T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Komunikasi Interpersonal Single Parent terhadap Prestasi Belajar Anak dengan Motivasi Belajar sebagai Variabel Intervening dan Lingkungan Sosial sebagai Variabel Moderating:
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Komunikasi Interpersonal
1.1. Hakikat Komunikasi
Suprapto (1994:6) menjelaskan bahwa pengertian secara etimologis
komunikasi berarti: 1) istilah yang berasal dari bahasa latin communicatio, yang
bersumber dari kata communis artinya sama yaitu sama makna. Sedangkan
communication berarti memberi tahu atau bertukar pikiran tentang pengetahuan,
informasi atau pengalaman seseorang (throught communication people share
knowledge, informaion or experience. 2) komunikasi merupakan proses
penyampaian pernyataan oleh seseorang kepada orang lain, artinya bahwa
komunikasi melibakan sejumlah orang. 3) komunikasi memiliki tujuan untuk
memberi tahu, menyampaikan pikiran dan perasaan, mengubah pendapat maupun
sikap.
Sedangkan menurut Wibowo (2002) komunikasi merupakan aktifitas
menyampaikan apa yang ada dipikiran, konsep dan keinginan untuk di sampaikan
pada orang lain atau sebagai seni mempengaruhi orang lain untuk memperoleh
apa yang kita inginkan.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi
merupakan proses penyampaian informasi yang melibatkan sejumlah orang
dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain agar memperoleh apa yang di
inginkan
Berpijak dari kesimpulan tentang hakikat komunikasi, dapat diperoleh
gambaran bahwa komunikasi mempunyai beberapa karakteristik berikut:
a. Komunikasi merupakan suatu proses artinya serangkaian tindakan atau
peristiwa yang terjadi secara berurutan (ada tahapan atau sekuensi) serta
berkaitan satu sama lainnya dalam kurun aktu tertentu.
b. Komunikasi ialah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan. artinya,
kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja, serta sesuai denga tujuan
atau keinginan dari pelakunya.
6
c. Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku
yang terlibat kegiatan komunikasi akan berlangsung baik apabila pihakpihak yang berkomunikasi(dua orang atau lebih) sama-sama iku terlibat
dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan
yang disampaikan,
d. Komunikasi bersifat simbolis. Artinya, tindakan yang dilakukan dengan
menggunakan lambang lambang. Lambang yang paling umum digunakan
dalam komunikasi antar manusia adalah bahasa verbal dalam bentuk kata
kata, kalimat, angka-angka atau tanda-tanda lainnya.
e. Komunikasi bersifat transaksional. yaitu memberi dan menerima. Dua
tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau porsional.
f. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu. Maksudnya bahwa para
peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada
waktu serta tempat yang sama.
Menurut Efendi (1990:50) mengkategorikan komunikasi dalam tiga
kategori yaitu: 1) komunikasi antar pribadi, 2) komunikasi kelompok, 3)
komunikasi massa. Dari ketiga kategori komunikasi tersebut komunikasi antar
pribadi atau interpersonal akan didibahas dalam penelitian ini.
1.2. Komunikasi Interpersonal
Burgon & Huffner (2002) mengatakan bahwa komunikasi interpersonal
merupakan komunikasi yang dilakukan kepada pihak lain untuk mendapatkan
umpan balik, baik secara langsung (face to face) maupun dengan media. Menurut
De Vito (1989) dikutip oleh Effendy (2003:9) menjelaskan bahwa komunikasi
interpersonal merupakan penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan
pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya
dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.
Berbeda dengan Burgon & Huffner dan De Vito, Mulyasa (2000:73)
mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai komunikasi antara orang-orang
secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi
orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi
7
interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri,
dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal
merupakan komunikasi yang dilakukan secara bertatap muka atau langsung untuk
menyampaikan pesan agar mendapatkan umpan balik.
Cangara (2006:33) menyebutkan bahwa fungsi dan tujuan komunikasi
interpersonal ialah untuk meningkatkan hubungan insani (human relation),
menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian
serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Komunikasi antar
pribadi juga dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan diantara pihak-pihak
yang melakukan komunikasi.
Liliweri
(1991:13)
menyebutkan
bahwa
komunikasi
interpersonal
mempunyai ciri-ciri:
1) Keterbukaan (Openess)
Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan ide atau gagasan
bahkan permasalahan secara bebas dan terbuka tanpa ada rasa malu.
