Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep Virus dengan Menggunakan Three-Tier Test

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Endah Lestari

1110016100066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

i ABSTRAK

Endah Lestari, 1110016100066, Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep Virus dengan Menggunakan Three-Tier Test. Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengetahui persentase miskonsepsi siswa kelas X SMAN 74 Jakarta pada konsep Virus. Penelitian ini

dilaksanakan pada Oktober 2014 – November 2014. Metode Penelitian yang

digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Pemilihan populasi target menggunakan

teknik random sampling empat sekolah di Jakarta Selatan, populasi terjangkau

menggunakan teknik purposive samping yaitu sekolah yang menganggap sulitnya

konsep Virus dan pemilihan sampel menggunakan random sampling. Penelitian

ini dilaksanakan dalam dua tahapan yaitu tahap pembuatan instrumen dan tahap pelaksanaan penelitian. Pada tahapan pembuatan instrumen dilaksanakan di SMAN 66 Jakarta dan pada tahap pelaksanaan penelitian dilaksanakan di SMAN

74 Jakarta sebanyak 96 siswa kelas X. Instrumen yang digunakan adalah

Three-Tier Test. Hasil pembuatan soal diperoleh 15 soal valid dengan validitas sebesar 0,70 dan reliabilitas sebesar 0,537. Hasil analisis menunjukan 25,9% siswa paham

konsep, 52,78% mengalami miskonsepsi dengan false positive sebesar 27,7% dan

false negative sebesar 25% dan 21,2% siswa tidak paham konsep. Siswa

mengalami miskonsepsi false positive mengenai sejarah penemuan virus,

identifikasi ciri, ukuran dan bentuk virus serta menjelaskan reproduksi virus.

Siswa mengalami miskonsepsi false negative mengenai cara mengetahui ukuran

tubuh virus dan menafsirkan kasus berdasarkan fakta. Sedangkan siswa tidak paham mengenai cara pencegahan infeksi virus dengan vaksin polio dan cara pembiakan virus.Berdasarkan analisis data yang diperoleh menunjukkan bahwa

Three-Tier Test efektif digunakan untuk mengetahui dan membedakan siswa

paham, miskonsepsi dan tidak paham melalui tier ketiga berupa tingkat

keyakinan.


(6)

ii ABSTRACT

Endah Lestari, 1110016100066, Identification misconceptionon the Concept Virusby Using Three-Tier Test. Thesis, Department of Biology Education, Department of Education Natural Science, Faculty of Science and Teaching MT, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

This research aims to identify and determine the percentage of tenth graders misconceptions at SMAN 74 Jakarta on Virus concept. The research was conducted in October 2014 - November 2014. The research method used is descriptive quantitative. The sample selection of the target population using random sampling techniques are four schools in South Jakarta, affordable population using purposive technique that is beside the school which considers the difficulty of Virus concept and selection of samples using random sampling. This research was conducted in two stages, first stage is instrument making and second stage is implementation of research. At the stage of the manufacture of instruments carried at SMAN 66 Jakarta and at the implementation stage of research conducted at SMAN 74 Jakarta, 96 students of class X. The instrument used was a Three-Tier Test. Results obtained 15 questions about the making of a valid with validity of 0.70 and reliability of 0.537. Results of the analysis showed 25.9% of the students understand the concept, 52.78% had misconceptions with false positive by 27.7% and false negative by 25% and 21.2% of students do not understand the concept. Students experience a false positive misconceptions about the history of the discovery of the virus, identifying characteristics, size and shape of the virus as well as explain the reproduction of the virus. Students experiencing false negative misconceptions about how to determine the size of the virus body and interpret the case based on the facts. While students do not understand about how to prevent infection with the polio vaccine and virus propagation method. Based on the analysis of data obtained showed that the Three-Tier Test effectively used to identify and distinguish the students understand, misconceptions and do not understand through the third tier of the level of confidence.


(7)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya. Shalawat serta salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membawa perubahan ke zaman yang penuh dengan perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga penulis berhasil menyelesaikan Skripsi yang berjudul Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep Virus dengan

Mengguankaan Three-Tier Test.

Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir dalam rangka menyelesaikan studi strata 1 (S1) untuk memperoleh gelar sarjana pedidikan (S.Pd) yang diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan bimbingannya. Dengan ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu

Tarbiyah Dan Keguruan.

3. Dr.Zulfiani M.Pd., Ketua Prodi Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan

Keguruan.

4. Nengsih Juanengsih, M.Pd., Dosen Pembimbing I yang telah membimbing

dan menyelesaikan skripsi.

5. Meiry Fadilah Noor, M.Si., Dosen Pembimbing II yang telah membimbing

dan menyelesaikan skripsi.

6. Drs. H. Suhari, Kepala SMAN 66 Jakarta Selatan dan seluruh guru SMAN 66

yang telah membantu dalam proses penelitian skripsi berlangsung.

7. Dra. Hj. Sartiwi, Guru Bidang Studi Biologi kelas X SMAN 66 Jakarta

selatan, yang telah memberikan bimbingan dan araha selama terlaksananya penelitian skripsi.


(8)

iv

8. Dra. Carol Titaley, Kepala SMAN 74 Jakarta Selatan dan seluruh guru

SMAN 74 yang telah membantu dalam proses penelitian skripsi berlangsung.

9. Dra. Nurwenda, Guru Bidang Studi Biologi kelas X SMAN 74 Jakarta

selatan, yang telah memberikan bimbingan dan araha selama terlaksananya penelitian skripsi.

10. Bapak Saidi dan Ibu Tailah, orang tua penulis yang senantiasa mencurahkan

kasih sayang dan senantiasa mendoakan keberhasilan penulis dan memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

11. Seluruh teman-teman seperjuangan Desi Anawati, Garnis Rahayu H, Abu

Hasan, Dewanti Hasriani, Hesty octafiana, Bayuda Lukman, Rosihan Anwar, M. Fuad Fahrudin, Fikri Ramdhoni, Faridatul Amaniya, Woro Puspito.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu baik secara langsung

maupu tidak langsung dari lubuk hati yang paling dalam saya ucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya da para pembaca pada umumnya.

Akhir kata, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Jakarta, Februari 2015

Penulis


(9)

v DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II : KAJIAN TEORITIK A. Pengetahuan, Prakonsep, Konsep Biologi dan Pemahaman Konsep ... 7

1. Pengetahuan ... 7

2. Prakonsep ... 8

3. Konsep ... 9

4. Pemahaman Konsep ... 11

B. Miskonsepsi ... 12

1. Definisi Miskonsepsi ... 12

2. Sumber dan Penyebab Miskonsepsi ... 14

3. Cara Megidentifikasi Miskonsepsi ... 15

4. Cara Mengatasi Miskonsepsi ... 17

5. Identifikasi Miskonsepsi dengan tes diagnostik Three-Tier test ... 19


(10)

vi

C. Tinjauan Konsep Materi Virus ... 25

D. Hasil Penelitian yang Relevan ... 28

E. Kerangka Pikir ... 30

BAB III : METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian... 32

B. Metode dan Desain Penelitian ... 32

C. Populasi dan Sampel ... 36

D. Teknik Pengumpulan Data ... 37

E. Instrumen Pengumpulan Data ... 38

F. Kalibrasi Instrumen ... 39

1. Uji Validitas ... 39

a. Validitas Isi ... 40

b. Validitas Konstruk ... 40

1) Validitas Butir Soal ... 40

2) Validitas Korelasi Tingkat kepercayaan ... 41

2. Reliabilitas ... 43

3. Uji Daya Beda ... 44

4. Uji Tingkat Kesukaran ... 45

5. Hasil Interview Klinikal ... 46

6. Hasil Pertanyaan Terbuka (Open-ended) ... 48

G. Teknik Analisis data ... 50

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 53

B. Pembahasan ... 56

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(11)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tingkatan dan Deskripsi Struktur Kognitif ... 8

Tabel 2.2 Kriteria Pengelompokkan Tingkat Pemahaman Siswa ... 14

Tabel 2.3 Cara Mengatsi Miskonsepsi ... 17

Tabel 2.3 Identifikasi Three-tier Test Miskonsepsi dan Tidak Paham Konsep .. 24

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Soal yang Digunakan pada Three-tier Test Konsep Virus . 36 Tabel 3.2 Hasil Validitas Pearson Product Moment dengan Spss 17 ... 39

Tabel 3.3 Hasil Validitas Korelasi Tigkat Kepercayaan dan Skor 2 (Spss 17) . 41 Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Pembeda ... 43

Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Daya Pebeda dengan Excel ... 43

Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran dengan Anates ... 44

Tabel 3.7 Hasil Wawancara Klinikal ... 44

Tabel 3.8 Hasil Pertanyaan Terbuka ... 46

Tabel 3.9 Kriteria Pengelompokkan Skor 1 ... 49

Tabel 3.10 Kriteria Pengelompokkan Skor 2 ... 49

Tabel 3.11 Kriteria Pengelompokkan Skor 3 ... 49

Tabel 3.12 Kriteria Pegelompokkan Miskonsepsi dan Tidak Tahu Konsep ... 50

Tabel 4.1 Persentase Siswa Jawaban Benar Tingkat1,2 dan 3 ... 51

Tabel 4.2 Persentase Soal Nomor 1 ... 57

Tabel 4.3 Persentase Soal Nomor 2 ... 59

Tabel 4.4 Persentase Soal Nomor 3 ... 60

Tabel 4.5 Persentase Soal Nomor 4 ... 60

Tabel 4.6 Persentase Soal Nomor 5 ... 61

Tabel 4.7 Persentase Soal Nomor 6 ... 62

Tabel 4.8 Persentase Soal Nomor 7 ... 63

Tabel 4.9 Persentase soal Nomor 8 ... 64

Tabel 4.10 Persentase Soal Nomor 9 ... 64

Tabel 4.11 Persentase Soal Nomor 10 ... 65

Tabel 4.12 Persentase Soal Nomor 11 ... 66


(12)

viii

Tabel 4.14 Persentase Soal Nomor 13 ... 67 Tabel 4.15 Persentase Soal Nomor 14 ... 68 Tabel 4.16 Persentase Soal Nomor 15 ... 68


(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Pikir ... 31

Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 33

Gambar 3.2 Alur Pembuatan Three-Tier Test ... 39

Gambar 3.3 Scattegram Korelasi Tingkat Kepercayaan dan Skor 2 ... 43

Gambar 4.1 Grafik Persentase Miskonsepsi, Tidak Paham dan Paham Konsep Berdasarkan Kelas Konsep Virus ... 54

Gambar 4.2 Grafik Persentase Perbandingan Skor Jawaban Benar ... 55

Gambar 4.3 Grafik Persentase false positive, false negative, Tidak Paham dan Paham Konsep Virus per Butir Soal ... 56

