DIAGNOSIS MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI KALOR DENGAN MENGGUNAKAN THREE-TIER TEST.

(1)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

DIAGNOSIS MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI KALOR

DENGAN MENGGUNAKAN THREE-TIER TEST

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh

FUJI HERNAWATI KUSUMAH 0809103

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2013


(2)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

DIAGNOSIS MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI KALOR

DENGAN MENGGUNAKAN THREE-TIER TEST

Oleh

Fuji Hernawati Kusumah 0809103

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Fuji Hernawati Kusumah 2013

Universitas Pendidikan Indonesia Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis.


(3)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013


(4)

v

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

DIAGNOSIS MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI KALOR DENGAN MENGGUNAKAN THREE-TIER TEST

ABSTRAK

Siswa pada dasarnya sudah memiliki pengetahuan awal atau konsepsi terhadap suatu konsep, bahkan sebelum mereka belajar secara formal di sekolah. Konsepsi ini terkadang tidak sesuai dengan konsep ilmiah dan dapat menyebabkan miskonsepsi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep-konsep dalam mata pelajaran Fisika. Three-tier Test merupakan suatu alat tes yang digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi dan lack of knowledge pada siswa. Miskonsepsi harus dapat dibedakan dengan lack of knowledge karena miskonsepsi lebih sulit diperbaiki dibandingkan lack of knowledge dan keduanya memerlukan metode pembelajaran yang berbeda untuk mengatasinya. Penelitian ini berfokus pada upaya mendiagnosis miskonsepsi siswa pada materi kalor. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pada konsep apa saja siswa SMP mengalami miskonsepsi mengenai materi kalor dan menjelaskan seberapa umum (prevalensi) miskonsepsi siswa pada konsep-konsep dalam materi kalor tersebut. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif-eksploratif dengan pendekatan non-eksperimen. Subjek penelitian ini adalah 271 siswa SMP kelas VII yang berasal dari tiga SMP Negeri di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Instrumen yang digunakan adalah Three-tier Test. Teknik pengambilan data dilakukan dengan memberikan tes tertulis sebanyak satu kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa SMP mengalami miskonsepsi pada 11 konsep esensial yang meliputi konsep energi, kalor, suhu, massa, kalor jenis, menguap, mendidih, tekanan, titik didih, membeku, dan titik beku. Selain itu, diperoleh pula data bahwa persentase siswa SMP yang mengalami miskonsepsi mencapai 88%, dimana miskonsepsi yang paling banyak dialami oleh siswa adalah miskonsepsi yang berhubungan dengan konsep energi dan kalor, yaitu miskonsepsi bahwa zat dapat memiliki sejumlah kalor di dalamnya.


(5)

vi

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

DIAGNOSIS OF STUDENTS’ MISCONCEPTIONS OF HEAT USING

THREE-TIER TEST

ABSTRACT

Students, basically, possess prior knowledge or conception regarding a concept, even before they study it formally in the school. Sometimes, their conceptions are inconsistent with scientific concept and resulting misconceptions. Some studies found that students encounter misconception of some concepts, particularly in Physics. Three-tier Test is an instrument used to identify student’s misconception and lack of knowledge. A misconception should be diferrentiated from a lack of knowledge because remediation of a misconception is more difficult than remediation of a lack of knowledge. Besides, both of them may entail different instructional methods. This study focused on diagnosing students’ misconceptions of heat using Three-tier Test. The study is aimed to explain in what concepts the students encounter misconceptions of heat and to explain the

prevalence of students’ misconceptions of heat. The method used in this study was a descriptive-exploratory research with non-experimental design. The sample of this study was 271 Grade VII students of three different State Junior High School in Kuningan, West Java. The data was collected through written test using Three-tier Test and administered once. The results showed that students encounter misconceptions in 11 concepts of heat comprising energy, heat, temperature, mass, specific heat capacity, vaporizing, boiling, pressure, boiling point, freezing, and freezing point. Moreover, the results showed that 88% of the students encounter misconception, where the most frequently appeared is misconception about energy and heat that is objects could have a certain quantity of heat in them. Keywords: Misconception, Heat, and Three-tier Test.


(6)

vii

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Batasan Masalah ... 6

F. Definisi Operasional ... 6

G. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II MISKONSEPSI DAN PENGUKURANNYA A. Konsep, Konsepsi, dan Miskonsepsi ... 8

B. Teknik Mendiagnosis Miskonsepsi ... 13

C. Three-tier Test ... 15

D. Materi Kalor dan Miskonsepsinya ... 21

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 27

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 28

C. Instrumen Penelitian ... 29

D. Prosedur Penelitian ... 32

E. Teknik Analisis Instrumen ... 34

F. Hasil Uji Coba Instrumen ... 38

G. Teknik Pengumpulan Data ... 46


(7)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan dan Pembahasan Miskonsepsi Siswa pada Konsep-konsep dalam Materi Kalor

1. Profil Kategori Jawaban Siswa pada Three-tier Test ... 50

2. Profil Miskonsepsi Siswa pada Konsep-konsep dalam Materi Kalor ... 62

B. Temuan dan Pembahasan Prevalensi Miskonsepsi Siswa pada Konsep-konsep dalam Materi Kalor ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77

LAMPIRAN ... 80


(8)

ix

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skala dan Kriteria Confidence Rating ... 16

Tabel 2.2 Pengelompokkan Miskonsepsi berdasarkan Kombinasi Jawaban pada Two-tier Test dengan Confidence Rating ... 17

Tabel 2.3 Analisis Kombinasi Jawaban pada One-tier, Two-tier, dan Three-tier ... 17

Tabel 2.4 Proses Kognitif dari Kemampuan Memahami ... 20

Tabel 2.5 Miskonsepsi mengenai Kalor ... 22

Tabel 2.6 Pengelompokkan Miskonsepsi berdasarkan Konsep-konsep Esensial... 25

Tabel 3.1 Jumlah Sampel Penelitian ... 29

Tabel 3.2 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 36

Tabel 3.3 Klasifikasi Indeks Daya Pembeda ... 37

Tabel 3.4 Reliabilitas Three-tier Test berdasarkan Hasil Uji Coba ... 40

Tabel 3.5 Skala dan Kriteria Confidence Rating (CR) ... 42

Tabel 3.6 Teknik Analisis Kombinasi Jawaban pada Three-tier Test ... 42

Tabel 3.7 Teknik Analisis Kombinasi Jawaban pada Three-tier Test Hasil Adaptasi dan Adopsi ... 45

Tabel 3.8 Kode Kategori Jawaban pada Pengolahan Data Three-tier Test ... 48

Tabel 4.1 Rekapitulasi Skor Rata-rata Confidence Rating dan Persentase Jawaban Salah pada Two-tier Test Hasil Penelitian ... 51


(9)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

Tabel 4.3 Pengelompokkan Miskonsepsi berdasarkan Hubungannya dengan Konsep-konsep Esensial dalam Materi Kalor ... 63 Tabel 4.4 Tingkat Miskonsepsi Siswa ... 71 Tabel 4.5 Skor Rata-rata Miskonsepsi Setiap Siswa ... 71


(10)

xi

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Tahap Pembuatan Two-tier Test ... 18

Gambar 3.1 Pola Penelitian One-Shot Design ... 28

Gambar 3.2 Bagan Tahap Pembuatan Three-tier Test ... 30

Gambar 3.3 Tahapan Prosedur Penelitian ... 33

Gambar 3.4 Contoh Jawaban Siswa yang Mengalami Miskonsepsi pada Topik Miskonsepsi Nomor (1) ... 41

Gambar 3.5 Contoh Jawaban Siswa yang Mengalami Miskonsepsi pada Topik Miskonsepsi Nomor (2) ... 41

Gambar 3.6 Soal Nomor 16 dalam Three-tier Test ... 43

Gambar 3.7 Contoh Jawaban Siswa pada Soal Nomor 16 dalam Three-tier Test ... 43

Gambar 3.8 Soal Nomor 14 dalam Three-tier Test ... 44

Gambar 3.9 Contoh Jawaban Siswa pada Soal Nomor 14 dalam Three-tier Test ... 44

Gambar 4.1 Jumlah Siswa pada Setiap Kategori Jawaban dalam Three-tier Test ... 52

Gambar 4.2 Persentase Siswa dalam Setiap Kategori Jawaban pada Soal Nomor 1 ... 53

Gambar 4.3 Persentase Siswa dalam Setiap Kategori Jawaban pada Soal Nomor 2 ... 53


(11)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

Gambar 4.4 Persentase Siswa dalam Setiap Kategori Jawaban pada Soal

Nomor 3 ... 54 Gambar 4.5 Persentase Siswa dalam Setiap Kategori Jawaban pada Soal

Nomor 4 ... 55 Gambar 4.6 Persentase Siswa dalam Setiap Kategori Jawaban pada Soal

Nomor 5 ... 55 Gambar 4.7 Persentase Siswa dalam Setiap Kategori Jawaban pada Soal

Nomor 6 ... 56 Gambar 4.8 Persentase Siswa dalam Setiap Kategori Jawaban pada Soal

Nomor 7 ... 57 Gambar 4.9 Persentase Siswa dalam Setiap Kategori Jawaban pada Soal

Nomor 8 ... 58 Gambar 4.10 Persentase Siswa dalam Setiap Kategori Jawaban pada Soal

Nomor 9 ... 59 Gambar 4.11 Persentase Siswa dalam Setiap Kategori Jawaban pada Soal

Nomor 10 ... 59 Gambar 4.12 Persentase Siswa dalam Setiap Kategori Jawaban pada Soal

Nomor 11 ... 60 Gambar 4.13 Persentase Rata-rata Siswa dalam Setiap Kategori Jawaban

pada Tiap Butir Soal Three-tier Test ... 60 Gambar 4.14 Persentase Rata-rata Siswa yang Mengalami Miskonsepsi pada


(12)

xiii

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran ... 80

Lampiran A Instrumen Penelitian ... 81

A.1 Kerangka Penyusunan Instrumen Three-tier Test ... 82

A.2 Kisi-kisi Instrumen Three-tier Test (First tier dan Second tier) ... 84

A.3 Tabel Indikasi Miskonsepsi berdasarkan Kombinasi Jawaban Siswa pada Three-tier Test ... 96

A.4 Soal Three-tier Test untuk Penelitian ... 98

A.5 Validitas Three-tier Test Hasil Judgement Dosen Ahli dan Guru ... 105

Lampiran B Pengolahan Data Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 114

