ANALISIS KORELASI PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK (FORBUSH DECREASE) TERKAIT DENGAN LONTARAN MASSA KORONA (CME). FLARE, DAN PARAMETER DI MEDIUM ANTARPLANET LAINNYA.
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
ANALISIS KORELASI PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK (FORBUSH DECREASE) TERKAIT DENGAN LONTARAN MASSA
KORONA (CME), FLARE, DAN PARAMETER DI MEDIUM ANTARPLANET LAINNYA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Fisika
Bidang Keahlian Fisika Bumi dan Antariksa
Oleh
YOANA NURUL ASRI 0909043
PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG 2013
(2)
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
ANALISIS KORELASI PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK (FORBUSH DECREASE) TERKAIT DENGAN LONTARAN MASSA
KORONA (CME), FLARE, DAN PARAMETER DI MEDIUM ANTARPLANET LAINNYA
Oleh Yoana Nurul Asri
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Yoana Nurul Asri 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2013
Hak Cipta dilindungi undang - undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian Dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis
(3)
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
LEMBAR PENGESAHAN
YOANA NURUL ASRI 0909043
ANALISIS KORELASI PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK (FORBUSH DECREASE) TERKAIT DENGAN LONTARAN MASSA
KORONA (CME), FLARE, DAN PARAMETER DI MEDIUM ANTARPLANET LAINNYA
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH Pembimbing I
Dra. Clara Y. Yatini, M.Sc. NIP. 196403091990072001
Pembimbing II
Judhistira Aria Utama, M.Si. NIP. 197703312008121001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Fisika
Dr. Ida Kaniawati, M.Si. NIP. 196807031992032001
(4)
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Yoana Nurul Asri
Nama : Yoana Nurul Asri NIM : 0909043
Pembimbing : 1. Dra. Clara Y.Yatini, M.Sc. 2. Judhistira Aria Utama, M.Si Penguji : 1. Taufik Ramlan Ramalis, M.Si
2. Lina Aviyanti, M.Si
ABSTRAK
Sinar kosmik memiliki peranan yang penting bagi bumi diantaranya mengakibatkan ionisasi dilapisan ionosfer dan juga berpengaruh terhadap instrumen elektronik satelit. Dalam penelitian ini dikaji penurunan intensitas sinar kosmik lebih dari 3 % dengan durasi kurang dari satu hari yang disebut Forbush decrease (Fd). Fd ini diidentifikasi penyebabnya dari Coronal Mass Ejection
(CME). CME yang dimaksud ialah CME halo dengan kemungkinan terbesar untuk sampai ke bumi. Untuk melihat seberapa besar kontibusi terhadap Fd, yang pertama kali dilakukan adalah membuat koefisien korelasi antara Fd dengan kecepatan CME halo, lalu Fd dengan keberadaan flare serta Fd dengan keberadaan parameter yang berpengaruh dalam perambatannya menuju bumi yaitu awan magnet, gelombang kejut, dan medan magnet antarplanet. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa keberadaan flare memperlihatkan koefisien korelasi lebih baik saat disertai flare yaitu sebesar 0,41 dibandingkan tanpa flare
sebesar 0,11 begitu pula dengan keberadaan awan magnet diperoleh koefisien korelasi lebih baik saat disertai awan magnet sebesar 0,53 dan tanpa awan magnet sebesar 0,37. Namun keberadaan gelombang kejut malah membuat koefisien korelasi lebih baiknya saat tanpa disertai gelombang kejut sebesar 0,61 dibandingkan disertai gelombang kejut sebesar 0,35. Koefisien korelasi yang lebih baik ini menandakan bahwa parameter itulah yang lebih dapat memberikan pengaruh terhadap besarnya Fd. Medan magnet antarplanet pun menunjukkan pengaruh badai geomagnet secara minor terhadap besarnya Fd. Perbandingan kejadian Fd disertai keberadaan flare, awan magnet, dan gelombang kejut secara bersamaan memperlihatkan koefisien korelasi yang lebih baik sebesar 0,53 dibandingkan dengan seluruh kejadian Fd sebesar 0,38. Rata-rata besarnya Fd
dengan CME halo yang disertai flare sebesar 6,3 % dan tanpa flare sebesar 6,2 %, disertai awan magnet sebesar 7,2 % dan tanpa awan magnet 5,8 %, serta disertai gelombang kejut sebesar 6,1 % dan tanpa gelombang kejut 6,7 %.
Kata kunci : CME halo, flare, dan Forbush decrease
ANALISIS KORELASI PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK (FORBUSH DECREASE) TERKAIT DENGAN LONTARAN MASSA
KORONA (CME). FLARE, DAN PARAMETER DI MEDIUM ANTARPLANET LAINNYA
(5)
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
Cosmic rays have an important role for the earth which affect the ionization layer of the ionosphere and the satellite electronic instrument as well. In this study we investigate the decrease of the intensity of cosmic rays more than 3 % which last less than one day, and called as the Forbush decrease ( Fd ). Fd is identified influenced by Coronal Mass Ejection ( CME ). In this study we use the halo CMEs since they are most likely to reach the Earth. To see the influence of halo CMEs to Fd, we calculate the correlation coefficient between halo CME and Fd. Furthermore we also calculate the correlation coefficient of Fd with flares and with others interplanetary parameters, such as magnetic clouds, shock waves, and interplanetary magnetic field. The results show that the presence of flares will give better correlation (=0.41) than the absence of flare (=0.11). Similarly, the presence of magnetic cloud give correlation coefficien better (=0.53) than without magnetic cloud (0.37). In the contrary, the existence of shock waves make the correlation coefficient (=0.35), less than without shock waves (=0,61). The better correlation coefficient indicates that they can impact the intensity of Fd. Interplanetary magnetic field also shows the minor effect of southward interplanetary magnetic field to the intensity of Fd. Generally, the presence of such interplanetary parameters will lead the better correlation (=0.53) compared with the correlation of Fd with the halo CMEs (=0.38). The average intensity of Fd with flare accompanied halo CMEs is 6.3%, and 6,2% without flares, 7,2% and 5,8% for with and without magnetic clouds, 6,1% and 6,7% for with and without shock waves respectively.