Gambar 4.5 Jawaban soal three-tier test Nomor Lima ... 61

Gambar 4.6 Jawaban soal three-tier test Nomor Enam ... 62


(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampirn 1. RPP yang Digunakan Guru Mata Pelajaran dalam Kegiatan

Pembelajaran Konsep Virus ... 77

Lampiran 2. Kisi-Kisi Wawancara Guru Bidang Studi Biologi ... 95

Lampiran 3. Hasil Wawancara Guru Bidang Studi Biologi ... 96

Lampiran 4. Kisi-Kisi Wawancara Klinikal Siswa SMAN 66 Jakarta ... 99

Lampiran 5. Hasil Wawancara Klinikal Siswa X MIA 2 SMAN 66 Jakarta .... 101

Lampiran 6. Validitas Soal Open-ended (Pertanyaan Terbuka) ... 123

Lampiran 7. Validitas Soal Three-tier Test siswa X MIA 3 SMAN 66 ... 158

Lampiran 8. Hasil Validitas Konstruk Soal Three-tier Test ... 205

Lampiran 9. Hasil Reliabilitas Soal Three-tier Test ... 172

Lampiran 10. Hasil Uji Daya beda Soal Three-tier Test ... 176

Lampiran 11. Hasil Uji Tingkat Kesukaran Soal Three-tier Test (Anates) ... 178

Lampiran 12. Soal Three-tier test ... 180

Lampiran 13. Hasil Identifikasi Miskonsepsi Siswa SMAN 74 Jakarta ... 186

Lampiran 14. Uji Referensi ... 205

Lampiran 15. Surat-surat ... 211

Lampiran 16. Foto-foto Kegiatan ... 213

    


(15)

1 A. Latar Belakang

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 bahwa standar kompetensi kelulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan kelulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Standar kompetensi kelulusan digunakan untuk mengetahui ketercapaian dan kesesuain antara standar kompetensi lulusan dan lulusan dari masing-masing satuan pendidikan dan kurikulum yang digunakan pada satuan pendidikan tertentu perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dan berkelanjutan dalam setiap periode.1

Penilaian dilakukan pada tahap evaluasi yang merupakan tahap akhir dan bersifat penting bagi setiap proses pembelajaran dan pelatihan. Siswa akan mengetahui kemampuannya secara jelas sehingga siswa dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Kegiatan evaluasi dianggap sangat penting bagi guru, karena dari hasil evaluasi dapat digunakan untuk menunjukkan

ketercapaian pembelajaran.2 Oleh karena itu dalam evaluasi dibutuhkan suatu alat

atau instrumen untuk mempermudah guru mengukur pencapaian tujuan

pembelajaran.3

Menurut BNSP standar kompetensi dan kompetensi dasar salah satu tujuan mata pelajaran Biologi SMA/MA adalah mengembangkan kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip biologi. Selain kemampuan berpikir, pengembangan penguasaan konsep dan prinsip biologi memiliki keterkaitan dengan IPA lainnya, dalam mengembangkan

1

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 201, Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah.

2

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), h. 103.

3

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012), h. 40.


(16)

pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri.4 Dalam jurnal Sencar dan Eryilmaz, mata pelajaran Biologi menempati tempat ke-4 sebagai mata pelajaran favorit sebanyak 15% setelah Matematika (34%), Fisika (16%), Kimia (11%) dan

mata pelajaran lain (24%).5 Persentase yang diperoleh dapat menjelaskan bahwa

Biologi sebagai salah satu mata pelajaran sains yang tidak mudah bagi siswa, karena selain harus menghafal siswa juga dituntut untuk memahami konsep, terutama pada konsep-konsep yang bersifat abstrak, yaitu konsep yang tidak bisa dilihat secara langsung prosesnya oleh siswa.

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Salah satu penilaian hasil belajar adalah penilaian kognitif yang dilakukan setelah siswa mempelajari suatu kompetensi dasar diakhir

semester dan jenjang satuan pendidikan.6 Menurut Supartini dan Djamarah dalam

Suwarto menyebutkan bahwa rendahnya prestasi belajar yang diperoleh dari

proses pembelajaran dikarenakan siswa mengalami kesulitan belajar.7

Berdasarkan penjelasan mengenai hasil dan kesulitan belajar dapat dikatakan bahwa rendahnya hasil belajar di karenakan belum tercapainya kompetensi dasar yang ditetapkan dengan nilai di bawah KKM, hal inilah yang dapat disebut sebagai kesulitan belajar.

Kesulitan belajar perlu didiagnostik untuk dapat menemukan letak dan jenis kesulitan yang dihadapai siswa dalam pembelajaran agar dapat dilakukan perbaikan. Analisis kesulitan belajar dapat dilakukan dengan tes, salah satu tes Analisis yang digunakan untuk melihat kesalahpahaman atau miskonsepsi pada

suatu konsep yang berisi konsep yang dirasa sulit oleh siswa.8 Menurut Mehrens

dan Lehmann tes diagnostik yang baik dapat memberikan gambaran yang akurat mengenai miskonsepsi yang dimiliki siswa berdasarkan informasi kesalahan yang

4

BSNP, Standar Isi, 2014, (http://bsnp-indonesia.org)

5

Selen Sencar & Ali Eryilmaz, Factor Mediating the Effect of Gender on Ninth-Grade Turkish

Students’ Misconception Concerning Electric Circuit, Journal of Research in Science Teaching,

Vol. 41, 2004, p. 606.

6

Masnur Muslich, Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi, (Jakarta: PT Refika Aditama, 2011), h.38.

7

Suwarto. 2013. Pengembangan Tes Diagnostik Dalam Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka belajar. h. 87.

8


(17)

dibuatnya.9 Kesulitan belajar siswa perlu diketahui, diperbaiki atau bahkan dihilangkan, untuk mengetahui kesulitan belajar dilakukan pada konsep yang dianggap sulit. Kesulitan belajar dapat diketahui melalui tes diagnostik yang dapat mengukur kesalahpahaman atau miskonsepsi siswa.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada 2 sekolah negeri di SMAN 66 dan SMAN 74 Jakarta Selatan, pada kelas XI menunjukan bahwa sekitar 57,58% murid menganggap virus merupakan konsep yang tidak mudah, terutama pada sub bab reproduksi dan klasifikasi. Sulitnya konsep virus bagi siswa dibuktikan dengan rendahnya nilai ulangan harian siswa yaitu 64,74 dengan nilai kelulusan 7,5. Virus lebih kecil dan lebih sederhana dibandingkan bakteri dan prokarita, virus tidak memiliki struktur dan mekanisme metabolisme dan tidak dapat

bereproduksi atau melaksanakan aktivitas metabolisme di luar sel inang.10

Struktur tubuh virus, metabolisme dan reproduksi yang tidak dapat dilihat oleh mata tanpa alat bantu khusus dapat menyebabkan terbentuknya pemikiran abstrak pada diri siswa.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru Biologi di SMAN 66 dan SMAN 74, peneliti memperoleh informasi bahwa siswa memperoleh kesulitan dalam mempelajari konsep virus terutama pada sub bab yang menjelaskan klasifikasi dan reproduksi virus. Menurut pengalaman mengajar selama 25 tahun ibu Nurwenda selaku tenaga pengajar atau guru di SMAN 74 Jakarta mengatakan pada umumnya kesalahpahaman atau miskonsepsi terjadi karena, siswa kurang banyak membaca buku, siswa hanya bergantung pada internet tanpa membacanya. Konsep ini meliputi sejarah penemuan virus, struktur virus, cara hidup virus, reproduksi virus, klasifikasi virus, peranan virus, pencegahan, pertahanan tubuh terhadap serangan virus dan prion.

Berdasarkan penjelasan yang diberikan, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penyebab kesulitan belajar karena kesalahpahaman atau miskonsepsi dalam pembelajaran Biologi konsep Virus. Menurut Kaltakci & Didis miskonsepsi terjadi pada setiap individu dan Hammer menyatakan beberapa

9

Ibid, h. 174

10


(18)

hal tentang miskonsepsi yaitu: miskonsepi yang terjadi dapat mempengaruhi pengetahuan kognitif siswa, miskonsepsi terjadi apabila pola pemikiran siswa berbeda dengan para ahli, miskonsepsi dapat mempengaruhi bagaimana siswa memahami penjelasan ilmiah dan miskonsepsi harus diatasi, dihindari dan

dihilangkan untuk mencapai konsepsi yang sesuai dengan para ahli.11

Pada penelitian ini miskonsepsi akan diidentifikasi menggunakan tes

diagnostik Three-Tier Test. Three-Tier Test yang digunakan pada penelitian ini

dikembangkan oleh Haki Pesman dan Ali Eryilmaz dalam jurnalnya yang berjudul

Development of a Three-Tier Test to Asses Misconception About Simple Electric Circuit “. Hasil penelitian tersebut dijelaskan materi yang digunakan dalam

bentuk Three-Tier Test sangat mudah digunakan oleh guru SMA karena sangat

akurat dalam mengukur miskonsepsi siswa, dapat memantau kemajuan atau efektifitas pembelajaran kerena nilai yang dihasilkan valid dan reliabel sehingga dapat mengukur pemahaman kualitatif siswa, dapat memperkirakan persentase

tidak paham konsep (lack of knowledge) dari masing-masing soal dan dapat

membedakan miskonsepsi dan tidak paham konsep (lack of knowledge) ditambah

dengan soal dua tahap (two-tier)sebelumnya.12

Haki Pesman dan Ali Eryilmaz membagi miskonsepsi menjadi dua kategori

yaitu false positive dan false negative, berdasarkan jurnal Hestenes dan Halloun

false positive mengartikan bahwa siswa kurang paham (deficiency understanding) dan false negative mengartikan bahwa siswa sedikitnya informasi yang diperoleh

siswa (less information).13 Miskonsepsi yang terjadi karena kurang atau sedikitnya

pemahaman siswa disebabkan oleh diri siswa, guru dan cara mengajar.Kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep Virus dapat menyebabkan miskonsepsi atau siswa tidak tahu tentang materi yang diajarkan. Identifikasi miskonsepsi pada

konsep Virus dapat meggunakan Three-Tier Test sehingga dapat membedakan

siswa yang mengalami miskonsepsi ataupun tidak paham konsep.

11

Derya Kaltakci & Ali Eryilmaz, Identifying Pre-Service Physics Teacher Misconseption with Three-Tier Tests, Journal of Secondary Science/Math, tt, p. 1.

12

Haki Pesman & Ali Eryilmaz, Development of a Three-Tier Test to Asses Misconception About Simple Electric Circuit, The Journal of Education Research, 2010, p. 217.

