KAJIAN PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT DI K

BADAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA CILEGON

LAPORAN AKHIR

KAJIAN PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT DI KAWASAN INDUSTRI KOTA CILEGON CV SINERGI INTI SISTEMA

KAJIAN PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT DI KAWASAN INDUSTRI KOTA CILEGON

Tim Peneliti:

1. Dr. Indra Suhendra, SE., M.Si.

2. Cep Jandi Anwar, SE., ME.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas tersusunnya Laporan Akhir ini. Laporan ini merupakan laporan tahap akhir dalam Pekerjaan Kajian Penguatan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Industri Kota Cilegon, yang diselenggarakan oleh Bagian Perekonomian Bappeda Kota Cilegon Tahun Anggaran 2014.

Tujuan dari pelaksanaan pekerjaan Kajian dimaksud adalah untuk menyusun dokumen kajian penguatan ekonomi masyarakat di kawasan industri yang mengikutsertakan masyarakat secara aktif dalam setiap langkah pembangunan ekonomi, sedangkan pemerintah memberikan fasilitas dan pendampingan kepada masyarakat dalam melaksanakan program ekonomi- produktifnya.

Tim Konsultan mengakui dan menyadari sepenuhnya bahwa seluruh proses penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik, tidak terlepas dari arahan dan bantuan berbagai pihak yang telah membantu dengan tulus dan iklas. Atas dasar itulah, dengan rasa hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya, perkenankanlah pada kesempatan ini Tim Konsultan menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat Kepala Bappeda Kota Cilegon yang telah memberi kepercayaan penuh kepada Konsultan, khususnya Tim Peneliti untuk dapat berkontribusi dan berperan serta dalam penelitian ini.

Ucapan terima kasih juga Tim Peneliti sampaikan kepada Dinas Sosial, CCSR, dan Bappeda Kota Cilegon dan BPS Kota Cilegon terutama atas data-data penelitiannya, dan Kelompok Masyarakat yang telah bersedia menjadi objek observasi, dan memberikan berbagai keterangan, untuk memperkaya dan melengkapi kesempurnaan dari Kajian ini.

Tim Konsultan menyadari bahwa Laporan Akhir Kajian ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga Kami berharap adanya masukan dan saran yang bersifat kontrukstif, agar supaya kajian ini menjadi lebih sempurna dan nantinya dapat di jadikan bahan pijakan untuk mengambil keputusan yang strategis terkait Kajian Penguatan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Industri Kota Cilegon.

Cilegon, Desember 2014 Tim Konsultan

ii

BAB IV HASIL SURVEY DATA LAPANGAN ............................ 52

4.1. Survei Lapangan Kepada Masyarakat di Kawasan Industri............................................................... 52

4.1.1. Karakteristik Responden ......................................... 55

4.1.2. Kondisi Sosial Masyarakat di Wilayah Studi ....... 57

4.1.3. Kondisi Ekonomi Masyarakat di Wilayah Studi ........................................................................... 63

4.1.4. Keberadaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat ................................................................ 67

4.1.5. Kondisi Social Capital Masyarakat di Wilayah Studi ........................................................................... 73

4.1.6. Tanggapan Masyarakat di Wilayah Studi terhadap Pemberdayaan Ekonomi yang dilakukan Pemerintah Daerah ............................... 78

4.1.7. Bantuan Program dan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat yang Diharapkan dari Pemerintah Daerah dan atau Perusahaan ............ 84

4.2. Survei Institusional pada Dinas SKPD di Kota Cilegon

Pemberdayaan Masyarakat yang Telah dilakukan .............................. 89

Terkait

Kegiatan

4.2.1. Dinas Ketenagakerjaan ............................................ 89

4.2.2. Dinas Koperasi dan UMKM ................................... 91

4.2.3. Dinas Industri dan Perdagangan ........................... 91

4.2.4. Badan BPMKP .......................................................... 92

4.2.5. Dinas Pertanian ........................................................ 93

4.2.6. Dinas Kelautan dan Perikanan............................... 94

4.3. Survei Institusional ke Pengelola Kawasan Industri KIEC dan Pengelola CCSR Kota Cilegon .. 95

4.3.1. Corporate Social Responsibility PT KIEC .................. 95

4.3.2. Corporate Social Responsibility PT KS dan Group ... 100

4.3.3. Program Corporate Social Responsibility oleh Lembaga CCSR Kota Cilegon ................................. 111

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................... 120

5.1. Analisis Potensi dan Masalah Perekonomian Masyarakat di Sekitar Kawasan Industri ................. 120

5.1.1. Analisis Potensi Perekonomian Masyarakat di Sekitar Kawasan Industri ........................................ 120

5.1.1.1. Pendekatan Potensi Industri yang Ada di Wilayah Sekitar ................................... 120

5.1.1.2. Pendekatan Potensi SDA yang Ada di Wilayah Sekitar ........................................ 126

5.1.1.3. Pendekatan Potensi Jenis Usaha yang Ada di Wilayah Sekitar ........................... 131

5.1.2. Analisis Masalah Perekonomian Masyarakat di Sekitar Kawasan Industri ........................................ 134

5.1.2.1. Pergereseran Struktur Ekonomi dari Pertanian Menuju Industri tidak Diantisipasi dengan Peningkatan Pendidikan/Keahlian ............................. 134

