PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN VCT UNTUK MENINGKATKAN NILAI EMPATI PADA SISWA DALAM MATA PELAJARAN PKN.
(Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 1 Banyusari Kabupaten Karawang)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan
Disusun Oleh: DEDEH KARTINI
NIM. 1103408
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013
(2)
DALAM MATA PELAJARAN PKN
(Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 1 Banyusari Kabupaten Karawang)
TESIS
Oleh Dedeh Kartini
Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan
© Dedeh Kartini 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
November 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
(4)
ABSTRAK
Dedeh Kartini: “Penerapan Metode Pembelajaran VCT untuk Meningkatkan Nilai Empati pada Siswa dalam Mata Pelajaran PKn: Penelitian tindakan di kelas VIII SMP Negeri 1 Banyusari Kabupaten Karawang”.
Penelitian ini bertujuan menggali dan mengungkapkan informasi tentang Penerapan metode pembelajaran VCT untuk meningkatkan nilai empati pada siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di SMP Negeri 1 Banyusari kelas VIII. Masalah yang menjadi fokus kajian penelitian ini adalah bagaimana penerapan metode pembelajaran VCT untuk meningkatkan nilai empati pada diri siswa. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas, dengan model siklus yang dilakukan sebanyak tiga kali pengamatan dan tindakan, yang terdiri dari beberapa fase pengamatan kegiatan pembelajaran.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian tindakan kelas dengan metode siklus sebanyak 3 kali perencanaan, pengamatan, tindakan dan refleksi. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) perencanaan pembelajaran yang diwarnai oleh gaya konvensional, dilakukan tindakan perbaikan dengan memilih materi, metode, dan media yang disesuaikan dengan kebutuhan dasar peserta didik dapat membantu siswa memahami, menghayati, dan melaksanakan nilai empati dalam kehidupan sehari-hari; (2) pembelajaran yang dilaksanakan dengan metode ceramah, dilakukan tindakan perbaikan dengan mengubah cara mengajar guru dari memposisikan diri sebagai satu-satunya sumber belajar, menjadi fasilitator dan mitra dialog bagi siswa, dapat membantu siswa dalam mengeksplorasi, meng-inquiry, dan mensimulasikan nilai empati: (3) kendala dalam pembelajaran PKn yang meliputi kebijakan tentang kurikulum, sarana dan prasarana, dilakukan tindakan perbaikan dengan melibatkan guru belajar sambil praktek (learning by doing) untuk memahami langsung pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan, melibatkan siswa untuk melengkapi sumber dan media pembelajaran dari sumber-sumber yang terjangkau, serta memanfaatkan sarana yang ada secara efektif, dan dapat mengatasi kendala-kendala tersebut, yang ditandai dengan berjalannya proses belajar mengajar yang efektif: (4) perilaku siswa yang menyimpang seperti tawuran, kurang hormat terhadap guru, dilakukan perbaikan dengan melibatkan siswa dalam simulasi penerapan nilai empati, selanjutnya metode pembelajaran VCT digunakan dalam proses belajar mengajar sehingga dapat mengubah perilaku siswa kearah perilaku yang menjunjung tinggi nilai empati.Penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran VCT dapat meningkatkan nilai empati pada siswa dalam mata pelajaran PKn. Penelitian ini merekomendasikan kepada guru PKn bagaimana mengembangkan metode pembelajaran VCT yang dapat memotivasi siswa dalam belajar dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku sehingga manfaat dari nilai empati dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
(5)
Dedeh Kartini : "Application of Learning Method to Increase the Value VCT Empathy in Students in Civics Lesson : classroom action research in SMP Negeri 1 Banyusari Kabupaten Karawang" .
This study aims to explore and reveal information about the application of learning methods VCT to increase the value of empathy in students in the subjects of Citizenship Education ( Civics ) in SMP Negeri 1 Banyusari class VIII. Problems that are the focus of this research study is how the application of learning methods to improve the value of empathy VCT on students . Research methodology is action research , the model of cycles performed three times of observation and action , which consists of several phases of observational learning activities.
This study used a qualitative approach to action research methods class with method 3 times the cycle of planning, observation , action and reflection. The results showed that : ( 1 ) learning plan that is colored by a conventional style , performed remedial action by selecting the materials, methods, and media tailored to the needs of learners basis can help students to understand, appreciate , and implement the values of empathy in everyday life , (2 ) study conducted by the lecture method , performed remedial action to change the way teachers teach from positioning itself as the only source of learning , and facilitating dialogue partners for students, can assist students in exploring , clicking -inquiry , and simulate the value empathy : ( 3 ) difficulties in learning about civics curriculum that includes policies, facilities and infrastructure , performed remedial action by involving teachers learn and practice ( learning by doing ) to understand the direct implementation of the curriculum unit level education , involving students and media sources to supplement learning from affordable sources, as well as utilizing existing facilities effectively , and be able to overcome these constraints , marked by the passage of effective teaching and learning process : ( 4 ) aberrant student behavior such as fighting , lack of respect for teachers, improvements by involving students in the application of simulation the value of empathy , learning methods VCT subsequently used in the learning process so as to change the behavior of students towards behavior that values empati. This study concluded that the application of learning methods VCT can increase the value of empathy in
students in the subjects of Civics .
The study recommends the Civics teacher VCT learning how to develop a method that can motivate students to learn and behave according to the norms and rules that apply to benefit from the value of empathy can be used in everyday life.
(6)
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR BAGAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian... 1
B. Indentifikasi dan Perumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 12
E. Asumsi Penelitian ... 13
F. Struktur Organisasi Tesis ... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pembelajaran PKn ... 15
1. Pengertian dan Hakikat PKn ... 15
2. Visi dan Misi PKn ... 17
3. Fungsi dan Tujuan PKn ... 18
4. Pembelajarn Nilai Sebagai Esensi PKn ... 22
5. PKn Sebagai Mata Pelajaran di Sekolah ... 25
6. Proses Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 26
7. Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 28
B. Pendekatan Klarifikasi Nilai ... 30
1. Hakikat Klarrifikasi Nilai ... 30
2. Langkah – Langkah Pembelajaran Klarifikasi Nilai ... 31
3. Keunggulan dan Kelemahan Klarifikasi Nilai ... 32
C. Model Pembelajaran VCT (Value Claification Technique) ... 34
1. Pengertian Model Pembelajaran ... 34
2. Hakikat Model Pembelajaran Value Claification Technique ... 35
3. Langkah – Langkah Pembelajaran Value Claification Technique ... 37
4. Keunggulan dan Kelemahan Value Claification Technique ... 39
5. Jenis Model Pembelajaran (Value Claification Technique .. 40
D. Tinjauan Tentang Nilai Empati ... 46
1. Pengertian Empati ... 46
(7)
3. Unsur-Unsur dan fungsi Empati ... 49
4. Pendekatan Guru dalam Menanamkan Nilai Empati Pada Anak ... 52
5. Proses Pembelajaran Nilai Empati Melalui Pembelajaran PKn ... 53
E. Penelitian Teradahulu ... 54
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 56
1. Lokasi Penelitian ... 56
2. Subjek Penelitian ... 57
B. Desain Penelitian ... 58
C. Metode Penelitian ... 59
D. Definisi Operasional ... 64
E. Instrumen Penelitian ... 66
F. Teknik Pengumpulan Data dan Alasan Rasionalnya ... 67
G. Prosedur Penelitian ... 74
H. Analisis Data ... 80
I. Pengolahan Data Presentase ... 84
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 85
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 85
2. Keadaan kelas VIII C ... 90
3. Deskripsi keadaan guru SMP Negeri Banyusari ... 91
4. Keadaan Siswa VIII C ... 92
5. Profil Awal Pembelajaran Pkn ... 94
6. Refleksi Awal ... 99
7. Perencanaan Untuk Tindakan Pertama ... 101
B. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan ... 103
1. Pelaksanaan metode VCT siklus Pertama ... 103
2. Pelaksanaan Tindakan siklus Kedua ... 115
3. Pelaksanaan Tindakan Siklus Ketiga ... 127
C. Peningkatan dari Siklus I, II dan III ... 138
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 142
1. Perencanaan Pembelajaran PKn dengan menggunakan metode VCT untuk meningkatkan nilai empati. ... 142
2. Implementasi pembelajaran PKn dengan menggunakan metode VCT untuk meningkatkan nilai empati. ... 144
3. Proses menanamkan nilai empati melalui pembelajaran PKn menggunakan metode pembelajaran VCT ... 145
4. Peningkatan nilai empati siswa setelah diterapkan metode VCT ... 146
(8)
A. Kesimpulan ... 148 B. Rekomendasi ... 151 DAFTAR PUSTAKA ... 154 LAMPIRAN-LAMPIRAN
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pedoman Penafsiran Persentase Hasil Angket... 84
Tabel 4.1 Kepemimpinan dan Pergantian Nama Sekolah. ... 86
Tabel 4.2 Keadaan siswa kelas VIII C SMP Negeri 1 Banyusari berdasarkan agam ... 92
Tabel 4.3 Keadaan siswa kelas VIII C SMP Negeri 1 Banyusari berdasarkan suku bangsa ... 93
Tabel 4.4 Keadaan siswa kelas VIII C SMP Negeri 1 Banyusari Berdasarkan pekerjaan orang tua... 93
Tabel 4.5 Keadaan siswa kelas VIII C SMP Negeri 1 Banyusari menurut tingkat kecerdasan. ... 93
Tabel 4.6 Daftar nilai ulangan harian pada masa Orentasi ... 98
Tabel 4.7 Hasil Observasi kegiatan guru Siklus I ... 110
Tabel 4.8 Hasil Observasi kegiatan Siswa Siklus I ... 111
Tabel 4.9 Data Hasil Angket Siklus I ... 112
Tabel 4.10 Hasil Observasi kegiatan guru Siklus II ... 121
Tabel 4.11 Hasil Observasi kegiatan Siswa Siklus II ... 122
Tabel 4.12 Data Hasil Angket Siklus II ... 122
Tabel 4.13 Daftar Nilai Ulangan Harian Pada Siklus Ketiga ... 131
Tabel 4.14 Hasil Observasi kegiatan guru Siklus III ... 133
Tabel 4.15 Hasil Observasi kegiatan Siswa Siklus III... 133
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Model Dasar Penelitian Tindakan dari Kurt Lewin ... 63
Gambar 3.2 Paradigma Penelitian ... 63
Gambar 3.3 Alur Kegiatan Penelitian Tiandakan Kelas Berdasarkan Spiral (Adaptasi dari Hopkins, 1993:48) ... 77
Gambar 3.2 The Three Phase Observation Cyle (Hopkins, 1993:81) ... 80
Gambar 4.1 Denah Tempat Duduk VIII C ... 91
(11)
DAFTAR BAGAN
(12)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kondisi saat ini peserta didik sudah jarang mencerminkan sebagai seorang pelajar. Diantara mereka cenderung mengucapkan kalimat yang kurang baik, terkadang para peserta didik bertingkah laku tidak sopan dan tidak lagi patuh terhadap orang tua maupu terhadap gurunya. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh kondusif tidaknya pendidikan nilai moral yang mereka dapatkan, baik dari lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. Terlepas dari itu peran sekolah sebagai wahana dalam penyampaian pengajaran dan pendidikan turut mempengaruhi pula tingkat perkembangan nilai moral seorang anak. Peranan guru sangat penting karena seorang guru tidak hanya memberikan pendidikan itu dalam bentuk materi-materi, tetapi lebih dari itu harus dapat menyentuh sisi tauladannya, sebab perilaku seorang guru yang pertama-tama dilihat peserta didiknya. Seorang guru selain memberikan pendidikan yang bersifat materi pelajaran tetapi harus juga memberikan contoh yang baik di dalam sosialisasi kehidupan.
