LAPORAN PRAKTIKUM TEKONOLOGI FARMASI emu

I.

Pendahuluan
1.1 Tujuan percobaan
1. Mengetahui dan memahami cara pembuatan emulsi yang baik.
2. Mengetahui formulasi sediaan emulsi yang baik dan stabil.
1.2 Dasar teori
Emulsa (Emulsi) adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau
larutan obat , terdispersi dalam cairan pembawa , di stabilkan dengan zat
pengemulsi atau surfaktan yang cocok (Depkes RI 1979).
Zat pengemulsi seperti gom akasia, gelatin, tragakan, sabun, senyawa
ammonium kwartener, senyawa kolesterol, surfaktan atau emulgator lain yang
cocok. Untuk mempertinggi kestabilan dapat ditambahkan zat pengental,
misalnya tragakan,tilosa, natrium karboksimetilselulosa. Zat pengawet emulsi
sebaiknya mengandung pengawet yang cocok. Penyimpanan emulsi kecuali
dinyatakan lain, simpan dalam wadah tertutup baik, ditempat sejuk, pada etiket
harus tertera “KOCOK DAHULU” (Depkes RI 1979).

Emulsi (emulsion) adalah suatu sistem koloid yang fase terdispersi dan
medium


pendispersinya

berupa

cairan

yang

tidak

dapat

bercampur.

Misalnya benzena dalam air, minyak dalam air, dan air susu. Mengingat kedua
fase tidak dapat bercampur, keduanya akan segera memisah. Untuk menjaga
agar emulsi tersebut mantap atau stabil, perlu ditambahkan zat ketiga yang
disebut emulgator atau zat pengemulsi (emulsifying agent ), (Sumardjo, 547).
Emulsi dibuat untuk mendapatkan preparat atau sediaan yang stabil dan
merata atau homogen dari campuran dua cairan yang saling tidak bisa

bercampur.Tujuan pemakaian emulsi adalah :
1. Untuk dipergunakan sebagai obat dalam atau per oral. Umumnya tipe
emulsitipe O/W.
2. Untuk dipergunakan sebagai obat luar. Bisa tipe O/W maupun W/O,
tergantung pada banyak faktor, misalnya sifat atau efek terapi yang
dikehendaki.(Syamsuni, 129).
1

Semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) di sekeliling butirbutir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya
koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah. (Anief,132).
Syarat emulgator adalah molekul-molekulnya mempunyai afinitas terhadap
kedua cairan yang membentuk emulsi. Daya afinitasnya harus parsial atau tidak
sama terhadap kedua cairan tersebut. Salah satu ujung emulgator larut dalam cairan
yang satu, sedangkan ujung yang lain hanya membentuk lapisan tipis (selapis
molekul) di sekeliling atau di atas permukaan cairan yang lain.(Sumardjo, 547).
Tipe emulsi ada dua, yaitu oil in water (O/W) atau minyak dalam air (M/A),
dan water in oil (W/O). Emulsi tipe O/W (Oil in Water) atau M/A (minyak dalam
air) adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar atau terdispersi ke
dalam air. Minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase eksternal. Emulsi tipe
W/O (Water in Oil) atau M/A (air dalam minyak), adalah emulsi yang terdiri dari

butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam minyak. Air sebagai fase internal
dan minyak sebagai fase eksternal. Terdapat dua macam komponen emulsi :
1. Komponen dasar, yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam
emulsi, terdiri atas :
a) Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinu/ fase terdispersi/ fase
dalam,yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat
cair lain.
b) Fase eksternal/ fase kontinu/ fase pendispersi/ fase luar, yaitu zat cair
dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan pendukung)
emulsi tersebut.
c) Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan
emulsi.
2. Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahakan
kedalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya :
corrigen saporis, odoris, colouris, pengawet (preservative), dan antioksidan.
(Syamsuni,119).
2

Dari emulsi yang paling baik, dapat diperoleh campuran surfaktan mana
yang paling baik (ideal). Ketidakstabilan emulsi dapat digolongkan :

1. Flokulasi dan creaming
Creaming merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis cairan,
dimana masing-masing lapis mengandung fase dispers yang berbeda. Nama cream
berasal dari peristiwa pemisahan sari susu dari susu (milk). Sari susu tersebut dapat
dibuat Casein, keju, dan sebagainya.
2. Koalesen dan pecahnya emulsi (cracking atau breaking)
Creaming

adalah

proses

yang

bersifat

dapat

kembali,


berbeda

dengan proses cracking (pecahnya emulsi) yang bersifat tidak dapat kembali. Pada
creaming, flokul fase dispers mudah didispersi kembali dan terjadi campuran
homogen bila digojok perlahan-lahan. Sedangkan pada cracking, penggojokan
sederhana akan gagal untuk mengemulsi kembali butir-butir tetesan dalam bentuk
emulsi yang stabil.
3. Inversi
Inverse adalah peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi M/A
ke tipeA/M atau sebaliknya. (Anief, 147)

