PENGARUH KEMANDIRIAN BELAJAR DALAM PENDIDIKAN JARAK JAUH TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL MAHASISWA S1 PGSD.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………..…….. PENGANTAR ………..……… UCAPAN TERIMA KASIH ………...……. DAFTAR ISI ………...….. DAFTAR TABEL ………...….. DAFTAR GAMBAR ……….... DAFTAR LAMPIRAN ………....

v vii viii x xiv xv xvi

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH ……… 1

B. RUMUSAN MASALAH ………. 11

C. PEMBATASAN MASALAH ……….. 12

D. TUJUAN PENELITIAN ……….. 14

E. SIGNIFIKASI DAN KONTRIBUSI PENELITIAN ………. 15

F. KERANGKA PEMIKIRAN ……… 16

G. ASUMSI YANG MELANDASI PENELITIAN ……….. 18

H. HIPOTESIS ……….. 19

I. VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL ………..….. 20

1. Variabel Penelitian ……… 2. Definisi Operasional ……….…….... 20 23 BAB II KEMANDIRIAN BELAJAR, PENDIDIKAN JARAK JAUH DAN KETERAMPILAN SOSIAL ……….… 29

A. KEMANDIRIAN SEBAGAI PERSPEKTIF DIRI DALAM PIPS ..… 29

B. KEMANDIRIAN BELAJAR ………..…. 44

1. Kemandirian dalam Dimensi Otonomi Pribadi (Personal Autonomy)……… 2. Kemandirian dalam Dimensi Tanggung Jawab (Responsibility)….. 3. Kemandirian dalam Dimensi Manajemen Diri (Self Management) 4. Kemandirian dalam Dimensi Monitoring Diri (Self Monitoring)... 5. Kamandirian dalam Dimensi Pendalaman Diri (Self Digesting).… 50 51 54 56 57 C. KETERAMPILAN SOSIAL ………. 58

1. Keterampilan Berkomunikasi ………... 2. Keterampilan Bekerjasama ………... 3. Asertif ………... 4. Empati ………... 5. Pengendalian Diri ………. 70 74 77 78 79 D. HAKIKAT PENDIDIKAN JARAK JAUH ……… 82

E. PERKEMBANGAN MUTAKHIR PENDIDIKAN JARAK JAUH … 101 F. PEMANFAATAN TEKNOLOGI BARU DALAM PENDIDIKAN JARAK JAUH ………... 102

G.PENJAMINAN KUALITAS DALAM PENDIDIKAN JARAK JAUH 106 H. PENDIDIKAN JARAK JAUH DI INDONESIA ……… 108


(2)

I. PENELITIAN TERDAHULU YANG RELEVAN ……… 111

BAB III METODE PENELITIAN ……….…………... 119

A. PENDEKATAN PENELITIAN …………..……… 119

B. PROSEDUR PENELITIAN ………. 120

C. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN ……… 122

D. TEKNIK DAN INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA ………… 127

1. Strategi Pengembangan Instrumen ……… 2. Hasil Pengujian Validitas, Reliabilitas, dan Analisis Isi ………... 128 130 E. TEKNIK ANALISIS DATA……….……… 138

1. Persyaratan Penggunaan Statistik Parametrik ……….. 2. Teknik Analisi Deskriptif ………. 3. Teknik Analisis Korelasi ……….. 4. Teknik Analisis Regresi Linier Ganda ………. 5. Analisis Kontribusi ………... 138 139 140 141 145 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... ………….. 146

A. DESKRIPSI DATA PENELITIAN ……….. 146

B. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN ……….. 154

1. Hasil Penelitian Deskriptif ………... 2. Pengujian Hipotesis ……….. 154 155 C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ………. 163

1. Kemandirian Belajar dalam Pendididkan Jarak Jauh berpengaruh signifikan terhadap Pengembangan Keterampilan Sosial Mahasiswa . 2. Pengaruh Masing-masing Dimensi Kemandirian Belajar dalam Pendidikan Jarak Jauh terhadap Pengembangan Keterampilan Sosial Mahasiswa bervariasi ………... 163 173 D. TEMUAN PENELITIAN ………. 187

1. Kemandirian Belajar dalam Pendidikan Jarak Jauh Relevan dengan Kebutuhan Sosial Mahasiswa ………... 187

2. Kemandirian Belajar dalam Pendidikan Jarak Jauh perlu diimbangi Pengorganisasian Belajar Kelompok ……… 190

3. Kemandirian Belajar dalam Pendidikan Jarak Jauh merupakan Sarana Pembentukan Kepribadian yang Tangguh ……… 192

4. Kemandirian Belajar dalam Pendidikan Jarak Jauh bertujuan Sadar Nilai Personal dan Sosial ……….. 194

D. KETERBATASAN PENELITIAN……… 204

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ……….. 205

A. KESIMPULAN ……….. 205

B. IMPLIKASI ……… 209


(3)

DAFTAR PUSTAKA ………. 222

LAMPIRAN-LAMPIRAN ……… 232


(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Salah satu tantangan pendidikan nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dari waktu ke waktu yaitu akses dan pemerataan pendidikan berkualitas. Hal ini sebanding dengan angka partisipasi pendidikan tinggi di Indonesia yang sampai tahun 2008 masih cukup rendah, baru mencapai 17,75% atau sekitar 4,5 juta penduduk yang menempuh perguruan tinggi dari seluruh penduduk Indonesia (Raker Kopertis ke VII, 2009). Pembenahan terhadap berbagai perangkat sistem pendidikan di Indonesia telah dilakukan untuk mencapai pemerataan pendidikan tersebut sebagaimana Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 31 mengamanatkan bahwa (1) Pendidikan Jarak Jauh diselenggarakan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan; (2) Pendidikan Jarak Jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler. Model pembelajaran jarak jauh sesungguhnya adalah sebuah alternatif yang sangat cocok karena dapat ”menjangkau” dan ”dijangkau” oleh seluruh lapisan masyarakat. Menjangkau dalam artian bahwa sistem tersebut dapat sampai ke tempat-tempat di mana peserta program berada, sebuah pendidikan yang terbebas dari masalah ruang dan waktu. Lebih lanjut Bastian (2002: 190) menyatakan bahwa model pembelajaran jarak jauh selain lebih bersifat efektif juga dianggap sebagai paradigma yang paling realistis. Perubahan situasi yang


(5)

semakin mengglobal dan kompleks merupakan salah satu faktor yang dapat mengantarkan anak bangsa menuju tahapan pada kebebasan untuk menentukan menu pendidikan sesuai dengan minat dan bakatnya.

Pendidikan jarak jauh diharapkan mampu memecahkan masalah tersebut secara memadai dan memberikan kontribusi nyata dalam peningkatan akses dan pemerataan kesempatan pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan jarak jauh sangat potensial untuk upaya pemerataan pendidikan dalam bentuk pendidikan masal (mass education), terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang sangat memerlukan percepatan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk pembangunan (Pannen, 2002:17). Sistem pendidikan jarak jauh telah memberikan kesempatan bagi masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan dengan sistem tatap muka. Konsep pendidikan jarak jauh yang diberlakukan saat ini diharapkan dapat meminimalkan keterbatasan adanya ”jarak transaksi”, yaitu jarak yang tidak hanya dipisahkan secara fisik geografis, melainkan adanya jarak secara psikologis dan komunikasi antara mahasiswa dengan pihak lain yang terkait untuk memperoleh pendidikan (Moore, 1997; UT, 2004:37). Berdasarkan pendapat tersebut, maka sesuai dengan konteks penelitian ini, pendidikan jarak jauh yang dimaksud yaitu pendidikan formal yang di dalam penyelenggaraannya memungkinkan para peserta program mengikuti kuliah sepanjang waktu tanpa meninggalkan tugas pekerjaannya sehari-hari. Hal ini sejalan dengan konsep Pendidikan Sepanjang Hayat (Life Long Education) yang dideklarasikan UNESCO (UNESCO, 1996; Suprijanto, 2007:4).


(6)

Setiap orang berhak memperoleh kesempatan untuk belajar dan mendapatkan pendidikan sepanjang hayatnya. Dalam belajar dibutuhkan standar pendidikan yang lebih fleksibel, lebih dinamis, dan lebih terbuka terhadap dunia dan lingkungan sekitarnya. Konsep pendidikan sepanjang hayat ini salah satunya adalah dalam hal pendidikan orang dewasa. Pendidikan orang dewasa merupakan kunci dari sistem pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan orang dewasa harus dikembangkan secara maksimal, sehingga akan dapat menolong peserta program jarak jauh dalam menyesuaikan diri dengan situasi-situasi yang melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan budaya, dan memanfaatkan waktu luang seefisien mungkin.

Pemerintah Indonesia telah menyepakati kesepakatan yang menjamin setiap warga negara untuk berhak mengenyam pendidikan bermutu. Dalam deklarasinya pada tahun 1996 UNESCO mengemukakan bahwa ”Education is a basic human right and a universal human value and should be made available over the entire lifetime of each individual”. Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa setiap orang berhak memperoleh kesempatan untuk dapat belajar dan mendapatkan pendidikan sepanjang hayat.

Salah satu kebutuhan urgen bagi manusia dalam usaha mengembangkan diri dan mempertahankan eksistensinya adalah melalui belajar yang dilakukan sepanjang hayat. Tanpa belajar, manusia cenderung akan mengalami kesulitan baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan maupun dalam memenuhi tuntutan hidup dan kehidupan yang terus berubah. Melalui pembelajaran akan membuat manusia tumbuh dan berkembang sehingga berkemampuan, menjadi


(7)

dewasa dan mandiri. Manusia yang mengalami transformasi diri ini seharusnya terus terjadi sepanjang hayat, asalkan ia tidak berhenti belajar, tetap menyadari keberadaannya yang bersifat present continuous, on going process, atau on becoming. Menurut konsep pendidikan sepanjang hayat, kegiatan-kegiatan pendidikan dianggap sebagai suatu sistem yang terpadu. Konsep ini harus disesuaikan dengan kenyataan dan kebutuhan masyarakat. Pendidikan bukan hanya berlangsung di sekolah, melainkan juga di keluarga dan masyarakat untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan khusus serta praktis yang secara langsung bermanfaat dalam kehidupan di masyarakat (Sudrajat, 2008).

Selain konsep life long education, konsep Pendidikan untuk Semua (education for all) pada konferensi dunia tentang Pendidikan untuk Semua (PUS) yang diselenggarakan pada 5-9 Maret 1990 di Jomtien Thailand, juga turut mewarnai tumbuhnya pendidikan jarak jauh (Siswosumarto dan Rahardjo, 2008). Pendidikan merupakan hak manusia, hendaknya dijadikan sebagai kebutuhan untuk mempertahankan dan meningkatkan martabat manusia. Oleh karena itu kesempatan yang seluas-luasnya harus diberikan kepada semua warga negara untuk memperoleh pendidikan yang antara lain dapat melalui pendidikan jarak jauh dalam upaya pemerataan pendidikan tersebut (Tilaar, 2008:103). Pendidikan hendaknya mengembangkan tiga aspek kepribadian. (1) Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu berarti mendidik watak dan budi pekerti serta kepribadian yang jujur, bertanggung jawab dan disiplin menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika; (2) Kecerdasan yang diperoleh melalui ilmu dan teknologi; serta (3)


(8)

Keterampilan dan kemampuan jasmani pada umumnya. Pelaksanaan ketiga aspek pendidikan itu selalu dikaitkan secara serasi dengan lingkungan (Barr, 2003:144).