Fenomena kekerasan sudah menjadi suatu tradisi yang melekat dalam masyarakat di Indonesia. Tidak seharipun media massa melewatkan pemberitaan tentang kekerasan, kejahatan. Kekerasan memang meningkat, baik dalam jumlah, jenis, maupun kualitasnya. Lebih dari itu, pelaku maupun korban makin beragam, baik ditinjau dari jenis kelamin, latar belakang, maupun tingkatan usia. Hampir setiap persoalan di negeri ini diselesaikan dengan kekerasan dan kekerasan sudah menjadi budaya yang tertanam kuat dalam masyarakat dan sangat di sayangkan budaya kekerasan ini sampai merambah kedunia pendidikan dan yang menjadi
(13)
aktor dari kekerasan tersebut adalah para siswa sendiri. Bahkan kekerasan tidak hanya terjadi di jenjang pendidikan tinggi akan tetapi sudah merambah sampai pendidikan menengah pertama. Hal ini memberikan gambaran kurang baik bagi dunia pendidikan.
Siswa sekolah menengah pertama adalah kelompok usia anak-anak yang sedang mengalami perubahan dan perkembangan diri dalam segala aspek. Salah satu perkembangan diri yang dialami mereka adalah pekembangan sosioemosional. Empati merupakan satu konstruk yang membantu perkembangan sosioemosinal anak. Dengan empati anak dapat memahami, merasakan, menghayati orang lain karena dalam proses empati ini berlangsung proses pengertian dan perasaan yang dinyatakan bentuk hubungang antar pribadi. Dengan kemampuan empati yang dimiliki oleh anak membantu mereka untuk mencegah perilaku yang mengarah pada kekerasan. Berdasarkan hal ini, sekolah dapat mencegah kekerasan yang terjadi disekolah dengan meningkatkan empati pada diri siswa.
Sebagai contoh kasus empati yang terjadi di sekolah yaitu pada waktu pelajaran, guru sedang menjelaskan pelajaran di depan kelas, akan tetapi ada 2 peserta didik malah asyik mengobrol dengan temannya, sehingga peserta didik yang mengobrol tidak paham tentang pelajaran yang diterangkan oleh guru. Sehingga timbul berpikir, seandainya anda menjadi guru tersebut, bagaimana perasaan anda ? untuk itulah perlu di tumbuhkan sikap empati pada peserta didik agar dapat mengerti perasaan orang lain dan tidak mengabaikan norma-norma dan aturan yang berlaku disekolah.
Penyelesaian permasalahan kasus tawuran jangka panjang yaitu dengan kurikulum pendidikan yang harus dibenahi. Pada saat ini anak-anak memikul beban yang berat karena pembelajaran disekolah yang terus menerus memberikan materi-materi akademis, di sisi lain peserta didik sedang mencari bentuk konsep diri. Pencarian bentuk konsep diri bagi anak usia remaja bukanlah hal yang mudah, karena memerlukan banyak bimbingan dan panduan, baik dari orang tua, keluarga, dan guru-guru di sekolah. Para peserta didik membutuhkan berekspresi dan beraktualisasi dalam pencarian konsep diri. Tetapi, banyak sekolah tidak
(14)
menyediakan ruang untuk itu. Sehingga terjadi penyalurannya lewat tawuran yang dilakukan oleh peserta didik. Sebagai contoh kasus tawuran antara SMA Negeri 70 Jakarta dan SMA Negeri 6 Jakarta.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran penting dalam proses pendidikan. Pendidikan Kewarganegaraan mengajarkan peserta didik untuk mengenal dasar aturan kewarganegaraan, media untuk mengajarkan kehidupan politik, mendidik untuk lebih memiliki toleransi, empati dan tenggang rasa, memberikan pengetahuan tentang peraturan negara yang mengikat agar para peserta didik bisa hidup dalam aturan hukum yang berlaku, sarana untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air. Persepsi peserta didik merupakan cerminan guru untuk menjadikan seorang yang kreatif dalam melakukan pembelajaran peserta didiknya.
Pendidikan Kewarganegaraan dalam Undang- Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang bertugas membentuk warga negara yang baik (how a good citizen). Warga negara yang baik adalah warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya. Selain itu PKn merupakan suatu mata pelajaran yang membekali peserta didik dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan warganegara dengan negara, serta pendidikan perdahuluan bela negara yang bertujuan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia agar menjadi warganegara yang mampu diandalkan oleh bangsa dan negara. Jadi, pada dasarnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu wahana untuk dapat menciptakan manusia Indonesia yang memiliki perilaku yang mencerminkan nilai luhur Pancasila.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan peserta didik (Permendiknas No. 41 tahun 2007). Menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa, Tujuan negara mengembangkan Pendidikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to
(15)
dikembangkan oleh guru terhadap peserta didik, yaitu kecerdasan warganegara (civic intelligence), tanggung jawab warganegara (civic responsibility) dan Partisipasi warganegara (civic Partisipation). Untuk mengebangkan tiga hal tersebut, harus pintar menggunakan berbagai metode, media, dan evaluasi pembelajaran (khususnya PKn). Ketidatapatan memilih dan menggunakan metode pembelajaran akan mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Misalnya untuk mengembangkan sikap empati, tidak cukup hanya menggunakan metode ceramah murni, tetapi perlu divariasikan dengan metode yang dapat mengungkapkan nilai, seperti analisis nilai, simulasi, permainan dan percontohan. Dalam PKn dikenal suatu model pembelajaran yaitu, VCT.
Menurut Djahiri, A. K (1985:67) model pembelajaran VCT meliputi; metode percontohan; analisis nilai; daftar/matriks; kartu keyakinan; wawancara, yurisprudensi dan teknik inkuiri nilai. selain itu dikenal juga dengan metode bermain peran. Metode dan model di atas dianggap sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran PKn, karena mata pelajaran PKn mengemban misi untuk membina nilai, moral, sikap, dan perilaku peserta didik, disamping membina kecerdasan (knowledge) bagi peserta didik.
Pola pembelajaran VCT menurut Djahiri, A.K (1992:54), dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena; pertama, mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral; kedua, mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan; ketiga, manpu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri peserta didik dan nilai moral dalam kehidupan nyata; keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri peserta didik terutama potensi afektualnya; kelima, mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan; keenam, mampu menangkal, mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai moral naif yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang; ketujuh, menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.
Salah satu metode yang paling efektif untuk meningkatkan nilai empati siswa yaitu metode teknik inkuiry nilai dengan pertanyaan acak merupakan salah satu metode pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan
(16)
masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal
relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik. Pengalaman
belajar yang diperolehya dari metode ini meliputi, kemampuan kerja sama, komunikatif, dan menigterpretasikan suatu kejadian.
Sebagai salah satu lembaga yang menyelenggarakan pendidikan secara formal, sekolah memiliki peranan yang sangat penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui proses belajar mengajar. Pendidikan mempunyai fungsi yang harus diperhatikan, seperti dapat dilihat pada UU No. 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk perkembangannya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakqa pada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat ilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga yang demokratis dan tanggung jawab.
Tujuan Pendidikan Nasional yaitu menjadi manusia yang berahlak mulia, berkaitan dengan empati yang akan dikembangkan anak sebagai inti dari pendidikan moral menurut (Borba. M 2008:5) akan mampu menyentuh perkembangan perilaku anak secara mendasar. Perlunya nilai empati pada peserta didik yaitu sebagai kesadaran bahwa setiap orang memiliki sudut pandang berbeda akan mendorong peserta didik dan mampu menyesuaikan diri sesuai dengan lingkungan sosialnya. Selain itu empati dapat mengurangi atau menghilangkan penderitaan orang lain, tetapi juga ketidaknyamanan perasaan melihat penderitaan orang lain. Merasakan apa yang dirasakan individu lain akan menghambat kecenderungan perilaku agresif terhadap individu. Berempati berarti mempersepsikan kerangka pikir internal orang lain secara tepat yang mencakup unsur-unsur emosional dan cara-cara bertingkah laku, disertai dengan kepedulian seolah-olah diri sendiri adalah orang lain yang sedang dipersepsi tetapi tanpa kehilangan kesadaran sedang mengandaikan sebagai orang lain.