B.1 Pengolahan Data Indeks Kesukaran, Validitas, dan Reliabilitas Internal Three-tier Test Hasil Uji Coba Pertama ... 115

B.2 Pengolahan Data Daya Pembeda Butir Soal Three-tier Test ... 120

B.3 Analisis Butir Soal pada Three-tier Test berdasarkan Hasil Uji Coba Instrumen Pertama ... 124

B.4 Pengolahan Data Reliabilitas Internal Three-tier Test Hasil Uji Coba Kedua ... 125

B.5 Pengolahan Data Reliabilitas Eksternal Three-tier Test ... 129

B.6 Contoh Lembar Jawaban Siswa Hasil Uji Coba Pertama ... 131

Lampiran C Pengolahan Data Hasil Penelitian ... 135

C.1 Pengolahan Data Skor Two-tier Test ... 136

C.2 Data Skala Confidence Rating pada Three-tier Test ... 143

C.3 Diagnosis Miskonsepsi Siswa (Sekolah Klaster Atas) ... 150

C.4 Rekapitulasi Diagnosis Miskonsepsi Siswa (Sekolah Klaster Atas) ... 165

C.5 Diagnosis Miskonsepsi Siswa (Sekolah Klaster Menengah) ... 168

C.6 Rekapitulasi Diagnosis Miskonsepsi Siswa (Sekolah Klaster Menengah) ... 183

C.7 Diagnosis Miskonsepsi Siswa (Sekolah Klaster Bawah) .... 186

C.8 Rekapitulasi Diagnosis Miskonsepsi Siswa (Sekolah Klaster Bawah) ... 189

C.9 Rekapitulasi Diagnosis Miskonsepsi 271 Siswa ... 192


(13)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

C.11 Kode Miskonsepsi Siswa dan Pengolahan Datanya ... 204 C.12 Pengolahan Data Persentase Rata-rata Siswa yang

Mengalami Miskonsepsi pada Konsep-konsep dalam

Materi Kalor ... 212 C.13 Contoh Lembar Jawaban Siswa Hasil Penelitian ... 214 Lampiran D Surat-surat Penelitian ... 218

D.1 Surat Tugas Membimbing

D.2 Surat Izin Uji Instrumen dan Penelitian

D.3 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Uji Instrumen dan Penelitian

D.4 Catatan Bimbingan Skripsi


(14)

1

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisika merupakan suatu ilmu yang sangat berhubungan erat dengan fenomena alam. Sebagai suatu ilmu, dalam Fisika pasti terdapat berbagai macam konsep. Konsep merupakan suatu dasar untuk berpikir dan melakukan proses-proses mental yang lebih tinggi agar dapat merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi (Dahar, 1989: 79). Untuk menyelesaikan masalah, siswa harus mengetahui aturan yang relevan berdasarkan konsep-konsep yang diperolehnya atau memahami konsep-konsepnya. Pemahaman konsep sangat berarti dan penting, sebagai suatu cara untuk mengorganisir atau menyusun pengetahuan dan merupakan dasar untuk membangun pemikiran menuju pada tingkat berpikir yang lebih tinggi.

Pemahaman konsep yang dimiliki siswa dipengaruhi pula oleh konsepsi siswa atau tafsiran siswa terhadap suatu konsep. Siswa datang ke kelas dengan membawa konsepsi maupun pengetahun awal mengenai suatu konsep atau penjelasan suatu fenomena sebagaimana yang mereka lihat dengan mata sendiri. Penjelasan terhadap fenomena atau konsepsi tersebut terkadang tidak sesuai dengan penjelasan secara ilmiah (Treagust, 2006: 1). Hal ini dapat mengakibatkan kesalahan dalam memahami konsep atau memunculkan konsep alternatif yang jika tidak diubah akan terus terintegrasi dalam struktur kognitif siswa. Pemahaman semacam ini biasanya bertahan dengan kuat dan membentuk struktur konsep yang salah dan akhirnya menjadi pemahaman siswa.

Siswa mungkin mengikuti pembelajaran dengan topik tertentu, mengerjakan tes dengan baik, dan tidak mengubah anggapan dasarnya mengenai topik tersebut walaupun anggapannya ternyata bertentangan dengan konsep ilmiah yang telah diajarkan. Osborne, Bell, dan Gilbert (Tuysuz, 2009: 628) menyebutkan bahwa siswa terkadang mengalami, memodifikasi, atau menolak anggapan ilmiah yang digunakan sebagai dasar pemikiran mengenai bagaimana dan mengapa sesuatu terjadi. Konsepsi siswa yang berbeda dari konsep ilmiah yang diterima secara


(15)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

umum ini disebut sebagai miskonsepsi, prakonsepsi, kerangka berpikir alternatif, atau ilmu anak (Treagust, 1988: 159).

Terkait dengan konsepsi siswa yang berbeda dengan konsep ilmiah yang diterima secara umum, Hammer (1996: 1318) memilih menggunakan istilah miskonsepsi dan mendefinisikannya sebagai konsepsi yang dipegang kuat dan merupakan stuktur kognitif yang stabil namun tidak sama dengan konsepsi para ahli atau konsep ilmiah. Bingölbali dan Özmantar (Bal, 2011: 285) mengemukakan bahwa miskonsepsi adalah suatu bentuk delusi, yaitu anggapan bahwa yang benar adalah salah dan yang salah adalah benar. Delusi ini dapat berwujud sebagai suatu pemahaman yang salah, suatu kesalahan, atau kekacauan kognitif siswa. Sementara itu, Eryilmaz dan Sürmeli menjelaskan bahwa siswa yang mengalami miskonsepsi dapat membenarkan jawabannya walaupun salah dan yakin akan kebenaran jawabannya tersebut (Bal, 2011: 285). Definisi-definisi tersebut menunjukkan bahwa siswa dikatakan mengalami miskonsepsi bukan semata-mata karena tidak konsisten dengan konsep ilmiah, tetapi juga karena konsep yang salah ini diyakini dengan kuat oleh siswa.

Miskonsepsi dapat diidentifikasi dengan melakukan penilaian terhadap siswa. Merujuk pada hasil penelitian, informasi mengenai miskonsepsi siswa dapat diketahui melalui beberapa teknik, diantaranya yaitu wawancara, tes pilihan ganda, dan Two-tier Multiple-choice Test (Pesman dan Eryilmaz, 2010: 208-209). Wawancara dengan siswa memungkinkan peneliti untuk mengetahui pemahaman siswa secara utuh dan mendalam, namun teknik ini membutuhkan waktu yang lama dan hanya bisa dilakukan pada sedikit siswa jika waktunya terbatas. Tes pilihan ganda mudah digunakan dan dinilai, tetapi hasilnya tidak benar-benar menggambarkan miskonsepsi siswa. Jawaban siswa yang salah belum tentu menunjukkan miskonsepsi, dan sebaliknya, siswa yang menjawab dengan benar belum tentu tidak mengalami miskonsepsi, bisa saja jawabannya hanya tebakan.

Two-tier Multiple-choice Test merupakan alat tes yang cukup sukses

mendiagnosis miskonsepsi siswa dan mudah untuk dinilai. Tetapi, senada dengan pendapat Hasan, Bagayoko, dan Kelley (Pesman dan Eryilmaz, 2010: 208),


(16)

3

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

lack of concept, begitu pula dengan teknik wawancara. Padahal membedakan

miskonsepsi dengan lack of knowledge sangat penting karena remediasi miskonsepsi lebih sulit daripada remediasi lack of knowledge dan remediasi keduanya membutuhkan metode pembelajaran yang berbeda (Pesman dan Eryilmaz, 2010: 209). Semakin lama miskonsepsi bertahan dalam struktur kognitif siswa, maka akan semakin sulit mengatasi miskonsepsi tersebut. Miskonsepsi sebaiknya diidentifikasi sedini mungkin dari tingkat SD atau SMP agar tidak menimbulkan kesulitan lebih jauh pada saat siswa mengenyam pendidikan di tingkatan sekolah yang lebih tinggi.

Alat tes lain yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa adalah Three-tier Test yang dikembangkan oleh Hasan, Bagayoko, dan Kelley (Pesman dan Eryilmaz, 2010: 209), dibahas dalam beberapa desertasi doktoral oleh Al-Rubayea, Franklin, Hill, dan conference paper oleh Kaaltakei dan Didi (Caleon dan Subramaniam, 2010: 941). Alat tes ini merupakan pengembangan dari Two-tier Multiple-chioce Test yang dikombinasikan dengan

Certainty Responce Index (CRI) atau Confidence Rating (CR). Hassan, Bagayoko,

dan Kelley (Pesman dan Eryilmaz, 2010: 209) menggunakan cara yang sederhana dan mudah untuk mengidentifikasi miskonsepsi dan membedakannya dengan kurangnya pengetahuan (lack of knowledge) atau kurangnya konsep (lack of

concept), yaitu dengan Certainty Response Index. Siswa yang menjawab dengan

benar dan yakin atas jawabannya pada Two-tier Test menunjukkan bahwa ia memang paham terhadap konsep tertentu, siswa yang yakin dengan jawabannya walaupun jawaban tersebut salah menunjukkan bahwa ia mengalami miskonsepsi, sedangkan siswa yang menjawab salah dan tidak yakin atas jawabannya bukan berarti ia mengalami miskonsepsi, tetapi ia mengalami lack of knowledge.