Pendidikan jarak jauh lebih menekankan kepada cara belajar mandiri dengan memakai antara lain bahan ajar yang cara penyajiannya dirancang secara khusus sehingga diharapkan dapat dipelajari secara mandiri baik sendiri atau bersama teman lain, karena yang menonjol dari pendidikan jarak jauh adalah strategi belajar. Menemukan cara belajar yang paling efektif adalah sebuah tantangan. Tidak akan ada yang menyuruh atau mengingatkan untuk belajar, selain diri sendiri.

Peserta program belajar mandiri meskipun mempunyai kebebasan untuk belajar tanpa harus menghadiri pertemuan secara klasikal, tetapi fakta di lapangan menunjukkan betapa pentingnya melakukan tatap muka belajar bersama dengan teman sejawat lainnya. Memang langkah awal dalam belajar mandiri peserta harus berusaha untuk memahami isi pelajaran sendiri, memecahkan kesulitan sendiri, mencari sumber informasi sendiri dan dituntut untuk mempunyai kreativitas dan inisiatif sendiri. Manakala mahasiswa pendidikan jarak jauh sudah memiliki kemandirian yang dihasilkan dari belajar mandiri itu, maka kemandirian tersebut diharapkan dapat menjadi modal dasar untuk dapat melakukan komunikasi dengan orang lain. Karena sistem belajar mandiri inilah, maka strategi pembelajarannya pun harus dengan jelas diarahkan untuk dapat menjadikan peserta belajar mampu beraktivitas belajar secara aktif, kreatif, inovatif dan kolaboratif (Andamsari, 2000:26). Jadi bukan sekedar pentransferan ilmu saja.


(9)

Berdasarkan masalah tersebut di atas, perlu dikemukakan bahwa dalam pendidikan jarak jauh dapat ada bahkan perlu dan seringnya komunikasi langsung secara tatap muka manakala hal itu memperlancar proses pembelajaran, yang dilakukan baik antara peserta program dengan nara sumbernya maupun antarmahasiswa sendiri. Dalam kerangka untuk mengoptimalkan interaksi dan komuniaksi tersebut itulah, maka keterampilan sosial merupakan tujuan utama setelah peserta belajar dapat melakukan aktivitas belajar secara mandiri karena kemandirian merupakan basis utama untuk dapat melaksanakan keterampilan sosial. Pendidikan jarak jauh memberi kewenangan terhadap mahasiswa dalam hal (1) otonomi dan belajar mandiri; (2) interaksi dan komunikasi; serta (3) manajemen industri, artinya pendidikan jarak jauh harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat atau individu pasca industri.

Kemandirian pada pendidikan jarak jauh harus dilihat dengan kacamata yang berbeda dibandingkan dengan kemandirian secara umum, yaitu perlu dilihat dari berbagai sisi secara multidimesional (UT, 2004:188). Bentuk kemandirian pada pendidikan jarak jauh adalah kemandirian dalam belajar. Pendidikan jarak jauh telah menjadikan tempat bagi mereka yang memiliki kemampuan belajar mandiri tinggi untuk memenuhi kebutuhan belajarnya, sekaligus menyediakan sarana prasarana yang memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan kemandirian dalam belajar melalui sistem pendidikan yang menyediakan berbagai materi untuk dapat dipelajari secara mandiri atau melalui interaksi dengan orang lain. Namun, bagi mahasiswa dewasa yang sudah bekerja, biasanya hanya mempunyai sedikit waktu belajar. Oleh karena itu potensi yang


(10)

diberikan oleh lingkungan dan sistem pendidikan jarak jauh bagi pengelolaan waktu belajarnya perlu senantiasa diefektifkan agar dapat mencapai sasaran secara maksimal. Dengan demikian keterlibatan lembaga pendidikan jarak jauh dapat mendorong mahasiswa untuk memahami makna dari belajar mandiri.

Kemandirian dapat diartikan sebagai sifat dan sikap serta kemampuan yang dimiliki peserta program yang dalam hal ini adalah mahasiswa untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu kompetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya di dunia nyata. Sehubungan dengan kemandirian dalam belajar (Hiemstra, 1994) menggambarkan bahwa kemandirian dapat dilakukan dikarenakan: (1) naluri belajar mandiri sebenarnya sudah ada pada setiap orang; (2) belajar mandiri dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, termasuk untuk orang-orang yang sangat sibuk dengan pekerjaannya; (3) mahasiswa dapat menentukan sendiri waktu, strategi belajar serta materi dan tujuan yang ingin dicapainya; serta (4) belajar mandiri tidak hanya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, namun lebih kepada pemenuhan untuk dapat memecahkan masalah hidupnya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, setiap orang sebagai mahluk sosial dituntut untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Suparno (1997:46) menjelaskan bahwa ada hubungan langsung antara domain kognitif dengan sosial budaya. Kualitas berpikir mahasiswa dibangun dari aktivitas belajar secara mandiri, sedangkan aktivitas sosial dikembangkan dalam bentuk kerjasama antarmahasiswa. Kemampuan memecahkan masalah-masalah sosial menurut Joice and Weil (2000:


(11)

64), memerlukan keterampilan sosial yang harus berorientasi kepada sadar nilai personal, sosial dan kultural. Dari pernyataan tersebut dapat dikemukakan bahwa sadar nilai personal yang dimaksud dapat dikategorikan sebagai tingkat kemandirian seseorang yang dapat dijadikan ukuran dalam melangkah ke jenjang berikutnya yaitu menuju kepada aktivitas kerjasama sebagai salah satu tujuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

Pendidikan IPS menurut Jarolimek (1977:5) dikemukakan sebagai berikut: “The major mission of social studies education is to help learn about the social world in which they live and how it got that way; to learn to cope with social realities and to develop the knowledge, attitudes, and skills needed to help shape an enlightened humanity”.

Misi utama Pendidikan IPS adalah membantu mempelajari tentang lingkungan sosial di mana peserta tinggal berdasarkan kebiasaannya; untuk membangun realitas sosial dan mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berguna di masyarakat. Tentang pengetahuan, sikap dan kemandirian, Hidayanto (2001). menjabarkannya dalam empat pilar sebagai: pengetahuan, keterampilan, kemandirian dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dan bekerjasama. Keempat pilar tersebut, merupakan pilar-pilar belajar dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran yang bertujuan pada hasil belajar aktual yang diperlukan dalam kehidupan manusia. UNESCO (1996); (Sindhunata, 2000:54) merekomendasikan “empat pilar pembelajaran”, yaitu program pembelajaran yang diberikan hendaknya mampu memberikan kesadaran kepada masyarakat sehingga mau dan mampu belajar (learning to know or learning to


(12)

learn). Bahan belajar yang dipilih hendaknya mampu memberikan suatu pekerjaan alternatif kepada peserta belajarnya (learning to do), dan mampu memberikan motivasi untuk hidup dalam era sekarang dan memiliki orientasi hidup ke masa depan (learning to be). Pembelajaran tidak cukup hanya diberikan dalam bentuk keterampilan untuk dirinya sendiri, tetapi juga keterampilan untuk hidup bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan hidup dalam pergaulan antar bangsa-bangsa dengan semangat kesamaan dan kesejajaran (learning to live together) (Delors, 1996:21). Oleh karena itu, empat pilar belajar tersebut tidak dapat dilihat sebagai suatu yang berdiri sendiri, melainkan keempatnya merupakan suatu garis kontinum dalam proses pencapaiannya, tetapi di sisi lain dapat berbentuk hirarki karena kemampuan di bawahnya merupakan prasyarat bagi kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan tertinggi dan terakhir merupakan akumulasi dari kemampuan-kemampuan di bawahnya.

Belajar untuk mengetahui menjadi basis bagi belajar untuk melakukan; belajar untuk dapat melakukan merupakan basis bagi belajar untuk mandiri; belajar untuk mandiri merupakan basis bagi belajar untuk bekerjasama. Mengetahui, dapat melakukan, mandiri dan kemampuan bekerjasama merupakan kesatuan dan prasyarat bagi individu untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Hubungan antarpilar tersebut dapat dijelaskan bahwa tidak semua individu yang tahu dapat melakukan dalam arti memiliki keterampilan. Keterampilan harus dilakukan melalui pengalaman, termasuk keterampilan sosial perlu interaksi dan komunikasi.


(13)

Keterampilan sosial mempunyai fungsi sebagai sarana untuk memperoleh hubungan baik dalam berinteraksi dengan orang lain (Cartledge and Milburn, 1992:3). Terlebih, sehubungan dengan penelitian ini mengenai pendidikan jarak jauh, maka keterampilan sosial mahasiswa merupakan solusi dalam memecahkan masalah sosial yang memang sering mengalami kendala dalam bersosialisasi dengan individu lain baik dengan pengajar, teman sejawat bahkan masyarakat luas. Komunitas belajar (learning community) yang dibangun secara bersama-sama atau berkelompok dalam rangka mempertinggi kuantitas pertemuan tatap muka dari individu-individu yang memiliki kemandirian yang tangguh, diyakini dapat berpengaruh terhadap efektivitas pengembangan keterampilan sosial yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengetahuan dan gagasan agar prestasi belajar dapat ditingkatkan. Dengan demikian keterampilan sosial (social skill) sesuai esensi fungsi pendidikan IPS, diharapkan dapat menyiapkan mahasiswa jarak jauh sebagai anggota masyarakat yang memiliki moral, kesadaran, partisipasi, inovasi dan mampu memecahkan masalah sosial serta mampu bertingkah laku sesuai nilai-nilai sosial. Hal ini sejalan dengan isi Pendidikan IPS yang bermuatan ilmu sosial, nilai kebudayaan, partisipasi dalam masyarakat (masalah sosial) dan skills yang akan dikembangkan, terdiri atas keterampilan personal, keterampilan berinteraksi dan keterampilan sosial (NCSS, 1989:149).

Sementara itu, seperti sudah dikemukakan terdahulu, kemandirian belajar mahasiswa yang bertujuan mampu beraktivitas belajar secara aktif, kreatif, dan inovatif, dapat digali melalui potensi diri yang dikembangkan berdasarkan


(14)

dimensi-dimensi. Oleh karena itu, penelitian ini dirancang dengan memfokuskan telaah pada pengaruh kemandirian belajar dalam dimensi otonomi pribadi (personal autonomy), tanggung jawab (responsibility), manajemen diri (self management), monitoring diri (self monitoring), dan pendalaman diri (self digesting) terhadap keterampilan sosial peserta program pendidikan jarak jauh. Dari kondisi tersebut, dapat diidentifikasi beberapa hal sebagai berikut. (1) Apakah gejala-gejala terbatasnya mengimplementasikan keterampilan sosial mahasiswa karena adanya ”jarak transaksi” merupakan suatu fenomena umum yang terjadi pada mahasiswa pendidikan jarak jauh?; (2) Apakah kemandirian mahasiswa berpengaruh terhadap pengembangan keterampilan sosial?.