(6)
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 5
1.3Batasan Masalah ... 5
1.4Tujuan Penelitian ... 5
1.5Manfaat Penelitian ... 6
1.6Metode Penelitin ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Sinar Kosmik ... 7
2.2CME-Corronal Mass Ejection ... 12
2.3Flare ... 17
2.3.1 Pengaruh Flare Terhadap Bumi ... 22
2.3.2 Keterkaitan Flare dengan CME ... 23
2.4Parameter Di Medium Antarplanet ... 24
2.4.1 Awan Magnet ... 24
2.4.2 Gelombang Kejut ... 25
(7)
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
BAB III METODE PENELITIAN
3.1Metode Penelitian ... 29
3.2Alur Penelitian ... 30
3.3Langkah Penelitian ... 31
3.4Data yang Digunakan ... 33
3.5Pengambilan Data ... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37
4.1Keterkaitan Fd dengan CME halo ... 41
4.2Keterkaitan Fd dengan flare... 45
4.3Keterkaitan Fd dengan awan magnet dan gelombang kejut ... 50
4.4Keterkaitan Fd dengan komponen gangguan geomagnet arah selatan ... 54
BAB V KESIMPULAN - SARAN ... 56
4.1Kesimpulan ... 56
4.2Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
LAMPIRAN ... 62
(8)
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Stasiun Pengamatan Sinar Kosmik ... 9
Gambar 2.2. Contoh Forbush decrease dari berbagai lintang ... 10
Gambar 2.3. Contoh Forbush decrease ... 11
Gambar 2.4. Grafik hubungan antara banyaknya kejadian Fd dan bilangan sunspot yang diamati dari tahun yang sama ... 12
Gambar 2.5. Aurora ... 14
Gambar 2.6. Struktur magnetosfer bumi saat angin surya melewatinya ... 15
Gambar 2.7. Coronal Mass Ejection (CME) ... 16
Gambar 2.8. Flare matahari ... 19
Gambar 2.9. Sinar X-flare menembus lapisan D ionosfer ... 21
Gambar 2.10. Pemodelan awan magnet ... 25
Gambar 2.11. Peristiwa gelombang kejut pada 11 April 2001 ... 27
Gambar 3.1. Diagram alir proses penelitian ... 30
Gambar 3.2. Data sinar kosmik yang telah diunduh... 34
Gambar 3.3. Data kejadian flare yang telah diunduh ... 35
Gambar 3.4. Data Bz ... 36
Gambar 4.1. Hasil grafik merajah intensitas penurunan Fd dengan waktu kejadian pada Januari 2007 ... 40
Gambar 4.2. Hasil grafik merajah intensitas penurunan Fd dengan waktu kejadian pada Juli 2004 ... 40
(9)
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Gambar 4.3. Hasil grafik merajah intensitas penurunan Fd dengan waktu
kejadian pada Maret 2002 ... 44
Gambar 4.4. Hasil grafik merajah intensitas penurunan Fd dengan waktu
kejadian pada Agustus 2002 ... 44
Gambar 4.5. Hasil grafik merajah intensitas Fd dengan waktu kejadian pada November 1999 ... 47
Gambar 4.6. Hasil grafik merajah intensitas penurunan Fd dengan waktu
kejadian pada Desember 2001 ... 47
Gambar 4.7. Banyaknya kejadian flare yang berasosiasi dengan CME
halo... 48
Gambar 4.8. Banyaknya kejadian flare dan kelas flare ... 49
Gambar 4.9. Rata-rata besarnya Fd dibandingkan dengan keberadaan gelombang kejut dan... 51 magnet
(10)
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi flare berdasarkan luas area saat kecerlangan
maksimum ... 22
Tabel 2.2. Klasifikasi nilai komponen Bz ... 28
Tabel 3.1. Kategori koefisien korelasi Menurut Goilford ... 33
Tabel 4.1. Data Fd yang berasosiasi dengan CME halo,flare, gelombang kejut, serta awan magnet ... 38
Tabel 4.2. Perbandingan koefisien korelasi seluruh kejadian dan irisan seluruh kejadian ... 42
Tabel 4.3. Perbandingan koefisien korelasi kejadian disertai flare dan tanpa disertai flare ... 45
Tabel 4.4. Perbandingan koefisien korelasi kejadian disertai awan magnet dan tanpa awan magnet ... 52
Tabel 4.5. Perbandingan koefisien korelasi kejadian disertai gelombang kejut dan tanpa gelombang kejut ... 53
(11)
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Bumi setiap saat selalu dihujani oleh atom-atom yang terionisasi dan partikel subatomik lainnya yang disebut sinar kosmik. Sinar kosmik ini terdiri dari partikel yang berenergi tinggi dan dibagi menjadi dua komponen yaitu partikel yang berasal dari luar heliosfer dan yang berasal dari matahari. Energi yang dibawanya berkisar antara 100 MeV sampai 10 GeV (Crosby, 2007 dalam Yatini, 2010). Peran yang sangat signifikan dari atmosfer bumi dan medan magnetnya dapat mengurangi sinar kosmik yang menuju bumi. Partikel-partikel sinar kosmik apabila masuk ke atmosfer bumi, akan bertumbukan dengan partikel-partikel atmosfer bumi (biasanya nitrogen dan oksigen).
Sinar kosmik memiliki peranan yang penting bagi bumi diantaranya mengakibatkan ionisasi dilapisan ionosfer, karena pada saat proton dari sinar kosmik berinteraksi dengan atmosfer atas. Laju banyak partikel yang dihasilkan sebagian mencapai atmosfer bawah yang dapat mempengaruhi produksi aerosol dan inti kondensasi awan sehingga mempengaruhi sifat awan dan variabilitas iklim bumi. Selain itu sinar kosmik berbahaya terhadap instrumen elektronik pada satelit, karena partikel yang dipancarkan dapat membuat komponen elektronik yang ada tidak berfungsi. Seperti pada kejadian pada tahun 1998, satelit Galaxy 4 milik Amerika Serikat pada ketinggian sekitar 36.000 km mengalami kerusakan pada sistem kontrol satelit yang mempengaruhi sistem komunikasi satelit tersebut terhadap bumi. Kejadian ini menyebabkan terganggunya layanan komunikasi pada 45 juta pelanggannya. Pada tahun 2003 pun, satelit Midori 2 pada ketinggian sekitar 800 km milik Jepang mengalami kerusakan pada sistem tenaga yang menyebabkan satelit ini kehilangan kontak dengan stasiun bumi. Badan Eksplorasi Ruang Angkasa Jepang (JAXA) menyatakan kemungkinan kerusakan berkaitan dengan semburan partikel dari matahari (Rachman, 2013).
