PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN : Studi Kasus Pada Komunitas Bandung Creative City Forum.

(1)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Oleh Epin Saepudin

1201461

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2 0 1 4


(2)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI

(Studi Kasus Pada Komunitas Bandung Creative City Forum)

Oleh Epin Saepudin

1201461

Disetujui dan Disahkan Oleh

Pembimbing I

Prof. Dr. Endang Danial, AR.,M.Pd.,M.Si NIP. 19500502 197603 1 002

Pembimbing II

Dr. Prayoga Bestari, M.Si NIP. 19750414 200501 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Prof. Dr. H. Sapriya, M.Ed NIP. 19630820 198803 1 001


(3)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI

Oleh Epin Saepudin

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

@ Epin Saepudin 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Mei 2014

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian dengan dicetak ulang, difotocopy atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis


(4)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Epin Saepudin (NIM. 1201461). Penguatan Nilai Kesukarelaan dalam Membangun Ekonomi Kewarganegaraan Bagi Masyarakat Demokratis melalui Situs Kewarganegaraan (Studi Kasus Pada Komunitas Bandung Creative City Forum).

Pengembangan demokrasi di Indonesia, sampai saat ini belum sejalan dengan pengembangan kondisi sosio-ekonomi dalam semua aspek kehidupan. Salah satu masalah yang muncul adalah masih terbatasnya kreativitas masyarakat yang belum dibina secara optimal oleh berbagai pihak terkait. Kondisi sosial masyarakat yang belum sejahtera, memerlukan sinergitas antara pemerintah dan masyarakat melalui pengembangan komunitas berbasis nilai kesukarelaan sebagai modal utama membangun demokrasi. Masalah ini dikaji untuk mendeskripsikan nilai kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, studi dokumentasi dan studi literatur. Lokasi penelitian adalah Komunitas Bandung Creative City Forum (BCCF) yang beralamat di Jl. Purnawarman No. 70 Bandung. Subjek penelitian meliputi pengurus, anggota, dan partisipan BCCF serta Dinas Perindagkop & UKM Kota Bandung. Hasil penelitian menunjukan; (1) Terbentuknya BCCF didasari oleh kuatnya rasa cinta terhadap Bandung, kuatnya semangat “guyub” pada masyarakat, keinginan membangun Bandung sebagai kota kreatif, serta keinginan menciptakan sinergitas quadro helix dalam pembangunan kota (2) Kekuatan gerakan kesukarelaan BCCF terletak pada semangat “hidup adalah udunan”, empati, dan kepedulian terhadap lingkungan yang melahirkan berbagai aktivitas seperti rabuan, ngadu ide, teras ide, diskusi, workshop, pelatihan, pembuatan kampung kreatif, (3) Mobilisasi gerakan voluntarisme dipengaruhi oleh; faktor situasi sosial (pembangunan yang tidak mengindahkan aspek lingkungan dan kurangnya pemberdayaan kemandirian masyarakat), faktor biaya dengan memperkuat prinsip “hidup adalah udunan”, faktor norma (menolong merupakan suatu kewajiban), faktor karakteristik individu (empati, keinginan untuk berbagi, toleransi, ketulusan, mentalitas, dan kreatif), (4) Hambatan yang ditemui meliputi; adanya perbedaan latar belakang komunitas/individu, sulitnya manajemen waktu, kurangnya SDM dalam pelaksanaan program, dan sulitnya mengubah mindset masyarakat. Upaya yang dilakukan adalah; sosialisasi kegiatan BCCF, penyesuaian waktu penyelenggaraan program, komunikasi, koordinasi serta intervensi pentingnya sinergitas quadro helix, penjaringan komunitas, serta melakukan advokasi, monitoring dan evaluasi. Karena itu, rekomendasi yang ditawarkan adalah; (1) perlunya pemberdayaan organisasi masyarakat lokal dalam mendukung keberhasilan program, (2) memperkuat sinergitas komunitas dengan akademisi, pelaku usaha, dan pemerintah, (3) perlunya pengembangan kebijakan


(5)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy), serta (4) perlu penelitian lanjutan mengenai penguatan konsep quadro helix dalam pengembangan kemandirian warganegara di era demokrasi.

ABSTRACT

Epin Saepudin (NIM. 1201461). The Strengthening Value of Voluntarism to Develop Economic Civics for Democratic Citizen Through Site Citizenship (Case Study At Bandung Creative City Forum Community).

Until now, the development of democracy in Indonesia has not kept with the development of socio-economic in all aspects of life. One of the problem is the limited creativity of the people who have nurtured optimally by the related parties. Social conditions that have not been prosperous, requires a synergy between government and communities through community development based on voluntarism value as a major capital for democracy building. This problem is studied to describe the value of voluntarism to establish economic civics for democratic citizen through site citizenship. This research was conducted using a qualitative approach with case study methods. Data collected through interviews, observation, documentation and literature studies. Location of the research conducted in the Bandung Creative City Forum (BCCF) is located at Purnawarman street No. 70 Bandung. The research subjects include its officers BCCF, members BCCF, participants BCCF and Perindagkop & SME Department. The results showed; (1) Establishment of BCCF is based on loved of Bandung, the strong spirit of "guyub" in society, the desire to build Bandung as a creative city to create quadro helix synergy which founded on three main pillars, namely social creativity, sustainable economic, infrastructure development, (2) The power of spirit voluntarism in BCCF based on prinsiple "hidup adalah udunan", empathy, and concern for the environment that gave birth to a variety of activities such as rabuan , ngadu ide, unjuk ide, discussion, workshop, training, and kampung kreatif which implemented through the design thinking, town acupuncture, advocacy , mentoring and evaluation, (3) The determinant factor to mobilization of voluntarism, include; social situations factor (development ignores the environmental aspects and the lack of independence of the community empowerment), costs factor by strengthening the principle of "hidup adalah udunan", norm factor (helping others is an obligation), individual characteristics factors (empathy, willingness to share, tolerance, sincere, mentality, and creative), (4) Obstacles encountered include; differences in background of creative communities/individuals, time management, lack of human resources for implementation of the programs, the difficulty of changing the mindset of society, implementation of urban development based on creativity has not maximal. The efforts are socializing BCCF activities, increased the intensity of the meeting, adjustment time of program implementation, communication, coordination and intervention of the importance of synergy quadro helix, community networking ,


(6)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

advocacy, monitoring and evaluation. The recommendations offered are; (1) empowering local organizations for supporting the program, (2) strengthen synergy community with academics, entrepreneurs, and government, (3) knowledge-based economic development, and (4) further research of strengthening quadro helix concept for developing self-reliance in democracy era. Keyword : Voluntarism, Economic Civics, Site Citizenship, Quadro Helix


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelaksanaan pembangunan nasional abad 21 mempunyai pelbagai tantangan yang unik dan kompleks. Desakan arus globalisasi disamping memberikan kebebasan dan keterbukaan warganegara untuk berinteraksi dengan warganegara lain sebagai bagian dari “global citizen”, juga menghadirkan pelbagai ancaman, hambatan dan tantangan yang harus dihadapi sebagai dampak globalisasi.

Globalisasi bercirikan adanya persaingan terbuka yang sangat ketat dan melibatkan negara-negara di seluruh dunia. Persaingan yang terjadi bukan hanya berlaku bagi warga negara dalam satu negara, melainkan warga negara dalam satu dunia yang melibatkan berbagai negara. Derajat kemampuan suatu negara dalam menghadapi persaingan di era global tidak hanya diukur dari seberapa kaya suatu negara akan sumber daya alam, melainkan seberapa cerdas negara dalam mengelola sumber daya alam yang dimilikinya.

Sebagaimana dijelaskan Sanusi (1994: 8) bahwa kekayaan sumber daya alam dari suatu negara bukan lagi merupakan unggulan utama untuk mampu bersaing, tetapi lebih ditentukan oleh kemampuannya dalam mempersiapkan dan memiliki sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas. Pertama, sumber daya manusia yang mampu menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua, memiliki kecerdasan dan kreativitas. Ketiga, memiliki daya juang yang tinggi dan bermoral. Keempat, berketerampilan hidup.

Mengacu pada ciri karakteristik sebagaimana tersurat di atas, dapat ditegaskan bahwa derajat kemampuan suatu negara untuk menghadapi persaingan di era global amat ditentukan oleh kemampuannya mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu menyesuaikan diri dan mengembangkan pelbagai kesempatan yang ada serta mampu merubah tantangan yang muncul dalam arus lingkungannya menjadi sebuah peluang untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa di mata dunia.


(8)

Akan tetapi, realitas menunjukan bahwa prasyarat-prasyarat dan harapan sebagaimana tersurat di atas nampaknya belum terealisasi sepenuhnya dalam konteks Indonesia kekinian. Hal tersebut ditandai dengan munculnya pelbagai isu peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia yang selama ini sarat menghiasi berita di beberapa media, baik cetak maupun elektronik. Kondisi demikian menunjukan masih rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat sebagai warganegara merdeka menuju masyarakat madani. Kondisi yang lebih memprihatinkan dan patut untuk menjadi bahan perenungan adalah banyak pengangguran yang berasal dari kalangan orang-orang berpendidikan yang secara formal mempunyai gelar sarjana, hal mana sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional yakni mengembangkan sumber daya manusia secara maksimal.