Proses terbentuknya emulsi dikenal 4 macam teori, yang melihat proses
terjadinya emulsi dari sudut pandang yang berbeda-beda.
1. Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension)
Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang sejenis yang
disebut dengan daya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki daya tarik menarik
antara molekul yang tidak sejenis yang disebut dengan daya adhesi. Daya kohesi
suatu zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi
3


perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan
yang terjadi pada permukaan tersebut dinamakan tegangan permukaan. Dengan
cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan bidang batas dua
cairan yang tidak dapat bercampur. Tegangan yang terjadi antara dua cairan
tersebut dinamakan tegangan bidang batas. Semakin tinggi perbedaan tegangan
yang terjadi pada bidang mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah
untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah dengan
penambahan garam-garam anorganik atau senyawa-senyawa elektrolit, tetapi akan
berkurang dengan penambahan senyawa organik tetentu antara lain sabun. Didalam
teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan menurunkan dan
menghilangkan tegangan permukaan yang terjadi pada bidang batas sehingga
antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur.

2. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge)
Setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua kelompok yakni :Kelompok
hidrofilik, yakni bagian dari emulgator yang suka pada air. Kelompok lipofilik,
yakni bagian yang suka pada minyak.

3. Teori Interparsial Film
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air

dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase
dispers.
Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara partikel yang
sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain fase dispers menjadi
stabil. Untuk memberikan stabilitas maksimum pada emulsi, syarat emulgator yang
dipakai adalah :
 Dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak.
 Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dispers.
4

 Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua
permukaan partikel dengan segera.

4. Teori Electric Double Layer (lapisan listrik ganda)
Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung
berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan
lapisan berikutnya akan bermuatan yang berlawanan dengan lapisan didepannya.
Dengan demikian seolah-olah tiap partikel minyak dilindungi oleh dua benteng
lapisan listrik yang saling berlawanan. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha
dari partikel minyak yang akan menggandakan penggabungan menjadi satu

molekul besar. Karena susunan listrik yang menyelubungisesama partikel akan
tolak menolak dan stabilitas emulsi akan bertambah. Terjadinya muatan listrik
disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara dibawah ini.
 Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.
 Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan disekitarnya.
 Terjadinya gesekan partikel dengan cairan disekitarnya.
HLB adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara senyawa
hidrofilik (suka air) dengan senyawa oleofilik (suka minyak). Semakin besar harga
HLB berarti semakin banyak kelompok senyawa yang suka air. artinya, emulgator
tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya. kegunaan suatu
emulgator ditinjau dari harga HLB-nya. Harga HLB kegunaannya :
 1 – 3 Anti foaming agent
 4 – 6 Emulgator tipe w/o
 7 – 9 Bahan pembasah ( wetting agent)
 8 – 12 Emulgator tipe o/w
 13 – 15 Detergent
 10 – 18 Kelarutan (solubilizing agent)
5

II.


Cara percobaan
2.1 Alat dan bahan
a) Alat
1. Beaker glass 500 ml
2. Gelas ukur 10 ml
3. Cawan poreselin
4. Neraca analitik
5. Blender
b) Bahan
1. Aquadest
2. Oleum iecoris
3. Tween 80
4. Gliserin
2.2 Prosedur kerja pengaruh HLB terhadap stabilitas emulsi
1. Perhitungan


Formula 2 ( aquadest ad 50 ml)
Oleum iecoris

Tween 80
Gliserin
Aquadest ad



10 gram
10 gram
10 gram
50 ml

Formula 2 (aquadest ad 300 ml)
Oleum iecoris

¿

10 gram
50 ml

×300 ml


= 60 gram
Tween 80

=

10 gram
50 ml

×300 ml

= 60 gram
Gliserin

=

10 gram
50 ml

×300 ml

= 60 gram
6

Aquadest ad

300 ml

2. Penimbangan
Oleum iecoris
Tween 80
Gliserin
Aquadest ad

= 60
= 60
= 60
= 300

gram
gram
gram
ml

3. Prosedur kerja pengaruh HLB terhadap stabilitas emulsi
o Menimbang oleum iecoris sebanyak 60 gram
o Menimbang tween 80 sebanyak 60 gram
o Menimbang gliserin sebanyak 60 gram
o Memanaskan tween dan gliserin hingga suhu 70ºC
o Menambahkan oleum iecoris sedikit demi sedikit hingga
suhu mencapai 70ºC.
o Memasukkan aquadest pada beaker yang berbeda hingga
suhu 70ºC.
o Memasukkan aquadest yang telah panas kedalam fase
minyak
o Mengaduk ad homogen
o Memasukkan kedalam