B. RUMUSAN MASALAH

Latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas mengantarkan kepada rumusan permasalahan dalam penelitian sebagai berikut. ”Bagaimana pengaruh kemandirian belajar dalam sistem pendidikan jarak jauh terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD?”.

Permasalahan pokok penelitian tersebut kemudian dirinci menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Apakah kemandirian belajar dalam dimensi otonomi pribadi (personal autonomy) pada pendidikan jarak jauh berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD?


(15)

2. Apakah kemandirian belajar dalam dimensi tanggung jawab (responsibility) pada pendidikan jarak jauh berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD?

3. Apakah kemandirian belajar dalam dimensi manajemen diri (self management) pada pendidikan jarak jauh berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD?

4. Apakah kemandirian belajar dalam dimensi monitoring diri (self monitoring) pada pendidikan jarak jauh berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD?

5. Apakah kemandirian belajar dalam dimensi pendalaman diri (self digesting) pada pendidikan jarak jauh berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD?

6. Apakah secara bersama-sama sub variabel kemandirian belajar dalam pendidikan jarak jauh: otonomi pribadi (personal autonomy), tanggung jawab (responsibility), manajemen diri (self management), monitoring diri (self monitoring), dan pendalaman diri (self digesting) berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD?

C. PEMBATASAN MASALAH

Konsep-konsep mengenai kemandirian dan keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD dalam pendidikan jarak jauh merupakan masalah yang luas, sukar untuk membuat penelitian yang mengungkap semua masalah tersebut dalam waktu yang bersamaan. Kesukaran peneliti untuk mengungkap permasalahan yang ada


(16)

disebabkan keterbatasan dalam hal waktu, dana dan tenaga. Oleh karena itu untuk melaksanakan suatu penelitian yang lebih terarah dan mendalam, maka diperlukan pembatasan masalah sebagai berikut.

Pertama, kemandirian mahasiswa dalam pendidikan jarak jauh memiliki karakteristik yang dirumuskan para ahli secara beragam. Dalam konteks penelitian ini, karakteristik kemandirian dalam jarak jauh dibatasi pada kemandirian dalam dimensi otonomi pribadi (personal autonomy), tanggung jawab (responsibility), manajemen diri (self management), monitoring diri (self monitoring), dan pendalaman diri (self digesting), sehingga dalam penelitian ini, kemandirian dilihat sebagai suatu kondisi kiat belajar yang menerapkan seluruh dimensi tersebut, dan juga dilihat karakteristik masing-masing dimensinya. Hal ini dilakukan untuk melihat dimensi mana yang dominan dan kurang dominan pada tingkat kemandirian mahasiswa dalam pendidikan jarak jauh, sebagai bahan masukan untuk pengembangan keterampilan sosial secara efektif dalam pendidikan jarak jauh, khususnya di lingkungan UPBJJ-UT Bandung.

Kedua, aspek keterampilan sosial menurut Bell (2007) terdiri atas (1) communication, (2) assertion, (3) empathy, dan (4) self-control. Canney (2006:35) mengemukakan keterampilan sosial terdiri dari empat bagian: (1) keterampilan dasar, mencakup observasi, kontak mata, bahasa tubuh, ekspresi muka; (2) keterampilan berinteraksi, yaitu inisiatif percakapan, refleksi balik, mengambil alih interaksi; (3) keterampilan afektif mencakup mengenal perasaan satu sama lain, kepercayaan, pengungkapan; (4) keterampilan kognitif yaitu persepsi sosial, pemecahan masalah. Selain itu, keterampilan sosial menurut Jarolimek (1977:208)


(17)

meliputi tiga aspek: bekerja sama, kontrol diri dan sharing atau tukar gagasan. Sesuai dengan spektrum kajian dan konteks penelitian ini, maka permasalahan keterampilan sosial pada mahasiswa belajar jarak jauh dibatasi pada keterampilan berkomunikasi, keterampilan bekerja sama, asertif, empati dan pengendalian diri.

D. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh kemandirian belajar dalam pendidikan jarak jauh terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh masing-masing dimensi kemandirian dalam pendidikan jarak jauh terhadap pengembangan keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD. Oleh karena itu, secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hipótesis dan menemukan sebagai berikut.

a. Pengaruh kemandirian belajar dalam dimensi otonomi pribadi (personal autonomy) pada pendidikan jarak jauh terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD

b. Pengaruh kemandirian belajar dalam dimensi tanggung jawab (responsibility) pada pendidikan jarak jauh terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD


(18)

c. Pengaruh kemandirian belajar dalam dimensi manajemen diri (self management) pada pendidikan jarak jauh terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD

d. Pengaruh kemandirian belajar dalam dimensi monitoring diri (self monitoring) pada pendidikan jarak jauh terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD e. Pengaruh kemandirian belajar dalam dimensi pendalaman diri (self digesting)

pada pendidikan jarak jauh terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD f. Pengaruh secara bersama-sama sub variabel kemandirian belajar dalam

pendidikan jarak jauh: otonomi pribadi (personal autonomy), tanggung jawab (responsibility), manajemen diri (self management), monitoring diri (self monitoring), dan pendalaman diri (self digesting) terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD

E. SIGNIFIKANSI DAN KONTRIBUSI PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan signifikansi dan kontribusi sebagai berikut.

1. Memberikan sumbangan bagi pengembangan keterampilan sosial mahasiswa khususnya mahasiswa S1 PGSD UT sebagai hasil sistem pendidikan jarak jauh dalam konteks pendidikan IPS yang bertujuan menjadikan mahasiswa sebagai warga negara yang mempunyai keterampilan sosial dalam berkomunikasi, bekerja sama, asertif, berempati dan dapat mengendalikan diri

2. Memberikan masukan bagi para perancang dan pengelola sistem pendidikan jarak jauh atau Universitas Terbuka untuk mengembangkan sistem


(19)

keterampilan sosial sebagai salah satu unsur penting dari sistem pendidikan jarak jauh dalam hal mengantisipasi kesulitan mahasiswa dalam berinteraksi dengan orang lain

3. Berguna bagi rintisan untuk penelitian lebih lanjut mengenai kemandirian sebagai modal untuk memiliki keterampilan sosial dalam sistem pendidikan jarak jauh

4. Menjadi bahan bagi pengambil kebijakan para penentu keputusan dalam meningkatkan sistem pendidikan jarak jauh sebagai upaya untuk membina dan mengembangkan pendidikan dalam menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki keterampilan sosial dalam kondisi yang kompetitif dan sekaligus menuntut kemampuan kerjasama dengan semua pihak.

5. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi untuk pengembangan pendidikan jarak jauh

F. KERANGKA PEMIKIRAN

Paradigma dalam penelitian ini, sebagaimana dikemukakan oleh Creswell (1994:15) adalah pandangan atau asumsi yang berdasarkan pelatihan dan pengalaman, kematangan psikologis, masalah yang alami, dan faktor obyek penelitian. Dalam suatu paradigma diperlukan satu spesifik metode yang digunakan. Jadi, paradigma penelitian dalam hal ini diartikan sebagai pola pikir yang menunjukkan hubungan antara variabel yang akan diteliti.

Atas dasar pemikiran di atas, maka kerangka berfikir dalam penelitian ini difokuskan kepada pengaruh kemandirian belajar dalam sistem pendidikan jarak


(20)

jauh terhadap upaya mengembangkan keterampilan sosial mahasiswa. Berdasarkan deskripsi teoritis tesebut, maka dapat dibangun kerangka pemikiran seperti dikemukakan pada gambar 1.1

Gambar 1.1

Kerangka Pemikiran Penelitian

Pendidikan Sepanjang Hayat (Life Long Education) dan Pendidikan untuk

Semua (Education for All)

 Perubahan ilmu dan teknologi  Peluang pendidikan orang dewasa

dan mandiri

 Sistem pendidikan fleksibel Kecenderungan Pendidikan Jarak Jauh

sebagai implikasi Life Long Education  Pemenuhan kebutuhan belajar

mandiri (individual and independent learning)

 Upaya pemerataan Pendidikan dalam bentuk pendidikan masal (mass education)

 Salah satu alternatif Pembelajaran (flexible)

Realita di Indonesia ada:  Jarak transaksi

 Keterbatasan Sistem Pendidikan Tatap Muka (Konvensional)

Pendidikan berbasis tatap muka membatasi daya tampung dan daya

jangkau Studi Empirik: Pengaruh Kemandirian dalam Pendidikan Jarak Jauh terhadap Pengembangan Keterampilan Sosial Mahasiswa S1 PGSD Kajian Teori Kemandirian Belajar dan Keterampilan Sosial

Orang yang memiliki tingkat kemandirian yang tinggi adalah orang yang mampu mengontrol proses belajar, menggunakan berbagai sumber belajar, memiliki motivasi internal dan mampu mengatur waktu (Guglielmino, 1991)

Kemandirian belajar dalam Pendidikan Jarak Jauh memiliki dimensi otonomi pribadi, tanggung jawab, manajemen diri, monitoring diri, pendalaman diri (Candy, 1994)

KETERAMPILAN SOSIAL


(21)

G. ASUMSI YANG MELANDASI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan atas dasar asumsi sebagai berikut:

1. Sistem belajar jarak jauh merupakan suatu pembelajaran yang dirancang khusus sehingga memberi keleluasaan kepada mahasiswa untuk dapat memilih dan menetapkan sendiri cara belajar, sehingga berkaitan dengan perilaku mahasiswanya.

2. Prinsip belajar mandiri yang menjadi fokus sistem belajar jarak jauh telah menuntut mahasiswa dalam posisi yang harus siap belajar mandiri. Belajar mandiri dianggap sebagai ketrampilan hidup yang harus dikuasai setiap individu (Chaeruman, 2003:87). Apa yang dipelajarinya hendaknya berguna bagi dirinya. Dalam konteks Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, keterampilan tersebut mencakup (1) keterampilan berpikir, (2) keterampilan akademik, (3) keterampilan ilmiah, khususnya ilmu-ilmu sosial, dan (4) keterampilan sosial (Banks, 1990:6).

3. Peserta belajar mandiri sebagai produk dari sistem pendidikan jarak jauh sangatlah penting dan dibutuhkan dalam abad ini. Kemandirian terbentuk karena kebutuhan atau motivasi yang timbul dari diri individu. Fokus penelitian ini adalah tingkat kemandirian yang ditunjukkan mahasiswa dalam menerapkan otonomi pribadi, tanggung jawab, manajemen diri, monitoring diri, dan pendalaman diri dalam belajar.

4. Keterampilan sosial merupakan suatu kebutuhan peserta belajar jarak jauh dalam memenuhi kekurangannya akan interaksi sosial belajar, baik antara mahasiswa dengan tutor, mahasiswa dengan mahasiswa, atau mahasiswa


(22)

dengan penyelenggara pendidikan jarak jauh, sehingga pengelolaannya harus tetap ditangani oleh mereka yang memiliki motivasi untuk melayani orang lain melalui komunikasi yang baik agar dapat mempertahankan nilai-nilai hubungan kemanusiaan (Moore, 1997:22). Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan melalui apa yang dinamakan keetrampilan sosial. Keterampilan sosial mempunyai tiga sub bagian, yaitu: (1) Living and working together, taking turns, respecting the rights of others, and being socially sencitive (Hidup dan bekerjasama, respek terhadap aturan dan memahami sensitivitas sosial), (2) Learning self control and self direction (Belajar kendali diri dan memimpin diri sendiri), dan (3) Sharing ideas and experiences with others (Saling tukar gagasan dan pengalaman dengan orang lain) (Jarolimek, 1977:208).