Peningkatan angka pengangguran di Indonesia merupakan masalah besar yang dihadapi bangsa. Badan Pusat Statistik (BPS) sebagaimana dilansir dalam tribun.com (tersedia di http://www.tribunnews.com/bisnis/ 2013/11/06/ pengangguran-di-Indonesia-mencapai-739-juta-orang diakses tanggal 29 Desember 2013) mencatat angka pengangguran di Indonesia saat ini sebesar 7,39 juta orang dari total angkatan bekerja 118,19 juta orang. Dalam setahun terakhir, jumlah angkatan kerja di Indonesia bertambah tetapi tingkat partisipasi angkatan kerja menurun 0,98 persen. Sebagaimana dijelaskan Suryamin bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia pada Agustus 2013 mencapai 6,25 persen. Angka tersebut mengalami peningkatan dibanding TPT Februari 2013 sebesar 5,92 persen dan dibandingkan TPT Agustus 2012 meningkat 6,14 persen.

Jika kita kaji lebih dalam, sebenarnya era globalisasi membuka peluang yang sebesar-besarnya bagi semua warga dunia untuk dapat membuka usaha. Akan tetapi, besarnya peluang berkompetisi di era global tidak mungkin dapat dimanfaatkan oleh warganegara dengan tingkat kreativitas dan inovasi yang minim. Para lulusan SMA maupun perguruan tinggi dibelenggu dengan paradigma bahwa menjadi pekerja adalah lebih baik daripada menjadi pengusaha, karena minim resiko menghadapi kegagalan. Tetapi, paradigma yang berkembang tersebut nyatanya tidak dibarengi dengan kualitas mutu lulusan yang dihasilkan


(9)

dimana para lulusan SMA maupun perguruan tinggi merasa kesulitan untuk meniti karir di dunia kerja ketika selesai melaksanakan studinya karena tidak memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pasar.

Secara historis salah satu kegagalan bangsa Indonesia dalam menghasilkan mutu lulusan yang produktif, merupakan dampak dari sistem pendidikan yang diterapkan pada masa orde baru. Hal mana dijelaskan Todaro (2003:7) bahwa pelembagaan nilai-nilai kebangsaan dapat memupuk nilai kebanggaan, kegigihan, kejujuran, patriotisme yang sangat populer ketika zaman orde baru dan banyak membuahkan hasil walaupun pada akhirnya pendidikan yang bersifat indoktrinatif dan refresif dalam pendekatannya membuat rakyat Indonesia tidak berdaya, kurang kreatif, kurang gigih dan militan dalam bekerja, senang berfikir instan dan lebih senang bekerja daripada berusaha sendiri sehingga pembinaan karakter bagi masyarakat harus terus dikembangkan sampai pada masa reformasi seperti sekarang ini.

Sekaitan dengan itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Repiblik Indonesia berupaya memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia dengan mengarahkan pada pembangunan jiwa kewirausahaan peserta didik agar ketika keluar dari bangku persekolahan atau perguruan tinggi mereka dapat menciptakan lapangan usaha bagi sesamanya, dalam arti tidak hanya bergantung pada lowongan kerja di perusahaan-perusahaan swasta, BUMN maupun menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil.

Salah satu inovasi yang dilakukan pemerintah adalah memasukkan pendidikan kecakapan hidup yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan atau kecakapan vokasional di dalam kurikulum untuk semua jenis dan jenjang pendidikan formal. Proses penyempurnaaan pendidikan kecakapan hidup yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan memasukkan pendidikan kewirausahaan dan ekonomi kreatif ke dalam kurikulum yang pada praktiknya, pendidikan kewirausahaan dan ekonomi kreatif ini dapat terintegrasi ke dalam mata pelajaran yang diajarkan guru dan atau secara khusus menjadi mata pelajaran muatan lokal.


(10)

Arah pendidikan yang bertuju pada terbentuknya jiwa wirausaha peserta didik dewasa ini ditegaskan oleh Presiden Susilo Bambang Yodhoyono (Kompas, 30 Oktober 2009) yang menyatakan bahwa Kementerian Pendidikan Nasional harus mengubah metodologi pembelajaran yang berpusat pada siswa, agar mampu mendorong siswa menjadi kreatif dan inovatif, memunculkan semangat kemandirian dan jiwa kewirausahaan peserta didik, serta menyelenggarakan pendidikan berbasis karakter. Pernyataan tersebut merupakan salah satu bentuk respon dari situasi dan kondisi yang terjadi di Indonesia, yang mana globalisasi mempunyai banyak pengaruh terhadap seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam segala bidang terutama terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Tujuan pendidikan nampaknya lebih luas daripada pembentukan pribadi yang mampu bersaing dalam lingkup nasional, melainkan berorientasi pada terbentuknya warga negara yang mampu untuk bersaing di era global. Pendidikan sebagai sarana pencerdasan dan peningkatan wawasan serta intelektualitas warga negara diarahkan untuk dapat membentuk peserta didik yang memiliki kreativitas, semangat kemandirian berusaha yang pada akhirnya mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dengan memanfaatkan situasi, potensi dan setiap kesempatan yang ada dan bukan malah menggantungkan diri pada tangan orang atau Negara lain sebagaimana jargon yang dikemukakan oleh Bung Karno bahwa bangsa Indonesia harus menjadi bangsa yang berdikari (berdiri di atas kaki sendiri)

Terkait dengan hal tersebut, Engkoswara (1999:46) menjelaskan kualitas lulusan dituntut memiliki kemampuan kemandirian yang tangguh agar dapat menghadapi tantangan, ancaman, hambatan yang diakibatkan terjadinya perubahan global. Tantangan yang terjadi pada era global adalah semakin menipisnya kualitas kemandirian masyarakat Indonesia yang kesemuanya itu harus diselesaikan, salah satunya dengan menggalakan pendidikan kewirausahaan pada setiap lini pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan harus terus dilakukan karena berpengaruh terhadap output yang dihasilkan, karena itu pembelajaran tidak hanya berorientasi pada hasil semata, akan tetapi learning by process yang


(11)

dilakukan secara efektif dan efisien agar peserta didik dapat menghayati dan menjalani proses pembelajaran secara bermakna.

Transformasi nilai-nilai kewirausahaan dilakukan sebagai upaya membentuk manusia Indonesia yang unggul dan berdikari, hal mana memfokuskan pada penumbuhkembangan kreativitas dan kemandirian warganegara. Kasmir (2007:18) menjelaskan bahwa secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. Kewirausahaan berasal dari kata wira dan usaha. Wira berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung. Usaha adalah perbuatan amal, bekerja, dan berbuat sesuatu. Jadi wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu (www.google.com diunduh tanggal 1 Maret 2012).

Berdasarkan Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan Kecil Nomor 961/Kep/M/XI/1995 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan disebutkan bahwa kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. Mengacu pada definisi tersebut, kewirausahaan dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang untuk membuat sesuatu yang baru dengan maksud untuk mencari keuntungan pribadi sehingga ia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain, yang pada akhirnya ikut berkontribusi dalam menciptakan kesejahteraan warganegara.

Suryana (2010:11) menjelaskan kewirausahaan sebagai sesuatu kemampuan kreatif dan inovatif (create new and different) yang dijadikan kiat, dasar, sumber daya, proses dan perjuangan untuk menciptakan nilai tambah


(12)

barang dan jasa yang dilakukan dengan keberanian untuk menghadapi risiko. Selanjutnya, ia menjelaskan beberapa hal yang menjadi hakikat penting kewirausahaan antara lain:

1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil bisnis.

2. Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different).

3. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan.

4. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha (start-up phase) dan perkembangan usaha (venture growth).

5. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (creative), dan sesuatu yang berbeda (inovative) yang bermanfaat memberi nilai lebih. (Suryana, 2004: 10-11)

Berdasarkan hakikat kewirausahaan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa salah satu tujuan pelembagaan nilai-nilai kewirausahaan semata untuk memperbaiki kehidupan. Untuk mencapai hal tersebut, maka seorang yang akan memulai suatu usaha harus mampu menganalisis kebutuhan pasar dan situasi ekonomi yang sedang berkembang, kemudian menyikapi situasi tersebut dengan gagasan-gagasan dan ide-ide kreatif yang dapat menjadikan sesuatu yang bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Sebagaimana Geofrey (2000:5) menjelaskan bahwa para wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber-sumber yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses. Karena itu, aspek penting yang harus ditanamkan dalam proses transformasi nilai-nilai kewirausahaan adalah menumbuhkan kreativitas, inovasi, dan gagasan-gagasan dalam memandang berbagai peluang.

Seorang wirausahawan tidak terbatas pada usia, hal mana terkadang membuat kita jemu dan rendah diri untuk memulai suatu usaha dikarenakan masih kuatnya anggapan bahwa orang yang muda belum punya banyak pengalaman untuk memulai suatu usaha, maka membuka usaha diwaktu muda tidak akan


(13)

berjalan maksimal bahkan cenderung gagal karena belum banyaknya pengalaman yang dirasakan dalam dunia. Anggapan tentang pentingnya kematangan dari segi usia untuk berwirausaha dapat terbantahkan dengan munculnya salah satu perusahaan komputer terbesar di dunia Dell Computer Corporation.