Kurikulum pada saat ini hampir tidak memberi porsi penanaman empati, rasa, dan pengolahan hati dikalangan peserta didik. Semua cenderung mementingkan aspek-aspek akademik, penanaman empati kepada kalangan
(17)
peserta didik sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan rasa saling menghormati, saling memahami, dan saling menyayangi, tetapi kenyataanyan porsinya dalam kurikulum minim. Apabila ada penanaman nilai empati, cenderung diberikan sebatas pengetahuan yang tentu tidak akan efektif, karena nilai empati berkaitan dengan rasa yang harus ditanamkan, bukan hanya sekedar diajarkan.
Empati merupakan bagian penting sosial competency (kemampuan sosial). Empati juga merupakan salah satu dari unsur-unsur kecerdasan sosial. Ia terinci, dan berhubungan erat dengan komponen-komponen lain, seperti empati dasar, penyelarasan, ketepatan empatik dan pengertian sosial. Empati dasar yakni memiliki perasaan dengan orang lain atau merasakan isyarat-isyarat emosi non verbal. Penyelarasannya yakni dengan mendengarkan dengan penuh reseptivitas, penyelarasan diri, perasaan dan maksud orang lain dan pengertian sosial yakni mengetahui bagimana dunia sosial bekerja (Daniel. G, 2007:115). Sementara itu, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengindentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. selain itu empati adalah kemampuan seseorang dalam ikut merasakan atau menghayati perasaan dan pengalaman orang lain. Seseorang tersebut tidak hanyut dalam suasana orang lain, tetapi memahami apa yang dirasakan orang lain.
Secara lebih luas empati diartikan keterampilan sosial tidak sekedar ikut merasakan pengalaman orang lain (vicarious affect response), tetapi juga mampu melakukan respon kepedulian (concern) terhadap perasaan dan perilaku orang tersebut. tidak heran apabila latihan memberikan sesuatu atau bersedekah, selain merupakan sarana beribadah juga melatih empati anak pada orang lain yang memunculkan sifat berderma (filantropi) (Manungsong. F 2010:12). Nilai empati akan membantu peserta didik dapat memisahkan antara masalah dengan orangnya. Kemampuan empati akan mendorong peserta didik mampu melihat permasalahan dengan lebih jernih dan menempatkan objektifitas dalam memecahkan masalah. Banyak alternatif yang dapat diambil manakala peserta didik dapat berempati dengan orang lain dalam menghadapi masalah di sekolah maupun di masyarakat. Tanpa adanya nilai empati sulit rasanya bagi peserta didik mengetahui apa yang
(18)
sedang dihadapi temannya kerena kita tidak dapat memasuki perasaannya dan memahami kondisi yang sedang dialami.
Pembelajaran nilai empati dapat meningkatkan kemampuan empati, kemampuan empati dapat diperoleh melalui pembelajaran (becoming), yang dapat diajarkan kepada anak-anak ataupun orang lain. Dalam penelitian (Haynes&Avery, 1979:90) bahwa pelatihan tentang nilai-nilai empati dapat digunakan untuk mengasah perasaan, pemahaman dan perilaku empati.
Michele Borba juga menawarkan pola atau model untuk pembudayaan akhlak mulia. Michele Borba menggunakan istilah membangun kecerdasan moral. Dia menulis sebuah buku dengan judul Building Moral Intelligence (Membangun
Kecerdasan Moral: Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral Tinggi, 2008).
Kecerdasan moral, menurut (Borba. M. 2008:4) adalah kemampuan seseorang untuk memahami hal yang benar dan yang salah, yakni memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga ia bersikap benar dan terhormat. Itu merupakan sifat-sifat utama yang dapat mengantarkan seseorang menjadi baik hati, berkarakter kuat, dan menjadi warga negara yang baik. Dalam pengbangan pembelajaran PKn yang inovatif, menitikberatkan pada kajian terhadap 7 (tujuh) kebajikan utama agar anak bermoral tinggi. Ketujuh kebajikan utama tersebut merupakan syarat dalam membangun kecerdasan moral anak. Mengenai kedudukan 7 (tujuh) kebajikan utama agar anak bermoral tinggi yang dimaksud dari nilai moral tersebut yakni mengacu pada teori Borba. M. (2007:7) yang menjelaskan bahwa kecerdasan moral terbangun dari ketujuh kebajikan utama yaitu : empati, hati nurani. kontrol diri, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan, yang membantu anak menghadapi tantangan dan tekanan etika yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupannya kelak. Kebajikan-kebajikan utama tersebutlah yang akan melindungi agar tetap berada dijalan yang benar dan membantunya agar selalu bermoral dalam bertindak.
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa dalam membentuk serta membangun moral anak menjadi warganegara yang bermoral tinggi, maka harus mengarah atau merujuk kepada pembangunan ketujuh (7) kebajikan utama anak,
(19)
sebab kecerdasan moral anak akan terbangun melalui ketujuh (7) kebajikan utama anak sebagimana teori diatas.
Adapun ketujuh (7) kebajikan utama kecerdasan moral (Borba. M .2008:7), dapat dipahami sebagai berikut :
1. Empati merupakan inti emosi moral yang membantu anak memahami perasaan orang lain. Mendorong menolong orang yang kesusahan atau kesakitan, serta menuntutnya memperlakukan orang dengan kasih sayang. 2. Hati Nurani adalah suara hati yang membantu anak memilih jalan yang benar
dari pada jalan yang salah serta tetap berada dijalur yang bermoral, membantu dirinya merasa bersalah ketika menyimpang dari jalur yang semestinya.
3. Kontrol Diri adalah membantu anak menahan dorongan dari dalam dirinya dan berfikir sebelum bertindak, sehingga ia melakukan hal yang benar dan kecil kemungkinan mengambil tindakan yang akan menimbulkan akibat buruk. 4. Rasa Hormat mendorong anak bersikap baik dan menghormati orang lain.
Tidak bertindak kasar, selalu bersikap adil, dan selalu bersahabat.
5. Kebaikan Hati adalah sikap terhadap kesejahteraan dan perasaan orang lain. Memberi bantuan kepada yang memerlukan, serta melindungi sesama yang kesulitan atau kesakitan.
6. Toleransi adalah menghargai perbedaan kualitas dalam diri orang lain, membuka diri terhadap pandangan dan keyakinan baru, dan menghargai orang lain tanpa membedakan suku, gender, penampilan, budaya, kepercayaan, serta mendengar semua pihak secara terbuka sebelum memberi penilaian apapun. 7. Keadilan menuntun agar memperlakukan orang lain dengan baik, tidak
memihak, dan adil. sehingga ia mematuhi aturan, mau bergiliran dan berbagi, serta mendengar semua pihak secara terbuka sebelum memberi penilaian apapun.
Kecerdasan yang sangat penting mencakup karakter-karakter utama, seperti kemampuan untuk memahami penderitaan orang lain dan tidak bertindak jahat, mampu mengendalikan dorongan dan penundaan pemuasaan, mendengarkan dari berbagai pihak sebelum memberikan penilaian, menerima dan menghargai perbedaan, bisa memahami pilihan yang tidak etis, dapat berempati,
(20)
memperjuangkan keadilan, dan menunjukan kasih sayang dan rasa hormat terhadap orang lain. Hal diatas merupakan sifat-sifat utama yang akan membentuk anak menjadi baik hati, berkarakter kuat, dan warga negara yang baik. Ketujuh (7) kebajikan utama di atas menurut Michele Borba ”dapat diajarkan, dicontohkan, disadarkan, serta didorong sehingga dapat dicapai anak.
Membangun kecerdasan moral anak melalui tujuh (7) kebajikan utama diatas harus dilakukan langkah demi langkah. Setiap kali anak berhasil memguasai satu kebajikan, maka kecerdasan moralnya akan bertambah, dan ia pun menaiki tangga kecerdasan moral yang lebih tinggi lagi. Ketujuh (7) Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral Tinggi digolongkan dalam beberapa tingkatan. Michele Borba membagi tiga (3) kebajikan: empati, hati nurani, dan
kontrol diri sebagai inti dari moral karena merupakan dasar kecerdasan moral.
Setelah dasar pertumbuhan moral tersebut tertanam kuat, dua (2) kebajikan: rasa
hormat dan kebaikan hati dapat ditambahkan. Kebajikan ini merupakan bentuk
kasih dan sayang dalam suatu hubungan. Dua (2) kebajikan terakhir: toleransi dan
keadilan merupakan dasar bagi kekuatan moral, keadilan, dan kewarganegaraan.
Kecerdasan anak-anak pada masa kini jarang memiliki ketujuh (7) kebajikan moral, walupun ada sebagian dari peserta didik memiliki sikap seperti dijelaskan diatas, maka untuk itu nilai empati perlu ditekankan pada peserta didik. Pada masa dahulu anak lebih mengedepankan moral dan sikapnya dibandingkan dengan ego (nafsu), sehingga muncul dalam pola tindakannya kesopanan dalam bergaul, menghormati orang tua, memiliki tutur kata yang lembut. Tetapi pada saat sekarang sebaliknya, anak-anak pada masa sekarang lebih mengedepankan egonya dari pada nilai moral dan sikap, sehingga yang muncul adalah sikap mau menang sendiri, tidak mau disalahkan meskipun dalam keadaan yang bersalah dan tidak mau menghormati orang lain. Nilai-nilai seperti humanisme, toleransi sopan santun, disiplin, jujur, mandiri, bertanggung jawab, sabar, empati, dan saling menghargai perlu dibangun tatkala peserta didik berada di sekolah dan di lingkungannya.
Membentuk dan mendidik pribadi anak yang di dalamnya mengkristal sebuah nilai-nilai moral yang baik, butuh proses yang benar dan panjang tidak
(21)
semudah membalikan telapak tangan. Disini dibutuhkan kesabaran, keikhlasan, wawasan, dan pengetahuan yang luas serta pendekatan yang benar dari seorang guru. Citizenship education sebagai proses pendidikan yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan di luar sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi kemasyarakatan dan media (Cogen & Derricot, 1998:8).