H. HIPOTESIS

Hipotesis penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Kemandirian belajar dalam dimensi otonomi pribadi (personal autonomy) pada pendidikan jarak jauh memiliki pengaruh secara signifikan terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD

2. Kemandirian belajar dalam dimensi tanggung jawab (responsibility) pada pendidikan jarak jauh memiliki pengaruh secara signifikan terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD


(23)

3. Kemandirian belajar dalam dimensi manajemen diri (self management) pada pendidikan jarak jauh memiliki pengaruh secara signifikan terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD

4. Kemandirian belajar dalam dimensi monitoring diri (self monitoring) pada pendidikan jarak jauh memiliki pengaruh secara signifikan terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD

5. Kemandirian belajar dalam dimensi pendalaman diri (self digesting) pada pendidikan jarak jauh memiliki pengaruh secara signifikan terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD

6. Secara bersama-sama sub variabel kemandirian belajar dalam pendidikan jarak jauh: otonomi pribadi (personal autonomy), tanggung jawab (responsibility), manajemen diri (self management), monitoring diri (self monitoring), dan pendalaman diri (self digesting) memiliki pengaruh secara signifikan terhadap keterampilan sosial mahasiswa S1 PGSD

I. VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL 1. Variabel Penelitian

Sesuai perumusan masalah dan pertanyaan penelitian, pola hubungan antarvariabel independen otonomi pribadi, tanggung jawab, manajemen diri, pemantauan diri, dan pendalaman diri dengan keterampilan sosial mahasiswa pendidikan jarak jauh dapat digambarkan sebagai berikut.


(24)

Variabel Independen

Variabel Dependen

Gambar 1.2 Hubungan Antarvariabel

Secara lebih rinci variabel-variabel dan indikator-indikator penelitian dijelaskan pada tabel 1.1. berikut ini.

Kemandirian belajar dalam dimensi otonomi pribadi

(Variabel X1)

Kemandirian belajar dalam dimensi tanggung jawab

(Variabel X2)

Kemandirian belajar dalam dimensi manajemen diri

(Variabel X3)

Kemandirian belajar dalam dimensi monitoring diri

(Variabel X4)

Kemandirian belajar dalam dimensi pendalaman diri

(Variabel X5)

Keterampilan Sosial Mahasiswa (Variabel Y)


(25)

Tabel 1.1

Variabel dan Indikator Penelitian VARIABEL

PENELITIAN

SUB VARIABEL

PENELITIAN INDIKATOR

Kemandirian Belajar Variabel X Kemandirian dalam dimensi otonomi pribadi (personal autonomy) (Variabel X1)

1. Mandiri dalam menunjukkan kepercayaan atas kemampuan diri 2. Mandiri dalam memotivasi dari

dalam diri sendiri

3. Mandiri dalam menentukan pilihan

4. Mandiri dalam berinisiatif dan kreatif

5. Mandiri dalam melaksanakan disiplin diri

Kemandirian dalam dimensi tanggung jawab (responsibility) (Variabel X2)

1. Mandiri dalam mengerjakan tugas yang diterima

2. Mandiri dalam mempertanggung jawabkan kemampuan berpikir dan bertindak

3. Mandiri dalam bertanggung jawab atas kesempatan belajarnya

sendiri

4. Mandiri dalam bertanggung jawab untuk mengambil keputusan dalam usaha belajarnya Kemandirian

dalam dimensi manajemen diri (self management) (Variabel X3)

1. Mandiri dalam mengelola potensi dan kapasitas belajar yang

dimiliki mahasiswa

2. Mandiri dalam mengelola setting/ waktu belajar

3. Mandiri dalam mengelola sumber belajar

4. Mandiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi (self efficacy)

Kemandirian dalam dimensi monitoring diri (self monitoring) (Variabel X4)

1. Mandiri dalam mendiagnosa kebutuhan belajarnya sendiri 2. Mandiri dalam memonitor tujuan

belajarnya sendiri

3. Mandiri dalam memonitor strategi belajar

4. Mandiri dalam memonitor evaluasi pembelajaran

5. Mandiri dalam pengendalian diri (locus of control)


(26)

Kemandirian dalam dimensi pendalaman diri (self digesting) (Variabel X5)

1. Mandiri dalam keterkaitan dengan kenyataan hidup (kontekstual) 2. Mandiri dalam beradaptasi

dengan perubahan (belajar terus menerus)

3. Mandiri dalam berkolaborasi dengan orang lain (kolaboratif) 4. Mandiri dalam mengatur diri (self

regulation) Keterampilan Sosial (Social Skill)

Variabel Y

Kerjasama (cooperation) Komunikasi (communication) Asertif/tegas (assertiveness) Empati (emphaty)

Pengendalian diri (self control)

Untuk mengukur variabel kemandirian belajar digunakan kuesioner Self-Directed Learning Readiness Scale (SDLRS) yang dikembangkan oleh Guglielmino (terjemahan Darmayanti, 1993) dan diadakan penyesuaian dengan kebutuhan penelitian. Variabel keterampilan sosial mengakomodasi (1) The Matson Evaluation of Social Skills with Youngsters (MESSY) (Teodoro, 2005) dan Social Skill Rating Scale (Goldstein and Pollock, 1988), dan (2) SSIS (Social Skills Rating System) (2008) yang disesuaikan dengan konteks penelitian.

2. Definisi Operasional

a. Kemandirian belajar dalam Pendidikan Jarak Jauh (Variabel X)

Kemandirian belajar pada pendidikan jarak jauh dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan yang mengkondisikan mahasiswa untuk dapat memiliki karakter-karakter mandiri melalui belajar mandiri. Belajar mandiri menurut Knowles (1975:2) sebagai suatu proses belajar dimana setiap individu


(27)

dapat mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain. Kemandirian belajar dalam pendidikan jarak jauh ini adalah kemandirian dalam dimensi otonomi pribadi (personal autonomy), tanggung jawab (responsibility), manajemen diri (self management), monitoring diri (self monitoring), dan pendalaman diri (self digesting).

1) Kemandirian Belajar dalam Dimensi Otonomi Pribadi (Personal Autonomy) (Variabel X1)

Kemandirian belajar dalam dimensi otonomi pribadi (personal autonomy) adalah kemampuan yang mengkondisikan mahasiswa untuk dapat melakukan proses belajarnya sendiri tanpa bantuan orang lain, mempunyai kekuatan kemauan, berdisiplin diri dan melihat dirinya sendiri sebagai orang yang mandiri. Indikator kemandirian pada pendidikan jarak jauh dalam dimensi ini meliputi: (a) mandiri dalam menunjukkan kepercayaan atas kemampuan diri, (b) mandiri dalam memotivasi dari dalam diri sendiri, (c) mandiri dalam menentukan pilihan, dan (d) mandiri dalam berinisiatif dan kreatif, (e) mandiri dalam melaksanakan disiplin diri. Konsep-konsep tersebut diadopsi dari Candy (1991), Garrison (1997), Hiemstra (1994), dan Knowles (1975). Variabel ini diukur dengan instrumen kuesioner/angket berupa pertanyaan atau pernyataan yang dijawab oleh mahasiswa peserta belajar jarak jauh berdasarkan pengalaman sebagai mahasiswa Universitas Terbuka UPBJJ Bandung. Instrumen dikonstruksi oleh peneliti sendiri, dan diaplikasikan sesudah diuji validitas dan reliabilitasnya.


(28)

(Variabel X2)

Kemandirian belajar dalam dimensi tanggung jawab (responsibility) adalah kemampuan yang mengkondisikan mahasiswa untuk dapat berani menerima tanggung jawab untuk berinisiatif dan berperan aktif dalam mengatur sendiri proses belajarnya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya tanpa selalu tergantung kepada orang lain.

Indikator kemandirian pada pendidikan jarak jauh dalam dimensi ini meliputi: (a) mandiri dalam mengerjakan tugas yang diterima, (b) mandiri dalam mempertanggung jawabkan kemampuan berpikir dan bertindak, (c) mandiri dalam bertanggung jawab atas kesempatan belajarnya sendiri, (d) mandiri dalam bertanggung jawab untuk mengambil keputusan dalam usaha belajarnya. Konsep-konsep tersebut diadopsi dari Candy (1991), Garrison (1997), Hiemstra (1994), dan Knowles (1975). Variabel ini diukur dengan instrumen kuesioner/angket berupa pertanyaan atau pernyataan yang dijawab oleh mahasiswa peserta belajar jarak jauh berdasarkan pengalaman sebagai mahasiswa Universitas Terbuka UPBJJ Bandung. Instrumen dikonstruksi oleh peneliti sendiri, dan diaplikasikan sesudah diuji validitas dan reliabilitasnya.

3) Kemandirian Belajar dalam Dimensi Manajemen Diri (Self Management) (Variabel X3)

Kemandirian belajar dalam dimensi manajemen diri adalah proses kemampuan yang mengkondisikan mahasiswa agar dapat mengelola sendiri proses belajarnya dengan menggunakan berbagai strategi belajar mandiri.


(29)

Indikator kemandirian pada pendidikan jarak jauh dalam dimensi ini meliputi: (a) mandiri dalam mengelola potensi dan kapasitas belajar yang dimiliki mahasiswa, (b) mandiri dalam mengelola seting atau waktu belajar, (c) mandiri dalam mengelola sumber belajar, (d) mandiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi (self efficacy). Konsep-konsep tersebut diadopsi dari Candy (1991), Garrison (1997), Hiemstra (1994), dan Knowles (1975). Variabel ini diukur dengan instrumen kuesioner/angket berupa pertanyaan atau pernyataan yang dijawab oleh mahasiswa peserta belajar jarak jauh berdasarkan pengalaman sebagai mahasiswa Universitas Terbuka UPBJJ Bandung. Instrumen dikonstruksi oleh peneliti sendiri, dan diaplikasikan sesudah diuji validitas dan reliabilitasnya.

4) Kemandirian Belajar dalam Dimensi Monitoring Diri (Self Monitoring) (Variabel X4)

Kemandirian belajar dalam dimensi monitoring diri adalah kemampuan yang mengkondisikan mahasiswa untuk dapat memiliki kesempatan mengatur proses belajar yang dilakukan dengan cara mengadakan pemantauan (monitor) terhadap belajar tersebut. Indikator kemandirian pada pendidikan jarak jauh dalam dimensi ini meliputi: (a) mandiri dalam mendiagnosa kebutuhan belajarnya sendiri, (b) mandiri dalam memonitor tujuan belajarnya sendiri, (c) mandiri dalam memonitor strategi belajar, (d) mandiri dalam memonitor evaluasi pembelajaran, (e) mandiri dalam pengendalian diri (locus of control). Konsep-konsep tersebut diadopsi dari Candy (1991), Garrison (1997), Hiemstra (1994), dan Knowles (1975). Variabel ini diukur dengan instrumen kuesioner/angket berupa pertanyaan


(30)

atau pernyataan yang dijawab oleh mahasiswa peserta belajar jarak jauh berdasarkan pengalaman sebagai mahasiswa Universitas Terbuka UPBJJ Bandung. Instrumen dikonstruksi oleh peneliti sendiri, dan diaplikasikan sesudah diuji validitas dan reliabilitasnya.