5.1.2.2. Tenaga Kerja Lokal di Sekitar Kawasan Tersisih dan Kalah Bersaing dengan Pendatang

Keterbatasan Keahlian dan Pendidikan ....................... 135

akibat

5.1.2.3. Keberadaan Tenaga Kerja Outsoursing membatasi Kesempatan Kerja bagi Tenaga Kerja Lokal di Sekitar Kawasan .................................................... 137

5.1.2.4. Kurangnya Kepemilikan Aset dan Permodalan, serta Terbatasnya Akses pada Pembiayaan .................................... 138

5.2. Penguatan Kelembagaan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Industri Kota Cilegon ......................................... 139

5.2.1. Penguatan Kelembagaan Ekonomi Masyarakat dalam Pengembangan UEP .................................... 145

5.2.2. Penguatan Kelembagaan Ekonomi Masyarakat dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar ................... 147

5.2.3. Penguatan Kelembagaan Ekonomi Masyarakat dalam Pelestarian Tradisi dan Kearifan Lokal .... 150

5.2.4. Penguatan Kelembagaan dalam Pengambilan Keputusan Pengelolaan Pembangunan ................ 153

5.3. Merumuskan Kebijakan Pemberdayaan Usaha Masyarakat Bersama di Kawasan Industri ...................... 154

5.3.1. Program Peningkatan SDM Potensial sesuai Kebutuhan

Perekonomian Masyarakat Sekitar .................................................. 156

dan

Potensi

5.3.2. Program Peningkatan Akses Masyarakat kepada Sumber Permodalan .................................. 161

5.3.3. Program Peningkatan Dukungan Bahan Baku dan Peralatan Produksi bagi Wirausaha Baru, Kelompuk Usaha Bersama Masyarakat maupun Usaha Kecil yang sudah ada .................................. 164

5.4. Rencana Tindak Berdasarkan Perumusan Kebijakan Tentang Penguatan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Industri .................................................................................. 166

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..................................... 171

6.1. Kesimpulan ......................................................................... 171

6.2. Rekomendasi ...................................................................... 176

LAMPIRAN ............................................................................ 182

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel Halaman

3.1. Jumlah Kecamatan dan Kelurahan di Kota Cilegon ................ 33

3.2. Tingkat Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Kota Cilegon Tahun 2012 dan 2013 ...................................................... 36

3.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kota Cilegon Tahun 2013....................................................................... 36

3.4. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota Ciegon Tahun 2011-2013 .............................................................. 38

3.5. Perkembangan Angkatan Kerja, TPAK, dan TPT di Kota Cilegon Tahun 2009- 2013 ............................................................ 40

3.6. Persentase Penduduk Bekerja menurut Lapangan Usaha di Kota Cilegon Tahun 2010-2013 .................................................... 41

4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur dan Status Perkawinan ......................................................................... 55

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga .......................................................................................... 57

4.3. Distribusi Jumlah Anak dalam Keluarga Pada Keseluruhan Responden di Wilayah Studi ....................................................... 58

4.4. Distribusi pendidikan anak 12 tahun ke Atas Pada Wilayah Studi ................................................................................................ 59

4.5. Distribusi Kepala Rumah Tangga Berdasarkan Pendidikan .. 61

4.6. Status Tempat Tinggal, Sumber Kebutuhan Air Bersih, Kelengkapan Sarana MCK Dan Sarana Penerangan ............... 62

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan .......................... 63

4.8. Usaha yang Telah Dijalankan Masyarakat di Wilayah Studi . 64

4.9. Lamanya (Pengalaman) Menjalankan Usaha ............................ 65

4.10. Rata-Rata Pendapatan dari Pekerjaan Pokok Per Bulan ......... 66

vii

DAFTAR TABEL viii

4.11. Distribusi Rata-rata Pengeluaran Keluarga Per Bulan Masyarakat di Wilayah Studi ...................................................... 67

4.12. Bantuan Program Pemberdayaan yang Pernah Diterima ....... 68

4.13. Besarnya Bantuan Permodalan yang Diterima Responden .... 70

4.14. Sumber Permodalan Responden ................................................. 72

4.15. Frekuensi Kegiatan Gotong Royong Masyarakat di Wilayah Studi ................................................................................................ 74

4.16. Aktivitas Kegiatan Gotong Royong Masyarakat ...................... 75

4.17. Sikap Keterbukaan Masyarakat Terhadap Pendatang ............ 76

4.18. Kondisi Modal Sosial Masyarakat di Wilayah Studi ............... 77

4.19. Keberadaan Program Pemberdayaan Masyarakat Lokal dari Pemerintah Daerah ....................................................................... 79