Pendidikan empati anak sebagai inti dari pendidikan moral atau budi pekerti akan mampu menyentuh perkembangan perilaku anak secara mendasar, apabila pendidikan empati tersebut ditanamkan pada anak usia dini, sedangkan jika pendidikan empati tersebut diberikan pada anak setelah menginjak dewasa maka tidak akan begitu berpengaruh secara mendasar terhadap karakter dan pembentukan pribadi anak. Perilaku individu dapat diprediksi apabila diketahui bagaimana individu mempersepsikan situasi dan apa yang diharapkan. Perilaku seseorang ditentukan oleh persepsi mengenai diri mereka dan lingkungan sekitarnya. Perilaku dapat diobservasi, dipelajari, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penelitian ini fokus pada perilaku peserta didik dalam meningkatkan nilai empati di lingkungan sekolah SMP Negeri 1 Banyusari kelas VIII C. Situasi pada sekolah SMP Negeri 1 Banyusari memperhatinkan dimana peserta didik sering melakukan tawuran dengan sekolah SMP yang berdekatan dengan lokasi SMP Negeri 1 Banyusari, sekolahpun mengadakan pendekatan dengan orang dan dengan masyarakat sekitar. Dengan adanya permasalahan itu maka nilai empati semestinya harus ditanamkan dalam proses pembelajaran di sekolah SMP Negeri 1 Banyusari Karawang.
Salah satu metode yang paling efektif untuk meningkatkan empati siswa yaitu metode teknik inkuiry nilai dengan pertanyaan acak merupakan salah satu metode pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperolehya dari metode ini meliputi, kemampuan kerja sama, komunikatif, dan menigterpretasikan suatu kejadian.
(22)
Apa yang di ungkap diatas, kiranya memberikan sedikit gambaran tentang kondisi peserta didik pada saat sekarang. Dari ke tujuh (7) Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral Tinggi, penulis mengambil sikap yang pertama yaitu empati, empati sangatlah penting bagi kepribadian peserta didik dan menurut peneliti, pembelajaran PKn melalui metode VCT efektif mendukung peserta didik perperilaku empati. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengadakan penelitian ini untuk dapat menggambarkan penerpaan metode pembelajaran VCT untuk meningkatkan nilai empati dalam siswa pada mata pelajaran PKn. Dipilihnya sekolah SMP Negeri 1 Banyusari sebagai lokasi penelitian karena termasuk salah satu sekolah unggulan di wilayah Karawang.
B. Indentifikasi dan Perumusan Masalah
Penelitian ini merupakan sebuah investigasi terkendali yang dirancang dengan melakukan suatu analisis kebutuhan untuk mengkaji PKn sebagai wahana pendidikan nilai yaitu empati. Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagimana Penerapan metode pembelajaran VCT untuk meningkatkan nilai empati pada siswa dalam mata pelajaran PKn? Sedangkan yang menjadi rumusan masalah khususnya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perencanaan Pembelajaran PKn dengan menggunakan motode pembelajaran VCT untuk meningkatkan nilai empati pada siswa ?
2. Bagaimana impelementasi siswa terhadap pembelajaran PKn dengan menggunakan motode VCT untuk meningkatkan nilai empati ?
3. Bagimana proses menanamkan nilai empati melalui pembelajaran PKn menggunakan metode pembelajaran VCT ?
4. Bagimana peningkatan nilai empati siswa setelah diterapkan metode VCT?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas, guru mencoba
(23)
memperbaiki pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan di dalam kelas dan menerapkan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa di kelas melalui menerapkan pembelajaran dengan metode VCT pada Mata Pelajaran PKn di sekolah SMP Negeri 1 Banyusari Kabupaten Karawang.
2. Tujuan Khusus
Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan dan mengetahui hal-hal sebagai berikut :
a. Perencanaan pembelajaran PKn dengan menggunakan motode pembelajaran VCT untuk meningkatkan nilai empati pada siswa.
b. Implementasi siswa terhadap pembelajaran PKn dengan menggunakan motode VCT untuk meningkatkan nilai empati.
c. Proses menanamkan nilai empati melalui pembelajaran PKn menggunakan metode pembelajaran VCT.
d. Peningkatan nilai empati siswa setelah diterapkan metode VCT. D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
1) Dengan PTK guru akan merasa percaya diri, melakukan evaluasi diri, dan menganalisis kinerjanya sendiri di dalam kelas, sehingga akan menemukan kekuatan, kelemahan, dan tantangan pembelajaran dan pendidikan masa depan, dan mengembangkan alternative pemecahan masalah/ kelemahan yang ada pada dirinya dalam pembelajaran.
2) Tujuan utama penggunaan metode pembelajaran VCT adalah untuk membantu peserta didik agar dapat mudah menyerap dan memahami materi yang disampaikan oleh guru. Dengan penanaman nilai empati pada siswa akan membuat siswa menjadi berempati pada keadaan di sekeliling peserta didik baik di sekolah maupun di dalam masyarakat. 3) Untuk bahan penelitian ini sebagai penguatan dalam teori PKn
khususnya di sekolah agar menghasilkan peserta didik yang berjiwa empati.
(24)
b. Manfaat praktis
Bagi peserta didik : Menghilangkan sikap egois pada anak, menghilangkan sifat kesombongan, dan mengembangkan kemampuan evaluasi dan kontrol diri pada anak.
Bagi guru : Guru juga dapat mengenal tabiat anak didiknya serta menambah wawasan, dan pengetahuan yang luas serta pendekatan yang benar dalam membentuk dan mendidik pribadi peserta didik.
Bagi Sekolah : Kajian nilai empati dapat di masukan dalam program RPP dan Silabus di sekolah sehingga penguatan pembelajaran PKn semakin bertambah pada peserta didik.
Bagi Masyarakat : Mengurangi keresahan masyarakat akibat perilaku-perilaku amoral yang dilakukan peserta didik atau remaja.
E. Asumsi Penelitian
a. Inti dari pembelajaran PKn adalah menegaskan tentang nilai dan moral, empati merupakan bagian dari nilai inti sehingga penanaman nilai empati terhadap peserta didik sangat penting untuk pendewasaan dirinya sebagai warga negara yang baik.
b. Membedakan benar dan salah melalui nilai empati, akan menjadikan diri sebagai sumber energi positif untuk melayani kehidupan sosial yang penuh dinamika. Hati nurani adalah penghasil moral, dan saat hati nurani di isi dengan hal-hal dan nilai-nilai positif, maka hati nurani akan menghasilkan kualitas moral yang cerdas untuk memutuskan apa yang baik, apa yang buruk, apa yang benar, apa yang tidak benar, apa yang adil, apa yang tidak adil, apa yang manusiawi, dan apa yang tidak manusiawi.
(25)
F. Struktur Organisasi Tesis
Untuk mempermudah penulisan tesis ini, penulis akan menyusun Sistimatika penulisan sebagai berikut :
Bab I tentang pendahuluan. Dalam bab ini akan diuraikan dalam beberapa sub bab antara lain; (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Indentifikasi dan Perumusan Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Asumsi Penelitian dan (6) Struktur Organisasi Tesis.
Bab II membahas kajian teoritis / kajian pustaka yang berisi deskripsi, analisis dan rekonseptualisasi penelitian. Pada bab ini terbagi dalam sub bab antara lain ; A. (1) Pengertian dan Hakikat PKn, (2) Visi dam Misi PKn, (3) Fungsi dan Tujuan PKn, (4) Unsur Perkembangan PKn, (5) Karakteristik PKn, (6) Pembelajaran Nilai Sebagai Esensi PKn, (7) Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Mata Pealajaran di sekolah, (8) Proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, (8) Proses Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, dan (9) Strategi Pembelajaran PKn. B (1) Hakikat Klarifikasi Nilai dalam PKn, (2) Langkah-Langkah Pembelajaran Klarifikasi Nilai, dan (3) Keunggulan dan Kelemahan Klarifikasi Nilai.
Bab III membahas metode penelitian dalam bab ini terbagi dalam sub bab antara lain; (1) Lokasi dan Subjek, (2) Pendekatan dan Metode, (3) Definisi opersional, (4) Teknik Pengumpulan Data, (5) Analisis Data, (6) Uji Validitas Data.
Bab IV membahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan. Dalam bab ini terbagi dalam sub bab antara lain; (1) Deskripsi Lokasi Penelitian, (2) Hasil Penelitian dan (3) Pembahasan.
Bab V membahas simpulan. Dalam bab ini terbagi dalam sub bab antara lain; (1) Kesimpulan dan (2) Rekomendasi.
(26)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Menurut Nasution, S (1996 : 43), lokasi penelitian adalah Lokasi situasi sosial yang mengandung tiga unsur, yakni: tempat, pelaku dan kegiatan. Tempat adalah tiap lokasi dimana melakukan sesuatu, pelaku adalah semua orang yang terdapat di lokasi tersebut. Sedangkan kegiatan adalah apa yang dilakuakan orang dalam situasi sosial tsersebut.
Berdasarkan pengertian tersebut atas, maka yang dimaksud dengan lokasi penelitian di sini adalah SMP Negeri 1 Banyusari Kabupaten Karawang. Dasar pertimbangan dijadikan SMP Negeri 1 Banyusari sebagai lokasi penelitian adalah sebagai berikut :
a. Letak Geografis; SMP Negeri 1 Banyusari terletak didaerah jalur pantura Subang-Karawang, wilayah ini memiliki iklim yang cukup panas karena berdekatan dengan pantai dan merupakan jalur alternatif arah Jakarta-Jawa dan sebaliknya. Kemudian sebagian wilayah ini berbatasan dengan wilayah Subang yang beriklim panas.
b. Kondisi sosial ekonomi, kondisi sosial ekonomi siswa-siswi SMP Negeri 1 Banyusari sangat beragam, mulai dari kalangan prasejahtara / kurang mampu, cukup dan kelas menengah atas, hal ini disebabkan karena mata pencaharian orang tua mereka yang sangat beragam, misalnya ada yang berprofesi sebagai pengusaha baik sawah maupun tambak, buruh, pedagang kecil sampai pedagang grosir, pegawai negeri dan lain-lain. c. Kondisi sosial budaya, kondisi sosial budaya siswa-siswi SMP Negeri 1
Banyusari, juga sangat beragam ada anak seorang petani, pedangang, pegawai negeri.