13

David Hestenes & Ibrahim Halloun., Interpreting the force concept Inventory a Response to Huffman and Heller, Article appeared in the Physics Teacher, 1995, p. 6


(19)

Sehingga, penulis tertarik mengidentifikasi miskonsepsi yang mungkin

muncul pada konsep Virus dengan penelitian yang berjudul “Identifikasi

Miskonsepsi pada Konsep Virus dengan Menggunakan Three-Tier Test “. Dengan mengetahui kondisi miskonsepsi pada konsep Virus, peneliti berharap para guru dapat mengambil langkah yang tepat untuk mengatasi hambatan tersebut.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Hasil belajar siswa masih tergolong rendah dalam konsep Virus

2. Berdasarkan hasil wawancara guru dan hasil survei siswa menganggap konsep

Virus sulit sehingga menyebabkan randahnya hasil belajar.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti pad hal-hal berikut ini:

1. Penggunaan Instrumen yang digunakan hanya memuat materi konsep Virus.

2. Identifikasi miskonsepsi hanya dilakukan pada siswa kelas X MIA di SMAN

74 Jakarta, berdasarkan hasil pembentukan soal Three-tier Test di SMAN 66

Jakarta.

3. Penelitian hanya menggunakan instrumen Three-Tier Test yang dikembangkan

oleh Haki pesman dan Ali Eryilmaz.

4. Berdasarkan Jurnal yang dikembangkan oleh Haki pesman dan Ali Eryilmaz

wawancara dilakukan pada soal tingkat pertama (tier pertama).

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah adalah:


(20)

1. Bagaimanakah miskonsepsi siswa kelas X MIA SMAN 74 Jakarta yang

terindentifikasi pada konsep Virus menggunakan Three-Tier Test?

2. Berapa besarkah persentase siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep

Virus?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari Penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kondisi miskonsepsi siswa kelas X MIA SMAN 74 Jakarta pada

konsep Virus menggunakan Three-Tier Test.

2. Mengetahui persentase siswa kelas X MIA SMAN 74 Jakarta yang mengalami

miskonsepsi pada konsep Virus.

F. Manfaat Penelitiaan

Hasil Penelitian penggunaan instrumen Three-Tier Test ini diharapkan dapat

dimanfaatkan oleh guru dan peserta didik :

1. Bagi peneliti, merupakan pengalaman yang sangat berarti sebagai bekal untuk

meningkatkan kemampuan dalam perbaikan miskonsepsi peserta didik proses pembelajaran dengan konsep Virus.

2. Bagi guru :

a. Membantu guru dalam mengetahui ada tidaknya miskonsepsi pada peserta

didik dalam konsep Virus.

b. Membantu guru dalam menyiapkan proses pembelajaran pada konsep Virus


(21)

7

A. Pengetahuan, Prakonsepsi, Konsep dan Pemahaman Konsep 1. Pengetahuan

Istilah pengetahuan berdasarkan tata bahasa memiliki kata dasar tahu yang memiliki arti mengerti setelah melihat suatu objek, sehingga pengetahuan dapat

diartikan segala sesuatu yang dapat diketahui dengan menggunakan alat indra.1

Menurut Suparno pengetahuan dibentuk (dikonstruksi) oleh diri siswa dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu pengetahuan adalah konstruksi siswa atau mahasiswa sendiri (tentu saja dengan bantuan guru, pendidik atau dosen), meskipun diberi bahan atau pelajaran yang sama siswa dapat membangun

pengetahuan yang berbeda dengan yang diingkan guru.2

Menurut Bloom, pengetahuan berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan

dengan ingatan, yaitu segala sesuatu yang terekam dalam otak.3 Siswa

memperoleh pengetahuan berdasarkan pengalaman sehari-hari. Pengetahuan yang terbentuk dalam diri siswa akan membentuk sebuah pengalaman, sehingga terbentuklah ingatan yang akan tertanam pada diri siswa.

Piaget menjelaskan bahwa pengetahuan diperoleh melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses memperoleh informasi tentang lingkungan dan memasukkannya dalam struktur pengetahuan, yang disebut skema. Sedangkan, akomodasi adalah proses perubahan struktur pengetahuan

siswa. Piaget menggunakan istilah equilibration (keseimbangan) dalam

menyeimbangkan antara asimilasi dan akomodasi. Pengalaman membangun

1

Pusat Bahasa Depdiknas RI, KBBI Daring, 2015,

(http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php).

2

Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan konsep dalam Pendidikan fisika. (Jakarta: PT Grasindo, 2005), h. 30-31.

3

Zulfiani, Tonih Feronika dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta Cet, 2009), h,64-67.


(22)

struktur kognitif anak melalui permasalahan atau ketidakseimbangan, struktur pengetahuan yang dimiliki tidak sama dengan pengalaman yang dimiliki anak.

Permasalahan kognitif ini menciptakan struktur atau skema baru dan equilibration

(keseimbangan) akan terbentuk dari pengalaman (input) dan pengetahuan

(internal structure).4 Piaget juga menjelaskan bagaimana struktur kognitif

dibangun:5

Tabel 2.1 Tingkatan dan Deskripsi Struktur Kognitif

Tingkatan Deskripsi

Sensorimotor (0-2 tahun)

Pengetahuan diperoleh dan disusun melalui daya tanggap sensorik dan aktivitas motorik. Skema melibatkan tindakan dibandingkan simbolis.

Praoperasional (2-7 tahun)

Pengetahuan diperoleh dan disusun melalui simbol (symbolic

behavior) dan kata-kata, tapi skema berdasarkan intuisi dibandingkan logika atau pemikiran.

Operasional konkrit (nyata)

(7-11 tahun)

Pengetahuan diperoleh dari struktur simbolik dan logika, tapi skema terbatas hanya pada objek dan kejadian nyata.

Operasional formal (11 tahun keatas)

Pengetahuan diperoleh dan sisusun secara simbolis dan logis, dan dugaan sementara digunakan untuk menghasilkan kemungkinan yang terjasi pada situasi tertentu.

Pengetahuan merupakan proses awal pembelajaran siswa mengetahui suatu hal yang diperoleh melalui pengalaman sehari-hari melalui proses asimilasi atau informasi awal, sehingga terbentuk sebuah akomodasi dengan informasi lainnya

sehinnga akan membentuk keseimbangan (equilibration) yang terekam pada otak.

Pembentukan pengetahuan awal siswa dari proses melihat, mendengar, merasakan dan memahami lingkungan sekitar tanpa adanya pengajaran formal disebut sebagai prakonsepsi.

2. Prakonsepsi

Menurut Al-Rubayea dalam jurnal Yasin Kutluay menjelaskan bahwa sebelum siswa mendapatkan pengajaran di kelas siswa sudah memiliki pemikiran mengenai kehidupan yang ada di sekitar mereka. Prakonsepsi membantu siswa

4

James P. Byrnes, Cognitive Deveploment and Learning, ( America: Pearson and AB, 2009), Third Edition, h. 16-18.

5

R.Charlesworth, Karen. K Lind, Math and Science for Young Children, (Canada: Wadsworth, 2013), Seventh Edition, h. 9-11.


(23)

memahami keadaan sekitar mereka, kadangkala prakonsepsi yang terbentuk tidak sesuai dengan kenyataan ilmiah. Pemikiran yang dimiliki siswa sebelum

mendapatkan pembelajaran disebut dengan pengetahuan awal atau prakonsepsi.6

Menurut Paul Suparno prakonsepsi adalah suatu konsep awal tentang suatu bahan sebelum siswa mengikuti pelajaran formal di bawah bimbingan guru. Konsep awal yang sudah dimiliki siswa sering kali mengandung miskonsepsi. Prakonsepsi dapat diperoleh dari orangtua, teman, awal sekolah, dan pengalaman di lingkungan. Siswa dengan prakonsepsi menunjukan bahwa pikiran anak sejak lahir tidak diam, tetapi terus aktif untuk memahami sesuatu. Menurut Piaget pikiran anak terus menyesuaikan diri dengan situasi, sehingga dapat mengerti suatu masalah. Berdasarkan pengalaman ini, pendidikan formal oleh guru hanya merupakan sebagian kecil dari proses pembentukan pengetahuan karena, dalam

pengertian kontruktivime proses kontruksi anak terus berjalan sejak anak lahir.7

Prakonsepsi merupakan dasar utama atau bahan yang dijadikan tolak ukur kemampuan siswa dalam pembelajaran, sehingga mempermudah mengetahui sejauh mana siswa memahami konsep berdasarkan pengalaman yang diperolehnya. Pengetahuan awal dalam kehidupan sehari-hari banyak mengandung objek pengamatan Biologi seperti tumbuhan dan hewan disebut dengan konsep Biologi.

3. Konsep

Konsep adalah suatu gagasan abstrak yang digeneralisasikan dari contoh yang bersifat spesifik, pengajaran konsep meliputi penggunaan contoh yang banyak dan mahir. Tennyson dan Park dalam Robert E. Slavin mengusulkan agar guru mengikuti tiga aturan ketika menyajikan konsep yaitu: berikan contoh dari mudah hingga sulit, contoh yang dipilih berbeda satu dengan lainnya dan dapat

membandingkan serta membedakan masing-masing contoh.8 Konsep adalah

bagian dari penjelasan ilmiah, konsep seperti pengkodean dan mencari merupakan

6 Yasin Kutluay, “Diagnosis Of Eleventh Grade Students’ Misconceptionsabout Geometric

Optic By A Three-Tier Test”, Tesis Master, Middle East, Technical University, Turkey, 2005, p.1.

7

Suparno, op. cit., h. 34-35.

8


(24)

bagian dari penjelasan psikologi untuk mengetahui cara seseorang mengingat.9 Menurut Piaget konsep tidak memiliki tujuan prosedur yang bersifat mengarahkan, hanya dalam bentuk pemahaman yang melibatkan berbagai hal dan aspek yang terdapat didalamnya, seharusnya konsep terbentuk dengan cara abstraksi. Proses abstraksi memerlukan waktu dan banyak pengalaman dengan

benda di berbagai situasi yang berbeda.10

Menurut Amin dalam Achmad Ansori konsep merupakan suatu gagasan atau ide yang didasarkan pada pengalaman tertentu yang relevan dan dapat digeneralisasikan, konsep yang akan terbentuk apabila dua atau lebih objek dibedakan berdasarkan ciri-ciri umum, bentuk atau sifat-sifatnya. Menurut Achmad Zanuar konsep tidak berdiri sendiri tetapi saling berhubungan satu sama lain dalam suatu sistem dinamik yang disebut sistem konseptual, contohnya konsep ekosistem terdiri atas konsep-konsep tumbuhan, hewan, sinar matahari,

jaring-jaring makanan, siklus materi, aliran energi dan faktor-faktor lingkungan.11

Sama halnya dengan konsep virus yang digunakan dalam penelitian akan berhubungan dengan ciri tubuh virus, cara hidup dan bereproduksi virus, klasifikasi virus, peranan virus dalam kehidupan, pencegahan dan pengobatan infeksi virus, pembiakan virus, viroid dan prion.