Keduanya saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.
2) Empati (Emphaty)
Komunikator dan komunikan merasakan situasi dan kondisi yang dialami
mereka tanpa berpura-pura dan keduanya menanggapi apa-apa saja yang di
komunikasikan dengan penuh perhatian. Empati merupakan kemampuan
seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain.
Apabila komunikator atau komuniakan mempunyai kemampuan untuk
melakukan empati satu sama lain, kemungkinan besar akan terjadi
komunikasi yang efektif.
3) Dukungan (Supportiveness)
Setiap pendapat atau ide serta gagasan yang disampaikan akan
mendapatkan dukungan dari pihak-pihak yang berkomuniaksi. Dukungan
membantu seseseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan
aktivitas serta meraih tujuan yang diharapkan.
8
4) Rasa Positif (Possitivenes)
Apabila pembicaraan antara komunikator dan komunikan mendapat
tanggapan positif dari kedua belah pihak, maka percakapan selanjutnya
akan lebih mudah dan lancar. Rasa positif menjadikan orang-orang yang
berkomunikasi tidak berprasangka atau curiga yang dapat menganggu
jalinan komunikasi.
5) Kesamaan (Equality)
Komunikasi akan lebih akrab dan jalinan pribadi akan menjadi semakin
kuat apabila memiliki kesamaan tertentu antara komunikator dan
komunikan dalam hal pandangan, sikap, kesamaan ideologi dan lain
sebagainya.
Devito
(1997:259)
menyebutkan
bahwa
efektivitas
komunikasi
interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu
keterbukaan (openess), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness),
sikap positif (positiviness) dan kesetaraan (equality)
1. Keterbukaan (Openess)
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari
komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang
efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini
tidaklah berarti baha orang harus dengan segera membukakan semua
riwayat hidupnya. Memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak
membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka
diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan
pengungkapan ini patut.
Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan
komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang.
Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya
merupakan peserta percakapan yang menjemukkan. Tidak ada yang lebih
buruk daripada ketidak acuhan, bahkan keidaksependapatan jauh lebih
menyenangkan seseorang memperlihatkan keterbukaan dengan cara
bereaksi secara spontan terhadap orang lain.
9
2.
Empati (emphaty)
Henry
Backrack
(1976)
mendefinisikan
empati
sebagai
“kemampuan seseorang untuk “mengetahui‟ apa yang sedang dialami
orang lain pada suatu saat tertentu dari sudut pandang orang lain itu,
melalui kacamata orang lain itu”. Bersimpati, dipihak lain adalah
merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan
berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya,
berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan
cara yang sama.
Orang yang empatik mampu memahami motivasian pengalaman
orang lain, perasaan dan sikap mereka serta harapan dan keinginan
mereka untuk mada mendatang. Individu dapat mengkomunikasikan
empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, dapat
mengkomunikasin empati dengan memperlihatkan keterlibatan aktif
dengan orang itu melalui ekspresi ajah dan gerak gerik yang sesuai,
konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh
perhatian, dan kedekatan fisik serta sentuhan atau belaian yang
sepantasnya.
3. Sikap Mendukung (Supportivenes)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana
terdapat sikap mendukung. Komunikasi yang erbuka dan empatik tidak
dapat berlangsung dalam suasa yang tidak mendukung. Seseorang
memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap deskriptif, bukan
evaluatif, spontan bukan strategik dan profesional bukan yang sangat
yakin.
4. Sikap Positif (positiveness)
Sikap
individu
mengkomunikasikan
sikap
postifi
dalam
komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan
sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman
kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari
10
komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika
seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri, kedua,
perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting
untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada
berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak
bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.
5. Kesetaraan ( equality )
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah
seorang mungkin lebih pandai, lebih kaya, lebih tampan aatau cantik, atau
lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar
benar seara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini,
komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara.
Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak
sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak
mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu
hubungan
interpersonal
yang
ditandai
oleh
kesetaraan,
ketidak-
sependapatan dan konflik lebih dilihat sebagai upaya untuk memahami
perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan
pihak lain. Kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui
begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaran
berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl Rogers,
kesetaraan meminta seseorang untuk memberikan “penghargaan positif tak
bersyarat” kepada orang lain.