Longenecker (2000:3) memberikan gambaran singkat mengenai sosok

wirausahawan yang mendirikan perusahaan “Dell Computer Corporate” ia adalah Michael Dell. Ketika menjadi mahasiswa baru di The University of Texas di Austin, Michael Dell mulai menjual komponen-komponen komputer melalui pesanan dari asramanya. Tak lama kemudian, dia telah mengirimkan komponen-komponen tersebut senilai $80.000 tiap bulannya. dalam waktu singkat, dia mulai membangun perusahaan IBM. Dari petikan cerita tersebut dapat dijelaskan bahwa usia muda bukanlah hambatan bagi kesuksesan Michael Dell sebagai seorang wirausaha. Dia memulai bisnisnya dengan modal yang sangat kecil dengan berbekal tabungan sebesar $1.000 dan pinjaman bank yang dijamin dengan mobilnya. Dell dapat mengembangkan usaha yang kecil menjadi sebuah bisnis yang sangat luar biasa.

Menjadi seorang wirausahawan bukanlah sesuatu yang tidak disengaja melainkan dipelajari dan dikembangkan. Sekaitan dengan itu, Danial (2010:37) mengemukakan beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan, antara lain:

1. Menyukai tanggung jawab

2. Lebih menyukai resiko menengah

3. Keyakinan akan kemampuan untuk meraih keberhasilan 4. Hasrat untuk memperoleh umpan balik

5. Tingkat energi yang tinggi 6. Orientasi kedepan

7. Keterampilan mengorganisasi

8. Menilai prestasi lebih tinggi daripada uang

Penumbuhkembangan kreativitas dan jiwa wirausaha amat potensial dilaksanakan melalui proses pendidikan yang dewasa ini bertujuan untuk merubah paradigma berfikir peserta didik menjadi seorang yang kreatif, inovatif dan berpandangan jauh kedepan dengan memanfaatkan seluruh kemampuan yang ada dalam jiwanya. Brameld dalam Darmadi (1999:2) mengemukkan “education as


(14)

power means competent and strong enough to enable us, the majority of people, to decide what kind of a world” yang artinya pendidikan sebagai kekuatan berarti mempunyai kewenangan dan cukup kuat bagi kita, bagi rakyat banyak untuk menentukan suatu dunia yang macam apa yang kita inginkan dan macam mana mencapai tujuan semacam itu. Brameld yakin bahwa untuk menciptakan suatu negara yang maju dapat ditempuh melalui pendidikan.

Proses pendidikan tidak hanya dimaknai sebagai pendidikan yang berlangsung di sekolah saja, melainkan dapat berlangsung diluar sekolah seperti di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Sebagaimana dijelaskan Richey dalam Darmadi (1999:2) bahwa:

“Education” refers to the broad function of preserving and improving the life of the group through bringing new members into its shared concern. Education is thus a far broader process than that which occurs in schools. It is an essential social activity by which communities continue to exist. In Communities this function is specialzed and institutionalized in formal education, but there is always the education, out side the school with which the formal process is related”

Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja tetapi merupakan suatu aktivitas sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang. Pada suatu masyarakat yang majemuk, fungsi pendidikan ini mengalami spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal yang senantiasa tetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolah. Proses tersebut dipengaruhi oleh lingkungan yang mengajarkan bagaimana menjadi orang yang dapat berguna bagi masyarakat. Thomson dalam Darmadi (1977:1) menjelaskan bahwa pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan yang tepat didalam kebiasaan tingkah lakunya, pikiranya dan perasaannya. Sekaitan dengan itu, pelembagaan nilai-nilai kreativitas dan kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengembangan komunitas-komunitas bisnis di lingkungan masyarakat.

Pengembangan komunitas sebagai kekuatan dalam pembangunan kota relevan dengan studi pendidikan kewarganegaraan, dimana pengembangan


(15)

kreativitas, kemandirian, ekonomi kewarganegaraan dan demokrasi merupakan salah satu fokus kajian pendidikan kewarganegaraan sebagai bidang ilmu yang multidimensional. Keberadaan komunitas-komunitas tersebut dalam kajian pendidikan kewarganegaraan dikenal dengan konsep situs kewarganegaraan (site citizenship). Winataputra dan Budimansyah (2007:151) menjelaskan situs kewarganegaraan sebagai modus lain dari pendidikan kewarganegaraan yang mencakup berbagai kegiatan yang amat bervariasi dalam tujuan dan formatnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa berbagai kegiatan inovatif dilakukan dalam upaya pengembangan kualitas warganegara sesuai dengan konteks masing-masing negara dan komunitas dalam negara itu. Situs kewarganegaraan sebagai wahana dalam membangun ekonomi kewarganegaraan dilakukan di Italia secara terintegrasi dengan Tirreno Network School Project yang dimulai tahun 1989 dengan pusat perhatian pada “economic and social problems” dan melibatkan siswa, orang tua, guru, warga masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat.

Bandung sebagai kota kreatif mempunyai berbagai komunitas dalam kaitannya dengan peningkatan kewirausahaan. Tumbuhnya pelbagai komunitas pengusaha merupakan upaya dalam menekan angka pengangguran di Kota Bandung. Badan Pusat Statistik Kota Bandung (2012) mencatat terjadinya peningkatan jumlah angkatan kerja Kota Bandung pada tahun 2012 sebesar 3,70% dibandingkan dengan tahun 2011. Pada tahun 2011, angkatan kerja yang berada di Kota Bandung tercatat sebanyak 1.129.744 tenaga kerja dan meningkat menjadi 1.171.551 tenaga kerja di tahun 2012. Pada tahun 2012, sebanyak 90,83% dari angkatan kerja telah memiliki pekerjaan dan sisanya sebesar 9,17% masih menganggur. Tingkat pengangguran terbuka di Kota Bandung selama periode 2011-2012 mengalami penurunan yang cukup tinggi, dari sebesar 10,34% pada tahun 2011 menjadi sebesar 9,17% pada tahun 2012 sebagaimana dapat dilihat pada grafik 1. Kondisi demikian menunjukan bahwa bahwa secara makro, tingkat perekonomian dan penyediaan lapangan pekerjaan mengalami perbaikan.


(16)

Gambar 1.1

Perkembangan Tenaga Kerja dan Tingkat Pengangguran Terbuka Kota Bandung Tahun 2011-2012

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bandung (2012)

Melihat data sebagaimana dijelaskan di atas, maka keberadaan komunitas-komunitas wirausaha turut memberikan kontribusi positif dalam rangka menurunkan angka pengangguran di Kota Bandung melalui program-program guna meningkatkan kreativitas, inovasi dan gagasan-gagasan warga negara. Salah satu komunitas yang konsen terhadap pengembangan nilai-nilai kewirausahaan adalah Bandung Creative City Forum (BCCF), dimana salah satu fokus kegiatannya adalah menumbuhkan kreativitas para pengusaha atau calon pengusaha muda di Kota Bandung, karena itu tidak heran jika dalam perjalanannya komunitas ini mampu menghasilkan para pengusaha yang berhasil dan turut berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara.

Menumbuhkembangkan kreativitas dalam upaya membangun ekonomi kewarganegaraan tidak hanya cukup pada pemerolehan keuntungan semata, akan tetapi lebih daripada itu gerakan ekonomi kewarganegaraan harus dilandasi dengan semangat nasionalisme dalam arti ikhwal apa yang dilakukan merupakan penjelmaan dari kesadaran sebagai sebuah bangsa yang harus mandiri dan berdikari. Terlebih dalam iklim demokrasi yang sudah berjalan hampir 16 tahun di


(17)

Indonesia mensyaratkan adanya upaya untuk terus menerus meningkatkan perekonomian negara.

Hasil studi Przeworksi dan Limongi dalam Juoro (2004: 14) menunjukan bahwa proyek demokatisasi akan gagal dilaksanakan bila pembangunan ekonomi (diukur dengan pendapatan per kapita) suatu negara ada pada level rendah. Hal senada juga diungkapkan Lipset dalam Collier (1979: 9) yang memberikan postulat bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan prasyarat terbukanya peluang demokratisasi di masa mendatang. Tanpa ada pertumbuhan ekonomi, sulit bagi terciptanya pemerintahan dan masyarakat demokatis. Karena itu perlu dilakukan penguatan nilai nasionalisme dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam kerangka demokrasi. Nasionalisme sebagai manifestasi kesadaran nasional yang mengadung cita-cita yang merupakan ilham yang mendorong dan merangsang suatu bangsa untuk lebih mandiri menghadapi tantangan demokratisasi dan globalisasi. Sebagaimana Isjwara (1982:130) yang menjelaskan salah satu cita-cita nasionalisme adalah perjuangan untuk mewujudkan persatuan nasional yang meliputi bidang politik, ekonomi, sosial, keagamaan, kebudayaan, dan persekutuan serta adanya solidaritas.

