T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kekerasan Simbolik dalam Iklan Televisi: Studi Semiotika Pesan Iklan Politik Partai Golkar dan Partai Nasdem dalam Pemilu DPR 2014 T1 BAB II

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.

Komunikasi
Komunikasi berarti pemberitahuan atau pertukaran, berasal dari bahasa
latin yaitu communicatio, dengan kata sifat communis yang bermakna umum.
Komunikasi didefinisikan oleh beberapa ahli dengan sudut pandangnya
masing masing, salah satu diantaranya adalah menurut Harold D. Lasswell.
Teori komunikasi ini menerangkan proses komunikasi dengan cara
melihat siapakah yang berperan sebagai komunikator, lalu bagaimanakah isi
atau pesan yang disampaikan oleh komunikator, dengan menggunakan media
apakah agar pesan dari komunikator dapat diterima oleh komunikan. Setelah
komunikan menerima pesan maka komunikan akan memberikan respon
terhadap pesan tersebut. diungkapkan oleh Harold Lasswell, yang
mengatakan proses komunikasi adalah ketika “Who Says What to Whom in
Which Channel with What Effect” (Ardianto dan Q-Anees,2011,hlm. 26-27)
Dengan mengikuti alur komunikasi ini penulis akan menganlisa iklan politik
Partai Golkar dan Partai Nasdem. Dapat menentukan siapakah komunikator
dalam iklan politik tersebut? Apakah isi pesan yang disampaikan oleh iklan
politik Golkar dan Nasdem? Siapakah yang menjadi target sasarannya?

Menggunakan saluran atau media apa? Dan bagaimana efek dalam
masyarakat?

2.2.

Televisi
Dewasa ini televisi boleh dikatakan telah mendominasi hampir semua
waktu luang setiap orang. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Amerika,
ditemukan bahwa 6-7 jam per minggu menonton TV. Kelebihan yang dimiliki
oleh televisi yaitu menyatukan antar fungsi audio dan visual, serta
kemampuan menambahkan warna. Televisi mampu mengatasi jarak dan
waktu, sehingga penonton yang tinggal di daerah terpencil mampu menikmati
siaran televisi. Televisi saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat
dengan seiring berjalannya modernisasi. Menurut Skormis (Kuswandi, 1996 :
8 dalam Abercrombie, 1996) dalam bukunya “Television and Society : An

8

Incuest and Agenda “, dibandingkan dengan media massa lainnya (radio,
surat kabar, majalah, buku, dan sebagainya). Televisi tampaknya mempunyai

sifat istimewa. Televisi merupakan gabungan dari media dengar dan gambar
yang bisa bersifat informatif, hiburan, dan pendidikan, atau bahkan gabungan
dari ketiga unsur tersebut. Informasi yang disampaikan oleh televisi, akan
mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan terlihat secara
visual.
Televisi memiliki fungsi selain sebagai sarana informasi tetapi juga
menjadi sarana edukatif dan hiburan. Hal inilah yang membuat khalayak atau
peminat televisi semakin berlomba – lomba untuk mencari sebuah hiburan di
sela–sela waktu luang mereka. Marshall McLuhan (1963) mengatakan, media
televisi merupakan cool medium, yang menyajikan citra (image) secara utuh.
Artinya, media televisi mengarahkan partisipasi penonton secara sensori
(lawan dari partisipasi rasional). Menurut Nielsen mengenai presentase
penonton televisi di Indonesia terbukti bahwa televisi masih menjadi medium
utama yang dikonsumsi masyarakat Indonesia (95%), disusul oleh Internet
(33%), Radio (20%), Suratkabar (12%), Tabloid (6%) dan Majalah (5%).
Dengan adanya hasil presentase inilah yang membuat bahwa televisi dari
masa ke masa masih diminati oleh penikmatnya.
Daya tarik televisi inilah yang dapat dikatakan bahwa televisi juga
dapat menyajikan berbagai program lainnya yang cukup variatif dan menarik
untuk dinikmati masyarakat (Effendy, 2004 : 177). Selain itu keberhasilan

suatu program televisi dapat diukur dengan menggunakan rating dan share,
rating yang berarti jumlah total rumah tangga dengan TV set yang menonton
televisi sedangkan share yang berarti jumlah total penonton, memiliki TV,
dan menonton program tertentu. Secara tidak langsung televisi juga memiliki
dampak bagi para penontonnya entah dampak itu positive maupun negative,
televisi tetap menjadi sebuah kebutuhan yang dimana dibutuhkan masyarakat.
2.2.1. Tayangan Televisi
Tayangan televisi atau program televisi merupakan tayangantayangan yang ditayangkan oleh stasiun televisi. Secara garis besar,
Program TV dibagi menjadi program berita dan program non-berita.