Beberapa penelitian di Indonesia menemukan bahwa siswa mengalami miskonsepsi pada konsep-konsep dalam mata pelajaran Fisika, contohnya pada konsep-konsep dalam materi fluida. Beberapa siswa SMP meyakini bahwa volume benda mempengaruhi tekanan, benda yang massanya besar akan tenggelam dalam fluida walaupun massa jenisnya lebih kecil daripada fluidanya, dan berat benda ketika ditimbang di udara lebih ringan daripada berat benda


(17)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

ketika ditimbang dalam air (Pertiwi, 2012: 68-69). Miskonsepsi tidak hanya dialami oleh siswa, tetapi dialami pula oleh mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa mengalami miskonsepsi pada konsep-konsep dalam materi rangkaian listrik, diantaranya adalah sumber tegangan mengeluarkan arus yang tetap daripada tegangan yang tetap dan kuat arus atau tegangan pada lampu bergantung pada jarak lampu tersebut dengan kutub positif baterai (Purba dan Depari, 2008: 12-15). New York Science Teacher 2010 memuat beberapa miskonsepsi yang dialami siswa, diantaranya adalah benda mengapung di atas air karena lebih ringan daripada air, adanya musim disebabkan oleh jarak bumi terhadap matahari, istilah energi dan gaya memiliki arti yang sama, dan baterai mengandung listrik di dalamnya (Gooding dan Metz, 2011: 36). Selain beberapa miskonsepsi tersebut, ada pula miskonsepsi siswa pada materi kalor, diantaranya adalah kalor adalah materi seperti udara atau uap, zat dapat memiliki sejumlah kalor di dalamnya, dan kalor sama seperti suhu (Sözbilir, 2003: 28). Miskonsepsi pada materi kalor tenyata dialami oleh siswa pada tingkat SD, SMP, SMU, perguruan tinggi, bahkan dialami pula oleh guru (Suparno, 2005: 141). Adanya miskonsepsi yang dialami siswa, bahkan siswa pada tingkat Perguruan Tinggi, merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Jika miskonsepsi tidak diidentifikasi sedini mungkin, maka bukan hal yang tidak mungkin miskonsepsi tersebut akan bertahan hingga siswa lulus Perguruan Tinggi atau bahkan hingga tua. Dengan demikian, penelitian untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa sangat penting dilakukan sedini mungkin agar guru dapat memperbaiki miskonsepsi tersebut, sehingga setelah dewasa atau pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi siswa tidak mengalami miskonsepsi lagi.

The National Research Council (NRC) (Gooding dan Metz, 2011: 36)

menyebutkan bahwa miskonsepsi siswa dapat diatasi salah satunya dengan cara mendorong siswa mengetes kerangka berpikir konseptualnya melalui diskusi dengan teman atau melalui tes yang memungkinkan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, peneliti melakukan penelitian untuk mendiagnosis miskonsepsi siswa pada materi kalor dengan menggunakan Three-tier Test. Materi kalor dipilih karena materi ini berkaitan dengan konsep-konsep yang abstrak atau


(18)

5

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

kuantitasnya tidak dapat diamati secara langsung (Alwan, 2011: 602) dan cukup sulit untuk dipahami (Sözbilir, 2003: 25). Miskonsepsi pada materi kalor ini diidentifikasi dengan menggunakan Three-tier Test karena alat tes ini dapat membedakan siswa yang benar-benar memahami konsep dengan siswa yang mengalami miskonsepsi dan lack of knowledge.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah profil miskonsepsi siswa SMP pada materi kalor berdasarkan hasil diagnosis dengan menggunakan Three-tier Test?”. Rumusan masalah tersebut dijabarkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Pada konsep apa saja siswa SMP mengalami miskonsepsi mengenai materi kalor?

2. Seberapa umum (prevalensi) miskonsepsi pada konsep-konsep dalam materi kalor tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu menjelaskan bagaimana profil miskonsepsi siswa SMP pada materi kalor berdasarkan hasil diagnosis dengan menggunakan Three-tier Test. Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan pada konsep apa saja siswa SMP mengalami miskonsepsi mengenai materi kalor,

2. Menjelaskan seberapa umum (prevalensi) miskonsepsi pada konsep-konsep dalam materi kalor tersebut.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini adalah:

1. Data miskonsepsi dapat dijadikan sebagai feedback agar guru membantu memperbaiki miskonsepsi siswa dan menjelaskan konsep yang benar kepada


(19)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

siswa, sehingga mampu meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran yang tidak menimbulkan miskonsepsi lebih lanjut pada siswa.

2. Melalui penggunaan Three-tier Test ini guru dapat mengukur pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang berkaitan dengan materi kalor.

3. Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan rujukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian mengenai Three-tier Test.

E. Batasan Masalah

Permasalahan yang dirumuskan dibatasi dengan batasan masalah sebagai berikut:

1. Miskonsepsi siswa pada materi kalor yang dimaksud dalam penelitian ini adalah miskonsepsi pada konsep-konsep esensial dalam materi kalor. Konsep-konsep esensial ini ditentukan dengan mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dengan standar kompetensinya adalah memahami wujud zat dan perubahannya dan kompetensi dasarnya adalah mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Prevalensi miskonsepsi dideskripsikan dalam bentuk persentase atau proporsi siswa yang mengalami miskonsepsi.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional dari miskonsepsi adalah pemahaman seseorang terhadap suatu konsep yang diyakini kuat berdasarkan kriteria tertentu, namun berbeda dengan konsepsi para ahli. Pada penelitian ini, miskonsepsi diidentifikasi dengan membandingkan jawaban siswa pada soal tingkat pertama (First Tier), tingkat kedua (Second Tier), dan Confidence Rating dalam soal Three-tier Test. Adanya miskonsepsi diindikasikan dengan tingginya skor atau indeks Confidence Rating walaupun jawaban siswa pada soal tingkat pertama dan kedua tidak benar.


(20)

7

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri atas lima bab, yaitu:

1. Bab I Pendahuluan, yang memuat gambaran umum mengenai penelitian, yang terdiri atas latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, variabel penelitian, dan definisi operasional dari variabel penelitian.

2. Bab II Kajian Pustaka mengenai miskonsepsi dan pengukurannya, yang memuat uraian teori-teori mengenai konsep, konsepsi, miskonsepsi, teknik mendiagnosis miskonsepsi, Three-tier Test, dan materi kalor serta miskonsepsinya.

3. Bab III Metode Penelitian, yang terdiri dari metode dan desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, teknik analisis instrumen, hasil uji coba instrumen, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan teknik analisis data.

4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan berisi hasil penelitian, analisis, dan pembahasan hasil penelitian.


(21)

27

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif-eksploratif dengan pendekatan non-eksperimen. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki keadaan atau kondisi suatu hal yang hasilnya dipaparkan secara lugas dan apa adanya (Arikunto, 2010: 3). Penelitian eksploratif adalah penelitian yang permasalahannya belum pernah diteliti atau sedikit sekali informasi mengenai permasalahnya dan bertujuan untuk:

1. Memperoleh gambaran yang jelas mengenai permasalah. 2. Menentukan alternatif tindakan yang dilakukan.

3. Menentukan variabel-variabel penelitian dan pengujian lebih lanjut (Masyhuri dan Zainudin, 2008: 48 dan 45).

Dengan demikian, penelitian deskriptif-eksploratif ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki kondisi miskonsepsi siswa SMP pada materi kalor dengan menggunakan Three-tier Test agar diperoleh informasi atau gambaran yang jelas mengenai miskonsepsi siswa tersebut.

Peneliti tidak memberikan perlakuan dalam bentuk kegiatan pembelajaran terlebih dahulu kepada siswa, yang terpenting siswa sudah mempelajari materi kalor sebelum diberikan Three-tier Test. Berdasarkan pengertian dan sifat-sifat miskonsepsi, walaupun waktu antara pembelajaran mengenai kalor dengan pemberian tes cukup lama, miskonsepsi muncul atau hilang tidak disebabkan oleh waktu, melainkan karena faktor epistemologi, psikologis, dan pedagogik (Bal, 2011: 285) sebagaimana dijelaskan pada kajian teori.

Sebelum tes dilaksanakan, sekitar seminggu sebelum tes siswa diberikan informasi mengenai materi yang akan diteskan. Hal ini dilakukan agar siswa mempelajari kembali (review) materi yang akan diteskan, sehingga hasil yang diperoleh pada Three-tier Test sesuai dengan yang diharapkan peneliti. Desain yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan bentuk pendekatan


(22)

28

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

penelitian non-eksperimen. Karena pengambilan data hanya dilakukan sekali, maka pola penelitiannya digambarkan seperti dalam Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Pola Penelitian One-Shot Design

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII dari76SMP Negeri di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik cluster random sampling. Sugiyono (2011: 122) mengemukakan bahwa pengambilan sampel dengan teknik cluster random

sampling dari populasi yang di dalamnya terdapat kelompok yang berstrata perlu

menggunakan stratified random sampling pula. Pengambilan sampel dengan teknik cluster random sampling ini terdiri dari dua tahap, yaitu:

1. Menentukan sampel daerah.

2. Menentukan orang-orang yang ada pada daerah tersebut.

Berdasarkan tahap tersebut, langkah pertama yang peneliti lakukan untuk memilih sampel penelitian yaitu menentukan sampel sekolah yang dijadikan tempat penelitian. Peneliti mengambil tiga sekolah secara acak di mana masing-masing sekolah ini mewakili sekolah klaster atas, menengah, dan bawah.Langkah selanjutnya yaitu menentukan sampel individu dari ketiga sekolah tersebut, dalam hal ini adalah menentukan sampel siswa.

Peneliti menentukan jumlah sampel berdasarkan tingkat ketelitian atau kepercayaan hasil penelitian. Dengan mempertimbangkan dana, waktu, dan tenaga, peneliti mengambil jumlah sampel berdasarkan tingkat kepercayaan sebesar 90% atau taraf kesalahan sebesar 10%. Jumlah sampel ditentukan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael, atau dengan melihat tabel penentuan jumlah sampel berdasarkan rumus tersebut (Sugiono, 2011: 128). Populasi siswa kelas VII dari76SMP Negeri di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, diketahui sebesar 37.961 siswa. Dengan demikian, banyaknya sampel minimal yang harus digunakan dalam penelitian ini adalah 269 sampel. Jumlah


(23)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

sampel penelitian dari setiap sekolah dicantumkan dalam Tabel 3.1. Peneliti memilih SMP Negeri karena kurikulum di sekolah negeri ini menggunakan urutan Standar Kompetensi yang sesuai dengan KTSP sehingga siswa kelas VII ini dipastikan sudah mempelajari materi mengenai kalor.

Tabel 3.1 Jumlah Sampel Penelitian

Nama Sekolah Jumlah Siswa Kelas VII (N) Jumlah Sampel (NS) SMPN 2 Kuningan 359 122

SMPN 7 Kuningan 372 126

SMPN 5 Kuningan 66 23

Jumlah Total (Σ) 797 271 Banyaknya jumlah minimal sampel ditentukan menggunakan rumus:

�� = 269

Banyaknya jumlah sampel (NS) ditentukan menggunakan rumus: �� =��� ��

Dengan:

NS = jumlah sampel yang dibutuhkan dari tiap sekolah

N = jumlah siswa kelas VII dari tiap sekolah

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Three-tier Test yang berfungsi untuk mengevaluasi kemampuan memahami dan mengidentifikasi miskonsepsi siswa. Instrumen ini berbentuk pilihan ganda tiga tingkat dimana pada soal tingkat keduanya disisipkan opsi berbentuk isian kosong (free

response). Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah siswa mengalami

miskonsepsi baru atau miskonsepsi yang tidak terdapat dalam literatur sebelumnya. Instrumen ini mengukur kemampuan memahami (C2) berdasarkan taksonomi Anderson, yang meliputi proses kognitif menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan. Peneliti mengadopsi dan mengadaptasi tahap pembuatan Two-tier Test yang dibuat oleh Treagust (2007: 394) yang digambarkan dalam Gambar 3.2.