Keberadaan komunitas-komunitas dalam pengembangan ekonomi kewarganegaraan dilatarbelakangi oleh realitas kemiskinan masyarakat yang memprihatinkan telah menarik perhatian pelbagai kelompok masyarakat, baik di sektor swasta (private sector) maupun komunitas (voluntary sector) yang menunjukan gerakan aksi kerelawanan untuk mewujudkan keadilan sosial. Bandung Creative City Forum (BCCF) merupakan salah satu komunitas yang mempunyai spirit kerelawanan dalam membangun kesejahteraan masyarakat. Spirit ini penting karena semangat kesukarelaan menjadi faktor kunci bagi keberlanjutan upaya penanggulangan kemiskinan. Kesukarelaan merujuk pada tanggung jawab sosial masyarakat terhadap upaya penanggulangan kemiskinan bukan hanya “kegiatan sesaat” yang semata hadir karena tuntutan proyek atau kepentingan lain yang bersifat jangka pendek (Hilman, 2010: 44).

Kesukarelaan muncul ketika seseorang melihat kondisi lingkungan sekitarnya yang tidak sesuai dengan idealitas atau asas kewajaran aatau standar


(18)

minimal hidup yang sejahtera. Hilman (2010: 46) menjelaskan bahwa sikap yang muncul dalam gerakan voluntarisme (kesukarelaan) adalah munculnya sikap peduli dan rasa ingin melakukan sesuatu, mencari tahu apa yang sedang terjadi, dan barangkali ada keinginan untuk mengubah kondisi lingkungannya menjadi lebih baik.

Penguatan gerakan kesukarelaan (voluntarisme) diperlukan dalam upaya membangun ekonomi kewarganegaraan agar tercipta masyarakat demokratis, karena keberhasilan pelaksanaan demokrasi di suatu negara amat ditentukan oleh kekuatan perekonomian negara bersangkutan. Sebagaimana dijelaskan oleh Mujani (2006: 9) bahwa lambatnya pemulihan ekonomi bisa berdampak negatif terhadap kepuasan publik terhadap praktek demokrasi di negara kita, dan pada akhirnya masyarakat semakin tidak yakin bahwa demokrasi merupakan sistem terbaik atau paling cocok untuk negara kita.

Mengacu pada pendapat sebagaimana tersurat di atas, dapat dijelaskan bahwa lambannya pemulihan ekonomi nasional secara potensial dapat mengancam legitimasi atas konsolidasi demokrasi. Untuk membangun ekonomi kewarganegaraan dalam menciptakan tatanan kehidupan yang demokratis diperlukan suatu gerakan voluntarisme, yakni sebuah gerakan yang dilakukan masyarakat secara sukarela untuk membantu sesamanya sehingga dapat maju dan berkembang bersama dengan menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa serta dalam rangka menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kekuatan kesukarelaan (voluntarisme) dalam membangun ekonomi kewarganegaraan merupakan spirit pembangunan dalam upaya menciptakan warganegara yang lebih kreatif, inovatif, bertanggungjawab, disiplin, memiliki nilai-nilai kebangsaan dan kemandirian kuat yang didasari oleh semangat kesukarelaan, keikhlasan, kepedulian sosial dan kebersamaan sebagai sebuah bangsa.

Berdasarkan data dan pemikiran di atas, penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai pengembangan situs kewarganegaraan sebagai wahana pengembangan ekonomi kewarganegaraan berbasis kesukarelaan


(19)

warganegara. Karena itu, penulis mengangkat permasalahan ini kedalam suatu penelitian dengan judul “Penguatan Nilai Kesukarelaan dalam Membangun Ekonomi Kewarganegaraan Bagi Masyarakat Demokratis Melalui Situs Kewarganegaraan (Studi Kasus di Komunitas Bandung Creative City

Forum)”

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Terkait dengan penelitian yang akan dilakukan, penulis dapat mengidentifikasi beberapa permasalahan antara lain; Pertama, perjalanan demokrasi tidak dibarengi dengan peningkatan ekonomi nasional; Kedua, rendahnya kreativitas warganegara dalam menciptakan sesuatu dalam kaitannya dengan pengembangan kehidupan ekonomi. Ketiga, tingginya tingkat pengangguran di Indonesia; Keempat, masih kuatnya paradigma bahwa bekerja adalah lebih baik daripada membuka usaha sendiri; Kelima, masih rendahnya minat dan motivasi masyarakat terhadap wirausaha; Keenam, masih rendahnya keberanian dalam mencari, mengembangkan dan menciptakan peluang dalam upaya meningkatkan kehidupan kearah yang lebih baik. Ketujuh, perkembangan ekonomi di Indonesia sebagian besar hanya berorientasi money oriented; Kedelapan, semakin memudarnya nilai-nilai kebangsaan; Kesembilan, pemerintahan memiliki banyak keterbatasan dalam meningkatkan kondisi sosial masyarakat yang belum sejahtera. Karena itu, fokus permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah penguatan nilai kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan.

2. Perumusan Masalah

Untuk menjawab permasalahan sebagaimana diidentifikasi di atas, maka penulis merincinya ke dalam beberapa rumusan sebagai berikut:

a. Bagaimana latar belakang munculnya gerakan kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan?


(20)

b. Bagaimana aktivitas dan kekuatan kesukarelaan dalam membentuk ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan?

c. Faktor-faktor apa saja yang determinan terhadap pengembangan situs kewarganegaraan dalam memobilisasi gerakan kesukarelaan untuk mendukung keberhasilan program ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan?

d. Hambatan apa saja yang muncul dan upaya yang dilakukan dalam penguatan nilai kesukarelaan sebagai upaya membentuk ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini dilakukan untuk mengkaji dan menganalisis penguatan nilai kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan yang pada akhirnya hasil penelitian tersebut dapat digunakan oleh para pemerhati, pengembang dan para pemangku kebijakan dalam menumbuhkembangkan spirit kesukarelawanan dan kemandirian masyarakat dalam membangun kesejahteraan ekonomi dalam mendukung perjalanan demokrasi di Indonesia.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan dan menganalisis latar belakang munculnya gerakan kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan.

b. Mendeskripsikan dan menganalisis aktivitas dan kekuatan kesukarelaan dalam membentuk ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan.

c. Mendeskripsikan dan mengidentifikasi faktor-faktor yang determinan terhadap pengembangan situs kewarganegaraan dalam memobilisasi


(21)

gerakan kesukarelaan untuk mendukung keberhasilan program ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan.

d. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan hambatan yang muncul dan upaya yang dilakukan dalam penguatan nilai kesukarelaan sebagai upaya membentuk ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian dapat dijadikan referensi bagi pengembangan keilmuan pendidikan kewarganegaraan berbasis masyarakat, terutama dalam pengembangan konsep ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis berbasis nilai kesukarelaan melalui situs kewarganegaraan.

2. Secara Praktis

Selain memberikan manfaat secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada tataran praktis sebagai berikut:

a. Diketahuinya latar belakang munculnya gerakan kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan.

b. Diketahuinya aktivitas dan kekuatan kesukarelaan dalam membentuk ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan.

c. Dikatahuinya faktor-faktor yang determinan terhadap pengembangan situs kewarganegaraan dalam memobilisasi gerakan kesukarelaan untuk mendukung keberhasilan program ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan.

d. Diketahuinya hambatan yang muncul dan upaya yang dilakukan dalam penguatan nilai kesukarelaan sebagai upaya membentuk ekonomi


(22)

kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan.

E. Struktur Organisasi Tesis

Tesis ini dibagi menjadi lima bab, sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, merupakan rasional yang menjelaskan pentingnya penelitian ini dilakukan. Isi dari bab ini meliputi; a) Latar belakang masalah, b) Identifikasi dan perumusan masalah, c) Tujuan penelitian, d) Manfaat penelitian dan e) Struktur organisasi tesis.

Bab II Kajian Pustaka, merupakan gambaran berbagai konsep, generalisasi dan teori yang digunakan untuk menganalisis hasil penelitian. Isi dari bab ini meliputi; a) Nilai kesukarelaan (voluntarisme), b) Konsep economic civics, dan c) Situs kewarganegaraan, d) Kerangka pemikiran, dan e) Penelitian terdahulu.

Bab III Metodologi Penelitian, merupakan penjelasan yang rinci mengenai metode penelitian yang digunakan. Isi dari bab ini meliputi; a) Lokasi dan subjek penelitian, b) Desain penelitian dan justifikasi penggunaan desain tersebut, c) Metode penelitian dan justifikasi penggunaan metode tersebut, d) Definisi operasional yang dirumuskan untuk setiap variabel, e) Instrumen penelitian, f) Teknik pengumpulan data, dan g) Teknik pengolahan dan analisis data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, merupakan gambaran data yang diperoleh dari lapangan untuk kemudian dianalisis menggunakan berbagai teori yang relevan. Isi dari bab ini meliputi a) Gambaran umum lokasi penelitian, b) Deskripsi hasil penelitian, dan c) Analisis hasil penelitian.

Bab V Simpulan dan Saran, merupakan jawaban dari aspek yang diteliti. Bab ini terdiri dari simpulan (umum dan khusus) serta saran.


