe, A.Dale, 2002. Seri Manajemen Sumber Daya Manusia Kepemimpinan Leadership. Jakarta: Pt Gramedia Asri Media Oleh Pt Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Timpe, A.Dale, 2002. Seri Manajemen Sumber Daya Manusia Memimpin Manusia Managing People. Jakarta: Pt Gramedia Asri Media Oleh Pt Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Timpe, A.Dale, 2002. Seri Manajemen Sumber Daya Manusia Produktivitas Productivity. Jakarta: Pt Gramedia Asri Media Oleh Pt Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.


(3)

Usry, Milton F. dan Hammer, Lawrence H., 1996. Akuntansi biaya, jilid 1 : perencanaan dan pengendalian. Diterjemahkan oleh Wibowo, Herman dan Sirait, Alfonsus, Edisi 10, Jakarta: Erlangga.

Internet

Berita, Ditjen Pajak ingin Jaring Wajib Pajak Pribadi, http://www. hukumonline.com/detail.asp?id=16863&cl=Berita, 16 Mei 2008.

Kompas Forum, http://forum.kompas.com/showthread.php?t=687, 24 Mei 2008. Pemberdayaan Masyarakat, http://www.scn.org/mpfc/modules/mea-16in.htm, 16

Mei 2008.

Rendahnya Tax Ratio, http://www.pajak.go.id/index.php?view=article&catid =87%3Aartikel&id=5359%3Arendahnya-tax-ratio-cerminkan-kepatuha n-wp&tmpl=component&print=1&page=&option=com_content&Itemi d=125, 22 Mei 2008.

Banirisset Network, 2009, http://banirisset.com/2008/05/community-organizing.html, 21 April 2009.

Jurnal

Amy E. Dunbar. 2001. The Outsourcing of Corporate Tax Function Activities Barry P. Arlinghaus. 1989. Organizing and staffing of the tax function Tax

Executive

Burns, Andrew, 2001. The Tax System in the Czech Republic Hal: 618-638 Carroll, S, Beyerlein, S, Ford, M & Apple, D. 1996. The Learning Assessment

Journal as a tool for structured reflectionin process education.

Chlivickas E. 2003. Public Aministration: Human Resources Development Strategy. Electronic Journal Issue No 2.

Daniel F. Spulber. 2008. Economic & Management Strategy.

Dennis Zimmerman. 2008. Excise taxes intended to discourage the consumption of specific commodities or services


(4)

Donald N. Zillman, Alastair R. Lucas, and George. 2003. Human Ringhts in Natural Resource Development: Public Participation in the Sustainable Development of Mining and Energy Resources. Oxford University Press Gale Group, 1997. The Law Enforcement American Eras

James M. Poterba & Julio J. Rotemberg. 1990. Inflation And Taxation With Optimizing Governments

Jens Coldewey. 2008. Contracting Agile Projects. Vol 7 No 17

Joel. B. Slemrod. 2008. The Income Tax Compliance Cost of Big Business Koski, Timothy R. 2003. When are prepaid expenses deductible?. CPA Journal Hanlon, Michelle. 2002. Accounting for tax benefits of employee stock option and

implications for research.

Indira Rajaraman & Debdatta Saha. 2008. The optimal size of the civil service Management and Strategy Departement Kellogg School of Management

Northwestern University. 2001. Statement of The National Tax Journal Editorial Policy. Nasional Tax Journal

Manupatra, 2007. Service Tax Journal

Mardia, K.V., 1982. Weighted Distributions and Rotating Caps, Biometrika, 69, hal. 323-330.

McDonald, John, 2002. The Tax fairness in eleventh century England Accounting Historians Journal

Perry, Guillermo dan John Walley, 2000. Introduction. Dalam Guillermo Perry, John Walley, dan Gary McMahon. Peny. Fiscal Reform and Structural Change in Developing Countries, Vol. 1, London: MacMillan Press, hal. 1-8.

Purnomo, Hadi, 2004. Reformasi Administrasi Perpajakan, Dalam Heru Subyantoro dan Singgih Riphat, peny., Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi, Jakarta: Buku Kompas, hal. 218-233.

Rebecca Ransom. Former Washington Resident Award for Advocacy. www.tulane.edu

Ripley, Richard. 2007. New sales-tax collections system will challenge retailers Journal of Business,


(5)

Rosaria Burchielli. 2006. The intensification of teachers’ work and the role of changed public sector philosophy

Surjoputro, Djoko Slamet dan Junaedi Eko Widodo, 2004. Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Melalui Modernisasi Administrasi Perpajakan. Dalam buku Menuju Sistem dan Administrasi Perpajakan Berkelas Dunia: Studi Perpajakan di Indonesia dengan Inspirasi Pengalaman Jepang, ed. Robert Pakpahan dan Toyomu Yuasa, Jakarta: JICA dan DJP, hal. 41-52.

Tom Adelstein. 2004. A New breed of IT firm is helping federal, state and local governments create a “public infostructure” of interoperable, effevtive Web-bassed applications.

Yuliah, Ani, 2005. Analisis Mekanisme Pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai Perusahaan Exportir Tertentu di Kantor Pelayanan Pajak Bandung Karees, Tesis, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi, Lembaga Administrasi Negara, Bandung.

Makalah dan Sumber Lain

Berita Pajak, 2004. Majalah Dwi Mingguan, No. 1524/Tahun XXXVII/1 Oktober 2004.

Majalah Berita Pajak, 2008. Majalah Dwi Mingguan, Vol. XLI No. 1624, 1 Desember 2008.

Bhakti, 2006. Optimalisasi Penerimaan Pajak Melalui Pembenahan Sistem Administrasi Pajak.

Komaidi, 2007. Korelasi Antara Kebijakan Akrual, Perubahan Peraturan Perpajakan, dan Optimalisasi Penerimaan Pajak Pemerintah

Poernomo, 2005. Pemberantasan KKN Melalui Pajak.

Sofyan, 2005. Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar.


(6)

Wijaya, Andy. 2006. Good Governance dan Mewirausahakan Birokrasi: Kesinergian untuk Kesejahteraan Rakyat (naskah ceramah dalam Seminar Nasional Mewirausahakan Birokrasi untuk Menyejahterakan Rakyat, 7 Januari 2006, Gedung Widyaloka Unibraw).