(27)
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini tindakan ini adalah guru kelas VIII (kelas II SMP) dalam pembelajaran PKn. Dalam penelitian ini yang diamati sebagai sumber data adalah munusia, peristiwa dan situasi (Nasution, 1996:9). Manusia yang dimkasud adalah semua orang yang terlibat dalam penelitian tindakan ini yaitu terdiri dari guru, siswa, dan peneliti. Peristiwa yang dimaksud adalah semua kejadian yang diamati selama kegiatan pembelajaran berlangsung di dalam kelas. Sedangkan yang dimaksud dengan situasi adalah latar atau gambaran yang menyangkut keadaan atau kondisi ketika berlangsung pengamatan terhadap pengembangan pembelajaran peneliti dan guru.
Pada penelitian ini, peneliti berusaha memperoleh berbagai macam data yang berhubungan dengan penelitian. Data tersebut akan diperoleh dari semua perkataan, tindakan, situasi dan peristiwa yang dapat diamati oleh peneliti selama kegiatan pembelajaran PKn di kelas VIII A SMP Negeri 1 Banyusari. Sedangkan sumber data tersebut yaitu guru, siswa, dan pihak-pihak lain yang sesuai dengan penelitian.
Untuk menemukan informan maka peneliti menggunakan pengambilan sample secara porposive sampling, internal sampling, dan time sampling. Berdasarkan pada teknik porposive sampling maka peneliti menetapkan informan kunci pada penelitian ini antara lain : Guru PKn dan siswa kelas VIII C, pengambilan sample dengan internal sampling memfokuskan gagasan utama tentang apa yang diteliti, dengan siapa yang diwawancara, kapan melakukan obsevasi, dan dokumen apa yang dibutuhkan. Sedangkan teknik pengambilan
sample dengan time sampling yaitu peneliti mengambil data dengan mengunjungi
lokasi didasarkan pada waktu dan kondisi tempat. Karena situasi disekitar mempengaruhi data yang dikumpulkan. Penentuan subyek penelitian dilakukan dengan menggunakan porposive sampling, adapun yang menjadi subjek penelitian yaitu Kepala sekolah, Guru, dan peserta didik dikelas VIII yang mempunyai kompetensi tentang permasalahan yang diteliti terutama pada sekolah SMP Negeri
(28)
1 Banyusari yang tentu saja diharapkan mampu mendukung dalam pemenuhan data yang dibutuhkan.
B. Desain Penelitian
Pendekatan ini menggunakan pendekatan kualitataif. Pendekatan ini dimaksud untuk mengungkapkan dan memahami kenyataan-kenyataan yang terjadi di lapangan sebagaimana adanya. Pendekatan tersebut dianggap tepat untuk kajian dalam penelitian ini, karena fokus penelitian ini adalah kasus yang terjadi dalam kehidupan masyarakat atau siswa di wilayah Kabupaten Karawang. Melaui pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus akan lebih luas dan lebih mendalam mengungkap aktivitas yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran PKn dan perilaku yang diwujudkan oleh siswa dilingkungan sekolah.
Selanjutnya menurut Maleong. L. J. (1996:35) menjelaskan mengenai pendekatan kualitatif, sebagai berikut :
Penelitian kualitatif berakar pada latar belakang alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, mengadakan analisis secara induktif, mengarahkan sesama penelitian pada usaha menemukan teori-teori dari dasar yang bersifat deskriptif, lebih menutamakan proses dari pada hasil, membatasi fokus, memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data, rancangan penelitiannya yang bersifat sementara dan hasil penelitiannya disepakati oleh kedua belah pihak, peneliti dan subyek peneliti.
Sedankan menurut Creswell, J. W. (2010:43) bahwa Penelitian Kualitatif adalah:
Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyses words, report detailed views of informants, and conducts the study in a natural setting.
Kutipan di atas dapat dejelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah proses penelitian untuk memahami berdasarkan tradisi metodologi penelitian tertentu dengan cara menyelidiki masalah sosial atau manusia. Penelitian membuat gambaran kompleks bersifat holistik, menganalisis kata-kata melaporkan pandangan-pandangan para informan secara inti dan melakukan penelitian dalam
(29)
situasi alamiah. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang seutuhnya (mendalam dan kontekstual) mengenai satu hal menurut pandangan manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, dan pendapat.
Lebih lanjut menurut Nasution, S. (1989 : 8-11) bahwa penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Sumber data ialah situasi yang wajar atau natural setting. b. Peneliti sebagai instrumen penelitian
c. Sangat deskriptif.
d. Mementingkan proses produk.
e. Mencari makna dibelakang kelakuan atau perbuatan, yang dapat memahami masalah atau situasi.
f. Mengutamakan data langsung atau first hand.
g. Trigulasi, yaitu memeriksa kebenaran dengan cara memperoleh data dari sumber lain.
h. Menonjolkan perincian konsektual.
i. Subyek yang diteliti berkedudukan sama dengan peneliti.
j. Mengutamakan perspektif emic, artinya mementingkan pandangan responden tentang bagaimana ia mamandang dan menafsirkan dunia dari segi pendiriannya.
k. Verfikasi, yaitu mencari kasus lain yang berbeda dengan apa yang ditemukan untuk memperoleh hasil yang lebih dipercaya.
l. Sampling yang purposif, dilihat menurut tujuan penelitian.
m. Menggunakan audit trial yaitu mengikuti jejak atau melacak untuk mengetahui apakah laporan sesuai dengan apa yang dikumpulkan.
n. Partisipasi tanpa menggangu untuk mempeoleh situasi yang natural. o. Mengadakan analisis sejak penelitian awal.
(30)
Metode penelitian adalah suatu teknis atau cara mencari, memperoleh, dan mengumpulkan atau mencatat data, baik yang berupa data primer maupun data sekunder yang digunakan untuk keperluan menyusun suatu karya ilmiah dan kemudian menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan sehingga akan terdapat suatu kebenaran data-data yang akan diperoleh. Sugiyono (2008:4), menyatakan bahwa metode penelitian adalah sebagai berikut :
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode tindakan kelas dengan pendekatan kualitatif, dimana peneliti berupaya menguraikan dan menjelaskan secara komprehensif mengenai berbagai aspek yang diteliti. Merujuk pandangan Irawan (2007:4) makna dari penelitian kualitatif tidak terbatas pada urusan data, objek kajian, atau bahkan prosedur penelitian. Makna penelitian kualitatif sungguh tidak mudah didefinisikan, tetapi bisa dipahami ciri-ciri khasnya. Satu ciri khasnya yang sangat penting adalah makna “kebenaran” menurut penelitian kualitatif. Lebih lanjut makna kebenaran menurut penelitian kualitatif adalah kebenaran “intersubjektif”, bukan kebenaran “objektif”. Pengertian kebenaran intersubjektif adalah kebenaran yang dibangun dari jalinan berbagai faktor yang bekerja bersama-sama, seperti budaya dan sifat-sifat unik dari individu manusia. Pendekatan kualitatif, artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Penelitian ini merupakan kajian kontribusi metode pembelajaran VCT untuk meningkatkan nilai empati pada siswa dalam mata pelajaran PKn.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan ragam penelitian pembelajaran yang berkonteks kelas yang dilaksanakan oleh guru untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi oleh guru, memperbaiki mutu dan hasil pembelajaran dan mencobakan hal-hal baru
(31)
pembelajaran demi peningkatan mutu dan hasil pembelajaran. Menurut Stephen Kemmis seperti dikutip D. Hopkins (2013: 45-47) dalam bukunya yang berjudul A Teacher’s Guide to Classroom Research, menyatakan bahwa :
action research adalah: a from of self-reflektif inquiry undertaken by participants in a social (including education) situation in order to improve the rationality and of (a) their own social or educational practices justice (b) their understanding of these practices, and (c) the situastions in which practices are carried out.
Secara singkat PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki dimana praktek-praktek pembelajaran dilaksanakan. Action research dipandang sebagai suatu cara untuk memberi ciri bagi seperangkat kegiatan yang direncanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan; pada pokoknya ia merupakan suatu cara eklektik yang dituangkan ke dalam suatu program refleksi-diri (self-reflection) yang tujuannya untuk peningkatan mutu pendidikan. Action research adalah suatu bentuk penelitian refleleksi-diri yang dilakukan oleh para partisipan (guru, siswa, atau kepala sekolah,) dalam situasi-situsi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a) preaktek-praktek sosial atau pendidikan yang dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai praktek-praktek ini, dan (c) situasi-situasi (dan lembaga-lembaga) di mana praktek-praktek tersebut dilaksanakan. Action research adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktek mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktek tersebut, dan agar mau untuk memperbaikinya. Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis
Penelitian ini memfokuskan pada situasi sosial kelas, atau masalah yang secara aktual dihadapi dalam kelas. Penelitian dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi
(32)
secara mendalam tentang penerapan model metode pembelajaran VCT untuk meningkatkan nilai empati pada siswa dalam mata pelajaran PKn. Hakekat dari penelitian tindakan kelas ini adalah suatu usaha yang berupa tindakan atau intervensi yang dilakukan dengan prosedur terencana dan sistematik untuk memecahkan masalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan peneliti di kelas. Penggunaan metode VCT di kelas dapat membawa perbaikan pada situasi sistem pembelajaran sebagai hasil refleksi diri (Self Reflection) Elliot’s 1993:49).
Kolaborasi antara peneliti dan guru, dimana peneliti membuat rancangan, pengamatan dan mengkritisi, sementara guru merupakan praktisi mitra kerja dilapangan bagi peneliti. Guru dan peneliti mitra akan bersama-sama akan diskusi mulai dari tahap perencanaan, tindakan dan refleksi dengan guru untuk menemukan langkah-langkah selanjutnya untuk mencapai tujuan penelitian. Menurut Wiriatmadja, (2004:72) penelitian tindakan merupakan :
Suatu bentuk penelaahaan atau Inquary melalui refleksi diri yang dilakukan oleh peserta kegiatan tertentu (guru) dan atau kepala sekolah dalam situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaikai rasionalitas dan kebenaran serta keabsahan dari (praktik-praktik sosial atau kependidikan yang mereka lakukan sendiri, pemahaman mereka mengenai praktik-praktik tersebut, dan situasi kelembagaan tepat paraktik-praktik itu dilaksanakan.