(12)
2
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Kerusakan pada satelit yang sering disebut anomali satelit, akibat semburan partikel bermuatan tinggi ini bergantung pada beberapa hal di antaranya posisi satelit di antariksa dan tingkat aktivitas matahari. Meningkatnya jumlah dan intensitas flare menjelang puncak aktivitas matahari mengakibatkan peningkatan radiasi khususnya sinar-X dan extreme ultra-violet (EUV) di atmosfer. Satelit akan mengalami peningkatan kerapatan atmosfer sehingga geraknya melambat dan lebih cepat jatuh ke bumi. Variasi kerapatan atmosfer yang meningkat seiring meningkatnya aktivitas matahari juga mempengaruhi akurasi pengukuran orbit. Akibatnya, resiko tubrukan antar benda buatan semakin besar. Jumlah dan intensitas CME (coronal mass ejection) pun meningkat menjelang puncak aktivitas matahari. Ini setidaknya menimbulkan dua konsekuensi. Pertama, meningkatnya jumlah solar proton event (SPE) yang seringkali mengakibatkan anomali satelit melalui mekanisme single-event upset (SEU). Kedua, meningkatnya jumlah dan intensitas badai geomagnet yang berpengaruh pada populasi partikel energetik di sekitar bumi. Ini ditentukan juga oleh struktur medan magnet antarplanet yang berperan sebagai pembuka bagi kemungkinan masuknya sejumlah besar partikel energetik ke magnetosfer (Ahmad, 2013).
Jumlah sinar kosmik yang masuk ke atmosfer bumi berbanding terbalik dengan aktivitas matahari karena pada saat fase maksimum, angin surya akan semakin kuat mempengaruhi medan magnet bumi akibatnya medan magnet bumi akan bereaksi dinamis dan berperan sebagai pelindung bumi dari partikel bemuatan. Medan magnet bumi akan mengurangi jumlah sinar kosmik yang masuk ke bumi karena partikel bermuatan mengikuti garis medan magnet bumi. Oleh sebab itu daerah di equator menerima besarnya sinar kosmik yang lebih rendah jika dibandingkan dengan di daerah kutub (Yatini, 2010).
Dalam perambatannya sinar kosmik seringkali disertai penurunan intensitas yang bervariasi. Belov (2008) menyatakan bahwa penurunan yang besar dapat ditandai dengan besarnya penurunan lebih dari 3 % dan dikenal sebagai penurunan Forbush (Fd-Forbushdecrease). Batas nilai penurunan sebesar 3 % ini sudah berkaitan dengan terjadinya badai geomagnet kuat yang ditandai dengan
(13)
3
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
indeks Kp maksimum ≥ 7. Indeks Kp merupakan perhitungan rata-rata indeks K
dari pengamatan geomagnet yang pertama kali diperkenalkan oleh Bartels tahun 1949, sedangkan indeks K sendiri adalah gangguan komponen horizontal dari medan magnet bumi dalam rentang 0-9, dari komponen horizontal yang diamati oleh magnetometer selama interval 3-4 jam. Semakin besar indeks (≥ 7) maka medan magnet bumi lebih aktif karena pengaruh badai dari matahari. Semakin kecil indeks (1-2) maka semakin tenang. Terkadang perubahan aktivitas matahari bisa menyebabkan perubahan besar dalam indeks Kp.
Penurunan Forbush ini dapat diakibatkan oleh beberapa fenomena salah satunya karena lontaran massa korona (CME- Coronal Mass Ejection). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gupta (2011), diperoleh pula koefisien korelasi antara kecepatan CME baik itu halo ataupun parsial dengan besarnya Fd sebesar 0,25 dan ini tergolong koefisien korelasi yang normal karena banyak hal yang begitu kompleks yang mempengaruhi keduanya., hal ini mengindikasi bahwa ada kemungkinan CME memiliki pengaruh terhadap Fd. Lalu dari penelitian yang dilakukan Gopalswamy (2008) diperoleh bahwa CME yang berasosiasi dengan sinar X-flare akan meningkat terhadap puncak fluksnya, total fluks, dan durasinya.
Flare terbesar cenderung berasosiasi dengan CME dan dapat dikatakan bahwa
CME akan lebih kuat jika disertai oleh flare.
Dari kedua penelitian ini diperoleh bahwa CME berkaitan dengan Fd dan
CME akan lebih kuat jika disertai flare. Namun untuk CME masih bersifat umum karena CME sendiri terbagi menjadi dua katagori besar yaitu CMEhalo dan CME parsial. CME halo merupakan lontaran massa korona yang tersebar merata sehingga mempunyai kemungkinan cukup besar untuk sampai ke bumi dan dapat mengakibatkan turunnya besarnya sinar kosmik yang teramati di bumi. Lontaran massa korona yang menyebabkan gangguan terhadap angin surya dan berakibat pada peningkatan aktivitas medan magnet bumi melalui kopling angin surya-magnetosfire-ionosfer yang akan memicu terjadinya variasi geomagnet.
(14)
4
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Lontaran massa korona merupakan peristiwa terlontarnya plasma dalam jumlah besar dan membawa medan magnet dari matahari yang seringkali berasosiasi dengan flare. Materi ini menuju medium antarplanet dan bila mengarah ke bumi akan mencapai waktu 1- 5 hari. CME ini dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya gangguan diruang antarplanet yang akan memicu terjadinya badai geomagnet (Thompson, 1989; Webb et al. 2000 dalam Kesumanigrum 2010). Akan tetapi tidak semua CME dapat menyebabkan terjadinya badai geomagnet (Cane et al. 2000 dalam Kesumaningrum, 2010). Parameter di medium antarplanet seperti awan magnet, gelombang kejut, dan gangguan geomagnet arah selatan pun berpengaruh pada penurunan sinar kosmik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Verma (2009) bahwa awan magnet dan gelombang kejut berpengaruh pada besarnya Fd.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengamati bagaimanakah keterkaitan antara Forbush decrease (Fd) yang diakibatkan oleh
CME halo dan flare serta mengetahui seberapa besar pengaruh masing-masing parameter antarplanet yang mempengaruhi perambatan CME halo terhadap besarnya Fd seperti awan magnet, gelombang kejut, dan besarnya gangguan geomagnet arah selatan.