4.20. Ketepatan Program Pemberdayaan Masyarakat ...................... 80

4.21. Keterlibatan Masyarakat Dalam Perencanaan .......................... 81

4.22. Keterlibatan Masyarakat Dalam Kegiatan Pembangunan ...... 82

4.23. Proses Pendampingan yang Berkelanjutan ............................... 83

4.24. Keberlanjutan Usaha Yang Mendapatkan Bantuan ................. 83

4.25. Hambatan Pengembangan Potensi Ekonomi pada Wilayah Studi ................................................................................................ 85

4.26. Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat yang diharapkan dari PEMDA .................................................... 86

4.27. Usulan Pelatihan yang Berpotensi Ekonomi Pada Wilayah Studi ................................................................................................ 87

4.28. Usulan Bantuan Peralatan Produksi yang Mendukung Usaha yang telah Ada Pada Wilayah Studi .............................. 88

4.29. Daerah Penerima Program PKBL PT KS ................................... 102

4.30. Pinjaman Dana Bergulir Bagi Usaha Kecil Berdasarkan Sektor dalam Program Kemitraan PT KS .................................. 104

4.31. Pinjaman Dana Bergulir Bagi Usaha Kecil Berdasarkan Wilayah dalam Program Kemitraan PT KS ............................... 105

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Gambar Halaman

1.1. Kerangka Kajian Penguatan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Industri Kota Cilegon .................................................. 6

3.1. Peta Administratif Kota Cilegon ................................................. 33

3.2. Data Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Cilegon Tahun 2009 – 2013 ......................................................................... 35

3.3. Gambar Kawasan Industri KIEC I dan KIEC II ........................ 47

3.4. Peta Kawasan Industri KIEC I dan KIEC II ............................... 48

3.5. Fasilitas Pergudangan di Kawasan Industri Taman Cipta Niaga ............................................................................................... 52

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kajian

Sebagai kota industri, perkembangan industri di Kota Cilegon ditandai dengan keberadaan industri besar yang sangat strategis untuk mendorong perekonomian baik dalam skala nasional maupun daerah. Namun, sejalan dengan pertumbuhan Kota Cilegon sebagai kota industri secara tidak langsung menimbulkan permasalahan baru, yaitu timbulnya ketimpangan kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan industri. Ketimpangan stratifikasi sosial ekonomi masyarakat di kawasan industri akan berdampak pada timbulnya gejolak dan kerawanan sosial, dimana kondisi ini terlihat dari tumbuhnya kawasan-kawasan kumuh dan kriminalitas yang mengancam keamanan dan kenyamanan masyarakat di sekitar kawasan industri.

Kebijakan pemberdayaan ekonomi masyarakat sebagai basis dari sistem ekonomi kerakyatan merupakan salah satu solusi strategis guna mengantisipasi timbulnya hambatan-hambatan dan permasalahan sosial ekonomi masyarakat di kawasan industri. Paradigma pemberdayaan usaha masyarakat dimaksud adalah sistem pengembangan ekonomi terintegrasi (hulu-hilir) dan berkelanjutan yang berada dalam lingkup pembangunan sumberdaya manusia dan pemberdayaan masyarakat.

Paradigma pembangunan seperti ini berpijak pada kemampuan masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraannya dengan bertumpu pada kemampuan sendiri dan atau kelompok. Pembangunan ekonomi berbasis kemampuan masyarakat merupakan langkah strategis mewujudkan Paradigma pembangunan seperti ini berpijak pada kemampuan masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraannya dengan bertumpu pada kemampuan sendiri dan atau kelompok. Pembangunan ekonomi berbasis kemampuan masyarakat merupakan langkah strategis mewujudkan

Pembangunan ekonomi berbasis kemampuan masyarakat patut mengedepankan potensi kawasan dan kemampuan masyarakatnya. Keunggulan komparatif yang berupa sumberdaya perlu diiringi dengan peningkatan keunggulan kompetitif yang diwujudkan melalui penciptaan sumberdaya manusia dan masyarakat pelaku usaha yang semakin profesional di setiap kawasan. Masyarakat pelaku usaha, terutama tinggal di sekitar kawasan industri, sebagai sasaran pemberdayaan masyarakat, perlu terus dibina dan didampingi untuk dapat menjadi manusia/pelaku usaha yang semakin maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan.

Terkait dengan kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat di kawasan industri khususnya dan umumnya dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi Kota Cilegon, maka Pemerintah Kota Cilegon melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Cilegon (BAPPEDA) pada tahun anggaran 2014 melaksanakan kegiatan Kajian Penguatan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Industri Kota Cilegon.

1.2. Tujuan dan Sasaran Kajian

Tujuan dari pelaksanaan kegiatan Kajian Penguatan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Industri Kota Cilegon adalah untuk menyusun dokumen kajian penguatan ekonomi masyarakat di kawasan industri yang mengikutsertakan masyarakat secara aktif dalam setiap langkah pembangunan ekonomi, sedangkan pemerintah memberikan fasilitas dan pendampingan kepada masyarakat dalam melaksanakan program ekonomi-produktifnya.