Dengan demikian yang dimaksud penelitian tindakan kelas dengan metode VCT dalam penelitian ini adalah upaya yang dilakukan oleh guru PKn (Pak S S, S.Pd) untuk selalu berusaha memperbaiki suatu tindakan yang dilakukan melalui serangkain kegiatan yang berupa siklus yang berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk menanggulangi masalah atau kesulitan dalam pendidikan dan pengajaran, melaksanakan program pelatihan, memberikan pedoman bagi guru untuk perbaikan suasana sistem keseluruhan sekolah, dan juga memasukan unsur-unsur pembaharuan dalam sistem pendidikan dan pengajaran.
Sedangkan menurut Lewin. K (dalam Kasbolah 1999:14), menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah penelitian yang merupakan suatu langkah-langkah (a spiral of steps). Setiap langkah-langkah terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Hubungan antara keempat
(33)
Dedeh Kartini, 2013
komponen tersebut menunjukan sebuah siklus (kegiatan) berkelanjutan dan berulang. Siklus inilah yang sebenarnya menjadi salah satu cirri utama penelitian tindakan, sehingga tidak dilakukan dalam satu kali intervensi saja (Arikunto, 2002: 82).
ACTING
PLANNING SERVING
REFLECTING
Gambar 3.1. Rancangan Penelitian Tindakan Model Kurt Lewin
Pada awalnya proses penelitian dimulai dari perencanaan, namun karena ke empat komponen tersebut berfungsi dalam suatu kegiatan yang berupa siklus, maka untuk selanjutnya masing-masing berperan secara berkesinambungan.
Wawancara Obsevasi Dokumentasi
Analisis model pembelajaran VCT di SMP Negeri 1 Banyusari kota Karawang
Penerapan Motode Pembelajarn VCT untuk meningkatkan nilai empati pada siswa dalam mata pelajaran PKn
1. Perencanaan pembelajaran PKn dengan menggunakan metode VCT untuk meningkatkan nilai empati pada siswa. 2. Implementasi
pembelajaran PKn dengan menggunakan metode VCT . 3. Proses menanamkan
nilai empati melalui pemblajaran PKn. 4. Peningkatan nilai
empati siswa setelah
1. Guru
(34)
Bagan 3.1 Paradigma Penelitian D. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan interprestasi penggunaan istilah dalam penelitiaan ini, maka istilah penting yang digunakan dalam penelitian ini di definisikan sebagai berikut :
1. Konstribusi
Konstribusi berasal dari bahasa inggris yaitu contribute, contribution, maknanya adalah keikutsertaan, keterlibatan, melibatkan diri maupun sumbangan, kontribusi dapat berupa materi atau tindakan.
2. Metode Pembelajaran VCT
Metode VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pencapaian pendidikan nilai. Djahiri (1979:115) mengemukakan bahwa
Value Clarification Technique (VCT), merupakan sebuah cara bagaimana
menanamkan dan menggali / mengungkapkan nilai-nilai dari diri peserta didik. Teknik mengklarifikasi nilai (value clarification technique) atau sering disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.
3. Nilai
Nilai (Value) adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas pilihannya. Nilai telah diartikan oleh para ahli dengan berbagai pengertian, dimana pengertian satu berbeda dengan yang lainnya. Adanya perbedaan
(35)
pengertian tentang nilai ini dapat dimaklumi oleh para ahli itu sendiri karena nilai tersebut sangat erat hubungannya dengan pengertian-pengertian dan aktivitas manusia yang komplek dan sulit ditentukan batasanya. Bahkan karena sulitnya itu Kosttaf (dalam Thoha, 1996:61), memandang bahwa nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat didefinisikan, tetapi hanya dapat dialami dan dipahami secara langsung.
4. Empati
Empati adalah kemampuan untuk menyadari perasaan orang lain dan bertindak (sesuai) untuk membantu. Kohut (1997:40) melihat empati sebagai suatu proses dimana seseorang berpikir mengenai kondisi orang lain yang seakan-akan dia berada pada posisi orang lain. Selanjutnya Kohut melakukan penguatan atas definisinya itu dengan menyatakan bahwa empati adalah kemampuan kehidupan terdalam dari orang lain.
5. Siswa
Siswa adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas.
6. Mata Pelajaran PKn
Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan berdasarkan nili-nilai Pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berkarkter pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari para peserta didik baik sebagai individu, anggota masyarakat dan mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan Kewarganegaran mempunyai arti luas dan arti sempit. Dalam arti sempit PKn itu sebagai mata pelajaran sekolah, tetapi dalam arti luas PKn sebagai suatu bidang kajian disiplin ilmu, sebagai program kurikuler, dan sebagai gerakan sosial budaya atau sosial kultur.
(36)
Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan sebagai berikut : (1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menangapi isu kewarganegaraan, (2) Berpartisifasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak cerdas dalam kegiatan kemasyarakatan, berbangsa dan bernegara. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lainnya.
E. Instrumen penelitian
Untuk menunjang penelitian yang akan dilaksanakan, digunakan instrumen penelitian yaitu penulis sendiri, karena dalam penelitian ini penulis langsung terjun kelapangan untuk mencari bahan, data dan informasi yang dilakukan dengan cara yang sudah dijelaskan diatas, yaitu dengan melakukan obsevasi dan wawancara. Peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data, yang diperlukan dilapangan. Peran peneliti ini sebagai partisipan penuh agar peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti oleh subjek atau informan. Seperti yang dijelaskan oleh Nasution (1996:9) “Dalam penelitian kualitatif, peneliti sebagai instrumen penelitian”. Peneliti adalah alat penelitian utama, dialah sendiri yang mengadakan penelitiaan, pengamatan dan wawancara tak berstuktur sehingga dapat menyelami dan memahami makna interaksi antara manusia dengan dibantu oleh pedoman wawancara dan obsevasi.
Adapun yang menjadi alasan dijadikanya penulis sebagai instrumen penelitian utama dalam penelitian ini, seperti yang dikemukakan oleh Nasution (2003:55-56) yang menjelaskan bahwa :
a. Peneliti sebagai alat peka dan dapat beraksi terhadap stimulus dari lingkungan yang diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian. Tidak ada instrumen lain yang dapat berinteraksi terhadap demikian banyaknya faktor dalam situasi yang senantiasa berubah.
(37)
b. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus tidak ada alat lain, seperti yang digunakan dalam penelitiaan kualitataif, yang dapat menyesuaikan diri dengan bermacam-macam situasi serupa itu. Suatu tes hanya cocok untuk mengukur variabel tertentu akan tetapi tidak dapat dipakai untuk mengukur macam-macam variabel lainya.
c. Setiap situasi merupakan suatu keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa tes atau angka yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia. Hanya manusia sebagai instrumen dapat memahami situasi dalam segala seluk beluknya
d. Suatu situasi melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata-mata. Untuk memahami kita perlu sering mmerasakanya, dan menyelaminya berdasarkan penghayatan.
e. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisa data yang diperoleh. Peneliti dapat menafsirkanya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk melakukan tes, hipotesis yang timbul seketika.
f. Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakanya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan, atau penolakan.
g. Dalam penelitiaan dengan menggunakan tes atau angket yang bersifat kuantitatif yang diutamakan adalah respon yang dapat dikuantifikasikan agar dapat diolah secara statistik, sedangkan yang menyimpang dari itu tidak dihiraukan. Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diteliti.
Dalam penelitian ini penulis sebagai peneliti lebih mengutamakan pendekatan antarmanusia, maksudnya disini adalah agar peneliti mampu untuk berinteraksi untuk mengetahui, mempelajari, memahami dan menarik kesimpulan
(38)
tentang kondisi, fakta yang ada pada objek yang diteliti. Hal ini dilakukan dalam penelitian ini penulis lebih leluasa mencari data dan informasi apabila menggunakan pendekatan antarmanusia.
F. Teknik Pengumpulan Data dan Alasan Rasionalnya
Untuk memenuhi dan mendapatkan data-data yang digunakan didalam penelitian ini, maka diperlukan suatu teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara peneliti mengadakan pengamatan secara langsung, terhadap objek yang diteliti, hal ini dimaksudkan agar penulis mendapatkan gambaran kontribusi pembelajaran VCT untuk meningkatkan nilai empati pada siswa dalam mata pelajaran PKn. Menurut pendapat Nasution (1992:122) pengertian observasi yaitu :
Observasi yaitu pengamatan dilakukan yang secara langsung terhadap objek penelitian yang dimaksud untuk memperoleh suatu gambaran yang jelas tentang kehidupan sosial yang wajar dan sebenarnya sukar diperoleh dengan metode-metode lain.
Observasi dilakukan dilokasi penelitian, dengan cara pengamatan secara langsung dilapangan terhadap objek yang akan diteliti untuk mendapatkan informasi yang akan dipergunakan untuk penelitiaan ini. Objek yang akan diteliti yaitu SMP negeri 1 Banyusari Kabupaten Karawang. Observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang tindakan atau perilaku siswa terhadap metode pembelajaran VCT untuk meningkatkan nilai empati pada siswa dalam proses pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa dalam pembelajaran PKn. Instrumen untuk observasi menggunakan lembaran observasi dengan poin-poin seperti yang dikemukakan dalam panduan observasi. Observasi yang dilakukan langsung lapangan ini dikarenakan manfaatnya secara langsung dalam penelitian ini memberikan informasi tambahan tentang masalah yang sedang diteliti secara jelas dan lengkap, observasi terhadap suasana kelas suasana kelas VIII A dan
(39)
lingkungan sekolah SMP Negeri 1 Banyusari akan menambah wawasan baru yang tidak dapat diungkap dengan alat pengumpul data lainnya, seperti wawancara ataupun angket. Dengan teknik observasi ini seperti yang dikemukakan oleh Lincoln dan Guba (1989:138) dalam Maleong yang mengemukakan :
Metode penelitian kualitatif secara metodologis menggunakan pengamatan dapat mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan lain sebagainya.