Pemahaman peserta didik diperoleh dari pemahamannya terhadap suatu konsep atau materi yang dipelajari. Menurut Sund and Trowbridge dalam jurnal Achmad Ansori konsep suatu objek diperoleh dari hasil persepsi terhadap gejala-gejala alam, karena persepsi tersebut diperoleh pemahaman konseptual tentang objek tersebut, contohnya dari hasil persepsi terhadap macam-macam bentuk meja

akan diperoleh pemahaman konseptual tentang meja.12 Menurut Suparno suatu

konsep diperoleh dari hasil konstruktivisme siswa terhadap pengetahuannya dengan melakukan kontak dengan lingkungan, tantangan dan bahan yang dipelajari.13

9

Byrnes, op, cit., p. 311.

10

Ibid, p. 15.

11

Achmad Z. Ansori, “ Miskonsepsi dalam Pembelajaran Sains di Madrasah Ibtidaiyah”,

Jurnal Edukasi, tt, h. 3.

12

Ibid.

13


(25)

Pengertian-pengertian mengenai konsep biologi dari paragraf sebelumnya dapat disimpulkan sebagai suatu pemikiran atau pemahaman tentang suatu objek biologi yang bersifat abstrak yang diperoleh dari suatu pengalaman dengan menggunakan alat indra.

4. Pemahaman Konsep

Webster dalam buku Joel J. Mintzes et al, mendefinisikan pemahaman sebagai kekuatan untuk membuat suatu pengalaman sehingga mudah dimengerti sesuai dengan konsep yang tepat. Seseorang bisa dikatakan paham atau memiliki

pemahaman bila:14

a. Pemahaman yang kita bangun sesuai dengan pemahaman yang dimiliki orang

lain.

b. Perbedaan pandangan atau pemahaman yang dimiliki oleh diri sendiri

menemui titik temu.

c. Penjelasan yang diberikan tidak memerlukan dalil atau teori.

d. Pandangan yang diberikan dapat didukung oleh standar konseptual dan

metodologi paradigma ilmiah yang berlaku.

Pemahaman adalah proses dari pembelajaran bermakna, pembelajaran

bermakna adalah dasar untuk memahami proses terjadinya pengetahuan.15

Menurut teori Ausubel pembelajaran bermakna berbeda dengan pembelajaran di luar kepala (hafalan), untuk belajar secara bermakna siswa harus memilih pengetahuan baru untuk konsep yang benar dengan pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya. Sedangkan pembelajaran di luar kepala (hafalan) pengetahuan baru diperoleh secara sederhana dengan ingatan secara verbal dan acak, dalam penggabungannya pada struktur pengetahuan yang dimiliki tidak memperhatikan

pengetahuan yang dimilikinya.16

14

Joel J. Mintzes, et. al., Assessing Science Understanding, (California: Elsevier Academic Press, 2005), h. 42.

15

Ibid., h. 8.

16

Joseph D. Novak, D. Bob Gowin, Learning How to Leearn, (America: Cambridgae University Press, 1984), p. 7.


(26)

Pemahaman konsep bertujuan untuk melihat pemikiran seseorang, tidak hanya melihat tentang apa yang diketahui tapi juga bagaimana cara berpikir mengenai informasi yang dibangun, terorganisir, disimpan, diambil dan dimanipulasi. Penilaian pemahaman konseptual seperti kaca atau kamera yang dapat menangkap dan mengevalusi gambaran individu atau kelompok mengenai

pengetahuan dan gambaran mengenai suatu konsep pada waktu tertentu.17

Dengan demikian siswa dikatakan mengerti atau paham ketika konstruksi atau pembangunan pemikiran yang dimilikinya sesuai dengan konsep yang terdapat dalam ilmu ilmiah. Pemahaman dapat menyebabkan siswa memiliki pembelajaran yang bermakna mengenai suatu konsep, dengan adanya pembelajaran bermakna siswa dapat memilih pengetahuan baru yang sesuai dengan konsep yang dimiliki para ahli.

Pembelajaran bermakna diperoleh siswa memalui beberapa tahapan. Pertama berasal dari pengetahuan siswa, pengetahuan diperoleh dari proses asimilasi (melihat, mendengar dan merasakan) serta akomodasi sebagai pencampuran atas beberapa informasi yang diperoleh mengenai suatu konsep. Setelah pengetahuan terbentuk siswa memiliki pengertian awal mengenai suatu konsep sebelum terjadinya pembelajaran formal disebut prakonsepsi. Konsep adalah pemikiran atau gagasan mengenai suatu objek dari contoh yang dilihat dari hasil proses perolehan pengetahuan (asimilasi dan akomodasi), seringkali konsep yang dilihat oleh siswa mengenai gejala-gejala yang terjadi di alam dan makhluk hidup yang ada disekitar lingkungan sehingga, dapat disebut konsep biologi. Meskipun demikian seringkali persepsi yang berasal dari pengetahuan awal siswa tidak sesuai dengan dalil atau teori ilmiah, sehingga terjadi ketidakseimbangan yang dapat menyebabkan kesalahpahaman atau miskonsepsi.

17


(27)

B. Miskonsepsi 1. Definisi Miskonsepsi

Siswa datang ke kelas dengan banyak pemikiran informal atau konsep intuisi yang tidak sama dengan konsep ilmiah yang dikatakan oleh para ahli. Siswa mempertahankan konsep yang mereka miliki bahkan setelah mempelajari konsep formal di kelas. Permasalahan antara konsep informal siswa dan konsep yang diajarkan menyebabkan siswa mengubah atau melupakan konsep yang tepat. Karena konsep intiusi siswa menyimpang dari konsep ilmiah, konsep intuisi inilah

yang disebut miskonsepsi.18

Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima pakar dalam suatu bidang, kemudian dikatakan bahwa miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan

hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep.19 Hasan Sahid dan Bilal

mengatakan bahwa miskonsepsi adalah suatu pengertian yang tidak sesuai dengan

dengan kenyataan ilmiah.20 Fowler dan Jaoude menyatakan bahwa yang dimaksud

dengan miskonsepsi adalah pengertian tentang suatu konsep yang tidak tepat, salah dalam menggunakan konsep nama, salah dalam mengklasifikasikan contoh-contoh konsep, keraguan terhadap konsep-konsep yang berbeda, tidak tepat dalam menghubungkan berbagai macam konsep dalam susunan hirarkinya atau

pembuatan generalisasi suatu konsep yang berlebihan atau kurang jelas.21

Menurut Hammer dalam jurnal Haki Pesman dan Ali Eryilmaz menyebutkan bahwa miskonsepsi adalah struktur kognitif yang dapat berubah, mempengaruhi pemahaman siswa terhadap konsep-konsep ilmiah dan harus diatasi sehingga

siswa dapat belajar konsep ilmiah secara efektif.22

Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan, maka miskonsepsi dapat diartikan sebagai pengertian atau pemahaman yang tidak sesuai dengan

18

Byrnes, op. cit., p. 311.

19

Suparno, op. cit., h. 4.

20

Hasan Sahin & Bilal, Developing Three-Tier Misconception Test About Regular Circular Motion, Journal of Education, 2011, p. 278-292.

21

Ansori, op. cit., h. 5.

22

Haki Pesman & Ali eryilmaz, Development of a Three-Tier Test to Asses Misconception About Simple Electric Circuit, The Journal of Education Research, 2010, p. 208.


(28)

pengertian atau teori yang dimiliki oleh para ilmuan. Siswa yang mengalami miskonsepsi akan terus menanamkan konsep yang salah mengenai suatu pengetahuan dalam pengetahuan kognitifnya sehingga diperlukan penelusuran lebih jauh mengenai sumber dan penyebab miskonsepsi.

2. Sumber dan Penyebab Miskonsepsi

Alasan utama siswa memiliki miskonsepsi adalah banyaknya konsep ilmiah

yang memerlukan abstraksi atau pengamatan.23 Miskonsepsi terjadi pada semua

bidang sains, seperti fisika, kimia, biologi dan antariksa. Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat terjadi selama proses pembelajan.

Menurut Paul Suparno adanya konsep awal (prakonsepsi), kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara berpikir, dan teman lain yang dibawa siswa ke kelas formal. Faktor yang disebabkan oleh guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya penugasan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa kurang baik. Konteks, seperti budaya, agama, bahasa

sehari-hari juga mempengaruhi miskonsepsi siswa.24 Menurut Ansori yang

menyebabkan miskonsepsi adalah bentuk-bentuk pengalaman sehari-hari yang dibawa murid ke sekolah. Tidak melibatkan secara langsung dalam situasi

percobaan.25 Secara skematis, penyebab miskonsepsi dapat dilihat pada tabel

berikut:26

Tabel 2.2 Kriteria Pengelompokan Tingkat Pemahaman Siswa

Sebab Utama Sebab Khusus

Siswa 1.Prakonsepsi

2.Pemikiran asosiatif

3.Pemikiran humanistik

4.Reasoning yang tidak lengkap

5.Intuisi yang salah

6.Tahap perkembangan kognitif siswa

7.Kemampuan siswa

8.Minat belajar siswa

23

Byrnes, op. cit., p.313

24

Suparno, op.cit., h. 29.

25

Ansori, op. cit., h. 7-8.

26


(29)

Sebab Utama Sebab Khusus

Guru 1.Tidak menguasai bahan, tidak kompeten

2.Bukan lulusan dari bidangnya

3.Tidak memberikan kesempatan siswa untuk

memberikan gagasan

4.Hubungan guru dan siswa yang tidak baik

Buku Teks 1.Penjelasan yang tidak tepat

2.Salah menuliskan rumus

3.Tingkat kesulitan buku cukup tinggi bagi siswa

4.Demi menarik pembaca, terkadang buku sains

fiksi menyimpang dari konsepnya

5.Kartun sering memuat miskonsepsi

Konteks 1.Pengalaman siswa

2.Bahasa sehari-hari berbeda

3.Teman diskusi yang salah

4.Keyakinan dan agama

5.Penjelasan orang lain yang keliru

6.Konteks hidup siswa

7.Kondisi perasaan siswa

Cara Mengajar 1.Hanya ceramah dan menulis

2.Tidak mengungkapkan miskonsepsi siswa

3.Tidak mengoreksi PR yang salah

4.Model analogi

5.Model praktikum

6.Model diskusi

7.Model demonstrasi yang sempit

8.Non-multiple intellegences

Terdapat banyak sumber dan penyebab miskonsepsi, miskonsepsi dapat terjadi karena diri siswa, guru, maupun lingkungan sekitar. Miskonsepsi perlu di diketahui, diperbaiki maupun dihilangkan, maka dibutuhkan alat diagnostik dalam mengidentifikasi miskonsepsi.