Dari beberapa hubungan tersebut maka penulis mengamati pola kejadian penurunan sinar kosmik yang dikenal sebagai Fd-Forbush decrease dengan menentukan seberapa besar pengaruh setiap parameter antarplanet terhadap besarnya Fd yang berkaitan dengan CME halo. Judul dari penelitian ini adalah “Analisis Korelasi Penurunan Sinar Kosmik (Forbush decrease) Terkait dengan Lontaran Massa Korona (CME), Flare, dan Parameter di Medium Antarplanet Lainnya”.
(15)
5
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan, maka permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah menentukan seberapa besar pengaruh keberadaan CME, flare, dan parameter di medium antarplanet lainnya terhadap penurunan intensitas sinar kosmik (Forbush decrease) yang ditunjukkan dengan besarnya koefisien korelasi.
1.3 Batasan Masalah
Yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Forbush decrease yang ditinjau yaitu yang memiliki keterkaitan dengan
CME halo dilihat dari waktu awal kejadian Forbush decrease dan memiliki kemungkinan bahwa berlangsungnya itu akibat pengaruh CME halo yang memiliki sudut 360o sehingga memiliki pengaruh paling besar untuk sampai ke bumi.
2. Parameter di medium antarplanet lainnya yang digunakan ialah awan magnet, gelombang kejut, serta gangguan geomagnet arah selatan yang ditinjau yaitu yang mempunyai keterkaitan dengan kejadian Forbush decrease dilihat dari waktunya yang relatif berdampingan sehingga dapat diketahui pengaruh ketiganya dalam menentukan besarnya Forbush decrease.
3. Keterkaitan antara Forbush decrease, CME halo, flare, dan parameter di medium antarplanet lainnya dinyatakan dalam koefisien korelasi.
1.4 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh CME, flare, dan parameter di medium antarplanet lainnya terhadap penurunan intensitas sinar kosmik (Forbush decrease) yang ditunjukkan dengan besarnya koefisien korelasi.
(16)
6
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari dilakukannya penelitian ini ialah dapat dijadikan sebagai referensi bagi lembaga tertentu, misal LAPAN untuk dapat mengembangkan sebuah sistem informasi dengan tujuan mengidentifikasi dan menganalisis kejadian anomali satelit serta distribusi partikel bermuatan tinggi (sinar kosmik).
1.6Metode Penelitian
(17)
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode yang digunakan
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analitik. Data sinar kosmik merupakan data sekunder dari Stasiun Calgary periode tahun 1996 sampai 2008 yang berada di Canada dengan menggunakan data pengamatan perjam kemudian tiap datum dirajah berdasarkan besarnya sinar kosmik dan waktu terjadinya. Pola penurunan sebesar ≥ 3% dikumpulkan karena termasuk
Forbush decrease.
Setelah ditentukan waktu maksimum penurunannya kemudian menentukan kejadian Fd yang berlangsung karena pengaruh CME halo yang diperoleh dari data lontaran massa korona-CME dengan meninjau kecepatan linearnya serta jarak bumi-matahari yang bersesuaian dengan waktu maksimum Fd.
Selanjutnya dengan menggunakan waktu kejadian CME halo dapat ditentukan berasosiasinya dengan kelas flare melalui data flare, yaitu dengan melihat waktu terjadinya CME halo yang bersesuaian dengan rentang waktu terjadinya flare. Analisis dilanjutkan dengan mengetahui seberapa besar Forbush decrease akan selalu berkaitan erat dengan CME halo serta akan diketahuinya kaitan antara CME halo dengan flare dengan melihat koefisien korelasinya. Parameter antarplanet yang ditinjau pun berdasarkan waktu maksimum Fd. Koefisien korelasi yang akan diperoleh nanti akan menggambarkan seberapa besar keterkaitan antara Fd, CME halo, keberadaan flare serta pengaruh parameter antarplanet seperti awan magnet, gelombang kejut, serta gangguan geomagnet arah selatan.
(18)
30
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
3.2 Alur penelitian
Gambar 3.1. Diagram alir proses penelitian Mengidentifikasi CME
halo yang berasosiasi dengan flare
Mengidentifikasi data
CME halo yang berasosiasi dengan Fd
Membuat klasifikasi Fd
yang bersesuaian dengan awan magnet, gelombang
kejut dan gangguan geomagnet arah selatan Melakukan seleksi data sinar
kosmik yang mengalami penurunan mulai ≥ 3%
(Forbush decrease) Mengumpulkan data sinar kosmik tahun
1996-2008
Kesimpulan Analisis Koefisien korelasi antara
kecepatan linear CMEhalo
dengan Fd, flare, awan magnet,gelombang kejut,
dan komponen Bz
Membuat studi kasus
beberapa kejadian berkaitan dengan Fd
(19)
31
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
3.3 Langkah-langkah penelitian
Dalam kegiatan penelitian ini, penulis melakukan beberapa tahapan sebelum dapat mendeskripsikan pengaruh CME halo terhadap besarnya sinar kosmik dan hubungannya dengan kelas flare.
1. Data sinar kosmik yang diambil dari stasiun Calgary yang dapat diunduh dari ftp://ftp.pjl.ucalgary.ca/calgary_neutron_monitor/ kemudian diolah dan diseleksi mana saja pola penurunan yang melebihi 3 %, jika ada maka dikatagorikan sebagai Fd dan ditandai kapan waktu maksimumnya.
2. Dari waktu maksimum Fd dapat diperkirakan apakah bersesuaian dengan
CME halo atau tidak. Data yang bersesuaian ditandai dengan data CME
yang terjadi 1-5 hari sebelum kejadian Fd berdasarkan kecepatan CME
untuk sampai di bumi yaitu dengan menggunakan persamaan , tapi sebelumnya disesuaikan dengan kandidat CME dengan kecepatan rata-rata angin surya sebesar 350 km/s. Kecepatan CME bisa digunakan untuk memperkirakan sampainya CME ke bumi dimana adalah waktu tiba
CME ke bumi dalam satuan sekon, adalah jarak rata-rata matahari-bumi dalam satuan km, dan adalah kecepatan linear CME dalam satuan km/s. 3. Data CME yang bersesuaian dengan Fd ditandai dengan hasil perhitungan
t sebagai waktu tiba CME yang rentang waktunya tidak jauh berbeda dengan terjadinya Fd. Hal pertama yang dilakukan adalah mencari kandidat CME halo yang memungkinkan dalam selang waktu antara 1 sampai 5 hari sebelum terjadinya Fd. Rentang waktu tersebut merupakan perbedaan waktu antara mulainya CMEhalo sampai waktu maksimum Fd. Batas waktu 5 hari diambil dengan pertimbangan bahwa kecepatan angin surya dalam kondisi normal adalah sekitar 350 km/detik, sehingga apabila dengan kecepatan ini maka dapat mencapai bumi dalam waktu kira-kira 5 hari. Sedangkan batas bawah 1 hari diambil dari kecepatan CME yang terbesar yang pernah diamati, yaitu sebesar 2257 km/detik sehingga dapat
(20)
32
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
mencapai bumi kurang dari 1 hari. Lalu dari data yang ada dibuatlah koefisien korelasi antara kecepatan CME dan besarnya Fd.