(23)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Subjek dan Lokasi Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah Ketua BCCF, Pengurus BCCF, Anggota BCCF, Partisipan BCCF dan Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Kota Bandung. Secara lebih jelas, subjek dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1 Subjek Penelitian

No Subjek Penelitian Jumlah

1 Ketua BCCF 1 Orang

2 Pengurus BCCF 2 Orang

3 Anggota BCCF 2 Orang

4 Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Bandung

1 Orang

5 Partisipan BCCF 15 Orang

Jumlah 21 Orang

Sumber : Data diolah oleh Penulis (2014)

Subjek penelitian sebagaimana dijelaskan pada tabel di atas dipilih karena dianggap dapat memberikan informasi yang rinci tentang penguatan nilai kesukarelaan (voluntarisme) dalam membangun ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan.

Ketua BCCF dipilih karena dinilai mempunyai sejumlah informasi berkaitan dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukan BCCF, utamanya terkait manajemen yang diterapkan guna mengoptimalkan gerakan kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis. Untuk


(24)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

memperkuat hasil penelitian terkait aktivitas-aktivitas tersebut, peneliti juga mengambil pengurus BCCF untuk memperoleh sejumlah informasi yang diperlukan peneliti mengenai perkembangan situs kewarganegaraan (BCCF) berbasis kesukarelaan (voluntarisme), utamanya ikhwal latar belakang munculnya gerakan kesukarelaan melalui situs kewarganegaraan serta aktivitas dan kekuatan gerakan kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan melalui situs kewarganegaraan.

Anggota BCCF dipilih sebagai subjek penelitian karena dianggap dapat memberikan informasi mengenai sejauhmana kontribusi yang telah diberikan dalam memperkuat gerakan kesukarelaan yang telah, sedang dan akan dilakukan yang berkaitan dengan peningkatan ekonomi di kota Bandung. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Bandung merupakan responden dari unsur pemerintahan yang dipilih karena kewenangannya dari sisi kebijakan terkait peningkatan ekonomi kewarganegaraan dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Selain melakukan wawancara dengan ketua BCCF, pengurus BCCF, anggota BCCF dan pemerintah daerah, peneliti juga menentukan partisipan BCCF sebagai subjek penelitian. Partisipan BCCF merupakan pihak-pihak baik berasal dari komunitas ataupun individu yang mengikuti kegiatan BCCF, tetapi statusnya tidak sebagai pengurus maupun anggota BCCF.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di sekretariat Bandung Creative City Forum (BCCF) yang beralamat di Jalan Purnawarman No. 70 Kota Bandung. Pemilihan Bandung Creative City Forum (BCCF) sebagai lokasi penelitian didasarkan pada hasil pra penelitian yang dilakukan oleh penulis, bahwa komunitas tersebut melakukan pelbagai aktivitas dalam upaya membangun kemandirian warganegara melalui peningkatan ekonomi kewarganegaraan.


(25)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dengan maksud agar peneliti lebih leluasa dalam mengkaji dan menganalisis pelbagai fenomena yang ditemui di lapangan secara komprehensif, sebagaimana dijelaskan Miles & Huberman (2007:2) bahwa “dengan data kualitatif kita dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab-akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat”.

Selanjutnya, Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2000:3) menjelaskan penelitian kualitatif sebagai “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Melalui pendekatan kualitatif ini diharapkan peneliti dapat melakukan kajian secara komprehensif berkaitan dengan masalah penelitian.

Sekaitan dengan itu, Alwasilah (2012: 64-67) menjelaskan beberapa ciri yang membedakan pendekatan kualitatif dengan pendekatan lainnya sebagai berikut:

1. Pemahaman makna, merujuk pada kognisi, afeksi, intensi, dan apa saja yang terpayungi dengan istilah “perspektif partisipan” (participant’s perspectives). Fokus pada makna seperti ini merupakan hal mendasar bagi mazhab interpretatif dalam studi ilmu sosial.

2. Pemahaman konteks tertentu, yakni dalam penelitian kualitatif perilaku responden dilihat dalam konteks tertentu dan pengaruh konteks terhadap tingkah laku itu.

3. Identitas alamiah dan pengaruh tidak terduga, yakni bagi peneliti kualitatif setiap informasi,kejadian, perilaku, suasana dan pengaruh baru adalah “terhormat” dan berpotensi sebagai data untuk membeking hipotesis kerja (hipotesis kini dan hipotesis sementara waktu)

4. Kemunculan teori berbasis data (grounded theory), yakni teori yang sudah jadi atau pesanan, atau a priori tidaklah mengesankan kaum naturalis, karena teori-teori ini akan kewalahan jika disergap oleh informasi, kejadian, suasana, dan pengaruh baru dalam konteks baru. 5. Pemahaman proses, yakni para peneliti naturalis berupaya untuk lebih

memahami proses (daripada produk) kejadian atau kegiatan yang diamati.

6. Penjelasan sababiyah (casual explanation), yakni dalam paradigma kualitatif yang dipertanyakan adalah sejauh mana X memainkan peran sehingga menyebabkan Y? Jadi yang dicari adalah sejauh mana


(26)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

kejadian-kejadian itu berhubungan satu sama lain dalam kerangka penjelasan sababiyah lokal.

Mengacu pada pendapat sebagaimana tersurat di atas, dapat dijelaskan bahwa penelitian kualitatif mamfokuskan pada pemberian makna terhadap realitas yang teramati. Karena itu, penelitian kualitatif lebih menekankan pada kajian secara komprehensif terhadap hasil penelitian daripada hanya sekedar memaknai hasil penghitungan kuantitatif. Sebagaimana dijelaskan Creswell (2008:50) bahwa

Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyzes words, reports detailed views of informants, and conducts the study in a natural setting.

Pernyataan ini menyiratkan bahwa pendekatan kualitatif merupakan suatu pendekatan yang menekankan pada kajian interpretatif data hasil penelitian dan tidak menggunakan kuantifikasi atau perhitungan statistik. Sebagaimana dijelaskan Alwasilah (2012: 66) bahwa ”para peneliti naturalis berupaya untuk lebih memahami proses (daripada produk) kejadian atau kegiatan yang diamati”.

C. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian dengan menggunakan metode studi kasus. Gay dkk (2009:426) mengemukakan metode studi kasus sebagai ”a qualitative approach to studying a phenomenon, focused on a unit af study or a bounded system, not a methodological choice, but a choice of what to study, an all-encompassing research method”. Melalui pemahaman ini dapat dijelaskan bahwa penelitian studi kasus merupakan pendekatan kualitatif yang digunakan untuk mempelajari fenomena yang terfokus atau terbatas pada satu unit penelitian, serta merupakan metode penelitian yang mencakup secara keseluruhan penelitian.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dijelaskan bahwa metode studi kasus digunakan untuk meneliti secara seksama dan terperinci mengenai hal-hal


(27)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

yang diteliti sehingga hasil yang diperoleh lebih utuh menyeluruh. Terkait dengan hal tersebut, Alwasilah (2012: 65) menjelaskan bahwa “peneliti kualitatif lazimnya berkonsentrasi pada sejumlah orang atau situasi yang relatif sedikit dan perhatiannya terkuras habis-habisan pada analisis kekhasan kelompok atau situasi itu saja.

Penelitian ini akan menghasilkan sesuatu yang khas karena merupakan penelitian yang tertuju pada suatu unit. Sebagaimana Danial (2009:64) mengungkapkan bahwa studi ini tidak mengambil generalisasi, sebab kesimpulan yang diambil adalah kekhasan temuan kajian individu „tertentu karakteristiknya‟ secara utuh menyeluruh yang menyangkut seluruh kehidupannya, mulai dari persepsi, gagasan, harapan, sikap, gaya hidup, dan lingkungan masyarakat.

D. Definisi Operasional

Untuk lebih memfokuskan kajian penelitian, diperlukan suatu definisi operasional yang bertujuan untuk menjelaskan maksud dan batasan penelitian. Definisi operasional merupakan seperangkat petunjuk yang lengkap mengenai apa yang harus diamati serta bagaimana mengukur suatu konsep. Sekaitan dengan itu, penelitian mengenai penguatan nilai kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan melalui situs kewarganegaraan mempunyai operasionalisasi variabel sebagai berikut:

1. Kesukarelaan, yang dimaksud kesukarelaan dalam penelitian ini adalah gerakan voluntarisme yang dilakukan oleh aktivis komunitas Bandung Creative City Forum untuk mengembangkan ekonomi kewarganegaraan secara bebas tanpa mengharapkan imbalan apapun.

2. Ekonomi kewarganegaraan, yang dimaksud ekonomi kewarganegaraan dalam penelitian ini adalah kemampuan warganegara untuk mengembangkan diri dengan lingkungannya melalui kemampuan berekonomi untuk kehidupan dirinya, lingkungannya, dan masyarakat disekitarnya.