3. Cara Mengidentifikasi Miskonsepsi

Sebelum membantu untuk mengentaskan permasalahan miskonsepsi yang terjadi pada siswa, perlu diketahui terlebih dahulu darimana asal miskonsepsi tersebut, barulah kita dapat melakukan identifikasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Banyak siswa membangun pemahaman dan konsep dari sebuah kejadian atau fenomena ilmiah dengan apa yang mereka lihat melalui indra penglihatan, pemahaman yang diperoleh dari proses melihat tidak sesuai dengan pemahaman


(30)

yang dimiliki ilmu science secara umum. Hasilnya ketidakpahaman atau konsep lain yang terbentuk, jika tidak diperbaiki akan tertanam dalam struktur kognitif siswa dan mengganggu pembelajaran berikutnya. Akibatnya, siswa akan mengalami kesulitan dalam menerima informasi baru dalam struktur kognitif, sehingga terbentuklah pemahaman yang tidak tepat dari konsep baru yang akan

mereka terima. 27

Perbaikan yang dilakukan pada pendidikan science pada umumnya lebih

menekankan pada isi kurikulum dibandingkan prosedur penilaian yang baru berupa tes diagnostik. Tes diagnostik digunakan di awal atau di akhir pada suatu topik pembelajaran sehingga dapat membantu guru untuk memahami seberapa jauh pemahaman siswa dan mengetahui letak miskonsepsi siswa pada suatu topik

pembelajaran.28 Tes diagnostik adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk

mendeteksi adanya miskonsepsi pada siswa berikut ini adalah beberapa alat

deteksi yang sering digunakan oleh para peneliti antara lain:29

Pertama peta konsep, yaitu menghubungkan antara konsep dengan konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok yang disusun secara hierarki dan jelas dalam mengungkap miskonsepsi siswa karena miskonsepsi siswa dapat dilihat dengan hubungan antara satu konsep dengan konsep lainnya benar atau salah.

Kedua, tes multiple choice dengan reasoning terbuka, yaitu penggunaan tes

pilihan berganda dengan pertanyaan terbuka dan siswa harus menjawab atau menulis alasan mereka. Dengan memilih satu jawaban antara pilihan salah yang diberikan dapat mengartikan miskonsepsi yang terjadi

Ketiga, tes esai tertulis, dari tes ini akan diketahui miskonsepsi yang dibawa siswa setelah itu dapat dilakukan wawancara untuk mengetahui tentang miskonsepsi tersebut.

Keempat wawancara wiagnosis, yaitu mengetahui miskonsepsi siswa sekaligus penyebabnya. Melalui wawancara dapat dipahami pola pikir siswa.

27 David F. Treagust, “Diagnostic assassment in science as a means to improving teaching,

learning and retention”, UniServe Science Assessment Symposium Proceedings, 2006, p.1.

28

Ibid., p.6.

29


(31)

Kelima diskusi dalam kelas, melalui diskusi akan diungkapkan gagasan-gagasan para siswa tentang konsep yang telah diajarkan atau yang hendak diajarkan, dari diskusi tersebut dapat dideteksi apakah gagasan mereka itu tepat atau tidak.

Keenam praktikum dengan tanya jawab, yaitu guru memberikan pertanyaan tentang bagaimana konsep yang dimiliki siswa dan menjelaskan praktikum tersebut dengan tanya jawab antara guru dengan siswa dapat mendeteksi siswa memiliki miskonsepsi atau tidak.

Pada penelitian digunakan tes diagnostik Three-Tier Test untuk mengetahui

sebab permasalahan yang dialami siswa terutama mengenai konsep virus.

Three-Tier Test adalah tes diagnostik berlapis tiga tingkat yang terdiri dari pilihan ganda pada tingkat pertama, alasan memilih pada tingkat kedua dan tingkat keyakinan jawaban pertanyaan pertama dan kedua pada tingkat ketiga.

4. Cara Mengatasi Miskonsepsi

Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat terjadi karena sebab utama yang bersal dari diri siswa, guru, buku teks, konteks dan cara mengajar. Miskonsepsi perlu diketahui dan dihilangakan agar terjadi pembelajaran yang bermakna.

Secara skematis, cara mengatasi miskonsepsi dapat dilihat pada tabel berikut:30

Tabel 2.3 Cara Mengatasi Miskonsepsi

Sebab utama Sebab khusus Kiat mengatasi

siswa Prakonsepsi Dihadapkan pada kenyataan

Pemikiran asosiatif Dihadapkan pada kenyataan dan

peristiwa anomal

Pemikiran humanistik Dihadapkan pada kenyataan dan

anomali

Reasoning tidak lengkap Dilengkapi dihadapkan pada

kenyataan

Intuisi yang salah Dihadpkan pada kenyataan

anomali asionalitas

Perkembangan kognitif

siswa

Diajar sesuai level perkembangan mulai dengan yang konkret, baru kemudian yang abstrak

Kemampuan siswa Dibantu pela-pelan proses

30


(32)

Sebab utama Sebab khusus Kiat mengatasi

Siswa Minat belajar siswa motivasi kegunaan fisika vanasi

pembelajaraan Guru

pengajar

Tidak menguasai bahan Belajar lagi lulusan bidang fisika

Tidak memberi waktu

siswa untuk

mengungkapkan gagasan

Memberi waktu siswa untuk mengungkapkan gagasan secara lisan atau tertulis

Relasi guru siswa jelek Relasi yang enak akrab humor

Buku teks Penjelasan keliru Dikoreksi dan dibenarkan

Salah tulis Dikoreksi secara teliti

Level kesulitan tulisan Disesuaikan dengan level siswa

Siswa tidak tau tahu

menggunakan buku teks

Dilatih oleh guru cara

menggunakan teks Buku fisika sains keliru

konsep

Dibenarkan

Kartun salah konsep Dikoreksi

Konteks Pengalaman siswa keliru Dihadapkan pada pengalaman

baru sesuai konsep fisika.

Bahasa sehari-hari berbeda Dijelaskan perbedaannya dengan contoh

Teman diskusi keliru Mengungkapkan hasil dan

dikritisi guru

Kenyakinan agama Dijelaskan perbedaannya

Cara mengajar

Hanya ceramah dan

menulis

Dirangsang dengan pertanyaan.

Langsung ke bentuk

matematika

Memulai dengan gejala nyata baru rumus.

Tidak mengungkapkan

miskonsepsi siswa

Guru memberi kesempatan siswa mengungkapkan gagasan

PR tidak dikoreksi Dikoreksi cepat dan ditunjukkan

salahnya.

Model analogi Ditunjukkan kemungkinan salah

konsep.

Model praktikum Diungkapkan hasilnya dan deberi

komentar.

Model diskusi Diungkapkan hasilnya dan diberi

komentar.

Non multiple intellgen Multiple intelligen

Penelitian yang dilakukan hanya didasarkan pada miskonsepsi yang terjadi karena siswa dan buku teks yang digunakan, setelah melakukan penelusuran buku teks biologi yang digunakan dalam pembelajaran (Biologi SMA/MA kelas X kurikulum 2013) dengan membandingkan dua buku teks lainnya (Campbell dan


(33)

Biologi kelas X kurikulum KTSP) disimpulkan tidak terdapat faktor yang desebabkan karena buku teks yang digunakan. Dari itu miskonsepsi yang terjadi banyak terdapat pada diri siswa, meskipun demikian miskonsepsi pada konsep Virus dapat diperbaiki mengingat pentingnya konsep Virus dalam aplikasi kehidupan sehari-hari.

5. Identifikasi Miskonsepsi dengan tes diagnostik Three-Tier Test

Banyak instrumen diagnostik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi pada siswa. Salah satunya adalah melakukan wawancara, dengan melakukan wawancara guru dapat mengetahui informasi kemampuan kognitif dan alasan bebas yang diberikan siswa. Menurut Derya Kaltakci dan Ali Eryilmaz

terdapat beberapa teknik wawancara yang telah dilakukan adalah Piagetian

Clinical Interview (PCI), Interview-About-Instances (IAI), Interview-About-Event

(IAE), Prediction-Observation-Explanation (POE), Individual Demostration

Interview (IDI) dan Teaching Experiment (TE). 31 Menurut Ayla Cetin Dindar dan Omer Geban wawancara dapat memberikan informasi lebih detail mengenai gambaran atau pemikiran lain yang dimiliki oleh siswa mengenai suatu konsep, tetapi banyak waktu dibutuhkan untuk mengetahui miskonsepsi dari banyak

siswa32

Tes diagnostik pilihan ganda memang dapat diberikan oleh sejumlah besar individu, tetapi tidak dapat menyelidiki respon siswa. Jika hanya tes pilihan ganda

yang bersifat one-tier dapat diartikan secara berlebihan, karena siswa dianggap

tidak memiliki kemampuan dengan melihat jawaban salah yang dikerjakan siswa. Jawaban salah siswa dari soal pilihan ganda belum tentu menunjukan bahwa

siswa mengalami tidak tahu konsep (lack knowledge).33 Kekurangan yang dimiliki

tes diagnostik pilihan ganda (one-tier test) dilengkapi oleh tes diagnostik two-tier

test yang dikembangkan oleh Treagust dan Chen.

31

Derya Kaltakci & Ali Eryilmaz, Identifying Pre-Service Physics Teacher Misconseption with Three-Tier Tests, Journal of Secondary Science/Math, tt, p. 2.

32

Ayla C. Dindar & Omar Geban, Development of a Three-tier test to Assess High School Students Understanding of Acid and Bases, Journal of Procedia Social and Science, 2011, p. 600.

33


(34)

Two-Tier Test yang dikembangkan terdiri dari dua tahapan, tahap pertama berupa pilihan ganda dan tahap kedua berupa pertanyaan alasan dari tahapan

pertama. Griffard dan Wandersee dalam Yasin Kutluay menyebutkan bahwa

Two-Tier Test tidak dikembangkan dengan mempertimbangkan ingatan ataupun pemikiran siswa, oleh karena itu mereka menyatakan seharusnya soal yang dibuat didasarkan pada proposisi ilmiah yang benar dari peta konsep yang telah digunakan dalam desain tes, soal benar-benar dapat mendiagnosis kesalahan dalam kerangka konseptual dibandingkan hafalan teori. Mereka juga menegaskan bahwa hasil tes menunjukan presentasi miskonsepsi yang terlalu tinggi karena

ketidaktahuan tidak dapat dibedakan dari miskonsepsi.34

Setelah Two-Tier Test dikembangkanlah Three-Tier Test sebagai instrumen

diagnostik oleh Eryilmaz dan Surmeli di samping dua tingkatan pertama mereka

membuat keyakinan siswa tentang jawaban mereka pada tier ketiga. Presentasi

miskonsepsi tinggi yang dimaksud oleh Griffard dan Wandersee dijelaskan oleh Eryilmaz dan Sumerli dalam jurnal Yasin Kutluay hasil penelitian menunjukan bahwa 46% siswa mengalami miskonsepsi pada tingkat pertama, 27%

miskonsepsi pada tingkat pertama dan kedua, dan 18% miskonsepsi pada tingkat

pertama, kedua dan ketiga. Tingginya persentase yang diperoleh menunjukan

tingginya miskonsepsi pada Two-Tier Test tanpa dapat dibedakan antara

miskonsepsi dan tidak tahu (lack of knowledge).35 Setelah itu tes dengan tiga

tingkatan (Three-Tier Test) digunakan oleh banyak peneliti lain.