Berpijak dari tujuan tersebut maka sasaran yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan Kajian Penguatan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Industri Kota Cilegon ini adalah sebagai berikut :

1. Teridentifikasinya potensi usaha/ekonomi masyarakat di sekitar

kawasan industri dan permasalahan-permasalahan yang timbul;

2. Teranalisanya upaya pemihakan dan pemberdayaan kelompok masyarakat, dimana pemberdayaan masyarakat dilakukan sesuai dengan potensi, aspirasi, dan kebutuhannya;

3. Mempertajam arah pembangunan untuk rakyat melalui penguatan kelembagaan pembangunan, baik kelembagaan masyarakat, kelembagaan Koperasi-UKM, maupun kelembagaan birokrasi;

4. Terumuskannya suatu kebijakan pemberdayaan usaha masyarakat bersama di kawasan industri yang mengarah pada peningkatan kemampuan dan profesionalitas masyarakat untuk dapat 4. Terumuskannya suatu kebijakan pemberdayaan usaha masyarakat bersama di kawasan industri yang mengarah pada peningkatan kemampuan dan profesionalitas masyarakat untuk dapat

1.3. Ruang Lingkup Kajian

Adapun ruang lingkup kegiatan yang akan ditempuh dalam rangka pelaksanaan kegiatan Kajian Penguatan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Industri Kota Cilegon meliputi tahapan sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan dan Desk Study

2. Tahap Survey dan Kompilasi Data

a. Melaksanakan pengumpulan dan pengolahan data tentang potensi perekonomian di sekitar kawasan industri.

b. Melakukan pengidentifikasian faktor masalah eksternal dan internal tentang potensi perekonomian di kawasan industri

c. Tinjauan teoritis tentang kajian penguatan ekonomi masyarakat di kawasan industri

3. Tahap analisa dan perumusan rencana tindak

a. Melakukan analisis potensi dan masalah perekonomian masyarakat di sekitar kawasan industri.

b. Merumuskan rencana penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat di kawasan industri.

c. Merumuskan kebijakan pemberdayaan usaha masyarakat bersama di kawasan industri.

d. Merumuskan rencana tindak berdasarkan perumusan kebijakan tentang penguatan ekonomi masyarakat di kawasan industri.

4. Tahap pelaporan

a. Penyusunan draft laporan pendahuluan/ ekspose/diskusi draft laporan pendahuluan.

b. Penyusunan draft laporan akhir, ekspose/diskusi draft laporan akhir.

1.4. Output Kajian

Keluaran (output) dari pelaksanaan kegiatan Kajian Penguatan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Industri Kota Cilegon adalah berupa dokumen kajian yang memuat potensi dan permasalahan perekonomian masyarakat di kawasan industri, kelembagaan, kebijakan, serta strategi penaganan dalam bentuk rencana tindak, sehingga dapat mendukung upaya pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan industri Kota Cilegon pada masa mendatang.

1.5. Kerangka Kajian

Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dalam kajian Penguatan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Industri Kota Cilegon ini, yaitu; untuk menyusun dokumen kajian penguatan ekonomi masyarakat di kawasan industri yang mengikutsertakan masyarakat secara aktif dalam setiap langkah pembangunan ekonomi, sedangkan pemerintah memberikan fasilitas dan pendampingan kepada masyarakat dalam melaksanakan program ekonomi-produktifnya.

Berdasarkan hal tersebut, dengan demikian langkah kerja pelaksanaan kajian digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.1.

Kerangka Kajian Penguatan Ekonomi Masyarakat

di Kawasan Industri Kota Cilegon

Berdasarkan kerangka kerja sebagaimana Gambar 1.1. tersebut, maka Kajian Penguatan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Industri Kota Cilegon, dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Teridentifikasinya potensi usaha/ekonomi masyarakat di sekitar kawasan industri dan permasalahan-permasalahan yang timbul;

2. Teranalisanya upaya pemihakan dan pemberdayaan kelompok masyarakat, dimana pemberdayaan masyarakat dilakukan sesuai dengan potensi, aspirasi, dan kebutuhannya;

3. Mempertajam arah pembangunan untuk rakyat melalui penguatan kelembagaan pembangunan, baik kelembagaan masyarakat, kelembagaan Koperasi-UKM, maupun kelembagaan birokrasi;

4. Terumuskannya suatu kebijakan pemberdayaan usaha masyarakat bersama di kawasan industri yang mengarah pada peningkatan kemampuan dan

masyarakat untuk dapat memanfaatkan sumberdaya secara optimal dan berkelanjutan dengan memanfaatkan rekayasa teknologi tepat guna untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan, kesejahteraan masyarakat serta menghapus kemiskinan.

profesionalitas

1.6. Pendekatan Studi

Jenis data yang telah dikumpulkan untuk analisis, terdiri atas data primer dan data sekunder. Sumber data primer diperoleh dari hasil observasi langsung pada instansi terkait yang memiliki data tentang objek kajian. Sumber data sekunder diperoleh dari hasil studi pustaka, review peraturan, dan inventarisasi data-data publikasi dari dinas, lembaga, badan, atau biro yang terkait dengan studi ini.

