Persepsi Masyarakat Surabaya Mengenai Iklan Pajak “Apa Kata Dunia” (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Masyarakat Surabaya Mengenai Iklan Pajak “Apa Kata Dunia”).

(1)

PERSEPSI MASYARAKAT SURABAYA MENGENAI IKLAN

PAJAK “APA KATA DUNIA”

(Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Masyarakat Surabaya Mengenai Iklan Pajak “Apa Kata Dunia”)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

AGNES SORTA ANGGRAINI NPM. 0643010050

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2010


(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, penulis panjatkan karena dengan limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, Skripsi yang berjudul PERSEPSI MASYARAKAT SURABAYA MENGENAI IKLAN PAJAK “APA KATA DUNIA” dapat penulis susun dan selesai sebagai wujud pertanggung jawaban atas terlaksananya skripsi.

Dalam proses penyelesaian Skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:

1. Prof. DR. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor UPN “Veteran” Jatim.

2. Dra. Hj. Suparwati, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UPN “Veteran” Jatim.

3. Juwito, S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.

4. Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.

5. Dra. Dyva Claretta, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis. Terima kasih atas segala kontribusi Ibu terkait penyusunan Proposal Skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi maupun Staf Karyawan FISIP hingga UPN “Veteran” Jatim pada umumnya.

7. Drs. Augustinus PM DS, Dra. Anna Rumintang, Anggi Sahat Martua, selaku orang tua dan kakak yang telah memberikan support penulis dalam menyelesaikan laporan magang ini.


(3)

vi

8. Sahabat-sahabat luar biasa yang tak sekedar memotivasi dari sebelum berlangsungnya proses penelitian skripsi ini hingga selesainya skripsi ini: Arini Laksmi, Sarashati Hutami, Rani ZamsilFani, Sealy Rica.

9. Youth For Vision Commuunity, Pak Eko, Kakak, Vondra, Debby, Dek Icha, Nyo, Andre, Dan Abang, yang telah membantu penulis dalam dukungan doa dan support-nya. Makasih ya, Guys. Tuhan membalas semua doa dan support kalian. Tetep kompak.

10. Albertus Sujarwo, seseorang yang telah sabar mendampingiku selama penelitian ini berjalan. Dan calon pendamping hidupku

11. Seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan atas keterbatasan halaman ini, untuk segala bentuk bantuan yang diberikan, penulis ucapkan terima kasih.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik maupun saran selalu penulis harapkan demi tercapainya hal terbaik dari Proposal Skripsi ini. Besar harapan penulis, semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat sekaligus menambah pengetahuan bagi berbagai pihak. Amin.

Surabaya, Mei 2010 Penulis


(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN PROPOSAL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN UJIAN PROPOSAL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN LISAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAKSI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ...

1.1 Latar Belakang ... 1.2 Rumusan Masalah ... 1.2.1 Tujuan Penelitian ... 1.2.2 Manfaat Penelitian ...

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...

2.1 Landasan Teori ... 2.1.1 Persepsi ...

2.1.1.1 Pengertian Persepsi ... 2.1.1.2 Jenis Persepsi ... 2.1.1.3 Karakteristik Persepsi ... 2.1.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ...


(5)

2.1.1.5 Faktor-Faktor yang Berperan dalam Persepsi ... 2.1.1.6 Proses Terjadinya Persepsi... 2.1.1.7 Proses Persepsi ...

2.1.2 Pajak ... 2.1.2.1 Definisi Pajak ...

2.1.2.2 Fungsi Pajak ...

2.1.3 Periklanan... 2.1.3.1 Pengertian Periklanan...

2.1.3.2 Iklan di Televisi ...

2.1.4 Teori Atribusi ... 2.2 Kerangka Berpikir...

BAB III METODELOGI PENELITIAN ...

3.1 Jenis Penelitian... 3.2 Definisi Operasional ... 3.2.1 Persepsi ... 3.2.2 Pajak... 3.2.3 Iklan Pajak... 3.3 Informn...

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 3.5 Teknik Analisis Data...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data ...


(6)

ix

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 4.1.1.1 Gambaran Umum Surabaya ... 4.1.1.2 Gambaran Umum Iklan Pajak...

4.1.2 Penyajian Data ... 4.1.3 Identitas Informan ... 4.2 Analisis Data ...

4.2.1 Persepsi Masyarakat Surabaya Mengenai Iklan Pajak

“Apa Kata Dunia” ...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...

5.1 Kesimpulan ... 5.2 Saran ...

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Interview Guide ... 65


(8)

xii  

ABSTRAKSI

AGNES SORTA ANGGRAINI. Persepsi Masyarakat Surabaya Mengenai Iklan Pajak “Apa Kata Dunia” (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Masyarakat Surabaya Mengenai Iklan Pajak “Apa Kata Dunia”)

Penelitian ini didasarkan pada fenomena Penggelapan pajak senilai 25 Milyar oleh Gayus Tambunan, sehingga timbullah Gerakan 1.000.000 Facebooker menolak membayar pajak, namun hal tersebut tidak membuat DirJen Pajak berhenti menanyangkan iklan pajak “apa Kata dunia”.

Penelitia ini menaruh perhatian pada masalah pada pandangan masyarakat mengenai iklan himbauan membayar pajak, sementara adanya kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan. Teori yang dipalai dalam penelitian ini adalah teori Atribusi, yaitu proses menyimpulkan motif, maksud, dan karakteristik orang lain dengan melihat pada perilakunya yang tampak, teori atribusi ini dikemukakan oleh Baron and Byrne dalam buku Psikologi Komunikasi milik Jalaludin Rakhmat.

Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Penentuan informan juga dilakukan dengan teknik sampling snowball, yaitu dengan cara menemukan seorang terlebih dahulu, lalu meminta sejumlah informan lain yang mereka kenal, yang dapat menjadi informan berikutnya, melalui informan-informan tersebut, kita menemukan informan lebih banyak lagi.

Analisi data penelitian berupa proses pengkajian hasil wawancara, pengamatan dan dokumen yang telah terkumpul. Data kemudian direduksi, karena pada saat proses pengambilan data tersebut tidak langsung terdapat proses analisis. Sedangkan interpretasi data bertujuan untuk memberikan makna terhadap hasil analisis data yang dilakukan serta mencari implikasinya terhadap teori yang sudah dilakukan untuk menafsirkan hasil analisis.

Dari data-data yang telah dianalisis oleh peneliti mengenai bagaimana persepsi masyarakat Surabaya mengenai iklan pajak “apa kata dunia” setelah adanya kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan, terdapat 2 kesimpulan yang berbeda, antara informan-informan yang mulai malas membayar pajak dengan informan-informan yang tetap mentaati membayar pajak.


(9)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

Undang – undang No 6 tahun 1983 tentang Ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang No 28 tahun 2007 mengatur bahwa : (1) setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); (2) setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan dengan benar, lengkap dan jelas serta menyampaikannya tepat waktu.

Berdasarkan undang-undang tersebut, jenis pajak yang harus dibayar oleh masyarakat adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Fungsi pajak lebih kepada manfaat pajak atau kegunaan pajak itu sendiri, pajak mempunyai peranan yang sangat penting untuk kehidupan bernegara, karena pajak merupakan sumber pendapatan Negara dan


(10)

pajak akan digunakan untuk membiayai APBN, maka beberapa fungsi pajak yaitu sebagai alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas Negara, sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, dan untuk membiayai semua kepentingan umum termasuk untuk membiayai pungutan.

Potensi Wajib Pajak di Surabaya cukup besar, terlihat dari data terakhir tahun 2009, dari 2,8 juta penduduk yang berpotensi membayar pajak, 225.377 yang tercatat sebagai Wajip Pajak Perorangan.

Namun pada akhir Maret 2010, adanya pemberitaan Kasus penggelapan Pajak senilai 25 Milyar oleh Gayus Tambunan. Kasus Markus pajak senilai Rp 25 Milyar yang dilakukan oleh Gayus Tambunan memberikan kekecewaan pada masyarakat terhadap para petugas pajak, sehingga munculnya “Gerakan 1.000.000 facebookers Dukung Boikot Bayar Pajak untuk Keadilan”. Kasus Gayus Tambunan menjadi amunisi baru masyarakat untuk menolak membayar pajak.

Penolakan membayar pajak merupakan ancaman yang sangat serius bagi kelangsungan hidup dan kesejahteraan masayarakat. Disamping itu bila Gerakan 1.000.000 facebookers dukung boikot bayar pajak unuk keadilan tersebut terealisasi masyarakat beramai-ramai tidak membayar pajak, hanya menambah beban APBN Negara, karena secara tidak langsung jelas mengurangi penghasilan Negara yang memang terbesar dari Pajak.


(11)

Namun hal ini tidak membuat Direktorat Jendral Pajak berhenti mensosialisasikan kesadaran masyarakat membayar pajak. Hal ini terbukti dari masih adanya penanyangan iklan himbauan pembayaran pajak versi “apa kata dunia”.

Iklan merupakan sarana untuk penyampaian pesan dan menjadi salah satu cara bagi perusahaan atau lembaga untuk berkomunikasi dengan masyarakat luas. Menyatakan bahwa iklan merupakan suatu proses komunikasi yang mempunyai kekuatan sangat penting sebagai alat pemasaran yang membantu menjual barang, memberikan layanan, serta gagasan atau ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif. Jadi secara prinsip iklan adalah bentuk penyajian pesan yang dilakukan oleh komunikator secara non personal melalui media untuk ditunjukan kepada komunikan dengan cara membayar.

Kebutuhan instansi-instansi Pemerintah terhadap media semakin meningkat terutama dalam hal pemberian informasi kepada masyarakat melalui iklan layanan masyarakat. Iklan tersebut tidak memuat pesan bisnis melainkan menyajikan pesan-pesan sosial yang dimaksudkan untuk membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap sejumlah masalah yang dihadapi.

Iklan sadar pajak merupakan media penyampaian pesan Dirjen Pajak mengenai masalah wajib pajak bagi warga Negara yang berpenghasilan. Iklan sadar pajak menjadi perhatian dan mudah diingat oleh masyarakat karena terdapat selogan “apa kata dunia?” yang saat ini menjadi icon disetiap iklan Dirjen Pajak dan terdapat informasi tambahan mengenai kemudahan mengurus NPWP di akhir iklan tersebut.


(12)

Iklan layanan masyarakat adalah iklan yang digunakan untuk menyampaikan informasi, mempersuasi atau mendidik khalayak dimana tujuan akhirnya bukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi melainkan keuntungan sosial. Keuntungan sosial yang dimaksud adalah munculnya penambahan pengetahuan, kesadaran sikap dan perubahan perilaku masyarakat terhadap masalah yang diiklankan, serta mendapatkan citra baik dihati masyarakat.

Iklan layanan masyarakat pada umumnya dibuat seiring dengan fenomena yang sedang terjadi dalam masyarakat pada saat itu dan bertujuan untuk kepentingan masyarakat. Seperti dikatakan Madjadikara, bahwa iklan non Komersial atau iklan layanan masyarakat merupakan iklan yang pesan/informasinya merupakan bagian dari kampanye social marketing yang bertujuan “menjual” gagasan atau ide untuk kepentingan pelayanan masayarakat (public service).

Selain mendatangkan kebaikan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat, bertambahnya pengetahuan masyarakat dan munculnya kesadaran sikap serta prilaku sebagaimana inti pesan juga dapat menguntungkan pengiklan itu sendiri, selain mendapatkan citra baik ditengah masyarakat.

Dengan mamanfaatkan media massa televisi dalam penanyangan iklan layanan masyarakat sadar pajak, maka informasi yang disampaikan kepada masyarakat yang bersifat anonym dan heterogen dapat berjalan serempak.

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah persepsi masyarakat mengenai iklan pajak “apa kata dunia”, setelah adanya pemberitaan mengenai penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan sebesar 25 Milyar. Persepsi masyarakat mengenai iklan pajak “apa kata dunia” diukur dari tiga komponen persepsi yakni sensasi yang diperoleh melalui alat-alat indera (yaitu peraba, penglihatan, pendengaran, dan pengecapan), atensi, dan


(13)

interpretasi, selain itu juga untuk mengetahui bagaimana sebuah iklan dapat mempengaruhi masyarakat dalam mengambil keputusan, yaitu untuk tetap membayar pajak kepada negara.

Interpretasi yang dapat dibangun dari adanya penayangan iklan pajak “apa kata dunia” berkaitan dengan munculnya kasus Makelar-makelar kasus di Departemen Pajak berdasarkan dari perhatian masyarakat terhadap iklan tersebut. Persepsi masyarakat mengenai iklan pajak “apa kata dunia” berdasarkan pengalaman-pengalaman masyarakat dalam membayar pajak dan aturan-aturan mengenai pembayaran pajak sesuai dengan undang-undang pajak.

Persepsi yang dibangun mengenai iklan pajak “apa kata dunia” ini adalah berdasarkan pengalaman pribadi masyarakat pada saat membayar pajak, perlukah iklan pajak “apa kata dunia” masih tetap ditayangkan di media massa televisi, sementara orang-orang yang bekerja di Departemen Pajak dengan bebas menggelapkan pajak dengan adanya Makelar Kasus.

Informan penelitian ini adalah masyarakat Surabaya yang yang telah terdaftar sebagai wajib pajak, dan juga informan yang akan diteliti adalah wajib pajak yang mempunyai pengalaman atau permasalahan dalam membayar pajak. Selain itu informan juga harus pernah melihat tayangan iklan pajak “apa kata dunia”.


(14)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang ada pada latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi masyarakat Surabaya mengenai iklan pajak “apa kata dunia” di televisi?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini untuk mengetahui persepsi masyarakat Surabaya mengenai iklan pajak “apa kata dunia” di televisi.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan melakukan penelitian mengenai persepsi masyarakat mengenai iklan pajak “apa kata dunia” di televisi, maka diharapkan dapat member manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Dari penelitian ini diharapkan dapat member manfaat dalam menambah pengetahuan dibidang kajian Ilmu Komunikasi terutama terkait dengan persepsi khalayak terhadap isi pesan dalam iklan.


(15)

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Direktoral Jendral Pajak mengenai bagaimana persepsi masyarakat mengenai iklan pajak “apa kata dunia”. Selain itu juga dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai persepsi yang berkembang di masyarakat Surabaya mengenai iklan pajak “apa kata dunia”.


(16)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Persepsi

2.1.1.1 Pengertian Persepsi

Persepsi adalah rangkaian proses yang dilakukan seseorang guna memperoleh gambaran mengenai sesuatu melalui pemilihan, pengolahan, hingga pengartian informasi mengenai sesuatu yang diinginkannya tersebut. Persepsi tersebut nantinya akan mempengaruhi tindakan seseorang terhadap hal yang dipersepsikannya itu.

Persepsi menurut Deddy Mulyana (2001:167) adalah proses internal individu yang memungkinkan individu untuk memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan yang ditangkap oleh indra manusiawi dari lingkungan sekitarnya, dan proses tersebut dapat mempengaruhi perilaku individu tersebut. Persepsi juga merupakan inti dari komunikasi, sebab apabila persepsi tidak akurat maka tidak mungkin akan terjadi komunikasi yang efektif. Persepsi jugalah yang menentukan seseorang memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lainnya.

Selain itu masih banyak definisi-definisi mengenai persepsi lainnya dari para ahli, diantaranya adalah definisi persepsi milik Brian Fellows. Brian Fellows


(17)

menyatakan bahwa persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organism menerima dan menganalisa informasi. Selain itu ada pula definisi dari Kenneth A. Sereno dan Edward M. Bodaken yang mengatakan bahwa persepsi adalah sarana yang memungkinkan seseorang memperoleh kesadaran akan sekelilingnya dan lingkungannya. Berbeda dengan Philip Goodacre dan Jennifer Follers yang menyatakan bahwa persepsi merupakan prose mental yang digunakan untuk mengenali rangsangan. Sedangkan menurut Joseph A. Devito, persepsi adalah proses menjadikan individu sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita (Rakhmat, 2003:58).

Persepsi merupakan suatu proses yang menjadikan individu sangat sadar akan aspek lingkungannya. Persepsi akan timbuk akibat adanya rangsangan dari luar yang diterima oleh alat indra manusia. Rangsangan akan diseleksi dan diorganisir oleh setiap individu dengan caranya masing-masing melalui pengalaman yang dimilikinya, persepsi baru akan terbentuk apabila adanya perhatian, pengertian, dan penerimaan dari individu sesuai dengan kebutuhan individu dalam pengalamannya.

Hasil dari proses diatas akan membentuk suatu pandangan tertentu terhadap suatu hal. Namun, dalam keadaan yang sama sekalipun dapat membuahkan persepsi yang berbeda-beda antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Hal ini disebabkan setiap manusia mengalami proses sosialisasi yang berbeda termasuk dalam memberikan perhatian terhadap rangsangan tertentu dan mengabaikan yang lainnya.


(18)

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sumarwan (2000 :112) yang menyatakan bahwa persepsi merupakan cara seseorang memandang dunia sekitarnya. Proses tersebut dapat berbeda pada setiap individu sesuai keinginan, nilai-nilai, serta harapan masing-masing individu. Oleh sebab itu persepsi mengenai suatu hal dapat berbeda pada tiap-tiap individu. Selanjutnya, masing-masing individu akan cenderung bertindak dan bereaksi berdasarkan persepsinya masing-masing.

Suatu dorongan yang sama tidak selalu menimbulkan tindakan yang sama pula oleh sebab perbedaan persepsi pada masing-masing individu. Seperti halnya pada masayarakat dalam mempersepsikan iklan pajak setelah adanya kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan. Persepsi yang dimiliki oleh tiap-tiap individu akan berbeda, begitu juga dengan perilaku mereka dalam menyikapi stimulus berbeda pula tergantung pada persepsi yang mereka ciptakan. Dalam perspektif ilmu komunikasi, persepsi biasa dikatakan sebagai inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti dari persepsi yang identik dengan penyandian (decoding) dalam proses komunikasi. Hal ini sesuai dengan definisi John R. Wenburg dan William W. Wilmot yang mengatakan bahwa persepsi dapat didefinisikan sebagai cara organisme member makna, atau menurut Rudolph F. Verderber persepsi adalah proses menafsirkan informasi inderawi. (Mulyana, 2001:167)

Dari beberapa defines diatas dapat disimpulkan bahwa untuk membentuk persepsi, seorang melakukan proses memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan sebagai stimuli yang diterimanya mengenai suatu hal yang


(19)

selanjutnya mengungkapkan pandangan, pendapat, ataupun tanggapan mengenai hal tersebut. Seterusnya, dari persepsi yang diyakini oleh individu tersebut maka akan mempengaruhi perilakunya mengenai hal yang dipersepsikannya tersebut. Menurut Linda L. Davidov yang disebutkan dalam Chairunnisa (2007:20), hakekat persepsi ada 3 yaitu :

a. Persepsi bukanlah cerminan realitas orang seringkali menganggap bahwa persepsi menyajikan atau pencerminan yang sempurna mengenai realitas atau kenyataan. Namun, yang sebenarnya persepsi bukanlah cerminan realitas karena indra kita tidak memberikan respon terhadap aspek-aspek yang ada di dalam lingkungan. Selain itu juga manusia seringkali melakukan persepsi rangsangan-rangsangan yang pada kenyataanya tidak ada. Dan yang terakhir, karena persepsi manusia tergantung pada apa yang ia harapkan, pengalaman, dan motivasi (sangat subjektif).

b. Persepsi merupakan kemampuan kognitif yang multifaseti pada awal pembentukan proses persepsi, seseorang telah menentukan dahulu apa-apa saja yang diperhatikan. Setiap kali kita memusatkan perhatian, lebih besar kemungkinannya seseorang akan memperoleh makna dari apa yang ditangkapnya, lal menghubungkannya dengan pengalaman masa lalu, dan kemudian pada kemudian hari akan diingat kembali. Kesadaran dan ingatan juga mempengaruhi persepsi.

c. Atensi : peranan atensi atau perhatian dalam persepsi adalah keterbukaan seseorang untuk memilih sesuatu. Beberapa psikolog


(20)

menemukan bahwa atensi sebagai sejenis alat saring (filter) yang akan menyaring semua informasi pada titik-titik yang berbeda pada proses persepsi.

2.1.1.2 Jenis Persepsi

Persepsi manusia dibagi dalam dua jenis, yaitu :

1. Persepsi terhadapa lingkungan fisik (obyek) adalah persepsi manusia terhadap obyek melalui lambanga-lambang fisik atau sifat-sifat luar dari suatu benda. Dapat diartikan manusia dalam menilai suatu benda mempunyai persepsi yang berbeda-beda. Dan persepsi terhadap obyek bersifat statis karena obyek tidak mempersepsikan manusia ketika manusia mempersiapkan obyek-obyek terebut. Seseorang dapat melakukan kekeliruan dalam mempersepsi, sebab terhadang indera seseorang menipu diri orang tersebut, hal ini dikarenakan oleh :

a) Kondisi yang mempengaruhi pandangan seseorang, seperti keadaan cuaca yang membuat orang melihat fatamorgana, pembiasan cahaya seperti dalam peristiwa ketika seseorang melihat bahwa tongkat yang dimasukan kedalam air terlihat bengkok padahal sebenarnya tongkat tersebut lurus. Hal inilah yang disebut dengan ilusi.

b) Latar belakang pengalaman yang berbeda antara seseorang dengan orang lain.


(21)

d) Suasana psikologis yang berbeda yang membuat perbedaan persepsi seseorang dengan orang lain dalam mempersepsikan suatu obyek. 2. Persepsi terhadap manusia adalah persepsi manusia terhadap orang melalui

sifat-sifat luar dan dalam (perasaan, motif dan harapan), dapat diartikan manusia bersifat interaktif karena manusia akan mempersiapkannya dan bersifat dinamis karena persepsi terhadap manusia bersifat berubah-ubah dari waktu ke waktu. Persepsi terhadap manusia juga dapat disebut dengan persepsi sosial.

(Mulyana, 2001:17)

2.1.1.3Karakteristik Persepsi

Menurut Busch dan Houstan (1985) yang dikutip oleh Ujang Sumarwan (2004:114), karakteristik persepsi dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Bersifat selektif

Manusia mempunyai keterbatasan dalam hal kapasitas atau kemampuan mereka dalam proses semua informasi dari lingkungan. Seseorang pasti berhadapan dengan sub kumpulan yang terbatas dari obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa yang banyak sekali dalam lingkungan mereka. Masyarakat cenderung memperhatikan aspek lingkungan yang berhubungan dengan urusan pribadi mereka. Mereka mengesampingkan urusan-urusan lain yang tidak berkaitan denga urusan pribadi mereka.


(22)

2. Terorganisir atau teratur

Suatu perangsangan atau pendorong tidak bias dianggap terisolisasi dari perangsang lain. Rangsangan-rangsangan dikelompokkan kedalam suatu pola atau informasi yang membentuk keseluruhan. Jadi ketika seseorang memperhatikan sesuatu, perangsang harus berusaha untuk mengatur. 3. Stimulus

Stimulus adalah apa yang dirasakan dan arti yang terdapat di dalamnya adalah fungsi dari perangsang atau pendorong itu sendiri.

4. Subyektif

Persepsi merupakan fungsi factor pribadi hal-hal yang berasal dari sifat penikmat atau perasa, kebutuhan, nilai-nilai, motif, pengalaman, masa lalu, pola piker dan kepribadian seseorang dalam individu memainkan suatu peran dalam persepsi.

2.1.1.4Hal-Hal yang Mempengaruhi Persepsi

Setiap orang memiliki gambaran yang berbeda mengenai realitas disekelilingnya, berikut ini beberapa prinsip penting mengenai persepsi sosial yang menjadi pembenaran atas perbedaan persepsi sosial :

1. Persepsi berdasarkan Pengalaman

Pola-pola perilaku manusia berdasarkan persepsi mereka mengenai realitas (sosial) yang telah dipelajari sebelumnya. Persepsi manusia terhadap sekelilingnya. Seseorang, objek, atau kejadian dan reaksi mereka terhadap hal-hal itu berdasarkan pengalaman (pembelajaran) masa lalu mereka


(23)

berkaitan dengan orang, objek atau kejadian serupa. Ketiadaan pengalaman dahulu dalam menafsirkan objek tersebut berdasarkan dugaan semata atau pengalaman yang mirip. Hal tersebut membuat seseorang terbiasa merespon suatu objek dengan cara tertentu, sehingga seseorang sering gagal mempersepsi perbedaan yang sama dalam suatu objek lain. Manusia cenderung memperlakukan objek tersebut seperti sebelumnya, padahal terdapat rincian lain dalam objek tersebut.

2. Persepsi bersifat selektif

Jika setiap saat seseorang disebut dengan jutaan rangsangan indrawi dan diharuskan menafsirkan rangsangan tersebut semuanya, pastilah orang tersebut tidak mampu melakukannya, sebab adanya keterbatasan kemampuan indrawi setiap orang dalam menangkap rangsangan disekitarnya. Faktor utama yang mempengaruhi selektifitas adalah atensi, dimana atensi ini sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : A. Faktor Internal seperti :

a. Faktor biologis antara lain rasa lapar dan haus b. Faktor fisiologis yaitu bentuk fisik yang tampak

c. Faktor sosial, seperti gender, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengahasilan, peranan, status sosial, pengalaman masa lalu, dan kebiasaan.

d. Faktor psikologis seperti kemauan, keinginan, motivasi, emosi dan harapan.


(24)

B. Faktor eksternal adalah atribut-atribut objek yang dipersepsi seperti gerakan, kontras, kebaruan, dan perulangan.

3. Persepsi bersifat dugaan

Langkah ini dianggap perlu karena seseorang tidak mungkin memperoleh rincian yang jelas melalui indera kelimanya. Proses ini memungkinkan seseorang menafsirkan sesuatu (objek) dengan makna yang lebih lengkap dari sudut pandang manapun. Hal tersebut disebabkan karena keterbatasan informasi yang diperoleh melalui alat-alat indera yng dimiliki manuis, menyebabkan terjadinya ruang kosong, sehingga perlu menciptakan persepsi yang bersifat dugaan agar dapat menyediakan informasi yang lengkap bagi ruang kosong tersebut.

4. Persepsi bersifat evaluative

Tidak pernah ada persepsi yang seratus persen objektif, setiap orang perlu melakukan interpretasi berdasarkan masa lalu dan kepentingannya ketika melakukan persepsi. Sebelum melakukan interpretasi pesan, seseorang harus melakukan evaluasi pesan berdasarkan pengalaman terdahulu untuk mencocokan apakah kejadiannya sama. Dengan demikian persepsi bersifat pribadi dan subjektif.

5. Persepsi bersifat kontekstual

Suatu rangsangan dari luar harus diorganisasikan. Dari semua pengaruh yang ada dalam persepsi seseorang, konteks merupakan salah satu pengaruh paling kuat. Dalam mengoraganisasikan suatu objek, seseorang


(25)

biasanya meletakkannya dalam suatu konteks tertentu dengan prinsip-prinsip :

a. Struktur objek atau kejadian berdasarkan prinsip kemiripan atau kedekatan dan kelengkapan.

b. Kecenderungan seseorang dalam mempersepsi suatu rangsangan atau kejadian berdasarkan latar belakangnya.

(Mulyana, 2001 : 175-194)

2.1.1.5Faktor-Faktor yang Berperan dalam Persepsi

Menurut Walgito (dalam Chairunnisa, 2007:23) dalam persepsi stimulus merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan. Faktor-faktor yang berperan dalam persepsi adalah :

a. Obyek yang dipersepsikan, dimana obyek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera. Stimulus dapat datang dari luar individu yang bersangkutan. Dapat diartikan bahwa konsumen dalam mempersepsikan suatu produk dipengaruhi oleh rangsangan baik dari dalam maupun dari luar diri individu.

b. Alat indera merupakan alat yang digunakan manusia dalam menerima stimulus. Dengan mempunyai alat indera maka konsumen dapat memberikan respon terhadap suatu produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen.


(26)

c. Perhatian merupakan pemusatan atau kosentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan obyek. Perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian terjadi apabila kita mengonsentrasikan diri pada salah satu alat indera kita dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indera yang lain. Apa yang dihayati seseorang tidak hanya tergantung pada stimulus tetapi juga pada proses kognitif yang merefleksikan minta, tujuan dan harapan seseorang pada saat itu. Pemusatan persepsi tersebut yang disebut Sobur sebagai perhatian. Perhatian dapat berfungsi memiliki dan menggerakkan rangsangan-rangsangan yang sampai pada kita, sehingga tidak kita terima secara kacau.

2.1.1.6Proses Terjadinya Persepsi

Menurut Alex Sobur (2003:449), proses hingga terjadinya persepsi adalah sebagai berikut :

a. Terjadinya Stimulasi Alat Indera (Sensory Stimulation)

Pada tahap pertama, alat-alat indera kita akan dirangsang. Setiap individu pasti memiliki kemampuan penginderaan untuk merasakan stimulus (rangsangan), walau kadang tidak selalu digunakan.


(27)

b. Stimulasi Terhadap Alat Indera diatur

Pada tahap kedua, rangsangan terhadap alat indera diatur menurut berbagai prinsip. Salah satu prinsip yang sering digunakan adalah prinsip Proksimitas (proximity) atau kemiripan, sedangkan prinsip lain adalah kelengkapan (closure) atau kita mempersepsikan gambar atau pesan yang dalam kenyataan tidak lengkap sebagai gambar atau pesan yang lengkap. Apa yang kita persepsikan, juga kita tata kedalam suatu pola yang bermakna bagi kita, pola ini belum tentu benar atau salah dari segi obyektif tertentu.

c. Stimulasi Alat Indera Ditafsirkan-Dievaluasi

Langkah ketiga adalah penafsiran dan evaluasi yang tidak semata-mata didasarkan pada rangsangan luar, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kebutuhan, keinginan, system nilai, keyakinan, keadaan fisik dan emosi pada saat itu, dan sebagainya yang ada pada diri kita. Karena walaupun kita semua sama-sama menerima sebuah pesan, cara masing-masing orang manafsirkan-mengevaluasinya adalah tidak sama.

2.1.1.7Proses Presepsi


(28)

a. Selesksi

Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

b. Interprestasi

Yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengalaman masa lalu, motivasi dan lain-lain. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya.

c. Intepretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi

Tahap terakhir dari konsep perceptual ialah bertindak sehubungan dengan apa yang telah dipersepsi. Lingkaran persepsi belum sempurna sebelum menimbulkan suatu tindakan. Tindakan itu bisa tersembunyi dan bisa pula terbuka. Tindakan tersembunyi bisa berupa pembentukan pendapat atau sikap, sedangkan tindakan yang terbuka berupa tindakan nyata sehubungan dengan dengan persepsi itu. (Sobur, 2003:464)

Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi dan pembulatan terhadap informasi yang sampai. (Sobur, 2003:447)


(29)

2.1.2 Pajak

2.1.2.1 Definisi Pajak

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

Menurut Soemitro (2003), pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut : pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. (Zain, 2003)

Menurut Djayadiningrat (2007), pajak adalah kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari kekayaan yang disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.

Pajak adalah iuran wajib berupa barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma hukum, guna menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif


(30)

untuk mencapai kesejahteraan umum, pengertian pajak menurut Suparman Sumawidjaya.

Ciri-ciri pajak yang terdapat dari definisi pajak antara lain sebagai berikut :

1. Pajak dipungut oleh Negara, baik Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

2. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor Negara (pemungut pajak / administrator pajak).

3. Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.

4. Tidak dapat ditunjukan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi dilakukan oleh wajib pajak. 5. Berfungsi sebagai Budgeter atau mengisi kas Negara/ anggaran Negara

yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan Negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur/regulatif).

2.1.2.2 Fungsi Pajak


(31)

a. Fungsi Budgetair : disebut juga fungsi fiskal, yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyanya sesuai dengan undang-undang berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluran-pengeluaran Negara.

b. Fungsi regular : merupakan fungsi dimana pajak-pajak akan digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. Pajak digunakan sebagai alat kebijaksanaan.

c. Fungsi demokrasi : yaitu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong royong, termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan demi kemaslahatan manusia. Fungsi ini sering dikaitkan dengan hak seseorang untuk mendapatkan pelayanan dari pemerintah apabila ia telah melakukan kewajiban membayar pajak, bila pemerintah tidak memberikan pelayanan yang baik, pembayar pajak bisa melakukan protes (complaint).

d. Fungsi distribusi : yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsure pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.

Pajak mempunyai dua fungsi menurut Mardiasmo, yaitu :

1. Fungsi budgetir, yaitu fungsi pajak sebagai sumber dan bagi Pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran.


(32)

2. Fungsi mengatur, yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang sosial dan Ekonomi.

2.1.3 Periklanan

2.1.3.1 Pengertian Periklanan

Iklan atau advertising dapat didefinisikan sebagai “any paid form of nonpersonal communication about an organization product, serive, or idea by an identified sponsor” (setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, serivis, atau ide yang dibayar oleh suatu sponsor yang diketahui). Iklan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling dikenal dan paling banyak dibahas orang. Hal ini kemungkinan karena daya jangkaunya luas. Iklan juga menjadi instrument promosi yang sangat penting. Khususnya bagi perusahaan yang memproduksi barang atau jasa yang ditujukan kepada masyarakat luas. (Morrisan, 2007:14)

Menurut Thomas M. Garret, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas penyampaian pesan-pesan visual atau oral kepada khalayak, dengan maksud menginformasikan atau mempengaruhi mereka untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi terhadap ide-ide, institusi-institusi atau pribadi-pribadi yang terlibat dalam iklan tersebut. (Kasiyan, 2008:149)


(33)

Menurut Masyarakat Periklanan Indonesia mengartikan iklan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk atau jasa yang disampaikan lewat suatu media dan ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Sementara istilah periklanan diartikan sebagai keseluruhan proses yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pegawasan penyampaian iklan. (Widyatama, 2007:16)

Iklan mengandung enam prinsip dasar, sebagai berikut :

a. Adanya pesan tertentu

Sebuah iklan tidak akan ada tanpa adanya pesan. Tanpa pesan, iklan tidak akan berwujud. Bila di media cetak, ia hanya ruang kosong tanpa tulisan, gambar atau bentuk apapun; bila di media radio, tidak akan terdengar suara apapun; bila di media televisi, tidak terlihat gambar dan suara apapun; maka tidak dapat disebut iklan karena tidak terdapat pesan. Pesan yang disampaikan oleh sebuah iklan, dapat berbentuk perpaduan antara pesan verbal dan pesan nonverbal.

b. Dilakukan oleh komunikator (sponsor)

Pesan iklan ada karena dibuat oleh komunikator. Sebaliknya, bila tidak ada komunikator, maka tidak akan ada pesan iklan. Dengan demikian, cirri sebuah iklan adalah bahwa pesan tersebut dibuat dan disampaikan oleh komunikator atau sponsor tertentu secara jelas. Komunikator dalam iklan dapat datang dari perseorangan, kelompok, masyarakat, lembaga atau organisai, bahkan Negara.


(34)

c. Dilakukan dengan cara non personal

Dari pengertian iklan yang diberikan, hamper semua menyepakati bahwa iklan merupakan penyampaian pesan yang dilakukan secara non personal. Non personal artinya tidak dalam bentuk tatap muka. Penyampaian pesan dapat disebut iklan bila dilakukan melalui media (yang kemudian disebut dengan media periklanan).

d. Disampaikan untuk khalayak tertentu

Iklan diciptakan oleh komunikator karena ingin ditujukan kepada khalayak tertentu. Dalam dunia periklanan, khalayak sasaran cenderung bersifat khusus. Pesan yang disampaikan tidak dimaksudkan untuk diberikan kepada semua orang, melainkan kelompok target audience tertentu.

e. dilakukan dengan cara membayar

Dalam kegiatan periklanan, penyampaian pesan yang dilakukan dengan cara bukan membayar dianggap sebagai bukan iklan. Dalam konteks periklanan, alat pembayaran tidak hanya berupa uang, melainkan juga dapat berupa ruang, waktu dan kesempatan. Misalnya, ketika seseorang hendak mengadakan kegiatan seminar, dan even tersebut akan diiklankan di media massa televisi, maka orang tersebut dapat membayarnya dengan memberikan kesempatan bagi pengelola stasiun televisi tersebut untuk memasangkan nama atau logonya di backdrop (layar belakan tempat digunakan tulisan judul seminar dan nama pembicara).


(35)

f. Penyampaian pesan tersebut, mengharapkan dampak tertentu

Dalam sebuah visualisasi iklan, seluruh pesan dalam iklan semestinya merupakan pesan yang efektif. Artinya, pesan yang mampu menggerakan khalayak agar mereka mengikuti pesan iklan. Semua iklan yang dibuat oleh pengiklan dapat dipastikan memiliki tujuan tertentu, yaitu berupa dampak tertentu ditengah khalayak. Dampak tertentu yang diharapkan oleh pengiklan dapat berupa dampak ekonomis maupun dampak sosial. Pengaruh ekonomis adalah dampak yang diharapkan dapat diwujudkan oleh iklan untuk maksud-maksud mendapatkan keuntungan ekonomi, misalanya laku dan bertambahnya penjualan produk sehingga mendapatkan keuntungan materi. Sementara dampak sosial adalah keuntungan non ekonomi, yaitu terbangunnya citra baik berupa penerimaan sosial oleh masyarakat.

(Widyatama, 2007:17-24)

2.1.3.2Jenis-Jenis Iklan

Iklan dapat dibedakan berdasarkan kategori sifat tujuan yang dikehendaki oleh pengiklan itu sendiri. Dalam kategori ini, secara umum iklan dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :


(36)

1. Iklan komersial

Sebagaimana namanya, iklan komersial atau iklan bisnis bertujuan mendapatkan keuntungan ekonomi, utamanya peningkatan penjualan. Produk yang ditawarkan dalam iklan ini sangat beragam, baik barang maupun jasa, ide, keanggotaan organisasi, dan lain-lain.

Iklan komersial dapay dibagi dalam 3 jenis iklan, yaitu : iklan untuk konsumen, untuk bisnis, dan iklan untuk professional. Perbedaan yang esensial antara ketiganya adalah pada khalayak sasaran yang dituju.

2. Iklan Layanan Masyarakat

Iklan layanan masyarakat adalah iklan yang digunakan untuk menyampaikan informasi, mempersuasi atau mendidik khalayak dimana tujuan akhir bukan keuntungan ekonomi melainkan keuntungan sosial. Keuntungan sosial yang dimaksud disini adalah munculnya penambahan pengetahuan, kesadaran sikap dan perubahan perilaku masyarakat terhadap masalah yang diiklankan, serta mendapatkan citra baik dimata masyarakat.

Iklan layanan masyarakat mendatangkan kebaikan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat, serta bertambahnya pengetahuan masyarakat dan munculnya kesadaran sikap serta prilaku, sebagaimana inti pesan juga dapat menguntungkan pengiklan itu sendiri, selain mendapatkan citra baik ditengah masyarakat.


(37)

Misalnya : iklan mengenai himbauan membayar pajak, seperti yang selama ini ada di televisi. Iklan tersebut termasuk dalam salah satu iklan layanan masyarakat, karena bagi pengiklan, kesadaran masyarakat dalam membayar pajak merupakan keuntungan yang akan diperoleh bagi pengiklan itu sendiri.

2.1.3.3 Iklan di Televisi

Televisi memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan jenis media lainnya yang mencakup daya jangkau luas, seletivitas dan fleksibilitas, fokus perhatian, kreativitas dan efek, prestise serta waktu tertentu. (Morrisan, 2007:187)

Televisi merupakan salah satu media yang termasuk dalam kategori above the line. Sesuai karakternya, iklan televisi mengandung unsur suara, gambar dan gerak. Oleh karena itu, pesan yang disampaikan melalui media ini sangat menarik perhatian dan impresif. (Widyatama, 2007:91)

Karena kemampuannya menjangkau audien dalam jumlah besar maka televise menjadi media ideal dalam mengiklankan produk konsumsi massal. Walaupun iklan televise merupakan iklan yang paling mahal diantara media lainnya, karena biaya pembuatan iklan dan biaya penanyangannya yang besar, namun karena daya jangkauannya yang luas maka biaya iklan televise justru yang paling murah diantara media lainnya jika dilihat dari jumlah orang yang dapat dijangkaunya. (Morrisan, 2007:187)


(38)

Siaran iklan televise akan selalu menjadi pusat perhatian audien pada saat iklan itu ditanyangkan. Jika audien tidak menekan remote controlnya untuk melihat program stasiun televisi lain maka ia harus menyaksikan tayangan iklan televisi satu persatu. Perhatian audien akan tertuju hanya kepada siaran iklan dimaksud ketika iklan itu muncul dilayar televisi, tidak kepada hal-hal lain. Pembaca surat kabar dapat mengabaikan iklan yang berada di sudut kiri bawah halaman surat kabar yang tengah dibacanya, atau melewatkan halaman tertentu dan hanya membaca kolom olah raga. Tidak demikian halnya dengan siaran iklan televisi. Audien harus menyaksikannya dengan fokus perhatian dan tuntas. (Morrisan, 2007:188)

Jenis-jenis iklan televisi dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Live Action

Adalah videoklip iklan yang melibatkan unsure gambar, suara dan gerak secara bersama. Live action biasanya berupa cuplikan kehidupan sehari-hari masyarakat.

b. Animation

Animasi merupakan iklan yang dibangun berdasarkan gambar-gambar kartun (baik dua dimensi maupun tiga dimensi) baik gambar kartun yang digambar dengan ketrampilan tangan maupun animasi komputer.


(39)

c. Still

Yaitu iklan yang disampaikan dengan cara tidak melibatkan unsure gambar gerak, melainkan gambar beku (diam).

d. Music

Yaitu iklan televisi yang disampaikan melalui music sebagai media penyampaian pesan. Artinya, pesan iklan dikemas dalam sebuah alunan music sebagai kekuatan utama pesan iklan.

e. Superimposed

Superimposed adalah bentuk iklan televisi dalam bentuk gambar iklan yang diperlihatkan diatas gambar lain, dalam hal ini ketika gambar yang muncul biasanya diperlihatkan di ujung layar, baik kiri atas, kiri bawah, kanan atas dan kanan bawah, sementara siaran televisi tetap berlangsung.

f. Sponsor Program

Sponsor program adalah bentuk iklan televisi dimana pihak pengiklan atau sponsor membiayai program acara televisi tertentu dan sebagai imbalannya dapat menyampaikan pesan iklan dengan lebih mendominasi.

g. Running Text

Running Text adalah bentuk iklan televisi dimana pesan diperlihatkan muncul masuk secara perlahan bergerak dari kanan masuk pada layar lalu menghilang pada sebelah kiri. Biasanya running text diperlihatkan


(40)

dibawah layar, sehingga tidak terlalu mengganggu tayangan yang sedang berlangsung.

h. Backdrop

Backdrop adalah bentuk iklan televisi dimana pesan iklan diperlihatkan pada latar belakang acara yang diadakan. Backdrop dapat berupa gambar still maupun klip iklan.

i. Caption

Caption adalah bentuk iklan televisi yang menyerupai superimposed. Bedanya, dalam caption, pesan yang digunakan hanya berupa tulisan sajah yang muncul di layar bawah. Biasanya untuk mendukung iklan property endorsement.

j. Credit Tittle

Credit Tittle merupakan bentuk iklan televisi dimana iklan (biasanya berupa gambar still) yang diperlihatkan pada bagian akhir ketika sebuah acara sudah selesai.

k. Ad lib

Ad lib adalah bentuk iklan televsi dimana pesan disampaikan dan diucapkan oleh penyiar secara langsung baik diantara satu acara dengan acara yang lain maupun disampaikan oleh pembaca program acara tertentu.


(41)

l. Property Endorsment

Iklan ini merupakan iklan yang berbentuk dukungan sponsor yang diperlihatkan pada berbagai hal yang digunakan sebagai kelengkapan property siaran maupun berbagai hal yang dikenakan oleh artis atau presenter.

m. Promo Ad

Promo ad adalah iklan yang dilakukan oleh pengelola televisi untuk mempromosikan acara-acaranya, dengan harapan pemirsa tertarik menonton acara yang di tayangkan, sehingga program tersebut mendapatkan jumlah pemirsa yang cukup banyak.

2.1.4 Teori Atribusi

Atribusi adalah proses menyimpulkan motif, maksud, dan karakteristik orang lain dengan melihat pada perilakunya yang tampak (Baron dan Byrne, 1979) dalam Rakhmat (2002:93). Teori atribusi dikemukakan untuk mengembangkan penjelasan mengenai cara-cara kita menilai seseorang secara berlainan, bergantung pada makna apa yang kita kaitkan pada perilaku tertentu. Pada dasarnya teori itu mengemukakan bahwa apabila kita mengamati perilaku individu, kita berusaha menentukan apakah perilaku tersebut disebabkan oleh faktor internal atau eksternal. Meski demikian, penentuan tersebut sebagian besar bergantung pada tiga faktor, yaitu :


(42)

a. Keunikan

b. Konsensus

c. Konsistensi

(Robbin, 2008 : 171-172)

2.2 Kerangka Berpikir

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mengetahui persepsi individu yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak sehingga memberikan interpretasi terhadap suatu permasalahan yang terjadi di masyarakat Surabaya, khususnya berkaitan dengan permasalahan pajak. Peneliti berusaha mengetahui hal tersebut diatas melalui persepsi seseorang terhadap objek yang disebabkan karena kondisi yang mempengaruhi pandangan seseorang, latar belakang pengetahuan (frame of reference) yang berbeda budaya dan psikologis individu yang berbeda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan dibawah ini:

Tingkat Pengetahuan Pengalaman Masa Lalu

Kebiasaan

Persepsi

Iklan Pajak

“apa kata

dunia”

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian Persepsi Masyarakat mengenai Iklan Pajak “Apa Kata Dunia”


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Penelitian ini tidak megutamakan besarnya populasi atau sampling bahkan populasi atau samplingnya sangat terbatas. Jika data yang dikumpulkan sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Disini yang lebih ditekankan adalah persoalan mendalam (kualitas) data bukannya banyaknya (Kuantitas) data. (Kriyantono, 2007:58).

Menurut Rakhmat (2004:24) penelitian deskriptif ditujukan untuk beberapa hal diantaranya adalah :

1. Mengidentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku.

2. Membuat perbandingan atau evaluasi.

3. Mengumpulkan informasi actual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada.


(44)

4. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusaan pada waktu yang akan datang.

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan sebuah studi deskriptif untuk menggambarkan persepsi masyarakat mengenai iklan pajak “apa kata dunia” dalam membayar pajak.

3.2 Definisi Konseptual

3.2.1 Persepsi

Berdasarkan fenomena munculnya pro dan kontra iklan pajak “apa kata dunia” sehubungan dengan kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan, maka peneliti tertarik untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai iklan pajak “apa kata dunia” setalah adanya kasus penggelapan pajak sebesar 25 Milyar oleh Gayus Tambunan, sebab persepsi merupakan rangkaian proses yang dilakukan seseorang guna memperoleh gambaran mengenai sesuatu melalui pemilihan, pengolahan, hingga pengartian informasi mengenai suatu yang diinginkannya tersebut.

Persepsi yang dibangun mengenai iklan pajak “apa kata dunia” ini adalah berdasarkan pengalaman pribadi masyarakat pada saat membayar pajak, perlukah iklan pajak “apa kata dunia” masih tetap ditayangkan di media massa televisi, sementara orang-orang yang bekerja di Departemen Pajak dengan bebas menggelapkan pajak dengan adanya Makelar Kasus.


(45)

3.2.2 Pajak

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.

Saat ini masyarakat kurang begitu mempercayai kegunaan pajak untuk pembangunan atau menjalankan fungsi pemerintahan, setelah munculnya fenomena penggelapan pajak sebesar 25 Milyar oleh Gayus Tambunan, seorang PNS golongan IIIA yang bekerja di Direktoral Jendral Pajak.

3.2.3 Iklan Pajak

Iklan pajak “apa kata dunia” merupakan iklan layanan masyarakat yang tujuannya adalah untuk menghimbau masyarakat khususnya yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak (WP) dalam melaksanakan kewajibannya membayar pajak.

Iklan pajak “apa kata dunia” terdapat banyak versi yaitu, iklan pajak versi seleksi calon menantu, iklan pajak versi Artis tertib pajak, dan masih banyak lagi. Namun pada penelitian ini, obyek yang akan diteliti bukan merupakan efektivitas


(46)

iklan melainkan persepsi masyarakat mengenai iklan pajak “apa kata dunia” setelah adanya kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan.

3.3 Informan

Pada penelitian ini, yang menjadi informan atau subjek penelitian yaitu masyarakat Surabaya yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak (WP) di Surabaya, selain itu juga wajib pajak yang mempunyai pengalaman bermasalah dalam membayar pajak, seperti : orang-orang yang mempunyai CV atau wiraswasta lainnya.

Informan yang akan diteliti adalah masyarakat Surabaya yang berpenghasilan tinggi, seperti : individu yang mempunyai perusahaan atau CV yang bergerak dibidang catering, jasa, bengkel, dan lain-lain. Serta individu yang bekerja diperusahaan swasta maupun Pegawai Negeri.

Penentuan informan akan dilakukan dengan teknik SnowBall yaitu dengan cara menemukan seorang terlebih dahulu, lalu meminta sejumlah informan lain yang mereka kenal, yang dapat menjadi informan berikutnya, melalui informan-informan tersebut, kita menemukan informan lebih banyak lagi.

Pengumpulan data akan dilakukan berdasarkan jawaban yang diberikan oleh masyarakat di Surabaya sebagai informan utama sebagai Key Informan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


(47)

1. Wawancara

Merupakan percakapan antara periset – seseorang yang berharap mendapatkan informasi, dan informan adalah seseorang yang diasumsikan mempunyai informasi penting tentang suatu obyek (Berger, dalam Kriyanto, 2007:96). Wawancara yang dilakukan adalah indepth interview atau wawancara mendalam, yaitu mendapatkan informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan, dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap mengenai topik yang diteliti (Bungin, 2001:110). Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya.

Wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara yang lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dengan frekuensi yang tinggi dan intensif. Selanjutnya dibedakan antara responden (orang yang akan diwawancarai hanya sekali) dengan informan (orang yang ingin periset ketahui atau pahami dan yang akan diwawancarai beberapa kali). (Kriyantono, 2007:96).

2. Observasi

Merupakan kegiatan yang setiap saat kita lakukan. Dengan perlengkapan panca indranya kita miliki sering mengamati obyek-obyek yang ada disekitar kita. Kegiatan observasi ini merupakan salah satu kegiatan yang kita lakukan untuk memahami lingkungan. Observasi disini diartikan sebagai kegiatan mengamati secara langsung tanpa meditor,


(48)

sesuatu obyek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan obyek tersebut. (Kriyantono, 2007:106)

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif yang disesuaikan dengan permasalahan dan tujuan penelitian. Melalui pendekatan metodelogi ini akan dapat menjangkau secara komperhensif dengan tanpa mengurangi akurasi metodologi yang diinginkan.

Pada tahap awal analisis data penelitian dilakukan bersamaan dengan proses pengambilan data. Analisi data penelitian berupa proses pengkajian hasil wawancara, pengamatan dan dokumen yang telah terkumpul. Data kemudian direduksi, karena pada saat proses pengambilan data tersebut tidak langsung terdapat proses analisis.

Sedangkan interpretasi data bertujuan untuk memberikan makna terhadap hasil analisis data yang dilakukan serta mencari implikasinya terhadap teori yang sudah dilakukan untuk menafsirkan hasil analisis.


(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1.1 Gambaran Umum Surabaya

Penelitian dengan judul “Persepsi Masyarakat Surabaya mengenai Iklan Pajak “Apa Kata Dunia” ini dilakukan di Kotamadya Surabaya. Kotamadya Surabaya merupakan kota besar kedua di Indonesia setelah ibukota Jakarta. Kota Surabaya memiliki kepadatan penduduk dan aktivitas penduduk yang sangat tinggi. Kota Surabaya terletak antara 07o 21o LS (Lintang Selatan) dan 112o 36o sampai dengan 112o 54o BT (Bujur Timur). Wilayah Surabaya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 3-6 meter diatas permukaan air laut. Kota Surabaya memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Selat Madura b. Sebelah Timur : Selay Madura c. Sebelah Selatan : Kabupaten Sidoarjo d. Sebelah Barat : Kabupaten Gresik

Kotamadya Surabaya dibagi menjadi 5 (lima) wilayah, dengan luas sebagai berikut :


(50)

Surabaya Pusat : 14,78 km2

Surabaya Barat : 118,01 km2

Surabaya Timur : 91,78 km2

Surabaya Utara : 38,32 km2

Surabaya Selatan : 64,07 km2

Jadi luas wilayah seluruh Kotamadya Surabaya + 326,37 km2 dan terbagi dalam 31 kecamatan dan 163 kelurahan.

Peneliti melakukan pengamatan (observasi) dan wawancara mendalam (in depth interview) di wilayah Surabaya selatan, karena di wilayah tersebut menurut data yang diperoleh peneliti, ditemukan masyarakat yang mempunyai CV, atau usaha-usaha lain, yang dapat dianggap bahwa masyarakat tersebut membayar pajak yang besar.

4.1.1.2 Gambaran Umum Iklan Pajak

Iklan pajak “apa kata dunia” merupakan iklan layanan masyarakat yang tujuannya adalah untuk menghimbau masyarakat Indonesia khususnya yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak (WP) dalam melaksanakan kewajibannya membayar pajak.


(51)

Iklan pajak “apa kata dunia” terdapat banyak versi yaitu, iklan pajak versi seleksi calon menantu, iklan pajak versi Artis tertib pajak, versi patriot bangsa, versi meyuap pegawai pajak.

Namun pada penelitian ini, peneliti tidak hanya meneliti salah satu versi dari iklan pajak, melainkan secara keseluruhan dari adanya iklan pajak itu, karena peneliti berusaha meneliti sejauh mana iklan mempengaruhi tindakan masyarakat Surabaya dalam pembayaran pajak, setelah munculnya kasus penggelapan pajak senilai 28 Milyar oleh salah satu pegawai pajak, Gayus Tambunan.

4.1.2 Penyajian Data

Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 6 (Enam) bulan, di Surabaya selatan. Sebagaimana yang telah peneliti tuliskan sebelumnya, subjek penelitian yang dijadikan informan tidak dapat dibatasi atau ditentukan karena analisis yang digunakan adalaha kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menggambarkan persepsi masyarakat Surabaya mengenai iklan pajak “apa kata dunia” setelah adanya kasus penggelapan pajak senilai 28 Milyar, khususnya bagi masyarakat Surabaya yang telah terdaftar sebagai wajib pajak, baik wajib pajak perorangan maupun badan usaha. Data diperoleh dengan melakukan observasi (pengamatan) dan in depth interview (wawancara mendalam) terhadap wajib pajak Surabaya.


(52)

Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya dari informan, sedangkan observasi dilakukan untuk mengamati perilaku dan perkembangan situasi yang diteliti.

Data yang diperoleh tersebut akan disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif, sehingga akan didapatkan gambaran, jawaban, serta kesimpulan dari pokok permasalahan yang diangkat.

4.1.3 Identitas Informan

Dalam penelitian ini yang akan dijadikan informan adalah masyarakat yang telah terdaftar sebagai wajib pajak, baik itu wajib pajak perorangan maupun badan usaha, yang sering menonton iklan pajak “apa kata dunia”.

Informan yang akan diteliti adalah masyarakat Surabaya yang berpenghasilan tinggi, seperti : individu yang mempunyai perusahaan atau CV yang bergerak dibidang catering, jasa, bengkel, dan lain-lain. Serta individu yang bekerja diperusahaan swasta maupun Pegawai Negeri. Selain itu juga wajib pajak yang mempunyai pengalaman bermasalah dalam membayar pajak, seperti : orang-orang yang mempunyai perusahan sendiri.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi objek sosial dari wajib pajak Surabaya (Wajib Pajak Perorangan dan Wajib Pajak Badan Usaha) terhadap iklan pajak “apa kata dunia”, bagaimana iklan pajak tersebut dapat mempengaruhi pemikiran masyarakat dalam melaksanakan kewajibannya


(53)

membayar pajak, meskipun masyarakat mengetahui adanya kasus-kasus penggelapan pajak oleh pegawai pajak.

Dimana setiap informan pasti memiliki pengalaman, pendapat, dan informasi yang akan diperlukan peneliti dalam menyusun penelitian ini. Berikut ini peneliti mencantumkan table dari informan-informan yang telah di wawancarai:

Tabel Identitas Informan

No. Nama Umur Jenis Pekerjaan Tingkat pendidikan Lama bekerja Pengalaman membayar pajak 1. Endang 57 Thn Pengusaha

Catering

Diploma 3 15 Thn Tidak taat dalam pembayaran pajak 2. Bambang 28 Thn Pemilik

CV

S1 5 Thn Tidak taat dalam pembayaran pajak 3. Hartono 48Thn Pemilik

Bengkel

Lulusan STM

Tidak taat dalam pembayaran pajak

4. Rumi 48Thn PNS S2 21 Thn Taat pembayaran

pajak

5. Adi 27Thn Pegawai

Swasta

S1 5 Thn Taat membayar

pajak Sumber : wawancara pada tanggal 16 Mei 2010 – 21 Mei 2010


(54)

Dari table diatas diketahui bahwa informan-informan dengan jenis pekerjaaan yang berbeda antara satu dengan lainnya akan menghasilkan jawaban-jawaban yang berbeda pula tergantung pada tingkat pengetahuan, latar belakang pengalaman, dan kebiasaan.

4.2 Analisis Data

4.2.1 Persepsi Masyarakat mengenai Iklan Pajak “Apa Kata Dunia”

Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan bahwa pada dasarnya persepsi masyarakat mengenai iklan pajak “apa kata dunia” dapat diketehui melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

a. Apakah mereka pernah menonton iklan pajak di televisi?

b. Bagaimana tanggapan mereka mengenai iklan pajak di televisi?

c. Apakah iklan pajak tersebut mempengaruhi kesadaran mereka dalam pembayaran pajak?

d. Adakah efek dari penanyangan iklan tersebut? Positif atau negative?

e. Masih haruskah masyarakat membayar pajak, sesuai dengan ajuan dari iklan pajak tersebut, setelah adanya kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan?

Masing-masing informan memiliki latar belakang pengalaman yang berbeda antara satu dengan lainnya. Adapun perbedaan latar belakangan


(55)

pengalaman tersebut pada dasarnya menyebabkan timbulnya persepsi mengenai iklan pajak yang berbeda pula. Seperti dikemukakan oleh Deddy Mulyana dalam bukunya “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar” (2001:171), bahwa beberapa hal atau faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pada diri individu antara lain adalah latar belakang pengalaman yang berbeda antara seseorang dengan orang lain, budaya yang berbeda, serta suasana psikologis yang berbeda juga membuat perbedaan persepsi seseorang dengan orang lain dalam mempersespsi suatu objek.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap informan tersebut, menunjukan bahwa persepsi yang diberikan oleh informan cenderung lebih banyak negatifnya daripada positifnya. Hal ini dikarenakan mereka menganggap dengan adanya penanyangan iklan himbauan membayar pajak tidak dapat mempengaruhi mereka dalam melaksanakan membayar pajak. Dapat terlihat dari penilaian yang telah diberikan oleh informan, mengenai iklan pajak tersebut.

Sementara itu, telah kita ketahui bahwa pemberitaan mengenai kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan sangat mempengaruhi bagaimana masyarakat mempersepsi adanya penanyangan iklan himbauan membayar pajak. Pada saat peneliti menanyakan apakah informan pernah menonton iklan pajak “apa kata dunia” di televisi, mayoritas jawaban yang disampaikan oleh para informan tersebut adalah pernah. Salah satunya adalah jawaban yang disampaikan oleh Ibu Endang sebagai informan pertama, yang menyatakan bahwa ibu Endang pernah menonton iklan himbauan membayar pajak. Berikut adalah hasil


(56)

wawancara dengan informan pertama, Ibu Endang (seorang pemilik usaha Cattering) :

Informan 1 :

“ saya pernah menonton iklan himbauan membayar pajak di televisi, karena setiap saya menonton televisi, iklan tersebut sering sekali muncul”

(wawancara : Selasa, 18 Mei 2010, pukul 08.00 WIB)

Informan pertama mengaku sering menonton iklan pajak, yang menurut pendapatnya iklan tersebut sering ditayangkan di televisi akhir-akhir ini. Informan pertama menjawab pertanyaan dari peneliti dengan santai, dan lebih sering meninggalkan peneliti saat sedang diwawancarai peneliti. Hal ini dikarenakan, informan pertama sedang sibuk mengurusi pesanan catering.

Ketika peneliti menanyakan bagaimana tanggapan informan 1 mengenai tayangan iklan pajak “apa kata dunia”, informan 1 mengaku bahwa iklan tersebut sangat bagus, karena dapat meningkatkan kesadaran masyarakat, namun bila dikaitkan dengan adanya kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan, informan 1 mengatakan bahwa iklan tersebut dianggap kurang begitu bagus, karena menurut informan 1 dengan adanya iklan tersebut justru kita sebagai warga Negara Indonesia membayar pajak hanya untuk mengkayakan orang-orang yang bekerja di Departemen Pajak. Berikut merupakan pernyataan dari informan 1 :

Informan 1:

“bagus juga dengan adanya iklan pajak tersebut, artinya bisa lah meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai membayar pajak itu sendiri. Tapi kalau dihubungkan dengan kasus Gayus yang jelas saya kurang setuju dengan adanya


(57)

iklan tersebut, karena saya rasa kita membayar pajak hanya untuk mengkayakan orang-orang yang bekerja di Departemen Pajak.”

(wawancara : Selasa, 18 Mei 2010, pukul 08.00 WIB)

Ketika peneliti kembali menanyakan mengenai apakah iklan tersebut dapat mempengaruhi kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, maka jawaban dari informan 1 adalah sebagai berikut :

Informan 1:

“nggak berpengaruh ya, mbak. Masalahnya setelah kasus Gayus itu sendiri, saya Pribadi malah makin malas membayar pajak. ya, kebetulan ini sudah beberapa

Bulan saya belum melaporkan pajak saya.” (wawancara : Selasa, 18 Mei 2010, pukul 08.00 WIB)

Informan pertama mengaku dengan adanya kasus Penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan, membuat dia semakin malas membayar pajak. Setelah ditanya alasan mengapa malas membayar pajak, dengan santai dan tersenyum informan pertama mengaku bahwa secara pribadi dirinya mengaku rugi, karena dia berusaha untuk melaksanakan kewajibannya sementara pihak pemerintah dengan enaknya menggelapkan pajak yang seharusnya digunakan untuk pembangunan bangsa.

Ketika peneliti menanyakan efek dari adanya iklan pajak “apa kata dunia” sementara munculnya kasus penggelapan pajak sebesar 25 Milyar oleh Gayus Tambunan, maka informan-informan penelitian memberikan jawaban yang berbeda-beda, seperti pernyataan dibawah ini :


(58)

Informan 1:

“yang pasti Negatif ya mbak, kalau dikaitkan dengan kasus Gayus, berarti kita bisa dikatakan membayar pajak untuk mengkaya-kan orang-orang di Departemen

Pajak.”

(wawancara : Selasa, 18 Mei 2010, pukul 08.00 WIB)

Menurut pendapat Informan pertama, pemiliki usaha Catering, ini mengaku bahwa efek yang ditimbulkan oleh dari adanya penanyangan iklan tersebut adalah Negatif, dengan santai dia menyatakan bahwa jika adanya penanyangan iklan tersebut dikaitkan dengan adanya kasus penggelapan pajak, sama dengan pemerintah menyuruh masyarakat membayar pajak hanya untuk meng-kaya-kan orang-orang di Departemen Pajak, seperti Gayus Tambunan. Sehingga penilaian informan pertama dengan adanya Iklan tersebut menjadi negatif.

Ketika peneliti menanyakan kepada informan mengenai masih haruskah masyarakat Surabaya membayar pajak sesuai dengan isi pesan yang terkandung dalam iklan pajak “apa kata dunia”, sementara itu munculnya pemberitaan mengenai kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan. Sebagai berikut pernyataan dari informan pertama :


(59)

Informan 1:

“harus sebenarnya, asal pemerintahan juga berjanji bahwa stop korupsi. Iklan itu dibuat kan untuk mempengaruhi pola pikir masyarakat untuk tetap membayar

Pajak, sekarang gini mbak, pemasukan terbesar kas Negara itu ada di pajak. nah,Kalau masyarakat malas membayar pajak ya jadinya Negara nggak bisa

berkembang.”

(wawancara : Selasa, 18 Mei 2010, pukul 08.00 WIB)

Menurut pendapat informan pertama, pemasukan kas terbesar dalam pemerintah adalah pembayaran pajak dari masyarakat, hal ini diperkuat dengan adanya pernyataan dari Suparman Sumawidjaya, bahwa fungsi pajak adalah mengisi kas Negara/ anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan Negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur/regulatif).

Dari setiap pernyataan-pernyataan yang dikemukan oleh informan 1 dapat diambil kesimpulan bahwa informan pertama tidak setuju dengan adanya iklan pajak “apa kata dunia”, karena iklan tersebut dianggap hanya sebatas iklan untuk mengajak masyarakat membayar pajak namun untuk mengkayakan orang-orang di Departemen Pajak. Sehingga menurut informan pertama, ada atau tidaknya iklan pajak “apa kata dunia” ini dianggap tidak dapat mempengaruhi kesadarannya untuk mentaati kewajibannya membayar pajak, hal ini dikarenakan tidak percayanya informan pertama dengan pajak.