5) Kemandirian Belajar dalam Dimensi Pendalaman Diri (Self Digesting) (Variabel X5)

Kemandirian belajar dalam dimensi pendalaman diri adalah kemampuan yang mengkondisikan mahasiswa untuk dapat mempunyai keterampilan memperdalam sendiri proses belajarnya dengan cara menggali sendiri wawasan pengetahuannya secara proaktif tidak menunggu instruksi dari pihak lain, agar dapat dirasakan sendiri aplikasinya bagi kehidupannya. Indikator kemandirian pada pendidikan jarak jauh dalam dimensi ini meliputi: (a) mandiri dalam keterkaitan dengan kenyataan hidup (kontekstual), (b) mandiri dalam beradaptasi dengan perubahan (belajar terus menerus), (c) mandiri dalam berkolaborasi dengan orang lain (kolaboratif), (d) mandiri dalam mengatur diri (self regulation). Konsep-konsep tersebut diadopsi dari Candy (1991), Garrison (1997), Hiemstra (1994), dan Knowles (1975). Variabel ini diukur dengan instrumen kuesioner/angket berupa pertanyaan atau pernyataan yang dijawab oleh mahasiswa peserta belajar jarak jauh berdasarkan pengalaman sebagai mahasiswa Universitas Terbuka UPBJJ Bandung. Instrumen dikonstruksi oleh peneliti sendiri, dan diaplikasikan sesudah diuji validitas dan reliabilitasnya.


(31)

Keterampilan sosial dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai kemampuan mahasiswa untuk melakukan sosialisasi dan berinteraksi dengan pihak lain, baik dengan teman sejawat, dengan nara sumber maupun dengan penyelenggara pendidikan jarak jauh untuk menyelesaikan masalah proses belajarnya. Mahasiswa pendidikan jarak jauh yang memiliki keterampilan sosial ditunjukkan oleh kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara jelas dan meyakinkan, membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok, memulai dan mengelola perubahan, bernegosiasi dan mengatasi silang pendapat, bekerja sama untuk tujuan bersama, dan menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan kepentingan bersama dalam belajar. Variabel ini meliputi indikator-indikator:(1) kerjasama (cooperation), (2) komunikasi (communication), (3) asertif/tegas (assertiveness), (4) empati (emphaty), (5) pengendalian diri (self control). Konsep-konsep tersebut diadopsi dari Fraenkel (1977:6), Jarolimek and Parker (1972:15), dan Hasan (1996:116). Variabel ini diukur dengan instrumen kuesioner/angket berupa pertanyaan atau pernyataan yang dijawab oleh mahasiswa peserta belajar jarak jauh berdasarkan pengalaman sebagai mahasiswa Universitas Terbuka UPBJJ Bandung. Instrumen dikonstruksi oleh peneliti sendiri, dan diaplikasikan sesudah diuji validitas dan reliabilitasnya. Indikator pengukuran ini diadopsi dari Social Skill Rating Scale (SSRS) yang dikembangkan Cartledge and Milburn (1992) serta dikembangkan oleh Goldstein and Pollock (1988).


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.PENDEKATAN PENELITIAN

Penelitian ini mengkaji pengaruh kemandirian belajar terhadap keterampilan sosial mahasiswa Pendidikan Jarak Jauh, merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode Survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu kelompok populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang secara representatif untuk dianalisis dan dapat digeneralisir (Gall and Gall, 2003:223, Singarimbun dan Effendi, 1989:3). Penelitian survei yang dimaksud adalah bersifat penjelasan (explanatory atau confirmatory), yakni untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis (Singarimbun dan Effendi,1989:4). Melalui metode ini diperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian, sebagaimana pendapat Creswell (1994:117) bahwa, “Sebuah rancangan survei berisikan gambaran kuantitatif dari beberapa populasi dan sampel melalui proses pengumpulan data dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan. Pengumpulan data ini pada akhirnya membuat peneliti dapat menggeneralisasikan temuan-temuan dari respon-respon sampel dalam sebuah populasi. Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis untuk memudahkan menemukan pengaruh (kontribusi) antara variabel bebas terhadap variabel terikat berdasarkan fakta dan data yang sudah terjadi (ex post facto). Sehingga penelitian dilakukan tanpa ada sesuatu perlakuan (treatment) apapun dari peneliti. Data yang dikumpulkan digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik dari populasi tertentu.


(33)

Untuk melengkapi data penelitian, ditambahkan data dari hasil wawancara dan dokumentasi yang relevan. Pendapat yang membenarkan adanya penambahan melalui informasi pelengkap dengan wawancara ini dikemukakan oleh Kerlinger (2000:769) yang menyatakan: “…wawancara itu dapat digunakan sebagai penopang atau pelengkap metode lain, tindak lanjut dalam menghadapi hasil yang tak terduga/terharapkan, memvalidasikan metode-metode lain, menyelami lebih dalam, memotivasi responden serta alasan-alasan responden memberikan jawaban dengan cara tertentu“. Meskipun demikian, sudah tentu kuesioner merupakan instrumen utama sebagaimana dikemukakan Singarimbun dan Effendi (1989:9) bahwa penelitian kuantitatif yang menggunakan kuesioner yang disiapkan sebelumnya dapat menggambarkan fenomena sosial yang disajikan menjadi jelas.

B.PROSEDUR PENELITIAN

Dalam rangka mencapai tujuan penelitian yang diharapkan, disusun prosedur penelitian dengan sistematika tertentu, sebagai berikut:

1. Perumusan masalah

2. Pengkajian dan studi terhadap penelitian dalam bidang yang sama yang telah dilakukan terdahulu yang mencakup teori-teori tentang sikap kemandirian belajar dalam pendidikan jarak jauh dan keterampilan sosial

3. Penyusunan hipotesis

4. Penyusunan instrumen pengumpulan data sesuai dengan variabel yang telah dirumuskan serta landasan dan kerangka teoritik


(34)

5. Pemilihan unit analisis penelitian, yaitu wilayah kerja UPBJJ UT Bandung yang tersebar di 20 kabupaten/kota di Jawa Barat. Kemudian dilanjutkan dengan pemilihan subyek/responden penelitian yaitu dari mahasiswa program S1 PGSD di wilayah kerja UPBJJ UT Bandung tersebut

6. Pengumpulan data melalui kuesioner, dilengkapi wawancara dan dokumentasi 7. Pengolahan data dengan cara melakukan verifikasi, pengolahan data statistik,

analisis dan interpretasi hasil penelitian 8. Pengujian hipotesis

9. Perumusan temuan penelitian dan kesimpulan hasil penelitian Secara grafis, alur penelitian tersebut digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Alur prosedur penelitian Penyusunan

instrumen penelitian

Penyusunan Hipotesis

Pengkajian

Perumusan Masalah Pemilihan unit

analisis penelitian Pengumpulan data

Pengolahan data

Perumusan hasil penelitian

Kesimpulan dan Rekomendasi


(35)

C. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa program S1 PGSD semester IX di wilayah kerja UPBJJ UT Bandung masa registrasi 2008.1 Populasi tersebut dipilih karena memiliki karakteristik yang terkait dengan tujuan penelitian, yaitu: (1) mahasiswa S1 PGSD semester IX ini adalah mahasiswa yang telah menempuh pembelajaran menjelang akhir perkuliahan dari 10 semester yang harus ditempuh, sehingga diharapkan sudah dapat mencapai tingkat kemandirian belajar yang optimal; (2) mahasiswa semester IX telah selesai menerima materi Pendidikan IPS mata kuliah Konsep Dasar IPS dan Pendidikan IPS di SD pada semester I dan mata kuliah Materi dan Pembelajaran IPS SD di semester VIII, sehingga keterampilan sosial sebagai upaya penerapan Pendidikan IPS tersebut yang harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana dirumuskan dalam penelitian ini diharapkan sudah dimiliki mahasiswa. Sesuai dengan standar kompetensi guru SD, kompetensi yang diharapkan dikuasai oleh lulusan Program S1 PGSD adalah sebagai berikut.

(1) Memiliki kesadaran dan berperilaku sebagai warga Negara berpendidikan tinggi yang agamis, demokratis, dan cerdas; (2) Menguasai disiplin ilmu yang berkaitan dengan substansi dan metodologi dasar keilmuan dari bahan ajaran lima mata pelajaran di SD; (3)Memahami karakteristik anak usia SD dalam penggalan usia tertentu, termasuk cara belajar, kemampuan awal, kesulitan belajar, serta latar belakang keluargadan masyarakat untuk menetapkan kebutuhan belajar anak usia SD dalam konteks kebhinekaan budaya; (4) Memiliki kemampuan dalam merancang, melaksanakan dan menilai pembelajaran yang mendidik yang mengacu pada pencapaian tujuan utuh pendidikan; (5) Mampu menemukan dan memecahkan permasalahan pembelajaran dalam rangka perbaikan pengelolaan pembelajaran secara sistematis dan ilmiah; (6) Memiliki kemampuan berkomunikasi secara sosial dan professional di lingkungan sejawat maupun masyarakat; serta (7) Mampu mengembangkan kemampuan profesional secara berkelanjutan (UT, 2007:158).


(36)

Berdasarkan data hasil wawancara dan studi dokumentasi di UPBJJ-UT Bandung diperoleh data bahwa pada masa registrasi 2008.1 terdapat program studi S1 PGSD yang tersebar di 20 kabupaten/kota wilayah kerja dengan jumlah mahasiswa sebanyak 15.511 orang. Khusus untuk semester IX jumlah mahasiswa sebanyak 4984 orang (UPBJJ-UT Bandung, 2008). UPBJJ-UT Bandung memiliki tiga wilayah perluasan yang meliputi Tasikmalaya, Cirebon dan Purwakarta, namun dalam konteks penelitian ini, penulis membagi wilayah kerja menjadi empat wilayah semata-mata untuk memudahkan penentuan sampel.

2. Sampel

Berdasarkan gambaran populasi di atas, maka subyek penelitian ini sangat besar dan tersebar luas secara geografis di seluruh wilayah kerja di Jawa Barat, oleh karena itu perlu dilakukan pengambilan sampel. Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Pengambilan sampel dilakukan menurut area/daerah sederhana (Simple Cluster Sampling) dengan prosedur yang dilakukan meliputi tahapan sebagai berikut:

Pertama, menentukan sampel wilayah. Pengambilan sampel didasarkan pada pembagian wilayah kerja UPBJJ-UT Bandung yang dibagi dalam 4 (empat) wilayah. Inilah yang menjadi unit analisis (lokasi) penelitian.


(37)

Gambar 3.2

Peta Wilayah Kerja UPBJJ UT Bandung Sumber: UPBJJ UT Bandung, 2008.

1. Wilayah kerja I (Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi)

2. Wilayah kerja II (Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Subang)

3. Wilayah kerja III (Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka)

4. Wilayah kerja IV (Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar)

Dari masing-masing wilayah kerja diambil secara acak perwakilan di antara kabupaten/kota yang ada untuk dijadikan sampel penelitian yakni: (1) Kota Bandung, (2) Kabupaten Bandung Barat; (3) Kabupaten Karawang, (4) Kota Bekasi, (5) Kabupaten Cirebon, (6) Kabupaten Indramayu, (7) Kabupaten


(38)

Majalengka. (8) Kabupaten Sumedang, (9) Kabupaten Garut, (10) Kabupaten Ciamis.