Dengan observasi dimaksudkan untuk merekam data tentang aktifitas guru serta perilaku siswa terhadap proses pelaksanaan pembelajaran PKn.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk melengkapi data yang akhirnya diperoleh gambaran yang jelas, didalam wawancara peneliti harus secara nyata mengadakan interaksi dengan responden. Menurut pendapat Esterberg (2002:76) sebagaimana dikutip oleh Sugiono (2007:27) mendefinisikan wawancara sebagai berikut, “a meeting of two persons
to exchange information and idea through question and respons, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic”.
Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
Wawancara dimaksudkan untuk melengkapi serta memperkuat data yang diperoleh serta untuk mendapatkan informasi secara langsung dari responden, sehingga data yang kita peroleh dapat dipertanggung jawabkan. Adapun tujuan wawancara yang dikemukakan oleh Nasution (2003:73) yaitu :” Tujuan wawancara adalah untuk mengetahui apa yang terkandung dalam pikiran dari hati orang lain bagaimana pandanganya tentang dunia, yaitu hal-hal yang tidak dapat kita ketahui melalui observasi”.
(40)
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada sejumlah responden antara lain guru mata pelajaran PKn serta siswa di SMP Negeri 1 Banyusari Kabupaten Karawang. Selain guru (Soleh Suhada, S.Pd) dan siswa kelas VIII A, peneliti akan mewawancarai pihak-pihak yang terkait baik kepala sekolah dan para pembantu sekolah. Informasi dengan wawancara ini dilakukan sesuai sebagaimana yang diungkap oleh Nasution. S (1992:174) dimana dalam melakukan wawancara melalui tiga pendekatan : 1) Dalam percakapan informal, yang mengandung unsur spontanitas, kesantaian, tanpa pola atau arah yang ditentukan sebelumnya; 2) Topik atau masalah yang dijadikan sebagai pedoman atau pegangan; 3) Menggunakan daftar pertanyaannya yang lebih rinci akan tetapi bersifat terbuka yang telah dipersiapkan pertanyaannya lebih dahulu dan akan diajukan menurut urutan rumusan pertanyaan itu.
Dalam penelitian tindakan, wawancara merupakan hal yang penting dalam upaya untuk mengumpulkan atau memperkaya informasi atau bahan-bahan data yang sangat rinci dan hasilnya untuk analisis kualitatif. Pedoman wawancara ini disusun sendiri oleh peneliti secara terbuka yang diajukan bagi guru dan siswa untuk mengkaji pola-pola interaksi guru-siswa selama tindakan berlangsung. Hasil wawancara ditunjukan untuk mengakses pandangan siswa terhadap hasil tindakan yang dilakukan oleh guru. Tipe recorder digunakan untuk melengkapi catatan lapangan dan merekam keadaan dari kegiatan pembelajaran dikelas, selain itu dapat digunakan peneliti dalam rangka wawancara dengan guru, tetapi dalam hal ini penggunaannya dengan seizin guru tersebut.
Di dalam pelaksanaannya wawancara ini dilakukan dalam suasana yang kondusif serta tidak menggangu kegiatan belajar mengajar di sekolah.
3. Studi Literatur
Teknik penelitian selanjutnya yaitu dengan cara studi literatur, studi literatur ini dilakukan dengan cara membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku paket yang dipakai oleh guru yang bersangkutan sebagai pegangan, undang-undang, majalah, artikel, silabus, perencanaan pembelajaraan, dan buku lainnya yang menunjang dan berhubungan dengan masalah yang dibahas, hal ini
(41)
dimaksudkan untuk memperoleh data teoritis yang sekiranya dapat mendukung kebenaran data yang diperoleh melalui penelitian serta dapat menunjang hasil dari penelitian tersebut.
4. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi ini digunakan guna mendukung kegiatan observasi dan wawancara yang dilaksanakan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Hasil dari dokumetasi berupa catatan lapangan dan gambar (foto).
Penggunaan dokumen merupakan teknik pengumpulan data yang bersumber dari non manusia, data-data yang bersumber dari non manusia merupakan sesuatu yang sudah ada, sehingga peneliti tinggal memanfaatkanya untuk melengkapi data-data yang diperoleh melalui pengamatan atau obsevasi dan wawancara dari informan. Dokumentasi dapat diambil dari Silabus dan RPP kelas VIII semester 2.
Menurut Sugiyono (2008:78) Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode obsevasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Kajian dokumen dalam penelitiaan ini difokuskan pada materi dan subtansi yang terkait dengan pengembangan pembelajaran PKn. Dokumen tersebut dapat berupa; RPP dan Silabus di SMP Negeri 1 Banyusari, dokumen pembelajaran PKn, jurnal nasional maupun internasional, dan dokumen-dokumen lain yang dianggap relevan.
1. Persiapan Dalam Penelitian
Dalam suatu penelitian dibutuhkan adanya suatu persiapan, persiapan ini merupakan sebuah tahap awal, dalam sebuah penelitian. Disini peneliti harus mempersiapkan segala hal sebelum melakukan sebuah penelitian, adapun tahapan atau langkah-langkah di dalam sebuah penelitian yaitu sebagai berikut :
a. Observasi Lapangan
Observasi lapangan ini merupakan sebuah langkah awal dimana penulis melakukan untuk menentukan subyek yang akan diteliti sebagaimana sesuai dengan judul yang telah penulis tentukan dan telah disetujui oleh pembimbing.
(42)
Observasi lapangan ini dilakukan agar adanya kesesuaian antara fokus penelitian dengan obyek atau tempat penelitian sehingga menunjang dan sesuai dengan judul yang sudah ditentukan. Menurut Narimawati. U (2008: 23) 0bservasi yaitu “Observasi adalah pengumpulan data melalui pencatatan oleh pengumpul data terhadap gejala/peristiwa yang diselidiki pada objek penelitian”.
Dari observasi dengan cara pra penelitian yang penulis lakukan di SMP Negeri 1 Banyusari. Dari hasil pra penelitian bahwa guru PKn yang bersangkutan sudah menggunakan teknik atau metode belajar yang mampu untuk meningkatkan nilai empati pada siswa, metode yang digunakan adalah menggunakan metode VCT, ada variasi model yang digunakan.
b. Menentukan Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menentukan subjek penelitian, subjek penelitian ini dilakukan agar dapat mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian. Subjek penelitian ini merupakan informan yang dapat memberikan informasi kepada peneliti tentang data yang diperlukan dalam penelitian. Umar.H mengemukakan objek penelitian (2007:303), menyatakan bahwa objek penelitian adalah sebagai berikut : “Objek penelitian menjelaskan tentang apa atau siapa yang menjadi objek penelitian dilakukan. Bisa juga ditambahkan hal-hal lain jika dianggap perlu”. Sedangkan pengertian objek penelitian yang di kemukakan oleh Nur Indriyantoro dan Bambang Supomo (2007:56), menyatakan bahwa objek penelitian adalah sebagai berikut :
Objek penelitian adalah karakteristik yang tentu mempunyai nilai, skor atau ukuran yang berbeda untuk unit atau individu yang berbeda atau merupakan konsep yang diberi lebih dari satu nilai.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa objek penelitian merupakan sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk mendapatkan data tertentu, dengan demikian yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini adalah :
(43)
a) Guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMP 1 Banyusari Karawang 1 orang.
b) Siswa-siswi Kelas VIII C SMP 1 Banyusari Karawang.
Penulis mengambil subjek penelitian di atas karena kedua subyek tersebut mampu untuk membantu penulis dalam mengumpulkan data. Guru PKn SMP 1 Banyusari mampu memberikan penjelasan mengenai pembelajaran dengan menggunakan metode VCT, siswa, mampu untuk menyimak dan mengikuti proses pembelajran, karena guru tersebut menggunakan metode VCT dalam pembelajaran PKn. Sedangkan kepala sekolah beserta seperngkat-seperangkat sekolah seperti perpustakaan, media belajar, dan perangkat lainnya dan penulis menjadikan sebagai penunjang dalam data yang penulis kumpulkan dari hasil penelitian.
Penelitian yang penulis lakukan menggunakan sample porvosive, dimana besarnya sample yang ditentukan oleh adanya pertimbangan informasi, penentuan sample telah dianggap memadai apabila telah sampai pada titik jenuh, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nasution (1996:32-33), bahwa :
Untuk memperoleh informasi tertentu,sampling dapat diteruskan sampai dicapai tarap “redudancy” ketentuan atau kejenuhan artinya bahwa dengan menggunakan responden selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi yang berarti.
Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pada saat melakukan penelitian dalam pengambilan data dari responden hal ini tergantung pada ketentuan atau kejenuhan data dan informasi yang diberikan dan apabila peneliti melakukan dan meminta keterangan dari beberapa responden lainnya untuk dijadikan data dalam penelitian ini, maka keterangan dan data yang diperoleh akan tetap sama. Hal ini berarti penelitian dilakukan telah sampai pada sebuah titik jenuh dimana data yang diperoleh sudah cukup lengkap, sehingga pengambilan data dan informasi yang diberikan dari responden bisa diberhentikan dan selesai.
(44)
Pada tahapan ini, penulis melakukan awalnya adalah menyusun pedoman wawancara. Dimana penulis membuat beberapa pertanyaan yang akan diberikan kepada responden, pertanyaan yang penulis buat tentunya harus sesuai dengan fokus penelitian atau masalah yang akan diteliti. Apabila pedoman wawancara yang sudah penulis buat selesai, maka tahapan berikutnya adalah mengkonsultasikan pedoman wawancara ini dapat dijadikan oleh penulis sebagai bentuk pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan pada setiap responden pada saat penelitiaan.