Setelah data terkumpul, maka dilakukan tabulasi, penyusunan dan pemilihan data, sehingga data yang akan dipakai untuk keperluan analisis merupakan data yang benar dan relevan. Pemilihan data dilakukan sesuai dengan jenis dan tingkat kepentingan informasi yang dibutuhkan melalui serangkaian proses pemilihan data, agar didapatkan suatu data yang valid dan akurat yang dapat dipakai sebagai bahan penyusunan Kajian penguatan ekonomi masyarakat di kawasan industri Kota Cilegon.

Untuk selanjutnya dianalisis menggunakan pendekatan, sebagai berikut;

A. Pendekatan Kondisi Obyektif

Dimaksud dengan pendekatan kondisi obyektif adalah pendekatan yang berbasis kondisi lapangan, baik dari segi data potensi usaha/ekonomi masyarakat di sekitar kawasan industri dan maupun permasalahan-permasalahan yang timbul.

B. Pendekatan Daya Dukung Kelembagaan

Pendekatan ini dimaksudkan untuk menganalisis daya dukung kelembagaan, mengenai penguatan kelembagaan pembangunan, baik kelembagaan masyarakat, kelembagaan Koperasi-UKM, maupun kelembagaan birokrasi.

C. Pendekatan Problem Solving

Pendekatan ini dimaksudkan untuk menganalisis berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat di kawasan industri Kota Cilegon dan upaya pemihakan dan pemberdayaan kelompok masyarakat khususnya pada masyarakat di kawasan industri Kota Cilegon, dimana pemberdayaan masyarakat tersebut harus dilakukan sesuai dengan potensi, aspirasi, dan kebutuhannya.

D. Pendekatan Peraturan Perundangan

Pendekatan ini dimaksudkan untuk menganalisis peraturan perundangan terkait dengan peran dan fungsi yang dapat diambil oleh berbagai instansi terkait dalam penguatan ekonomi masyarakat di kawasan industri Kota Cilegon.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1. Investasi dan Penanaman Modal

Investasi merupakan satu bagian penting dari pembangunan ekonomi, terutama dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Melalui investasi, akan tersedia berbagai sarana produksi, yang dapat dioptimalkan dalam menghasilkan output dan nilai tambah sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Kegiatan investasi sendiri secara umum dapat dilakukan oleh dua sektor utama, yaitu sektor pemerintah dan sektor swasta. Sebagian besar investasi pemerintah umumnya dialokasikan untuk membiayai pembangunan fisik maupun non fisik yang tidak dapat dibiayai dan dilaksanakan oleh masyarakat. Pada saat ini, kemampuan dan kapasitas pemerintah untuk membangun sarana produksi dan infrastruktur, umumnya relatif terbatas untuk direalisasikan. Hal demikian terkait dengan kelangkaan modal di sektor pemerintah.

Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.

Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

Tujuan penyelenggaraan penanaman modal (Pasal 3 Ayat 2 huruf h Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal), antara lain untuk:

a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;

b. Menciptakan lapangan kerja;

c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;

d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;

e. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional;

f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;

g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan

h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam pasal 15 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007, disebutkan

kewajiban bagi setiap penanam modal, yaitu:

a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;

b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;

c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal; c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;

e. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Dimaksud dengan tanggung jawab sosial perusahaan dalam huruf c di atas adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat

Penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional (Pasal 30 Ayat 7 huruf b Undang-undang Nomor

25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal). Pemerintah dan Pemerintah Daerah terus mendorong penanaman modal di bidang Industri untuk memperoleh nilai tambah sebesar-besarnya atas pemanfaatan sumber daya nasional maupun daerah dalam rangka pendalaman struktur Industri nasional/daerah dan peningkatan daya saing Industri (pasal 109 ayat 1 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian).

Untuk mendorong penanaman modal sebagaimana di atas, Menteri menetapkan kebijakan yang memuat paling sedikit mengenai:

a. Strategi penanaman modal;

b. Prioritas penanaman modal;

c. Lokasi penanaman modal;

d. Kemudahan penanaman modal; dan

e. Pemberian fasilitas. Lokasi penanaman modal bagi kegiatan industri dilakukan pada

kawasan industri ataupun di kawasan peruntukan industri.

2.2. Kawasan Industri dan Kawasan Peruntukan Industri

Definisi kawasan industri dikemukakan dalam Pasal (1) angka 2 Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri, yaitu; kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.

Definisi kawasan peruntukan industri dikemukakan dalam Pasal (1) angka 5 dalam peraturan perundangan yang sama, yaitu; kawasan peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan Industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tata guna tanah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Perusahaan Industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha Industri di wilayah Indonesia. Perusahaan Industri yang akan menjalankan Industri setelah Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku (sejak 3 Maret 2009), wajib berlokasi di kawasan industri. Kewajiban berlokasi di kawasan industri, dikecualikan bagi (Pasal 7 Ayat 1dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009) :

a. Perusahaan Industri yang menggunakan bahan baku dan/atau proses produksinya memerlukan lokasi khusus.

b. Industri mikro, kecil, dan menengah.

c. Perusahaan Industri yang akan menjalankan Industri dan berlokasi di daerah kabupaten/kota yang belum memiliki Kawasan Industri atau yang telah memiliki Kawasan Industri namun seluruh kaveling industri dalam kawasan industrinya telah habis.

Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2009, disebutkan tujuan dari pembangunan kawasan industri, yaitu untuk:

a. Mengendalikan pemanfaatan ruang;

b. Meningkatkan upaya pembangunan Industri yang berwawasan lingkungan;

c. Mempercepat pertumbuhan Industri di daerah;

d. Meningkatkan daya saing Industri;

e. Meningkatkan daya saing investasi; dan

f. Memberikan kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur, yang terkoordinasi antar sektor terkait.

Perusahaan Kawasan Industri adalah perusahaan yang mengusahakan pengembangan dan pengelolaan Kawasan Industri. Perusahaan Kawasan Industri wajib menyediakan lahan bagi kegiatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Pasal 20 Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2009). Dalam Pasal 7 Ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 05/M-IND/PER/2/2014 tentang tata cara pemberian izin usaha kawasan industri dan izin perluasan kawasan industri, disebutkan;

1. Perusahaan kawasan industri wajib menyediakan lahan bagi kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah minimal 2% (dua persen) dari luas kaveling industri.

2. Apabila dalam waktu 2 tahun, lahan industri sebagaimana poin 1 di atas tidak dimanfaatkan sepenuhnya oleh usaha mikro, kecil dan menengah, dapat digunakan oleh perusahaan industri lainnya sepanjang lahan untuk perusahaan industri lainnya tersebut sudah tidak tersedia.

2.3. Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan

Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stokeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum (Darwin, 2004). Menurut Pearce dan Robinson (2008:72) tanggung jawab sosial terdiri atas:

a. Tanggung jawab ekonomi (economic responsibilities) yang dimana tugas manajer sebagai agen dari pemilik perusahaan, untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham.

b. Tanggung jawab hukum (legal responsibilities) mencerminkan kewajiban perusahaan untuk mematuhi undang-undang yang mengatur aktivitas bisnis.

c. Tanggung jawab etika (ethical responsibilities) mencerminkan gagasan perusahaan mengenai perilaku bisnis yang benar dan layak.

d. Tanggung jawab diskersi (discretionary responsibilities) merupakan tanggung jawab yang secara sukarela diambil oleh suatu bisnis yang mencakup hubungan masyarakat, kewargaan yang baik, dan tanggung jawab sosial perusahaan secara penuh.

Model atau pola Corporate Social Responsibility (CSR) yang umum diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia (Irawan, 2004) melalui empat model berikut:

a. Keterlibatan langsung, dimana perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation.

b. Melalui yayasan atau organisasi sosial milik perusahaan, dimana perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau grupnya. Disini perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan untuk operasional yayasan.

c. Bermitra dengan pihak lain, dimana perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga/organisasi non pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya.

d. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium, perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Pihak konsorsium yang dipercaya oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya akan secara proaktif mencari kerjasama dari berbagai kalangan dan kemudian mengembangkan program yang telah disepakati.

Dasar hukum kewajiban perusahaan untuk melakukan kegiatan pertanggungjawaban sosial perusahaan, tertuang dalam peraturan sebagai berikut;

1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi;

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;

3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas;

6. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor; PER- 05/MBU/2007 Tahun 2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. PER-08/MBU/2013 Tahun 2013 Tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor; PER-05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.

Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, kewajiban perusahaan untuk membangun masyarakat di sekitar (CSR), tertuang dalam Pasal 11 ayat (3) huruf p dan Pasal 40 ayat (5), sebagai berikut;

1. Kegiatan usaha hulu yang dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana 1. Kegiatan usaha hulu yang dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana

2. Selain itu, dalam Pasal 40 ayat (5) undang-undang yang sama, juga dikatakan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi (kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir) ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.

Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, kewajiban perusahaan untuk melakukan pertanggungjawaban sosial diatur dalam Pasal 15 huruf b; Pasal 16; dan Pasal 34, yaitu;

1. Pasal 15 huruf b Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 menyatakan bahwa setiap penanam modal wajib melaksanakan tanggungjawab sosial. Dimaksud dengan tanggungjawab sosial menurut penjelasan Pasal 15 huruf b undang-undang yang sama adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

2. Pasal 16 undang-undang yang sama juga mengatur bahwa setiap penanam modal bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dimana hal tersebut juga merupakan bagian dari tanggungjawab sosial.