(3.1)


(24)

30

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

Gambar 3.2 Bagan Tahap Pembuatan Three-tier Test

Tahap pembuatan Three-tier Test tersebut dijelaskan sebagai berikut. 1. Menentukan Konten atau Materi

Materi yang digunakan dalam tes ini adalah materi kalor. Setelah materi ditentukan, selanjutnya adalah mengidentifikasi konsep-konsep esensial yang ada dalam materi tersebut. Peneliti menggunakan dua Buku Sekolah Elektronik (BSE)

Tahap 1: Menentukan isi materi Tahap 2: Mengumpulkan informasi miskonsepsi siswa Tahap 3: Menyusun Two-tier Test

Mengidentifikasi konsep esensial

Memilih Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Membuat Indikator soal

Telaah literatur melalui jurnal dan buku yang memuat hasil penelitian mengenai

miskonsepsi

Membuat kisi-kisi instrumen

Membuat draft instrumen

Two-tier Test

Judgement validitas isi

dan konstruksi kepada dosen ahli dan guru Menambahkan

Confidence Rating

pada Two-tier Test

Perbaikan instrumen

Tahap 4: Menyusun Three-tier

Test

Uji coba instrumen pertama

Uji coba instrumen kedua


(25)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

mata pelajaran IPA untuk SMP kelas VII untuk membantu mengidentifikasi konsep-konsep esensial. Selanjutnya peneliti membuat indikator soal mengacu pada standar kompetensi, kompetensi dasar, dan konsep-konsep esensial yang sudah diidentifikasi.

2. Mengumpulkan Informasi Miskonsepsi

Peneliti melakukan telaah literatur untuk mengetahui miskonsepsi mengenai kalor yang sering dialami oleh siswa berdasarkan penelitian terdahulu. Informasi miskonsepsi ini digunakan untuk membuat distraktor pada soal tingkat kedua (Second Tier).

3. Menyusun Two-tier Test

Soal pada Two-tier Test ini terdiri dari dua tingkat soal, yaitu soal tingkat pertama (first tier) yang berfungsi untuk menilai pengetahuan deskriptif siswa dan soal tingkat kedua (second tier) berbentuk butir-butir alasan atas jawaban pada soal tingkat pertama yang berfungsi untuk menilai pola pikir siswa. Soal tingkat kedua ini terdiri dari lima opsi jawaban, empat opsi berupa pernyataan tertulis, sedangkan satu opsi lainnya dalam bentuk isian kosong. Penggunaan opsi dalam bentuk isian kosong ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsepsi siswa yang tidak sesuai dengan opsi-opsi yang dicantumkan dan untuk menghindari jawaban yang ragu-ragu dari siswa agar siswa benar-benar mengungkapkan konsep yang dipahaminya. Two-tier Test yang sudah selesai dibuat kemudian dikonsultasikan kepada dua dosen ahli dan satu guru mata pelajaran IPA (Fisika) untuk mengevaluasi validitas isi dan konstruksi soal-soal dalam instrumen tersebut. 4. Menyusun Three-tier Test

Setelah melalui tahap validasi oleh ahli, Two-tier Test ini kemudian ditambahkan dengan Confidence Rating dengan enam opsi jawaban, yaitu hanya menebak, sangat tidak yakin, tidak yakin, yakin, sangat yakin, dan sangat yakin sekali. Two-tier Test yang dikombinasikan dengan Confidence Rating ini selanjutnya dinamakan Three-tier Test. Setelah selesai dibuat, Three-tier Test ini kemudian diujicobakan kepada siswa. Hasil uji coba dan hasil validasi ahli pada akhirnya dijadikan acuan untuk menentukan soal mana saja yang layak digunakan dalam Three-tier Test berdasarkan nilai validitas, indeks kesukaran, dan daya


(26)

32

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

pembeda tiap butir soal. Uji coba diberikan sebanyak dua kali dengan menggunakan instrumen yang sama (single test double trial) untuk menentukan reliabilitas eksternal Three-tier Test. Uji coba instrumen diberikan pada siswa yang sama dan merupakan siswa dari tiga sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian. Rentang waktu uji coba pertama dengan uji coba kedua adalah dua minggu.

Peneliti mengujikan soal dalam bentuk Three-tier Test karena peneliti menggunakan dua miskonsepsi yang tidak ada dalam literatur. Jika ternyata hasil uji coba menunjukan bahwa siswa mengalami miskonsepsi pada distraktor tersebut, maka miskonsepsi ini dapat digunakan dalam instrumen pada saat penelitian. Selain itu, uji coba dalam bentuk Three-tier Test memungkinkan peneliti untuk menggali miskonsepsi siswa yang tidak ada dalam distraktor soal yang dapat dipertimbangkan untuk digunakan sebagai distraktor jika miskonsepsi ini banyak dipilih oleh siswa.

D. Prosedur Penelitian

Secara garis besar, penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu (1) tahap persiapan; (2) tahap pelaksanaan; (3) tahap akhir. Penjelasan lebih rinci mengenai tahap-tahap tersebut dijabarkan sebagai berikut.

1. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mengidentifikasi masalah dan merumuskan masalah, dilanjutkan dengan menyusun Two-tier Test. Instrumen Two-tier Test yang telah selesai dibuat kemudian divalidasi kepada ahli, ditambahkan Confidence Rating, lalu diujicobakan dalam bentuk Three-tier Test kepada 65 siswa. Selanjutnya peneliti menganalisis hasil uji coba yang meliputi analisis validitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda butir soal serta reliabilitas instrumen, hingga dapat menentukan butir soal yang layak digunakan dalam instrumen Three-tier Test untuk penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah melalui tahap analisis hasil uji coba dan perbaikan instrumen,


(27)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

tiga SMP Negeri dengan klaster yang berbeda-beda. Siswa yang dijadikan sampel penelitian ini berbeda dengan siswa yang mengikuti uji coba instrumen. Atau dengan kata lain, sampel penelitian ini tidak termasuk siswa yang sudah mendapatkan tes pada saat uji coba.

2. Tahap Akhir

Pada tahap ini peneliti mengolah data untuk mengetahui profil jawaban-jawban siswa agar dapat mengidentifikasi miskonsepsi yang dialami siswa, lalu menganalisis apakah ditemukan miskonsepsi baru yang tidak ada dalam literatur, dan menganalisis bagaimana prevalensi miskonsepsinya. Setelah itu, peneliti menyimpulkan hasil temuannya dan membuat laporan penelitian.

Tahapan prosedur penelitian ini digambarkan dalam Gambar 3.3 berikut ini.

Gambar 3.3 Tahapan Prosedur Penelitian Mengidentifikasi masalah

Tahap Perencanaan

Merumuskan masalah

Studi literatur Menentukan solusi permasalahan

Membuat Instrumen Three-tier Test

Tahap Pelaksanaan

Melakukan penelitian dan mengumpulkan data dengan menggunakan Three-tier Test

Tahap Akhir

Mengolah dan menganalisis data

Menarik kesimpulan


(28)

34

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test E. Teknik Analisis Instrumen

Instrumen yang baik harus dapat mengukur apa yang hendak diukur (valid) dan dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data (reliabel) (Arikunto, 2010: 211). Sebab, sebuah tes mungkin saja reliabel tetapi tidak valid. Sebaliknya, tes yang valid biasanya reliabel (Arikunto, 2009: 87).

Peneliti menganalisis validitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda butir soal pada Three-tier Test. Jika jawaban siswa pada soal tingkat pertama (first tier) benar, jawaban pada soal tingkat kedua (second tier) juga benar, dan siswa yakin terhadap jawaban pada kedua tingkat soal tersebut atau skala Confidence Rating yang dipilih siswa lebih dari 4 (CR>4), maka siswa diberi skor 1 (Pesman dan Eryilmaz, 2010: 212). Jika selain jawaban tersebut, maka siswa diberi skor 0.

Validitas instrumen, indeks kesukaran butir soal, daya pembeda butir soal, dan reliabilitas instrumen ditentukan dengan cara sebagai berikut.

1. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto, 2010: 211).

Validitas Three-tier Test ini terdiri dari validitas logis dan empiris. Uji validitas logis yang meliputi validitas isi dan konstruksi dilakukan dengan mengonsultasikan setiap butir soal dalam Three-tier Test kepada dua dosen ahli dan satu guru mata pelajaran IPA (Fisika). Uji validitas empiris dilakukan dengan teknik analisis validitas butir soal (Arikunto, 2010: 215) dan analisis daya pembeda untuk menguji validitas instrumen secara keseluruhan (Sugiyono, 2011: 180). Validitas butir soal ditentukan menggunakan rumus korelasi Product

Moment Pearson (rxy) dengan angka kasar (Arikunto, 2010: 213), yaitu:

� = �� − � �

�� 2− � 2 �� 2− � 2

Dengan:

rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dua variabel yang dikorelasikan

X = skor tiap butir soal Y = skor total tiap butir soal


(29)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

N = jumlah siswa

Penafsiran indeks validitas butir soal dilakukan dengan membandingkan indeks korelasi (rxy) yang didapat terhadap indeks korelasi pada tabel harga kritik r Product-Moment. Jika indeks korelasi hitung lebih besar dari indeks korelasi

(dengan N tertentu) pada tabel harga kritik r Product-Moment, maka butir soal dikatakan valid (Arikunto, 2010: 227). Jika sebaliknya, maka butir soal dikatakan tidak valid atau tidak dapat digunakan.