3. Situs kewarganegaraan, yang dimaksud situs kewarganegaraan dalam penelitian ini adalah suatu aktivitas yang dilaksanakan oleh masyarakat


(28)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

melalui sebuah komunitas dalam rangka mentransformasikan nilai-nilai kewirausahaan sebagai upaya membentuk ekonomi kewarganegaraan misalnya pertemuan rutin mingguan, kegiatan insidental, pertemuan antar pengusaha, dan lain sebagainya.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan faktor kunci yang menentukan keberhasilan suatu penelitian. Terkait dengan hal tersebut, dalam penelitian kualitatif instrumen penelitian merupakan peneliti sendiri. Artinya, peneliti bebas menginterpretasikan hal-hal yang ia peroleh berdasarkan hasil wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Sebagaimana Moleong (2000: 132) menjelaskan sebagai berikut:

“bagi peneliti kualitatif manusia adalah instrumen utama karena ia menjadi segala bagi keseluruhan proses penelitian. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor penelitiannya” (Moleong, 2000:132).

Untuk memandu pelaksanaan penelitian, peneliti membutuhkan pedoman penelitian yang disusun berdasarkan masalah penelitian. Tabel berikut merupakan kisi-kisi instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Penguatan Nilai Kesukarelaan dalam Membangun Ekonomi Kewarganegaraan Bagi Masyarakat Demokratis melalui

Situs Kewarganegaraan

(Studi Kasus pada Komunitas Bandung Creative City Forum)

No Rumusan Masalah Sub Masalah Pertanyaan Penelitian Sumber Data 1 Bagaimana latar

belakang

munculnya gerakan kesukarelaan

(voluntarisme)

1. Rasional 2. Urgensi

volunterisme 3. Motivasi 4. Ekspektasi

1. Ikhwal apa yang melatarbelakangi

terbentuknya komunitas (BCCF) ini?

2. Sejauhmana


(29)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

dalam membangun ekonomi

kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs

kewarganegaraan?

5. Tujuan pengetahuan dan

pemahaman anda

tentang gerakan voluntarisme?

3. Seberapa penting gerakan voluntarisme dalam membangun ekonomi

kewarganegaraan

melalui situs

kewarganegaraan? 4. Ikhwal apa yang

membuat anda tertarik untuk melakukan gerakan voluntarisme

melalui situs

kewarganegaraan (komunitas)?

5. Hal apa yang anda harapkan dengan melibatkan diri dalam kegiatan di komunitas? 6. Bagaimana relevansi

antara gerakan

voluntarisme dengan pembangunan ekonomi masyarakat melalui pengembangan


(30)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

2 Bagaimana

aktivitas dan kekuatan

kesukarelan (voluntarisme) dalam membangun ekonomi

kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan? 1. Wujud peilaku 2. Bentuk aktivitas 3. Tujuan aktivitas 4. Strategi aktivitas

1. Hal apa saja yang telah anda lakukan selama anda tergabung dalam komunitas?

2. Bagaimana pandangan anda tentang peran dan

posisi gerakan

voluntarisme dalam membangun ekonomi kewarganegaraan? 3. Menurut anda, hal apa

yang perlu dimiliki

sebagai dasar

pengembangan ekonomi kewarganegaraan? 4. Kegiatan apa saja yang

dilakukan dalam mengembangkan

a. Kreatif b. Inovatif c. Visioner d. Progresif e. Percaya diri

f. Berani mengambil resiko

g. Kepemimpinan h. Orisinalitas

5. Kegiatan apa yang dilakukan dalam

1. Pengurus BCCF 2. Anggota BCCF 3. Partisipan BCCF 4. Pemerintah Daerah


(31)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

mengembangkan: a. Solidaritas b. Gotong royong c. Pengabdian d. Tanggungjawab e. Menciptakan

peluang untuk partisipasi

6. Apakah ada nilai inti yang diinternalisasikan? Jika ada, mengapa nilai tersebut dianggap sebagai inti dari pengembangan ekonomi kewarganegaraan? 7. Kegiatan apa saja yang

dilakukan dalam mengembangkan

kemandirian

warganegara dalam berekonomi berbasis gerakan voluntarisme? 8. Bagaimana strategi yang

dilakukan dalam mengembangkan

ekonomi

kewarganegaraan

melalui situs


(32)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

3 Faktor-faktor apa

saja yang

determinan terhadap pengembangan situs

kewarganegaraan dalam memobilisasi gerakan

kesukarelaan (voluntarisme) untuk mendukung keberhasilan

program ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis?

1. Situasi sosial 2. Biaya 3. karakteristik individu yang terlibat 4. kedekatan hubungan 5. empati

1. Bagamana pandangan anda mengenai realitas minat generasi muda terhadap wirausaha? 2. Bagaimana

perbandingan antara pengusaha dan pekerja muda? Mengapa terjadi demikian?

3. Bagaimana paradigma generasi muda dalam memaknai wirausaha? 4. Langkah apa saja yang

dilakukan dalam mengumpulkan biaya untuk keberlangsungan program komunitas? 5. Karakter apa yang

diperlukan seseorang yang akan terlibat dalam gerakan voluntarisme? 1. Pengurus BCCF 2. Anggota BCCF 3. Pemerintah Daerah

4 Hambatan apa saja yang muncul dan

upaya yang

dilakukan dalam penguatan

kesukarelaan (voluntarisme) sebagai upaya

1. Hambatan internal 2. Hambatan

eksternal 3. Bentuk upaya 4. Tujuan upaya 5. Relevansi

upaya dengan

1. Bagaimana gambaran karakteristik anggota komunitas?

2. Hambatan apa yang ditemui komunitas dalam mengembangkan ekonomi kewarganegaraan? 1. Pengurus BCCF 2. Anggota BCCF 3. Pemerintah Daerah


(33)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

membentuk ekonomi

kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs

kewarganegaraan?

masalah 3. Hambatan apa yang ditemuin komunitas dalam

mengembangkan karakter;

a. Solidaritas b. Gotong royong c. Pengabdian d. Tanggungjawab e. Menciptakan

peluang untuk partisipasi

4. Bagaimana daya dukung pemerintah terhadap gerakan voluntarisme dalam membangun ekonomi

kewarganegaraan? 5. Bagaimana bentuk

kerjasama yang dijalin oleh komunitas dengan pemerintah dan swasta dalam menguatkan gerakan voluntarisme

sebagai upaya

membangun ekonomi kewarganegaraan? 6. Sejauhmana efektivitas


(34)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

komunitas dalam membangun ekonomi kewarganegaraan? 7. Upaya apa yang

dilakukan komunitas dalam menyamakan visi, misi dan persepsi anggota sebagai aktivis gerakan voluntarisme? 8. Upaya apa yang

dilakukan komunitas untuk menghadapi hambatan yang muncul dalam mengembangkan ekonomi

kewarganegaraan? 9. Upaya apa yang

dilakukan komunitas dalam menghadapi hambatan yang muncul dalam mengembangkan karakter:

a. Solidaritas b. Gotong royong c. Pengabdian d. Tanggungjawab e. Menciptakan

peluang untuk partisipasi


(35)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

10.Upaya apa yang dilakukan komunitas untuk meningkatkan daya dukung pemerintah terhadap gerakan voluntarisme dalam membangun ekonomi kewarganegaraan yang dilakukan?

11.Upaya apa yang dilakukan dalam meningkatkan jalinan kerjasama dengan pemerintah dan swasta dalam menguatkan gerakan voluntarisme

sebagai upaya

membangun ekonomi kewarganegaraan? 12.Upaya apa yang

dilakukan dalam meningkatkan

efektivitas program yang dilakukan komunitas dalam membangun ekonomi

kewarganegaraan?

F. Teknik Pengumpulan Data Sumber : Diolah oleh Peneliti (2014)


(36)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

1. Wawancara

Menurut Moleong (2000:150) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara memiliki beberaapa keuntungan, sebagaimana dikemukakan oleh Craswell (2008:226) bahwa “some advantages are that they provide useful information when you cannot directly observe participants, and they permit participants to describe detailed personal information”.

Melalui teknik ini peneliti dapat memperoleh informasi yang berguna bagi penelitian berdasarkan keterangan narasumber secara terperinci. Wawancara memberikan keleluasaan kepada peneliti untuk mempertanyakan berbagai hal yang berkaitan dengan objek yang diteliti, dimana setiap pertanyaan tersebut dapat berkembang selama proses percakapan terjadi.

2. Observasi

Craswell (2008:221) mengemukakan bahwa “observation is a process of gathering open-ended, firsthand information by observing people and places at a research site”. Menurutnya observasi adalah suatu proses pengumpulan data secara terbuka yang memperoleh informasi dengan cara mengamati orang-orang dan tempat-tempat di lokasi penelitian.

Metode observasi dapat pula dikatakan sebagai metode survey seperti yang dikemukakan Nazir (1988:65) bahwa metode survey (observasi) adalah “penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah”.

3. Studi Dokumentasi

Peneliti dalam penelitian kualitatif bertindak sebagai instrumen utama, oleh karena itu peneliti dapat memanfaatkan sumber-sumber lain berupa catatan


(37)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

dan dokumen (non human resources). Menurut Lincoln dan Guba (1985:276-277) ”catatan dan dokumen ini dapat dimanfaatkan sebagai saksi dari kejadian-kejadian tertentu atau sebagai bentuk pertanggungjawaban”. Untuk keperluan penelitian ini, peneliti mengumpulkan catatan dan dokuman yang dipandang perlu untuk membantu analisis dengan memanfaatkan sumber kepustakaan berupa buku teks, makalah, jurnal, dokumen kurikulum, hasil penelitian, dokumen negara. Kajian dokumen difokuskan pada aspek materi atau substansi yang ada kaitannya dengan penguatan nilai voluntarisme dalam membangun economic civics melalui situs kewarganegaraan.