3. Pasal 34 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 menyebutkan bahwa jika penanam modal tidak melakukan kewajibannya untuk melaksanakan tanggungjawab sosial, maka berdasarkan penanam modal dapat dikenai sanksi adminisitatif berupa: peringatan tertulis; pembatasan kegiatan usaha; pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. Selain dikenai sanksi administratif, penanam modal juga dapat dikenai sanksi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, kewajiban perusahaan untuk melakukan pertanggungjawaban sosial terdapat dalam Pasal 1 angka 3 dan Pasal 74, yaitu;

1. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya (Pasal 1 Angka 3 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007).

2. Pasal 74 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007, dinyatakan bahwa;

a. Pertanggungjawaban sosial wajib untuk perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam.

b. Pertanggungjawaban sosial merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

c. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sosial akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait. Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terutama Pasal 68, disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:;

a. Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;

b. Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan

c. Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, dikemukakan hal berikut;

a. Dalam Pasal 4, dikatakan bahwa tanggungjawab sosial dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan rencana kerja tahunan perseroan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sesuai dengan anggaran dasar perseroan. Rencana kerja tahunan perseroan tersebut memuat rencana kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tanggungjawab sosial.

b. Dalam Pasal 6 pada peraturan pemerintah yang sama, disebutkan bahwa pelaksanaan tanggungjawab sosial tersebut dimuat dalam laporan tahunan perseroan dan dipertanggungjawabkan kepada RUPS.

Dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor; PER-05/MBU/2007 Tahun 2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. PER-08/MBU/2013 Tahun 2013 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, menjelaskan tentang;

1. Berdasarkan Pasal 2 Permen BUMN 5/2007, Persero dan Perum wajib melaksanakan Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Sedangkan Persero Terbuka dapat melaksanakan Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan dengan berpedoman pada Permen BUMN 5/2007 yang ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.

2. Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana BUMN (Pasal 1 angka 6 Permen BUMN 5/2007).

3. Sedangkan Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana BUMN (Pasal 1 angka 7 Permen BUMN 5/2007).

2.4. Konsep Pemberdayaan Ekonomi

pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata power yang berarti kekuasaan atau keberdayaan (Suharto, 2005; 57). Pemberdayaan pada hakekatnya adalah upaya pemberian daya atau peningkatan keberdayaan. Dengan demikian, pemberdayaan merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat agar mampu berpartisipasi aktif dalam segala aspek pembangunan.

Secara konseptual,

pemberdayaan

atau

Beberapa ahli saat ini telah mengkonotasikan pemberdayaan untuk masyarakat kelas bawah (grassroot) yang umumnya dinilai tidak berdaya, sehingga pemberdayaan didefinisikan sebagai upaya untuk terus-menerus meningkatkan harkat dan martabat masyarakat kelas bawah yang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.

Pemberdayaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah upaya membuat sesuatu berkemampuan atau berkekuatan. Itu berarti bahwa pemberdayaan merupakan upaya untuk memandirikan, lewat perwujudan potensi kemampuan yang dimiliki.

Suatu masyarakat dikatakan berdaya jika memiliki salah satu atau lebih dari beberapa variabel. Pertama, memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup dan perekonomian yang stabil. Kedua, memiliki kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Ketiga, Suatu masyarakat dikatakan berdaya jika memiliki salah satu atau lebih dari beberapa variabel. Pertama, memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup dan perekonomian yang stabil. Kedua, memiliki kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Ketiga,

Permberdayaan dibidang ekonomi merupakan upaya untuk membangun daya (masyarakat) dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi ekonomi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Keberdayaan masyarakat adalah unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan. Dalam pengertian yang dinamis, yaitu mengembangkan diri dan mencapai kemajuan.

Pemberdayaan ekonomi dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat dari kondisi tidak mampu, serta melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi. Dengan kata lain, sebagai upaya membangun kemandirian masyarakat di bidang ekonomi.

Menurut Warta Demografi (1997U), upaya pemberdayaan dapat dilihat dari tiga sisi. Pertama, pemberdayaan dengan menciptakan suasana atau atau iklim yang memungkinkan potensi ekonomi masyarakat berkembang. Artinya, setiap anggota masyarakat dapat secara alamiah memiliki potensi ekonomi yang dapat dikembangkan menuju kehidupan yang lebih baik.

Kedua, pemberdayaan dilakukan untuk memperkuat potensi ekonomi atau daya yang dimiliki masyarakat. Dalam rangka memperkuat potensi ini, upaya yang perlu dilakukan adalah Kedua, pemberdayaan dilakukan untuk memperkuat potensi ekonomi atau daya yang dimiliki masyarakat. Dalam rangka memperkuat potensi ini, upaya yang perlu dilakukan adalah

Ketiga, pemberdayaan melalui pengembangan ekonomi masyarakat berarti berupaya melindungi untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta menciptakan kebersamaan dan kemitraan antara yang sudah maju dengan yang belum berkembang.