4. Data CME dibatasi pada CME halo dengan sudut radial 360o. Diambil
CME halo karena memiliki kemungkinan terbesar untuk sampai ke Bumi. 5. Berdasarkan waktu terjadinya CME, maka dapat ditentukan kelas flare
yang bersesuaian. Data flare dilengkapi dengan waktu tiba, puncak dan berakhirnya flare.
6. Dari rentang waktu kejadian awal sampai berakhirnya flare dapat ditentukan CME yang bersesuaian dengan flare atau tidak. Jika waktu terjadinya CME berada pada rentang kejadian flare tersebut maka CME itu bersesuaian dengan flare, namun jika data kejadian CME diluar rentang waktu terjadinya flare maka dapat dikatakan CME tersebut tidak berasosiasi dengan flare.
7. Menentukan keterkaitan serta pengaruh besarnya besarnya Fd terhadap keberadaan gelombang kejut dan awan magnet.
8. Membuat koefisien korelasi antara besarnya besarnya Fd dengan komponen Bz.
9. Langkah terakhir ialah membuatnya menjadi tampilan grafik sehingga dapat disimpulkan pengaruh Fd dalam kaitannya dengan CMEhalo, flare,
dan parameter di medium antarplanet lainnya. Untuk mencari koefisien korelasi antara besarnya penurunan besarnya sinar kosmik dengan kecepatan CME halo maka kedua variabel ini saling dihubungkan untuk dicari harga koefisien korelasinya dalam bentuk grafik. Koefisien korelasi merupakan angka yang menunjukkan tinggi atau rendahnya hubungan antara dua variabel atau lebih (Susetyo,2010) dengan melihat bagaiamana keeratan hubungan antar variabel. Adapun klasifikasi koefisien korelasi tercantum pada table 3.1 berikut.
(21)
33
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.1. Kategori Koefisien Korelasi Menurut Goilford (1965) dalam Asrifah (2012)
Koefisien korelasi Kategori
0,00 – 0,20 Tidak ada korelasi
0,21 – 0,40 Rendah atau kurang
0,41 – 0,70 Cukup
0,71 – 0,90 Tinggi
0,91 - 1,00 Sangat tinggi atau sempurna
3.4 Data yang digunakan
1. Data sinar kosmik merupakan data sekunder dari Stasiun Calgary (ftp://ftp.pjl.ucalgary.ca/calgary_neutron_monitor/) yang berada di Canada N 51o 06’,W 114o 06’,1128 m dengan menggunakan data pengamatan perjam yang telah dikoreksi berdasarkan koreksi tekanan di sekitar stasiun pengamatan. Kemudian masing-masing diseleksi berdasarkan pola penurunannya dengan penurunan sebesar ≥ 3%.
2. Data CME halo yang diperoleh dari data lontaran massa korona-CME
(http://cdaw.gsfc.nasa.gov/CME_list) dengan meninjau kecepatan linearnya serta jarak rata-rata bumi-matahari yang bersesuaian dengan waktu maksimum Fd.
3. Lalu data flare dari ftp://ftp.ngdc.noaa.gov/STP/space-weather/solar-data/solar-features/solar-flares// yang bersesuaian dengan waktu kejadian
CME. Penentuan suatu kejadian CME halo bersesuaian dengan flare atau tidak, dapat dilihat dari waktu kejadian CME halo yang berada pada rentang terjadinya flare baik itu mulai terjadinya flare, saat puncak terjadinya flare, ataupun sesaat sebelum kejadian flare berakhir.
4. Data gelombang kejut diambil dari http://umtof.umd.edu/pm/figs.html dengan meninjau waktu tiba gelombang kejut yang bersesuaian dengan waktu maksimum Fd.
(22)
34
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
5. Data awan magnet diambil dari
http://wind.gsfc.nasa.gov/mfi_swe_plot.php dengan melihat rentang waktu tiba sampai waktu berakhirnya awan magnet yang bersesuaian dengan waktu maksimum Fd.
6. Data komponen Bzyang diambil berupa nilai Bz terkecil yang terjadi pada
hari tersebut dari
http://www.srl.caltech.edu/ACE/ASC/level2/lvl2DATA_MAG.html
3.5Pengambilan Data
1. Data sinar kosmik diunduh dari
ftp://ftp.pjl.ucalgary.ca/calgary_neutron_monitor/. Kemudian dipilih data perjam yang telah dikoreksi. Baris pertama menunjukkan waktu terjadinya
Fd dimulai dari tahun, bulan, serta tanggal dalam DOY (Day of Year) dan baris kedua menunjukkan besarnya Fd dalam satuan persen.
Gambar 3.2 Data sinar kosmik yang telah di unduh
Langkah selanjutnya data diubah ke dalam bentuk Microsoft Excel untuk dibuat grafik agar dapat menentukan besarnya Fd dan waktu awal kejadian. Untuk mengetahui besarnya Fd grafik yang dibuat ditentukan titik maksimum sesaat sebelum penurunan dan titik minimum sebelum kenaikan kembali.
(23)
35
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
2. Data CME diunduh dari http://cdaw.gsfc.nasa.gov/CME_list. Data yang dipakai berawal dari penentuan waktu tiba CME halo (luas sudut 360o) yang bersesuaian dengan waktu terjadinya Fd. Selain itu ditinjau pula kecepatan CMEhalo saat itu untuk dapat mengetahui hubungan kecepatan
CMEhalo dengan besarnya Fd.
3. Data flare diunduh dari
http://www.ngdc.noaa.gov/stp/solar/solarflares.html. Selanjutnya tinggal dipilih data tahun berapa saja yang akan digunakan.