4. Studi Literatur

Studi literatur dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan berbagai teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi/diteliti sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Faisal (1992:30) mengemukakan bahwa “hasil studi literatur bisa dijadikan masukan dan landasan dalam menjelaskan dan merinci masalah-masalah yang akan diteliti, termasuk juga memberi latar belakang mengapa masalah tersebut penting diteliti”. Teknik ini dilakukan dengan cara membaca, mempelajari dan mengkaji literatur-literatur yang berhubungan dengan voluntarisme, situs kewarganegaraan dan economic civics.

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi (Miles dan Huberman, 2007:16-18). Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus. Secara jelas teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan di bawah ini

Gambar 3.1


(38)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

Bagan di atas dapat dijelaskan bahwa tiga jenis kegiatan utama analisis data merupakan proses siklus dan interaktif. Peneliti harus siap bergerak di antara empat “sumbu” kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak balik di antara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

1. Reduksi Data

Dalam Penelitian ini, reduksi data dilakukan dengan memfokuskan hasil penelitian pada hal-hal yang dianggap penting oleh peneliti. Penelitian difokuskan pada tanggapan pengurus dan anggota Bandung Creative City Forum (BCCF), pakar ekonomi kewarganegaraan, dan pemerintah daerah mengenai penguatan nilai kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan melalui situs kewarganegaraan.

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang akan memberikan gambaran penelitian secara menyeluruh. Dengan kata lain menyajikan data secara terperinci dan menyeluruh dengan mencari pola hubungannya. Penyajian data di

Pengumpulan data

Reduksi data

Penarikan kesimpulan/verifikasi

Penyajian data


(39)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

dilakukan terhadap hasil wawancara dengan pengurus dan anggota Bandung Creative City Forum (BCCF), karena pertanyaan untuk pengurus dan anggota BCCF relatif sama. Semua data hasil wawancara tersebut dipahami satu persatu kemudian disatukan sesuai dengan rumusan masalah. Sedangkan data hasil wawancara dengan pemerintah daerah dan partisipan BCCF sebagai penerima manfaat digunakan untuk pembanding dari data yang diperoleh dari pengurus dan anggota BCCF.

3. Kesimpulan/Verifikasi

Kesimpulan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan mencari arti, makna, penjelasan yang dilakukan terhadap data yang telah dianalisis dengan mencari hal-hal penting. Kesimpulan ini disusun dalam bentuk pernyataan singkat tentang penguatan nilai kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan melalui situs kewarganegaraan.

Dengan demikian, secara umum proses pengolahan data dimulai dengan pencatatan data lapangan (data mentah), kemudian ditulis kembali dalam bentuk unifikasi dan kategorisasi data, setelah data dirangkum, direduksi, dan disesuaikan dengan fokus masalah penelitian. Selanjutnya data dianalisis dan diperiksa keabsahannya melalui beberapa teknik, sebagaimana dikemukakan oleh Moleong (2000:192), yaitu:

a. Data yang diperoleh disesuaikan dengan data pendukung lainnya untuk mengungkap permasalahan secara tepat.

b. Data yang terkumpul setelah dideskripsikan kemudian didiskusikan, dikritik ataupun dibandingkan dengan pendapat orang lain.

c. Data yang diperoleh kemudian difokuskan pada subtantif fokus penelitian.

Demikian prosedur pengolahan dan analisis data yang akan dilakukan penulis dalam penelitian ini. Melalui tahap-tahap tersebut diharapkan penulis memperoleh data secara lengkap mengenai penguatan nilai voluntarisme dalam membangun ekonomi kewarganegaraan melalui situs kewarganegaraan.


(40)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

H. Validitas Data

Hasil penelitian kualitatif seringkali diragukan karena dianggap tidak memenuhi syarat validitas dan reabilitas, oleh sebab itu ada cara-cara memperoleh tingkat kepercayaan yang dapat digunakan untuk memenuhi kriteria kredibilitas (validitas internal). Menurut Nasution (1996: 114-118) cara yang dapat dilakukan untuk mengusahakan agar kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya, antara lain; “memperpanjang masa observasi, pengamatan terus-menerus, triangulasi, menggunakan bahan referensi, dan melakukan member check”.

1. Memperpanjang masa observasi

Pada saat melakukan observasi diperlukan waktu untuk betul-betul mengenal suatu lingkungan, oleh sebab itu peneliti berusaha memperpanjang waktu penelitian dengan cara mengadakan hubungan baik dengan orang-orang disana, dengan cara mengenal kebiasaan yang ada dan mengecek kebenaran informasi guna memperoleh data dan informasi yang valid yang diperlukan dalam penelitian ini.

2. Pengamatan yang terus menerus

Untuk dapat memperhatikan sesuatu secara lebih cermat, terperinci dan mendalam, peneliti dapat melakukan pengamatan secara terus menerus (kontinu). Melalui pengamatan yang kontinu, peneliti akan dapat memberikan deskripsi yang terinci mengenai apa yang sedang diamatinya berkaitan dengan kajian mengenai penguatan nilai kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan melalui situs kewarganegaraan.

3. Triangulasi

Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2000:330). Selanjutnya Sugiyono (2009:372) menjelaskan bahwa “dalam pengujian kredibilitas terdapat berbagai sumber, berbagai cara dan berbagai waktu”. Penelitian ini menggunakan


(41)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

tiga macam teknik triangulasi, yakni triangulasi berdasarkan sumber data, triangulasi berdasarkan teknik pengumpulan data serta triangulasi berdasarkan waktu pengumpulan data sebagai berikut

Gambar 3.2

Triangulasi dengan Tiga Sumber Data

Sumber : dikembangkan oleh Penulis (2014)

Triangulasi berdasarkan tiga sumber data dilakukan untuk memperkuat pengambilan kesimpulan mengenai pelbagai aspek yang dikaji dalam penelitian, dimana jika hasil wawancara dari ketiga responden tersebut mempunyai kesamaan maka itulah yang dianggap sebagai jawaban sebenarnya (hasil temuan).

Gambar 3.3

Triangulasi dengan Tiga Teknik Pengumpulan data

Triangulasi berdasarkan tiga teknik pengumpulan data dimaksudkan untuk mengetahui derajat kesesuaian antara hasil wawancara, pengamatan (observasi) dan studi dokumentasi, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan kesimpulan hasil penelitian.

Observasi Wawancara

Studi Dokumentasi Ketua Jurusan PKn

Pengurus BCCF Anggota BCCF

Pemerintah Daerah


(42)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

Gambar 3.4

Triangulasi dengan Tiga Waktu Pengumpulan Data

Sumber : dikembangkan oleh Penulis (2014)

Triangulasi berdasarkan tiga waktu pengumpulan data dimaksudkan untuk mengetahui derajat kesesuaian/konsistensi antara hasil penelitian pada minggu ke-I, ke-Ike-I, dan ke-III sehingga dapat meyakinkan hasil temuan.

4. Menggunakan bahan referensi

Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan kepercayaan akan kebenaran data, peneliti menggunakan bahan dokumentasi yakni hasil rekaman wawancara dengan subjek penelitian atau bahan dokumentasi yang diambil dengan cara tidak mengganggu atau menarik perhatian informan, sehingga informasi yang didapatkan memiliki validitas yang tinggi.

5. Mengadakan member check

Salah satu cara yang sangat penting ialah melakukan member check pada akhir wawancara dengan menyebutkan garis besarnya dengan maksud agar responden memperbaiki bila ada kekeliruan, atau menambahkan apa yang masih kurang. Tujuan member check ialah agar informasi yang penulis peroleh dan gunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan.

I. Alur Penelitian

Minggu ke-II Minggu ke-I

Minggu ke-III


(1)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bagan di atas dapat dijelaskan bahwa tiga jenis kegiatan utama analisis data merupakan proses siklus dan interaktif. Peneliti harus siap bergerak di antara

empat “sumbu” kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak

bolak balik di antara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

1. Reduksi Data

Dalam Penelitian ini, reduksi data dilakukan dengan memfokuskan hasil penelitian pada hal-hal yang dianggap penting oleh peneliti. Penelitian difokuskan pada tanggapan pengurus dan anggota Bandung Creative City Forum (BCCF), pakar ekonomi kewarganegaraan, dan pemerintah daerah mengenai penguatan nilai kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan melalui situs kewarganegaraan.

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang akan memberikan gambaran penelitian secara menyeluruh. Dengan kata lain menyajikan data secara terperinci dan menyeluruh dengan mencari pola hubungannya. Penyajian data di

Pengumpulan data

Reduksi data

Penarikan kesimpulan/verifikasi

Penyajian data


(2)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dilakukan terhadap hasil wawancara dengan pengurus dan anggota Bandung

Creative City Forum (BCCF), karena pertanyaan untuk pengurus dan anggota

BCCF relatif sama. Semua data hasil wawancara tersebut dipahami satu persatu kemudian disatukan sesuai dengan rumusan masalah. Sedangkan data hasil wawancara dengan pemerintah daerah dan partisipan BCCF sebagai penerima manfaat digunakan untuk pembanding dari data yang diperoleh dari pengurus dan anggota BCCF.