blender,

diputar

menggunakan

blender selama 30 detik.
o Memasukkan emulsi kedalam gelas ukur.
o Mengamati pemisahan yang terjadi.
o Mencatat tinggi fase air berdasarkan pemisahan yang terjadi
dari tiap formula pada hari ke 0, 1, 2 dan 3.
o Menghitung masing- masing harga HLB campuran tween 80
dan gliserin dibandingkan nilai HLB dengan stabilitas
emulsi
III.

Hasil Percobaan
Evaluasi mutu emulsi
a. Uji organoleptis fisik

Gambar
7,5 + 1,9 = 9,4

Warna : Putih
Rasa : Manis
Bau

: Minyak ikan

b. Uji pH emulsi

pH : 4
7

a. Keseragaman volume emulsi
No

Gelas Ukur ke-

V. Hari 0

1
2
3
4
5

10 ml
10 ml
10 ml
10 ml
10 ml

1
2
3
4
5

V.Hari 1

V Hari 2

V hari 3

10 ml
10 ml
10 ml
10 ml
10 ml

9,8 ml
9,6 ml
9,8 ml
9,8 ml
9.8 ml

10 ml
10 ml
10 ml
10 ml
10 ml

b. Stabilitas emulsi (F= fase)
No

Gelas
Ukur

Hari ke 0

Hari ke 1

Hari ke 2

Hari ke 3

F.Air

F.Minyak

F.Air

F.Minyak

F.Air

F.Minyak

F.Air

F.Minyak

0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml

10 ml
10 ml
10 ml
10 ml
10 ml

0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml

10 ml
10 ml
10 ml
10 ml
10 ml

0 ml
0 ml
0 ml
0 ml
0 ml

10 ml
10 ml
10 ml
10 ml
10 ml

0,4ml
0,2ml
0,2ml
0,4ml
0,2ml

9,4 ml
9,4 ml
9,6 ml
9,4 ml
9,6 ml

ke1
2
3
4
5

1
2
3
4
5

c. Perhitungan HLB untuk Formula II (300 ml)
Tween 80
= 60 gram ( Nilai HLB = 15 )
Glyserin
= 60 gram (Nilai HLB = 3.8)
(Tween+Glyserin)
= 120 gram
Persentase / Perbandingan Tween 80 : Glyserin
60 gr
Tween 80
=
x 100 %
= 50 %
120 gr
60 gr
Gycerin
=
x 100 % = 50 %
120 gr
 Nilai HLB Campuran


Tween 80 =

50
100

x 15 = 7,5

Glycerin

50
100

x 3.8 = 1,9

=

Jadi nilai HLB campuran emugator adalah 9,4 yang berarti emulgator tipe o/w
(Emulgator tipe o/w = 8-12)
8

IV.

Pembahasan

Dalam pembuatan suatu emulsi digunakan suatu emulgator yang bertujuan untuk
menurunkan tegangan antar permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada
permukaan fase terdispersi. Pada percobaan ini emulgator yang digunakan adalah Tween
80 dan sebagai fase minyak digunakan Oleum Iecoris selli (minyak ikan) sedangkan
sebagai fase air adalah aquadest.
1. Oleum Iecoris selli
Pemerian : cairan; kuning pucat; bau khas, agak manis tidak tengik; rasa khas;
Kelarutan : sukar larut dalam Etanol (95%) P ; mudah larut dalam Kloroform P , dalam
Eter P dan dalam Eter minyak tanah P.
Khasiat : Sumber vitamin A dan vitamin D
2. Tween 80
Pemerian : Warna putih bening atau kekuningan ; Rasa : sedikit berasa seperti basa ;
Bau : bau khas ; Bentuk : cairan seperti minyak .
Kelarutan : Larut dalam etanol dan air ;Tidak larut dalam minyak mineral dan minyak
nabati.
9