9

Jenis program televisi dapat dibedakan berdasarkan format teknis atau
berdasarkan isi. Format teknis merupakan format - format umum yang
menjadi acuan terhadap bentuk program televisi seperti talk show,
dokumenter, film, kuis, musik, instruksional dan lainnya. Berdasarkan
isi, program televisi berbentuk berita dapat dibedakan antara lain
berupa program hiburan, drama, olahraga, dan agama. Sedangkan
untuk program televisi berbentuk berita secara garis besar
dikategorikan ke dalam "hard news" atau berita-berita mengenai

peristiwa penting yang baru saja terjadi dan "soft news" yang
mengangkat berita bersifat ringan.
2.2.2. Iklan Politik
Iklan merupakan bagian dari reklame, sedangkan reklame berasal
dari bahasa perancis yaitu re-clame yang artinya “meneriakkan
berulang ulang”. Tujuan dari iklan adalah memberi informasi tentang
suatu produk (dalam hal ini adalah partai politik) kepada masyarakat
dengan cara dan strategi persuasif. Iklan yang dilakukan dengan
media televisi menjadi lebih menarik karena mengandung unsur
gambar, suara, dan gerak secara bersamaan. (widyatama 2007:92)
Menurut Sustina (2003) dalam Setyawan (2012:13) menjelaskan
agar iklan dapat menumbuhkan daya tarik audience , pesan iklan yang
ditampilkan harus bersifat membujuk, mampu membangkitkan, dan
mempertahankan ingatan konsumen akan produk yang ditawarkan
(dalam hal ini partai politik). Daya tarik pesan dibagi menjadi dua,
yaitu daya tarik pesan iklan rasional dan daya tarik pesan iklan
berdasarkan emosi.Daya tarik pesan iklan rasional masih dibagi
menjadi 4 tipe penampilan iklan yaitu factual, slice of life,
demonstrasi, dan iklan perbandingan. Pada sisi yang lain daya tarik
pesan iklan berdasarkan emosi mengandung unsur rasa takut, humor,

animasi, seks, music, dan fantasi.
Menurut (Holtz-Bacha dan Kaid 2006 dalam Akhmad Danial
2009) media televisi digunakan untuk iklan politik dengan dua cara
yaitu, free atau gratis dan dengan cara paid media / iklan politik

10

berbayar. Iklan politik yang dilakukan dengan gratis adalah ketika
sebuah partai politik melakukan sebuah acara sosialisasi kemudian
dilakukan peliputan jurnalistik oleh pihak media televise. Cara seperti
ini terbatas sesuai dengan batasan-batasan dan kode etik jurnalistik,
sedangkan untuk iklan politik yang dilakukan dengan paid media,
partai politik akan membeli spot iklan. Cara seperti ini menjadikan
media televisi tidak mempunyai kontrol atas isi iklan politik.

2.3.

Teori Semiotika
Semiotika adalah ilmu yang digunakan untuk memaknai sebuah objek.
Tanda adalah objek itu sendiri, kemudian dimaknai untuk dapat menemukan