Sementara itu, validitas instrumen secara keseluruhan ditentukan menggunakan rumus t-test (Sugiyono, 2011: 181). Langkah awal yang perlu dilakukan adalah mengurutkan skor dari yang tertinggi hingga terendah. Lalu menentukan kelompok tinggi yaitu 27% sampel yang memiliki skor tertinggi dan kelompok rendah yaitu 27% sampel yang memiliki skor terendah. Rumus signifikansi daya pembeda yang digunakan untuk menentukan validitas instrumen secara keseluruhan adalah:

�= −1 2

�� 11+1 2

�� = �1−1 �1

2+

2−1 �22

�1+�2 −2

Dengan:

t = signifikansi daya pembeda

1

= skor rata-rata kelompok tinggi

2

= skor rata-rata kelompok rendah

�1 = jumlah peserta kelompok tinggi

�2 = jumlah peserta kelompok rendah

�� = standar deviasi gabungan �1 = standar deviasi kelompok tinggi

�2 = standar deviasi kelompok rendah

Penafsiran validitas instrumen dilakukan dengan membandingkan harga t hitung terhadap tabel distribusi harga t, dengan = �1+�2 −2. Jika harga t hitung lebih besar dari pada harga t tabel, maka instrumen dikatakan valid (Sugiyono, 2011: 182).

(3.4)


(30)

36

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

2. Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran suatu butir soal adalah proporsi dari keseluruhan siswa yang menjawab benar pada butir soal tersebut (Arikunto, 2009: 208). Indeks kesukaran dihitung dengan rumus:

� =

��

Dengan:

P = indeks kesukaran soal

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Arti nilai indeks kesukaran soal (P) dapat diketahui dengan cara membandingkan nilai tersebut dengan Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Klasifikasi Indeks Kesukaran (Arikunto, 2009: 210)

Nilai P Kriteria

1,00 Terlalu mudah 0,70 – 1,00 Mudah 0,30 – 0,70 Sedang 0,00 – 0,30 Sukar

0,00 Terlalu sukar

3. Daya Pembeda

Daya pembeda suatu butir soal adalah kemampuan butir soal untuk membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah (Arikunto, 2009: 213-214). Daya pembeda dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

� =

� −� =� − �

Dengan:

D = indeks daya pembeda

JA = jumlah peserta kelompok atas

JB = jumlah peserta kelompok bawah

BA = jumlah peserta kelompok atas yang menjawab benar

(3.7) (3.6)


(31)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

BB = jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab benar

PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Untuk menghitung indeks daya pembeda, perlu dibedakan antara kelompok kecil dengan kelompok besar. Jika jumlah sampel kurang dari 100, maka kelompok ini dibagi dua menjadi sama besar, yaitu 50% sampel dengan skor teratas sebagai kelompok atas (JA) dan 50% sampel dengan skor terbawah

sebagai kelompok bawah (JB). Sedangkan jika jumlah sampel lebih dari 100,

maka hanya diambil 27% sampel dengan skor teratas sebagai kelompok atas (JA)

dan 27% sampel dengan skor terbawah sebagai kelompok bawah (JB) (Arikunto,

2009: 212). Jika indeks daya pembeda bernilai negatif, sebaiknya soal diperbaiki atau dibuang saja karena artinya soal tersebut tidak baik (Arikunto, 2009: 218). Klasifikasi indeks daya pembeda ditunjukkan dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Klasifikasi Indeks Daya Pembeda (Arikunto, 2009: 218)

Indeks D Kriteria

0,70 – 1,00 Baik sekali 0,40 – 0,70 Baik 0,20 – 0,40 Cukup 0,00 – 0,20 Jelek 4. Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2010: 221). Reliabilitas yang dicari untuk Three-tier Test ini adalah reliabilitas eksternal dan internal. Uji reliabilitas eksternal dilakukan dengan teknik single test double trial.

Uji reliabilitas eksternal dilakukan dengan mengorelasikan hasil uji coba instrumen pertama dengan hasil uji coba instrumen kedua. Rumus yang digunakan untuk menentukan reliabilitas eksternal Three-tier Test adalah rumus korelasi

Product Momen Pearson sebagai berikut.

� = �� − � �


(32)

38

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

Dengan:

rxy = koefisien korelasi antara tes pertama dengan tes kedua

X = skor siswa pada tes pertama Y = skor siswa pada tes kedua N = jumlah siswa

Selain uji reliabilitas eksternal, peneliti melakukan uji reliabilitas internal

Three-tier Test yang ditentukan dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha,

yaitu:

� =

−1 1−

� 2

��2

Dengan:

rxy = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

Σσb2 = jumlah varians butir

σt = varians total

Penafsiran indeks reliabilitas instrumen dilakukan dengan membandingkan indeks reliabilitas (rxy) hasil hitung terhadap indeks korelasi pada tabel harga

kritik r Product-Moment. Jika indeks reliabilitas hitung lebih besar dari indeks korelasi (dengan N tertentu) pada tabel harga kritik r Product-Moment, maka instrumen dikatakan reliabel (Arikunto, 2010: 227). Jika sebaliknya, maka instrumen dikatakan tidak reliabel.

F. Hasil Uji Coba Instrumen

Uji coba instrumen dilakukan di tiga sekolah yang digunakan sebagai tempat penelitian. Instrumen yang diujicobakan diberikan dalam bentuk

Three-tier Test. Siswa yang mengikuti uji coba instrumen ini berjumlah 65 orang. Hasil

uji coba instrumen tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1. Validitas, Daya Pembeda, Indeks Kesukaran, dan Reliabilitas Three-tier Test Data yang digunakan untuk menentukan validitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda butir soal adalah skor siswa pada Three-tier Test hasil uji coba pertama saja. Skor pada skala Confidence Rating digunakan untuk menentukan (3.9)


(33)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

apakah siswa mengalami dua miskonsepsi baru. Miskonsepsi baru ini diindikasikan berdasarkan adanya siswa yang memilih dua distraktor miskonsepsi yang tidak terdapat dalam literatur, yang dilampirkan pada Lampiran A.1.

Berdasarkan hasil uji coba instrumen, indeks validitas butir soal berkisar antara DIV/0 hingga 0,611. Tabel harga kritik r Product-Moment dengan �= 65, menunjukkan harga �(5%)= 0,244 dan ��(1%)= 0,317. Berkaitan dengan validitas

butir soal, peneliti membuat keputusan untuk menggunakan atau tidak menggunakan butir soal tertentu berdasarkan pada hasil uji validitas. Butir soal yang valid akan digunakan dalam instrumen dan butir soal yang tidak valid tidak akan digunakan dalam instrumen. Jika indeks validitas butir soal hasil hitung dibandingkan dengan tabel harga kritik r Product-Moment pada tingkat kepercayaan 95% atau tingkat kesalahan 5% (�(5%)), maka diperoleh 11 butir soal yang valid atau dapat digunakan dalam Three-tier Test. Butir soal yang digunakan dalam Three-tier Test adalah butir soal nomor 2, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 12, 14, 15, dan 16. Seluruh butir soal ini memuat seluruh konsep esensial yang sudah diidentifikasi sebelumnya, yaitu energi, kalor, suhu, massa, kalor jenis zat, tekanan, menguap, mendidih, titik didih zat, mencair, mengembun, membeku, dan titik beku zat.

Tabel analisis butir soal pada Three-tier Test berdasarkan hasil uji coba instrumen ini dapat dilihat lebih rinci pada Lampiran B.3.

Sementara itu, dari 11 butir soal yang digunakan, hanya satu soal yang termasuk dalam indeks kesukaran dengan kriteria sedang, 10 butir soal lainnnya termasuk dalam kriteria sukar. Indeks kesukaran rata-rata diketahui sebesar 0,12. Jika dibandingkan terhadap tabel indeks kesukaran (Tabel 3.2), indeks ini termasuk dalam kriteria sukar. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum tingkat kesulitan soal dalam Three-tier Test termasuk dalam kriteri sukar.

Validitas Three-tier Test secara keseluruhan dapat diketahui dengan membandingkan harga signifikansi daya pembeda (t) hasil hitung terhadap tabel distribusi harga t. Berdasarkan pengolahan data diperoleh harga t sebesar 20,9 dengan = 34. Harga t dalam tabel dengan = 30 adalah �(95%) = 1,697. Harga t hitung ternyata lebih besar dari harga dalam tabel distribusi t. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Three-tier Test ini valid.


(34)

40

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

Reliabilitas instrumen yang ditentukan dalam penelitian ini adalah reliabilitas internal dan eksternal Three-tier Test. Indeks reliabilitas Three-tier

Test hasil uji coba dirangkum dalam Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Reliabilitas Three-tier Test berdasarkan Hasil Uji Coba

Reliabilitas Indeks (rxy)

Reliabilitas Internal  Uji coba pertama 0,419

 Uji coba kedua 0,300 Reliabilitas Eksternal Test-retest 0,593

Reliabilitas Three-tier Test dapat diketahui dengan membandingkan indeks reliabilitas hitung terhadap tabel harga kritik r Product Moment. Harga r pada tabel dengan � = 65, menunjukkan harga �(5%) = 0,244 dan �(1%) = 0,317. Tabel 3.4 menunjukkan bahwa indeks reliabilitas (r) hitung lebih besar dari harga

r pada tabel harga kritik r Product-Moment. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa Three-tier Test ini reliabel. Pengolahan data indeks kesukaran, validitas, reliabilitas internal, daya pembeda butir soal hasil uji coba instrumen pertama, reliabilitas internal instrumen hasil uji coba kedua, dan reliabilitas eksternal instrumen dapat dilihat pada Lampiran B.1, B.2, B.4, dan B.5.

2. Miskonsepsi Baru dan Analisis Kombinasi Jawaban pada Three-tier Test Miskonsepsi yang digunakan sebagai distraktor dalam soal tingkat kedua (second tier) diperoleh dari telaah literatur dan dua diantaranya tidak ada dalam literatur. Peneliti menggunakan miskonsepsi tersebut karena kesulitan dalam membuat distraktor pada saat menyusun soal. Miskonsepsi tersebut adalah:

(1) kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda hanya dipengaruhi oleh massa benda saja.

(2) kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda dipengaruhi oleh volumenya.

Berdasarkan hasil uji coba instrumen pertama, diperoleh beberapa siswa yang mengalami miskonsepsi tersebut. Contoh lembar jawaban beberapa siswa yang mengalami dua miskonsepsi tersebut dapat dilihat pada Lampiran B.6.


(35)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

Beberapa contoh jawaban siswa yang mengalami dua miskonsepsi di atas ditunjukkan pada Gambar 3.4 dan Gambar 3.5 berikut ini.

