Penggabungan Mendorong Daerah.

\milnm JalJa11
o Sen;n
2
18

.~~OJan

~

3

C

Selasa

4

19

5
20


6
21

.

Ratu
7
8

22

0

23

Kam;s 0 Jumat
9
10
11

24

25

0

26

0

Ssbtu

12

13
27

Mlnggu
14
15


28

16

~

29

31

OPeb OMsr OApr o Me; OJun OJul o Ags' OSep OOkt ONov .Des

Pengg-a1)unga~

Mendorong Daerah
-

-


DAERAH otonom baru
hasil pemekaran tumbuh
bak eendawan di musim
hujan. Pemekaran daerah
dilakukan sesuka hati pemerintah dan DPR yang
memegang hak legislasi
tanpa ada grand design.
Hasrat memekarkan daerah seperti air bah yang
tidak bisa dibendung itu
terjadi setelah lahir UU No
22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, dan
diganti dengan UU No 32
tahun 2004.Sejak 1999hingga saat ini, telah terbentuk
205 daerah otonom baru.
Jika dirinci, daerah otonom
baru itu terdiri atas tujuh
provinsi, 164- kabupaten,
dan 34 kota. Dengan ,demikian, daerah otonom telah
berjumlah 524, terdiri atas

33 provinsi, 398 kabupaten,
dan 93 kota.
Alasan yang aeap dikemukakan kenapa ingin mengadakan pemekaran adalah ketimpangan pembangunan dan hasil-hasilnya,
adanya ketidakmerataan
pembagian kue ekonomi,
dan pelay~an kepada ma.syarakat yang buruk karena jauhnya daerah induk
dengan daerah yang ingin
dilayani. Padahal, aspek
yang kental terasakan adalah justru bermainnya kepentingan pribadi, kelompok, etnis, agama, dan budaya yang dipicu rasa keeemburuan sosial, rasa iri,
dan ambisi untuk menjadi
p~ng~asa di daerah dan
lam-lam.
Hasil evaluasi Depdagri
menunjukkan,
69 daerah
pemekaran masih bemilai
minus. Daerah pemekaran
itu dinilai tidak memiliki
instrumen terkait pendapatan asli daerah (PAD) sehingga pendapatan daerah
rendah. Ditanibah lagi, administrasi dan kelembagaan

pemerintahan yang tidak
optimal. Bahkan, evaluasi
Departemen Keuangan juga menunjukkan,
mayoritas (86 persen) sumber
pendapatan APBD kabupaten/kota
dan 53 persen
APBD provinsi ber(l$al dari
dana perimbangan
yang
dialokasikan
pemerintah
~

"

~

-

,~


podium
MOH ILHAM A HAMUDY
AlumnusUniversitasPadjadjaran
dan UniversitiKebangsaanMalaysia
pusat. Itu berarti, daerah
otonom bam hanya menggantungkan hidup kepada
APBN. Daerah hasil pemekaran gagal seeara substansial menjadi otonom. Iroms,
sebaliknya berhasil menjadi
pengemis abadi dana APBN.
Setiap tahun, dana alokasi
umum (DAD) yang dikueurkan pemerintah pusat
untuk membiayai kebutuhan dasar, terutama gaji
pegawai, terns bertambah.
Pada 1999,DAD yang dikueurkan ke daerah bam Rp
54,31 triliun dan tahun 2009
ini sudah sampai 167triliun.
Daerah pemekaran baru
juga berimpak pada berkurangnya proporsi DAD
bagi daerah lain.

Beban lain yang harus
ditanggung
pemerintah
pusat adalah penambahan
dana alokasi khusus (DAK).
Dana tersebut diberikan
salah satunya untuk membantu menyediakan kantorkantor Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Sementara itu, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik yang menjadi tujuan utama pemekan
ran daerah belum)
tereapai.
Dana 't." "'"
bantuan, baik dari ~.':
pemerintah pusat
T
maupun daerah in-,,~
duk, biasanya habis
.
untuk memberikan gaji
kepada pegawai dan
pejabat, termasuk

anggota DPRD baru. Pengalaman di
banyak
daerah
otonom baru menunjukkan, nilai tambah
lebih dirasakan elite yang
mendapat posisi atau jabatan baru. Ironisnya, Mendagri malah berbaik hati
memberikan kesempatan
kedua bagi daerah pemeka-

ran untuk meningkatkan
kinerjanya (Koran Jakarta,
12/12/09).
Mestinya, jika semua pihak jujur pada diri sendiri,
yang dilakukan pemerintah
dan DPR saat ini adalah
menggabungkan (amalgamation) kembali daerah pemekaran yang gagal tersebut, seperti termaktub dalam PP No 6 Tahun 2008
tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah. Presiden
dan DPR hams seeara terbuka mengakui kesalahan

dalam melakukan pemekaran daerah selama ini. PP
No 6 Tahun 2008 memungkinkan suatu daerah otonom dihapuskan dan digabungkan dengan daerah
lainnya, tentunya bila tidak
memenuhi sejumlah kriteria evaluasi.
Walaupun tidak mudah
dan tidak populer seperti
pemekaran, penggabungan daerah
,
menjadi

~

lang-

~
,"

,

.,'


j:/

I,.R'

./'
:.

..~
.

,.~

.~

.

I

~;I
.;
.

.. ~":.;,P: