PERSEPSI MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP LEMBAGA KEPOLISIAN PASCA PEMBERITAAN KASUS GAYUS TAMBUNAN (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Masyarakat Surabaya Terhadap Lembaga Kepolisian Dalam Penanganan Kasus Mafia Perpajakan).
PERSEPSI MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP LEMBAGA KEPOLISIAN
PASCA PEMBERITAAN KASUS GAYUS TAMBUNAN
(Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Masyarakat Surabaya Terhadap
Lembaga Kepolisian Dalam Penanganan Kasus Mafia Perpajakan)
SKRIPSI
Ditujukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada
FISIP UPN “VETERAN” J AWA TIMUR
oleh :
DEA ESTEE KOEN
0643010309
YAYASAN KEJ UANGAN PANGLIMA BESAR SUDIRMAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL”VETERAN”J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
J URUSAN ILMU KOMUNIKASI
2011
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Hi Rabbil Alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi
rahmat berupa kesehatan, kesempatan, serta ilmu sehingga tidaklah kita menjadi makhluk yang
tiada bermanfaat. Shalawat serta salam juga tertuju pada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW,yang karena jasa beliaulah kita semua dapat manjadi manusia yang sempurna dengan
kesempurnaan
Kebanggaan penulis bukanlah pada selesai nya proposal ini, melainkan kemenangan ini
dapat dicapai tidak lepas dari bantuan berbagai pihak selama proses penyelesaian proposal ini,
penulis wajib mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dra. Hj. Suparwati, M.Si Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas
Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Juwito S.Sos.Msi Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial
Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Dra.Sumardjiati.Msi, dosen pembimbing yang telah banyak memberikan waktu dan
bimbingannya.
4. Papa ,Mama, dan keluarga besar yang setiap hari tiada henti memarahi dan memberikan
pencerahan pada penulis untuk segera menyelesaikan proses penelitian yang di buat oleh
penulis.
5. Dan kepada semua yang telah mendukung penyelesaian proposal penelitian ini.
Surabaya , November 2011
Penulis
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dani menyebutkan sumber.
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
Halaman Judul .................................................................................................
i
Halaman Pengesahan .......................................................................................
ii
Kata Pengantar ................................................................................................
iii
Daftar Isi .........................................................................................................
iv
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ..............................................................................
7
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................
7
1.4 Kegunaan Penelitian ...........................................................................
7
KAJIAN PUSTAKA .....................................................................................
8
2.1 Landasan Teori .....................................................................................
8
2.1.1 Persepsi ...............................................................................
8
2.1.1.1 Jenis Persepsi .....................................................
13
2.1.1.2 Karakteristik Persepsi ........................................
14
2.1.1.3 Faktor yang Berperan Dalam Persepsi ...............
15
2.1.1.4 Proses Persepsi ...................................................
15
2.1.1.5 Proses Terjadinya Persepsi ................................
16
2.1.2 Reception Analysis, Pemahaman Terhadap Khalayak Aktif
17
2.1.2.1 Encoding – Decoding ........................................
20
2.1.3 Masyarakat.............................................................................
22
2.1.4 Fungsi ...................................................................................
23
2.1.5 Kepolisian .............................................................................
23
2.1.5.1 Fungsi Kepolisian ..............................................
25
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB.III METODELOGI PENELITIAN........................................................................
28
3.1 Jenis Penelitian ......................................................................................
28
3.2 Definisi Konseptual ..............................................................................
29
3.2.1 Fungsi ......................................................................................
29
3.2.1.1 Fungsi Kepolisian ..................................................
29
3.2.2 Persepsi ...................................................................................
30
3.3 Informan ...............................................................................................
30
3.4 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................
31
3.5 Teknik Analisis Data .............................................................................
32
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
34
4.1 Masyarakat Dan Pengamat Hukum di Surabaya ..................................
34
4.1.1 Penyajian Data ........................................................................
40
4.1.2 Identitas Informan ...................................................................
40
4.2 Analisis Data .........................................................................................
59
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
69
5.1 Kesimpulan ...........................................................................................
69
5.2 Saran .....................................................................................................
70
Daftar Pustaka ..................................................................................................
71
Lampiran ..........................................................................................................
72
BABIV
BAB V
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
ABSTRAKSI
DEA ESTEE KOEN, PERSEPSI MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP LEMBAGA
KEPOLISIAN PASCA PEMBERITAAN KASUS GAYUS TAMBUNAN (Studi Deskriptif
Kualitatif Mengenai Per sepsi Masyarakat Surabaya Terhadap Lembaga Kepolisian Dalam
Penanganan Kasus Mafia Perpajakan)
Persepsi masyarakat yang muncul sering dipengaruhi pemberitaan oleh media massa.
Melalui pemberitaan tersebut masyarakat memaknai informasi yang disampaikan oleh media
tersebut. Indonesia beberapa waktu belakangan ini telah melalui berbagai peristiwa yang
meramaikan dunia politik di Indonesia, salah satunya yang menjadi fokus perhatian adalah kasus
mafia perpajakan yang di perankan oleh Gayus Tambunan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat Surabaya terhadap
lembaga kepolisian pasca pemberitaan kasus Gayus Tambunan. Penelitian ini diharapkan dapat
digunakan untuk meneliti persepsi masyarakat Surabaya terhadap kredibilitas dan kinerja
Kepolisian dalam penanganan kasus mafia perpajakan yang melibatkan Gayus Tambunan.
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini pemberitaan melalui stasiun televisi,
dan media internet sebagai media komunikasi massa, beberapa informan sebagai penikmat berita
yang memberikan reaksi, pemberitaan mengenai kasus Gayus Tambunan, serta persepsi yang
dihasilkan dari beberapa informan.Penelitian ini menggunakan teori komunikasi Reception
Analysis, karena metode Reception Analysis ini merupakan metode yang paling tepat untuk
mengetahui bagaimana pemaknaan khalayak terhadap suatu teks media, sementara penelitian ini
pun berusaha untuk mengkesplorasi bagaimana pendidik yang berbeda memaknai satu teks yang
berdasarkan field of experience dan frame of reference- nya. Jadi jelaslah reaksi – reaksi pada
masyarakat diakibatkan stimulasi dari media massa melalui pemberitaan. Meski pada individu
yang berbeda, terjadi reaksi yang ditimbulkan berbeda pula.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan
cara mengumpulkan data melalui hasil wawancara secara mendalam (indepth interview).
Wawancara dilakukan pada informan – informan yang telah dipilih sesuai dengan karakteristik
yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Teknik penelitian ini menentukan 4 informan yang berasal
dari kalangan pengamat hukum dan kuasa hukum, sebagai informan ahli dalam penanganan
kasus hukum. Dan kalangan pegawai negeri, dan ibu rumah tangga sebagai orang awam. Telah
dipastikan bahwa keempat informan yang telah dipilih, mengikuti perkembangan kasus Gayus
Tambunan melalui pemberitaan di televisi dan media massa internet sebagai subyek yang akan
diteliti
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini bahwa masyarakat Surabaya memberikan
persepsi yang negatif pada lembaga kepolisian setelah pemberitaan terjadi. Dengan alasan,
bahwa pada setiap pemberitaannya menunjukkan lemahnya investigasi dari kepolisian, dan
kejujuran yang dilakukan oleh pihak oknum kepolisian dalam penanganan kasus mafia
perpajakan yang didalangi oleh Gayus Tambunan. Diharapkan untuk kedepan, kepolisian dapat
lebih meningkatkan mutu, SDM, Intelektualnya, juga kejujuran yang terpenting agar
mendapatkan kredibilitas yang layak dimata masyarakat.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan manusia tidak bisa lepas dari komunikasi massa. Baik
disadari maupun tidak disadari oleh manusia. Komunikasi massa adalah komunikasi
yang menggunakan atau pesannya disalurkan melalui media massa. Media massa
sangat penting kehadirannya karena keunggulannya dalam menyajikan berbagai
informasi kepada khalayak secara cepat dan luas.
Media massa memiliki pengaruh besar kepada masyarakat, karena persepsi
masyarakat muncul dari pemberitaan melalui media massa. Melalui pemberitaan
tersebut masyarakat memaknai informasi yang disampaikan oleh media tersebut.
Tetapi masyarakat tidak melihat keseluruhan informasi yang diberitakan oleh media
massa, masyarakat lebih menyeleksi informasi yang diterima, persepsi adalah proses
ketika kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang memengaruhi indra kita
(Devito, 1997:75)
Pada abad 21 ini perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
membuat media massa menjadi sangat penting dalam kehidupan masyarakat modern.
Media elektronik,media cetak, bahkan media internet. Dari sekian banyaknya
stimulus dari media yang telah berkembang pesat tersebut, masyarakat menyeleksi
informasi yang telah diberitakan. Hingga berita yang telah direspon oleh masyarakat
tersebut menjadi sebuah pemberitaan yang lebih luas dan menjadi sorotan atau
menjadi pusat perhatian.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2
Indonesia beberapa waktu belakangan ini telah melalui berbagai peristiwa
yang meramaikan dunia politik di Indonesia, salah satunya yang menjadi fokus
perhatian adalah kasus mafia perpajakan yang di perankan oleh Gayus Tambunan.
Banyak media massa baik cetak maupun elektronik bahkan media internet
memberitakan tentang kasus mafia perpajakan ini. Seperti beberapa waktu lalu yang
menyebutkan bahwa Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mempertanyakan
sikap Polri yang menunda gelar perkara kasus Gayus Tambunan, dan meminta Polri
harus
menjelaskan kepada
publik
alasan
penundaan tersebut.
Kompolnas
beranggapan sikap Polri yang menunda gelar perkara KPK bisa menimbulkan
pertanyaan. Padahal, publik sudah bereaksi positif menyambut gelar perkara tersebut.
Sebelumnya Mabes Polri menyatakan menunda acara gelar perkara kasus Gayus
bersama KPK, Kejaksaan, dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Dirjen Pajak,
dan PPATK.
Berita yang dimuat di situs Detik.com pada tanggal
30/11/2010, setelah
Penundaan yang dilakukan Polri, menyusul kabar terbaru dari kepolisian, entah dapat
dikatakan berita baik atau tidak tetapi Polri mengatakan bahwa Polri telah
mengantongi Saksi Penting dari kasus penyuapan yang dilakukan oleh Gayus
Tambunan. Saksi tersebut penting untuk mengungkap asal usul uang 28 Milyar
rupiah yang ada di rekening Gayus Tambunan. Saksi yang akan dimintai keterangan
tersebut merupakan saksi yang dapat memperkuat sangkaan kepada Gayus
Tambunan, karena saksi ini merupakan pihak yang mengetahui proses penyuapan
kepada Gayus Tambunan.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3
Menurut pemberitaan dari situs lain yaitu Okezone.com Hal ini mungkin
dapat dikatakan kemajuan dari pihak kepolisian yang mulai lebih serius dalam
penanganan kasus mafia perpajakan ini, selain menetapkan saksi penting, sebelumnya
polri juga mulai fokus menyelidiki perusahaan yang jadi 'pasien' mafia pajak Gayus
Tambunan. Dari 151 perusahaan, Polri memprioritaskan penyelidikan terhadap
belasan perusahaan.telah memeriksa 72 dari 151 data wajib pajak yang pernah
ditangani terdakwa mafia hukum Gayus Tambunan. Setelah semuanya selesai, Polri
akan menyerahkan hasilnya kepada Kementerian Keuangan. Sebelumnya diberitakan,
penanganan 151 wajib pajak, terungkap Gayus menangani 44 perusahaan wajib pajak
yang terdiri dari 138 perkara. Dari jumlah itu pengadilan pajak menjatuhkan putusan
98 perkara diterima baik sebagian maupun seluruhnya dan 45 perkara ditolak.
Berita yang di muat di situs Detik.com yang lebih baru pada tanggal Selasa,
22/02/2011 menyatakan polri mulai mengerucutkan penyelidikan jumlah perusahaan
wajib pajak yang pernah ditangani Gayus Tambunan. Namun, Polri membantah ada
intervensi terkait fokus arah penyelidikan. Penyidik telah memfokuskan pemeriksaan
terhadap jumlah perusahaan yang diduga terkait mafia pajak. Dari fokus 44
perusahaan, penyidik memprioritaskan belasan perusahaan. Menurut Kabagpenum
Mabes Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar bahwa ke sembilan belas perusahaan
tersebut diduga memiliki indikasi pelanggaran. Selain itu Polri mengaku bergerak
cepat untuk merespons 12 instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Kasus mafia pajak Gayus Tambunan akan diinvestigasi ramai-ramai hal itu
ditegaskan Kadivhumas Polri Irjen Anton Bachrul Alam di Mabes Polri. Kapolri
Jenderal Timur Pradopo, kata Anton, telah mengambil langkah-langkah yakni dengan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4
mengumpulkan jajaran Bareskrim. Selain itu, Timur juga mengeluarkan surat
perintah untuk memperkuat penyidikan kasus Gayus Tambunan dan Bank Century.
Dalam berita harian Kompas yang terbit pada Rabu, 30 Juni 2010, disitu di
jelaskan bahwa Bareskrim Mabes Polri kembali membidik atasan tersangka Gayus
Halomoan Tambunan lain terkait mafia pajak. Kepala Bidang Penerangan Umum
Mabes Polri Kombes (Pol) Marwoto Soeto, mengatakan, pihaknya akan memeriksa
seorang atasan Gayus dalam waktu dekat. Polri telah menetapkan dua pegawai
Direktorat Jenderal Pajak yakni Maruli Pandapotan Manurung dan Humala
Napitupulu yang pernah menjadi atasan Gayus. Keduanya sudah ditahan di rumah
tahanan Bareskrim Mabes Polri. Maruli adalah Kepala Seksi Pengurangan dan
Keberatan I Direktorat Keberatan dan Banding di Dirjen Pajak. Dia ditetapkan
sebagai tersangka terkait penanganan keberatan pajak yang diajukan PT. SAT.
Sedangkan Maruli pernah berkerja satu tim saat tangani keberatan pajak.
Masih dalam media massa yang sama yaitu Kompas yang terbit pada Selasa,
12 April 2011, Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo berjanji akan mengusut tuntas
atasan dan rekan terpidana kasus korupsi pajak Gayus HP Tambunan yang disebut
dalam dakwaan jaksa penuntut umum dan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan. Beberapa nama itu termasuk atasan Gayus Tambunan di Direktorat Jenderal
Pajak Maruli Pandapotan Manurung dan rekan Gayus, seperti Humala Napitupulu
dan Bambang Heru Ismiarso. Beberapa pihak sempat mempertanyakan tentang
tanggung jawab berjenjang, Kapolri menjawab akan ditindak lanjuti berdasarkan
vonis pengadilan untuk Gayus
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
5
Kasus mafia perpajakan ini seperti tidak ada penyelesaiannya hingga saat ini,
dan semakin melebarnya kasus hingga mencatut nama nama petinggi negara, hal ini
menarik perhatian penulis untuk mengangkat kasus ini untuk dijadikan penelitian.
Adapun kebutuhan – kebutuhan yang dapat mendorong masyarakat untuk
menggunakan media tertentu antar lain adalah kebutuhan akan informasi ( kognitif),
kebutuhan untuk memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam
kehidupan khalayak itu sendiri (identitas personal), kebutuhan akan integrasi dan
interaksi social (integrasi dan interaksi social), serta kebutuhan akan hiburan (
diversi) (Mc Quail, 2002:72 ).
Secara umum beberapa kebutuhan yang dapat di penuhi oleh media massa
adalah kebutuhan akan informasi (kognitif), kebutuhan akan hiburan (diversi),
kebutuhan untuk memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam
kehidupan atau situasi khalayak sendiri ( identitas personal) ( Rakhmat,2001 :66 ).
Jadi kebutuhan untuk mengikuti pemberitaan kasus Gayus Tambunan, sebagai
jawaban adanya kebutuhan untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat tentang
perkembangan pemberitaan mengenai kasus Gayus Tambunan bisa memberikan
informasi, wawasan, pengetahuan bagi masyarakat.
Persepsi itu sendiri merupakan inti dari komunikasi, sedangkan penafsiran
(interpretasi) adalah inti dari persepsi yang identik dengan penyandian bali
(decoding) dalam proses komunikasi. ( Mulyana, 2001 : 167 ).
Persepsi merupakan penilaian atas cara pandang individu terhadap suatu objek
yang dilatarbelakangi oleh pengalaman masing-masing individu terhadap objek yang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
6
berbeda-beda dan tingkat pengetahuan yang berkaitan dengan transmisi, pengetahuan,
keterampilan, dan juga kepercayaan.
Dalam sebuah proses persepsi, banyak rangsangan yang sampai pada kita
melalui panca indera kita, namun kita tidak menyampaikan itu semua secara acak.
Alih-alih kita mengenali objek tersebut secara spesifik, dan kejadian-kejadian tertentu
yang memiliki pola tertentu. Alasannya sederhana saja, karena persepsi kita adalah
suatu proses aktif yang menuntut suatu tatanan dan makna atas berbagai rangsangan
yang kita terima ( Mulyana, 2001 : 170 )
Atensi tidak dapat terelakkan karena sebelum kita merespon atau menafsirkan
kejadian atau rangsangan apapun, kita harus terlebih dahulu memperhatikan kejadian
atau rangsangan tersebut. Ini berarti bahwa persepsi mensyaratkan kehadiran suatu
objek untuk dipersepsi, termasuk orang lain dan juga diri sendiri. Dalam banyak
kasus, rangsangan yang menarik perhatian kita cenderung dianggap sebagai penyebab
kejadian-kejadian berikutnya. ( Mulyana, 2001 : 169 ).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
7
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka di rumuskan permasalahan
sebagai berikut: “Bagaimana Persepsi Masyarakat Tentang Kredibilitas Kepolisian
Mengenai Penyelesaian Kasus Mafia Perpajakan Gayus Tambunan“
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Bagaimana persepsi masyarakat
tentang kredibilitas kepolisian mengenai penyelesaian kasus mafia perpajakan Gayus
Tambunan
1.3 Kegunaan Penelitian
1. kegunaan teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan atau landasan
pemikiran pada ilmu komunikasi mengenai persepsi tentang suatu pemberitaan.
2. kegunaan praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan khalayak
media massa dalam melihat kredibilitas penegak hukum dalam menuntaskan kasus
mafia hukum di negara Indonesia.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
8
BAB II
KAJ IAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teor i
2.1.1 Per sepsi
Persepsi adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
gambaran mengenai sesuatu melalui pemilihan, pengetahuan, dan pergantian
informasi tentang sesuatu tersebut. Tindakan seseorang terhadap sesuatu hal
banyak dipengaruhi oleh hal hal tersebut.
Persepsi menurut Deddy Mulyana (2001 : 167) adalah proses internal yang
memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan
dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Persepsi
merupakan inti komunikasi. Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi
tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang
menentukan kita memiliki suatu pesan dan mengabaikan pesan lain. Semakin
tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, dan sebagai konsekuensinya
semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas.
Selain definisi persepsi diata, peneliti akan memberikan beberapa definisi
persepsi menurut beberapa ahli, diantaranya menurut Brian Fellows bahwa
persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisasi menerima dan
menganalisis informasi. Kennedy A. Sereno dan Edward M. Bodaken berpendapat
bahwa persepsi adalah sesuatu yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran
akan sekeliling dan lingkungan kita. Berbeda dengan Phillip Goodacre dan
Jennifer Follers yang lebih berpendapat bahwa persepsi merupakan proses mental
yang digunakan untuk mengenali rangsangannya. Sedangkan menurut Joseph A.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
9
Devito persepsi adalah proses dengan apa kita menjadi sadar akan banyaknya
stimulus yang mempengaruhi indera kita (Rakhmat, 2003 : 58)
Stephen P. Robins dalam bukunya Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi,
menjelaskan bahwa persepsi adalah : “Suatu proses dimana individu
mengorganisasikan dan mengintrepetasikan kesan sensori mereka untuk memberi
arti pada lingkungan mereka. Riset tentang Persepsi secara konsisten
menunjukkan bahwa individu yang berbeda dapat melihat hal yang sama, tetapi
memahaminya secara berbeda. Kenyataannya adalah bahwa tak seorangpun dari
kita yang melihat realitas yang kita lakukan adalah mengintrepetasikan apa yang
kita lihat dan menyebutkannya sebagai realitas”. ( Robbins, 2002 : 46).
Persepsi merupakan suatu proses dimana individu sangat menyadari akan
aspek lingkungannya. Persepsi akan timbul karena adanya rangsangan dari luar
yang akan menekan saraf sensor seseorang melalui indera penglihatan, peraba,
penciuman, pengecap, dan pendengar. Rangsangan disini akan diseleksi,
diorganisir oleh setiap individu dengan caranya sendiri dimana pengalaman dapat
diperoleh dari masa lalu atau dapat dipelajari dari orang lain sehingga individu
tersebut akan memperoleh pengalaman. Persepsi baru terbentuk bila ada
perhatian, pengertian, dan penerimaan dari individu sesuai dengan kebutuhan
individu dalam pengamatannya.
Hasil dari pengamatan individu tersebut akan membentuk suatu pandangan
terhadap suatu hal. Dalam keadaan yang sama, persepsi seseorang terhadap suatu
hal dapat berbeda dengan persepsi orang lain. Hal ini dikarenakan tiap manusia
mengalami proses penerimaan ( pemahaman ), dimana seseorang menafsirkan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
10
beberapa hal melalui panca inderanya agar dapat memberi makna pada
lingkungannya dan proses tersebut mempengaruhi perilakunnya.
Menurut Ujang ( 2000 : 12), persepsi adalah bagaimana cara kita
memandang dunia sekitar kita. Karena cara atau proses tersebut berbeda untuk
tiap individu sesuai keinginan, nilai-nilai serta harapan masing-masing individu,
maka persepsi mengenau suatu hal tersebut tentunya berbeda untuk setiap
individu. Selanjutnya masing-masing individu akan cenderung bertindak dan
beraksi berdasarkan persepsinya masing-masing.
Suatu dorongan yang sama tidak selalu menimbulkan tindakan-tindakan
yang sama pula, hal ini disebabkan oleh tanggapan (persepsi) yang berbeda
masing-masing individu. Persepsi mampu membedakan tindakan masing-masing
individu dalam proses pemuas kebutuhan. Persepsi menjembatani seseorang
dalam menbuktikan suatu kenyataan. Oleh karena itu, seseorang harus bisa
memilih dengan teliti informasi dan media massa apa yang pantas sesuai dengan
kebutuhannya, karena berbeda media berbeda pula cara penyampaiannya, dan
berbeda pemahamannya. Persepsi dapat juga disimpulkan sebagai proses kognitif
yang menyangkut penerimaan stimulus, mengorganisir, dan menafsirka masukan
unutk menciptakan bentuk yang bermakna nyata.
Seseorang mempunyai persepsi yang berbeda beda terhadap suatu obyek
rangsangan yang sama karena adanya tiga proses yang berkenaan dengan persepsi
yaitu penerimaan sumber rangsangan secara selektif, perubahan makna informasi
secara selektif yang mengingat sesuatu yang selektif.
Menurut Desiderato, persepsi merupakan pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan – hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
11
informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah pemberian makna kepada
stimulus indrawi ( sensori stimuli ). Hubungan sensasi dan persepsi sudah jelas.
Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu menafsirkan makna
informasi indrawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspetasi,
motivasi, dan juga memori. ( Rakhmat, 2003 : 51)
Menurut William Stanton, Persepsi dapat didefinisikan sebagai makna
yangkita pertahankan berdasarkan masa lalu, stimuli rangsangan yang kita terima
berdasarkan lima indera. Sedangkan menurut Bilson Simamora ( 2002 : 102),
persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses menyeleksi, mengorganisasikan
dan juga mengintrepetasikan stimuli kedalam suatu gambaran dunia yang berarti
dan menyeluruh
Dalam perspektif ilmu komunikasi, persepsi bisa diartikan sebagai inti dari
komunikasi itu sendiri, sedangkan penafsiran ( interpretasi ) inti dari persepsi
yangidentik dengan penyandian (decoding) dalam proses komunikasi. Hal ini
tampak pada definisi dari John R. Wenburg dan juga William W. Wilmor yang
mengatakan bahwa persepsi dapat didefinisikan sebagai cara organisme memberi
makna atau menurut Rudolf F. Verderbor, Bahwa persepsi adalah proses
menafsirkan informasi inderawi. ( Mulyana, 2001 : 107).
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk membentuk
sebuah persepsi, konsumen melakukan proses memilih, mengorganisasikan, dan
juga mengintrepetasikannya sebagai stimuli yang diterimanya mengenai suatu hal,
yang selanjutnya mengungkapkan pandangan, pendapat, maupun tanggapan
mengenai hal tersebut.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
12
Penilaian masyarakat terhadap sebuah produk tertentu bersifat positif dan
juga negatif. Semuanya tergantung dari individu atau masyarakat dalam
mempersepsikan produk yang ditawarkan, dibandingkan dengan harapan
konsumen yang seharusnya mereka terima. Jika dalam kenyataanya sama dengan
yang diharapkan, maka masyarakat akan memberikan penilaian yang positif
terhadap produk tersebut, tetapi bila ternyata produk yang diterima tidak sesuai
dengan harapan konsumen yang menggunakannya, maka masayarakat akan
memberikan penilaian yang negatif terhadap produk tersebut.
Menurut Linda L. Davidoff yang diterjemahkan oleh Mari Juniarti,
hakekat persepsi ada tiga, yaitu :
1. Persepsi bukanlah cermin realitas : orang seringkali menganggap bahwa
persepsi menyajikan atau pencerminan yang sempurna mengenai realitas atau
kenyataan. Persepsi bukanlah cermin. Pertama, indera kita tidak memberikan
respons terhadap aspek-aspek yang ada di dalam lingkungan. Kedua, manusia
seringkali melakukan persepsi rangsangan-rangsangan yang pada kenyataanya
tidak ada. Ketiga, persepsi manusia tergantung pada apa yang ia harapkan,
pengalaman, motivasi.
2. Persepsi : kemampuan kognitif yang multifaset pada awal pembentukan proses
persepsi, orang telah menentukan dahulu apa yang akan diperhatikan. Setiap
kali kita memusatkan perhatian, lebih besar kemungkinannya anda akan
memperoleh makna atau apa yang kita tangkap, lalu menghubungkannya
dengan pengalaman lalu, dan untuk kemudian hari ditinggal kembali.
Kesadaran dan ingatan juga dapat mempengaruhi persepsi.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
13
3. Atensi : peranannya pada persepsi, atensi atau perhatian adalah keterbukaan
kita untuk memilih sesuatu. Beberapa orang psikolog, melihat atensi sebagai
sejenis alat saring (filter) yang akan menyaring semua informasi pada detikdetik yang berbeda pada proses persepsi. ( Juariah, 2004 : 28 )
2.1.1.1. J enis Persepsi
Persepsi manusia terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Persepsi terhadap lingkungan fisik (objek) adalah persepsi manusia terhadap
objek diluar lambang-lambang fisik atau sifat – sifat luar dari suatu benda.
Dapat diartikan bahwa manusia dalam memiliki suatu benda mempunyai
persepsi yang berbeda beda. Dan persepsi terhadap objek bersifat status karena
objek tidak mempersiapkan manusia ketika manusia tersebut mempersiapkan
objek-objek tersebut.
2. Persepsi terhadap manusia adalah persepsi manusia terhadap orang melalui
sifat-sifat luar dan dalam ( perasaan, motif, dan harapan), dapat diartikan
manusia bersifat interaktif karena manusia akan mempersiapkannya dan
bersifat dinamis karena persepsi terhadap manusia bisa berubah-ubah dari
waktu ke waktu.
3. Persepsi terhadap lingkungan sosial adalah proses bagaimana seseorang
menangkap arti dari objek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dari
lingkungan kita. (Mulyana, 2001 : 172).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
14
2.1.1.2. Kar akter istik Persepsi
Menurut Busch dan Houston (1985) yang dikutip oleh Ujang Sumarwan
(2000 : 113), karakteristik persepsi dapat didefinisikan sebagai berikut :
1. Bersifat Selektif
Manusia mempunyai keterbatasan dalam hal kapasitas atau kemampuan
mereka dalam proses semua informasi dari lingkungan. Seseorang pasti
berhadapan dengan sub kumpulan yang terbatas dari objek-objek dan
peristiwa-peristiwa yangbanyak sekali dalam lingkungan mereka. Masyarakat
cenderung memperhatikan aspek lingkungan yang berhubungan dengan
urusan pribadi mereka. Mereka mengesampingkan urusan-urusan lain yang
tidak berkaitan dengan urusan pribadi mereka.
2. Terorganisir atau teratur
Suatu perangsang atau pendorong tidak bisa dianggap terisolasi dari
perangsang lain. Rangsangan – rangsangan dikelompokkan kedalam suatu
pola atau informasi yang membentuk keseluruhan. Jadi ketika seseorang
memperhatikan sesuatu, perangsang harus berusaha untuk mengatur.
3. Stimulus
Stimulus adalah apa yang dirasakan, dan arti yang terdapat didalamnya adalah
fungsi dari perangsang atau pendorong itu sendiri.
4. Subyektif
Persepsi merupakan fungsi faktor pribadi hal-hal yang berasal dari sifat
penikmat atau perasa, kebutuhan, nilai-nilai, motif, pengalaman masa lalu,
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
15
pola pikir dan kepribadian seseorang dalam individu memainkan suatu peran
dalam persepsi.
2.1.1.3 Faktor Yang Ber per an Dalam Per sepsi
Menurut Walgito (2001 : 70) dalam persepsi stimulus merupakan salah
satu faktor yang mempunyai peranan. Faktor – faktor yang berperan dalam
persepsi diantaranya adalah :
1. Objek yang dipersepsikan dimana objek menimbulkan stimulus yang mengenai
alat indera. Stimulus dapat datang dari luar individu yang bersangkutan.
Dapat diartikan bahwa konsumen dalam mempersepsikan suatu produk
dipengaruhi oleh rangsangan baik dari dalam maupun dari luar individu.
2.
Alat indera merupakan alat yang dipergunakan manusia dalam menerima
stimulus. Dengan mempunyai alat indera, maka konsumen dapat memberikan
respon terhadap suatu produk atau jasa yang ditawarkan produsen.
3. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu
yang ditujukan kepada sesuatu dan sekumpulan objek.Perhatian merupakan
langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi.
2.1.14. Pr oses Per sepsi
Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen, diantaranya :
1. Seleksi
Adalah proses penyaringan alat indera terhadap rangsangan dari luar,
intensitas, dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
2. Interpretasi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
16
Yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi
seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengalaman
masa lalu, motivasi, dll. Interpretasi
juga bergantung pada kemampuan
seseorang untuk mengadakan pengategorian informasi yang diterimanya.
3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku
sebagai reaksi. Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi,
dan pembulatan terhada[ informasi yang sampai. ( Sobur, 2003 : 447)
2.1.1.5. Pr oses Terjadinya Persepsi
Menurut Alex Sobur, (2003 : 449), proses terjadinya persepsi terdiri dari :
1. Terjadinya Stimulasi Alat Indera (sensory stimulation)
Pada tahapan pertama, alat-alat indera kita akan dirangsang. Setiap individu
pasti memiliki kemampuan penginderaan untuk merasakan stimulus
(rangsangan), walau kadang tidak selalu digunakan.
2. Stimulasi Terhadap Alat Indera Diatur
Pada tahap kedua, rangsangan terhadap alat indera diatur menurut berbagai
prinsip. Salah satu prinsip yang sering digunakan adalah prinsip proksimitas
(Proximity) atau kemiripan, sedangkan prinsip lain adalah kelengkapan
(Closure) atau kita mempersepsikan gambar atau pesan yang lengkap. Apa
kita persepsikan, juga kita tata kedalam suatu pola yang bermakna bagi kita,
pola ini belum tentu benar atau salah dari segi objektif tertentu.
3. Stimulasi Alat Indera Ditafsirkan-Dievaluasi
Langkah ketiga adalah penafsiran dan evaluasi yang tidak semata-mata
didasarkan pada rangsangan luar, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
17
pengalaman masa lalu, kebutuhan, keinginan, sistem, nilai, keyakinan,
keadaan fisik dan emosi pada saat itu, dan sebagainya yang ada pada diri kita.
Karena walaupun kita semua sama-sama menerima sebuah pesan, cara
masing-masing orang menafsirkan – mengevaluasinya adalah tidak sama.
2.1.2 Reception Analysis, Pemahaman Ter hadap Khalayak Aktif
Reception Analysis yang merupakan gabungan antara social science dan
humanis, memberikan penekanan penggunaan media sebagai refleksi dari
sejumlah konteks socio cultural dan pemaknaan pada produk budaya dan
pengalaman. Pendekatan humanis, menyumbangkan konsep bahwa komunikasi
massa adalah praktek produksi budaya, dan sirkulasi makna dalam konteks sosial.
Pendekatan social – science menyumbangkan model penelitian empiris yang
menghubungkan pesan media dan khalayaknya. Reception Analysis merupakan
riset khalayak yang mengkonstruksi data valid akan penerimaan, penggunaan, dan
dampak media terhadap khalayak (Jensen & Jankowski, 1991 : 135). Reception
Analysis berasumsi bahwa takkan ada efek tanpa adanya pemaknaan, maka
dibutuhkan peran aktif individu. Individu pengguna media dalam Reception
Analysis dilihat fiske dan de Certaeu sebagai active producer meaning , bukan
sekedar consumers media meaning. Khalayak memaknai teks media berdasarkan
pada lingkungan sosial dan budaya serta bagaimana khalayak menjalaninya
sebagai pengalaman
(http://www.Culstockndirect.co.uk/MUHome/cstml/index.html.2005).
Reception Analysis muncul karena selama ini riset mengenai media hanya
berkutat pada isi pesan dan bukan pada bagaimana hubungan antara isi media dan
khalayaknya. Metode ini telah disunakan oleh Janice Radway (1987) dalam
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
18
Reading The Romance, sebuah studi tentang interpretative community perempuan
pembaca novel pada tahun (1985). Ien Ang meneliti bagaimana penerimaan
khalayak terhadap serial Dallas yang menemukan bahwa khalayak memaknai
berbeda serial tersebut. David Morley pada tahun 1986, mengkaji tentang
bagaimana pemaknaan terhadap penggunaan televisi sebagai alat kekuasaan
patriarki (www.Culstock.Ndirect.co.uk:2005)
Berasarkan
model
“encoding-decoding”-nya,
Hall
dalam
Barker
mengatakan bahwa produksi makna tidak menjamin dikonsumsinya makna
tersebut sesuai apa yang dimaksud oleh produsennya (encoder) karena pesan –
pesan, yang dikonstruksi sebagai system tanda dengan berbagai komponen yang
multi penonjolan, bersifat polisemis, atau mereka memilikilebih dari satu
rangkaian makna potensial. Jika pemirsa bertempat pada posisi sosial yang
berbeda (dalam kelas gender, misalnya) dari para produser, dengan segala sumber
daya cultural yang ada pada mereka, mereka akan bisa membaca atau menafsirkan
(decode) program – program itu secara alternative (Barker 2005:43)
Sebagaimana dikutip dari McQuail, karakteristik dari Reception Analysis
adalah sebagai berikut :
1. Teks media harus “dibaca” melalui persepsi penonton, yang membangun
makna dan menikmati teks – teks media yang ditawarkan (dan tidak
pernah Proses menggunakan media dan bagaimana yang tetap atau
diprediksi). Terbentang dalam konteks tertentu objek pusat kepentingan
menggunakan media biasanya situasi khusus dan tugas – berorientasi
sosial
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
19
2. Pemirsa envolve keluar dari partisipasi dalam komunitas “penafsiran”
untuk media tertentu genre sering terdiri atas “komunitas terpisah
interpretasi” yang berbagi banyak bentuk yang sama wacana dan kerangka
penonton tidak pernah pasif, dan kerja untuk membuat rasa media. Tidak
semua anggota mereka bersama – sama, karena beberapa fans akan
menggunakan metode yang lebih berpengalaman atau lebih aktif daripada
yang lain. Harus “kualitatif” dan mendalam, sering etnografi, mengingat
isi, penerimaan tindakan, dan konteks bersama – sama. (Indolf dalam
McQuail 197:19)
Dari karakteristik tersebut diatas, dapat diketahui bahwa Reception
Analyisis merupakan sebuah pendekatan yang melihat bagaimana khalayak secara
aktif memberikan makna terhadap teks media dalam Reception Analysis dipahami
sebagai penerimaan. Proses penerimaan ini melibatkan semua unsur dan latar
belakang budaya yang dimiliki oleh masing – masing individu.
Audience “decode” the meanings proposed by sources according to their
own perspective and wishes, although often within some shared framework or
experience. (Mcquail 1997:101)
Penerimaan tersebut tidak dapat diprediksi sebelumnya, karena masing –
masing individu memaknai sebuah teks media berdasarkan field of experience dan
frame of reference yang masing – masing berbeda satu sama lain. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan metode Reception Analysis karena metode
ini merupakan metode yang paling tepat untuk mengetahui bagaimana pemaknaan
khalayak terhadap suatu teks media, sementara penelitian ini pun berusaha untuk
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
20
mengeksplorasi bagaimana para informan yang berbeda memaknai suatu berita
berdasarkan field of experience dan frame of reference- nya.
2.1.2.1 Encoding – Decoding
Pendekatan khalayak aktif semakin berkembang sebagai reaksi terhadap
berbagai kajian khalayak yang mengasumsikan bahwa khalayak mengkonsumsi
media secara pasif, dengan makna dan pesan dari media yang dengan mudah
diterima oleh khalayak. Chris Barker dalam bukunya, Cultural Studies teori dan
praktek menyatakan bahwa pemirsa televisi bukanlah massa homogeny (tak
deferensiasi) yang merupakan kumpulan individu yang saling terisolasi.
Menonton televisi merupakan kegiatan yang sosial dan cultural yang pada intinya
berkaitan dengan makna. Pemirsa merupakan pencipta makna yang aktif dalam
hubungannya dengan televisi (mereka tidak semata – mata menerima tekstual
begitu saja) dan mereka melakukannya berdasarkan kompetensi cultural yang
telah diperoleh sebelumnya dalam konteks bahasa hubungan sosial. Juga, teks
dipandang memiliki makna yang multibentuk (polisemi) dan bukannya
mengandung suatu set makna yang jelas atau tidak ambigu.
Teks adalah pembawa beragam makna, yang suma sebagiannya diterima
pemirsa. Pemirsa yang terbentuk secara berbeda akan menanggapi makna tekstual
yang berbeda juga ( Barker, 2005 : 354-355)
Barker menekankan bahwa pemirsa atau khalayak yang berbeda akan
menanggapai makna teks secara berbeda, bergantung pada budaya yang
membentuk khalayak tersebut. Hal ini berarti bahwa makna tidak terdapat pada
teks itu sendiri, melainkan terdapat pada individu. Makna diciptakan melalui
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
21
hubungan antar teks dan pembaca teks itu sendiri. Individu melakukan negosiasi
makna terhadap teks. Latar belakang budaya masing – masing khalayaknya yang
akhirnya menjelaskan mengapa satu khalayak memaknai teks sedemikian rupa,
sementara yang lain tidak.
Proses negosiasi makna seperti diatas tidak lepas dari proses encoding –
decoding.
Hall
dalam
Barker
memahami
proses
encoding
(
proses
menanamkankode – kode dalam teks ) sebagai artikulasi dari momen – momen
produksi, sirkulasi, distribusi, dan reproduksi yang bisa dibedakan tapi saling
terkait. Diproduksinya makna tidak menjamin dikonsumsinya makna tersebut
sebagaimana dimaksud para encoder (penanam/penyampai kode) karena pesan
media, yang terkonstruksi sebagai system tanda dengan berbagai komponen yang
aksentuasinya beragam, bersifat polisemi (Barker, 2005:356). Makna dan pesan
tidak sekedar ditransmisikan, keduanya senantiasa diproduksi : pertama oleh sang
pelaku encoding dari bahan “mentah” kehidupan sehari – hari ; kedua, oleh
khalayak dalam kaitannya dengan lokasinya pada wacana – wacana lainnya.
Selain itu, sebagaimana dijabarkan Hall, momen encoding dan decoding mungkin
tidak benar – benar simetris. Para profesional media mungkin menginginkan
decoding sama dengan encoding, namun mereka tidak bisa memastikan atau
menjauhi hal ini (Storey, 2007:14)
Hall menyatakan tiga posisi khalayak dalam proses decoding. Yang
pertama adalah dominant hegemonic . Dalam posisi ini, khalayak menerima
menyetujui makna yang disodorkanoleh teks atau yang disebut dengan preferred
meaning. Kedua adalah negotiated code, dimana pada proses decoding ini
informan menolak makna yang disordorkanoleh teks (Storey, 2007:14-16).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
22
Pendek kata, pesan – pesan tersebut membawa beragam makna dan bisa
ditafsirkan secara berbeda – beda. Bukan berarti bahwa semua makna punya
kedudukan yang sejajar, teks akan terstruktur dalam dominasi yang mengarahkan
pada suatu makna yang lebih diinginkan, makna yang disodorkan pada kita oleh
teks. Khalayak yang memiliki kode – kode cultural yang serupa dengan para
encoder akan melakukan decoder pesan – pesan yang disampaikan dengan
kerangka yang sama. Akan tetapi kalau berada pada posisi sosial yang berbeda,
maka proses decode pesan bisa mengambil jalan alternatif (Barker, 2005:356357). Artinya, bahwa seseorang pengarang, editor, atau apapun yang bertindak
sebagai komunikator dalam proses komunikasi tidak dapat memastikan bahwa
makna pesan yang disampaikan akan diterima sama persis oleh khalayak karena
adanya perbedaan latar belakang, kecuali jika kedua belah pihak memiliki
kacamata budaya yang sama.
2.1.3 Masyarakat
Masyarakat adalah suatu kata yang sudah tidak asing lagi bagi telinga kita,
karena kita sendiri berada ditengah masyarakat, sejak berada di bangku sekolah
dasar, kita telah diajarkan tentang kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam,
namun apakah definisi sebenarnya dari masyarakat itu sendiri, yaitu :
Menurut Soerjono Soekanto (1983 : 447 ), masyarakat adalah suatu sistem
sosial yang menghasilkan kebudayaan, di dalam masyarakat setidaknya memuat
unsur sebagai berikut ini :
1. Berangotakan minimal dua orang.
2. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
23
3. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia baru
yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan antar
anggota masyarakat.
4. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan
satu sama lain sebagai anggota masyarakat.
Berbeda dengan Soerjono Soekanto, Menurut Paul B. Horton & C. Hunt
masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersamasama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu,
mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam
kelompok
/
kumpulan
manusia
tersebut.
http://organisasi.org/pengertian-
masyarakat-unsur-dan-kriteria-masyarakat-dalam-kehidupan-sosial-antar-manusia
2.1.4 Fungsi
Menurut kamus Bahasa Indonesia fungsi berarti jabatan atau pekerjaan yang
dilakukan. Menurut kamus WEBSTER, function yang berati fungsi dalam bahasa
Indonesia, berarti suatu kinerja, pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan struktur.
Selain itu menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia no. 79 tahun 1969,
fungsi adalah sekelompok pekerjaan kegiatan-kegiatan dan usaha yang satu
dengan yang lainnya ada hubungan erat untuk melaksanakan segi-segi tugas
pokok.
2.1.5 Kepolisian
Istilah “polisi” berasal dari bahasa latin, yaitu “politia”, artinya tata negara,
kehidupan politik, kemudian menjadi “police” (Inggris), “polite” (Belanda),
“polizei” (Jerman) dan menjadi “polisi” (Indonesia), yaitu suatu badan yang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
24
menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan menjadi penyidik perkara
kriminal. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah Kepolisian
Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri
mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Polri dipimpin
oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).
Adapun Kepolisian menurut Undang-undang Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 1997 pasal 1 dan Undang-Undang Kepolisian
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 pasal 1 ialah segala hal-ihwal yang
berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian
Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri
mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Polri dipimpin
oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).
Pada awal mulanya, Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah bagian
dari
ABRI
(Angkatan
Bersenjata
Republik
Indonesia).
Namun,
sejak
dikeluarkannya Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002, status
Kepolisian Republik Indonesia sudah tidak lagi menjadi bagian dari ABRI. Hal ini
dikarenakan adanya perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan yang
menegaskan pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi masingmasing.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
25
2.1.5.1 Fungsi Kepolisian
Kata ‘fungsi’ berasal dari bahasa inggris “function”. Menurut kamus
WEBSTER, “function” berarti performance; the special work done by an
structure. Selain itu menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 79
Tahun 1969 (lampiran 3), fungsi adalah sekelompok pekerjaan kegiatan-kegiatan
dan usaha yang satu sama lainnya ada hubungan erat untuk melaksanakan segisegi tugas pokok. Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa fungsi adalah
merupakan segala kegiatan dan usaha yang dilakukan dalam rangka melaksanakan
tugas sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan.
Fungsi kepolisian yaitu:
1. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban masyarakat yaitu polisi secara luas
bertanggung jawab pada kenyamanan rakyat dengan menekan angka
kriminalitas tinggi.
2. Penegakan hukum yaitu melakukan menindak lanjuti secara tegas para
pelanggar hukum tanpa mendiskriminasi dan tidak tebang pilih.
3. Perlindungan
PASCA PEMBERITAAN KASUS GAYUS TAMBUNAN
(Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Masyarakat Surabaya Terhadap
Lembaga Kepolisian Dalam Penanganan Kasus Mafia Perpajakan)
SKRIPSI
Ditujukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada
FISIP UPN “VETERAN” J AWA TIMUR
oleh :
DEA ESTEE KOEN
0643010309
YAYASAN KEJ UANGAN PANGLIMA BESAR SUDIRMAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL”VETERAN”J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
J URUSAN ILMU KOMUNIKASI
2011
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Hi Rabbil Alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi
rahmat berupa kesehatan, kesempatan, serta ilmu sehingga tidaklah kita menjadi makhluk yang
tiada bermanfaat. Shalawat serta salam juga tertuju pada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW,yang karena jasa beliaulah kita semua dapat manjadi manusia yang sempurna dengan
kesempurnaan
Kebanggaan penulis bukanlah pada selesai nya proposal ini, melainkan kemenangan ini
dapat dicapai tidak lepas dari bantuan berbagai pihak selama proses penyelesaian proposal ini,
penulis wajib mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dra. Hj. Suparwati, M.Si Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas
Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Juwito S.Sos.Msi Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial
Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Dra.Sumardjiati.Msi, dosen pembimbing yang telah banyak memberikan waktu dan
bimbingannya.
4. Papa ,Mama, dan keluarga besar yang setiap hari tiada henti memarahi dan memberikan
pencerahan pada penulis untuk segera menyelesaikan proses penelitian yang di buat oleh
penulis.
5. Dan kepada semua yang telah mendukung penyelesaian proposal penelitian ini.
Surabaya , November 2011
Penulis
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dani menyebutkan sumber.
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
Halaman Judul .................................................................................................
i
Halaman Pengesahan .......................................................................................
ii
Kata Pengantar ................................................................................................
iii
Daftar Isi .........................................................................................................
iv
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ..............................................................................
7
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................
7
1.4 Kegunaan Penelitian ...........................................................................
7
KAJIAN PUSTAKA .....................................................................................
8
2.1 Landasan Teori .....................................................................................
8
2.1.1 Persepsi ...............................................................................
8
2.1.1.1 Jenis Persepsi .....................................................
13
2.1.1.2 Karakteristik Persepsi ........................................
14
2.1.1.3 Faktor yang Berperan Dalam Persepsi ...............
15
2.1.1.4 Proses Persepsi ...................................................
15
2.1.1.5 Proses Terjadinya Persepsi ................................
16
2.1.2 Reception Analysis, Pemahaman Terhadap Khalayak Aktif
17
2.1.2.1 Encoding – Decoding ........................................
20
2.1.3 Masyarakat.............................................................................
22
2.1.4 Fungsi ...................................................................................
23
2.1.5 Kepolisian .............................................................................
23
2.1.5.1 Fungsi Kepolisian ..............................................
25
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB.III METODELOGI PENELITIAN........................................................................
28
3.1 Jenis Penelitian ......................................................................................
28
3.2 Definisi Konseptual ..............................................................................
29
3.2.1 Fungsi ......................................................................................
29
3.2.1.1 Fungsi Kepolisian ..................................................
29
3.2.2 Persepsi ...................................................................................
30
3.3 Informan ...............................................................................................
30
3.4 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................
31
3.5 Teknik Analisis Data .............................................................................
32
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
34
4.1 Masyarakat Dan Pengamat Hukum di Surabaya ..................................
34
4.1.1 Penyajian Data ........................................................................
40
4.1.2 Identitas Informan ...................................................................
40
4.2 Analisis Data .........................................................................................
59
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
69
5.1 Kesimpulan ...........................................................................................
69
5.2 Saran .....................................................................................................
70
Daftar Pustaka ..................................................................................................
71
Lampiran ..........................................................................................................
72
BABIV
BAB V
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
ABSTRAKSI
DEA ESTEE KOEN, PERSEPSI MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP LEMBAGA
KEPOLISIAN PASCA PEMBERITAAN KASUS GAYUS TAMBUNAN (Studi Deskriptif
Kualitatif Mengenai Per sepsi Masyarakat Surabaya Terhadap Lembaga Kepolisian Dalam
Penanganan Kasus Mafia Perpajakan)
Persepsi masyarakat yang muncul sering dipengaruhi pemberitaan oleh media massa.
Melalui pemberitaan tersebut masyarakat memaknai informasi yang disampaikan oleh media
tersebut. Indonesia beberapa waktu belakangan ini telah melalui berbagai peristiwa yang
meramaikan dunia politik di Indonesia, salah satunya yang menjadi fokus perhatian adalah kasus
mafia perpajakan yang di perankan oleh Gayus Tambunan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat Surabaya terhadap
lembaga kepolisian pasca pemberitaan kasus Gayus Tambunan. Penelitian ini diharapkan dapat
digunakan untuk meneliti persepsi masyarakat Surabaya terhadap kredibilitas dan kinerja
Kepolisian dalam penanganan kasus mafia perpajakan yang melibatkan Gayus Tambunan.
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini pemberitaan melalui stasiun televisi,
dan media internet sebagai media komunikasi massa, beberapa informan sebagai penikmat berita
yang memberikan reaksi, pemberitaan mengenai kasus Gayus Tambunan, serta persepsi yang
dihasilkan dari beberapa informan.Penelitian ini menggunakan teori komunikasi Reception
Analysis, karena metode Reception Analysis ini merupakan metode yang paling tepat untuk
mengetahui bagaimana pemaknaan khalayak terhadap suatu teks media, sementara penelitian ini
pun berusaha untuk mengkesplorasi bagaimana pendidik yang berbeda memaknai satu teks yang
berdasarkan field of experience dan frame of reference- nya. Jadi jelaslah reaksi – reaksi pada
masyarakat diakibatkan stimulasi dari media massa melalui pemberitaan. Meski pada individu
yang berbeda, terjadi reaksi yang ditimbulkan berbeda pula.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan
cara mengumpulkan data melalui hasil wawancara secara mendalam (indepth interview).
Wawancara dilakukan pada informan – informan yang telah dipilih sesuai dengan karakteristik
yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Teknik penelitian ini menentukan 4 informan yang berasal
dari kalangan pengamat hukum dan kuasa hukum, sebagai informan ahli dalam penanganan
kasus hukum. Dan kalangan pegawai negeri, dan ibu rumah tangga sebagai orang awam. Telah
dipastikan bahwa keempat informan yang telah dipilih, mengikuti perkembangan kasus Gayus
Tambunan melalui pemberitaan di televisi dan media massa internet sebagai subyek yang akan
diteliti
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini bahwa masyarakat Surabaya memberikan
persepsi yang negatif pada lembaga kepolisian setelah pemberitaan terjadi. Dengan alasan,
bahwa pada setiap pemberitaannya menunjukkan lemahnya investigasi dari kepolisian, dan
kejujuran yang dilakukan oleh pihak oknum kepolisian dalam penanganan kasus mafia
perpajakan yang didalangi oleh Gayus Tambunan. Diharapkan untuk kedepan, kepolisian dapat
lebih meningkatkan mutu, SDM, Intelektualnya, juga kejujuran yang terpenting agar
mendapatkan kredibilitas yang layak dimata masyarakat.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan manusia tidak bisa lepas dari komunikasi massa. Baik
disadari maupun tidak disadari oleh manusia. Komunikasi massa adalah komunikasi
yang menggunakan atau pesannya disalurkan melalui media massa. Media massa
sangat penting kehadirannya karena keunggulannya dalam menyajikan berbagai
informasi kepada khalayak secara cepat dan luas.
Media massa memiliki pengaruh besar kepada masyarakat, karena persepsi
masyarakat muncul dari pemberitaan melalui media massa. Melalui pemberitaan
tersebut masyarakat memaknai informasi yang disampaikan oleh media tersebut.
Tetapi masyarakat tidak melihat keseluruhan informasi yang diberitakan oleh media
massa, masyarakat lebih menyeleksi informasi yang diterima, persepsi adalah proses
ketika kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang memengaruhi indra kita
(Devito, 1997:75)
Pada abad 21 ini perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
membuat media massa menjadi sangat penting dalam kehidupan masyarakat modern.
Media elektronik,media cetak, bahkan media internet. Dari sekian banyaknya
stimulus dari media yang telah berkembang pesat tersebut, masyarakat menyeleksi
informasi yang telah diberitakan. Hingga berita yang telah direspon oleh masyarakat
tersebut menjadi sebuah pemberitaan yang lebih luas dan menjadi sorotan atau
menjadi pusat perhatian.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2
Indonesia beberapa waktu belakangan ini telah melalui berbagai peristiwa
yang meramaikan dunia politik di Indonesia, salah satunya yang menjadi fokus
perhatian adalah kasus mafia perpajakan yang di perankan oleh Gayus Tambunan.
Banyak media massa baik cetak maupun elektronik bahkan media internet
memberitakan tentang kasus mafia perpajakan ini. Seperti beberapa waktu lalu yang
menyebutkan bahwa Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mempertanyakan
sikap Polri yang menunda gelar perkara kasus Gayus Tambunan, dan meminta Polri
harus
menjelaskan kepada
publik
alasan
penundaan tersebut.
Kompolnas
beranggapan sikap Polri yang menunda gelar perkara KPK bisa menimbulkan
pertanyaan. Padahal, publik sudah bereaksi positif menyambut gelar perkara tersebut.
Sebelumnya Mabes Polri menyatakan menunda acara gelar perkara kasus Gayus
bersama KPK, Kejaksaan, dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Dirjen Pajak,
dan PPATK.
Berita yang dimuat di situs Detik.com pada tanggal
30/11/2010, setelah
Penundaan yang dilakukan Polri, menyusul kabar terbaru dari kepolisian, entah dapat
dikatakan berita baik atau tidak tetapi Polri mengatakan bahwa Polri telah
mengantongi Saksi Penting dari kasus penyuapan yang dilakukan oleh Gayus
Tambunan. Saksi tersebut penting untuk mengungkap asal usul uang 28 Milyar
rupiah yang ada di rekening Gayus Tambunan. Saksi yang akan dimintai keterangan
tersebut merupakan saksi yang dapat memperkuat sangkaan kepada Gayus
Tambunan, karena saksi ini merupakan pihak yang mengetahui proses penyuapan
kepada Gayus Tambunan.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3
Menurut pemberitaan dari situs lain yaitu Okezone.com Hal ini mungkin
dapat dikatakan kemajuan dari pihak kepolisian yang mulai lebih serius dalam
penanganan kasus mafia perpajakan ini, selain menetapkan saksi penting, sebelumnya
polri juga mulai fokus menyelidiki perusahaan yang jadi 'pasien' mafia pajak Gayus
Tambunan. Dari 151 perusahaan, Polri memprioritaskan penyelidikan terhadap
belasan perusahaan.telah memeriksa 72 dari 151 data wajib pajak yang pernah
ditangani terdakwa mafia hukum Gayus Tambunan. Setelah semuanya selesai, Polri
akan menyerahkan hasilnya kepada Kementerian Keuangan. Sebelumnya diberitakan,
penanganan 151 wajib pajak, terungkap Gayus menangani 44 perusahaan wajib pajak
yang terdiri dari 138 perkara. Dari jumlah itu pengadilan pajak menjatuhkan putusan
98 perkara diterima baik sebagian maupun seluruhnya dan 45 perkara ditolak.
Berita yang di muat di situs Detik.com yang lebih baru pada tanggal Selasa,
22/02/2011 menyatakan polri mulai mengerucutkan penyelidikan jumlah perusahaan
wajib pajak yang pernah ditangani Gayus Tambunan. Namun, Polri membantah ada
intervensi terkait fokus arah penyelidikan. Penyidik telah memfokuskan pemeriksaan
terhadap jumlah perusahaan yang diduga terkait mafia pajak. Dari fokus 44
perusahaan, penyidik memprioritaskan belasan perusahaan. Menurut Kabagpenum
Mabes Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar bahwa ke sembilan belas perusahaan
tersebut diduga memiliki indikasi pelanggaran. Selain itu Polri mengaku bergerak
cepat untuk merespons 12 instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Kasus mafia pajak Gayus Tambunan akan diinvestigasi ramai-ramai hal itu
ditegaskan Kadivhumas Polri Irjen Anton Bachrul Alam di Mabes Polri. Kapolri
Jenderal Timur Pradopo, kata Anton, telah mengambil langkah-langkah yakni dengan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4
mengumpulkan jajaran Bareskrim. Selain itu, Timur juga mengeluarkan surat
perintah untuk memperkuat penyidikan kasus Gayus Tambunan dan Bank Century.
Dalam berita harian Kompas yang terbit pada Rabu, 30 Juni 2010, disitu di
jelaskan bahwa Bareskrim Mabes Polri kembali membidik atasan tersangka Gayus
Halomoan Tambunan lain terkait mafia pajak. Kepala Bidang Penerangan Umum
Mabes Polri Kombes (Pol) Marwoto Soeto, mengatakan, pihaknya akan memeriksa
seorang atasan Gayus dalam waktu dekat. Polri telah menetapkan dua pegawai
Direktorat Jenderal Pajak yakni Maruli Pandapotan Manurung dan Humala
Napitupulu yang pernah menjadi atasan Gayus. Keduanya sudah ditahan di rumah
tahanan Bareskrim Mabes Polri. Maruli adalah Kepala Seksi Pengurangan dan
Keberatan I Direktorat Keberatan dan Banding di Dirjen Pajak. Dia ditetapkan
sebagai tersangka terkait penanganan keberatan pajak yang diajukan PT. SAT.
Sedangkan Maruli pernah berkerja satu tim saat tangani keberatan pajak.
Masih dalam media massa yang sama yaitu Kompas yang terbit pada Selasa,
12 April 2011, Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo berjanji akan mengusut tuntas
atasan dan rekan terpidana kasus korupsi pajak Gayus HP Tambunan yang disebut
dalam dakwaan jaksa penuntut umum dan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan. Beberapa nama itu termasuk atasan Gayus Tambunan di Direktorat Jenderal
Pajak Maruli Pandapotan Manurung dan rekan Gayus, seperti Humala Napitupulu
dan Bambang Heru Ismiarso. Beberapa pihak sempat mempertanyakan tentang
tanggung jawab berjenjang, Kapolri menjawab akan ditindak lanjuti berdasarkan
vonis pengadilan untuk Gayus
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
5
Kasus mafia perpajakan ini seperti tidak ada penyelesaiannya hingga saat ini,
dan semakin melebarnya kasus hingga mencatut nama nama petinggi negara, hal ini
menarik perhatian penulis untuk mengangkat kasus ini untuk dijadikan penelitian.
Adapun kebutuhan – kebutuhan yang dapat mendorong masyarakat untuk
menggunakan media tertentu antar lain adalah kebutuhan akan informasi ( kognitif),
kebutuhan untuk memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam
kehidupan khalayak itu sendiri (identitas personal), kebutuhan akan integrasi dan
interaksi social (integrasi dan interaksi social), serta kebutuhan akan hiburan (
diversi) (Mc Quail, 2002:72 ).
Secara umum beberapa kebutuhan yang dapat di penuhi oleh media massa
adalah kebutuhan akan informasi (kognitif), kebutuhan akan hiburan (diversi),
kebutuhan untuk memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam
kehidupan atau situasi khalayak sendiri ( identitas personal) ( Rakhmat,2001 :66 ).
Jadi kebutuhan untuk mengikuti pemberitaan kasus Gayus Tambunan, sebagai
jawaban adanya kebutuhan untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat tentang
perkembangan pemberitaan mengenai kasus Gayus Tambunan bisa memberikan
informasi, wawasan, pengetahuan bagi masyarakat.
Persepsi itu sendiri merupakan inti dari komunikasi, sedangkan penafsiran
(interpretasi) adalah inti dari persepsi yang identik dengan penyandian bali
(decoding) dalam proses komunikasi. ( Mulyana, 2001 : 167 ).
Persepsi merupakan penilaian atas cara pandang individu terhadap suatu objek
yang dilatarbelakangi oleh pengalaman masing-masing individu terhadap objek yang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
6
berbeda-beda dan tingkat pengetahuan yang berkaitan dengan transmisi, pengetahuan,
keterampilan, dan juga kepercayaan.
Dalam sebuah proses persepsi, banyak rangsangan yang sampai pada kita
melalui panca indera kita, namun kita tidak menyampaikan itu semua secara acak.
Alih-alih kita mengenali objek tersebut secara spesifik, dan kejadian-kejadian tertentu
yang memiliki pola tertentu. Alasannya sederhana saja, karena persepsi kita adalah
suatu proses aktif yang menuntut suatu tatanan dan makna atas berbagai rangsangan
yang kita terima ( Mulyana, 2001 : 170 )
Atensi tidak dapat terelakkan karena sebelum kita merespon atau menafsirkan
kejadian atau rangsangan apapun, kita harus terlebih dahulu memperhatikan kejadian
atau rangsangan tersebut. Ini berarti bahwa persepsi mensyaratkan kehadiran suatu
objek untuk dipersepsi, termasuk orang lain dan juga diri sendiri. Dalam banyak
kasus, rangsangan yang menarik perhatian kita cenderung dianggap sebagai penyebab
kejadian-kejadian berikutnya. ( Mulyana, 2001 : 169 ).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
7
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka di rumuskan permasalahan
sebagai berikut: “Bagaimana Persepsi Masyarakat Tentang Kredibilitas Kepolisian
Mengenai Penyelesaian Kasus Mafia Perpajakan Gayus Tambunan“
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Bagaimana persepsi masyarakat
tentang kredibilitas kepolisian mengenai penyelesaian kasus mafia perpajakan Gayus
Tambunan
1.3 Kegunaan Penelitian
1. kegunaan teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan atau landasan
pemikiran pada ilmu komunikasi mengenai persepsi tentang suatu pemberitaan.
2. kegunaan praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan khalayak
media massa dalam melihat kredibilitas penegak hukum dalam menuntaskan kasus
mafia hukum di negara Indonesia.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
8
BAB II
KAJ IAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teor i
2.1.1 Per sepsi
Persepsi adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
gambaran mengenai sesuatu melalui pemilihan, pengetahuan, dan pergantian
informasi tentang sesuatu tersebut. Tindakan seseorang terhadap sesuatu hal
banyak dipengaruhi oleh hal hal tersebut.
Persepsi menurut Deddy Mulyana (2001 : 167) adalah proses internal yang
memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan
dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Persepsi
merupakan inti komunikasi. Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi
tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang
menentukan kita memiliki suatu pesan dan mengabaikan pesan lain. Semakin
tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, dan sebagai konsekuensinya
semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas.
Selain definisi persepsi diata, peneliti akan memberikan beberapa definisi
persepsi menurut beberapa ahli, diantaranya menurut Brian Fellows bahwa
persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisasi menerima dan
menganalisis informasi. Kennedy A. Sereno dan Edward M. Bodaken berpendapat
bahwa persepsi adalah sesuatu yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran
akan sekeliling dan lingkungan kita. Berbeda dengan Phillip Goodacre dan
Jennifer Follers yang lebih berpendapat bahwa persepsi merupakan proses mental
yang digunakan untuk mengenali rangsangannya. Sedangkan menurut Joseph A.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
9
Devito persepsi adalah proses dengan apa kita menjadi sadar akan banyaknya
stimulus yang mempengaruhi indera kita (Rakhmat, 2003 : 58)
Stephen P. Robins dalam bukunya Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi,
menjelaskan bahwa persepsi adalah : “Suatu proses dimana individu
mengorganisasikan dan mengintrepetasikan kesan sensori mereka untuk memberi
arti pada lingkungan mereka. Riset tentang Persepsi secara konsisten
menunjukkan bahwa individu yang berbeda dapat melihat hal yang sama, tetapi
memahaminya secara berbeda. Kenyataannya adalah bahwa tak seorangpun dari
kita yang melihat realitas yang kita lakukan adalah mengintrepetasikan apa yang
kita lihat dan menyebutkannya sebagai realitas”. ( Robbins, 2002 : 46).
Persepsi merupakan suatu proses dimana individu sangat menyadari akan
aspek lingkungannya. Persepsi akan timbul karena adanya rangsangan dari luar
yang akan menekan saraf sensor seseorang melalui indera penglihatan, peraba,
penciuman, pengecap, dan pendengar. Rangsangan disini akan diseleksi,
diorganisir oleh setiap individu dengan caranya sendiri dimana pengalaman dapat
diperoleh dari masa lalu atau dapat dipelajari dari orang lain sehingga individu
tersebut akan memperoleh pengalaman. Persepsi baru terbentuk bila ada
perhatian, pengertian, dan penerimaan dari individu sesuai dengan kebutuhan
individu dalam pengamatannya.
Hasil dari pengamatan individu tersebut akan membentuk suatu pandangan
terhadap suatu hal. Dalam keadaan yang sama, persepsi seseorang terhadap suatu
hal dapat berbeda dengan persepsi orang lain. Hal ini dikarenakan tiap manusia
mengalami proses penerimaan ( pemahaman ), dimana seseorang menafsirkan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
10
beberapa hal melalui panca inderanya agar dapat memberi makna pada
lingkungannya dan proses tersebut mempengaruhi perilakunnya.
Menurut Ujang ( 2000 : 12), persepsi adalah bagaimana cara kita
memandang dunia sekitar kita. Karena cara atau proses tersebut berbeda untuk
tiap individu sesuai keinginan, nilai-nilai serta harapan masing-masing individu,
maka persepsi mengenau suatu hal tersebut tentunya berbeda untuk setiap
individu. Selanjutnya masing-masing individu akan cenderung bertindak dan
beraksi berdasarkan persepsinya masing-masing.
Suatu dorongan yang sama tidak selalu menimbulkan tindakan-tindakan
yang sama pula, hal ini disebabkan oleh tanggapan (persepsi) yang berbeda
masing-masing individu. Persepsi mampu membedakan tindakan masing-masing
individu dalam proses pemuas kebutuhan. Persepsi menjembatani seseorang
dalam menbuktikan suatu kenyataan. Oleh karena itu, seseorang harus bisa
memilih dengan teliti informasi dan media massa apa yang pantas sesuai dengan
kebutuhannya, karena berbeda media berbeda pula cara penyampaiannya, dan
berbeda pemahamannya. Persepsi dapat juga disimpulkan sebagai proses kognitif
yang menyangkut penerimaan stimulus, mengorganisir, dan menafsirka masukan
unutk menciptakan bentuk yang bermakna nyata.
Seseorang mempunyai persepsi yang berbeda beda terhadap suatu obyek
rangsangan yang sama karena adanya tiga proses yang berkenaan dengan persepsi
yaitu penerimaan sumber rangsangan secara selektif, perubahan makna informasi
secara selektif yang mengingat sesuatu yang selektif.
Menurut Desiderato, persepsi merupakan pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan – hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
11
informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah pemberian makna kepada
stimulus indrawi ( sensori stimuli ). Hubungan sensasi dan persepsi sudah jelas.
Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu menafsirkan makna
informasi indrawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspetasi,
motivasi, dan juga memori. ( Rakhmat, 2003 : 51)
Menurut William Stanton, Persepsi dapat didefinisikan sebagai makna
yangkita pertahankan berdasarkan masa lalu, stimuli rangsangan yang kita terima
berdasarkan lima indera. Sedangkan menurut Bilson Simamora ( 2002 : 102),
persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses menyeleksi, mengorganisasikan
dan juga mengintrepetasikan stimuli kedalam suatu gambaran dunia yang berarti
dan menyeluruh
Dalam perspektif ilmu komunikasi, persepsi bisa diartikan sebagai inti dari
komunikasi itu sendiri, sedangkan penafsiran ( interpretasi ) inti dari persepsi
yangidentik dengan penyandian (decoding) dalam proses komunikasi. Hal ini
tampak pada definisi dari John R. Wenburg dan juga William W. Wilmor yang
mengatakan bahwa persepsi dapat didefinisikan sebagai cara organisme memberi
makna atau menurut Rudolf F. Verderbor, Bahwa persepsi adalah proses
menafsirkan informasi inderawi. ( Mulyana, 2001 : 107).
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk membentuk
sebuah persepsi, konsumen melakukan proses memilih, mengorganisasikan, dan
juga mengintrepetasikannya sebagai stimuli yang diterimanya mengenai suatu hal,
yang selanjutnya mengungkapkan pandangan, pendapat, maupun tanggapan
mengenai hal tersebut.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
12
Penilaian masyarakat terhadap sebuah produk tertentu bersifat positif dan
juga negatif. Semuanya tergantung dari individu atau masyarakat dalam
mempersepsikan produk yang ditawarkan, dibandingkan dengan harapan
konsumen yang seharusnya mereka terima. Jika dalam kenyataanya sama dengan
yang diharapkan, maka masyarakat akan memberikan penilaian yang positif
terhadap produk tersebut, tetapi bila ternyata produk yang diterima tidak sesuai
dengan harapan konsumen yang menggunakannya, maka masayarakat akan
memberikan penilaian yang negatif terhadap produk tersebut.
Menurut Linda L. Davidoff yang diterjemahkan oleh Mari Juniarti,
hakekat persepsi ada tiga, yaitu :
1. Persepsi bukanlah cermin realitas : orang seringkali menganggap bahwa
persepsi menyajikan atau pencerminan yang sempurna mengenai realitas atau
kenyataan. Persepsi bukanlah cermin. Pertama, indera kita tidak memberikan
respons terhadap aspek-aspek yang ada di dalam lingkungan. Kedua, manusia
seringkali melakukan persepsi rangsangan-rangsangan yang pada kenyataanya
tidak ada. Ketiga, persepsi manusia tergantung pada apa yang ia harapkan,
pengalaman, motivasi.
2. Persepsi : kemampuan kognitif yang multifaset pada awal pembentukan proses
persepsi, orang telah menentukan dahulu apa yang akan diperhatikan. Setiap
kali kita memusatkan perhatian, lebih besar kemungkinannya anda akan
memperoleh makna atau apa yang kita tangkap, lalu menghubungkannya
dengan pengalaman lalu, dan untuk kemudian hari ditinggal kembali.
Kesadaran dan ingatan juga dapat mempengaruhi persepsi.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
13
3. Atensi : peranannya pada persepsi, atensi atau perhatian adalah keterbukaan
kita untuk memilih sesuatu. Beberapa orang psikolog, melihat atensi sebagai
sejenis alat saring (filter) yang akan menyaring semua informasi pada detikdetik yang berbeda pada proses persepsi. ( Juariah, 2004 : 28 )
2.1.1.1. J enis Persepsi
Persepsi manusia terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Persepsi terhadap lingkungan fisik (objek) adalah persepsi manusia terhadap
objek diluar lambang-lambang fisik atau sifat – sifat luar dari suatu benda.
Dapat diartikan bahwa manusia dalam memiliki suatu benda mempunyai
persepsi yang berbeda beda. Dan persepsi terhadap objek bersifat status karena
objek tidak mempersiapkan manusia ketika manusia tersebut mempersiapkan
objek-objek tersebut.
2. Persepsi terhadap manusia adalah persepsi manusia terhadap orang melalui
sifat-sifat luar dan dalam ( perasaan, motif, dan harapan), dapat diartikan
manusia bersifat interaktif karena manusia akan mempersiapkannya dan
bersifat dinamis karena persepsi terhadap manusia bisa berubah-ubah dari
waktu ke waktu.
3. Persepsi terhadap lingkungan sosial adalah proses bagaimana seseorang
menangkap arti dari objek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dari
lingkungan kita. (Mulyana, 2001 : 172).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
14
2.1.1.2. Kar akter istik Persepsi
Menurut Busch dan Houston (1985) yang dikutip oleh Ujang Sumarwan
(2000 : 113), karakteristik persepsi dapat didefinisikan sebagai berikut :
1. Bersifat Selektif
Manusia mempunyai keterbatasan dalam hal kapasitas atau kemampuan
mereka dalam proses semua informasi dari lingkungan. Seseorang pasti
berhadapan dengan sub kumpulan yang terbatas dari objek-objek dan
peristiwa-peristiwa yangbanyak sekali dalam lingkungan mereka. Masyarakat
cenderung memperhatikan aspek lingkungan yang berhubungan dengan
urusan pribadi mereka. Mereka mengesampingkan urusan-urusan lain yang
tidak berkaitan dengan urusan pribadi mereka.
2. Terorganisir atau teratur
Suatu perangsang atau pendorong tidak bisa dianggap terisolasi dari
perangsang lain. Rangsangan – rangsangan dikelompokkan kedalam suatu
pola atau informasi yang membentuk keseluruhan. Jadi ketika seseorang
memperhatikan sesuatu, perangsang harus berusaha untuk mengatur.
3. Stimulus
Stimulus adalah apa yang dirasakan, dan arti yang terdapat didalamnya adalah
fungsi dari perangsang atau pendorong itu sendiri.
4. Subyektif
Persepsi merupakan fungsi faktor pribadi hal-hal yang berasal dari sifat
penikmat atau perasa, kebutuhan, nilai-nilai, motif, pengalaman masa lalu,
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
15
pola pikir dan kepribadian seseorang dalam individu memainkan suatu peran
dalam persepsi.
2.1.1.3 Faktor Yang Ber per an Dalam Per sepsi
Menurut Walgito (2001 : 70) dalam persepsi stimulus merupakan salah
satu faktor yang mempunyai peranan. Faktor – faktor yang berperan dalam
persepsi diantaranya adalah :
1. Objek yang dipersepsikan dimana objek menimbulkan stimulus yang mengenai
alat indera. Stimulus dapat datang dari luar individu yang bersangkutan.
Dapat diartikan bahwa konsumen dalam mempersepsikan suatu produk
dipengaruhi oleh rangsangan baik dari dalam maupun dari luar individu.
2.
Alat indera merupakan alat yang dipergunakan manusia dalam menerima
stimulus. Dengan mempunyai alat indera, maka konsumen dapat memberikan
respon terhadap suatu produk atau jasa yang ditawarkan produsen.
3. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu
yang ditujukan kepada sesuatu dan sekumpulan objek.Perhatian merupakan
langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi.
2.1.14. Pr oses Per sepsi
Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen, diantaranya :
1. Seleksi
Adalah proses penyaringan alat indera terhadap rangsangan dari luar,
intensitas, dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
2. Interpretasi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
16
Yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi
seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengalaman
masa lalu, motivasi, dll. Interpretasi
juga bergantung pada kemampuan
seseorang untuk mengadakan pengategorian informasi yang diterimanya.
3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku
sebagai reaksi. Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi,
dan pembulatan terhada[ informasi yang sampai. ( Sobur, 2003 : 447)
2.1.1.5. Pr oses Terjadinya Persepsi
Menurut Alex Sobur, (2003 : 449), proses terjadinya persepsi terdiri dari :
1. Terjadinya Stimulasi Alat Indera (sensory stimulation)
Pada tahapan pertama, alat-alat indera kita akan dirangsang. Setiap individu
pasti memiliki kemampuan penginderaan untuk merasakan stimulus
(rangsangan), walau kadang tidak selalu digunakan.
2. Stimulasi Terhadap Alat Indera Diatur
Pada tahap kedua, rangsangan terhadap alat indera diatur menurut berbagai
prinsip. Salah satu prinsip yang sering digunakan adalah prinsip proksimitas
(Proximity) atau kemiripan, sedangkan prinsip lain adalah kelengkapan
(Closure) atau kita mempersepsikan gambar atau pesan yang lengkap. Apa
kita persepsikan, juga kita tata kedalam suatu pola yang bermakna bagi kita,
pola ini belum tentu benar atau salah dari segi objektif tertentu.
3. Stimulasi Alat Indera Ditafsirkan-Dievaluasi
Langkah ketiga adalah penafsiran dan evaluasi yang tidak semata-mata
didasarkan pada rangsangan luar, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
17
pengalaman masa lalu, kebutuhan, keinginan, sistem, nilai, keyakinan,
keadaan fisik dan emosi pada saat itu, dan sebagainya yang ada pada diri kita.
Karena walaupun kita semua sama-sama menerima sebuah pesan, cara
masing-masing orang menafsirkan – mengevaluasinya adalah tidak sama.
2.1.2 Reception Analysis, Pemahaman Ter hadap Khalayak Aktif
Reception Analysis yang merupakan gabungan antara social science dan
humanis, memberikan penekanan penggunaan media sebagai refleksi dari
sejumlah konteks socio cultural dan pemaknaan pada produk budaya dan
pengalaman. Pendekatan humanis, menyumbangkan konsep bahwa komunikasi
massa adalah praktek produksi budaya, dan sirkulasi makna dalam konteks sosial.
Pendekatan social – science menyumbangkan model penelitian empiris yang
menghubungkan pesan media dan khalayaknya. Reception Analysis merupakan
riset khalayak yang mengkonstruksi data valid akan penerimaan, penggunaan, dan
dampak media terhadap khalayak (Jensen & Jankowski, 1991 : 135). Reception
Analysis berasumsi bahwa takkan ada efek tanpa adanya pemaknaan, maka
dibutuhkan peran aktif individu. Individu pengguna media dalam Reception
Analysis dilihat fiske dan de Certaeu sebagai active producer meaning , bukan
sekedar consumers media meaning. Khalayak memaknai teks media berdasarkan
pada lingkungan sosial dan budaya serta bagaimana khalayak menjalaninya
sebagai pengalaman
(http://www.Culstockndirect.co.uk/MUHome/cstml/index.html.2005).
Reception Analysis muncul karena selama ini riset mengenai media hanya
berkutat pada isi pesan dan bukan pada bagaimana hubungan antara isi media dan
khalayaknya. Metode ini telah disunakan oleh Janice Radway (1987) dalam
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
18
Reading The Romance, sebuah studi tentang interpretative community perempuan
pembaca novel pada tahun (1985). Ien Ang meneliti bagaimana penerimaan
khalayak terhadap serial Dallas yang menemukan bahwa khalayak memaknai
berbeda serial tersebut. David Morley pada tahun 1986, mengkaji tentang
bagaimana pemaknaan terhadap penggunaan televisi sebagai alat kekuasaan
patriarki (www.Culstock.Ndirect.co.uk:2005)
Berasarkan
model
“encoding-decoding”-nya,
Hall
dalam
Barker
mengatakan bahwa produksi makna tidak menjamin dikonsumsinya makna
tersebut sesuai apa yang dimaksud oleh produsennya (encoder) karena pesan –
pesan, yang dikonstruksi sebagai system tanda dengan berbagai komponen yang
multi penonjolan, bersifat polisemis, atau mereka memilikilebih dari satu
rangkaian makna potensial. Jika pemirsa bertempat pada posisi sosial yang
berbeda (dalam kelas gender, misalnya) dari para produser, dengan segala sumber
daya cultural yang ada pada mereka, mereka akan bisa membaca atau menafsirkan
(decode) program – program itu secara alternative (Barker 2005:43)
Sebagaimana dikutip dari McQuail, karakteristik dari Reception Analysis
adalah sebagai berikut :
1. Teks media harus “dibaca” melalui persepsi penonton, yang membangun
makna dan menikmati teks – teks media yang ditawarkan (dan tidak
pernah Proses menggunakan media dan bagaimana yang tetap atau
diprediksi). Terbentang dalam konteks tertentu objek pusat kepentingan
menggunakan media biasanya situasi khusus dan tugas – berorientasi
sosial
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
19
2. Pemirsa envolve keluar dari partisipasi dalam komunitas “penafsiran”
untuk media tertentu genre sering terdiri atas “komunitas terpisah
interpretasi” yang berbagi banyak bentuk yang sama wacana dan kerangka
penonton tidak pernah pasif, dan kerja untuk membuat rasa media. Tidak
semua anggota mereka bersama – sama, karena beberapa fans akan
menggunakan metode yang lebih berpengalaman atau lebih aktif daripada
yang lain. Harus “kualitatif” dan mendalam, sering etnografi, mengingat
isi, penerimaan tindakan, dan konteks bersama – sama. (Indolf dalam
McQuail 197:19)
Dari karakteristik tersebut diatas, dapat diketahui bahwa Reception
Analyisis merupakan sebuah pendekatan yang melihat bagaimana khalayak secara
aktif memberikan makna terhadap teks media dalam Reception Analysis dipahami
sebagai penerimaan. Proses penerimaan ini melibatkan semua unsur dan latar
belakang budaya yang dimiliki oleh masing – masing individu.
Audience “decode” the meanings proposed by sources according to their
own perspective and wishes, although often within some shared framework or
experience. (Mcquail 1997:101)
Penerimaan tersebut tidak dapat diprediksi sebelumnya, karena masing –
masing individu memaknai sebuah teks media berdasarkan field of experience dan
frame of reference yang masing – masing berbeda satu sama lain. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan metode Reception Analysis karena metode
ini merupakan metode yang paling tepat untuk mengetahui bagaimana pemaknaan
khalayak terhadap suatu teks media, sementara penelitian ini pun berusaha untuk
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
20
mengeksplorasi bagaimana para informan yang berbeda memaknai suatu berita
berdasarkan field of experience dan frame of reference- nya.
2.1.2.1 Encoding – Decoding
Pendekatan khalayak aktif semakin berkembang sebagai reaksi terhadap
berbagai kajian khalayak yang mengasumsikan bahwa khalayak mengkonsumsi
media secara pasif, dengan makna dan pesan dari media yang dengan mudah
diterima oleh khalayak. Chris Barker dalam bukunya, Cultural Studies teori dan
praktek menyatakan bahwa pemirsa televisi bukanlah massa homogeny (tak
deferensiasi) yang merupakan kumpulan individu yang saling terisolasi.
Menonton televisi merupakan kegiatan yang sosial dan cultural yang pada intinya
berkaitan dengan makna. Pemirsa merupakan pencipta makna yang aktif dalam
hubungannya dengan televisi (mereka tidak semata – mata menerima tekstual
begitu saja) dan mereka melakukannya berdasarkan kompetensi cultural yang
telah diperoleh sebelumnya dalam konteks bahasa hubungan sosial. Juga, teks
dipandang memiliki makna yang multibentuk (polisemi) dan bukannya
mengandung suatu set makna yang jelas atau tidak ambigu.
Teks adalah pembawa beragam makna, yang suma sebagiannya diterima
pemirsa. Pemirsa yang terbentuk secara berbeda akan menanggapi makna tekstual
yang berbeda juga ( Barker, 2005 : 354-355)
Barker menekankan bahwa pemirsa atau khalayak yang berbeda akan
menanggapai makna teks secara berbeda, bergantung pada budaya yang
membentuk khalayak tersebut. Hal ini berarti bahwa makna tidak terdapat pada
teks itu sendiri, melainkan terdapat pada individu. Makna diciptakan melalui
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
21
hubungan antar teks dan pembaca teks itu sendiri. Individu melakukan negosiasi
makna terhadap teks. Latar belakang budaya masing – masing khalayaknya yang
akhirnya menjelaskan mengapa satu khalayak memaknai teks sedemikian rupa,
sementara yang lain tidak.
Proses negosiasi makna seperti diatas tidak lepas dari proses encoding –
decoding.
Hall
dalam
Barker
memahami
proses
encoding
(
proses
menanamkankode – kode dalam teks ) sebagai artikulasi dari momen – momen
produksi, sirkulasi, distribusi, dan reproduksi yang bisa dibedakan tapi saling
terkait. Diproduksinya makna tidak menjamin dikonsumsinya makna tersebut
sebagaimana dimaksud para encoder (penanam/penyampai kode) karena pesan
media, yang terkonstruksi sebagai system tanda dengan berbagai komponen yang
aksentuasinya beragam, bersifat polisemi (Barker, 2005:356). Makna dan pesan
tidak sekedar ditransmisikan, keduanya senantiasa diproduksi : pertama oleh sang
pelaku encoding dari bahan “mentah” kehidupan sehari – hari ; kedua, oleh
khalayak dalam kaitannya dengan lokasinya pada wacana – wacana lainnya.
Selain itu, sebagaimana dijabarkan Hall, momen encoding dan decoding mungkin
tidak benar – benar simetris. Para profesional media mungkin menginginkan
decoding sama dengan encoding, namun mereka tidak bisa memastikan atau
menjauhi hal ini (Storey, 2007:14)
Hall menyatakan tiga posisi khalayak dalam proses decoding. Yang
pertama adalah dominant hegemonic . Dalam posisi ini, khalayak menerima
menyetujui makna yang disodorkanoleh teks atau yang disebut dengan preferred
meaning. Kedua adalah negotiated code, dimana pada proses decoding ini
informan menolak makna yang disordorkanoleh teks (Storey, 2007:14-16).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
22
Pendek kata, pesan – pesan tersebut membawa beragam makna dan bisa
ditafsirkan secara berbeda – beda. Bukan berarti bahwa semua makna punya
kedudukan yang sejajar, teks akan terstruktur dalam dominasi yang mengarahkan
pada suatu makna yang lebih diinginkan, makna yang disodorkan pada kita oleh
teks. Khalayak yang memiliki kode – kode cultural yang serupa dengan para
encoder akan melakukan decoder pesan – pesan yang disampaikan dengan
kerangka yang sama. Akan tetapi kalau berada pada posisi sosial yang berbeda,
maka proses decode pesan bisa mengambil jalan alternatif (Barker, 2005:356357). Artinya, bahwa seseorang pengarang, editor, atau apapun yang bertindak
sebagai komunikator dalam proses komunikasi tidak dapat memastikan bahwa
makna pesan yang disampaikan akan diterima sama persis oleh khalayak karena
adanya perbedaan latar belakang, kecuali jika kedua belah pihak memiliki
kacamata budaya yang sama.
2.1.3 Masyarakat
Masyarakat adalah suatu kata yang sudah tidak asing lagi bagi telinga kita,
karena kita sendiri berada ditengah masyarakat, sejak berada di bangku sekolah
dasar, kita telah diajarkan tentang kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam,
namun apakah definisi sebenarnya dari masyarakat itu sendiri, yaitu :
Menurut Soerjono Soekanto (1983 : 447 ), masyarakat adalah suatu sistem
sosial yang menghasilkan kebudayaan, di dalam masyarakat setidaknya memuat
unsur sebagai berikut ini :
1. Berangotakan minimal dua orang.
2. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
23
3. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia baru
yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan antar
anggota masyarakat.
4. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan
satu sama lain sebagai anggota masyarakat.
Berbeda dengan Soerjono Soekanto, Menurut Paul B. Horton & C. Hunt
masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersamasama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu,
mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam
kelompok
/
kumpulan
manusia
tersebut.
http://organisasi.org/pengertian-
masyarakat-unsur-dan-kriteria-masyarakat-dalam-kehidupan-sosial-antar-manusia
2.1.4 Fungsi
Menurut kamus Bahasa Indonesia fungsi berarti jabatan atau pekerjaan yang
dilakukan. Menurut kamus WEBSTER, function yang berati fungsi dalam bahasa
Indonesia, berarti suatu kinerja, pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan struktur.
Selain itu menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia no. 79 tahun 1969,
fungsi adalah sekelompok pekerjaan kegiatan-kegiatan dan usaha yang satu
dengan yang lainnya ada hubungan erat untuk melaksanakan segi-segi tugas
pokok.
2.1.5 Kepolisian
Istilah “polisi” berasal dari bahasa latin, yaitu “politia”, artinya tata negara,
kehidupan politik, kemudian menjadi “police” (Inggris), “polite” (Belanda),
“polizei” (Jerman) dan menjadi “polisi” (Indonesia), yaitu suatu badan yang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
24
menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan menjadi penyidik perkara
kriminal. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah Kepolisian
Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri
mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Polri dipimpin
oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).
Adapun Kepolisian menurut Undang-undang Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 1997 pasal 1 dan Undang-Undang Kepolisian
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 pasal 1 ialah segala hal-ihwal yang
berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian
Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri
mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Polri dipimpin
oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).
Pada awal mulanya, Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah bagian
dari
ABRI
(Angkatan
Bersenjata
Republik
Indonesia).
Namun,
sejak
dikeluarkannya Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002, status
Kepolisian Republik Indonesia sudah tidak lagi menjadi bagian dari ABRI. Hal ini
dikarenakan adanya perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan yang
menegaskan pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi masingmasing.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
25
2.1.5.1 Fungsi Kepolisian
Kata ‘fungsi’ berasal dari bahasa inggris “function”. Menurut kamus
WEBSTER, “function” berarti performance; the special work done by an
structure. Selain itu menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 79
Tahun 1969 (lampiran 3), fungsi adalah sekelompok pekerjaan kegiatan-kegiatan
dan usaha yang satu sama lainnya ada hubungan erat untuk melaksanakan segisegi tugas pokok. Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa fungsi adalah
merupakan segala kegiatan dan usaha yang dilakukan dalam rangka melaksanakan
tugas sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan.
Fungsi kepolisian yaitu:
1. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban masyarakat yaitu polisi secara luas
bertanggung jawab pada kenyamanan rakyat dengan menekan angka
kriminalitas tinggi.
2. Penegakan hukum yaitu melakukan menindak lanjuti secara tegas para
pelanggar hukum tanpa mendiskriminasi dan tidak tebang pilih.
3. Perlindungan