3. Glycerin
Pemerian : Cairan seperti sirop; jernih, tidak berwarna; tidak berbau; manis diikuti rasa
hangat. Higroskopik. Jika disimpan beberapa lama pada suhu rendah dapat. memadat
membentuk massa hablur tidak berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai
lebih kurang 20
Kelarutan : dapat campur dengan air, dan dengan Etanol(95%) P, praktis tidak larut
dalam Kloroform P, dalam Eter P dan dalam minyak lemak.
Khasiat : Penstabil emulgator
Dalam pembuatan emulsi Oleum Iecoris , terlebih dahulu dihitung berapakah nilai
HLB butuh yang akan digunakan dalam pembuatan emulsi. HLB butuh setara dengan
HLB campuran emulgator yang digunakan untuk mengemulsikan minyak sehingga
membentuk emulsi yang stabil. Dimana nilai HLB (Hydrophylic-Lipophylic Balance)
sendiri merupakan angka yang menunjukan ukuran keseimbangan dalam pembuatan
emulsi Oleum Iecoris.
Nilai HLB campuran yang digunakan adalah 9,4. Dari hasil perhitungan nilai HLB
butuh maka diketahui penimbangan tween 80 dan glyserin untuk setiap 300 ml emulsi
pada Formula 2 yaitu 60 gram dan 60 gram.
Pembuatan sediaan emulsi dilakukan dengan menimbang Oleum Iecoris sebanyak
60 gram , Tween 80 dan Glycerin sebanyak 60 gram lalu Tween 80 dan Glycerin masingmasing dipanaskan hingga suhu 70 derajat Celcius. Kemudian keduanya dicampur dan
ditambahkan Aquadest ad 300 ml yang telah dipanaskan hingga suhu 70 derajat Celcius
dan mencampurkan nya dalam blender selama 30 detik. Tween 80 bersifat polar sehingga
dapat bercampur dengan air. Pembuatan emulsi dilakukan pada suhu 70 oC yaitu untuk
mencegah pemisahan kembali antara fase minyak dan fase air yang telah dicampurkan.
Setelah sediaan emulsi terbentuk, kemudian dimasukan ke dalam 5 buah gelas ukur 10 ml
dan sisanya kedalam 5 buah botol ukuran 60 ml . Selanjutnya dilakukan beberapa evaluasi
terhadap sediaan emulsi yang telah dibuat.
Emulsi terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan organoleptis untuk mengetahui
kestabilan fisik dari sediaan. Sediaan emulsi yang dibuat berbentuk emulsi tipe minyak
dalam air (o/w),

berwarna putih susu, bau

minyak ikan, serta rasa yang manis.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pH yang menghasilkan pH emulsi yaitu 4.
10

Setelah pembuatan, emulsi kemudian didiamkan selama 3x24 jam untuk
mengamati kestabilan dari sediaan emulsi yang telah dibuat. Pada pengamatan hari
pertama dan kedua emulsi terlihat stabil dengan volume tetap yaitu 10 ml dan tidak
terlihat oleh pengamat ada nya pemisahan antara fase air dan fase minyak. Namun pada
hari ke 3 pengamatan, terlihat adanya pemisahan antara fase air dan fase minyak. Fase air
berada dibawah fase minyak dikarenakan berat jenis air lebih besar daripada berat jenis
minyak. Adapun tinggi volume fase air dari gelas ukur 1 hingga 5 yaitu < 0,5 ml.

V.

Penutup

a. Kesimpulan
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan
yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Dalam percobaan ini digunakan kombinasi
emulgator tipe air (Tween 80) dan penstabil emulsi yaitu Glycerin. Pada percobaan ini
sebagai fase minyak digunakan Oleum Iecoris selli yang dicampur dengan Tween 80 dan
Glycerin, sedangkan sebagai fase air adalah Aquadest. Nilai HLB (HydrophylicLipophylic Balance) sendiri merupakan angka yang menunjukan ukuran keseimbangan
dalam pembuatan emulsi.
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap sediaan emulsi, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1)

Uji Organoleptik :
Sediaan berbentuk emulsi tipe minyak dalam air (o/w), berwarna putih susu, bau

minyak ikan dan rasa manis.
2)

Uji Pemeriksaan pH ;
pH sediaan emulsi adalah 4.

Nilai HLB campuran antara Tween 80 dan Glyserin adalah 9,4.

11

b. Saran
Dari hasil pengamatan praktikum dan pembahasan diharapkan praktikan dapat
memahami dengan baik ilmu yang diperoleh agar dapat bermanfaat untuk dirinya sendiri
dan bermanfaat pula bagi orang lain kedepannya

VI.

Daftar pustaka

Anief M., 2000, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, UGM Press, Yogyakarta.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia edisi ketiga, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia,Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia edisi keempat, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia,Jakarta.
http://september.ucoz.com/resep/LAPORAN_EMULSI.pdf (diakses pada 25 maret
2015)

12

13