Rencana Induk Investasi Air Limbah

(1)

Strategi Sanitasi Kota Bogor merupakan salah satu dokumen perencanaan kota yang dihasilkan oleh tim Kelompok Kerja Sanitasi (Pokja Sanitasi) Kota Bogor bersama dengan Universitas, SKPD dan NGO. Berdasarkan dokumen Strategi Sanitasi Kota Bogor dapat ditarik beberapa kesimpulan berupa :

 Dokumen Strategi Sanitasi Kota Bogor 2011 – 2015 merupakan bagian yang saling melengkapi dengan dokumen RPJMD Kota Bogor 2010 – 2014, yang kedudukannya berada diatas Renstra serta Renja SKPD;

 Isi dan materi yang tersaji pada dokumen Strategi Sanitasi Kota Bogor menjadi referensi implementasi program dan kegiatan di bidang sanitasi yang secara signifikan memberikan manfaat bagi seluruh warga masyarakat Kota Bogor didalam mendapatkan ketersediaan kondisi sanitasi yang bersih dan sehat;

 Dokumen Strategi Sanitasi Kota Bogor yang telah disusun oleh Pokja Sanitasi Kota Bogor dengan SKPD bersama unsur perguruan tinggi dan LSM serta keterlibatan masyarakat, menjadi pedoman dalam penanganan dan pembangunan sektor sanitasi terutama yang menyangkut sub sektor persampahan, drainase lingkungan, air limbah domestik dan ketersediaan air bersih.

SSK Kota Bogor mempunyai Visi dan Misi, sebagai berikut :

Visi : Mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan taraf kesehatan masyarakat dan lingkungan yang sehat.

Misi :

− Meningkatkan keterjangkauan masyarakat dalam akses layanan sanitasi.

− Meningkatkan kualitas layanan sanitasi yang berkesinambungan dan berkelanjutan.

− Meningkatkan pola perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang jauh lebih baik

− Meningkatkan keterlibatan masyarakat, privat/swasta dan kerjasama antar pemerintah daerah, provinsi dan pusat dalam pembangunan sektor sanitasi.

− Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sanitasi sehubungan dengan masalah kesehatan dan lingkungan.

Masalah-masalah berikut terkait air limbah telah diidentifikasi didalam SSK :

 SSK telah mengidentifikasi cakupan pelayanan air limbah saat ini

− Kepemilikan sarana prasarana air limbah baik pribadi maupun komunal berupa jamban dan tangki septic mencapai 69%. Akan tetapi 29% kepemilikan jamban/tangki septic berpotensi tinggi

mencemari lingkungan, berdasarkan hasil survey EHRA tahun 2010.

− Terdapat daerah pembuangan kecil di Kelurahan Bantar Jati dengan jumlah 300 SR, dan IPAL Tegal Gundil sebagai tempat pengolahan air limbahnya.

− Ditingkat masyarakat, terdapat system pelayanan air limbah skala kawasan dengan system SANIMAS, yaitu terdapat di Kelurahan : Pamoyanan, Bubulak, Gunung Batu, Paledang,

Error: Reference source not

Pengelolaan Air Limbah yang Ada

1.1

Studi Pengelolaan Air Limbah yang Ada


(2)

Balumbangjaya dan Cimahpar. Sistem ini dibangun oleh Pemerintah, masyarakat berkontribusi dalam bentuk hibah lahan. Pengelolaan dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.

Data cakupan fasilitas air limbah dengan skala kota disajikan pada Lampiran C.1, dapat dilihat pada tabel dan peta. Air limbah untuk setiap Kecamatan dan kondisi pelayanan air limbah disajikan pada Lampiran C.2

Wilayah Resiko Bahaya Kesehatan karena pelayanan air limbah telah diidentifikasi. Wilayah prioritas penanganan system pengelolaan air limbah ditentukan berdasarkan cakupan kepemilikan jamban per Kelurahan. Daerah dengan cakupan rendah merupakan zona area yang mempunyai risiko kesehatan tinggi. Berdasarkan cakupan kepemilikan jamban, dibuat pengelompokan risiko sebagai berikut : 0-40% area berisiko sangat tinggi, 41% - 57% area berisiko tinggi, 58% - 76% area berisiko sedang dan 77% - 100% area berisiko rendah. Hasil analisa resiko per Kelurahan disajikan pada Gambar 3.1. Gambar ini juga dapat dilihat di Lampiran C.3 dengan skala yang lebih besar. Wilayah dengan resiko tertinggi terdapat di Kel. Gudang, Kel Babakanpasar, Kel.Katulampa,Kel Pakuan, Kel Semplak, Kel Bondongan, Kel Muarasari, Kel Margajaya, Kel Pasirjaya, Kel Sindangsari, Kel Cikaret

Gambar 3-1: Zona Area Beresiko Kesehatan

Strategi Layanan Air Limbah yang berkelanjutan, dengan :

− Peningkatan cakupan pelayanan pengelolaan air limbah yang layak dan berwawasan lingkungan.

− Pengutamaan pemanfaatan penerapan teknologi pengolahan air limbah domestik berbiaya rendah, lebih banyak manfaat dan mudah dalam pengelolaan dan pemeliharaan.

− Terwujudnya pembangunan sanitasi air limbah yang partisipatif dan tanggap kebutuhan terutama pada area beresiko tinggi dan kawasan dengan penduduk kurang sejahtera.

− Penerapan SPM untuk layanan air limbah domestik.

− Peningkatan kesadaran perilaku hidup bersih dan sehat secara terus menerus dalam pengelolaan air limbah domestik.


(3)

Sasaran dan Tahapan Pencapaian, yaitu :

− Peningkatan porsi belanja fisik sub sector air limbah.

− Peningkatan kapasitas SDM SKPD terkait dan masyarakat tentang pilihan (opsi) teknologi pengelolaan air limbah berbiaya rendah dan bermanfaat tinggi pada akhir tahun 2015.

− Peningkatan pemanfaatan IPAL/perluasan jaringan sambungan IPAL sekurang‐-kurangnya dari 300 SR hingga 600 SR (pemanfaatan idle capacity).

− Peningkatan akses masyarakat terhadap sarana jamban keluarga dengan tangki septik, sewerage (IPAL) atau septic tank komunal.

− Peningkatan Kelayakan Operasional Septik Tank dengan Penyedotan Periodik/Berkala.

− Berkurangnya pembuangan air limbah ke kali/saluran air/sungai dan atau cubluk .

− Berkurangnya praktek buang air besar sembarangan (BABS).

− Peningkatan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang air limbah domestik pada saluran drainase dan badan air.

Tahap2 dalam pencapaian sasaran air limbah

− Mengembangkan perencanaan pengelolaan air limbah secara terpadu di setiap wilayah pelayanan (WP) melalui sistem terpusat dengan kebijakan subsidi silang.

− Meningkatkan akses layanan air limbah domestik berbasis rumah tangga dan komunal bagi masyarakat miskin yang berkelanjutan.

− Meningkatkan dan optimalisasi sarana prasarana air limbah domestik untuk memenuhi SPM

− Mengoptimalkan peran seluruh stakeholders untuk mereplikasi pengelolaan air limbah domestik termasuk pengembangan sarana air limbah pada kawasan perumahan teratur (dibangun developer), dibebankan kepada developer dan dimasukan pada harga rumah. Pembangunan dilaksanakan bertahap melalui skala prioritas dengan prioritas daerah yang memiliki tingkat sanitasi buruk dan padat penduduk.

− Sinkronisasi anggaran air limbah dengan kinerja pengelolaan air limbah.

− Menyusun peraturan daerah (Perda) air limbah disesuaikan dengan aturan sebelumnya.

− Meningkatkan kampanye PHBS tentang sasaran pengembangan air limbah yang tepat.

− Meningkatkan kompetensi pengelola air limbah dalam aspek teknis dan non teknis. Tahapan dalam pencapaian target disajikan pada Lampiran C.4

Program dan Kegiatan Air Limbah. Disusun melalui tahapan penentuan area prioritas, penetapan program, penyusunan prioritas dan pentahapan proyek dan rencana tindak. Dalam penentuan prioritas proyek diterapkan beberapa kriteria meliputi: (i) area prioritas berdasarkan hasil survey EHRA, data sekunder dan presepsi SKPD (ii) jumlah penerima manfaat (iii) biaya perkapita (iv) pemulihan biaya operasi dan pemeliharaan. Berdasarkan hal tersebut diatas program dan kegiatan air limbah meliputi:

− Meningkatnya porsi belanja fisik sub sektor air limbah dari 0,5% hingga 3% pada akhir tahun 2015.

− Optimalisasi IPAL yang ada (IPAL Tegal Gundil)

− Pengembangan Pelayanan Air Limbah Off Site.

− Peningkatan Kualitas Pengelolaan Air Limbah Sistem Off Site.

− Peningkatan Kualits Pengelolaan Air Limbah Sistem On Site.

− Peningkatan akses masyarakat terhadap sarana jamban keluarga ber tangki septik

− Berkurangnya praktek buang air besar sembarangan

Monitoring dan Evaluasi. Tata cara pengendalian dan evaluasi berpedoman pada UU RI No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Perencanaan Rencana Pembangunan Daerah.


(4)

Survey Environmental Health Risk Assessment (EHRA) adalah studi yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku-perilaku yang memiliki resiko pada kesehatan warga. Fasilitas yang diteliti mencakup : sumber air minum, layanan pembuangan sampah, jamban, dan saluran pembuangan air limbah. Sementara perilaku yang dipelajari adalah: kebiasaan cuci tangan dengan sabun, buang air besar, pembuangan kotoran anak dan pemilahan sampah rumah tangga. Studi ini menggunakan data dari karakteristik responden, sumber air minum, penggunaan jamban, dan perilaku BAB, dan saluran limbah rumah tangga.

1.1.1.1 Karakteristik Studi EHRA

Sebagaimana tertulis dalam laporan, proporsi ukuran anggota rumah tangga responden adalah: lebih dari 4 orang sebanyak 45%; kurang dari 4 orang sebanyak 33%; dan 4 orang sebanyak 23%. Diindikasikan bahwa terdapat peningkatan kebutuhan pelayanan sanitasi dan air limbah di Kota Bogor, hal ini berkaitan dengan jumlah volume air limbah domestik. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam penentuan kapasitas tampung dari layanan air limbah yang akan diterapkan di suatu wilayah.

EHRA juga mengidentifikasi berdasarkan keberadaan balita dalam rumah tangga; sebanyak 40% memiliki anak dibawah umur 5 tahun.

Identifikasi responden menurut kepemilikan tanah dan bangunan menunjukkan bahwa 70% dari responden adalah pemilik lahan dan bangunan tempat tinggal, sebanyak 23% adalah milik keluarga, dan sebanyak 7% adalah berstatus sewa atau rumah dinas. Berdasarkan temuan tersebut diindikasikan bahwa sebagian besar masyarakat Kota Bogor memiliki hak sepenuhnya atas bentuk, jenis, material dan desain bangunan dari fasilitas pembuangan air limbah rumah tangga.

1.1.1.2 Penggunaan Jamban dan Perilaku BAB

Berdasarkan laporan dari Studi EHRA, umumnya rumah tangga menggunakan jamban siram dengan leher angsa yang pembuangannya langsung ke cubluk atau tanki septic. Sementara rumah tangga dengan BAB ditempat terbuka diperkirakan sebanyak 4% (3,3 plus 0,7). Tabel 3.1 dibawah ini menunjukkan hasil EHRA secara terperinci.

Tabel 3.1: Temuan EHRA untuk penggunaan toilet, jamban, dan kebiasaan BAB ditempat terbuka

No Description %

1 Jamban Siram/leher angsa disalurkan ke sewerage 0.4

2 Jamban Siram/leher angsa disalurkan ke tangki septik 69.2

3 Jamban Siram/leher angsa disalurkan ke cubluk 0.5

4 Jamban Siram/leher angsa disalurkan ke furrows 0

5 Jamban Siram/leher angsa disalurkan ke sungai 20.9

6 Jamban Siram/leher angsa disalurkan ke kolam ikan 0.2

7 Jamban Siram/leher angsa disalurkan ke tidak tahu kemana 0.1

8 Jamban Non Siram/leher angsa disalurkan ke tanki saptik 0.4

9 Jamban Non Siram/leher angsa disalurkan ke cubluk 0.1


(5)

No Description %

10 Jamban Non Siram/leher angsa disalurkan ke sungai 2.3

11 Jamban Non Siram/leher angsa disalurkan ke kolam ikan 0

12 Langsung dibuang ke permukaan air dengan jamban sederhana 0.7

13 Langsung dibuang ke permukaan air tanpa jamban 3.3

14 Tempat – tempat ibadah 0

15 Jamban Komunal 1.5

16 Fasilitas Lainnya 0.5

17 N.A 0

Total 100

Sumber: Studi EHRA oleh POKJA Kota Bogor, 2010

Analisa EHRA untuk data penggunaan tangki saptik atau cubluk, ditampilkan pada Tabel 3.2, sebagai The EHRA analysis for data on septic tanks or cubluk is given in Table 3.2, as the majority of on-site

wastewater facilities are underground, it is difficult to identify whether they are septic tanks or leaching pits/cubluk.

Tabel 3.2: Analisa EHRA untuk tangki saptik atau cubluk yang layak

Keterangan Responden Frekuensi

(N total=2795) (%) Jumlah

Mengaku memiliki septic tank 70% 1957

Dibangun lebih dari 5 tahun (dari yang mengaku memiliki septic tank) 46% 904 Pernah dikosongkan (dari yang mengaku dibangun lebih dari 5 thaun) 8% 71

Septic Tank kedap air (dari seluruh Total responden) 3% 52

*tabulasi kerangka analisis kualitas tangki septic Studi EHRA 2010 (hal. 85)

1.1.1.3 Kondisi Saluran Limbah Rumah Tangga

Hasil pengamatan yang dilakukan studi EHRA menunjukkan bahwa 42% rumah tangga responden memiliki akses terhadap saluran pembuangan air limbah (grey water) di depan atau disekitar rumah. Dari angka tersebut didapati 60% saluran mengalir lancar, 27% dalam kondisi kering, 11% tidak mengalir, dan 2% saluran tertutup. Dapat dilihat pada Tabel 3.3

Tabel 3.3: Saluran Air Limbah (Grey-water systems)

Akses terhadap saluran air limbah (grey water) Frekuensi

% total

Akses terhadap saluran pembuangan air di depan atau sekitar rumah

(dari total) 42% 1168

Akses terhadap saluran air lancar 60% 696


(6)

1.1.1.4 Penggunaan Hasil Survey EHRA Untuk Penyusunan Rencana Induk Air Limbah Gambaran kondisi jamban dan kondisi saluran air rumah tangga adalah 2 variabel penting yang bias digunakan untuk menjustifikasi kepentingan Investasi pengelolaan air limbah Kota Bogor. Penilaian resiko kesehatan EHRA telah digunakan untuk pengembangan prioritas penilaian untuk masing-masing

Kelurahan, hal ini berdasarkan tingkat resiko kesehatan dan kondisi jamban dan air limbah diwilayah tersebut sebagai variable utama. Prioritas tersebut akan sangat berguna untuk rencana system air limbah dan pilihan teknologi yang diterapkan di suatu wilayah.