Menurut Kartasasmita (1996), pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial, yang harus dilakukan melalui tiga cara, yaitu;

1. Menciptakan suasana dan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang. Kondisi ini berdasarkan asumsi bahwa setiap individu dan masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Hakikat kemandirian dan keberdayaan rakyat adalah keyakinan bahwa rakyat memiliki potensi untuk mengorganisasikan dirinya sendiri dan potensi kemandirian individu perlu diberdayakan. Proses pemberdayaan rakyat berakar kuat pada proses kemandirian kemandirian setiap individu yang kemudian meluas ke keluarga, serta kelompok masyarakat baik di tingkat lokal maupun nasional.

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh rakyat dengan menerapkan langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan, menyediakan prasarana dan sarana, baik fisik maupun sosial yang dapat diakses oleh masyarakat lapisan bawah.

3. Memberdayakan rakyat dalam arti melindungi yang lemah dan membela kepentingan

masyarakat lemah. Dalam proses

pemberdayaan harus dicegah jangan sampai yang lemah makin terpinggirkan dalam menghadapi yang kuat.

Peran program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui bantuan dana yang dapat diciptakan dari kegiatan sosial ekonomi dengan menganut beberapa prinsip sebagai berikut (Gunawan Sumodiningrat, 1999):

1. Mudah diterima dan didayagunakan oleh masyarakat kelompok sasaran (acceptable).

2. Dikelola oleh masyarakat secara terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan (accountable).

3. Memberikan pendapatan yang memadai dan mendidik masyarakat untuk mengelola kegiatan secara ekonomis (profitable).

4. Hasilnya dapat dilestarikan oleh masyarakat (sustainable).

5. Pengelolaan dana dan pelestarian hasil dapat dengan mudah digulirkan dan dikembangkan oleh masyarakat dalam lingkup yang lebih luas (replicable).

Sumodiningrat (1999) juga mengemukakan indikator keberhasilan yang dipakai untuk mengukur pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang mencakup:

1. Berkurangnya jumlah penduduk miskin.

2. Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.

3. Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin dilingkungannya.

4. Meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta makin luasnya interaksi sosial dengan kelompok lain.

Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai dengan peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.

2.5. Pengembangan Ekonomi Lokal (Local Economic Development)

Edward J. Blakely (1994), mendefenisikan Local Economic Development “= f (natural resources, labor, capital, investment, entrepreneurships, transport, communication, industrial composition , technology, size, export market, international economic situation, local government capasity, national dan state government spending and development supports ). All of these factors may be important. However, the economic development practitioner is never certain which factor has the greatest weight in any given situation ”. Lebih lanjut beliau menyebutkan bahwa “..... The central feature of locally based economic development is in the emphasis on endogenous development using the potensial of local human and physical resources to create new employment opportunities and to stimulate new, locally based economic activity ”.

Sementara itu, The World Bank (2001) mendefinisikan “.....Local Economi Development (LED) is the process by which public, business and non governmental sector partners work collectively to create better conditions for economic growth and employment generation”. The aim is to improve the quality of life for all. Practicing local economic development means working directly to build the economic strength of all local area to improve its economic future and the quality of life of its inhabitats. Prioritizing the local economy is crucial if communities today depends upon them being able to adopt to the fast changing and increasingly competitive market environment ”.

Berdasarkan sudut pandang masyarakat, pengembangan ekonomi lokal diartikan sebagai upaya untuk membebaskan masyarakat dari semua keterbatasan yang menghambat usahanya guna membangun kesejahteraannya. Kesejahteraan tersebut dapat diartikan secara khusus sebagai jaminan keselamatan bagi adat istiadat dan agamanya, bagi usahanya, dan bagi harga dirinya sebagai mausia. Semua jaminan tersebut tidak dapat diperoleh dari luar sistem masyarakat karena tidak berkelanjutan, dan oleh karena itu harus diupayakan dari sistem masarakat itu sendiri yang kerap kali disebut kemandirian.

Dengan demikian, pembangunan ekonomi lokal merupakan upaya pemberdayaan masyarakat ekonomi dalam suatu wilayah dengan bertumpukan kepada kekuatan lokal, baik itu kekuatan nilai lokasi, sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi, kemampuan manajemen kelembagaan (capacity of institutions) maupun aset pengalaman (Haeruman, 2001).

Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan aspirasi dan tuntutan baru dari masyarakat untuk mewujudkan kualitas kehidupan yang lebih baik. Aspirasi dan tuntutan masyarakat itu dilandasi oleh hasrat untuk lebih berperan serta dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur dan sejahtera. Dalam ekonomi yang makin terbuka, ekonomi makin berorientasi pada pasar, peluang dari keterbukaan dan persaingan pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan ekonominya lemah. Dalam keadaan ini harus dicegah terjadinya proses kesenjangan yang makin melebar, karena kesempatan yang muncul dari ekonomi yang terbuka hanya dapat dimanfaatkan oleh wilayah, sektor, dan golongan ekonomi yang lebih maju. Secara khusus perhatian harus diberikan dengan pemihakan dan pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan ekonomi lokal.