3. Kesimpulan/Verifikasi

Kesimpulan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan mencari arti, makna, penjelasan yang dilakukan terhadap data yang telah dianalisis dengan mencari hal-hal penting. Kesimpulan ini disusun dalam bentuk pernyataan singkat tentang penguatan nilai kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan melalui situs kewarganegaraan.

Dengan demikian, secara umum proses pengolahan data dimulai dengan pencatatan data lapangan (data mentah), kemudian ditulis kembali dalam bentuk unifikasi dan kategorisasi data, setelah data dirangkum, direduksi, dan disesuaikan dengan fokus masalah penelitian. Selanjutnya data dianalisis dan diperiksa keabsahannya melalui beberapa teknik, sebagaimana dikemukakan oleh Moleong (2000:192), yaitu:

a. Data yang diperoleh disesuaikan dengan data pendukung lainnya untuk mengungkap permasalahan secara tepat.

b. Data yang terkumpul setelah dideskripsikan kemudian didiskusikan, dikritik ataupun dibandingkan dengan pendapat orang lain.

c. Data yang diperoleh kemudian difokuskan pada subtantif fokus penelitian.

Demikian prosedur pengolahan dan analisis data yang akan dilakukan penulis dalam penelitian ini. Melalui tahap-tahap tersebut diharapkan penulis memperoleh data secara lengkap mengenai penguatan nilai voluntarisme dalam membangun ekonomi kewarganegaraan melalui situs kewarganegaraan.


(3)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu H. Validitas Data

Hasil penelitian kualitatif seringkali diragukan karena dianggap tidak memenuhi syarat validitas dan reabilitas, oleh sebab itu ada cara-cara memperoleh tingkat kepercayaan yang dapat digunakan untuk memenuhi kriteria kredibilitas (validitas internal). Menurut Nasution (1996: 114-118) cara yang dapat dilakukan untuk mengusahakan agar kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya, antara lain;

“memperpanjang masa observasi, pengamatan terus-menerus, triangulasi, menggunakan bahan referensi, dan melakukan member check”.

1. Memperpanjang masa observasi

Pada saat melakukan observasi diperlukan waktu untuk betul-betul mengenal suatu lingkungan, oleh sebab itu peneliti berusaha memperpanjang waktu penelitian dengan cara mengadakan hubungan baik dengan orang-orang disana, dengan cara mengenal kebiasaan yang ada dan mengecek kebenaran informasi guna memperoleh data dan informasi yang valid yang diperlukan dalam penelitian ini.

2. Pengamatan yang terus menerus

Untuk dapat memperhatikan sesuatu secara lebih cermat, terperinci dan mendalam, peneliti dapat melakukan pengamatan secara terus menerus (kontinu). Melalui pengamatan yang kontinu, peneliti akan dapat memberikan deskripsi yang terinci mengenai apa yang sedang diamatinya berkaitan dengan kajian mengenai penguatan nilai kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan melalui situs kewarganegaraan.

3. Triangulasi

Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2000:330). Selanjutnya Sugiyono (2009:372) menjelaskan bahwa “dalam pengujian kredibilitas terdapat berbagai sumber, berbagai cara dan berbagai waktu”. Penelitian ini menggunakan


(4)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tiga macam teknik triangulasi, yakni triangulasi berdasarkan sumber data, triangulasi berdasarkan teknik pengumpulan data serta triangulasi berdasarkan waktu pengumpulan data sebagai berikut

Gambar 3.2

Triangulasi dengan Tiga Sumber Data

Sumber : dikembangkan oleh Penulis (2014)

Triangulasi berdasarkan tiga sumber data dilakukan untuk memperkuat pengambilan kesimpulan mengenai pelbagai aspek yang dikaji dalam penelitian, dimana jika hasil wawancara dari ketiga responden tersebut mempunyai kesamaan maka itulah yang dianggap sebagai jawaban sebenarnya (hasil temuan).

Gambar 3.3

Triangulasi dengan Tiga Teknik Pengumpulan data

Triangulasi berdasarkan tiga teknik pengumpulan data dimaksudkan untuk mengetahui derajat kesesuaian antara hasil wawancara, pengamatan (observasi) dan studi dokumentasi, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan kesimpulan hasil penelitian.

Observasi Wawancara

Studi Dokumentasi Ketua Jurusan PKn

Pengurus BCCF Anggota BCCF

Pemerintah Daerah


(5)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Gambar 3.4

Triangulasi dengan Tiga Waktu Pengumpulan Data

Sumber : dikembangkan oleh Penulis (2014)

Triangulasi berdasarkan tiga waktu pengumpulan data dimaksudkan untuk mengetahui derajat kesesuaian/konsistensi antara hasil penelitian pada minggu ke-I, ke-Ike-I, dan ke-III sehingga dapat meyakinkan hasil temuan.

4. Menggunakan bahan referensi

Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan kepercayaan akan kebenaran data, peneliti menggunakan bahan dokumentasi yakni hasil rekaman wawancara dengan subjek penelitian atau bahan dokumentasi yang diambil dengan cara tidak mengganggu atau menarik perhatian informan, sehingga informasi yang didapatkan memiliki validitas yang tinggi.

5. Mengadakan member check

Salah satu cara yang sangat penting ialah melakukan member check pada akhir wawancara dengan menyebutkan garis besarnya dengan maksud agar responden memperbaiki bila ada kekeliruan, atau menambahkan apa yang masih kurang. Tujuan member check ialah agar informasi yang penulis peroleh dan gunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan.

I. Alur Penelitian

Minggu ke-II Minggu ke-I

Minggu ke-III


(6)

Epin Saepudin, 2014

PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Untuk memandu dan memudahkan peneliti dalam melakukan kajian penelitian, diperlukan suatu alur penelitian yang berfungsi sebagai acuan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh sampai akhirnya peneliti menemukan hal ikhwal yang sedang dikaji. Berikut merupakan alur dalam penelitian ini

Gambar 3.5 Alur Penelitian Permasalahan (Input)

1. Tingkat pengangguran lebih tinggi dibandingkan angka produktivitas kerja

2. Paradigma (mindset) masyarakat masih terbatas mencari pekerjaan, bukan menciptakan pekerjaan. 3. Kreativitas masyarakat untuk menciptakan sesuatu yang lebih bermakna masih sangat kurang (masih

menunggu bola, bukan menjemput bola)

4. Perkembangan ekonomi di Indonesia sebagian besar hanya berorientasi money oriented 5. Semakin memudarnya nilai-nilai voluntarisme sebagai dasar pembangunan ekonomi

6. Keterbatasan pemerintah dalam meningkatkan kondisi sosial masyarakat yang belum sejahtera. 7. Masih terbatasnya transformasi nilai-nilai kewirausahaan dalam konteks pendidikan berbasis

masyarakat

Pengumpulan dan Analisis Data (Proses)

1. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus

2. Fokus penelitian meliputi; latarbelakang munculnya gerakan voluntarisme dalam membangun economic civic melalui situs kewarganegaraan, aktivitas dan kekuatan voluntarisme dalam membangun economic civics for democratic citizen melalui situs kewarganegaraan, faktor-faktor yang determinan terhadap situs kewarganegaraan dalam memobilisasi gerakan voluntarisme, hambatan yang muncul dan upaya yang dilakukan dalam penguatan voluntarisme sebagai upaya membangun economic civics.

3. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara (pengurus, BCCF, anggota BCCF dan pemerintah daerah), observasi (aktivitas yang dilakukan oleh BCCF), studi dokumentasi (memotret kurikulum/program yang direncanakan), dan studi literature (mengkaji berbagai buku sumber terkait economic civics, nasionalisme dan situs kewarganegaraan).

4. Data yang terkumpul kemudian dianalisis melalui tiga tahap; reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil (Output)

1. Berubahnya pola berfikir masyarakat mengenai urgensi berwirausaha

2. Terlembagakannya nilai-nilai voluntarisme sebagai dasar pengembangan economic civics for democratic citizen seperti; kesukarelaan, gotong-royong, solidaritas, kemandirian, optimistis, semangat juang tinggi, visioner, progresif, dan berdikari

3. Meningkatnya angka produktivitas kerja

4. Ditemukannya suatu model pengambangan economic civics berbasis nilai voluntarisme melalui situs kewarganegaraam

Outcome

Meningkatnya kesejahteraan masyarakat sebagai muara pengembangan economic civics

Sumber : dikembangkan oleh Penulis (2014)

Feed forward (Kepmen Ko perasi dan Pembinaan Peng usahan Kecil No . 961/KEP/M/XI/1995, UU N o. 20 Tahun 2003 , Konsep Economic Civics , dll) Feed back ( rendahnya duku ngan pemerintah, gejala eco monomical literacy , masih rendahnya mentalitas dan kreativitas masyarakat dalam berkarya , dll)