Kedua, menentukan sampel orang. Dari 10 kabupaten/kota terpilih terdapat jumlah keseluruhan mahasiswa S1 PGSD Semester IX yang telah mendapatkan materi IPS adalah 2883 orang. Dengan menggunakan tabel Krejcie-Morgan (1970); Sugiyono (2005:62) dengan tingkat kesalahan 5%, maka jumlah sampel penelitian ini adalah 338 orang. (lihat lampiran 3.1) Oleh karena masing-masing kabupaten/kota terpilih tersebut jumlah mahasiswanya tidak sama, maka teknik pengambilan sampel harus secara stratified Random Sampling. Dengan demikian sampel untuk setiap kabupaten atau kota harus proporsional, sehingga didapat perhitungan sebagai berikut.

(1) Kota Bandung, 89/2883 x 338 = 10,43 = 10 (2) Kabupaten Bandung Barat; 369/2883 x 338 = 43,26 = 43 (3) Kabupaten Karawang, 192/2883 x 338 = 22,51 =23 (4) Kota Bekasi Kabupaten, 75/2883 x 338 = 8,79 = 9 (5) Kabupaten Cirebon, 777/2883 x 338 = 91,09 = 91 (6) Kabupaten Indramayu, 235/2883 x 338 = 27,55 = 28 (7) Kabupaten Majalengka. 239/2883 x 338 = 28,02 = 28 (8) Kabupaten Sumedang, 158/2883 x 338 = 18,52 = 19 (9) Kabupaten Garut, 455/2883 x 338 = 53,34 = 53 (10) Kabupaten Ciamis. 294/2883 x 338 = 34,46 = 34 ---

338

Teknik pengambilan sampel secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut:


(39)

No

. Sumber Data

Teknik

Sampling Hasil

1. Unit analisis: UPBJJ-UT Bandung yang tersebar dalam 20 wilayah kerja di kabupaten/kota di Jawa Barat

Populasi: Mahasiswa Program S1 PGSD Smt IX masa registrasi 2008.1 berjumlah 4984 orang.

Cluster sampling

Dari 20 wilayah kerja di kabupaten/kota di Jawa Barat diambil 10 kabupaten/kota sebagai berikut.

Wilayah kerja I: Kabupaten Bandung, Kota Bandung Wilayah kerja II:

Kabupaten Karawang, Kota Bekasi

Wilayah kerja III (Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka) rja Wilayah kerja IV

Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis 2. Cluster unit analisis:

10 kabupaten/kota yang mewakili wilayah kerja UPBJJ UT Bandung

Proporsional Jumlah 10 kabupaten/kota dengan jumlah mahasiswa semester IX adalah 2883 orang. Sampel diambil dengan menggunakan tabel Krejcie-Morgan yaitu 338 orang

3. Sampel responden 338 mahasiswa dari 10 kabupaten/kota yang jumlah populasi masing-masing heterogen berstrata sehingga perlu dihitung sesuai formulasi Stratified Random Sampling Sampel responden

(mahasiswa) terpilih dari 10 kabupaten/kota tersebut

Gambaran sebaran sampel penelitian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.2 Sebaran Sampel Penelitian


(40)

Bandung terpilih mahasiswa S1 PGSD

Smt IX

sampel

Wilayah kerja I (Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi)

Kota Bandung 89 10

Kabupaten

Bandung Barat 369 43 Wilayah kerja II

(Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Subang)

Kabupaten

Karawang 192 23

Kota Bekasi 75 9

Wilayah kerja III (Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka) Kabupaten

Cirebon 777 91

Kabupaten

Indramayu, 235 28

Kabupaten

Majalengka. 239 28

Wilayah kerja IV

(Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut,

Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar

Sumedang 158 19

Kabupaten

Garut 455 53

Kabupaten

Ciamis 294

34 Jumlah 2883 338 Sumber: Diolah dari data UPBJJ-UT Bandung, masa registrasi 2008. D. Instrumen Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dengan instrumen angket, dengan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena atau gejala sosial yang terjadi. Pernyataan dalam kuesioner dijawab oleh responden


(41)

berbentuk skala Likert yang mempunyai gradasi nilai kisaran 1-5 dengan alternatif jawaban sebagai berikut : tidak pernah (=1), jarang (=2), kadang-kadang (=3), sering (=4), dan selalu (=5). Sebagai data pendukung dilakukan studi dokumentasi sesuai dengan kebutuhan dan wawancara untuk memperkaya analisis hasil penelitian angket.

1. Strategi Pengembangan Instrumen

Strategi pengembangan instrumen dilakukan melalui prosedur sebagai berikut.

a. Melakukan analisis deduktif, yaitu mengembangkan instrumen berdasarkan teori-teori yang relevan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Hal ini untuk memenuhi validitas isi (content validity), yaitu bahwa item-item instrumen mencerminkan domain konsep dari variabel yang akan diteliti. Untuk variabel-variabel kemandirian, instrumen yang digunakan diadaptasi dari yang sudah terstandar tetapi dimodifikasi sesuai kebutuhan penelitian, yaitu instrumen Self-Directed Learning Readiness Scale (SDLRS) yang dikembangkan oleh Guglielmino (1991) dan telah diterjemahkan oleh Darmayanti (1993) serta digunakan oleh Universitas Terbuka. Instrumen keterampilan sosial diadaptasi dari (a) Social Skill Rating Scale (SSRS) yang dikembangkan Cartledge and Milburn (1992) yang diterjemahkan oleh Adiyanti (1999) serta yang dikembangkan oleh Goldstein and Pollock (1988), (b) The Matson Evaluation of Social Skills with Youngsters (MESSY), dan (c) SSIS (Social Skills Rating System) Rating Scales (2008) yang disesuaikan dengan konteks penelitian.


(42)

b. Melakukan analisis induktif, dengan mengumpulkan data terlebih dahulu melalui penyebaran instrumen uji coba yang kemudian dianalisis dengan teknik korelasi product moment dari Pearson. Angket disebarkan kepada 30 responden mahasiswa S1 PGSD UPBJJ-UT Bandung. Hal ini dilakukan untuk melakukan pengujian validitas internal atau konstruk (construct validity). Untuk menguji validitas konstruksi dapat digunakan pendapat dari ahli (judgment experts) (Sugiyono, 2005:273). Validitas konstruk berkaitan dengan tingkatan skala instrumen yang harus mencerminkan dan berperan sebagai konsep yang sedang diukur.

c. Bersamaan dengan langkah kedua dan melalui data angket hasil uji coba yang sama, dengan teknik analisis yang sama pula, dilakukan juga pengujian validitas eksternal atau kriteria (criteria validity). Validitas eksternal menyangkut tingkatan skala instrumen yang mampu memprediksi variabel yang dirancang sebagai kriteria. Item dinyatakan valid jika koefisien signifikansi pada tabel correlations lebih kecil dari α (taraf kepercayaan) yang ditetapkan sebesar 0,05. Jika sebaliknya yang terjadi, yaitu p value > 0,05 maka item dinyatakan tidak valid. Item yang tidak valid kemudian diperbaiki. Pertimbangan untuk memperbaiki item didasarkan kepada hasil analisis isi (content analysis) pendapat para ahli tersebut, baik dari segi keterbacaan maupun substansi. Panel ahli terdiri atas 3 (tiga) orang yang memiliki latar belakang pendidikan, keahlian dan pengalaman kerja yang relevan dengan konsep variabel yang diteliti. Para ahli tersebut adalah: Drs. Edi Saepudin,


(43)

M.Pd (54 tahun, widyaiswara PPPPTK TK dan PLB serta tutor S1 PGSD UPBJJ-UT Bandung, sarjana Pendidikan IPS dan magister Pendidikan Umum UPI); Drs. Hermansyah, M.Pd (45 tahun, widyaiswara PPPPTK TK dan PLB serta tutor S1 PGSD UPBJJ-UT Bandung, sarjana Pendidikan IPS dan magister Pendidikan Umum UPI); Dr. Susanto (57 tahun, widyaiswara PPPPTK PKn dan IPS, doktor Teknologi Pembelajaran UNM Malang)

d. Langkah berikutnya adalah melakukan pengujian reliabilitas instrumen pada seluruh item yang sudah dinyatakan valid. Pengujian dilakukan dengan model internal consistency melalui teknik belah dua yang dianalisis dengan rumus Spearman Brown. Jika koefisien korelasi hasil perhitungan > 0,7 maka instrumen dinyatakan reliabel.

Seluruh pengolahan data uji coba untuk pengujian validitas dan reliabilitas menggunakan software Microsoft Excel dan program SPSS (Statistical Package for Social Sciences) versi 11.0

2. Hasil Pengujian Validitas, Reliabilitas, dan Analisis Isi a. Hasil Pengujian Validitas

Validitas Instrumen Variabel X1 kemandirian dalam pendidikan jarak jauh

yang menerapkan otonomi pribadi (personal autonomy). Berdasarkan hasil pengolahan data yang disajikan pada tabel (lihat lampiran 3), tampak bahwa dari sejumlah 14 pertanyaan yang mewakili 5 indikator penelitian pada variabel X1

(kemandirian belajar dalam dimensi otonomi pribadi (personal autonomy), ternyata hanya 11 item pertanyaan yang dinyatakan valid dan layak digunakan


(44)

sebagai angket penelitian. 3 item pertanyaan lainnya dinyatakan tidak valid yaitu nomor 5, 9 dan 14. Item yang secara konstruk dinyatakan tidak valid ini, dianalisis lebih lanjut dengan metode content analysis oleh panel ahli, apakah item ini tetap digunakan atau dibuang. Analisis isi ini dilakukan pada seluruh item yang tidak valid pada semua variabel. Setelah dianalisis isi dan kemudian diperbaiki, maka item pertanyaan tersebut diujicobakan lagi dan data diolah sampai menghasilkan semua item menjadi valid.

Validitas Instrumen Variabel X2 kemandirian belajar dalam dimensi

tanggung jawab (responsibility). Berdasarkan hasil pengolahan data yang disajikan pada tabel (lihat lampiran 3), tampak bahwa dari sejumlah 12 pertanyaan yang mewakili 4 indikator penelitian pada variabel X2 kemandirian dalam

pendidikan jarak jauh yang menerapkan tanggung jawab (responsibility), terdapat 9 item pertanyaan yang dinyatakan valid dan layak digunakan sebagai angket penelitian. Tiga item pertanyaan lainnya dinyatakan tidak valid yaitu nomor 16, 18, 25.

Validitas instrumen variabel X3 kemandirian belajar dalam dimensi

manajemen diri (self management). Merujuk kepada hasil pengolahan data yang disajikan pada tabel (terlampir), ternyata dari sejumlah 15 item yang mewakili 4 indikator penelitian pada variabel X3 kemandirian dalam pendidikan jarak jauh

yang menerapkan pengelolaan diri (self management), terdapat 13 item yang dinyatakan valid dan layak digunakan sebagai angket penelitian. Dua item pertanyaan lainnya dinyatakan tidak valid yaitu nomor 32 dan 41.