arti dibalik tanda itu sendiri. Tanda yang berupa warna, isyarat, kedipan mata,
dan lain sebagainya, segala sesuatu tersebut dapat mempresentasikan sesuatu
diluar dirinya. Contoh: warna merah dapat dimaknai sebagai “berhenti”
apabila di lalu lintas. Untuk dapat menemukan arti dari sebuah tanda, kita
perlu membongkar akar dari sebuah tanda tersebut. Karena sebuah tanda
dapat didefinisikan sebagai arti yang lain dalam kapasitas pandangan tertentu.
(Marcel Danesi, 2004, hlm:5-8). Menurut Roland Barthes(1915-1980),
semiotika memiliki kekuatan untuk membongkar struktur makna tersembunyi
dalam tontonan, pertunjukan sehari-hari, dan konsep konsep umum. (Marcel
Danesi, 2004, hlm: 12).
Ikonisitas: Ikon digunakan untuk memvisualisasikan sesuatu, contoh
Potret, Peta, angka romawi, parfum sebagai ikon penciuman. Simbolisme
memiliki pengertian kata - kata merupakan simbol. Penanda atau objek, suara,
sosok, dll dapat bersifat simbolik. (Marcel Danesi,2004, hlm:34&38).
Menganalisis iklan dapat ditafsirkan pada dua level. Level pertama adalah
level permukan, yang artinya penafsiran arti sesuai dengan teks iklan itu
sendiri. Level kedua adalah apa yang mendasari, elemen-elemen permukaan
yang menyatu menjadi penanda yang menimbulkan sekelompok konotasi
pada subteks yang mendasarinya. Tujuan utama dari sebagian besar iklan
adalah berbicara secara tak langsung kedalam pikiran bawah sadar audiens.

(Marcel Danesi, 2004, hlm:305)

11

Semiotika dapat ditemukan dalam periklanan, karena didalam iklan
terdapat gambar, warna, bunyi, juga bahasa.Iklan disampaikan melalui media
cetak dan juga elektronik.Setiap tanda tanda yang terdapat dalam iklan dapat
dikaji untuk mengerti maknanya.

Berikut adalah langkah langkah

menganalisa iklan menurut Berger:
1. Penanda & Petanda
2. Gambar, Indeks, dan Simbol
3. Fenomena Sosiologi: demografi orang didalam iklan, dan orang orang
yang menjadi target sasaran iklan, refleksi kelas sosial ekonomi dan gaya
hidup.
4. Sifat daya tarik yang dibuat untuk menjual produk atau memperkenalkan
partai politik, melalui naskah naskah dan orang orang yabg dilibatkan di
dalam iklan.

5. Design yang digunakan dalam iklan, termasuk pemilihan warna, dan lain
lain.
Semiotika menurut Roland Barthes lebih tajam dalam mengupas setiap
lambang-lambang dengan merujuk pada sumber budaya. Jika menurut
Saussure pemaknaan lambang cukup dengan mengaitkan penanda dan
petanda semata, maka menurut Roland Barthes pemaknaan lambang harus
dilakukan dengan memperhatikan susunan & isi dari lambang. Banyak hal
dibalik lambang atau setiap bahasa yang harus dicari makna sebenarnya. Cara
itulah yang disebut mitos, dan menjadi keunikan semiotika Roland Barthes.
(Sobur;2001)

2.4.

Kekerasan Simbolik (Pierre Bourdieu)
Kekerasan simbolik sangat berkaitan dengan kehidupan sosial dan
budaya sehari-hari. Pemikiran Bourdieu berawal dari disadarinya bahwa
terdapat kelas-kelas masyarakat ini saling berhubungan secara sistematis dan
menentukan distribusi budaya dan model ekonomi. Pengertian kekerasan
simbolik menurut Bourdieu adalah pemaksaan sistem simbolik dan makna
kepada golongan atau kelompok atau kelas tertentu, namun hal itu tidak

disadari oleh golongan atau kelompok tersebut sebagai pemaksaan makna,

12

bahkan hal ini dianggap sah. Karena adanya penerimaan itu maka
meneguhkan kekuasaan yang menyebabkan pemaksaan makna terhadap suatu
kelompok, golongan, atau kelas tertentu itu berhasil. Kaum penguasa ini
memaksakan makna tersendiri kepada suatu golongan, kelompok, atau kelas
sosial tertentu dengan cara “mendidik”. Kaum penguasa melakukan
pemaksaan makna didasari dengan kepentingan yang lebih dominan.
(Bourdieu dalam Jenkins, 2004;157)

2.5.

Penelitian Sebelumnya
2.5.1. Peran Politik Pencitraan dan Dampaknya pada PILKADA di
Kabupaten Sleman Penulis :Ansor. 2011. Volume 13. No. 2
Penelitian yang dilakukan oleh Ansor, tahun 2013 dengan judul
diatas, menggunakan metodologi penelitian kualitatif.
Dihasilkan bahwa iklan politik untuk menarik simpati calon

pemilih dibuat berdasarkan rekaan semata, dimana iklan tersebut
seakan mewakili keadaan sebenarnya. Politik pencitraan dilakukan
dengan cara memunculkan seorang tokoh atau kandidat dengan visi
dan misi yang dikemas sedemikian rupa dan ditayangkan melalui
media massa, hal ini dilakukan untuk memberikan kesan dan dapat
mempengaruhi pola pikir audiens sehingga sejalan dengan calon
kandidat kepala daerah tertentu.
Tujuan dari pembuatan iklan politik adalah demi mendapatkan
jabatan kedudukan politik di pemerintahan atau demi kepentingan
politik. Sifat iklan

politik yang dapat

mempengaruhi pola pikir

audiens dengan cara memberikan kesan-kesan tertentu pada audiens
maka iklan politik terkesan menjebak masyarakat, khususnya
masyarakat kelas bawah. Dalam iklan politik masing- masing calon
berusaha menggambarkan diri mereka sangat apik. Melakukan
pencitraan terhadap diri sendiri kemudian di dominasikan bagi

kepentingan rakyat secara luas.
Kesimpulan dari kajian terhadap iklan politik dan dampaknya
pada PILKADA Sleman:.

13

Pertama , peran Iklan Politik Pencitraan Pilkada di Sleman

cenderung memuat isu-isu lokalitas dan

menggunakan bahasa

sebagaimana terdapat dalam slogan masing-masing kandidat, lebih
bersifat menunjukkan sosok dan citra kandidat.
Kedua , kandidat yang maju pada pilkada di Sleman tidak

memiliki isu-isu strategis sebagai ditunjukkan lewat slogan dan Iklan
kampanye.Mereka hanya sekedar menunjukkan eksistensi diri sebagai
pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati dengan berbagai slogan.
Ketiga , bentuk iklan

lebih banyak memuat karakter fisik

kandidat.
Keempat, media dan iklan menjadi salah satu alat utama bagi

kandidat yang akan maju ke pilkada di Sleman.
Kelima , tidak ada hubungan signifikan dengan semakin

banyaknya iklan kampanye politik pencitraan masing-masing kandidat
dengan kemenangan pemilihan umum Bupati / Wakil Bupati.

2.5.2. Korelasi Politik Tubuh, Kekerasan Simbolik, dan Pelanggaran
Hak Asasi Anak dalam Novel-Novel Modern
Penulis : Rahmah Purwahida dan Suminto A. Sayuti, Volume 12
No.2, Agustus 2011
Penelitian yang dilakukan oleh Purwahida dan Sayuti, tahun 2011,
dengan judul diatas. Menggunakan metodologi penelitian kualitatif.
Diperoleh hasil sebagai berikut. Novel-novel Indonesia memiliki
peran politik dalam meraih kekuasaan. Cerita yang terdapat dalam
novel anak-anak di Indonesia menyiratkan pelanggaran hak asasi
anak. Kategori pelanggaran hak asasi anak dalam bidang agama,
kesehatan, pendidikan, dan sosial.
Pelanggaran dalam bidang agama karena terdapat pelanggaran
kebebasan memeluk agama. Pelanggaran dalam bidang kesehatan
karena adanya perbedaan jaminan kesehatan bagi penyandang cacat.
Pelanggaran di bidang pendidikan karena terjadi diskriminasi untuk
mendapatkan pendidikan. Pelanggaran di bidang sosial karena terjadi

14

banyak

kekerasan

kewarganegaraan,

dalam
identitas

bidang
diri,

sosial

perampasan

seperti

masalah

ikatan

keluarga,

pembunuhan, pemerkosaan, SARA.
Kesimpulan:
Dalam

novel-novel Indonesia terdapat kekerasan simbolik, dan

bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan politik. Dengan cara
mempengaruhi pola pikir audiensnya secara halus dengan alur cerita
dalam novel.

2.5.3. CITRA JOKO WIDODO DAN JUSUF KALLA DALAM IKLAN
POLITIK TELEVISI (Studi Analisis Semiotika Citra Joko
Widodo dan Jusuf Kalla dalam Iklan Politik Televisi Masa
Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden periode Mei-Juli
2014)
Penulis: Indrati Tyas Utami-Mahfud Anshori, 2015.
Penelitian ini dilakukan oleh Utami dan Anshori, tahun 2014,
dengan judul tersebut. Menggunakan metodologi penelitian kualitatif.
Diperoleh

hasil sebagai berikut. Media massa paling efektif

untuk beriklan adalah televisi, karena sifatnya yang saat menjangkau
masyarakat luas. Dengan demikian banyak capres dan cawapres
memanfaatkan media televisi untuk berkampanye dengan berbagai
versi yang mampu menggambarkan capres dan cawapres tertentu
dalam berbagai simbol maupun tanda tanda yang tersirat dan mudah
untuk dipahami penontonnya.
Setiap tanda dan simbol yang terdapat dalam iklan politik televisi
didalamnya menggambarkan ide, keadaan, situasi, perasaan dan
kondisi diluar tanda-tanda itu sendiri.
Simbol semiotika dalam iklan kampanye politik bertujuan untuk
membangun sebuah reputasi tertentu. Iklan politik yang ditelliti oleh
Indrati dan Mahfud ini dibedah dengan teori semiotika Charles
Sanders Pierce dan Sausanne Langer.

15

Kesimpulan dari hasil bedah semiotika dalam penelitian ini
adalah iklan politik banyak menggunakan tanda-tanda yang jika
dibedah maka sesungguhnya tanda dan lambang tersebut memiliki
makna. Tanda yang digunakan dalam iklan politik sesungguhnya
adalah sebuah alat propaganda. Gambar, bahasa, lambang yang
digunakan dalam iklan politik diharapkan dapat menyentuh titik
emosional

penontonnya

sehingga

memunculkan

empati

dan

kepercayaan.

2.5.4. Judul: KEKERASAN SIMBOLIK TERHADAP ANAK
Penulis: Elya Munfarida, 2010.
Penelitian yang dilakukan oleh Munfarida, tahun 2010, dengan
judul tersebut. Menggunakan metodologi penelitian kualitatif.
Dihasilkan bahwa media yang seharusnya menjadi sumber
informasi, nilai, dan makna yang bersifat netral. Namun sekarang
didalam media sudah terdapat unsur-unsur kekerasan simbolik.
Alat yang biasanya digunakan untuk mensosialisasikan kekerasan
simbolik adalah media massa, dalam bentuk program acara televisi,
radio, iklan-iklan televisi, maupun cetak.
Dalam konteks ini, media melakukan kekerasan atau pemaksaan
secara simbolik terhadap dunia anak, ketika media menampilkan
dunia anak dengan menggunakan sudut pandang orang dewasa. Dunia
anak dibangun menurut kepentingan ekonomi, politik, dan sosial
dalam sudut pandang orang dewasa, bukan untuk kepentingan dunia
anak itu sendiri.

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh penulis terdahulu
tersebut berkaitan dengan dengan penelitian ini karena membahas
mengenai kekerasan simbolik dalam politik.
Dari 4 hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti
terdahulu, belum ada yang membahas mengenai kekerasan simbolik
dalam iklan politik televisi yang akan dibedah secara semiotika

16

Roland Barthes untuk menemukan bentuk-bentuk kekerasan simbolik
tersebut.
Dengan demikian penelitian tentang kekerasan simbolik dalam
iklan televisi ini layak untuk dilakukan.

2.6.

Kerangka Berfikir
PARTAI
GOLKAR

PARTAI
NASDEM

IKLAN POLITIK TELEVISI

PEMILU DPR 2014
TEORI PIERRE BOURDIEU

KEKERASAN SIMBOLIK
TEORI SEMIOTIKA
ROLLAND BARTHES

BENTUK-BENTUK
KEKERASAN SIMBOLIK
Gambar 2.1
Kerangka Pikir Penelitian

Partai Golkar dan Partai Nasdem melakukan kampanye melalui iklan
poltik di televisi. Pembuatan iklan politik tersebut dilakukan dalam rangka
PEMILU DPR 2014. Iklan-iklan Partai Golkar dan Partai Nasdem dibedah
dengan teori kekerasan simbolik menurut Pierre Bourdieu, sehingga dapat
ditemukan iklan mana yang terdapat kekerasan simbolik, setelah itu bagian
yang terdapat kekerasan simbolik tersebut di bedah dengan menggunakan
teori semiotika menurut Roland Barthes sehingga ditemukan bentukbentuk dari kekerasan simbolik tersebut.

17

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25