Data yang digunakan adalah waktu terjadinya flare (kolom satu), waktu awal berupa jam dalam satuan UT (kolom dua), waktu berakhirnya flare
(kolom tiga), waktu puncak flare (kolom empat), dan kelas flare (kolom enam).
4. Data gelombang kejut yang diunduh dari
http://umtof.umd.edu/pm/figs.html. Data yang digunakan hanya waktu terjadinya gelombang kejut yang bersesuaian dengan waktu awal kejadian
Fd.
5. Data awan magnet. Data yang digunakan berupa waktu terjadinya yang bersesuaian dengan waktu maksmum terjadinya Fd.
(24)
36
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
6. Gangguan geomagnet yang ditunjukkan oleh komponen Bz seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 3.4 Data Bz
http://www.srl.caltech.edu/ACE/ASC/level2/lvl2DATA_MAG.html
Dari beberapa nilai komponen Bz ini maka diambilah nilai yang paling kecil, lalu nilai ini di buatlah koefisien korelasinya dengan besarnya kecepatan CME halo.
(25)
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
1. Dalam beberapa peristiwa terlihat bahwa pengaruh CME halo terhadap besarnya Fd tidak mempunyai pola yang sama. Ini dikarenakan pengaruh beberapa fenomena lain di ruang antarplanet selama penjalaran CME ke bumi seperti gelombang kejut dan awan magnet. Koefisien korelasi yang diperoleh antara besarnya Fd seluruh kejadian dan kecepatan CME halo
ialah 0,38 dan saat irisan kejadian yang disertai flare, awan magnet, dan gelombang kejut sebesar 0,53 nilai ini jauh lebih besar dikarenakan pengaruh dari keterlibatan awan magnet, gelombang kejut, dan gangguan geomagnet arah selatan sebagai parameter yang mempengaruhi penjalaran
CME ke bumi.
2. Dengan membandingkan kontribusi keberadaan flare dan tanpa disertai
flare maka koefisien korelasi terbaik saat disertai flare. Kejadian saat berasosiasi CME halo disertai flare memiliki koefisien korelasi sebesar 0,41 dengan rata-rata besarnya Fd 6,3 % sebanyak 22 kejadian lalu 6 kejadian lainnya tidak disertai flare dengan koefisien korelasi sebesar 0,11 dengan rata-rata besarnya Fd 6,2 %. Hasil ini menandakan bahwa pengaruh keberadaan flare terhadap CME akan membuatnya lebih kuat dan membuat Fd semakin besar.
3. Keberadaan parameter antarplanet juga mempengaruhi penjalaran CME halo yang nantinya mempengaruhi besarnya Fd. Parameter itu diantaranya awan magnet, gelombang kejut, dan besarnya ganguan geomagnet arah selatan.
a. Kontribusi keberadaan awan magnet terhadap besarnya Fd
mendapatkan korelasi terbaik saat Fd yang disertai awan magnet, dengan koefisien korelasi sebesar 0,53 dengan rata-rata besarnya Fd
sebesar 7,2 % sebanyak 6 kejadian sedangkan saat tanpa awan magnet koefisien korelasi sebesar 0,37 dengan rata-rata besarnya Fd sebesar
(26)
57
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
5,8 % sebanyak 22 kejadian. Hasil ini pun menandakan bahwa keberadaan awan magnet memiliki pengaruh terhadap CME untuk membuat Fd semakin besar.
b. Sebanyak 20 kejadian Fd disertai gelombang kejut dan 8 kejadian tidak disertai gelombang kejut. Rata-rata besarnya Fd dengan CME halo yang disertai gelombang kejut sebesar 6,1 % dengan koefisien korelasi sebesar 0,35 dan yang tanpa gelombang kejut sebesar 6,7 % dengan koefisien korelasi sebesar 0,61. Bertolakbelakang dengan teori yang ada bahwa keberadaan gelombang kejut seharusnya memiliki korelasi terbaiknya saat disertai gelombang kejut, justru dalam penelitian ini diperoleh bahwa korelasi terbaik saat tanpa disertai gelombang kejut. Ini menandakan bahwa data yang dianalisis harus diperbanyak dengan mempertimbangkan kedua tipe gelombang kejut., sehingga besarnya Fd karena pengaruh keberadaan gelombang kejut dapat di ketahui lebih jelas.
c. Koefisien korelasi antara besarnya penurunan sinar kosmik dengan gangguan geomagnet arah selatan yang ditunjukkan oleh komponen Bz negatif sebesar -0,20 yang menandakan adanya pengaruh badai geomagnet minor terhadap penurunan sinar kosmik.
5.2 Saran
Atas dasar kesimpulan yang telah diperoleh maka penulis mengajukan saran bagi yang tertarik untuk melakukan penelitian selanjutnya yaitu dalam mengidentifikasi terkait Forbush decrease, data yang digunakan untuk melihat seberapa besar kontribusi gelombang kejut terhadap besarnya Fd sebaiknya melibatkan kedua tipe gelombang kejut. Sehingga besarnya Fd karena pengaruh keberadaan gelombang kejut dapat di ketahui lebih jelas.
(27)
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad (2013). Anomali Satelit dan Lingkungan Antariksa. (Online). Tersedia: http://www.alpensteel.com/article/55-114-artikel-non-energi/1775--satelit-yang-mengorbit-bisa-terkena-semburan-partikel-antariksa. [5Oktober 2013]
Ananth dan Venkatesan.(1991). Effect of interplanetary shocks and magnetic clouds on onset of cosmic-ray decrease. Solar Physics 143:373-383,1993.
Asrifah, Evih. (2012). Karakteristik Awan Magnet Yang Mengakibatkan Badai Geomagnet Kuat. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Badruddin dan Singh.(2006). Study of Short Term-Modulation of Galactic Cosmic Rays: A New Approch. ILWS Workshop GOA, February 19-24.
Belov. (2008). Forbush Effect and Their Connection With Solar, Interplanetary and Geomagnetic Phenomena. Proceedings IAU Symposium. (257)
Dremukhina. (2011). The Solar Wind Bz Event and Their Effect On The Geomagnetic Activity. Proc XXXIII Annual Seminar, Apatity. 55-58.
Gopalswamy, Nat dan Yasiro, Seiji. (2008). Statical Relationship Bettween Solar Flare and Coronal Mass Ejections. Proceeding IAU Symposium. (257).