Gambar 3.4 Contoh Jawaban Siswa yang Mengalami Miskonsepsi pada Topik Miskonsepsi Nomor (1)

Gambar 3.5 Contoh Jawaban Siswa yang Mengalami Miskonsepsi pada Topik Miskonsepsi Nomor (2)

Peneliti mengadopsi dan mengadaptasi teknik menganalisis kombinasi jawaban untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa yang digunakan oleh Kaltakci dan Didi§ (2007: 500). Mereka menggunakan Three-tier Test dengan dua opsi tingkat keyakinan, yaitu yakin dan tidak yakin yang telah dirangkum sebelumnya dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Analisis Kombinasi Jawaban pada One-tier, Two-tier, dan Three-tier

Analisis Tingkat

Soal

Kategori Tipe Jawaban

One-tier Memahami Konsep Jawaban benar

Miskonsepsi Jawaban salah

Two-tier

Memahami Konsep Jawaban benar + alasan benar Error Jawaban salah + alasan benar Miskonsepsi Jawaban benar + alasan salah Jawaban salah + alasan salah

Three-tier

Memahami Konsep Jawaban benar + alasan benar + yakin

Lack of Knowledge

Jawaban benar + alasan benar + tidak yakin Jawaban salah + alasan benar + tidak yakin Jawaban benar + alasan salah + tidak yakin Jawaban salah + alasan salah + tidak yakin Error Jawaban salah + alasan benar + yakin Miskonsepsi Jawaban benar + alasan salah + yakin Jawaban salah + alasan salah + yakin


(36)

42

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

Berdasarkan Tabel 2.3 dapat diketahui bahwa miskonsepsi diidentifikasi dengan menganalisis kombinasi jawaban siswa pada soal Two-tier dengan skala tingkat keyakinan siswa. Pada penelitian ini, tingkat keyakinan yang digunakan adalah skala Confidence Rating seperti yang digunakan oleh Caleon dan Subramaniam (2010: 943) dalam penelitiannya.

Tabel 3.5 Skala dan Kriteria Confidence Rating (CR)

Skala Confidence Rating (CR) Kriteria

1 hanya menebak 2 sangat tidak yakin 3 tidak yakin

4 yakin

5 sangat yakin 6 sangat yakin sekali

Teknik menganalisis jawaban dan mengidentifikasi miskonsepsi dalam penelitian ini merupakan gabungan dari teknik analisis pada Tabel 2.3 dan Tabel 3.5 yang secara sederhana dirangkum dalam Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Teknik Analisis Kombinasi Jawaban pada Three-tier Test

Tingkatan

Soal Kategori Tipe Jawaban

Three-tier

Memahami Konsep

Jawaban benar, alasan benar, dan skala CR ≥ 4 Error Jawaban salah, alasan benar, dan skala CR ≥ 4

Lack of Knowledge

Jawaban benar, alasan benar, dan skala CR ≤ 3 Jawaban benar, alasan salah, dan skala CR ≤ 3 Jawaban salah, alasan benar, dan skala CR ≤ 3 Jawaban salah, alasan salah, dan skala CR ≤ 3 Miskonsepsi Jawaban benar, alasan salah, dan skala CR ≥ 4 Jawaban salah, alasan salah, dan skala CR ≥ 4 Tabel 3.6 dan Kisi-kisi Instrumen Three-tier Test yang dapat dilihat pada Lampiran A.2 merupakan pedoman untuk mengidentifikasi kategori jawaban siswa dalam penelitian Three-tier Test. Dalam kisi-kisi instrumen Three-tier Test dijelaskan kunci jawaban dan kombinasi jawaban yang menunjukkan miskonsepsi dalam setiap butir soalnya. Akan tetapi, hasil uji instrumen menemukan bahwa


(37)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

terdapat kombinasi jawaban yang tidak termasuk dalam kategori pada Tabel 3.6. Kombinasi jawaban tersebut adalah:

1. jawaban salah, alasan salah, skala CR ≥ 4, tetapi jawaban dengan alasan tidak berhubungan.

2. jawaban benar, alasan salah, skala CR ≥ 4, tetapi jawaban dengan alasan tidak berhubungan.

Agar lebih jelas, Gambar 3.6 menunjukkan contoh jawaban siswa pada

Three-tier Test yang memiliki kombinasi jawaban salah, alasan salah, dan skala

CR ≥ 4 dimana jawaban dengan alasan tidak berhubungan.

Gambar 3.6 Soal Nomor 16 dalam Three-tier Test


(38)

44

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

Selain contoh jawaban pada Gambar 3.7, Gambar 3.9 berikut ini menunjukkan jawaban siswa pada Three-tier Test yang memiliki kombinasi jawaban benar, alasan salah, dan skala CR ≥ 4 dimana jawaban dengan alasan tidak berhubungan.

Gambar 3.8 Soal Nomor 14 dalam Three-tier Test


(39)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

Jika dilihat pada soal dan dibandingkan dengan kunci jawaban pada kisi-kisi instrumen, maka jawaban pada Gambar 3.7 dan 3.9 tidak menunjukkan miskonsepsi karena walaupun kombinasi jawaban dan alasannya salah tetapi tidak mengindikasikan miskonsepsi karena jawaban dan alasan tidak berhubungan.

Permasalahan dalam kombinasi jawaban siswa ini muncul karena bentuk soal yang disusun peneliti memungkinkan adanya siswa yang memilih jawaban yang tidak berhubungan. Jawaban yang tidak berhubungan ini dapat mengindikasikan adanya kecerobohan, adanya unsur menebak, atau kurangnya minat, perhatian siswa, atau pemahaman siswa mengenai cara mengerjakan soal. Kaltakci dan Didi§ (2007: 500) mempertimbangkan jawaban seperti ini sebagai jawaban error (salah) dan bukan merupakan miskonsepsi. Oleh karena itu, peneliti memasukkan kombinasi jawaban dan alasan yang tidak berhubungan ini dalam kategori jawaban Error (salah) karena skala Confidence Rating ≥ 4. Sedangkan, jika jawaban dan alasan yang tidak berhubungan ini berkombinasi dengan keyakinan siswa yang rendah terhadap jawabannya sendiri atau skala

Confidence Rating ≤ 3, maka kombinasi jawaban seperti ini dikategorikan sebagai

lack of knowledge (Pesman dan Eryilmaz, 2010: 209). Berdasarkan penjelasan

tersebut, teknik analisis kombinasi jawaban pada Three-tier Test yang digunakan dalam penelitian ini dirangkum dalam Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Teknik Analisis Kombinasi Jawaban pada Three-tier Test Hasil Adaptasi dan Adopsi

Tingkatan

Soal Kategori Tipe Jawaban

Three-tier

Memahami Konsep

Jawaban benar, alasan benar, dan skala CR ≥ 4

Error

Jawaban salah, alasan benar, dan skala CR ≥ 4 Jawaban benar, alasan salah, dan skala CR ≥ 4 (jawaban dan alasan tidak berhubungan) Jawaban salah, alasan salah, dan skala CR ≥ 4 (jawaban dan alasan tidak berhubungan)


(40)

46

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

Tabel 3.7 Teknik Analisis Kombinasi Jawaban pada Three-tier Test Hasil Adaptasi dan Adopsi (Lanjutan)

Tingkatan

Soal Kategori Tipe Jawaban

Three-tier

Lack of Knowledge

Jawaban benar, alasan benar, dan skala CR ≤ 3 Jawaban benar, alasan salah, dan skala CR ≤ 3 Jawaban salah, alasan benar, dan skala CR ≤ 3 Jawaban salah, alasan salah, dan skala CR ≤ 3 Jawaban benar, alasan salah, dan skala CR ≤ 3 (jawaban dan alasan tidak berhubungan) Jawaban salah, alasan salah, dan skala CR ≤ 3 (jawaban dan alasan tidak berhubungan) Miskonsepsi Jawaban benar, alasan salah, dan skala CR ≥ 4

Jawaban salah, alasan salah, dan skala CR ≥ 4

G. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data miskonsepsi siswa mengenai materi kalor. Karena instrumen yang digunakan adalah Three-tier Test, maka pengumpulan data dilakukan dalam bentuk tes tertulis. Tes tulis ini diberikan kepada 271 siswa kelas VII yang berasal dari tiga SMP Negeri dengan klaster yang berbeda-beda.

H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Sebelum melakukan teknik pengolahan data, jawaban siswa pada Three-tier

Test dikelompokkan dalam variabel-variabel data berikut ini.

1. Two-tier Test (TT)

Pada variabel ini yang dinilai adalah jawaban siswa pada kedua tingkat soal. Jika jawaban pada soal tingkat pertama benar dan alasan yang dipilih pada soal tingkat kedua juga benar, maka siswa diberi skor 1. Jika selain jawaban tersebut, maka siswa diberi skor 0.

2. Confidence Rating

Pada variabel ini yang dinilai adalah jawaban siswa pada soal tingkat ketiga atau pada soal tingkat kepercayaan diri (Confidence Rating). Semakin besar skala


(41)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

Confidence Rating yang dipilih siswa, semakin menunjukkan bahwa siswa yakin

terhadap jawabannya. 3. Three-tier Test

Siswa yang benar menjawab pada Two-tier Test dan yakin atas jawabannya (skala Confidence Rating ≥ 4) dikatakan memahami konsep dan diberi skor 1. Selain dari jawaban itu, maka skornya adalah 0. Skor Three-tier Test ini digunakan untuk menentukan tingkat atau rank kemampuan memahami konsep siswa. Teknik yang digunakan adalah teknik Standar Deviasi dengan 3 rank (Arikunto, 2009: 263).

Langkah-langkah untuk menentukan tingkat kemampuan memahami konsep ini adalah:

1. Menjumlahkan skor semua siswa.

2. Menghitung nilai rata-rata (mean) dan simpangan baku atau standar deviasi (SD) menggunakan rumus berikut ini.

=

�� = 2

� − �

2

Dengan:

: skor rata-rata (mean)

: skor atau jumlah kode miskonsepsi

� : jumlah siswa

�� : standar deviasi atau simpangan baku 3. Menentukan batas-batas kelompok, dengan:

a. Kelompok tinggi adalah semua siswa yang mempunyai skor sebanyak skor rata-rata +1 SD ke atas.

b. Kelompok sedang adalah semua siswa yang mempunyai skor antara –1 SD dan +1 SD.

c. Kelompok rendah adalah semua siswa yang mempunyai skor –1 SD dan yang kurang dari itu.