Berdasarkan penelitian Derya Kaltakci & Ali Eryilmaz Three-Tier Test

diberikan kepada calon guru fisika yang akan mengajar di SMA, tahapan

pengembangan Three-Tier Test yang dikembangkan adalah sebagai berikut:36

a. Melakukan wawancara, wawancara dilakukan dan disesuaikan dengan peserta

yang akan diteliti. Pada tahap ini miskonsepsi secara umum pada suatu topik dapat ditemukan karena dengan wawancara peserta diberikan waktu untuk berpikir, untuk menguraikan jawaban dan alasan mereka, dan juga

34

Kutluay, op, cit., p.2.

35

Ibid., p.19.

36


(35)

memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mendapatkan informasi secara mendalam.

b. Tes open-ended atau tes terbuka, digunakan untuk mengetahui kemampuan peserta secara umum dan untuk membuat pengecoh pada tahap kedua pada

soal Three-Tier Test.

c. Instrumen Three-Tier Test lalu diukur validitas dan reabilitasnya oleh

peneliti, dan tes diberikan kira-kira selama 30-35 pada hari yang berbeda. Berdasarkan penelitian Hasan Sahin dan Bilal pengembangan istrumen

Three-Tier Test diterapkan pada konsep gerak melingkar beraturan. Tahapan

pengembangan instrumennya adalah sebagai berikut:37

a. Tahap pertama adalah membuat pertanyaan pertama atau tingkat pertama

berupa tes pilihan ganda yang berisi pertanyaan konseptual. Pada fase ini item tes memiliki lima pilihan jawaban.

b. Tahap kedua adalah melakukan wawancara kepada 10 siswa, hasil dari

wawancara digunakan untuk membuat pertanyaan kedua atau tingkat kedua. Tahap kedua terdiri dari pilihan ganda dan memiliki jawaban yang bersifat terbuka untuk menjawab alasan jawaban atas pertanyaan pertama, siswa menulis apapun yang mereka suka. Pada fase ini ada delapan pilihan Termasuk pertanyaan yang bersifat terbuka.

c. Tahap ketiga adalah berupa pertanyaan keyakinan jawaban siswa yang terdiri

dari dua pernyataan yaitu yakin atau tidak.

Sri Budiningsih menggunakan instrumen Three-Tier Test untuk

mengidentifikasi miskonsepsi siswa kelas X SMA pada konsep listrik dinamis.

Pengembangan instrumen Three-Tier Test yang digunakan oleh Sri Budiningsih

merupakan penyederhanaan penelitian dan pengembangan yang yang dikemukakan oleh Borg dan Gall dalam Sukmadinata, tahapannya adalah sebagai

berikut:38

a. Studi pendahuluan, pada tahap studi pendahuluan terdiri dari studi

kepustakaan dan survei lapangan.

37

Sahin, op. cit., h. 278.

38

Sri Budiningsih, “Pengembangan Instrumen Diagnostik Three-Tier Untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi Listrik Dinamis Siswa Kelas X SMA”, Jurnal Edukasi, tt, h. 2.


(36)

b. Pengembangan produk, pada tahap pengembangan produk terdiri dari lima kegiatan yaitu identifikasi tujuan tes dan ruang lingkup materi, penyusunan kisi-kisi tes, penulisan butir soal, validasi oleh ahli dan revisi I.

c. Uji coba produk, pada tahap uji coba produk terdiri dari tiga kegiatan utama

yaitu uji coba butir soal, analisis butir soal dan revisi II. Butir soal yang memenuhi kriteria valid dan reliabel diterapkan kepada siswa untuk mengetahui miskonsepsi.

Berdasarkan jurnal yang berjudul Development of a Three-tier test to Assess

High School Students Understanding of Acid and Bases yang dikembangkan oleh Ayla C. Dindar dan Omer Geban menjelaskan pengembangan instrumennya

dengan menggunakan tiga tahapan yaitu:39

a. Melakukan wawancara terhadap 12 murid SMA yang terdiri dari enam wanita

dan enam laki-laki dengan tingkat pengetahuan tinggi, sedang dan rendah. Wawancara dalam penelitan deskriptif kualitatif adalah hal yang penting karena keharusan keterlibatan peneliti dan penghayatan terhadap permasalahan dan subjek penelitian sehingga, dapat dikatakan bahwa peneliti adalah subjek penelitian.

b. Menggunakan open-ended question berupa 10 pertanyaan bedasarkan hasil

wawancara tentang konsep yang mewakili konsep asam dan basa, dengan menggunakan 111 siswa SMA yang terdiri dari 65 wanita dan 46 laki-laki.

c. Langkah terakhir adalah menggunakan hasil pertanyaan open-ended question

untuk membuat instrumen berupa tes diagnostik Three-Tier Test, yang terdiri

dari tiga tahapan tahap pertama berupa tes pilihan ganda, tahap kedua adalah

alasan jawaban atas langkah pertama dan ketiga adalah confidence tier atau

keyakinan atas jawaban langkah pertama dan kedua untuk mengetes validitas soal diteliti oleh empat ahli pendidikan kimia dan dua guru kimia.

Pada penelitian ini digunakan instrumen Three-Tier Test yang dikembangkan

oleh Haki Pesman dan Ali Eryilmaz yang berjudul , Development of a Three-tier

39


(37)

test to Assess Misconseption About Simple Electric Circuit menjelaskan cara

pengembangan Three-Tier Test sebagai berikut:40

a. Wawancara, jenis wawancara yang yang digunakan adalah wawancara

klinikal. Ketika wawancara ditampilkan contoh, kartu bergambar dan beberapa diagram, setelah itu barulah pewawancara memberikan pertanyaan. Terdiri dari 15 pertanyaan, lima pertanyaan dengan skala likert 1-4 ( 1 sangat menarik dan 4 sangat tidak menarik) dan 10 pertanyaan dengan skala 1-3 (1 tidak pernah dan 3 sering)

b. Open ended question atau pertanyaan terbuka, dibangun berdasarkan hasil dari wawancara. Beberapa pertanyaan yang diajukan pada pertanyaan terbuka ini diambil dari beberapa pertanyaan yang diajukan dalam wawancara. Pada tahap ini digunakan 99 siswa SMA.

c. Pembuatan instrumen Three-Tier Test, dengan menggunakan hasil dari

wawancara dan pertanyaan terbuka. Three Tier Test yang dihasilkan sebanyak

12 soal mengenai SECDT. Soal tahap pertama adalah pilihan ganda, tahap kedua berisi beberapa alasan jawaban soal pertama dengan satu pilihan kosong dan ketiga adalah keyakinan atas jawaban kedua soal sebelumnya.

Setelah soal Three-Tier Test selesai dibuat dan diujikan kepada 124 siswa

siswa.

Three-Tier Test yang dikembangkan Haki Pesman dan Ali Eryilmaz dapat

membedakan antara miskonsepsi dan tidak tahu konsep (lack of knowledge). Jenis

miskonsepsi juga dibedakan menjadi false positive dan false negative. Menurut

Hestenes dan Halloun false posiitve adalah jawaban benar yang diberikan oleh

siswa dengan konsep ilmiah yang salah, sedangkan false negative adalah jawaban

yang salah yang diberikan oleh siswa dengan konsep yang benar.41

Semua miskonsepsi dapat dikatakan kesalahan (error) tetapi suatu kesalahan

(errror) belum tentu dikatakan miakonsepsi, karena beberapa kesalahan (error)

adalah tidak paham konsep (lack of knowledge). Miskonsepsi terjadi apabila siswa

menjawab salah pada tingkat pertama, benar pada tingkat kedua dan yakin dengan

40

Haki Pesman & Ali Eryilmaz, op. cit., pp. 209-211.

41


(38)

jawaban yang diberikan. Tingkat keyakinan yang terdapat pada tingkat ketigalah

yang membedakan antara two-tier dan pilihan ganda. Miskonsepsi terjadi apabila

siswa menjawab yakin pada respon yang diberikan pada tingkat ketiga (confident

level).42 Siswa dengan miskonsepsi dan tidak paham konsep (lack of knowledge) diidentifikasi sebagai berikut:

Tabel 2.4 Identifikasi Three-Tier Test Miskonsepsi dan Tidak Paham Konsep

(lack of knowledge)

No. Tier 1 Tier 2 Tier 3 Kategori

1. Benar Benar Yakin Paham (mengerti konsep)

2. Benar Benar Tidak yakin Tidak paham konsep (lack of knowledge)

3. Benar Salah Yakin Miskonsepsi (False positive)

4. Benar Salah Tidak yakin Tidak paham konsep (lack knowledge)

5. Salah Benar Yakin Miskonsepsi (False negative)

6. Salah Benar Tidak yakin Tidak paham konsep (lack of knowledge)

7. Salah Salah Yakin Miskonsepsi (False negative)

8. Salah Salah Tidak yakin Tidak paham konsep (lack of knowledge)

6. Kelebihan Three-Tier Test

Kelebihan Three-Tier Test adalah sangat efektif dalam menilai pemahaman

siswa dibandingkan tes pilihan ganda konvensional karena Three Tier Test dapat

membedakan konsepsi alternatif dari kurangnya pengetahuan melalui analisis

tingkatan, Three-Tier Test lebih mudah dan cepat untuk menilai pemahaman

siswa jika dibandingkan dengan two-tier, dapat memberikan informasi kepada

guru baik pengetahuan dan pemahaman siswa sebelumnya serta pemahaman

mereka tentang konsep setelah melakukan tes.43 Menurut Eryilmaz dan Surmeli

dalam jurnal Haki Pesman Three Tier Test merupakan kombinasi antara two tier

dan CRI, dengan menggunakan Three Tier Test dapat diketahui persentase

miskonsepsi false positive dan false negative selain itu dengan adanya tier ketiga

dapat dibedakan antara miskonsepsi dan tidak paham konsep (lack of

knowledge).44 Namun, pada penelitian ini, pembuatan Three-Tier Test

dimodifikasi menjadi lebih sederhana, mengingat penelitian ini adalah penelitian mahasiswa Strata 1.