Gupta N., Tiwari D.P, Shrivastava P.K., Gupta R.S., Singh R.P., dan Jain P.P (2011). Average Characteristics of Forbush decreases of Galactic Cosmic Ray Intensity Variation. Indian J.Sci.Res.2, (3), 33-38.
(28)
59
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Howard, R. A., D. J. Michels, N. R. Sheeley, Jr., dan M. J. Koomen. (1982).
The observation of a coronal transient directed at earth, Astrophysical Journal 263, L 101.
Kane. (2012). Cosmic Ray Forbush Decrease After the Giant Solar Flare of 15 February 2011. Indian Journal of Radio & Space Physics, 41.
Kane. (2010). Severe geomagnetic storm and Forbush Decrese : interplanetary relation reexamined. Ann.Geophys.,28, 479–489.
Krivsky dan Topolova R. (1987). Parameter of Forbush Decrease and Their Parent Flares in The Solar Cycle. (29), 1.
Mishra, R.K., Agarwal R., Tiwari S. (2011). Depression In Cosmic Ray Intensity Influenced by Interplanetary Disturbance. 32nd International Cosmic Rays Conference, Beijing.
Prayitno, Abadi. (2009). Kajian Awal Absorpsi dengan Menggunakan Data Fmin (Frekuensi Minimum) di Tanjungsari. Berita Dirgantara, (10), 3, 86-91.
Provornikova, Opher, Izmodenov V., dan Toth G. (2012). Do Corotating Interaction Region Associated shocks Survive When They Propagate Into The Heliosheath?.The Astophysical Journey Letter 756, L37.
Proyek Lembaga Penerbangan Dan Antariksa Nasional (2010). Modul Diseminasi Interaksi Matahari-Bumi Untuk Kalangan Guru Sekolah Menengah Atas. Bandung.
Rachman Abdul dan Ahmad Nizam (2009). Pembangunan Sistem Informasi Anomali Satelit. (2009) Jurnal Sains Dirgantara, (6), 2.
Susetyo, Budi. (2010). Statistika Untuk Analisis Data Penelitian. Bandung. PT. Refika Aditama.
(29)
60
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Verma P., Tiwari, Kumar, Nigam, Sharma, dan Khare. (2009). Halo Coronal mass Ejections: The Cause of Large Forbush decreases and Geomagnetic Storms. Proceeding of the 31st ICRC, LODZ 2009.
Yatini, C.Y. (2008). Karaktaristik Lontaran Massa Korona (CME) yang Menyebabkan Badai Geomagnet. Jurnal Sains Dirgantara. (6), 47.
Yatini, C.Y. (2010). Analisis Penurunan Intensitas Sinar Kosmik. Jurnal Sains Dirgantara. (6), 1.
Yatini, C.Y. (2010). Keterkaitan Awan Magnet Dengan Intensitas Sinar Kosmik Pada Saat Aktivitas Matahari Maksimum Pada Siklus ke-23, Jurnal Sains Dirgantara
(30)
61
Yoana Nurul Asri, 2013
Analisis Korelasi Penurunan Intensitas Sinar Kosmik (Forbush Decrease) Terkait Dengan Lontaran Massa Korona (CME). Flare, Dan Parameter Di Medium Antarplanet Lainnya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu ftp://ftp.pjl.ucalgary.ca/calgary_neutron_monitor/
http://umtof.umd.edu/pm/figs.html
http://www.ngdc.noaa.gov/stp/solar/cosmic.html
http://cdaw.gsfc.nasa.gov/CME_list
http://www.ngdc.noaa.gov/stp/solar/solarflares.html
http://umtof.umd.edu/pm/figs.html
http://wind.gsfc.nasa.gov/mfi_swe_plot.php
http://www.srl.caltech.edu/ACE/ASC/level2/lvl2DATA_MAG.html
http://apod.nasa.gov/apod/ap071009.html
http://en.wikipedia.org/wiki/File:Structure_of_the_magnetosphere_mod.svg
http://en.wikipedia.org/wiki/Coronal_mass_ejection
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
1. Dalam beberapa peristiwa terlihat bahwa pengaruh CME halo terhadap besarnya Fd tidak mempunyai pola yang sama. Ini dikarenakan pengaruh beberapa fenomena lain di ruang antarplanet selama penjalaran CME ke bumi seperti gelombang kejut dan awan magnet. Koefisien korelasi yang diperoleh antara besarnya Fd seluruh kejadian dan kecepatan CME halo
ialah 0,38 dan saat irisan kejadian yang disertai flare, awan magnet, dan gelombang kejut sebesar 0,53 nilai ini jauh lebih besar dikarenakan pengaruh dari keterlibatan awan magnet, gelombang kejut, dan gangguan geomagnet arah selatan sebagai parameter yang mempengaruhi penjalaran
CME ke bumi.
2. Dengan membandingkan kontribusi keberadaan flare dan tanpa disertai
flare maka koefisien korelasi terbaik saat disertai flare. Kejadian saat berasosiasi CME halo disertai flare memiliki koefisien korelasi sebesar 0,41 dengan rata-rata besarnya Fd 6,3 % sebanyak 22 kejadian lalu 6 kejadian lainnya tidak disertai flare dengan koefisien korelasi sebesar 0,11 dengan rata-rata besarnya Fd 6,2 %. Hasil ini menandakan bahwa pengaruh keberadaan flare terhadap CME akan membuatnya lebih kuat dan membuat Fd semakin besar.
3. Keberadaan parameter antarplanet juga mempengaruhi penjalaran CME halo yang nantinya mempengaruhi besarnya Fd. Parameter itu diantaranya awan magnet, gelombang kejut, dan besarnya ganguan geomagnet arah selatan.
a. Kontribusi keberadaan awan magnet terhadap besarnya Fd
mendapatkan korelasi terbaik saat Fd yang disertai awan magnet, dengan koefisien korelasi sebesar 0,53 dengan rata-rata besarnya Fd
(2)
57
5,8 % sebanyak 22 kejadian. Hasil ini pun menandakan bahwa keberadaan awan magnet memiliki pengaruh terhadap CME untuk membuat Fd semakin besar.
b. Sebanyak 20 kejadian Fd disertai gelombang kejut dan 8 kejadian tidak disertai gelombang kejut. Rata-rata besarnya Fd dengan CME halo yang disertai gelombang kejut sebesar 6,1 % dengan koefisien korelasi sebesar 0,35 dan yang tanpa gelombang kejut sebesar 6,7 % dengan koefisien korelasi sebesar 0,61. Bertolakbelakang dengan teori yang ada bahwa keberadaan gelombang kejut seharusnya memiliki korelasi terbaiknya saat disertai gelombang kejut, justru dalam penelitian ini diperoleh bahwa korelasi terbaik saat tanpa disertai gelombang kejut. Ini menandakan bahwa data yang dianalisis harus diperbanyak dengan mempertimbangkan kedua tipe gelombang kejut., sehingga besarnya Fd karena pengaruh keberadaan gelombang kejut dapat di ketahui lebih jelas.
c. Koefisien korelasi antara besarnya penurunan sinar kosmik dengan gangguan geomagnet arah selatan yang ditunjukkan oleh komponen Bz negatif sebesar -0,20 yang menandakan adanya pengaruh badai geomagnet minor terhadap penurunan sinar kosmik.