(3.10)


(42)

48

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

Diagnosis miskonsepsi dilakukan dengan cara menganalisis kombinasi jawaban siswa pada Two-tier Test dan skala Confidence Rating mengacu pada teknik analisis kombinasi jawaban yang ditunjukkan Tabel 3.7. Agar lebih mudah dalam mengolah data, setiap kategori jawaban diberi kode yang menunjukkan singkatan kategori tersebut. Secara sederhana, cara pemberian kode tersebut diringkas dalam Tabel 3.8 berikut ini.

Tabel 3.8 Kode Kategori Jawaban pada Pengolahan Data Three-tier Test

Kategori Tipe Jawaban Kode

Memahami Konsep

Jawaban benar, alasan benar, dan skala CR ≥ 4

MK

Error

Jawaban salah, alasan benar, dan skala CR ≥ 4 Error Jawaban benar, alasan salah, dan skala CR ≥ 4

(jawaban dan alasan tidak berhubungan) Error-TB Jawaban salah, alasan salah, dan skala CR ≥ 4

(jawaban dan alasan tidak berhubungan) Errror-TB

Lack of knowledge

Jawaban benar, alasan benar, dan skala CR ≤ 3 LoK-True Jawaban benar, alasan salah, dan skala CR ≤ 3 LoK- ... Jawaban salah, alasan benar, dan skala CR ≤ 3 LoK-Error Jawaban salah, alasan salah, dan skala CR ≤ 3 LoK-... Jawaban benar, alasan salah, dan skala CR ≤ 3

(jawaban dan alasan tidak berhubungan) LoK-TB Jawaban salah, alasan salah, dan skala CR ≤ 3

(jawaban dan alasan tidak berhubungan) LoK-TB Miskonsepsi Jawaban benar, alasan salah, dan skala CR ≥ 4 M- ...

Jawaban salah, alasan salah, dan skala CR ≥ 4 M- ... Pernyataan miskonsepsi yang digunakan sebagai distraktor soal tingkat kedua (Second Tier) dalam Three-tier Test harus diurutkan terlebih dahulu. Pernyataan miskonsepsi ini seluruhnya berjumlah 22 pernyataan. Akan tetapi, miskonsepsi yang dapat digunakan dalam soal Three-tier Test untuk penelitian ini hanya berjumlah 17 pernyataan karena berdasarkan hasil uji coba instrumen telah ditentukan bahwa soal yang dapat digunakan hanya 11 butir soal. Hal tersebut mengakibatkan empat pernyataan miskonsepsi tidak dapat digunakan sebagai distraktor dan tidak dapat digali dari siswa. Empat miskonsepsi tersebut adalah: 1. jika kedua benda suhunya sama, maka kedua benda tersebut memiliki kalor


(43)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

2. suhu adalah ukuran banyaknya kalor (M-3).

3. terdapat dua jenis kalor, yaitu kalor dingin dan kalor panas (M-6). 4. suhu zat berubah selama mendidih (M-17).

Sehubungan dengan hal tersebut, saat mengolah data, titik-titik kosong pada kode kategori jawaban dalam Tabel 3.8 diisi dengan nomor urut miskonsepsi. Nomor urut miskonsepsi dan kombinasi jawaban siswa yang mengindikasikan miskonsepsi dapat dilihat dalam tabel Indikasi Miskonsepsi berdasarkan Kombinasi Jawaban Siswa pada Three-tier Test yang secara rinci dilampirkan dalam Lampiran A.3. Siswa dikatakan mengalami miskonsepsi jika jawaban pada

Three-tier Test sesuai dengan kombinasi jawaban pada tabel indikasi miskonsepsi

dalam Lampiran A.3 dan skala Confidence Rating yang dipilih adalah skala 4-6. 4. Kode Miskonsepsi

Kode miskonsepsi ini digunakan untuk menentukan rank atau tingkat miskonsepsi yang dialami siswa dan untuk menentukan persentase siswa yang mengalami miskonsepsi. Untuk menentukan tingkat miskonsepsi, peneliti mengubah kode miskonsepsi (M-...) menjadi kode angka. Semua kode jawaban siswa yang menunjukkan miskonsepsi (M-...) diubah menjadi angka 1. Selain kode jawaban miskonsepsi, maka kode diubah menjadi angka 0.

Penentuan ranking atau tingkat miskonsepsi siswa dalam penelitian ini menggunakan teknik Standar Deviasi dengan 3 rank (Arikunto, 2009: 263). Tiga tingkat miskonsepsi ini meliputi kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Langkah-langkah untuk menentukan tingkat miskonsepsi ini sama seperti Langkah-langkah-Langkah-langkah untuk menentukan tingkat kemampuan memahami konsep.


(44)

75

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan, peneliti menyimpulkan kesimpulan hasil penelitian ini sebagai berikut:

1. Siswa SMP mengalami miskonsepsi pada 11 konsep esensial yang meliputi konsep energi, kalor, suhu, massa, kalor jenis, menguap, mendidih, tekanan, titik didih, membeku, dan titik beku, dimana terdapat lima miskonsepsi baru yang berhubungan dengan beberapa konsep esensial tersebut, yaitu (1) kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda hanya dipengaruhi oleh massa benda saja; (2) kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda dipengaruhi oleh volumenya; (3) suhu dapat berpindah karena kalor pada benda panas ditarik oleh benda dingin; (4) kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda dipengaruhi oleh volume benda dan kecepatan benda menerima kalor; dan (5) secara alami, benda yang terbuat dari bahan yang berbeda memiliki kemampuan menyerap kalor dengan kecepatan yang berbeda-beda.

2. Persentase siswa SMP yang mengalami miskonsepsi diketahui mencapai 88%, dimana miskonsepsi yang paling banyak dialami oleh siswa adalah miskonsepsi yang berhubungan dengan konsep energi dan kalor, yaitu miskonsepsi bahwa zat dapat memiliki sejumlah kalor di dalamnya.

B. Saran

Sehubungan dengan hasil penelitian ini, peneliti mengajukan beberapa saran. Bagi guru di sekolah yang dijadikan tempat penelitian, peneliti menyarankan untuk segera mengatasi miskonsepsi yang dialami siswa dan memperbaiki pemahaman siswa. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasai miskonsepsi (Gooding dan Metz, 2011: 36). Pertama, guru mengantisipasi miskonsepsi yang paling sering terjadi pada siswa. Informasi mengenai miskonsepsi seperti ini dapat guru temukan melalui berbagai literatur,


(45)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Diagnosis Mikonsepsi Siswa Pada Materi Kalor Menggunakan Three-Tier Test

seperti buku atau jurnal-jurnal penelitian pendidikan. Kedua, mendorong siswa untuk mengetes kerangka konseptualnya mengenai materi kalor dengan cara berdiskusi bersama teman-teman di kelas atau menunjukkan bukti-bukti tertentu dalam bentuk fenomena yang berkaitan dengan materi kalor dan melalui alat tes yang dapat mengidentifikasi miskonsepsi. Ketiga, mengatasi miskonsepsi yang biasa terjadi dengan melibatkan siswa dalam kegiatan demonstrasi atau kegiatan laboratorium. Materi kalor merupakan salah satu materi yang banyak berhubungan dengan fenomena. Guru dapat memanfaatkan hal tersebut untuk menjelaskan konsep-konsep mengenai materi kalor kepada siswa melalui kegiatan eksperimen di laboratorium. Keempat, guru seharusnya memperbaiki miskonsepsi yang biasa terjadi sesering mungkin. Dalam mata pelajaran IPA, materi kalor berhubungan dengan materi lainnya. Guru dapat memperbaiki miskonsepsi siswa mengenai konsep-konsep dalam materi kalor ketika menjelaskan materi-materi yang berhubungan atau menyinggung kembali materi kalor. Untuk materi-materi yang sudah lewat dan tidak memungkinkan untuk dibahas kembali, guru dapat memperbaiki konsep siswa pada saat pengayaan atau kegiatan pembekalan siswa menjelang Ujian Nasional. Kelima, guru seharusnya menilai ulang kesesuaian konsep siswa dengan konsep ilmiah. Caranya bisa melalui alat tes, diskusi dalam kelas, dan menunjukkan bukti-bukti yang dapat mengontraskan konsep ilmiah dengan miskonsepsi atau memunculkan konflik kognitif pada siswa. Dengan munculnya konflik kognitif, siswa diharapkan benar-benar mengetahui dimana letak kesalahannya dalam memahami konsep.

Terkait dengan penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan sebaiknya mengombinasikan penggunaan Three-tier Test yang ditambahkan isian kosong pada opsi soal tingkat kedua (Second Tier) dengan teknik wawancara agar dapat menggali informasi miskonsepsi baru secara lebih mendalam. Selain itu,

Three-tier Test yang digunakan dalam penelitian ini hanya dapat mendiagnosis

miskonsepsi siswa khusus pada materi kalor. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk menggali miskonsepsi siswa pada materi-materi lain yang ada dalam mata pelajaran Fisika.


(1)

49

2. suhu adalah ukuran banyaknya kalor (M-3).

3. terdapat dua jenis kalor, yaitu kalor dingin dan kalor panas (M-6). 4. suhu zat berubah selama mendidih (M-17).

Sehubungan dengan hal tersebut, saat mengolah data, titik-titik kosong pada kode kategori jawaban dalam Tabel 3.8 diisi dengan nomor urut miskonsepsi. Nomor urut miskonsepsi dan kombinasi jawaban siswa yang mengindikasikan miskonsepsi dapat dilihat dalam tabel Indikasi Miskonsepsi berdasarkan Kombinasi Jawaban Siswa pada Three-tier Test yang secara rinci dilampirkan dalam Lampiran A.3. Siswa dikatakan mengalami miskonsepsi jika jawaban pada Three-tier Test sesuai dengan kombinasi jawaban pada tabel indikasi miskonsepsi dalam Lampiran A.3 dan skala Confidence Rating yang dipilih adalah skala 4-6. 4. Kode Miskonsepsi

Kode miskonsepsi ini digunakan untuk menentukan rank atau tingkat miskonsepsi yang dialami siswa dan untuk menentukan persentase siswa yang mengalami miskonsepsi. Untuk menentukan tingkat miskonsepsi, peneliti mengubah kode miskonsepsi (M-...) menjadi kode angka. Semua kode jawaban siswa yang menunjukkan miskonsepsi (M-...) diubah menjadi angka 1. Selain kode jawaban miskonsepsi, maka kode diubah menjadi angka 0.