Persepsi yang ditimbulkan oleh informan 1 mengenai iklan pajak “apa kata dunia” ini berdasarkan pengalaman buruk informan 1 dalam membayar pajak,


(60)

dimana menurut informan 1 tidak ada kegunaannya informan 1 membayar pajak dengan kaitannya kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan senilai 25 Milyar rupiah. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Deddy Mulyana yang mengatakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu seseorang.

Sama dengan informan pertama, informan kedua juga menganggap iklan pajak “apa kata dunia” yang selama ini ditayangkan ditelevisi kurang begitu bisa diterima oleh masyarakat, bahkan iklan tersebut dianggap kurang bagus, karena dirasa iklan ini terlambat dalam penanyangannya, berikut merupakan tanggapan informan kedua mengenai iklan pajak “apa kata dunia” :

Informan 2:

“pernah, saya pernah menonton tayangan iklan pajak di televisi” (wawancara : Rabu, 19 Mei 2010, pukul 12.00 WIB)

Informan 2:

“iklan itu memang kurang begitu bagus, Karena menurut saya iklan itu terlalu terlambat ya ditanyangkannya, sementara selama ini masyarakat

mengesampingkan masalah pembayaran pajak.” (wawancara : Rabu, 19 Mei 2010, pukul 12.00 WIB)

Informan 2 menjawab pertanyaan tersebut dengan memainkan handphone. Dan kebetulan pada saat itu informan 2 juga sedang mengelus-elus kucingnya. Sehingga tidak memberikan respon yang baik terhadap peneliti pada saat wawancara berlangsung. Namun menurut informan 2 ini, iklan pajak “apa kata


(61)

dunia” kurang begitu bagus. Hal ini karena penanyangan iklan tersebut sedikit terlambat, sehingga kurang bisa diterima oleh masyarakat.

Sikap informan kedua dalam menjawab pertanyaan peneliti dengan terus menatap ke laptop informan itu sendiri. Tidak langsung memandang kepada peneliti. Namun, walau demikian informan kedua tetap fokus dalam setiap pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti.

Namun pada saat peneliti menanyakan apakah iklan pajak “apa kata dunia” dapat mempengaruhi masyarakat dalam membayar pajak, informan kedua mengatakan bahwa iklan tersebut kurang bisa mempengaruhi masyarakat, hal ini disebabkan karena penanyangan iklan pajak “apa kata dunia” dianggap terlalu terlambat, karena masyarakat Indonesia ini sendiri telah lama mengabaikan pembayaran pajak, bahkan sebelum adanya kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan itu sendiri. Berikut adalah pernyataan dari informan kedua :

Informan 2:

“kurang berpengaruh, ya seperti yang saya bilang tadi, iklan pajak itu sendiri terlambat untuk ditayangkan. Karena masyarakat terlanjur tidak menganggapi soal

pajak, misalnya saja kurangnya masyarakat yang mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, iya kan?”

(wawancara : Rabu, 19 Mei 2010, pukul 12.00 WIB)

Berbeda dengan informan pertama, informan kedua justru mempunyai alasan khusus mengapa iklan tersebut tidak mempengaruhi kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, hal tersebut dikarenakan menurut informan kedua iklan


(62)

pajak tersebut sangat telambat penayangannya, sehingga kurang dapat membuat masyarakat Indonesia ini untuk sadar akan kewajibannya membayar pajak.

Dari informan kedua, peneliti mendapatkan satu referensi mengenai pembayaran pajak di luar negeri. Dia mengatakan bahwa di luar negeri masyarakatnya membayar pajak itu sudah seperti “makanan sehari-hari”, jadi tidak perlu adanya iklan masyarakat disana telah mengerti apa yang menjadi tanggung jawab dan kewajiban masing-masing individu.

Ketika peneliti menanyakan efek dari adanya iklan pajak “apa kata dunia” sementara munculnya kasus penggelapan pajak sebesar 25 Milyar oleh Gayus Tambunan, maka informan kedua dalam penelitian memberikan jawaban yang berbeda-beda, seperti pernyataan dibawah ini :

Informan 2:

“efek positif tentunya, karena kalau menurut pendapat saya, dengan adanya iklan pajak tersebut, saya sendiri jadi merasa diingatkan dalam pembayaran pajak. Ya apalagi, selogan yang ada di iklan itu sendiri, “hari gini nggak bayar pajak, Apa kata dunia?”. Jadi

kalau sedang nonton TV trus ada iklan pajak ini, saya jadi merasa tersentil, kalau saya belum bayar pajak.”

(wawancara : Rabu, 19 Mei 2010, pukul 12.00 WIB)

Informan kedua justru lebih menganggap dengan adanya penanyangan iklan tersebut, membuat dia semakin giat membayar pajak. di perkuat dengan adanya textline dari adanya iklan tersebut, semakin membuat dia “tersentil” apabila tidak membayar pajak. ketika peneliti menanyakan kembali mengenai kaitannya dengan kasus Penggelapan Pajak, informan kedua mengatakan bahwa


(63)

sebenarnya kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan bukan merupakan alasan masyarakat untuk tidak membayar pajak.

Ketika peneliti kembali menanyakan masih haruskah informan kedua membayar pajak sesuai dengan isi pesan atau makna dari adanya iklan pajak “apa kata dunia”, maka berikut merupakan pernyataan dari informan kedua :

Informan 2:

“ya harus dong, sebenarnya kasus gayus itu bukan menjadi alasan masyarakat untuk malas membayar pajak, justru walau tidak ada kasus itu saya rasa kalau sudah malas bayar pajak ya malas saja. Jadi nggak ada pengaruhnya kasus gayus

terhadap pembayaran pajak. sesuai iklan lah, kesadaran masyarakat sendiri.” (wawancara : Rabu, 19 Mei 2010, pukul 12.00 WIB)

Sementara itu menurut informan kedua, kasus penggelapan pajak oleh Gayus tidak dapat dijadikan alasan sebagai penolakan membayar pajak, namun untuk mengatasi hal demikian, menurut informan kedua, seharusnya di iklan pajak itu diterakan penghargaan bagi masyarakat yang membayar pajak, dan hukuman bagi masyarakat yang menolak membayar pajak.

Dari data yang diambil melalui informan kedua, pada dasarnya informan kedua tidak begitu menyetujui adanya penanyangan iklan pajak “apa kata dunia”, hal ini disebabkan karena keterlambatan penanyangan iklan pajak itu sendiri sebab masyarakat telah lama mengabaikan pembayaran pajak, sehingga ada atau tidaknya iklan tersebut tidak dapat mempengaruhi pemikiran masyarakat dalam membayar pajak. Namun demikian, informan kedua menyatakan bahwa sebenarnya kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan bukan merupakan


(64)

alasan masyarakat untuk mengabaikan soal pembayaran pajak, karena kasus penggelapan pajak sebenarnya sudah ada sebelum kasus Gayus muncul ke masyarakat, sehingga kasus penggelapan pajak sebenarnya tidak bisa dijadikan alasan untuk mengabaikan pembayaran pajak. Meskipun seperti itu, secara pribadi informan kedua kasus penggelapan pajak tersebut sangat mempengaruhi informan kedua dalam membayar pajak, yang kebetulan telah beberapa bulan informan kedua tidak membayar pajak sesuai dengan ketentuannya.

Tidak jauh berbeda dengan informan pertama dan kedua, informan ketiga juga tidak menyetujui adanya iklan pajak “apa kata dunia”, namun dengan alasan berbeda bahwa iklan pajak itu dianggap iklan “main-main” bukan merupakan iklan himbauan masyarakat yang sesungguhnya, karena iklan tersebut tidak dapat mempersuasi dirinya pribadi dalam membayar pajak, berikut merupakan pernyataan dari informan 3 :

Informan 3:

“Iklan pajak “apa kata dunia” pernah saya tonton, sering sekali bahkan ditanyangkan di media televisi.”

(wawancara : Rabu, 19 Mei 2010, pukul 15.00 WIB)

Informan 3:

“kalau saya bilang iklan itu hanya main-main, bukan iklan yang sesungguhnya menghimbau masyarakat, karena menurut saya iklan tersebut hanya untuk Orang

kaya, ingatkan ada iklan pajak yang versi 2 orang naik mobil merci, Nah, dari mobilnya saja sudah menunjukkan bahwa iklan tersebut untuk orang kaya.


(65)

Padahal ya mbak, orang yang kurang mampu pun masih tetap dibebankan Pajak. jadi iklan tersebut belum mengena lah.”

(wawancara : Rabu, 19 Mei 2010, pukul 15.00 WIB)

Berbeda dengan informan 2, pada saat peneliti mewawancarai informan ketiga, peneliti mendapatkan respon yang baik. Karena informan ketiga pada saat melakukan wawancara, bahasa nonverbal dari informan ketiga dirasa sangat menghargai peneliti. Meskipun demikian, jawaban informan ketiga tetap sama dengan informan 2, yang mengaku bahwa iklan pajak itu sendiri hanya main-main, bukan seperti iklan yang sesungguhnya. Namun pada saat peneliti menanyakan kembali mengenai bagaimana iklan yang “tidak main-main” menurut pendapat informan ketiga, informan tersebut mengatakan bahwa iklan pajak seharusnya seperti tayangan iklan Ekstra Jos, yang menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan, misalnya dalam iklan tersebut ditayangkan jika tidak membayar pajak, maka hasil yang akan didapat adalah jalanan yang rusak, namun jika membayar pajak hasil yang didapat adalah jalan-jalan rusak tersebut sudah diperbaiki.

Proses persepsi ini diawali dengan perhatian dan seleksi terhadap informasi yang ada, kemudian informasi yang telah terseleksi tersebut diorganisir, setelah itu mulailah tahap intepretasi, yaitu individu mencoba memahami makna informasi tersebut. Ketika individu membutuhkan informasi tersebut, maka dilakukan tahap pencarian kembali, seperti dijelaskan oleh Schermerhorn, dkk (1994 : 153-155) yaitu para informan yang memberikan perhatian terhadap tayangan iklan pajak “apa kata dunia” terlebih dahulu, kemudian diseleksi dan


(66)

diorganisir setelah itu tayangan iklan pajak “apa kata dunia” tersebut diintepretasi untuk diberi makna.

Persepsi informan ketiga mengenai iklan pajak itu sendiri berdampak pada bagaimana iklan pajak itu mempengaruhi kesadaran informan dalam melaksanakan kewajibannya membayar pajak. berikut adalah pernyataan dari informan ketiga mengenai pengaruh iklan pajak terhadap kesadaran dirinya dalam melaksanakan kewajibannya membayar pajak :

Informan 3:

“tidak, tidak sama sekali berpengaruh pada saya. Sama seperti yang saya bilang tadi, iklan itu belum bisa dikatakan iklan himbauan masyarakat membayar.”

(wawancara : Rabu, 19 Mei 2010, pukul 15.00 WIB)

informan ketiga mengaku iklan tersebut tidak mempengaruhi pemikiran dalam membayar pajak, bahkan informan ketiga juga mengaku bahwa iklan pajak tersebut belum dapat dikatakan iklan himbauan masyarakat dalam membayar pajak, karena iklan tersebut hanya sekali per hari diputar di televisi, sehingga tidak dapat diingat secara mendalam oleh informan ketiga. Selain itu, didukung dengan adanya kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan senilai 25 Milyar yang membuat informan ketiga semakin malas membayar pajak, sehingga setiap pelaporan pajaknya selalu dinyatakan nihil atau tidak ada pekerjaan, sehingga pajaknya dianggap 0.


(67)

Ketika peneliti menanyakan efek dari adanya iklan pajak “apa kata dunia” sementara munculnya kasus penggelapan pajak sebesar 25 Milyar oleh Gayus Tambunan, maka jawaban dari informan ketiga adalah sebagai berikut :

Informan 3:

“Negatif. Iya, jelas seperti yang saya katakana tadi bahwa iklan tersebut belum bisa dikategorikan sebagai iklan layanan masyarakat, karena makna yang disampaikan belum bisa diterima oleh masyarakat secara umum, secara khusus ya

saya sendiri.”

(wawancara : Rabu, 19 Mei 2010, pukul 14.00 WIB)

Informan ketiga menyatakan bahwa iklan tersebut negative dengan kata lain, bahwa makna atau isi pesan yang dimuat dalam iklan pajak “apa kata dunia” belum dapat diterima masyarakat secara umum, dan dirinya sendiri secara khusus. Karena dirasa dengan adanya iklan pajak tersebut belum dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak.

Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Rendra, dalam bukunya Pengantar Periklanan, bahwa iklan layanan Masyarakat adalah mendatangkan kebaikan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat, serta bertambahnya pengetahuan masyarakat dan munculnya kesadaran sikap serta prilaku, sebagaimana inti pesan juga dapat menguntungkan pengiklan itu sendiri, selain mendapatkan citra baik ditengah masyarakat. Oleh karena itu apabila iklan pajak tidak dapat mendatangkan kebaikan dan peningkatan kualitas hidup, belum dapat dikatakan sebagai iklan layanan masyarakat.


(1)

Suatu dorongan yang sama tidak selalu menimbulkan tindakan yang sama pula oleh sebab perbedaan persepsi pada masing-masing individu. Seperti halnya pada masayarakat dalam mempersepsikan iklan pajak setelah adanya kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan. Persepsi yang dimiliki oleh tiap-tiap individu akan berbeda, begitu juga dengan perilaku mereka dalam menyikapi stimulus berbeda pula tergantung pada persepsi yang mereka ciptakan. Dalam perspektif ilmu komunikasi, persepsi biasa dikatakan sebagai inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti dari persepsi yang identik dengan penyandian (decoding) dalam proses komunikasi. Hal ini sesuai dengan definisi John R. Wenburg dan William W. Wilmot yang mengatakan bahwa persepsi dapat didefinisikan sebagai cara organisme member makna, atau menurut Rudolph F. Verderber persepsi adalah proses menafsirkan informasi inderawi. (Mulyana, 2001:167)

Pada umumnya, iklan pajak “apa kata dunia” dibuat sedemikian sederhana agar masyarakat mudah memahami isi pesan dari adanya iklan tersebut. Dengan pemilihan textline yang sangat mudah diingat oleh masyarakat “Hari gini Nggak Bayar Pajak, Apa Kata Dunia”. Dengan adanya pemilihan textline yang tepat membuat masyarakat mengerti bahwa jika mereka tidak membayar pajak, apa yang akan dikatakan dunia. Pernyataan tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Deddy Mulyana dalam bukunya “Ilmu Komunikasi Suatu pengantar”, yaitu rangsangan yang menarik perhatian seseorang akan dianggap lebih penting oleh orang tersebut daripada rangsangan yang tidak menarik perhatiannya. Rangsangan


(2)

yang tidak menarik perhatian seseorang akan cenderung diabaikan oleh orang tersebut (Mulyana, 2001:168).

Di era modernisasi ini, televisi berserta informasi yang dimuatnya oleh Samuel L. Becker diibaratkan sebagai kepingan-kepingan mosaik, karena informasi diterima sepanjang hidu, maka setiap orang pasti menyimpan jutaan mosaik dikepalanya. Kemudian, sebagaimana seorang seniman merangkai kepingan-kepingan mosaik menjadi lukisan, demikian pula kepingan informasi itu kemudian disusun dengan pola tertentu membentuk sebuah gambar dunia dalam kepala informan tersebut. (Anggraini, 2005:18)

Persepsi masyarakat mengenai tayangan iklan pajak “apa kata dunia” ini sesuai dengan teori komunikasi model Laswell. Teori ini menyatakan bahwa proses komunikasi memiliki unsur-unsur yang terdiri dari komunikator (pengirim), pesan, media, komunikan (Penerima) dan efek (Effendy, 2003:253). Dimana yang menjadi komunikator dalam penelitian ini adalah Pengiklan Pajak, yang menyajikan iklan pajak “apa kata dunia” (berperan sebagai pesan), melalui media televisi dan kemudian dikonsumsi oleh masyarakat sebagai komunikan. Namun pada tayangan iklan ini efek yang didapatkan adalah efek negatif, dikarenakan iklan ini belum bisa meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melaksanakan kewajiban membayar pajak, hal ini disebabkan kurangnya frekuensi dan durasi dalam penanyangan iklan pajak “apa kata dunia”.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari data-data yang telah dianalisis oleh peneliti mengenai bagaimana persepsi masyarakat Surabaya mengenai iklan pajak “apa kata dunia” setelah adanya kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan, terdapat 2 kesimpulan yang berbeda, antara informan-informan yang mulai malas membayar pajak dengan informan-informan yang tetap mentaati membayar pajak.

Informan – informan yang mulai merasa malas membayar pajak adalah informan pertama, kedua dan ketiga, yang menganggap iklan yang ditayangkan dalam televisi ini merupakan iklan “main-main”, yang menganggap bahwa dengan adanya iklan pajak “apa kata dunia” berarti menghimbau masyarakat membayar pajak hanya untuk meng-kaya-kan orang-orang yang bekerja di Departemen Pajak, seperti kasus penggelapan pajak senilai 25 Milyar oleh Gayus Tambunan.

Namun ada juga informan – informan yang meskipun ada kasus penggelapan pajak senilai 25 Milyar tetap mentaati membayar pajak, yaitu informan keempat dan kelima yang mempunyai latar belakang sebagai PNS dan Pegawai Swasta, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya gaji langsung secara otomatis terpotong pajak, namun informan-informan diatas sadar


(4)

bahwa pentingnya masyarakat membayar pajak. Sehingga mengharuskan masyarakat tetap membayar pajak untuk pembangunan bangsa Indonesia itu sendiri.

5.2 Saran

Supaya iklan pajak “apa kata dunia” dapat mempengaruhi kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, seharusnya iklan pajak “apa kata dunia” memuat pesan-pesan yang dapat diterima oleh masyarakat, misalnya dalam tayangan iklan tersebut dimunculkan perbedaan jalan rusak akibat masyarakat tidak membayar pajak, dan jalan yang sudah diperbaiki dari adanya pajak yang dibayarkan oleh masyarakat.

Dalam iklan tersebut seharusnya menampilkan aplikasi-aplikasi kegunaan pajak yang diuntukan kepada pembangunan nasional.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Bungin, Burhan, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003

Effendi, Onong Uchjana , Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003

Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan, Yogyakarta : Ombak, 2008

Morrisan, 2007

Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung : Rosdakarya, 2001

Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi (Edisi Revisi), Bandung : PT. Remaj Rosdakarya, 2005

Schermerhorn, John. R, Managing Organizational Behaviour, New York : John Wiley and Sons, 1994

Sobur, Alex, Drs. MSi, Psikologi Umum, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2003 Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta : Andi, 2004

Widyatama, Rendra, Pengantar Periklanan, Yogyakarta : Kelompok Penerbit Pinus, 2007

INTERNET

http://maksumpriangga.com/pengertian-dasar-dan-ciri-ciri-pajak-definisi-pajak.html

www.pajak.go.id www.surya.co.id


(6)

SKRIPSI

Anis Chairunnisa, 2007, Persepsi Masyarakat Terhadap Badan Pertahanan Nasional (BPN) Surabaya, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya.

_______________, 2009, Persepsi Masyarakat Surabaya Mengenai Iklan NPWP Versi Seleksi Calon Menantu, Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Petra

_______________, 2009, Persepsi Anak terhadap tayangan Smack Down di Lativi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur


Dokumen yang terkait

PENDAHULUAN PERSEPSI MASKULIN PADA IKLAN TELEVISI MINUMAN BERENERGI (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Maskulin Pada Iklan Televisi M-150 Versi “Hero” ).

0 5 35

PENUTUP PERSEPSI MASKULIN PADA IKLAN TELEVISI MINUMAN BERENERGI (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Maskulin Pada Iklan Televisi M-150 Versi “Hero” ).

0 2 27

PERSEPSI MASYARAKAT SURABAYA TENTANG IKLAN ”MANFAAT PAJAK” DI TELEVISI (Studi Deskriptif kualitatif Persepsi Masyarakat SurabayaTentang Iklan ”Manfaat Pajak” di Televisi).

0 0 74

PERSEPSI MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP LEMBAGA KEPOLISIAN PASCA PEMBERITAAN KASUS GAYUS TAMBUNAN (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Masyarakat Surabaya Terhadap Lembaga Kepolisian Dalam Penanganan Kasus Mafia Perpajakan).

0 0 75

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT SURABAYA TENTANG IKLAN LAYANAN MASYARAKAT WAJIB PAJAK “APA KATA DUNIA” DI TELEVISI ( Studi Deskriptif Tentang Tingkat Pengetahuan Masyarakat Surabaya Terhadap Iklan Layanan Masyarakat Wajib Pajak “Apa Kata Dunia” di Televisi

0 2 101

APA KATA DUNIA mereka apa

0 2 16

Kata Kunci : persepsi, masyarakat, Pemilu2014, demokrasi. Pendahuluan - PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI PENYELENGGARAAN PEMILU

0 0 8

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KONDISI KOLEKSI DI TAMAN BACAAN MASYARAKAT (Studi Deskriptif Mengenai Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi Koleksi di Taman Bacaan Masyarakat di Kota Surabaya)

1 1 20

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT SURABAYA TENTANG IKLAN LAYANAN MASYARAKAT WAJIB PAJAK “APA KATA DUNIA” DI TELEVISI ( Studi Deskriptif Tentang Tingkat Pengetahuan Masyarakat Surabaya Terhadap Iklan Layanan Masyarakat Wajib Pajak “Apa Kata Dunia” di Televisi

0 0 24

Persepsi Masyarakat Surabaya Mengenai Iklan Pajak “Apa Kata Dunia” (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Masyarakat Surabaya Mengenai Iklan Pajak “Apa Kata Dunia”)

0 0 15