42

Kutluay, op.cit., p. 19.

43

Dindar, op. cit., p. 603.

44


(39)

C. Tinjauan Konsep Materi Virus 1. KD dan Indikator Materi Virus

Konsep Virus adalah konsep yang diajarkan di kelas X-MIA Sekolah Menengah Atas pada semester Ganjil. Adapun Kompetensi Dasar dan Indikator pembelajaran untuk konsep Virus adalah sebagai berikut:

Kompetensi Dasar : 3.3 Menerapkan pemahaman tentang virus berkaitan tentang ciri, replikasi, dan peran virus dalam aspek

kesehatan masyarakat.

Indikator : 3.3.1 Menjelaskan sejarah penemuan virus.

3.3.2 Menggambarkan struktur virus.

3.3.3 Membandingkan struktur tubuh virus satu dengan

virus yang lain berdasarkan gambar tubuh virus.

3.3.4 Mengidentifikasi ciri-ciri, ukuran, dan bentuk virus.

3.3.5 Menjelaskan cara hidup virus

3.3.6 Menjelaskan reproduksi virus.

3.3.7 Menjelaskan kasus-kasus dalam kehidupan sebagai

dampak negatif dan positif dari virus.

3.3.8 Menjelaskan cara pencegahan dan pengobatan

infeksi virus.

3.3.9 Menjelaskan cara pembiakan virus.

2. Kajian Materi Virus.

Konsep Virus tediri dari beberapa sub bab sesuai dengan kurikulum 2013 yaitu sejarah penemuan virus, ciri-ciri tubuh virus, cara hidup dan reproduksi virus, klasifikasi virus, peranan virus dalam kehidupan, pencegahan dan pengobatan infeksi virus, pembiakan virus, viroid dan Prion.

Virus ditemukan sekitar akhir abad ke 19, penelitian yang dilakukan para ahli

adalah sebagai berikut:45

45


(40)

Pertama, Adolf Mayer pada tahun 1883, seorang ilmuan Jerman. Menemukan bahwa ia bisa menularkan penyakit mosaik yang terdapat pada tanaman tembakau, dengan menggosokan getah yang diekstrasi dari daun berpenyakit ke tanaman yang sehat.

Kedua, Dimitri Ivanowsky ahli biologi Rusia. Menyaring getah dari daun tembakau yang terinfeksi dengan filter yang dirancang untuk menahan bakteri, hasilnya tanaman tembakau sehat tetap terinfeksi.

Ketiga, Martinus Beijerinck ahli botani Belanda, agen penginfeksi dalam getah yang difilter dapat bereproduksi dan tidak dapat dibiakkan pada medium nutrien dalam tabung reaksi atau cawan petri. Beijerinck disebut sebagai ilmuan pertama yang menyuarakan konsep Virus.

Keempat, Wendell Stanley pada tahun 1935 ilmuan Amerika.

Mengkristalisasi partikel penginfeksi dan saat ini dikenal dengan TMV (tobacco

misaic virus.

Menurut Campbell virus paling kecil berdiameter 20 nm lebih kecil dari ribosom dan virus terbesar hanya dengan berdiameter beberapa ratus nanometer

nyaris tidak tampak dibawah mikroskop.46 Menurut Irnaningtyas virus lebih kecil

dan lebih sederhana dari bakteri ukuran tubuhnya antara 20 nm-300 nm (1 nm= 1/

1000000 mm), virus terbesar memiliki ukuran 150-300 nm.47 Menurut Istamar

virus dapat lolos dari saringan keramik sedangkan bakteri tidak, tubuh virus terdiri dari kapsid dan asam nukleat, dan ada beberapa virus yang memiliki strukrur tambahan , misalnya pada bakteriofag atau fag yang menyerang bakteri memiliki

kepala, ekor dan serabut ekor.48

Berdasarkan ketiga buku yang digunakan virus hidup didalam sel hidup organisme tertentu yang cocok sehingga disebut parasit intraseluller obligat. Bila sel hidup yang ditumpangi virus mati maka virus pun akan mati, sel yang ditumpangi virus disebut sel inang. Reproduksi virus terdiri dari lima tahap, yaitu tahap adsorbsi, tahap penetrasi, tahap sintesis (eklifase), tahap pematangan dan tahap lisis. Siklus litik terjadi apabila pertahanan sel inang lebih lemah

46

Ibid.

47

Irnaningtyas, Biologi SMA/MA Kelas X, (Jakarta: Erlangga, 2013), h. 53.

48


(41)

dibandingkan daya infeksi virus, sehingga menyebabkan pecah dan matinya sel inang. Virus yang mampu bereproduksi dengan siklus litik disebut virus virulen. Sedangkan siklus lisogenik terjadi apabila sel inang memiliki pertahanan yang lebih baik dibandingkan daya infeksi virus sehingga sel inang tidak pecah dan dapat bereproduksi secara normal. DNA fag berinteraksi ke dalam kromosom sel inang membentuk profag. Virus yang bereproduksi dengan siklus lisogenik dan litik disebut virus temperat.

Menurut sistem ICTV (International Committee an Taxonomy of viruses),

terdapat tiga tingkatan takson dalam klasifikasi virus,yaitu famili menggunakan

akhiran –viridae, nama genus dengan akhiran –virus, dan nama spesies

menggunakan bahasa inggris dan diakhiri dengan –virus. Nama genus dan spesies

dicetak miring. Contohnya:49

Famili : Poxviridae.

Genus : Orthopaxvirus

Spesies: Variola virus (penyebab cacar).

Membuat antitoksin, melemahkan bakteri, jika DNA virus lisogenik masuk ke dalam DNA bakteri patogen maka bakteri tersebut menjadi tidak berbahaya,

dan memproduksi vaksin.50 Rekayasa genetika, pemberantas serangga hama,

dengan pembiakkan virus dan disemprotkan pada serangga atau tanaman, dan

membuat perangkat elektronik.51

Penyakit pada manusia yang disebabkan oleh virus: gondongan, herpes, cacar

variola (smallpox), cacar air varisela (chickenpox) dan herpes zoster (shingles),

hepatitis, influenza dan parainfluenza, campak (morbili), AIDS, poliomielitis, tumor, kanker, karsinoma, kutil, demam berdarah, chikungunya, ebola, flu burung, SARS dan mata belek. Penyakit pada hewan yang disebabkan oleh virus: rabies, penyakit mulut dan kaki, tetelo (NCD), tumor dan kutil. Penyakit pada tumbuhan yang disebabkan oleh virus: tungro, mosaik, TYLC.

Usaha pencegahan terhadap infeksi virus dapat dilakukan dengan pemberian vaksin dan pengobatannya dengan pemberian interferon dan kemoterapi antivirus.

49

Ibid., h. 60-61.

50

Syamsuri, op cit., h. 61-62.

51


(42)

Virus hanya dikembangkan dalam sel hidup, dan perlu diisolasi dari sel inang sebelum dikembangkan. Contohnya dikembangkan dalam telur yang fertil

(mengandung embrio) atau biakan sel suatu organisme secara in vitro (di luar

tubuh, didalam tabung kultur).52

Meskipun sangat kecil dan sederhana virus masih kalah dengan entitas-entitas lain yang lebih kecil dan kalah kompleks, dikenal sebagai viroid dan prion, menyebabkan penyakit viroid penyebab penyakit pada tanaman dan prion penyebab penyakit pada hewan. Viroid adalah molekul RNA melingkar, panjangnya hanya beberapa ratus nukleotida, viroid tidak mengkodekan protein. Sedangkan prion adalah protein penginfeksi yang menyebabkan sejumlah

penyakit otak pada hewan.53

D. Hasil Penelitian yang Relevan

Haki Pesman dan Ali Eryilmaz melakukan penelitian mengenai

pengembangan Three-Tier Test pada bidang fisika mengenai arus listrik (Electric

Circuit) dengan 12 soal yang terdiri dari pilihan ganda, alasan memilih soal pertama dan keyakinan atas jawaban soal pertama dan kedua. Tes ini dikembangkan dan diberikan kepada 124 siswa SMA. Teknik yang digunakan adalah teknik kualitatif untuk menetapkan validitas dan beberapa teknik kuantitatif. Berdasarkan hasil perhitungan reabilitas dengan menggunakan

conbrach alfa diperoleh angka 69 yang menunjukan bahwa tes valid dan reliabel.54

David Hestenes dan Ibrahim Holloun melakukan penelitian mengenai konsep

kecepatan dalam fisika. Penelitian yang dilakukan dapat mengungkapkan false

positive dan false negative dalam soal, false positive terjadi ketika jawaban yang

diberikan benar dengan alasan yang salah dan false negative terjadi ketika

jawaban yang diberikan salah dengan alasan yang benar. Hasil penelitian

menyebutkan kemungkinan false negative dibawah 10%, false negative

digunakan sebagai pengecoh. Menimimalkan false positive sangat sulit,

52

Ibid., h. 69-72.

53

Campbell, op cit., h.425.

54


(43)

kemungkinan false positive adalah 20% jika memilih secara acak. Berdasarkan hasil tes dan wawancara siswa, deskripsi pikiran siswa adalah (1) tidak dapat membedakan konsep kecepatan dan percepatan, (2) tidak paham konsep kecepatan secara umum dan (3) memiliki pemikiran yang tidak logis mengenai

konsep kecepatan dan gerakan.55

Ayla C. Dindar dan Omer Geban melakukan penelitian mengenai

pengembangan Three-Tier Test untuk mengukur miskonsepsi pada konsep asam

dan basapada tahun 2011 dan hasil penelitiannya menyebutkan adanya hubungan

antara nilai langkah pertama dan kedua (two-tier) dengan langkah ketiga berupa

keyakinan siswa (confidence-tier) setelah dihitung dengan menggunakan

koefisien korelasi Pearson. Siswa SMA yang memiliki nilai test yang tinggi lebih percaya diri dibandingkan dengan siswa dengan skor yang rendah, korelasi yang digunakan adalah r = 45, n = 156, dan p < 000. Siswa yang memiliki nilai skor yang rendah pada langkah pertama dan kedua serta yakin pada langkah ketiga

adalah siswa yang memiliki miskonsepsi pada konsep kimia asam dan basa.56

Sri Budiningsih, Muhardjito dan Asim melakukan penelitian pada siswa X

SMA 1 Turen pada konsep Listrik Dinamis dengan menggunakan Three-Tier Test

sebagai instrumen dan menyebutkan bahwa instrumen diagnostik Three-Tier Test

yang dikembangkan sudah memenuhi kriteria valid dan reliabel untuk menidentifikasi miskonsepsi. Hal ini dibuktikan dengan hasil validitas isi kepada ahli diperoleh validitas isi sebesar 90%. Hasil analisis uji coba produk kepada siswa diperoleh 28 butir soal memenuhi kriteria valid. Rata-rata validitas butir soal sebesar 0,419 yang berarti instrumen diagnostik secara keseluruhan valid. Reliabilitas tes sangat tinggi, yaitu sebesar 0,83. Taraf kesukaran instrumen diagnostik termasuk kriteria sedang, yaitu rata-rata taraf kesukaran sebesar 0,45. Daya pembeda instrumen diagnostik termasuk kriteria baik, yaitu rata-rata nilai daya pembeda sebesar 0,491. Hasil penerapan soal pada siswa kelas X-7 SMAN 1

55

David Hestenes & Ibrahim Halloun., Interpreting the force concept Inventory a Response to Huffman and Heller, Article appeared in the Physics Teacher, 1995, pp. 3-6.

56


(44)

Turen, sebesar 27,7% siswa mengalami miskonsepsi dan 23,1% tidak tahu konsep

pada materi listrik dinamis.57

Riana Dewi Astari melakukan penelitian tentang Pengembangan Three Tier

Test sebagai Instrumen dalam Identifikasi Miskonsepsi pada konsep Atom, Ion dan Molekul pada tahun 2012. Tes yang dikembangkan adalah 30 butir soal dan

setelah mendapat tinjauan dan masukan dari peer reviewer, Dosen pembimbing

dan Dosen ahli butir soal yang dapat digunakan adalah 23 butir soal. Three-Tier

Test yang telah dikembangkan mempunyai kualitas Baik (B) menurut penilaian dalam penelitian 5 guru IPA SMP/MTS dengan skor 61,4 dari skor maksimal 75.

Kesimpulannya, Three-Tier Test yang telah dikembangkan dapat digunakan untuk

mengidentifikasi miskonsepsi pada konsep Atom, Ion dan Molekul.58

E. Kerangka Pikir

Banyak konsep yang telah kita miliki sejak kecil. Kemudian konsep-konsep tersebut telah mengalami modifikasi karena pengalaman-pengalaman baru. Sama halnya dengan konsep Virus yang dipelajari, memiliki struktur tubuh dan cara reproduksi yang berbeda dengan makhluk sehinnga diperlukan pemahaman yang mendalam. Hal ini sejalan dengan pendapat Clement bahwa siswa sebenarnya sejak kecil telah mengkonsturksi konsep-konsep lewat pengalaman hidupnya, namun pengalaman mereka yang beraneka ragam sangat mewarnai miskonsepsi yang terjadi di kelas. Konsep-konsep awal yang dimiliki oleh siswa dapat sesuai dengan konsep ilmiah ataupun tidak sesuai dengan konsep ilmiah. Perbedaan konsep awal dengan konsep ilmiah sangat berpengaruh pada perolehan pengetahuan tentang konsep berikutnya yang akan diserap oleh siswa, hal inilah

yang dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi.59

Ada kalanya perbedaan konsep awal siswa dengan konsep ilmiah dapat

diubah dengan mudah, namun ada kalanya pula sulit untuk diubah.60 Namun

57

Budiningsih, op. cit., h.6.

58 Riana D. Astari, “

Pengembangan Three-Tier Test sebagai Instrumen dalam Identifikasi Miskosepsi Konsep Atom, Ion dan Molekul”, Skripsi S1 UIN Yogyakarta, 2012, h. 46.

59

Suparno, op. cit., h. 6-7.

60


(45)

terkadang, guru enggan memperhatikan konsep awal yang dimiliki oleh siswa. Apabila konsep yang tidak tepat telah masuk ke dalam struktur kognitif siswa maka miskonsepsi dapat berlanjut terus-menerus dan dapat menyebabkan siswa terlambat menerima konsep yang baru dengan tepat. Sebelum guru membantu menangani miskonsepsi yang terjadi pada siswa, guru harus terlebih dahulu mengetahui penyebab terjadinya miskonsepsi tersebut. Setelah itu, guru dapat menentukan strategi pengajaran yang paling tepat untuk meminimalisasi terjadinya miskonsepsi. Cara yang digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi

siswa pada penelitian ini digunakan instrumen Three-Tier Test yang

dikembangkan oleh Haki Pesman dan Ali Erylmaz.

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Asimilasi

Pengetahuan Prakonsepsi

Siswa terhambat dalam menerima pelajaran yang baru dan menemui masalah-masalah dalam belajar

Penggunaan Three-Tier Test untuk identifikasi siswa paham, tidak paham dan

miskonsepsi

Akomodasi

Proses belajar mengajar

Siswa paham Siswa tidak paham


(46)

32 A. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah pada pertengahan semester Ganjil Tahun Ajaran 2014/2015. Penelitian ini dilaksanakan di dua sekolah berbeda yaitu tahap pembuatan instrumen dan tahap pelaksanaan penelitian. Tahap pembuatan

instrumen (wawancara, open-ended question dan Three-Tier Test) dilaksanakan

pada bulan 9 Oktober-21 November di SMAN 66 Jakarta yang beralamat di Jalan Bango III Pondok Labu, Cilandak. Sedangkan, tahap pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan 27 November di SMAN 74 Jakarta Selatan yang beralamat di Jalan Dharma Putra XI, Kebayoran Lama.

B. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode yang meneliti status, kondisi dan sistem pemikiran sekelompok manusia pada suatu peristiwa yang terjadi pada masa sekarang. Metode deskriptif dapat mendeskripsikan, menggambarkan atau melukiskan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, dan sifat

serta hubungan yang diteliti.1

2. Alur Penelitian

Alur penelitian menyesuaikan alur yang dikembangkan oleh Haki Pesman

dan Ali Eryilmaz. Penjelasan rincinya adalah sebagai berikut:2

1

Moh Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h.54.

2

Haki Pesman & Ali Eryilmaz, Development of a Three-Tier Test to Asses Misconception About Simple Electric Circuit, The Journal of Education Research, 2010, pp. 208-222.


(47)

Gambar 3.1 Alur penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan utama yaitu tahap persiapan yang terdiri dari dua tahapan, tahap pembuatan instrumen yang terdiri dari empat tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pembuatan instrumen, tahap pelaksanaan penelitian dan tahap pengolahan dan analisis data.

a) Tahap persiapan

Pertama, dilakukan observasi mengenai masalah yang sering timbul pada konsep tertentu di sekolah. Observasi dilakukan dengan wawancara dan survei. Pelaksanaan wawancara dengan guru bidang studi Biologi mengenai konsep yang dianggap sulit. Hasil wawancara dari guru Biologi (ibu Sartiwi guru di SMAN 66

Merumuskan Masalah Mengidentifikasi Masalah

Melakukan Open-ended question (Pilihan Ganda Terbuka)

Membuat Instrumen Three-tier test

Melakukan Penelitian dan Mengumpulkan Data Dengan Menggunakan Three-Tier Test

Mengolah Dan Menganalisis Data

Menarik Kesimpulan

Menyusun Laporan Penelitian

Melakukan Wawancara Klinikal Kepada Beberapa Siswa SMA kelas X MIA Tahap

Persiapan

Tahap Pembuatan

Instrumen

Tahap Pelaksanaan

Penelitian

Tahap Pengolahan dan analisis

data


(48)

dan ibu Nurwenda guru di SMAN 74) didapatkan bahwa konsep virus dianggap sulit oleh siswa, pada indikator ciri-ciri virus khususnya mengenai

pengelompokkan dan reproduksi virus.3 Kesulitan siswa terlihat dari rendahnya

nilai ulangan harian pada konsep virus di salah satu sekolah berkisar 64,74 dengan KKM 75.

Survei dilakukan oleh 66 siswa/siswi di kelas XI SMA IPA yang sudah mendapatkan pelajaran Biologi di kelas X pada dua sekolah SMAN 66 dan SMAN 74 Jakarta. Hasil survei menunjukkan Virus menempati posisi pertama dibandingkan konsep lain yang terdapat pada kelas X semester Ganjil, penjabarannya adalah sebagai berikut: 31,80% Protista, 57,58% Virus, 4,5% Keanekaragaman Hayati, 4,5% Ruang Lingkup Biologi dan 1,5% menganggap

tidak ada yang sulit dari pelajaran Biologi.4 Alasan terbanyak siswa memilih

konsep Virus adalah terlalu banyak hafalan, klasifikasi ilmiah dan cara reproduksi yang berbeda dengan makhluk lain.

Setelah diperoleh hasil wawancara dan survei dilakukanlah penelusuran literasi mengenai tes diagnostik untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa.

Setelah menemukan beberapa sumber mengenai tes diagnostik, digunakan

Three-Tier Test yang digunakan oleh Haki Pesman dan Ali Erylmaz. Pada tahap ini peneliti membuat indikator pembelajaran mengacu pada kurikulum 2013 dengan pertimbangan dan persetujuan dosen.

b) Tahap pembuatan instrumen

1) Tahap pembuatan soal tingkatpertama (Wawancara)

Jenis wawancara yang dilakukan adalah wawancara klinikal atau wawancara klinis, wawancara klinis dilakukan dengan memilih konsep yang dianggap sulit oleh siswa. Keunggulan wawancara klinikal adalah dapat diperoleh latar belakang

timbulnya miskonsepsi dan dimana siswa mendapatkan miskonsepsi tersebut.5

Membuat pertanyaan dengan pertimbangan dan persetujuan dosen.6 Pertanyaan

3

Lampiran 3, h. 95.

4

Hasil survei.

5

Suwarto. 2013. Pengembangan Tes Diagnostik dalam Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka belajar, h. 82.

6


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

213

Lampiran 16. Foto-foto Kegiatan

Foto-foto Kegiatan Penelitian Tahap Persiapan

Wawancara guru Survei Mengenai Konsep yang Dianggap Sulit Tahap Pembuatan Instrumen di SMAN 66 Jakarta

Wawancara Klinikal di kelas X MIA 2

Tes Pilihan Ganda Beralasan Bebas (Open ended-question) kelas X

MIA 1

Uji Coba Instrumen Three-Tier Test di kelas X MIA 3

Tahap Pelaksanaan Penelitian Identifikasi Miskonsepsi di SMAN 74 Jakarta


(6)

dan SMAN 97 Jakarta, penulis melanjutkan pendidikan S1 pada Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah pada tahun 2010. Pada Semester akhir tahun 2015, penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Miskonsepsi Pada Konsep Virus Menggunakan Three-Tier Test”

Data Pribadi Penulis:

Nama : Endah Lestari

Alamat : Jl. Damai Musyawarah Rt 011/Rw 03 No.50, Kelurahan Pondok Labu Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan, 12450

Email : ndhh.lestari@gmail.com