1.1.1.5 Studi DED Intensifikasi IPAL Tegal Gundil

 Disusun oleh PT SCM Tirta Utama, tahun 2010

 Maksud studi adalah untuk mereview kembali sistem yang ada,disesuaikan dengan kondisi saat ini sehingga dihasilkan IPAL yang dapat difungsikan secara optimal

 Perencanaan sistem pengolahan berupa: pre-treatment untuk menghilangkan partikel-partikel/benda kasar yang terbawa aliran dan tangki ekualisasi untuk meningkatkan homogenitas air buangan secara kualitas maupun kuantitas (ii)Biodigester dengan komponen sistem bak pengendap, zona anaerob, zona aerob, diffuser pump dan sludge pump.

 Debit direncanakan 3 liter/detik dengan waktu kontak Td selama 8 jam. Effluent diharapkan memiliki nilai BOD < 24 mg/l dan TSS < 50 mg/l

 Rencana Anggaran Biaya Rp 2,2 milyar untuk penambahan kapasitas 350 SR (Rp 6,2 juta/kk) 1.1.1.6 Studi DED Pengembangan Perpipaan Air Limbah Kel Bantarjati

 Disusun oleh PT Daya Cipta Mandiri, Tahun 2010.

 Maksud studi adalah menyusun rancangan rinci pengembangan jaringan perpipaan air limbah untuk optimalisasi IPAL Tegal Gundil.

 Dasar perhitungan dimensi pipa meliputi (i) air yang mengalir berupa air buangan domestik (ii)jumlah rumah yang dilayani 350 rumah (iii) 1 rumah terdiri dari 5 penghuni (iv) total penduduk dilayani 1750 orang (v) kebutuhan air minimum 150 ltr/orang/hari (vi) air buangan 80% dari air bersih.

 Pipa persil menggunakan PVC dengan profil bulat lingkaran. Debit puncak 0.51 liter/detik,diameter pipa 4”.

 Pipa Utama diameter 8” dengan debit puncak buangan 89,11 liter/detik.

 Rencana Anggaran Biaya Rp 2,5 milyar

1.1.1.7 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Bogor Tahun 2005 - 2025

 Pengembangan Pengelolaan Air Limbah masuk dalam arah pembangunan jangka panjang tahun 2005 – 2025 dalam kelompok mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib dan nyaman (BERIMAN) dengan sarana prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan

 Pembangunan di bidang fisik dan prasarana diarahkan pada mewujudkan pembangunan sistem penyediaan air minum dan sanitasi, listrik, gas serta sarana informasi telekomunikasi modern untuk menunjang terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kegiatan perkotaan melalui peningkatan kuantitas dan kualitas layanan jaringan utilitas kota yang dilakukan secara terpadu.

 Rencana Pengelolaan Air Limbah Kota Bogor merupakan bagian dari misi 2 Pemerintah Kota yaitu ”Mewujudkan kota yang bersih dengan sarana dan prasarana transportasi yang berkualitas”.

 Program Pengembangan Air limbah masuk dalam urusan pekerjaan umum dalam Program

Pembangunan Daerah, dengan sasaran program (i) Optimalisasi IPAL Tegal Gundil (ii) Pembangunan

1.1.3 Studi DED Intensifikasi IPAL Tegal Gundil dan DED Pengembangan Jaringan 1.1.4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Bogor Tahun 2010 – 2014


(7)

IPAL Baru (FS, AMDAL, DED, pembebasan lahan, konstruksi fisik) (iii) Penambahan truk tinja dan (iv) penyediaan tangki septik komunal.

 Prioritas pembangunan diprioritaskan sebagai kelanjutan pembangunan pada perioda sebelumnya yaitu (i) transportasi (ii) Kemiskinan (iii) Kebersihan dan (iv) Pedagang Kaki Lima

 Pengelolaan Air Limbah Kota Bogor membutuhkan suatu perencanaan induk yang matang sehingga tidak hanya mengakomodir persoalan yang saat ini terjadi tetapi juga mengantisipasi permasalahan yang akan dapat terjadi , hal tersebut harus tersusun dalam Rencana Induk/Master Plan Pengelolaan Air Limbah.

 Pada Aspek Kelembagaan perlu restrukturisasi / reorganisasi sehingga tugas pokok dan fungsi dalam pengelolaan air limbah dapat dilaksanakan lebih singkron dalam satu koordinasi yang didalamnya juga memperjelas hubungan kerja/mekanisme dengan pihak-pihak stakeholder terkait.

 Untuk sanitasi sistem on-site perlu distandarisasi sehingga layaksecara teknis dan kesehatan lingkungan juga perlu dikembangkan sistem-sistem komunal khususnya untuk kawasan-kawasan kumuh atau kawasan lingkungan yang buruk (seperti MCK dan Septik Tank Komunal).

 Untuk sanitasi sistem off site perlu dikembangkan sistem teknologi yang tidak hanya tepat guna tetapi juga efisien & efektif , baik untuk IPAL dan IPLT serta penentuan lokasi yang cocok sehingga tepat sasaran dan memiliki kapasitas yang seimbang dengan biaya pengoperasian dan pemeliharaan.

 Pada aspek pembiayaan perlu dikembangkan sistem teknologi yang terjangkau oleh masyarakat dan mekanisme pembiayaan yang jelas baik dari sisi pendapatan dan sisi pengeluaran serta perlu peningkatan sumber-sumber pembiayaan lain terutama yang berasal dari investasi atau perlibatan swasta.

 Untuk aspek peraturan/perundangan perlu disusun suatu peraturan daerah tentang pengelolaan air limbah yang didalamnya mengatur tentang perlibatan swasta, investasi dan masyarakat juga sanksi-sanksi yang mengikat dan dapat dipidanakan juga mekanisme pengawasan dan pengendaliannya.

 Dalam hal peran serta masyarakat dan swasta, perlu diberikan penyuluhan dan sosialisasi secara terus menerus dengan berbagai metode dan media. Juga perlu diciptakan potensi ekonomi dan investasi dari sektor air limbah.

Didalam Rancangan PERDA tentang RTRW Kota Bogor tahun 2009 – 2028 tersebut, pada pasal 53 menyebutkan tentang rencana pengembangan sistem pengelolaan air limbah, sebagai berikut:

 Pembangunan septic tank komunal pada kawasan pemukiman kepadatan tinggi

 Pengembangan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) kolektif untuk air limbah rumah tangga dan limbah lainnya disetiap kawasan perumahan.

 Pembangunan instalasi pengelolaan limbah tinja (IPLT) di Kayumanis

 Optimalisasi IPLT dikelurahan Tegal Gundil, kecamatan Bogor Utara

 Pencegahan pemanfaatan sungai untuk pembuangan limbah domestik maupun non domestik

 Pengembangan MCK bagi masyarakat yang memanfaatkan air sungai

 Peningkatan kepedulian masyarakat dalam menjaga sungai dan lingkungan sekitarnya dari pencemaran

 Penetapan pembayaran denda bagi pencemar badan air

Kajian tentang berbagai macam lingkungan hidup meliputi bidang-bidang sebagai berikut: Untuk lebih jelas tentang penilaian laporan Lingkungan dapat dilihat di Lampiran C.5.

 Dokumen Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Bogor, Tahun 2009

1.1.5 Rencana Pembangunan dan Investasi Jangka Menengah (RPIJM)


(8)

 Dokumen Laporan Akhir Kegiatan: Pengujian Kualitas Air Sungai, Situ, dan Sumur, oleh Kantor Lingkungan Hidup Kota Bogor, Tahun 2010.

 Dokumen Laporan Akhir Pengujian Kualitas Limbah Cair Kegiatan Usaha/Industri Kota Bogor, oleh Kantor Lingkungan Hidup Kota Bogor, Tahun 2010.

 Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH), Kegiatan Pengoperasian Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Tegal Gundil, di Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, November.

 Dokumen Laporan Rencana Pengelolaan Lingkungan Jangka Menengah dan Panjang, Western Java Environmental Management Project (WJEMP), Kota Bogor Local Environmental Strategy, Kantor Pengendalian Lingkungan Hidup (KPLH) Kota Bogor, September 2004

Penjelasan tentang aspek Kelembagaan yang ada saat ini dapat dilihat di Bab 7 pada dokumen ini.

Penjelasan tentang aspek Ekonomi dan Keuangan pada bentuk Kelembagaan yang ada saat ini dapat dilihat di Bab 8 pada dokumen ini.

1.1.1.8 Wilayah IPAL Tegal Gundil

Tempat pengumpulan limbah tidak sepenuhnya tersambung. Sekitar 300 SR dari yang direncanakan yaitu 600 SR yang baru terpasang. Oleh karena itu IPAL Tegal Gundil belum sepenuhnya digunakan, ditambah lagi dengan tidak difungsikan dengan benar karena buruknya pengoperasian dan pemeliharaannya. Penilaian teknis secara rinci ditampilkan pada Lampiran C.6

1.1.1.9 Umum

Banyak area permukiman yang belum terlayani dengan pengolahan akhir limbah cair rumah tangga yang layak yang umumnya merupakan area permukiman kumuh yang berada pada bantaran sungai dimana pembuangan akhir limbah cair rumah tangga langsung dibuang ke sungai seperti : (1) kawasan kumuh di RT 03 RW 04 Kelurahan Cimahpar Kecamatan Bogor Utara yang berada pada bantaran sungai cimaridin dimana terdapat 9 unit rumah yang dihuni oleh 14 KK yang belum memiliki fasilitas jamban, (2) kawasan kumuh RT 01 RW 02 Kelurahan Cibuluh Kecamatan Bogor Utara dimana 97% rumah belum memiliki jamban keluarga, (3) kawasan kumuh RT 01 RW 07 Kelurahan Batu Tulis Kecamatan Bogor Selatan; RT 02 RW 07 Kelurahan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat; RT 02 RW 08 Kelurahan Menteng Kecamatan Bogor Barat; RT 03 RW 04 Kelurahan Pabaton Kecamatan Bogor Tengah; RT 02 RW 03 Kelurahan Sukasari Kecamatan Bogor Timur; dan RT 02 RW 07 kelurahan Kencana kecamatan Tanah Sareal. Lokasi-lokasi tersebut merupakan kawasan kumuh, padat penduduk serta belum memiliki fasilitas sanitasi yang layak dan sehat.

Hasil survey sosek yang telah dilakukan terhadap 800 KK, menunjukan bahwa jumlah laki-laki yang menjadi responden adalah sebanyak 9% dan perempuan sebanyak 91%. Sebanyak 16% dari jumlah responden perempuan adalah merupakan kepala keluargao, sebanyak 81% aalah para istri dan sebanyak

1.2

Temuan-temuan di Lapangan

1.2.1 Aspek Kelembagaan


(9)

3% adalah perempuan. Tingkat pendidikan responden bervariasi dari tidak tamat SD/tidak sekolah (12%), tamat SD (29%), tamat SMP (20%), tamat SMA (33%), dan tamat perguruan tinggi (7%).

Dari hasil survey: kebiasaan membuang air besar (BAB) responden sebagian besar membuang ditoilet pribadi (85%), dilanjutkan dengan BAB disungai (9%), toilet umum (3%) dan kolam ikan (3%).

Untuk mengetahui akhir buangan dari toilet, sebanyak 187 responden yang memiliki toilet sendiri mengatakan buangan akhir tinja adalah tangki septic (kemungkinan adalah cubluk) (67%), langsung ke sungai/saluran air (26%), ke cubluk (1%), dan lainnya (6%). Buangan akhir dari limbah toilet dianalisa berdasarkan gender, tingkat pendapatan dan pendidikan tersebar merata, artinya walaupun tingkat pendapatan responden rendah (12% < Rp. 1 juta) mereka juga berada diantara responden yang akhir buangan toilet ke septic tank, sama seperti responden yang tingkat pendapatannya tinggi (9% Rp. 7 – 9 million) yang juga memiliki akhir buangan toilet ke septic tank. Akhir buangan toilet ke sungai juga dilakukan oleh responden dengan tingkat pendapatan antara Rp. 1 - 3 juta (47%). Jika dilihat dari tingkat pendidikan, maka responden dengan setingkat tamat SMA sebanyak 35% juga membuang ke sungai. Total responden (N=200) yang pernah memanfaatkan sedot tinja hanya 12% (umumnya 3-5 tahun terakhir). Namun bila dilihat dari responden yang akhir buangan toilet ke septic tank (N=125), pernah memanfaatkan pelayanan sedot tinja sebesar 18% dan yang tidak pernah sama sakali memanfaatkan layanan tersebut sebanyak 82%. Dari 49 responden yang membuang limbah toilet ke saluran/sungai, sebanyak 4% memanfaatkan layanan sedot tinja dan selebihnya tidak pernah (96%) . Hal ini berkaitan dengan mereka yang memiliki tangki septic perantara sebelum limbah toilet dibuang ke sungai/sewerage. Sisanya adalah 36 responden termasuk mereka yang membuang limbah toilet ke cubluk dan yang tidak menjawab pertanyaan tentang pembuangan limbah toilet.

Dari total responden (N=200) pernah dijelaskan tentang sistem off-site dan on-site dengan menggunakan alat peraga. Mereka yang menginginkan pelayanan sambungan baik dengan system off-site maupun on-site (willing to connect (WTC)) dengan kesediaan membayar (willing to pay (WTP)) sebanyak 87%, akan tetapi untuk 125 responden yang membuang limbah toilet ke tangki septik, hanya 104 responden yang menjawab ingin menyambung ke jasa pelayanan perpipaan.

Dari hasil Survey Sosec menunjukkan bahwa pengetahuan responden dari berbagai status sosial ekonomi baik laki-laki atau perempuan tentang pengelolaan air limbah rumah tangga masih kurang, hal ini dikarenakan perilaku BAB, bangunan bawah/akhir buangan toilet belum memenuhi prasyarat kesehatan lingkungan, serta masih sedikit responden yang pernah memanfaatkan jasa layanan sedot tinja. Namun bila dilihat dari akhir buangan toilet, responden yang sudah memiliki septic tank, mereka bersedia sambung dan juga membayar ke jasa pelayanan off-site dan/atau on-site.

Gender. Tingkat pengeluaran rata-rata responden dalam sebulan Rp. 2,085,220, pengeluran yang terkait dengan pangan sebesar 47% (kisaran Rp. 975,640), diikuti dengan pengeluaran untuk transportasi sebesar 18% (Rp. 366,955), dan biaya pendidikan dan cicilan alat rumah tangga yang masing-masing 9% atau setara dengan Rp. 178,020. Proporsi pengeluaran untuk kebersihan dan keamanan hanya 0.4% atau sebesar Rp 9,080. Bila dilihat lebih jauh, bahwa responden yang tidak pernah membayar jasa kebersihan dan keamanan sebanyak 60%, sedang sisanya 41% membayar jasa kebersihan yang pembayarannya dilakukan oleh sebagian besar perempuan, baik dari tingkat pendapatan keluarga rendah (<1 juta) s/d tinggi (>11 juta). Dilihat dari pola pengambilan keputusan untuk belanja sehari-hari, bulanan dan tahunan, menunjukkan bahwa perempuan memiliki kewenangan, dengan kisaran antara 74 – 89% untuk mengelola keuangan keluarga yang diperoleh dari suami dan/atau dari perempuan itu sendiri untuk keperluan dan


(10)

konsumsi keluarga, dibandingkan dengan keputusan oleh laki-laki dan berdua oleh laki-laki dan perempuan. Tingkat pengambilan keputusan di rumah tangga terkait dengan kesehatan lingkungan dimana perempuan lebih dominan dalam menentukan kesehatan lingkungan, dibandingkan laki-laki dan bersama-sama (suami dan istri).