Penentuan ranking atau tingkat miskonsepsi siswa dalam penelitian ini menggunakan teknik Standar Deviasi dengan 3 rank (Arikunto, 2009: 263). Tiga tingkat miskonsepsi ini meliputi kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Langkah-langkah untuk menentukan tingkat miskonsepsi ini sama seperti Langkah-langkah-Langkah-langkah untuk menentukan tingkat kemampuan memahami konsep.


(2)

75

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan, peneliti menyimpulkan kesimpulan hasil penelitian ini sebagai berikut:

1. Siswa SMP mengalami miskonsepsi pada 11 konsep esensial yang meliputi konsep energi, kalor, suhu, massa, kalor jenis, menguap, mendidih, tekanan, titik didih, membeku, dan titik beku, dimana terdapat lima miskonsepsi baru yang berhubungan dengan beberapa konsep esensial tersebut, yaitu (1) kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda hanya dipengaruhi oleh massa benda saja; (2) kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda dipengaruhi oleh volumenya; (3) suhu dapat berpindah karena kalor pada benda panas ditarik oleh benda dingin; (4) kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda dipengaruhi oleh volume benda dan kecepatan benda menerima kalor; dan (5) secara alami, benda yang terbuat dari bahan yang berbeda memiliki kemampuan menyerap kalor dengan kecepatan yang berbeda-beda.

2. Persentase siswa SMP yang mengalami miskonsepsi diketahui mencapai 88%, dimana miskonsepsi yang paling banyak dialami oleh siswa adalah miskonsepsi yang berhubungan dengan konsep energi dan kalor, yaitu miskonsepsi bahwa zat dapat memiliki sejumlah kalor di dalamnya.

B. Saran

Sehubungan dengan hasil penelitian ini, peneliti mengajukan beberapa saran. Bagi guru di sekolah yang dijadikan tempat penelitian, peneliti menyarankan untuk segera mengatasi miskonsepsi yang dialami siswa dan memperbaiki pemahaman siswa. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasai miskonsepsi (Gooding dan Metz, 2011: 36). Pertama, guru mengantisipasi miskonsepsi yang paling sering terjadi pada siswa. Informasi mengenai miskonsepsi seperti ini dapat guru temukan melalui berbagai literatur,


(3)

76

seperti buku atau jurnal-jurnal penelitian pendidikan. Kedua, mendorong siswa untuk mengetes kerangka konseptualnya mengenai materi kalor dengan cara berdiskusi bersama teman-teman di kelas atau menunjukkan bukti-bukti tertentu dalam bentuk fenomena yang berkaitan dengan materi kalor dan melalui alat tes yang dapat mengidentifikasi miskonsepsi. Ketiga, mengatasi miskonsepsi yang biasa terjadi dengan melibatkan siswa dalam kegiatan demonstrasi atau kegiatan laboratorium. Materi kalor merupakan salah satu materi yang banyak berhubungan dengan fenomena. Guru dapat memanfaatkan hal tersebut untuk menjelaskan konsep-konsep mengenai materi kalor kepada siswa melalui kegiatan eksperimen di laboratorium. Keempat, guru seharusnya memperbaiki miskonsepsi yang biasa terjadi sesering mungkin. Dalam mata pelajaran IPA, materi kalor berhubungan dengan materi lainnya. Guru dapat memperbaiki miskonsepsi siswa mengenai konsep-konsep dalam materi kalor ketika menjelaskan materi-materi yang berhubungan atau menyinggung kembali materi kalor. Untuk materi-materi yang sudah lewat dan tidak memungkinkan untuk dibahas kembali, guru dapat memperbaiki konsep siswa pada saat pengayaan atau kegiatan pembekalan siswa menjelang Ujian Nasional. Kelima, guru seharusnya menilai ulang kesesuaian konsep siswa dengan konsep ilmiah. Caranya bisa melalui alat tes, diskusi dalam kelas, dan menunjukkan bukti-bukti yang dapat mengontraskan konsep ilmiah dengan miskonsepsi atau memunculkan konflik kognitif pada siswa. Dengan munculnya konflik kognitif, siswa diharapkan benar-benar mengetahui dimana letak kesalahannya dalam memahami konsep.

Terkait dengan penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan sebaiknya mengombinasikan penggunaan Three-tier Test yang ditambahkan isian kosong pada opsi soal tingkat kedua (Second Tier) dengan teknik wawancara agar dapat menggali informasi miskonsepsi baru secara lebih mendalam. Selain itu, Three-tier Test yang digunakan dalam penelitian ini hanya dapat mendiagnosis miskonsepsi siswa khusus pada materi kalor. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk menggali miskonsepsi siswa pada materi-materi lain yang ada dalam mata pelajaran Fisika.


(4)

77

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

DAFTAR PUSTAKA

Alwan, A. A. (2011). “Misconception of heat and temperature Among physics students”. Procedia Social and Behavioral Sciences. 12, 600-614.

Arikunto, S. (2010). PROSEDUR PENELITIAN Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Bal, M. S. (2011). “Misconceptions of high school students related to the conceptions of absolutism and constitutionalism in history courses”. Educational Research and Reviews. 6, (3), 283-291.

Caleon, I. dan Subramaniam, R. (2010). “Development and Application of a Three-Tier Diagnostic Test to Assess Secondary Students’ Understanding of Waves”. International Journal of Science Education. 32, (7), 939-961. Dahar, R. W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Faridach. (2012). Peranan Analisis Konsep dalam Pengembangan Pembelajaran.

Tersedia:http://faridach.wordpress.com/2010/11/04/peranan-analisis-konsep-dalam-pengembangan-pembelajaran/. [28 Januari 2012].

Gooding, J. dan Metz, B. (2011). From Misconceptions to Conceptual Change: Tips for identifying and overcoming students’ misconceptions. Pennsylvania: The Science Teacher.

Hammer, D. (1996). “More than misconceptions: Multiple perspectives on student knowledge and reasoning, and an appropriate role for education research”. American Journal Physics. 64, (10), 1316-1325.

Hamza, K. M. dan Wickman, P. (2007). Describing and Analyzing Learning in Action: An Empirical Study of the Importance of Misconceptions in Learning Science. Wiley Periodicals, Inc.

Hewitt, P. G. (2006). Conceptual Physics tenth edition. USA: PEARSON Addison Wesley

Kaltakci, D. dan Didi§, N. (2007). Identification of Pre-Service Physics Teachers' Misconceptions on Gravity Concept: A Study with a 3-Tier Misconception Test. Sixth International Conference of the Balkan Physical Union: American Institute of Physics.


(5)

78

Karim, S. et al. (2009). Belajar IPA Membuka Cakrawala Alam Sekitar untuk kelas VII. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Kartal, T. et al. (2011). “Misconceptions of science teacher candidates about heat and temperature”. Procedia Social and Behavioral Sciences. 15, 2758-2763. Kilic, D. dan Saglam, N. (2009). “Development of a Two-Tier Diagnostic Test to

Determine Students’ Understanding of Concepts in Genetics”. Eurasian Journal of Educational Research. 227-244.

Köse, S. (2008). “Diagnosing Student Misconceptions: Using Drawings as a Research Method”. World Applied Sciences Journal. 3, (2), 283-293.

Krathwohl, D. R. (2002). “A Revision of Bloom's Taxonomy: An Overview”. Theory Into Practice. 41, (4), 212-218.

Lang, H. R. dan Evans, D. N. (2006). Models, Strategies, and Methods FOR EFFECTIVE TEACHING. Boston: Pearson Education, Inc.

Mayer, R. E. (2002). “Rote Versus Meaningful Learning”. Theory Into Practice. 41, (4), 226-232.

Masyhuri dan Zainudin, M. (2008). METODE PENELITIAN Pendekatan Praktis dan Aplikatif. Bandung: PT Refika Aditama

Pesman, H. dan Eryilmaz, A. (2010). “Development of a Three-Tier Test to Assess Misconceptions About Simple Electric Circuits”. The Journal of Educational Research. 103, 208-222.

Purtadi, S. dan Sari, Rr. L. P. (2009). “Analisis Miskonsepsi Konsep Laju dan Kesetimbangan Kimia pada Siswa SMA”. Makalah Seminar Nasional MIPA, Yogyakarta.

Purba, J. P. dan Depari, G. (2008). Penelusuran Miskonsepsi Mahasiswa tentang Konsep dalam Rangkaian Listrik Menggunakan Certainty of Response Index dan Interview. Artikel penelitian pada FPTK UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Putri, D. E. P. (2012). Penerapan Model Perubahan Konseptual dengan Menggunakan Prototype Media Berbasis Cmap Tools (PMBCT) untuk Mengurangi Miskonsepsi Siswa. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Tan, D. K. et al. (2005). “The Ionisation Energy Diagnostic Instrument: a Two-tier Multiple-choice Instrument to Determine high school students’ Understanding of Ionisation Energy”. Chemistry Education Research and Practice. 6, (4), 180-197.


(6)

Fuji Hernawati Kusumah, 2013

Sabli, D. (2009). Analisis Miskonsepsi Siswa Madrasah Aliyah (MA) Kelas X pada Subkonsep Pencemaran Lingkungan. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sözbilir, M. (2003). “A Review of Selected Literature on Students’ Misconceptions of Heat and Temperature”. Boğaziçi University Journal of Education. 20, (1), 25-41.

Sugiyono. (2011). METODE PENELITIAN PENDIDIKAN. Bandung: Alfabeta Suparno, P. (2005). MISKONSEPSI & PERUBAHAN KONSEP PENDIDIKAN

FISIKA. Jakarta: Grasindo

Tuysuz, C. (2009). “Development of Two-tier Diagnostic Instrument and Assess Students’ Understanding in Chemistry”. Scientific Reserch and Essay. 4, (6), 626-631.

Treagust, D. F. dan Chandrasegaran, A. L. (2007). “The Taiwan National Science Concept Learning Study in an International Perspective”. International Journal of Science Education. 29, (4), 391-403.

Treagust, D. F. (1988). “Development and use of diagnostic tests to evaluate students' misconceptions in science”. International Journal of Science Education. 10, (2), 159-169.

Treagust, D. F. (2006). Diagnostic Assessment in Science as a Means to Improving Teaching, Learning and Retention. Australia: Science and Mathematics Education Centre, Curtin University of Technology.

Winarsih, et al. (2008). IPA Terpadu untuk SMP/MTs Kelas VII. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional