Rencana Induk Investasi Air Limbah

Rencana Induk Investasi Air Limbah Paket I: Bogor

Error: Reference source
not found

8. Isu Ekonomi dan Keuangan
1.1

Identifikasi dan Evaluasi atas Sumber-Sumber Pendanaan yang
Tersedia dan Berpotensi untuk Pembangunan

Pendahuluan, Kota Bogor merencanakan untuk menghilangkan BAB di tempat terbuka di akhir tahun
2015, dan memastikan bahwa
277184BA01
MMI
MMI
12
A
setidaknya 26% dari rumah tangga
/home/kominfo3/123/9.Isu Ekonomi.doc perkotaan mendapatkan akses
29 March 2011 fasilitas off-site atau air limbah

komunal di akhir tahun 2030 (untuk
lebih jelasnya lihat Bab 6). Hal ini membutuhkan investasi besar untuk
konstruksi dan rehabilitasi atas tiga tipe sistem air limbah:

 Sistem off-site, yang mengumpulkan air limbah rumah tangga melalui sistem pipa ke Instalasi

Pengolahan Air Limbah/IPAL.
 Sistem intermediate, seperti SANIMAS dan MCK Umum, yang dapat mengumpulkan dan

mengolah air limbah dari sekitar 50 rumah tangga. Di tambah dengan sistem pembuangan
dan pengolahan limbah komunal yang mengumpulkan dan mengolah air limbah masyarakat
hingga mencapai 2.000 rumah tangga.
 Sistem on-site, yang mengumpulkan air limbah rumah tangga perorangan dalam sebuah
tangki septik (atau fasilitas penyimpanan semacam itu); lumpur tinja dari tangki harus disedot
setidaknya setiap 2 tahun dengan menggunakan truk tinja. Truk ini akan mengangkut lumpur
tinja ke sebuah Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja/IPLT atau ke IPA dengan kemampuan
mengolah lumpur tinja.
Selain persyaratan investasi fisik ini, kota Bogor perlu meningkatkan kapasitas kelembagaan dan personil
yang terlibat dalam sektor air limbah, khususnya sepanjang Tahap I dari Master Plan.
Total biaya investasi yang diperlukan untuk sektor air limbah diperkirakan Rp. 1,898 triliun untuk tahun

2011-2020 (Tabel 8.1) berdasarkan harga dasar tahun 2011 dan sudah termasuk PPN. Cadangan sebesar
15% untuk DED (Detailed Engineering Design) dan pengawasan konstruksi dimasukkan dalam biaya
investasi pembuangan off-site dan IPAL, kontinjensi/biaya tak terduga tidak dimasukkan.
Tabel 8-1: Biaya Investasi untuk Layanan Air Limbah di Kota Bogor (Rp miliar, indikatif)
Tahap I
Tahap II
Tahap III
TOTAL
Layanan Air Limbah
(2011-2015)
(2016-2020)
(2021-2030)
(2011-2030)
Sanitasi Sistem Off-Site
97
306
493
896
Sanitasi Intermediate
71

106
119
296
Sanitasi Sistem On-Site
187
219
167
573
Fasilitas komersial
18
53
20
91
Peningkatan Kapasitas
42
42
TOTAL
415
684
799

1,898
Sumber: MMI

277184BA01/MMI/MMI/12/A 29 March 2011
P:\Jakarta\MIN\Project\277184BA01 - IndII Wastewater MP\Deliverables\03. Draft Master Plan\Bogor\DMP Bogor
1.04.11_Bahasa.doc

1

Rencana Induk Investasi Air Limbah Paket I: Bogor

Error: Reference source
not found

Untuk mengidentifikasi bagaimana investasi ini dapat dibiayai, maka perlu dilakukan terlebih dahulu
identifikasi terhada pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam hal pembiayaan diantaranya pemerintah
pusat, pemerintah kota, atau sektor swasta. Langkah ini diikuti dengan identifikasi sumber-sumber
pendanaan yang tersedia di masing-masih pihak tersebut.
Alokasi Tanggung Jawab Pendanaan untuk Layanan Air Limbah. Di tahun 200 Kementerian Pekerjaan
Umum yang bertanggung jawab untuk regulasi sektor air limbah mengeluarkan PerMen “Strategi Nasional

dan Implementasi Pengembangan Sistem Pengolahan Limbah Manusia” 1. KepMen ini menyatakan

bahwa pemerintah pusat bertanggung jawab untuk pembiayaan: i) mendorong mobilisasi dana
masyarakat untuk air limbah rumah tangga (dana stimulant), ii) memfasilitasi skema Kerjasama
Pemerintah Swasta/KPS dalam penyediaan layanan air limbah, dan iii) investasi awal untuk pipa
selokan, yang selanjutnya akan dikembangkan oleh pemerintah daerah. Sejak diterbitkannya
PerMen ini, Kementerian Pekerjaan Umum telah terlibat dalam persiapan satu proyek utama
layanan perkotaan yaitu (Metropolitan Sanitation Management and Health Project/MSMHP).
Direktur Jendral Cipta Karya menyatakan bahwa prinsip pembiayaan yang digunakan proyek ini
akan diaplikasikan pula untuk pembiayaan investasi sektor air limbah oleh Kota Bogor. Prinsipprinsip tersebut meliputi (lihat juga Tabel 8.2):
 Sistem off-site: Kementerian Pekerjaan Umum akan mendanai sistem pipa buangan baru (IPA
dan pipa induk saluran pembuangan primer dan sekunder), sepanjang biaya ini
memenuhi/egilible syarat pembiayaan dari pinjaman multilateral atau bilateral. Pemerintah
provinsi bertanggung jawab untuk pendanaan biaya-biaya non-eligible seperti pembebasan
lahan dan pemukiman kembali, dan pemerintah kota membiayai koneksi pipa pembuangan,
pipa pembuangan tersier, dan ekspansi sistem yang telah ada. Rumah tangga dan bisnis akan
membiayai toilet pribadi, termasuk pipa yang dibutukan untuk menghubungkannya ke sistem
saluran pembuangan.
 Sistem intermediate: Kementerian Pekerjaan Umum dan pemerintah kota akan menyediakan
dana kepada masyarakat untuk membangun fasilitias air limbah komunal.

 Sistem on-site: Rumah tangga/bisnis/properti komersial akan membiayai toilet pribadi masingmasing dan tangki septik dan instalasi pengolahan limbah; truk vakum pengangkut lumpur
tinja akan dibiayai baik oleh pemerintah kota dan sektor swasta. Kota Bogor yang
kemungkinan akan didukung oleh provinsi, bertanggung jawab untuk investasi dalam instalasi
pengolahan lumpur tinja.
 Penguatan kapasitas. Kementerian Pekerjaan Umum akan memanfaatkan Pusat Pendidikan dan
Pelatihan miliknya atau membiayai kegiatan ini dari dana hibah luar negeri.
Rumah tangga dan bisnis bertanggung jawab membiayai kegiatan operasional dan pemeliharaan (O&M)
toilet, tangki septik, dan fasilitas air limbah komunal. Sesuai dengan pedoman bahwa 2% dari pendapatan
rumah tangga sebagai faktor kemampuan membayar (ability-to-pay factor), pihak-pihak ini diwajibkan
mendanai penuh biaya O&M untuk sistem pipa selokan dan IPLT melalui retribusi (charges) dan biaya
tipping (tipping fees). Pemerintah kota bertanggung jawab untuk menutupi segala kerugian antara
pendapatan dari retribusi dan pengeluaran O&M, yang dananya berasal dari sumber Pemerintah kota
sendiri. Retribusi pengumpulan lumpur tinja diwajibkan untuk menutupi keseluruhan biaya untuk truk
vakum dan peralatan terkait, terlepas kepemilikannya dioperasikan oleh pemda atau swasta.

1

PerMen PU 16/2008 sebagian berdasarkan PP 38/2007, Peraturan Pemerintah yang mengalokasikan tanggung
jawab untuk semua layanan publik kepada pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota.


277184BA01/MMI/MMI/12/A 29 March 2011
P:\Jakarta\MIN\Project\277184BA01 - IndII Wastewater MP\Deliverables\03. Draft Master Plan\Bogor\DMP Bogor
1.04.11_Bahasa.doc

2

Error: Reference source
not found

Rencana Induk Investasi Air Limbah Paket I: Bogor

Tabel 8-2: Tanggung Jawab Pendanaan untuk Sistem Air Limbah
SISTEM AIR LIMBAH

Off-Site
Toilet Pribadi
Sambungan buangan, pipa
tersier*
Selokan Primer dan
Sekunder, IPAL

Intermediate
Sanitasi komunal
On-Site
Toilet Pribadi, Tangki Septik
Truk vakum, dll

INVESTASI
DJCK

Prov

Kota

DJCK

Prov

Kota






√**



√***

















(retribusi)

(retribusi)





Swasta








IPLT
Peningkatan Kapasitas

Swasta

O&M




(retribusi)

(retribusi)



Sumber: KPU (DJ Cipta Karya)
*
Definisi dari semua pipa berlokasi di dalam gang
**
Biaya tidak eligible untuk pendanaan hutang luar negeri
***
Hanya pengembangan sistem

Terdapat kemungkinan bahwa tanggung jawab pembiayaan akan berubah sebelum implementasi proyek,
khususnya untuk sanitasi sistem off-site.
Identifikasi sumber-sumber pendanaan yang tersedia. Sumber-sumber pendanaan berikut ini
kemungkinan tersedia untuk mendanai investasi sektor air limbah jangka pendek dan menengah (Tabel
8.3):
 Anggaran pemerintah pusat, provinsi, dan kota. DitJend Cipta Karya, Prov. Jawa Barat dan Kota Bogor
yang akan mengalokasikan dana dari anggaran mereka masing-masing untuk investasi pendanaan
bersama/co-finance investments. Dikarenakan keterbatasan pendanaan, maka sektor air limbah ini
bersaing dengan sektor lain, sehingga sulit untuk meramalkan dana yang tersedia.
 Hutang luar negeri. DitJend J Cipta Karya berencana mengucurkan US$ 400 juta dari pinjaman ADB
untuk mendanai sistem air limbah off-site di 16 kota metropolitan, termasuk Kota Bogor. Saat ini,
DitJend Cipta Karya juga sedang mempersiapkan persyaratan pinjaman ADB proyek Urban Sanitation
and Rural Infrastructure/USRI untuk mendanai fasilitas SANIMAS di Jawa Barat dan provinsi lainnya
(lump sum sebesar Rp. 350 juta akan disediakan untuk setiap fasilitas). Sampai pinjaman ini efektif,
Ditjend Cipta Karya akan menyediakan dana dari APBN untuk mendanai fasilitas SANIMAS jika ada
kebutuhan yang diperlukan.
Tabel 8-3: Sumber Dana yang Tersedia untuk Investasi Layanan Air Limbah
Layanan Air Limbah

DJCK

Provinsi

Kota

Swasta

Off-Site
Toilet pribadi

Pemilik dana, kredit
mikro

Sambungan buangan, pipa
tersier
Pipa buangan primer dan
sekunder, IPAL

APBD-Kota, OBA
APBN,
pinjaman luar negeri
sebagai hibah ke
Pemda

APBD-Prov

APBD-Kota, obligasi
daerah

277184BA01/MMI/MMI/12/A 29 March 2011
P:\Jakarta\MIN\Project\277184BA01 - IndII Wastewater MP\Deliverables\03. Draft Master Plan\Bogor\DMP Bogor
1.04.11_Bahasa.doc

3

Error: Reference source
not found

Rencana Induk Investasi Air Limbah Paket I: Bogor

Layanan Air Limbah

DJCK

Provinsi

Kota

Swasta

Intermediate
Sanitasi komunal

APBN,
pinjaman luar negri
sebagai hibah ke
Pemda

APBD-Kota, OBA

On-Site
Toilet pribadi, tangki septik

Pemilik dana, kredit
mikro

Truk vakum dan peralatan
terkait

APBD-Kota,
pinjaman bank

IPLT
Peningkatan Kapasitas

APBD-Prov
APBN,
hibah luar negeri

Pemilik dana,
pinjaman bank

APBD-Kota
APBD-Kota

Sumber : DitJend Cipta Karya)

 Hibah luar negeri (termasuk Output Based Aid/OBA). IndII diharapkan memiliki anggaran yang tersedia
untuk bantuan berbasis output (OBA). Berdasarkan skema ini, pemerintah kota akan mendapatkan
penggantian untuk pemasangan sambungan buangan atau fasilitas air limbah komunal yang dibiayai
dari sumber dana milik pemerintah kota sendiri. Hibah luar negri mungkin pula tersedia untuk
peningkatan kapasitas.
 Dana pribadi/sendiri. Rumah tangga, komersial dan bisnis properti akan mendanai sebagian investasi
(toilet, tangki septik, pipa internal) dari dana mereka sendiri.
 Pinjaman bank. (termasuk kredit mikro). Track record bank-bank domestik, baik milik BUMN atau
swasta, dalam menyediakan pendanaan untuk pemerintah daerah menyediakan layanan infrastruktur
jangka panjang sangat mengecewakan sampai saat ini. Kontraktor lebih banyak yang berhasil
mendapatkan pendanaan sejenis ini ketimbang pemerintah daerah, tetapi dengan suku bunga tinggi
dan tenor pinjaman yang pendek, biaya yang sesungguhnya mereka bebankan kepada tarif. Diperlukan
perubahan kebijakan pada bank-bank domestic untuk menurunkan suku bunga selama tahap pertama
pembangunan dari Master Plan.
 Pinjaman bank domestik dapat mendanai investasi dengan jangka waktu relatif pendek (5-7 tahun),
biaya yang sepenuhnya dapat ditanggulangi dari retribusi pemakai. Untuk jangka pendek dan
menengah, hanya truk vakum yang memenuhi kedua kondisi ini. Rumah tangga berpenghasilan rendah
akan kesulitan dalam mendanai sambungan buangan atau tangki septik. Pemerintah kota diharapkan
mendorong kredit mikro untuk memampukan para pemakai membayar layanan secara angsuran.
 Obligasi Daerah. Peraturan MenKeu (PP 54/2005 – dan penggantinya yang saat ini masih dalam
konsep – dan PMK 147/2006) memungkinkan pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi untuk
membiayai layanan infrastruktur publik. PMK 147/2006 tidak mewajibkan pemulihan biaya penuh/full
cost recovery dari layanan ini. Pmbayaran bunga dan pelunasan pokok obligasi dapat ditutup oleh arus
kas pemda. Belum ada obligasi semacam ini yang diterbitkan di Indonesia, tetapi DKI berencana
melakukannya di tahun 2011 atau 2012. Pemerintah DKI akan meminta DPRD untuk memberikan
persetujuan penerbitan obligasi, yang selanjutnya diperlukan untuk mendapatkan persetujuan dari
KemKeu, dan akhirnya akan ditawarkan ke pasar modal dalam negeri melalui BAPEPAM. Salah satu
dari 4 proyek yang rencananya didanai dari hasil penjualan obligasi daerah adalah ekspansi sistem
pembuangan limbah di Pusat Bisnis di Jakarta dengan estimasi biaya sebesar Rp. 253 miliar (setara
US$ 28,4 juta)
 Partisipasi sektor swasta. Pada pertemuan dengan GAPENSI (Asosiasi Kontraktor Indonesia) kota
Bogor, dalam rangka mencari minat pembangunan IPAL melalui skema BOT. GAPENSI
mengungkapkan minatnya jika ada suatu pengaturan dimana kontraktor dikontrak oleh Kota Bogor
277184BA01/MMI/MMI/12/A 29 March 2011
P:\Jakarta\MIN\Project\277184BA01 - IndII Wastewater MP\Deliverables\03. Draft Master Plan\Bogor\DMP Bogor
1.04.11_Bahasa.doc

4

Rencana Induk Investasi Air Limbah Paket I: Bogor

1.2

Error: Reference source
not found

Potensi Kendala untuk Efisiensi Alokasi Sumber

untuk membangun IPAL dan dibayar setelah pembangunan selesai dilaksanakan plus biaya operasi
dan pemeliharaannya. Tampaknya belum ada investasi berskala besar dari sektor swasta yang perlu
diantisipasi untuk saat ini.
Sehubungan dengan kegiatan penyedotan tangki septik yang saat ini dioperasikan oleh Dinas Kebersihan,
direkomendasikan bahwa sektor swasta diundang untuk berinvestasi pada truk vakum, dan ditawarkan
layanan penyedotan tinja pribadi. Namun, tidak seperti perjanjian yang telah ada di pemerintah daerah,
diusulkan agar pemerintah kota memberikan lisensi dan secara terpusat mengelola kegiatan tersebut
melalui kontrak standar untuk layanan kasus per kasus/case-by-case standard services contract terhadap
tarif, dengan ongkos/biaya yang harus dibayar pemerintah kota ketika lumpur tinja telah dibuang dengan
cara yang berwawasan lingkungan. Bab 7 dan 8.5 mengupas topik ini lebih rinci.
Evaluasi atas Sumber yang Tersedia (Tahap I). Total investasi yang dibutuhkan untuk layanan air limbah
selama Tahap I (2011-2015) diperkirakan sebesar Rp. 415 miliar di tahun 2011 dengan harga konstan.
Sepertinya hutang dari ADB tersedia cukup untuk mendanai investasi untuk sistem air limbah off-site,
intermediate, perumahan, bisnis, dan bisnis properti (untuk kasus Kota Bogor akan menyerap sebesar US$
12 juta dari US$ 400 juta). Senada dengan ini, diasumsikan bahwa hibah luar negeri akan tersedia untuk
mendanai program peningkatan kapasitas, sementara fasilitas komersial akan mendanai investasi untuk
sistem air limbah on-site yang normalnya berasa dari sumber pribadi rumah tangga. Mungkin akan timbul
kendala pada APBD Kota Bogor tergantung pada jumlah dana OBA yang tersedia untuk sistem air limbah
intermediate yang direncanakan.
Tabel 8-4: Dana Investasi untuk Layanan Air Bersih Kota Bogor selama Tahap I (Rp miliar, indikatif, 2011 harga
konstan, Pajak PPN sudah termasuk)
Layanan Air Bersih

Sumber Potensi Dana

Evaluasi

Sanitasi off-site

Estimasi Biaya
97

Hutang ADB dinyatakan sebagai hibah
(kecuali untuk pembebasan lahan)

Tak ada kendala berarti

Sanitasi intermediate

71

DJ Cipta Karya (sekitar Rp 10 milyar)*,
OBA (?),
APBD-Kota (?)

Potensi kekurangan dana;
tergantung besarnya OBA

Sanitasi on-site

187

Sektor Swasta

Tak ada kendala berarti

Fasilitas komersial

18

ADB Loan for off-site connections) passed
on as grant, remainder by private sector

No obvious constraint

Hibah luar negeri (sekitar US$ 3 juta),
balance antara APBD-Kota and organisasi
masyarakat

Tak ada kendala berarti

Peningkatan Kapasitas

TOTAL

42

415

Sumber: MMI

Catatan – Asumsi: DJ Cipta Karya mengalokasikan 10% dana APBN nya untuk SANIMAS Kota Bogor
(Rp10 miliar, akan didanai dari hibah ADB).
Trasnfer Aset. Dengan asumsi bahwa prinsip pendanaan MHMSP terus diikuti, DJ Cipta Karya akan
meneruskan hasil hutang dari ADB sebagai “dana dekonsentrasi” untuk Prov. Jawa Timur dengan Dinas

277184BA01/MMI/MMI/12/A 29 March 2011
P:\Jakarta\MIN\Project\277184BA01 - IndII Wastewater MP\Deliverables\03. Draft Master Plan\Bogor\DMP Bogor
1.04.11_Bahasa.doc

5

Rencana Induk Investasi Air Limbah Paket I: Bogor

1.3

Error: Reference source
not found

Tarif Sistem Pembuangan

Cipta Karya Provinsi akan melakukan tender dan mengelola pekerjaan sipil sistem pembuangan dan
penyediaan suplai sistem pengolahan air limbah dan kontrak pekerjaan sipil.

Di masa lampau, ditemukan beberapa masalah terkait transfer aset di tingkat pemerintahan,
contoh yang baik adalah nilai aset pasokan air yang masih tersimpan di buku pemerintah provinsi
bertahun-tahun lamanya dikarenakan kesulitan “administratif” dalam mentransfer aset tersebut
kepada PDAM. PP 06/2006 dan penggantinya PP 38/2008 sepertinya menyediakan mekanisme
dengan menentukan bahwa aset bernilai lebih dari Rp. 5 miliar dapat ditransfer dari pemerintah
provinsi ke pemerintah kota melalui persetujuan DPRD dan penerbitan surat transfer aset oleh
pemerintah provinsi. Hal ini perlu diselidiki untuk menghindari keterlambatan transfer aset yang
didanai ABD ke Kota Bogor. Atau, pemerintah dapat memutuskan untuk mentransfer aset
langsung ke pemerintah kota, menggunakan PMK 168/2008.
Pemasangan Koneksi Pembuangan Rumah Tangga. Tabel 8.3 menunjukkan bahwa pemerintah kota
bertanggung jawab untuk mendanai pipa pembuangan tersier dan koneksinya. DJ Cipta Karya
menganggap bahwa peraturan saat ini melarang pemasangan pipa primer dan sekunder bersamaan
dengan pipa tersier dan koneksinya di waktu bersamaan dan oleh kontraktor yang sama. Konsekuensi dari
hal ini adalah pengeluaran yang tidak perlu karena: (i) dua kontraktor membutuhkan koordinasi dengan
hati-hati (jarang terjadi), (ii) lebih mahal menyewa dua kontraktor daripada satu, dan (iii) jalan dan saluran
drainase harus digali dan diperbaiki dua kali.

DJ Cipta Karya mengakui masalah tersebut. Konsultan menyarankan agar satu kontraktor yang
memasang semua pekerjaan, dan pemerintah kota meminta penggantian dana kepada
pemerintah pusat seharga nilai pekerjaan dengan mengivestasikan jumlah yang sama melalui
APBD untuk fasilitas SANIMAS. DJ Cipta Karya tidak menganggap usulan ini layak sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
Pendapat telah diminta dari Lembaga Pemerintah terkait Kebijakan Pengadaan (LKPP) untuk memberikan
interpretasi atas pengadaan bersama yang sesuai dengan Perpres terakhir (54/2010) tentang Pengadaan.
Jika opini yang diberikan negatif, masih sangat diharapkan bahwa sebuah solusi untuk masalah ini dapat
dihasilkan sebelum persiapan proyek selesai, baik melalui amandemen peraturan yang berlaku atau
penerbitan peraturan baru oleh Depkeu untuk membentuk mekanisme pendanaan yang sesuai. Donor dari
pihak luar mempertanyakan pengeluaran yang tidak perlu atas dana tersebut.
Perjanjian MSMHP. Dokumen proyek MSMHP merekomendasikan partisipasi pemerintah kota mengatur
tingkat tarif bagi pelanggan yang terhubung dengan sistem pembuangan limbah pada tingkatan yang dapat
menutupi semua biaya O&M dalam kurun waktu 3 tahun sebagaimana penandatanganan perjanjian
hutang. Analisa Keuangan didasarkan pada biaya koneksi yang harus dipenuhi dalam kurun waktu 12
bulan. Usaha serupa diperlukan untuk hutang baru dari donor luar untuk investasi sistem pembuangan
limbah.
Prinsip Penentuan Tarif. Pelanggan komersial dan industri diwajibkan membayar penuh biaya tarif O&M.
Lampiran H.1 menunjukkan sistem tarif air limbah yang dikelola oleh PD PAL DKI Jakarta sejak Oktober
277184BA01/MMI/MMI/12/A 29 March 2011
P:\Jakarta\MIN\Project\277184BA01 - IndII Wastewater MP\Deliverables\03. Draft Master Plan\Bogor\DMP Bogor
1.04.11_Bahasa.doc

6

Rencana Induk Investasi Air Limbah Paket I: Bogor

1.4

Error: Reference source
not found

Sumber Pendapatan Lainnya untuk Pendanaan Sektor Air Limbah

2006, meliputi tarif non-domestik. Namun, tidak memungkinkan untuk menerapkan prinsip yang sama
untuk rumah tangga mengingat kebijakan DJ Cipta Karya bahwa ongkos air limbah rumah tangga per
bulan tidak boleh melampaui 2% dari pendapatan rumah tangga per bulannya. Pembatasan ini
menghasilkan total pendapatan yang tidak mencukupi untuk menutupi semua pengeluaran O&M; dalam
hal ini, subsidi dalam bentuk obligasi layanan publik (PSO) pada APBM dibutuhkan untuk mengatasi
kerugian.
Retribusi Modal/Kapital. Kota Bogor juga mempertimbangan untuk memperkenalkan retribusi modal pada
semua rumah tangga dan perusahaan lainnya yang berada di sepanjang pipa pembuangan limbah. Tahap
pertama pembuangan utama dan, kemungkinan, pemasangan sistem pembuangan berikutnya selama
periode rencana induk, akan dilaksanakan di sepanjang jalan protokol, yang biasanya dihuni oleh bisnis
komersil dan rumah tangga berpenghasilan tinggi dengan kemampuan membayar yang tinggi.
Pembayaran retribusi sebaiknya terdiri dari biaya koneksi, ditambah retribusi bulanan berdasarkan pada
volume debit air limbah tetap (mis: 10M3) dan ongkos layanan.
Sektor air limbah berkesinambungan akan membutuhkan input pendanaan yang cukup berarti dari
Pemerintah Kota Bogor, sebagai tambahan untuk PSO bagi sistem pembuangan limbah, dalam rangka
memberikan layananan air limbah yang memadai, khususnya untuk masyarakat berpendapatan rendah.
Beberapa saran berikut untuk sumber pendanaan adalah seperti di bawah ini.

Retribusi air limbah. Alasan untuk memperkenalkan retribusi air limbah universal (kecuali untuk
mereka yang telah membayar tarif sistem pembuangan limbah atau retribusi modal) dikenal
sebagai prinsip “pembayaran pencemaran/polluter pay”, mis: semua debit air limbah rumah
tangga dan perusahaan yang sampai tahap tertentu, menyebabkan kerusakan lingkungan, dan
karenanya pihak-pihak tersebut harus memberikan kontribusi Keuangan terhadap pembuangan
limbah yang layak. Biaya ini dapat diterapkan, tergantung kepada tipologi dan luas bangunan,
atau dihitung sebagai faktor terhadap ketetapan pajak properti.
Pengenalan retibrusi seperti ini akan membutuhkan persetujuan DPRD. Faktor kunci untuk hasil
suskes seperti retribusi ini sebaiknya menggunakan metode penagihan dan koleksi. Koleksi
universal terpisah atas retribusi pemerintah daerah berskala sudah jarang, jika pernah, telah
berhasil di Indonesia. Mekanisme yang sesuai semisal biaya tambahan atas tagihan listrik,
seperti yang ditetapkan untuk pajak penerangan jalan. Hal ini lebih bisa diterima oleh kantor PLN
Provinsi, yang di masa lampau, tidak dapat diterima ketentuan semacam ini. Alternatif lain,
pemerintah kota dapat menugaskan PDAM untuk menambah tagihan supai air ledeng2,
meskipun pipa suplai air memiliki cakupan layanan yang lebih rendah (58,5%) daripada untuk
listrik (100%). Keduanya memiliki sangsi yang dapat diterapkan jika pelanggan gagal membayar.
Kota Bogor menunjukkan keinginanannya untuk menggunakan cara penambahan atas tagihan
air bersih.

2

Tarifs for rhe intermediate system whose wastewaters are treated at IPAL TegalGundilare levied at Rp425 per m 3, with volume
estimated at70% of metered piped water consumption billed by the PDAM. The UPTD collects the monthly water billing records
from the PDAM and issues its own bills. There appear to be no sanctions for non-payment (20% of customers do not pay).
277184BA01/MMI/MMI/12/A 29 March 2011
P:\Jakarta\MIN\Project\277184BA01 - IndII Wastewater MP\Deliverables\03. Draft Master Plan\Bogor\DMP Bogor
1.04.11_Bahasa.doc

7

Error: Reference source
not found

Rencana Induk Investasi Air Limbah Paket I: Bogor

1.5

Aplikasi Pendanaan yang Diusulkan dalam Sektor Air Limbah

Pajak Properti. Terdiri dari PBB dan BPHTB (Pajak Transfer Tanah dan Bangunan Properti).
Hingga kini, keduanya dikelola oleh DJ Pajak di Depkeu, yang penerimaan dananya dialokasikan
ke berbagai tingkatan pemerintah sebagaimana berikut ini:

Pajak

% Depkeu

% Prov

(untuk admin)

% Kab/Kot

% Kab/Kot

(spesifikc)

(umum)

Insentif

PBB

9.0%

16.2%

64.8%

6.5%

3.5%

BPHTB

-

16.0%

64.0%

20.0%

-

Dalam revisi terakhir atas peraturan pajak pemerintah daerah (UU 28/2009), kedua pajak
tersebut digunakan seluruhnya bagi pemerintah kota/kabupaten. Semua pemerintah daerah
diwajibkan untuk mulai mengelola pajak-pajak tersebut paling lambat Januari 2014. Kota Bogor
telah mulai mengelola BPHTP pada tahun anggaran ini. Namun, dipahami bahwa Kota Bogor
tidak akan memenuhi kriteria kesiapan untuk pengelolaan PBB lebih lama lagi dan baru mulai
mengelola pajak ini hingga 2014.
Meskipun hasil penerimaan PBB dan kontribusinya terhadap PDB yang rendah jika dibandingkan
secara internasional, hal ini sangat efisien dalam hal identifikasi objek pajak dan pengumpulan
pajak pendapatan. Pendapatan Kota Bogor dari sumber ini akan meningkat hingga lebih dari
40%, dengan asumsi 9% dialokasikan untuk pengelolaan/administrasi tidak berubah. Dalam
tahun 2010 penerimaan dari Depkeu, kenaikan jumlah PBB tahunan tersirat hampir mencapai
Rp. 23 miliar. Peningkatan dari BPHTB sebesar 56%, menyiratkan pendapatan tambahan
tahunan untuk Kota mencapai Rp. 28 miliar untuk penerimaan di tahun 2010 dari Depkeu.
Pendapatan tambahan dari BPHTB direfleksikan dalam APBD 2011.
Kedua pajak ini memiliki ruang yang cukup untuk pertumbuhan perkotaan, khususnya PBB yang
pendapatannya adalah miring berdasarkan perkiraan saja dan pertumbuhan masa depan di
sektor tambang. Selain itu, pajak properti ini efisien dan hampir secara universal dipungut dan
karenanya lebih wajar dibandingkan retribusi tambahan pada tagihan air.
Praktik di Indonesia untuk pendanaan kegiatan khusus adalah untuk mencalonkan sumber
turunan, mis: pendapatan APBD dan APBN. Namun, di banyak negara, peraturan pajak properti
berisikan ketentuan untuk mengalokasikan persentase yang telah disepakati atas penerimaan
pajak properti tahunan untuk investasi dan O&M dalam memberikan layanan khusus perkotaan
seperti penerangan jalan dan pengumpulan air limbah dan limbah padat dan pembuangan.
Sepertinya meletakkan alokasi seperti ini ke dalam APBD tahunan hanya membutuhkan
persetujuan anggaran keseluruhan oleh DPRD. Lebih lanjut, layanan tambahan dalam sektor air
limbah dapat didanai oleh penyerapan pada nilai jual obyek pajak/NJOP putaran berikutnya.

Pendapatan dari sumber-sumber di atas dapat dimanfaatkan untuk mendanai layanan air limbah
sebagaimana berikut ini:
277184BA01/MMI/MMI/12/A 29 March 2011
P:\Jakarta\MIN\Project\277184BA01 - IndII Wastewater MP\Deliverables\03. Draft Master Plan\Bogor\DMP Bogor
1.04.11_Bahasa.doc

8

Error: Reference source
not found

Rencana Induk Investasi Air Limbah Paket I: Bogor

1.6

Fase Usulan Reformasi Pendanaan Sektor Air Limbah

 Penyediaan layanan regular untuk rumah tangga yang dilengkapi dengan tangki septik on-site. Semua
tangki septik (setidaknya yang dapat ditemukan dan diakses) akan didaftar oleh pemerintah kota.
Penyedotan akan diprivatisasi dan operasi truk vakum akan dilisensikan dan dikontrak oleh pemerintah
kota ke tangki kosong selama periode tertentu dan pembayaran berdasarkan bukti bahwa lumpur tinja
telah diangkut untuk pengolahan di IPLT;
 Mengatur standar dan inspeksi berkala terhadap tangki septik komunal intermediate dan MCKs, begitu
pula sistem selokan kecil dan fasilitas pembuangan di kawasan perumahan swasta;
 Penyediaan jamban dan tangki septik bagi rumah tangga miskin;
 PSO bagi setiap kerugian atas kemampuan tarif untuk menutupi semua ongkos O&M sistem
pembuangan karena terkait isu kemampuan membayar/ability-to-pay;
 Koordinasi dengan departmen kesehatan kota dalam rangka memberikan Pendidikan kesehatan
masyarakat, pendapatan departemen melalui pemeriksaan standar teknis dari pembuangan air limbah
untuk mengeluarkan izin bagunan;
Target waktu untuk reformasi yang mengasumsikan bahwa sistem pembuangan dan fasilitas
pendukungnya akan beroperasi di awal tahun 2015.
Tabel. 1:
Usulan Reformasi
Satu kontraktor untuk mengerjakan pemasangan
sistem pembuangan dan koneksi

Target Waktu
Desember 2013

Desember 2016

Tindakan Peraturan
Perpres 54/2010 dalam investigasi.
Reformasi membutuhkan
amandemen atas PP 38/2007
dan/atau KepMen PU 16/2008, dan
MOF PMK.
Menilai kebijakan PP 06/2006 dan
38/2008
Dibutuhkan perda baru

Transfer aset dari pemerintah provinsi ke pemerintah
kota sesuai waktu
Pengenalan retribusi modal bagi semua bangunan
yang memiliki akses ke sistem pembuangan
Tarif untuk sistem pembuangan, untuk menutupi
semua biaya O&M bagi bangunan komersial/industri
Penyediaan PSO untuk menutupi biaya O&M terkait
isu kemampuan membayar rumah tangga
Memperkenalkan retribusi air limbah baru OR
Mendukung layanan air limbah melalui alokasi
khusus dari PBB dan pendapatan umum
Menyediakan PSO untuk kerugian biaya total O&M
terkait isu kemampuan membayar rumah tangga

Desember 2012

Desember 2016

Dibutuhkan perda baru

Desember 2016

APBD perda

Desember 2013

Dibutuhkan perda baru

Desember 2016

APBD perda

277184BA01/MMI/MMI/12/A 29 March 2011
P:\Jakarta\MIN\Project\277184BA01 - IndII Wastewater MP\Deliverables\03. Draft Master Plan\Bogor\DMP Bogor
1.04.11_Bahasa.doc

9