Salah satu dari hasil diskusi kelompok FGD, para peserta menyampaikan bahwa perempuan memiliki peran kunci dalam memperkenalkan tentang kesehatan, temasuk sanitasi dan masalah air limbah dan melibatkan para suami untuk mengambil keputusan. Dengan kata lain, para perempuan perlu diinformasikan dengan akses informasi yang mudah berkaitan dengan kesehatan dan permasalahan pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah. Sekali saja mereka mendapatkan informasi, mereka bisa menjadi fasilitator/kader dan menginformasikan ke para suami tentang keuntungan-keuntungan yang bisa didapat dari program ini. Mereka mempunyai kelompok yang beranggotakan permpuan yang berperan pada banyak hal diantaranya memberi perhatian kepada bidang kesehatan, pendidikan, dsb . Ditambah mereka bekerja bersama kelompok laki-laki untuk menyelesaikan masalah masyarakat setempat, misalnya dalam mendapatkan lahan secara gratis dari pemimpin masyarakat daerah setempat yang kaya guna mendukung program kesehatan Posyandu. Hal ini terjadi di Kelurahan Kedung Jaya, kelompok perempuan melakukan pendekatan dan menjelaskan program dan keuntungannya kepada anggota kelompok yang mengatakan ingin menyediakan lahan secara gratis. Kelompok laki-laki menyelesaikan proses hukum untuk mendapatkan tanah dengan administrasi formal.

Studi lingkungan sampai pada tahap penyusunan draft master plan dilakukan melalui studi dan review terhadap dokumen-dokumen terkait dengan laporan-laporan dan studi lingkungan yang sudah tersedia (available) pada saat penyusunan draft master plan. Serangkaian kunjungan lapangan juga telah

dilakukan terkait dengan ketersedian lahan untuk lokasi IPAL, baik di lokasi eksisting IPAL di Tegal Gundil, Ciluwer (Stasiun Pengalihan Antara untuk sampah), dan Kayumanis (calon lokasi TPPAST). Kunjungan lapangan juga dilakukan terhadap beberapa kegiatan usaha/bisnis/industry yang menghasilkan limbah (cair dan padat), serta kepada masyarakat yang selama ini menggunakan air S. Ciliwung untuk keperluan MCK (mandi cuci kakus) di Kelurahan Katulampa.

Untuk penjelasan yang lebih rinci tentang penilaian lingkungan dari situasi saat ini dapat dilihat di Lampiran C.5

Laporan SLHD (Status Lingkungan Hidup Daerah) Kota Bogor tahun 2009, menggambarkan keadaan lingkungan hidup Kota Bogor, serta tekanan yang terjadi terhadap lingkungan hidup dan permasalahan yang timbul, sehingga pemerintah dapat menentukan kebijakan yang akan diambil dalam menanggulangi permasalahan tersebut. Dalam skala kota, Kota Bogor menghadapi masalah pencemaran lingkungan (udara dan air), penurunan kualitas lingkungan, serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan.

Tingkat pencemaran air oleh penduduk (limbah domestik) di Kota Bogor saat ini sudah mencapai 60% - 70% dari total beban BOD perhari, yang menjadi beban terjadinya pencemaran terhadap air terutama pada air permukaan. Kecamatan yang tertinggi menghadapi beban pencemaran air adalah Kecamatan Bogor Barat, Tanah Sareal, dan Bogor Utara. Sedangkan sumber pencemaran air lainnya yang harus

diperhatikan adalah pencemaran air yang disebabkan oleh limbah industry, hal ini dapat dilihat kualitas air


(11)

Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane; yang menunjukkan rendahnya ratio BOD terhadap COD yang ada memberikan indikasi keberadaan bahan-bahan pencemar air itu sulit didegradasi secara alami.

Hasil pemantauan limbah cair oleh Kantor LH Kota Bogor pada 41 kegiatan usaha/industri dari sekian banyak industri yang ada di Bogor, menunjukkan 35 sampel industri tidak memenuhi syarat baku mutu lingkungan oleh karena itu upaya pengawasan terhadap kegiatan industry yang mengeluarkan limbah cair perlu ditingkatkan. Kunjungan lapangan yang dilakukan selama bulan Desember 2010 juga menemukan bahwa 70% dari komersial/kegiatan industry tidak mengolah air limbah dengan baik 9berdasarkan analisis kualitas limbah cair).

Mengenai air sumur rumah tangga, dari enam sumur yang tersebar di beberapa wilayah di Kota Bogor hampir seluruh sumur yang diambil airnya mengandung detergen, walaupun hanya satu sumur yang angka detergennya melebihi baku mutu serta nilai bakteri E. Coli yang relative tinggi (PerMenKes No. 416 tahun 1990). Terdeteksinya detergen pada air sumur patut diwaspadai sebagai indikasi terjadinya infiltrasi dari air buangan domestik. Selain itu hampir semua air sumur yang dijadikan sampel cenderung asam dengan kisaran pH yang fluktuatif dan hampir seluruhnya dibawah 6. Hal lain yang terjadi meskipun belum

dirasakan sebagai suatu masalah lingkungan, di beberapa lingkungan padat hunian, terdapatnya bakteri coli pada air sumur menunjukkan indikasi terjadinya pencemaran air limbah domestik dan hal ini juga memperlihatkan adanya korelasi yang signifikan terhadap tingginya penyakit diare yang diderita penduduk kota.

Pada tahun 2010, UPTD IPAL Tegal Gundil dan Kantor Lingkungan Hidup Kota Bogor melakukan pengujian kualitas air limbah IPAL Tegal Gundil, yang dapat disimpulkan bahwa hampir secara keseluruhan sampel yang diuji belum memenuhi parameter kualitas air limbah, terutama untuk parameter pH dan BOD (hasil analisa parameter kualitas air limbah yang belum memenuhi baku mutu selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran). Badan air penerima air limbah hasil olahan IPAL Tegal Gundil yang terdekat adalah S. Ciluar bagian tengah (Kelurahan Tanah Baru), dimana dari data pada laporan akhir hasil analisis pengujian kualitas air Sungai Ciluar tahun 2010, diketahui bahwa kualitas air di lokasi bagian tengah S. Ciluar kurang memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan air kelas dua berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, untuk klasifikasi peruntukan air Kelas II, dimana mengandung kadar BOD, serta jumlah bakteri total koliform yang melebihi persyaratan baku mutu, untuk selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.5.

Rencana induk air limbah mengikuti tujuan strategis utama dari SSK Kota Bogor tahun 2010 CSS, mengenai :

 Penggunaan penilaian resiko sanitasi tinggi, yang didasarkan pada ruang lingkup fasilitas sanitasi (air limbah, sampah, drainase dan air bersih) yang diperoleh dari survey EHRA. Untuk mengidentifikasi daerah yang diprioritaskan guna perbaikan sistem limbah dan juga untuk mempertimbangkan waktu intervensi.

 Mengembangkan perencanaan pengelolaan air limbah terpadu di setiap area layanan melalui sistem terpusat dengan kebijakan “subsidi silang”.

 Meningkatkan akses terhadap pembuangan limbah terpusat untuk masyarakat umum dan sistem komunal untuk masyarakat miskin dengan tepat.

 Meningkatkan dan mengoptimalkan fasilitas pengolahan limbah domestik agar dapat memenuhi standard lingkungan.


(12)

 Semua stakeholders bertanggung jawab atas pengelolaan air limbah domestic termasuk fasilitas air limbah untuk kawasan perumahan teratur (yaitu terbentuk dari pengembang), biaya akan

dibebankan kepada para pengembang dan akan termasuk di dalam harga rumah untuk para pembeli.

 Pembangunan sustem air limbah akan dilakukan dalam secara bertahap dengan memprioritaskan area dengan kondisi sanitasi paling buruk dan berpenduduk paling padat.

Rencana Induk Air Limbah tidak mengikuti SSK Kota Bogor, mengenai:

 Dalam rencananya, pemerintah lokal Kota Bogor hanya mempertimbangkan untuk memasang tangki septik saja, dimana pada saat ini system yang digunakan sebanyak 93% adalah jamban cubluk. Cubluk dianggap lebih murah dan mempunyai manfaat lingkungan yang sama dengan tangki septik. Selain itu, cubluk juga mudah untuk dipasang didaerah miskin padat penduduk. Penggunaan cubluk di banyak wilayah lebih tepat sasaran untuk sistem on-site.

 The target achievement and stages of achievement as mentioned in the “Delivery of Goals” are not being followed, due to inconsistencies of the numbers in the “target” column and the inappropriate dates in the “planned achievement year” column of the target achievement table.

 EHRA assessments of % toilet usage, a weighted average has been used for the Kelurahan analysis, based on the population of the Kelurahan, this gives a higher percentage for OD at 4.6%, compared with EHRA at 4%, see Table 3.1 (row 12 and 13).

Pemerintah Kota Bogor perlu memperhatikan permasalahan air limbah dan fasilitas pelayanan

pengelolaan air limbah saat ini untuk mengatasi pencemaran yang terjadi pada sungai dan air tanah, akibat praktek pembuangan air limbah yang tidak aman. Sumber pencemaran seringkali hanya ditujukan kepada pihak industry, diamana sumber pencemaran yang paling utama adalah limbah domestic rumah tangga, limbah daerah komersial dan praktek pembuangan air limbah yang langsung ke badan sungai.

Berdasarkan sumber pencemaran dan pelayanan pengelolaan air limbah, teridentifikasi sebagai berikut:

 Tegal Gundil IPAL is not performing, the BOD of the treated effluent is sometimes higher than the BOD of the influent. The IPAL is not operated and maintained properly: it is used to grow vegetables for the people working there (sinkon and pisang). Hence, it serves more as a garden than a wastewater treatment plant.

 There is little demand for septage emptying services. The current trucks collect on average only one load per day (3 m3). There is no market because the soil is permeable and the water table is low, hence people do not regularly experience problems, they wait till the tank is really full and overflowing. They do not know that it is important to remove the sludge regularly to obtain sufficient hydraulic retention time, as a result the effluent from the septic tank is not adequately treated.

 Perumahan teratur oleh para pengembang/property saat tidak memasarkan konsep perumahan yang ramah lingkungan khususnya pengelolaan air limbah yang sehat dan aman lingkungan. Septic tanks are provided for each property, rather than a communal sewage collection system with proper treatment:

 The wastewater management in the commercial areas is not good: 85% of those establishments with treatment plants do not meet the effluent standard required:

 more than 50% of all industrial waste is not treated:

1.4

Kajian situasi saat ini


(13)

 Problems with community wastewater systems, lack of use and maintenance. During one of our field visits we found that the payments being made by the “users” for O&M were not being used to repair the damaged water supply.

 MCK umum yang dibangun dipinggiran sungai tidak digunakan, penduduk tidak menggunakannya dikarenakan biaya yang dikenakan cukup tinggi, penduduk sekitar tetap membuang limbah BAB ke sungai.

 Pengelolaan air limbah pada permukiman tidak teratur sangat buruk:

Lampiran C.7 menjelaskan sebab dan akibat hubungan yang describes the cause and effect relationship that leads to having an inadequate wastewater service at STP Tegal Gundil. See Appendix C.8 and C.9 for a summary of the sanitation service assessment for the City.

Based on calculations only 8% of the sludge produced in Bogor from the cubluk/septic tanks is disposed of to the Tegul Gundil STP. The residual sludge either;

 accumulates in the septic tanks and leaching pits; and/or

 overflows to surface drains of rivers from the overflowing septic tanks or

 is collected and dumped illegally on land or to the rivers

The area of service was initially for the housing in Indraprasta Area 1, it is located on the eastern side of Tegal Gundil STP, it was planned for about 600 connections (60% of the Indraprasta Housing). Only 300 properties have connected, of these only 240 pay the charges.

1.1.1.10 Sistem Jaringan Perpipaan Sewerage system

Based on the design, the installed main sewer to the IPAL had a stated capacity for 600 properties. The maximum capacity of the pipe is actually enough to allow for flows from 700 properties (a 16% increase from the original design). See Appendix C.10 for the sewer flow analysis.

1.1.1.11 STP Tegal Gundil

Disain awal IPAL di asumsikan bahwa karakteristik buangan BOD 400 mg/l, sedangkan dari hasil kualitas pengujian buangan yang ada saat ini , karakteristik buangan nya tidak lebih dari 200 mg/l atau 50% lebih rendah dari yang direncanakan. Berdasarkan kondisi ini dapat dikatakan bahwa IPAL Tegal Gundil dapat mengolah sampai 900 SR dari 600 SR yang direncanakan, sehingga IPAL Tegal Gundil dapat

dioptimalkan untuk perluasan area pelayanan di luar Perumahan Indraprasta 1. Dengan merubah sistem menjadi Facultative Aerated Pond (aerator yang mengapung di kolam fakultatif), kapasitas IPAL bahkan

dapat ditingkatkan hingga 1800 – 3000 rumah tangga.

1.1.1.12 Comments on the PU-CK plans for the upgrade and extension of Tegal Gundil STP The sewage treatment technology at Tegal Gundil STP is a ‘classic’ example of waste stabilization pond system, very appropriate to the site, climate and operation and maintenance conditions of Bogor, see Figure 3.2. Despite this it is profoundly neglected, badly operated and not maintained properly. During out field visit we found the anaerobic pond partly empty, the facultative ponds full of sludge and the sludge drying beds in use as a garden to cultivate bananas and cassava. The sewage treatment plant was

1.4.2 Jaringan perpipaan air limbah Septage collection and treatment 1.4.3 Review of Tegal Gundil STP and sewage collection system


(14)

designed to connect 600 houses of a housing estate, however, only 300 houses connected and 230 households are paying monthly Rp 3000. In addition to the wastewater of 300 houses, the treatment facility also receives around 300 m3 septage a month. The existing system if operated properly can accommodate

up to 1200 house connections.

PU-CK Bogor intends to connect an additional 100 houses in 2011 and pay for the sewer extensions and house connections with APDBII funds. At a quoted cost of Rp 2.5billion.

PU-CK is also planning to renovate and upgrade the STP at a quoted cost of Rp 2.2billion. The plan is to position a ‘bio-digester’ parallel to the anaerobic ponds. This system is normally designed to be used to treat the water of individual or a small group of households: air is blown into the biodigester by an electrically powered compressor. The air is diffused from the bottom of the central chamber. See Figure 3.3. This increased oxygen supply accelerates the activity of the naturally occurring micro-organisms which degrade the solids to a clear effluent and a non toxic sludge. Plastic media is used to provide a high surface area for the microorganisms to adhere to and also, as it is mobile, to facilitate rapid degradation of solid matter. We strongly advise the PU-CK to reconsider this proposal to extend the IPAL, as it does not match the local conditions and the existing system if operated properly can accommodate up to 1200 house connections.

Gambar 3.1: Lay out STP Tegal Gundil

Kolam Anaerobik

Kolam Fakultatif

Kolam Maturasi


(15)

(1)

konsumsi keluarga, dibandingkan dengan keputusan oleh laki-laki dan berdua oleh laki-laki dan perempuan. Tingkat pengambilan keputusan di rumah tangga terkait dengan kesehatan lingkungan dimana perempuan lebih dominan dalam menentukan kesehatan lingkungan, dibandingkan laki-laki dan bersama-sama (suami dan istri).

Salah satu dari hasil diskusi kelompok FGD, para peserta menyampaikan bahwa perempuan memiliki peran kunci dalam memperkenalkan tentang kesehatan, temasuk sanitasi dan masalah air limbah dan melibatkan para suami untuk mengambil keputusan. Dengan kata lain, para perempuan perlu diinformasikan dengan akses informasi yang mudah berkaitan dengan kesehatan dan permasalahan pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah. Sekali saja mereka mendapatkan informasi, mereka bisa menjadi fasilitator/kader dan menginformasikan ke para suami tentang keuntungan-keuntungan yang bisa didapat dari program ini. Mereka mempunyai kelompok yang beranggotakan permpuan yang berperan pada banyak hal diantaranya memberi perhatian kepada bidang kesehatan, pendidikan, dsb . Ditambah mereka bekerja bersama kelompok laki-laki untuk menyelesaikan masalah masyarakat setempat, misalnya dalam mendapatkan lahan secara gratis dari pemimpin masyarakat daerah setempat yang kaya guna mendukung program kesehatan Posyandu. Hal ini terjadi di Kelurahan Kedung Jaya, kelompok perempuan melakukan pendekatan dan menjelaskan program dan keuntungannya kepada anggota kelompok yang mengatakan ingin menyediakan lahan secara gratis. Kelompok laki-laki menyelesaikan proses hukum untuk mendapatkan tanah dengan administrasi formal.

Studi lingkungan sampai pada tahap penyusunan draft master plan dilakukan melalui studi dan review terhadap dokumen-dokumen terkait dengan laporan-laporan dan studi lingkungan yang sudah tersedia (available) pada saat penyusunan draft master plan. Serangkaian kunjungan lapangan juga telah

dilakukan terkait dengan ketersedian lahan untuk lokasi IPAL, baik di lokasi eksisting IPAL di Tegal Gundil, Ciluwer (Stasiun Pengalihan Antara untuk sampah), dan Kayumanis (calon lokasi TPPAST). Kunjungan lapangan juga dilakukan terhadap beberapa kegiatan usaha/bisnis/industry yang menghasilkan limbah (cair dan padat), serta kepada masyarakat yang selama ini menggunakan air S. Ciliwung untuk keperluan MCK (mandi cuci kakus) di Kelurahan Katulampa.

Untuk penjelasan yang lebih rinci tentang penilaian lingkungan dari situasi saat ini dapat dilihat di Lampiran C.5

Laporan SLHD (Status Lingkungan Hidup Daerah) Kota Bogor tahun 2009, menggambarkan keadaan lingkungan hidup Kota Bogor, serta tekanan yang terjadi terhadap lingkungan hidup dan permasalahan yang timbul, sehingga pemerintah dapat menentukan kebijakan yang akan diambil dalam menanggulangi permasalahan tersebut. Dalam skala kota, Kota Bogor menghadapi masalah pencemaran lingkungan (udara dan air), penurunan kualitas lingkungan, serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan.

Tingkat pencemaran air oleh penduduk (limbah domestik) di Kota Bogor saat ini sudah mencapai 60% - 70% dari total beban BOD perhari, yang menjadi beban terjadinya pencemaran terhadap air terutama pada air permukaan. Kecamatan yang tertinggi menghadapi beban pencemaran air adalah Kecamatan Bogor Barat, Tanah Sareal, dan Bogor Utara. Sedangkan sumber pencemaran air lainnya yang harus

diperhatikan adalah pencemaran air yang disebabkan oleh limbah industry, hal ini dapat dilihat kualitas air 1.2.5 Kajian Lingkungan


(2)

Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane; yang menunjukkan rendahnya ratio BOD terhadap COD yang ada memberikan indikasi keberadaan bahan-bahan pencemar air itu sulit didegradasi secara alami.

Hasil pemantauan limbah cair oleh Kantor LH Kota Bogor pada 41 kegiatan usaha/industri dari sekian banyak industri yang ada di Bogor, menunjukkan 35 sampel industri tidak memenuhi syarat baku mutu lingkungan oleh karena itu upaya pengawasan terhadap kegiatan industry yang mengeluarkan limbah cair perlu ditingkatkan. Kunjungan lapangan yang dilakukan selama bulan Desember 2010 juga menemukan bahwa 70% dari komersial/kegiatan industry tidak mengolah air limbah dengan baik 9berdasarkan analisis kualitas limbah cair).

Mengenai air sumur rumah tangga, dari enam sumur yang tersebar di beberapa wilayah di Kota Bogor hampir seluruh sumur yang diambil airnya mengandung detergen, walaupun hanya satu sumur yang angka detergennya melebihi baku mutu serta nilai bakteri E. Coli yang relative tinggi (PerMenKes No. 416 tahun 1990). Terdeteksinya detergen pada air sumur patut diwaspadai sebagai indikasi terjadinya infiltrasi dari air buangan domestik. Selain itu hampir semua air sumur yang dijadikan sampel cenderung asam dengan kisaran pH yang fluktuatif dan hampir seluruhnya dibawah 6. Hal lain yang terjadi meskipun belum

dirasakan sebagai suatu masalah lingkungan, di beberapa lingkungan padat hunian, terdapatnya bakteri coli pada air sumur menunjukkan indikasi terjadinya pencemaran air limbah domestik dan hal ini juga memperlihatkan adanya korelasi yang signifikan terhadap tingginya penyakit diare yang diderita penduduk kota.

Pada tahun 2010, UPTD IPAL Tegal Gundil dan Kantor Lingkungan Hidup Kota Bogor melakukan pengujian kualitas air limbah IPAL Tegal Gundil, yang dapat disimpulkan bahwa hampir secara keseluruhan sampel yang diuji belum memenuhi parameter kualitas air limbah, terutama untuk parameter pH dan BOD (hasil analisa parameter kualitas air limbah yang belum memenuhi baku mutu selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran). Badan air penerima air limbah hasil olahan IPAL Tegal Gundil yang terdekat adalah S. Ciluar bagian tengah (Kelurahan Tanah Baru), dimana dari data pada laporan akhir hasil analisis pengujian kualitas air Sungai Ciluar tahun 2010, diketahui bahwa kualitas air di lokasi bagian tengah S. Ciluar kurang memenuhi persyaratan untuk pemanfaatan air kelas dua berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, untuk klasifikasi peruntukan air Kelas II, dimana mengandung kadar BOD, serta jumlah bakteri total koliform yang melebihi persyaratan baku mutu, untuk selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.5.

Rencana induk air limbah mengikuti tujuan strategis utama dari SSK Kota Bogor tahun 2010 CSS, mengenai :

 Penggunaan penilaian resiko sanitasi tinggi, yang didasarkan pada ruang lingkup fasilitas sanitasi (air limbah, sampah, drainase dan air bersih) yang diperoleh dari survey EHRA. Untuk mengidentifikasi daerah yang diprioritaskan guna perbaikan sistem limbah dan juga untuk mempertimbangkan waktu intervensi.

 Mengembangkan perencanaan pengelolaan air limbah terpadu di setiap area layanan melalui sistem terpusat dengan kebijakan “subsidi silang”.

 Meningkatkan akses terhadap pembuangan limbah terpusat untuk masyarakat umum dan sistem komunal untuk masyarakat miskin dengan tepat.

 Meningkatkan dan mengoptimalkan fasilitas pengolahan limbah domestik agar dapat memenuhi standard lingkungan.


(3)

 Semua stakeholders bertanggung jawab atas pengelolaan air limbah domestic termasuk fasilitas air limbah untuk kawasan perumahan teratur (yaitu terbentuk dari pengembang), biaya akan

dibebankan kepada para pengembang dan akan termasuk di dalam harga rumah untuk para pembeli.

 Pembangunan sustem air limbah akan dilakukan dalam secara bertahap dengan memprioritaskan area dengan kondisi sanitasi paling buruk dan berpenduduk paling padat.

Rencana Induk Air Limbah tidak mengikuti SSK Kota Bogor, mengenai:

 Dalam rencananya, pemerintah lokal Kota Bogor hanya mempertimbangkan untuk memasang tangki septik saja, dimana pada saat ini system yang digunakan sebanyak 93% adalah jamban cubluk. Cubluk dianggap lebih murah dan mempunyai manfaat lingkungan yang sama dengan tangki septik. Selain itu, cubluk juga mudah untuk dipasang didaerah miskin padat penduduk. Penggunaan cubluk di banyak wilayah lebih tepat sasaran untuk sistem on-site.

 The target achievement and stages of achievement as mentioned in the “Delivery of Goals” are not being followed, due to inconsistencies of the numbers in the “target” column and the inappropriate dates in the “planned achievement year” column of the target achievement table.

 EHRA assessments of % toilet usage, a weighted average has been used for the Kelurahan analysis, based on the population of the Kelurahan, this gives a higher percentage for OD at 4.6%, compared with EHRA at 4%, see Table 3.1 (row 12 and 13).

Pemerintah Kota Bogor perlu memperhatikan permasalahan air limbah dan fasilitas pelayanan

pengelolaan air limbah saat ini untuk mengatasi pencemaran yang terjadi pada sungai dan air tanah, akibat praktek pembuangan air limbah yang tidak aman. Sumber pencemaran seringkali hanya ditujukan kepada pihak industry, diamana sumber pencemaran yang paling utama adalah limbah domestic rumah tangga, limbah daerah komersial dan praktek pembuangan air limbah yang langsung ke badan sungai.

Berdasarkan sumber pencemaran dan pelayanan pengelolaan air limbah, teridentifikasi sebagai berikut:

 Tegal Gundil IPAL is not performing, the BOD of the treated effluent is sometimes higher than the BOD of the influent. The IPAL is not operated and maintained properly: it is used to grow vegetables for the people working there (sinkon and pisang). Hence, it serves more as a garden than a wastewater treatment plant.

 There is little demand for septage emptying services. The current trucks collect on average only one load per day (3 m3). There is no market because the soil is permeable and the water table is low, hence people do not regularly experience problems, they wait till the tank is really full and overflowing. They do not know that it is important to remove the sludge regularly to obtain sufficient hydraulic retention time, as a result the effluent from the septic tank is not adequately treated.

 Perumahan teratur oleh para pengembang/property saat tidak memasarkan konsep perumahan yang ramah lingkungan khususnya pengelolaan air limbah yang sehat dan aman lingkungan. Septic tanks are provided for each property, rather than a communal sewage collection system with proper treatment:

 The wastewater management in the commercial areas is not good: 85% of those establishments with treatment plants do not meet the effluent standard required:

 more than 50% of all industrial waste is not treated:

1.4

Kajian situasi saat ini


(4)

 Problems with community wastewater systems, lack of use and maintenance. During one of our field visits we found that the payments being made by the “users” for O&M were not being used to repair the damaged water supply.

 MCK umum yang dibangun dipinggiran sungai tidak digunakan, penduduk tidak menggunakannya dikarenakan biaya yang dikenakan cukup tinggi, penduduk sekitar tetap membuang limbah BAB ke sungai.

 Pengelolaan air limbah pada permukiman tidak teratur sangat buruk:

Lampiran C.7 menjelaskan sebab dan akibat hubungan yang describes the cause and effect relationship that leads to having an inadequate wastewater service at STP Tegal Gundil. See Appendix C.8 and C.9 for a summary of the sanitation service assessment for the City.

Based on calculations only 8% of the sludge produced in Bogor from the cubluk/septic tanks is disposed of to the Tegul Gundil STP. The residual sludge either;

 accumulates in the septic tanks and leaching pits; and/or

 overflows to surface drains of rivers from the overflowing septic tanks or

 is collected and dumped illegally on land or to the rivers

The area of service was initially for the housing in Indraprasta Area 1, it is located on the eastern side of Tegal Gundil STP, it was planned for about 600 connections (60% of the Indraprasta Housing). Only 300 properties have connected, of these only 240 pay the charges.

1.1.1.10 Sistem Jaringan Perpipaan Sewerage system

Based on the design, the installed main sewer to the IPAL had a stated capacity for 600 properties. The maximum capacity of the pipe is actually enough to allow for flows from 700 properties (a 16% increase from the original design). See Appendix C.10 for the sewer flow analysis.

1.1.1.11 STP Tegal Gundil

Disain awal IPAL di asumsikan bahwa karakteristik buangan BOD 400 mg/l, sedangkan dari hasil kualitas pengujian buangan yang ada saat ini , karakteristik buangan nya tidak lebih dari 200 mg/l atau 50% lebih rendah dari yang direncanakan. Berdasarkan kondisi ini dapat dikatakan bahwa IPAL Tegal Gundil dapat mengolah sampai 900 SR dari 600 SR yang direncanakan, sehingga IPAL Tegal Gundil dapat

dioptimalkan untuk perluasan area pelayanan di luar Perumahan Indraprasta 1. Dengan merubah sistem menjadi Facultative Aerated Pond (aerator yang mengapung di kolam fakultatif), kapasitas IPAL bahkan dapat ditingkatkan hingga 1800 – 3000 rumah tangga.

1.1.1.12 Comments on the PU-CK plans for the upgrade and extension of Tegal Gundil STP The sewage treatment technology at Tegal Gundil STP is a ‘classic’ example of waste stabilization pond system, very appropriate to the site, climate and operation and maintenance conditions of Bogor, see Figure 3.2. Despite this it is profoundly neglected, badly operated and not maintained properly. During out field visit we found the anaerobic pond partly empty, the facultative ponds full of sludge and the sludge drying beds in use as a garden to cultivate bananas and cassava. The sewage treatment plant was 1.4.2 Jaringan perpipaan air limbah Septage collection and treatment


(5)

designed to connect 600 houses of a housing estate, however, only 300 houses connected and 230 households are paying monthly Rp 3000. In addition to the wastewater of 300 houses, the treatment facility also receives around 300 m3 septage a month. The existing system if operated properly can accommodate

up to 1200 house connections.

PU-CK Bogor intends to connect an additional 100 houses in 2011 and pay for the sewer extensions and house connections with APDBII funds. At a quoted cost of Rp 2.5billion.

PU-CK is also planning to renovate and upgrade the STP at a quoted cost of Rp 2.2billion. The plan is to position a ‘bio-digester’ parallel to the anaerobic ponds. This system is normally designed to be used to treat the water of individual or a small group of households: air is blown into the biodigester by an electrically powered compressor. The air is diffused from the bottom of the central chamber. See Figure 3.3. This increased oxygen supply accelerates the activity of the naturally occurring micro-organisms which degrade the solids to a clear effluent and a non toxic sludge. Plastic media is used to provide a high surface area for the microorganisms to adhere to and also, as it is mobile, to facilitate rapid degradation of solid matter. We strongly advise the PU-CK to reconsider this proposal to extend the IPAL, as it does not match the local conditions and the existing system if operated properly can accommodate up to 1200 house connections.

Gambar 3.1: Lay out STP Tegal Gundil

Kolam Anaerobik

Kolam Fakultatif

Kolam Maturasi


(6)