(45)

Validitas instrumen variabel X4 kemandirian belajar dalam dimensi

monitoring diri (self monitoring). Berdasarkan hasil pengolahan data yang disajikan pada tabel (lihat lampiran 3), dapat disimpulkan bahwa dari sejumlah 12 item pertanyaan yang mewakili 5 indikator penelitian pada variabel X4

kemandirian dalam pendidikan jarak jauh yang menerapkan monitoring diri (self monitoring), terdapat 8 item yang dinyatakan valid dan layak digunakan sebagai angket penelitian. Sementara itu empat item pertanyaan lainnya dinyatakan tidak valid yaitu nomor 42, 43, 50, dan 51.

Validitas instrumen variabel X5 kemandirian belajar dalam dimensi

pendalaman diri (self digesting). Berdasarkan hasil pengolahan data yang disajikan pada tabel (lampiran 3), dapat disimpulkan bahwa dari sejumlah 12 item pertanyaan yang mewakili 4 indikator penelitian pada variabel X5 kemandirian

dalam pendidikan jarak jauh yang menerapkan pendalaman diri (self digesting), terdapat 9 item pertanyaan yang dinyatakan valid dan layak digunakan sebagai angket penelitian. Sementara itu, tiga item pertanyaan lainnya dinyatakan tidak valid yaitu nomor 54, 57, dan 58.

Validitas instrumen variabel Y (Keterampilan Sosial). Mengacu pada hasil pengolahan data yang disajikan (lampiran 3), dapat disimpulkan bahwa dari sejumlah 40 item pertanyaan yang mewakili 5 indikator penelitian dalam variabel Y (Keterampilan Sosial), terdapat 35 item pertanyaan yang dinyatakan valid dan layak digunakan sebagai angket penelitian. Lima item pertanyaan lainnya dinyatakan tidak valid yaitu nomor 26, 27, 35, 36, dan 39.


(46)

b.Hasil Pengujian Reliabilitas

Reliabilitas Instrumen Variabel X1 kemandirian belajar dalam dimensi

otonomi pribadi (personal autonomy). Berdasarkan pengujian pada seluruh item pertanyaan variabel X1 yang sudah dinyatakan valid, menghasilkan koefisien

korelasi 0,8006 yang berarti lebih besar 0,7. Dengan demikian, instrumen dinyatakan reliabel dan dapat digunakan.

Reliabilitas Instrumen Variabel X2 kemandirian belajar dalam dimensi

tanggung jawab (responsibility). Berdasarkan pengujian pada seluruh item pertanyaan variabel X2 yang sudah dinyatakan valid, menghasilkan koefisien

korelasi 0,70229 yang berarti lebih besar 0,7. Dengan demikian, instrumen dinyatakan reliabel dan dapat digunakan.

Reliabilitas instrumen variabel X3 kemandirian belajar dalam dimensi

manajemen diri (self management). Merujuk kepada pengujian pada seluruh item pertanyaan variabel X3 yang sudah dinyatakan valid, menghasilkan koefisien

korelasi 0,7421 yang berarti lebih besar 0,7. Dengan demikian, instrumen dinyatakan reliabel dan dapat digunakan.

Reliabilitas instrumen variabel X4 kemandirian belajar dalam dimensi

monitoring diri (self monitoring). Berdasarkan pengujian pada seluruh item pertanyaan variabel X4 yang sudah dinyatakan valid, menghasilkan koefisien

korelasi 0,7335 yang berarti lebih besar 0,7. Dengan demikian, instrumen dinyatakan reliabel dan dapat digunakan.

Reliabilitas instrumen variabel X5 kemandirian belajar dalam dimensi


(47)

pertanyaan variabel X5 yang sudah dinyatakan valid, menghasilkan koefisien

korelasi (p value) 0,7942 yang berarti lebih besar 0,7. Dengan demikian, instrumen dinyatakan reliabel dan dapat digunakan.

Reliabilitas instrumen variabel Y (Ketrampilan Sosial). Mengacu pada pengujian pada seluruh item pertanyaan variabel Y yang sudah dinyatakan valid, menghasilkan koefisien korelasi (p value) 0,9141 yang berarti lebih besar 0,7. Dengan demikian, instrumen dinyatakan reliabel dan dapat digunakan.

c. Hasil Analisis Isi

Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas, tampak bahwa seluruh instrumen angket pada variabel X dan Y memiliki koefisien korelasi di atas 0,7 yang berarti sesungguhnya seluruh item pertanyaan reliabel untuk digunakan. Namun demikian, untuk meninjau sejauhmana hasil analisis kontruk ini sesuai dengan konsep dam variabel yang diteliti, maka pengujian dilanjutkan dengan content analysis oleh para pakar seperti telah disebutkan di atas. Hasil analisis dideskripsikan sebagai berikut:

Tabel 3.3 Hasil Analisis Validitas Konten oleh Panel Ahli Nomor Item

yang Tidak Valid

Analisis Isi menurut Panel Ahli Kesimpulan

Variabel X1

Kemandirian belajar dalam dimensi otonomi pribadi (personal autonomy) Nomor 5 Pertanyaan tentang belajar yang tidak

akan terganggu relevan dengan

indikator , tapi pernyataan selanjutnya

Item ini dipertahankan dengan perbaikan bentuk pertanyaan menjadi: tetap


(48)

tentang hal-hal yang kurang jelas, sulit dimengerti maksudnya masih bersifat general tidak fokus, sehingga perlu perbaikan

memilih untuk belajar, meskipun diajak teman untuk melakukan kegiatan lain sekalipun

menyenangkan Nomor 9 Pertanyaan ini perlu disempurnakan

kalimatnya sehingga perlu perbaikan bentuk kalimat

Tetap dipertahankan dengan perbaikan yaitu mengganti statement nyaman menjadi yakin bahwa kemandirian yang dilakukan dalam belajar muncul karena dorongan dari dalam diri saya sendiri bukan karena keterpaksaan

Nomor 14 Relevan dengan indikator Tetap dipertahankan Variabel X2

Kemandirian belajar dalam dimensi arti tanggung jawab (responsibility) Nomor 16 Pertanyaann perlu disederhanakan

agar lebih simpel dan jelas dimengerti responden

Pertanyaan menjadi: Saya tahu apa yang harus saya lakukan dalam belajar Nomor 18 Item sesuai dengan indikator tapi

bentuk pertanyaan harus diperbaiki, misalnya ”Saya perlu belajar setiap ada kesempatan terutama ketika ada tugas atau menghadapi ujian”

Tetap dipertahankan dengan perbaikan bentuk pernyataan

Nomor 25 Relevan dengan indikator Tetap dipertahankan

Variabel X3

Kemandirian belajar dalam dimensi manajemen diri (self management) Nomor 32 Pertanyaan seharusnya tidak

kontradiktif dengan mengemukakan masalah, justru pernyataan perlu diperbaiki dengan yang homogen

Tetap dipertahankan dengan perbaikan mengganti kata masalah dengan harapan

Nomor 41 Pertanyaan menjadi rancu dengan munculnya kata ’tidak’ sehingga perlu diperbaiki dengan cara menghilangkan

Tetap dipertahankan dengan perbaikan seperti yang disarankan


(49)

kata tersebut

Variabel X4

Kemandirian belajar dalam dimensi monitoring diri (self monitoring) Nomor 42 Pernyataan tentang ”akan

menghindar” kurang relevan dengan pertanyaan, sehingga terkesan tidak setara, oleh karena itu perlu perbaikan

Sesuai dengan saran ahli tetap dipertahankan tetapi pernyataan diubah

menjadi ”saya akan berusaha mencari jalan keluarnya”

Nomor 43 Relevan dengan indikator Tetap dipertahankan Nomor 50 Item sesuai dengan pernyataan sesuai

dengan indikator tetapi perlu perbaikan

Item tetap dipertahankan dengan perbaikan pada bentuk pernyataan yaitu mengubah kata metode dengan strategi

Nomor 51 Pertanyaan perlu lebih diperjelas Menambahkan

pernyataan penguatan menjadi ”Mengetahui cara belajar mandiri yang baik adalah penting bagi saya”

Variabel X5

Kemandirian belajar dalam dimensi pendalaman diri (self digesting) Nomor 54 Sesuai indikator Tetap dipertahankan Nomor 57 Item sesuai dengan indikator, tetapi

perlu perbaikan sehingga jelas maksudnya

Pertanyaan menjadi ”Jika suatu saat prestasi belajar saya jelek, hal itu semata-mata karena kesalahan saya”

Nomor 58 Sesuai indikator Tetap dipertahankan Variabel Y

Keterampilan Sosial (Social Skills) Nomor 26 Pernyataan perlu diubah dengan

menggunakan pernyataan positif misalnya Saya bebas mengemukakan pikiran dan pendapat sesuai dengan yang diinginkan, baik melalui

kata-Item ini dipertahankan dengan perbaikan sesuai saran ahli


(1)

Pannen, Paulina. (2002). Pengertian Sistem Pendidikan Terbuka dan Jarak

Jauh. Jakarta: Universitas Perbuka.

Perry, W and G. Rumble. (1987). A Short Guide to Distance Education. Cambridge International Extension College.

Pratiknya. (1995). Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisius.

Rakhmat, Jalaluddin. (1984). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Rosda Karya.

Rakhmat, Jalaluddin. (2004). Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosda Karya Sardiman. (2001). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Sasongko, Rambar Nur. (2001). Pengembangan Nilai-nilai dan Keterampilan

Sosial melalui Model Pembelajaran Aksi Sosial. Disertasi. UPI.

Scott. (1991).”Echivening Social StudiesAffective Aims: Values Empathy and

Moral Development” dalam Shaver J.P. (Ed). Handbook of Research on

Social Studies Teaching and Learning. New York: Macmillan.

Senjaya, Sasa Djuarsa. (1999). Pengantar Komunikasi. Jakarta: UT.

Siahaan, sudirman. (2001). Pola penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan

Jarak Jauh bagi Peningkatan Kompetensi Guru. Jakarta:

SEAMEO-SEAMOLEC.

Sindhunata. (2000). Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta:

Singarimbun dan Sofian Effendi. (1990). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.

Sitepu, Nirwana K. (1994). Analisis Jalur, Bandung: Unit Pelayanan Statistika Jurusan Statistika Universitas Padjadjaran.

Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Soedjatmoko. (1986). Dimensi Manusia dalam Pembangunan. Pilihan Karangan. Jakarta: LP3ES.

Soetjipto (Ed.). (1978). Metodologi Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Depdikbud.

Spence, Sue and Geoff Shepherd (Ed.). (1983). Developments in Social Skills


(2)

Sudirwo. (2002). Kurikulum dan Pembelajaran dalam Rangka Otonomi

Daerah. Bandung: Andira.

Sugilar. (2001). “Kesiapan Belajar Mandiri Peserta Pendidikan Jarak Jauh”.

Jurnal Pendidikan Tinggi Jarak Jauh. Vol. 1 (2).

Sugiyono. (2005). Statistika Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2003). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sulaeman, Dadang. (1988). Teknologi/Metodologi Pengajaran, Jakarta : Depdikbud.

Sumaatmadja, Nursid. (1986). Metodologi Pengajaran IPS. Bandung: Alumni. Sunal, Cynthia Szymanski. (2005). Social Studies for The Elementary and

Middle Grades. A Constructivist Approach. Boston: Pearson.

Suparman, Atwi dan Aminudin Zuhairi (2004). Pendidikan Jarak Jauh. Teori

dan Praktek. Jakarta: UT.

Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Supriyoko, (2004). Kebijakan Akreditasi Sekolah. Jakarta: BASNAS. Suprijanto. (2007). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Bumi Aksara.

Suryadi, Ace. (2009). Mewujudkan Masyarakat Pembelajar. Bandung: Widya Aksara Press.

Tilaar, HAR. (2008). Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1995).

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka-Depdikbud

Tubbs, Stewart L dan Sylvia Moss. (1992). Human Communication:

Prinsip-prinsip Dasar. Bandung: Rosda Karya.

UNESCO. (1996). Learning : The Treasure Within. Bangkok : UNESCO.

Universitas Terbuka. (2003). Cakrawala Pendidikan. E-learning dalam


(3)

Universitas Terbuka. (2004). Pendidikan Tinggi Jarak Jauh. Jakarta: U-T. Universitas Terbuka. (2004). Universitas Terbuka. Dulu, Kini, dan Esok.

Jakarta: UT

Vygotsky, LS. (1978). Mind in Society: The Development of Higher

Psychological Processes. Cambridge,MA: Harvard University Press.

Waney, Max Helly. (1989). Wawasan Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Depdikbud.

Winecoff, H.L. (Diterjemahkan oleh Abdul Manan). (1995). Pendidikan Nilai:

Konsep dan Model. Malang: IKIP.

Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia.

Wiriaatmadja, Rochiati (2002). Pendidikan Sejarah di Indonesia: Perspektif

Lokal, Nasional, dan Global. Bandung: Historia Utama Press UPI.

Zuhairi, Aminudin. (2001). “Principles of Distance Learning”. Makalah pada

Regional Training on Self-learning Material Development for ASEAN Countries, Jakarta.

Zuhairi, Aminudin. (2004). Perkembangan dan Kontribusi Pendidikan Tinggi

Jarak Jauh dalam Upaya Global Membangun Masyarakat. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Zuhairi, Aminudin dan Atwi Suparman, Moh. Toha Anggoro. (2004). Universitas

Maya (Virtual): Peluang dan Tantangan. Jakarta: Universitas Terbuka.

SUMBER INTERNET:

Abdullah, MH. (2001). Self-directed Learning dalam Eric Digest. (Online). Tersedia:http://www.nwrel.org. (1-10-2008)

Bandura, Albert. (1972). Social Learning Theory. (Online). Tersedia:

http://www.unpad.ac.id. (13-4-2009).

Bell, Amy Leigh. (2007). Evaluating Social Skills in Long Term. (Online). Tersedia:http://dspace.wustl.edu/bitstream/Bell+Amy.pdf.

Brigham. (1991).(Online). Self Monitoring. (Online).

tersedia:http://en.wikipedia.org/wiki/selfmonitoring. (21-9-2008)

Candy, Philip C. Independent Learning: Some Ideas from Literature. (Online). Tersedia:http://www.brookes.ac.uk/services/ocsd/2_learntch/independent.


(4)

Cartledge and Milburn, (1995); Walker et al., 1995. Educational Research and

Reviews Vol. 1 (3), pp. 143-149, July 2006. (Online). Tersedia: http://

www.academicjournals.org/ERR. (13-4-2008)

Covey, Stephan R. (2004). Seven Habit of Highly Effective People. (Online). Tersedia: http://kesuksesan hidup.com/2009/05/seven-habits-of-highly. effective.people.html.(4-5-2009).

Davis and Forsythe. (1984). Aspek Keterampilan Sosial. (Online). Tersedia:http://e-smartschool.co.id. (11-6-2008)

Dunia Psikologi. (2009). (Online). Tersedia:http://duniapsikologi.com.

(3-5-2009).

Elliot, Roger. (1986). 6 Keys Social Skills. (Online). Tersedia:http://www.self

confidence.co.uk/social skills.html

Gagne. (1977). Learning Theori. (Online). Tersedia:http://unpad.ac.id/aderusliana. (23-5-2007).

Goldstein and Pollock. (1988). Social Skills Group Assessment Quetsionnaire. (Online).Tersedia:http://www.users.globalnet.co.uk/~ebdstudy/strategy/gol dsten.htm. (2-5-2008)

Gryna. (1988). Manajemen Mutu. (Online). Tersedia:

http://wordpress.com/manajemenmutu/konsep penjaminanmutu. (3-5-2010).

Guglielmino. (1991). Self Directed Learning Readiness Scale. (Online). Tersedia:http://lppm.ut.ac.id/ptjj.htm. (27-9-2007)

Haryono, Anung dan Abubakar Alatas. (Th). Virtual Learning/Virtual

Classroom sebagai Model Pendidikan Jarak Jauh: Konsep dan

Penerapannya. (Online). Tersedia:

http://www.manto.bravehost.com/modul4.html (2-2-2007)

Hidayanto, Dwi Nugroho. (2001). Belajar Keterampilan Berbasis Keterampilan

Belajar (Learning Skill Based Skill Learning) (Online). Tersedia: http://www.depdiknas.go.id. (8-10-2008)

Hiemstra (1994). Self-directed Learning. (Online) Tersedia:www.kemandirian

belajar (10-09-2008)

Meyer, Katrina A. (2002). Quality in Distance Education. ASHE ERIC Higher Education. Vo. 29 No. 4. (Online). Tersedia:http://www.media.wiley.com. (2-4-2010).

Miarso. (1998). (Online). Otonomi Belajar.


(5)

Moore, Michael G. (1997). The Theory of Transactional Distance. (Online). Tersedia:http://www.aged.edu/research/readings/Distance/1997Moore Trans Distance.Pdf. (12-32009).

Prawiradilaga. (2004). Belajar mandiri. (Online).

Tersedia:http://education.com/2010/sistembelajarmandiriberbasise.html. (10-4-2010).

Prijosaksono & Roy Sembel. (2003). Aplikasi Manajemen Diri. Jakarta. (Online). Tersedia:http://works.google.co.id/pengertian manajemen diri. (16-5-2009) Raker Kopertis VII 2009, Surabaya. (Online). Tersedia:http://www.dikti.go.id. (18-5-2009).

Race, Phill. (1994). Kemandirian(Online). Tersedia:http://www.pustekkom.go.id. (23-10-09).

Rashid Azizan & Abdul Razak Habib ( 1995), Pengajaran dalam bilik darjah :

Kaedah dan strategi. Kajang: Masa Enterprise. (Online). Tersedia: http://uib.no/People/sinia/CSCL/HMM_Constructivism.htm

http://members.tripod.com/~azmims/ppbk.html. (3 Pebruari 2007)

Rusfidra: Peranan Pendidikan Tinggi Jarak Jauh untuk Mewujudkan

Knowledge Based Society (Online). Tersedia:

http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/34/peranan_pendidikan_tinggi_jarak_j auh.htm. dikunjungi 8 Des 2006. (5-2-2008)

Sears. (1988). Self Disclosure. (Online). Tersedia:http://selfdisclosure.com. (24-9-2008).

Sembel(2008).SelfMonitoring.(Online).Tersedia:http://www.sinarharapan.co.id.ht ml. (13-4-2008).

Sherry, L. (1996). Issues in Distance Learning. Dalam International Journal of Educational Telecommunications, Vol. I (4), 337-365. (Online). Tersedia:http://carbon. Cudenver. Edu/-Isherry/pubs/issues.html. (20-1-2006).

Siswosumarto dan Rahardjo (Online) Tersedia:

http://www.pustekkom.go.id/teknodik/t7/7-10.htm. (15-08-2008).

Slamet PH. Pendidikan Kecakapan Hidup: Konsep Dasar (Online). Tersedia:

http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/37/pendidikan_kecakapan_hidup.htm). (12-12-2006).

SSIS (Sosial Skills Rating System) Rating Scales (Online). Tersedia: (http://pearsonasses.com/HAIWEB/Cultures.htm (14-9- 2008).

Sudalaimuthu. (2008). (Online). Tersedia:


(6)

Sudrajat, Ahmad (2008). Pendidikan Sepanjang Hayat. (Online). Tersedia:

http://www.pendidikan-sepanjang-hayat.wordpress.com. (25-10-2008) Teodoro, Maycoln Leoni Martins.(2005). The Matson Evaluation of Social

Skills. (Online). Tersedia:http://www.sciencedirect.com.(4-1-2008)

Wheeleer, Steve. (1999). Convergent Technologies in distance learning delivery, Tech Trends, Volume 43, Issue 5, November 1999, hal 19) (Online). Tersedia: http://www.studygs.net/indon/disted.htm. (27-9-2008)

Zaenal Fanani: http://www.students.mcneese.edu/zfanan/penelitian.htm. (Online). Tersedia: (15-12-2006)

Zuhairi, Aminudin, Sunu Dwi Anton, Lidwina Sri Ardiasih. (Online). Tersedia:

http://www.lppm.ut.ac.id/publikasi/ptjj. (2-4-2010).

Zulfikri: (Online). Tersedia: http://www.geocities.com/jipsumbar(15-12-2006)

http://www.tanggungjawabbelajarmahasiswa.e-learning.gunadarma.ac.id. (20-1-2009)

http://organisasi.org/arti.definisi.pengertianpengendalian diri-selaras-serasi-seimbang. (2-8-2008)


Dokumen yang terkait

Komunikasi Keluarga Dalam Hubungan Jarak Jauh (Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Keluarga Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah dengan Orangtua dalam Hubungan Harmonisasi di Kota Medan)

47 223 112

KOMUNIKASI KELUARGA DALAM HUBUNGAN JARAK JAUH (Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Keluarga Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah dengan Orangtua dalam Hubungan Harmonisasi di Kota Medan)

2 84 9

Pengendali Jarak Jauh (Remote Control)Berbasis Mikrokontroler AT89S51 Dengan Dioda Led Sebagai Pemancar Gelombang Inframerah

0 38 58

Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis IT (Information Technology) pada Mahasiswa Program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) S1 PGSD Universitas Kristen Satya Wacana Angkatan 2008

0 16 223

Model Akses Dan Pemanfaatan Internet Dalam Peningkatan Kemandirian Belajar Mahasiswa Pendidikan Tinggi Terbuka Dan Jarak Jauh

1 17 104

PENGARUH KESETIAKAWANAN SOSIAL DAN KEMANDIRIAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENGARUH KESETIAKAWANAN SOSIAL DAN KEMANDIRIAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI FKIP UMS ANGKATAN 2009.

0 1 19

SISTEM PENGELOLAAN PEMBELAJARAN JARAK JAUH PADA PROGRAM PJJ S1 PGSD DI UNIVERSITAS TANJUNGPURA, UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA, DAN UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH UNIVERSITAS TERBUKA BANDUNG.

0 6 64

PENGARUH KEMANDIRIAN BELAJAR DALAM PENDIDIKAN JARAK JAUH TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL MAHASISWA S1 PGSD.

0 0 85

KENDALA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN JARAK JAUH MELALUI INTERNET PADA MAHASISWA PJJ S1 PGSD UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG.

1 2 179

Pengaruh dukungan sosial keluarga dan kemandirian belajar terhadap prestasi belajar mahasiswa cover

0 0 12