5.2 Saran
Atas dasar kesimpulan yang telah diperoleh maka penulis mengajukan saran bagi yang tertarik untuk melakukan penelitian selanjutnya yaitu dalam mengidentifikasi terkait Forbush decrease, data yang digunakan untuk melihat seberapa besar kontribusi gelombang kejut terhadap besarnya Fd sebaiknya melibatkan kedua tipe gelombang kejut. Sehingga besarnya Fd karena pengaruh keberadaan gelombang kejut dapat di ketahui lebih jelas.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad (2013). Anomali Satelit dan Lingkungan Antariksa. (Online). Tersedia: http://www.alpensteel.com/article/55-114-artikel-non-energi/1775--satelit-yang-mengorbit-bisa-terkena-semburan-partikel-antariksa. [5Oktober 2013]
Ananth dan Venkatesan.(1991). Effect of interplanetary shocks and magnetic clouds on onset of cosmic-ray decrease. Solar Physics 143:373-383,1993.
Asrifah, Evih. (2012). Karakteristik Awan Magnet Yang Mengakibatkan Badai Geomagnet Kuat. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Badruddin dan Singh.(2006). Study of Short Term-Modulation of Galactic Cosmic Rays: A New Approch. ILWS Workshop GOA, February 19-24.
Belov. (2008). Forbush Effect and Their Connection With Solar, Interplanetary and Geomagnetic Phenomena. Proceedings IAU Symposium. (257)
Dremukhina. (2011). The Solar Wind Bz Event and Their Effect On The Geomagnetic Activity. Proc XXXIII Annual Seminar, Apatity. 55-58.
Gopalswamy, Nat dan Yasiro, Seiji. (2008). Statical Relationship Bettween Solar Flare and Coronal Mass Ejections. Proceeding IAU Symposium. (257).
Gupta N., Tiwari D.P, Shrivastava P.K., Gupta R.S., Singh R.P., dan Jain P.P (2011). Average Characteristics of Forbush decreases of Galactic Cosmic Ray Intensity Variation. Indian J.Sci.Res.2, (3), 33-38.
(4)
59
Howard, R. A., D. J. Michels, N. R. Sheeley, Jr., dan M. J. Koomen. (1982).
The observation of a coronal transient directed at earth, Astrophysical Journal 263, L 101.
Kane. (2012). Cosmic Ray Forbush Decrease After the Giant Solar Flare of 15 February 2011. Indian Journal of Radio & Space Physics, 41.
Kane. (2010). Severe geomagnetic storm and Forbush Decrese : interplanetary relation reexamined. Ann.Geophys.,28, 479–489.
Krivsky dan Topolova R. (1987). Parameter of Forbush Decrease and Their Parent Flares in The Solar Cycle. (29), 1.
Mishra, R.K., Agarwal R., Tiwari S. (2011). Depression In Cosmic Ray Intensity Influenced by Interplanetary Disturbance. 32nd International Cosmic Rays Conference, Beijing.
Prayitno, Abadi. (2009). Kajian Awal Absorpsi dengan Menggunakan Data Fmin (Frekuensi Minimum) di Tanjungsari. Berita Dirgantara, (10), 3, 86-91.
Provornikova, Opher, Izmodenov V., dan Toth G. (2012). Do Corotating Interaction Region Associated shocks Survive When They Propagate Into The Heliosheath?.The Astophysical Journey Letter 756, L37.
Proyek Lembaga Penerbangan Dan Antariksa Nasional (2010). Modul Diseminasi Interaksi Matahari-Bumi Untuk Kalangan Guru Sekolah Menengah Atas. Bandung.
Rachman Abdul dan Ahmad Nizam (2009). Pembangunan Sistem Informasi Anomali Satelit. (2009) Jurnal Sains Dirgantara, (6), 2.
Susetyo, Budi. (2010). Statistika Untuk Analisis Data Penelitian. Bandung. PT. Refika Aditama.
(5)
Verma P., Tiwari, Kumar, Nigam, Sharma, dan Khare. (2009). Halo Coronal mass Ejections: The Cause of Large Forbush decreases and Geomagnetic Storms. Proceeding of the 31st ICRC, LODZ 2009.
Yatini, C.Y. (2008). Karaktaristik Lontaran Massa Korona (CME) yang Menyebabkan Badai Geomagnet. Jurnal Sains Dirgantara. (6), 47.
Yatini, C.Y. (2010). Analisis Penurunan Intensitas Sinar Kosmik. Jurnal Sains Dirgantara. (6), 1.
Yatini, C.Y. (2010). Keterkaitan Awan Magnet Dengan Intensitas Sinar Kosmik Pada Saat Aktivitas Matahari Maksimum Pada Siklus ke-23, Jurnal Sains Dirgantara
(6)
61
ftp://ftp.pjl.ucalgary.ca/calgary_neutron_monitor/
http://umtof.umd.edu/pm/figs.html
http://www.ngdc.noaa.gov/stp/solar/cosmic.html
http://cdaw.gsfc.nasa.gov/CME_list
http://www.ngdc.noaa.gov/stp/solar/solarflares.html
http://umtof.umd.edu/pm/figs.html
http://wind.gsfc.nasa.gov/mfi_swe_plot.php
http://www.srl.caltech.edu/ACE/ASC/level2/lvl2DATA_MAG.html
http://apod.nasa.gov/apod/ap071009.html
http://en.wikipedia.org/wiki/File:Structure_of_the_magnetosphere_mod.svg
http://en.wikipedia.org/wiki/Coronal_mass_ejection