Wawancara dapat dipandang sebagai suatu bentuk percakapan dan dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang terdapat dalam lingkungan tertentu. Untuk itu dalam melakukan wawancara penulis menggunakan tiga macam pendekatan, sesuai yang dikemukakan oleh Nasution (2003 : 74), tiga macam pendekatan wawancara itu adalah :
a) Dalam bentuk percakapan informal, yang mengandung unsur spontanitas, kesantaian, tanpa pola atau arah yang ditentukan sebelumnya.
b) Menggunakan lembaran berisi garis besar pokok-pokok, topik atau masalah yang disajikan pegangan dalam pembicaraan.
c) Menggunakan daftar pertanyaan, yang lebih terperinci, namun besifat terbuka yang telah dipersiapkan terlebih dahulu dan akan diajukan menurut urutan dan rumusan yang tercantum.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan tanya jawab langsung antara peneliti dan subjek penelitian yang diarahkan pada masalah yang diteliti. Di dalam penelitian dengan menggunakan metode studi kasus dan pendekatan kualitatif, penulis menggunakan serta lebih mengutamakan bentuk pertanyaan terbuka dengan teknik wawancara, dimana dengan pertanyaan terbuka, penulis dapat bertanya dengan leluasa tentang hal yang menyangkut fokus dan bahasan dan mendapatkan jawaban yang lebih lengkap dari responden.
(1)
4) Kendala yang dihadapi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan metode pembelajaran VCT merupakan tantangna yang perlu disikapi, sehingga guru dapat memacu dan menjadikan motivasi bagi siswa untuk berani dalam mengemukakan pendapat.
b. Bagi Siswa
1) Dengan proses pembelajaran PKn dengan menggunakan metode pembelajaran VCT siswa diharapkan dapat meningkatkan nilai empati dan mempunyai keberanian dalam mengemukakan pendapatnya dalam proses belajar dikelas.
2) Melalui proses pembelajaran PKn, siswa memiliki kesadaran bekerjasama, dapat menjawab berdasarkan pendapatnya, dan memiliki motivasi dalam dirinya untuk lebih bersemangat dalam pelajaran PKn.
3) Pembentukan kelompok belajar di kelas harus memperhatikan tingkat pengetahuan dan pemahaman siswa, agar terjadi interaksi yang harmonis dan terjadi kerja sama yang efektif dalam proses pembelajaran.
c. Bagi Sekolah
1) Sekolah sebagai suatu institusi / lembaga pendidikan didalam menyusun kurukulum dengan acuan yang berskala dari Badan Standar Nasional Pendidikan dan mengacu pada Sistem Pendidikan Nasional.
2) Kepala sekolah diharapkan dapat selalu memberikan motivasi dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada guru untuk mengembangkan potensinya dan meningkatkan kompetensinya di dalam melaksanakan pembelajaran serta mencobakan pembelajaran yang aktual seperti metode VCT.
3) Sekolah memberikan kesempatan kepada guru-guru, untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan profesinya sebagai guru sesuai dengan undang-undang guru dan dosen. Agar lebih profesional dalam melaksanakan tugasnya.
4) Kepada Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat dan Dinas Pendidikan Kabupaten Karawang, agar secara rutin mengadakan pelatihan MGMP,
(2)
131
penataran, pelatihan, Workshop yang ditujukan bagi guru untuk mengembangkan metode dan pendekatan pembelajaran untuk mengarah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam meningkatkan kinerja guru serta membenahi proses pembelajaran PKn yang tidak hanya guru menjelaskan konsep sebatas mengajar hasil produk tetapi prosesnya.
d. Bagi Peneliti
1) Disarankan agar melakukan penelitian yang sejenis pada materi dan sekolah lainnya agar diperoleh hasil penelitian yang lebih sempurna dan bermanfaat sebagai bahan informasi bagi dunia pendidikan.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Adler, Alfred. (1998). What Life Should Mean You. Jadikan Hidup Lebih
Bermakna. Yogyakarta : Alenia.
Arikunto, Surasmi. (1998), Prosedural Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Al-Muchtar,S. (2001). Pendidikan dan masalah sosial budaya. Bandung : Gelar Pustaka mandiri.
Borba. Michele. (2008). Membangun kecerdasan moral. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Cogan.J.J & Derricott, (1998) Cityzenship Education For 21 st Century; Setting
the Contex. Jakarta: Gramedia.
Creswell, J.W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif,Kuantitatif, dan
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Djahiri.K.A (1987). Pengajaran Studi Sosial/IPS, Dasar-dasar metodologi model
belajar mengajarilmu pengetahuan sosial. Bandung: LPPP-Ips IKIP
Bandung.
Djahiri, Kosasih, (1992). Menelusuri Dunia Afektif Nilai Moral dan Pendidikan
Nilai Moral. Bandung: Laboratorium Pengajaran PMP IKIP Bandung.
Djahiri.K.A (1985). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT. Bandung: PMPKN FPIPS IKIP Bandung.
Elmubarok,Z. (2007). Membumikan pendidikan nilai. Mengumpulkan yang
terserak, menyambung yang terputus dan menyatukan yang tercerai.
Bandung: Alfabeta.
Gafur.A. (2006). Desain Instruksional: Langkah Sistematis Penyusunan Pola
Dasar Kegiatan Belajar Mengajar: Sala: Tiga serangkai.
Goleman, Daniel. (1997) Emotional intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hurlock, E.B. (2004). Psikologi perkembangansuatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan, Jakarta: Erlangga.
Hopkins, David. 1993. A Teacher’s Guide to Classroom Research. Philadelphia: Open University Press.
(4)
132
Indiantoro, Nur & Supomo.B. (2007). Metodologi Penelitian Bisnis. cetakan kedua. Yogyakarta. BPFE.
Ismaun. (2006). Penataan Pendidikan Kewarganegaraan pada Perguruan Tinggi Menuju Masyarakat Madani. Dalam Pendidikan Nilai Moral dalam
dimensi Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung Labolatorium PKN
PFIPS UPI.
Kosasih A Jahiri. Pengajar Studi Sosial/IPS. LPPS IPS IKIP. Bandung.
Margaret, Bronson, dkk (1999). Belajar Civic Education dari Amerika. Yogyakarta: kerjasama LKIS dan Asia Foundation.
Miles, M.B. and Huberman, A.M. (1992). Qualitative Data Analysis, Rohidi T.R (penerjemah). 1992. UI Press. Jakarta.
Moleong. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Remaja Rosdakarya. Narimawati. U. Dkk (2008). Analisis Multifariat untuk penelitian ekonomi.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nasution. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Nisbet, J & Watt, J. (1994). Studi Kasus, sebuah Panduan Praktis. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Nur Indriantoro, Bambang Supomo. (2007). Metode Penelitian Bisinis.Jakarta: Alfabeta.
Safriya dan Udin, S. (2003). Pendidikan Kewarganegaraan: Model
Pengembangan Materi dan Pembelajaran. Bandung: Labolatorium PKn
PFIPS UPI.
Satori, D & Komariah, A. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana prenada Media Group.
Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Shapiro. E. (2001). Mengajarkan Emotional intellgence pada anak. Jakarta: Gramedia.
Soenarjati dan Cholisin. (1989). Dasar dan Konsep Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Tiara wancana.
Stake, R,E. (1995). The Art Of Case Study Research, Thousand Oaks, CA: SAGE Sudjana. Sugiartini. (2002). Metode Statistika. Bandung. Tarsito.
(5)
Sudjana. (2001). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suwarma Al Muchtar. (2000). Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Nilai
dalam Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.
Takwin, B. (2009). Psikologi menghubungkan jiwa dan kebohongan dengan aktivitas sosial. Dalam Godwin, Red. Psikologi pemberdayaan komunitas. Depot. Insos.
Taupik. (2012). Empati Pendekatan Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Umar, Husen (2007). Metode Penelitian Bisnisuntuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Utama
Umar. H. (2007). Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Umi Narimawati. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Teori
dan Aplikasi. Bandung: Agung Media.
Wahab. Abdul Azis. (1996). Politik Pendidikan dan Pendidikan Politik: Model
Pendidikan Kewarganegaraan Indonesia menuju warganegara global.
IKIP.
Wahab. A. A dan Udin S. Winataputra. (2002). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Yin, Robert, K. (1981). Case Study Research Design and Methods. Penerjemah Mudzakir. 2002. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sumber Undang-undang:
.(2003). UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
. (2007). Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang metode
pengajaran moral melalui pelajaran.
.. (2007). Permendiknas No. 22 tahun 2007 tentang Standar Isi .
Tesis, Jurnal dan Web.
Wilfred & Kemmis, Stephen, Carr. (1996). Be-coming Critical, Education,.
(6)
134
Hopkins D,. (1993). A Teacher’s Guide to Classroom Research, Philadelphia : Open University Press. Milton Keyness
John W. Creswell. (1998). Qualitative Inquiry and reserch Design: Choosing Among Five traditions. London: SAGE Publications.
Maftuh. Bunyamin dan Sapriya. (2005). Pembelajaran PKn melalui konsep,
Jurnal Civicus. 1, (5), 319-392.
Mangunsong, F. (2010). Dalam Menanamkan Empati Menumbuhkan Kecerdasan,
tumbuhkan-kecerdasan. http//www.carisuster.com/artikel/7-inspired-kids/51-menanamkan-empati.
Michel Quinn Patton. (1991). How to use Qualitative Methods in Evalutions. London: SAGE Publications.
Neuman, W.L. (1997). Social research methods: qualitative and quantitative
approach (3rd ed). London: Allyn and Bacon.
Taryono, E. (2012). Peranan Pembelajaran PKn Dalam Menanamkan Sikap Bangga Sebagai Bangsa Indonesia Pada Siswa SMP Negeri 1 Adilewih Pringsewu. Universitas Lampung.
Voldes, A. What is the Meaning of the Descriptive Method in Research? eHow. com http://www.ehow.com.about 6663890 meaning-descriptive-method-research. htm#ixzz2BEBCbq23.
Sumber: :http://www .sekolahdasar.net/2011/04/pembelajaran-value-clarification.htm1#ixzz2MSt2oai8.