2. Single Parent
2.1. Definisi Single Parent
Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak ayah dan ibu
berperan sebagai orang tua bagi anak-anaknya. Namun, dalam kehidupan nyata
sering dijumpai keluarga dimana salah satu orang tuanya tidak ada lagi. Keadaan
ini menimbulkan apa yang disebut dengan keluarga dengan single parent.
Menurut Hurlock (1999:199) orangtua tunggal (single parent) adalah orangtua
11
yang telah menduda atau menjanda entah bapak atau ibu, mengasumsikan
tanggung jawab untuk memelihara anak-anak setelah kematian pasangannya,
perceraian atau kelahiran anak diluarnikah (Hurlock, 1999).
Hammer&Turner (1990:190) menyatakan bahwa: “A single parent family
consist of one parent with dependent children living in the same h ousehold”
(Hamner&Turner, 1990). Sementara itu, Sager, dkk (dalam Duvall&Miller,
1985) menyatakan bahwa orang single parent adalah orang tua yang secara
sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan,
dan
tanggung jawab pasangannya. Sejalan dengan pendapat Sager, dkk, Perlmutter
dan Hall (1985:362) menyatakan bahwa single parent adalah: “Parents without
partner who continue to raise their children” (Perlmutter & Hall, 1985).
Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga
dengan single parent adalah keluarga yang hanya terdiri dari satu orang tua yang
dimana mereka secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran,
dukungan, tanggung jawab pasangannya
dan hidup bersama dengan anak-
anaknya dalam satu rumah.
Orangtua yang disebut dengan single parent adalah orang tua tunggal
(ayah atau ibu saja). Ada banyak penyebab yang mengakibatkan peran orangtua
yang lengkap dalam sebuah rumah tangga menjadi tidak sempurnah. Hal ini bisa
disebabkan banyak faktor, dalam penelitian Laksono di antaranya:
a. Jikalau pasangan hidup kita meninggal dunia, otomatis itu akan
meninggalkan kita sebagai orang tua tunggal.
b. Jika pasangan hidup kita meninggalkan kita atau untuk waktu yang
sementara namun dalam kurun yang panjang. Misalkan ada suami yang
harus pergi ke pulau lain atau ke kota lain guna mendapatkan pekerjaan
yang lebih layak.
c. Yang lebih umum yakni akibat perceraian.
d. Orangtua angkat
2.2. Problematika Single Parent
Kimmel (1980) dan Walsh (2003) menyatakan beberapa permasalahan
yang sering timbul di dalam keluarga dengan orang tunggal baik wanita maupun
12
pria yakni merasa kesepian, perasaan terjebak dengan tanggung jawab mengasuh
anak dan mencari sumber pendapatan, kekurangan waktu untuk mengurus diri dan
kehidupan seksualnya, kelelahan menanggung tanggung jawab untuk mendukung
dan membesarkan anak sendirian, mengatasi hilangnya hubungan dengan partner
special, memiliki jam kerja yang lebih panjang, lebih banyak masalah ekonomi
yang muncul, menghadapi perubahan hidup yang lebih menekan, lebih rentan
terkena depresi, kurangnya dukungan sosial dalam melakukan perannya sebagai
orang tua, dan memiliki fisik yang rentan terhadap penyakit (Kimmel, 1980).
Sedangkan masalah khusus yang timbul pada keluarga dengan orang tua
tunggal wanita adalah kesulitan mendapatkan pendapatan yang cukup, kesulitan
mendapat pekerjaan yang layak, kesulitan membayar biaya untuk anak, kesulitan
menutupi kebutuhan lainnya. Sementara pada keluarga dengan orang tua tunggal
pria masalah khusus yang timbul hanya dalam hal memberikan perlindungan dan
perhatian pada anak (Kimmel, 1980)
Pada kasus keluarga dengan orang tua tunggal yang terjadi karena
perceraian, Duvall&Miller (1985) menyatakan bahwa baik bagi wanita maupun
pria proses setelah terjadinya perceraian seperti orang yang baru mulai belajar
berjalan dengan satu kaki, setelah kaki yang lainnya dipotong. Perceraian adalah
proses amputasi pernikahan. Tidak peduli seberapa pentingnya perceraian
tersebut, perceraian tetap saja menyakitkan (Duvall dkk, 1985).
.Dalam penelitian ini single parent yang dimaksudkan ialah orang tua yang
mengasuh/mendidik anaknya sendirian akibat dampak dari kematian salah satu
pasangan atau broken home.
3. Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata yaitu
prestasi dan belajar. Antara kata prestasi dan belajar mempunyai arti yang
berbeda. Oleh karena itu, sebelum pengertian prestasi belajar, ada baiknya
pembahasan ini diarahkan pada masing-masing permasalahan terlebih dahulu
untuk mendapatkan pemahaman lebih jauh mengenai makna kata prestasi dan
belajar. Hal ini juga untuk memudahkan dalam memahami lebih mendalam
13
tentang pengertian prestasi belajar itu sendiri. Di bawah ini akan dikemukakan
beberapa pengertian prestasi dan belajar menurut para ahli.
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan
baik secara individu maupun secara kelompok (Djamarah, 1994:19). Sedangkan
menurut Mas‟ud Hasan Abdul Dahar dalam Djamarah (1994:21) bahwa prestasi
adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang
menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Dari pengertian
yang dikemukakan tersebut di atas, jelas terlihat perbedaan pada kata-kata
tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama yaitu hasil yang dicapai dari
suatu kegiatan. Untuk itu, dapat dipahami bahwa prestasi adalah hasil dari suatu
kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati, yang
diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun secara
kelompok dalam bidang kegiatan tertentu.
Menurut Slameto (1995:2) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Secara sederhana dari pengertian belajar sebagaimana yang
dikemukakan oleh pendapat di atas, dapat diambil suatu pemahaman tentang
hakekat dari aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri
individu. Sedangkan menurut Nurkencana (1986:62) mengemukakan bahwa
prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak berupa nilai
mata pelajaran. Ditambahkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang
mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam
belajar.
Setelah menelusuri uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa prestasi
belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah
mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu baik berupa perubahan
tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dan kemudian akan diukur dan
dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka atau pernyataan.
14
4. Motivasi Belajar
4.1. Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi belajar adalah sesuatu yang mendorong, menggerakan dan
mengarahkan siswa dalam belajar (Astuti, 2010:67). Motivasi belajar sangat erat
sekali hubungannya dengan prilaku siswa disekolah. Motivasi belajar dapat
membangkitkan dan mengarahkan peserta didik untuk mempelajari sesuatu yang
baru. Bila pendidik membangkitkan motivasi belajar anak didik, maka meraka
akan memperkuat respon yang telah dipelajari (TIM Pengembang Ilmu
Pendidikan FIP-UPI, 2007:141). Motivasi belajar yang tinggi tercermin dari
ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses meskipun dihadang
oleh berbagai kesulitan.
4.2. Karakteristik Motivasi Belajar
Motivasi yang ada pada diri siswa sangat penting dalam kegiatan belajar.
Ada tidaknya motivasi seseorang individu untuk belajar sangat berpengaruh
dalam proses aktivitas belajar itu sendiri. Seperti dikemukakan oleh Sardiman
(2003:83) motivasi memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang
lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).
b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan
dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas
dengan prestasi yang telah dicapai).
c. Mewujudkan minat terhadap bermacam-macam masalah untuk orang
dewasa. (misalnya masalah pembangunan, agama, politik, ekonomi,
keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak
kriminal, amoral dan sebagainya).
d. Lebih senang bekerja mandiri
e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis,
berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).
f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu)
g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu
15
h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal
Jika ciri-ciri tersebut terdapat pada seorang siswa berarti siswa tersebut
memiliki motivasi belajar yang cukup kuat yang dibutuhkan dalam aktifitas
belajarnya. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa yang
memiliki motivasi tinggi dalam belajar akan menunjukkan hal-hal sebagai
berikut:
a. Keinginan mendalami materi
b. Ketekunan dalam mengerjakan tugas
c. Keinginan berprestasi
d. Keinginan untuk maju
4.3. Motivasi Ekstrinsik Belajar
Hapsari (2005:74) membagi motivasi membagi dua jenis yaitu motivasi
instrinsik dan motivasi ekstrinsik dengan mendefinisikan kedua jenis motivasi itu
sebagai berikut yaitu Motivasi instrinsik adalah bentuk dorongan belajar yang
datang dari dalam diri seseorang dan tidak perlu rangsangan dari luar. Sedangkan
motivasi ekstrinsik adalah dorongan belajar yang datangnya dari luar diri
seseorang.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi terdiri dari dua
macam yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Berkenaan dengan
kegiatan belajar motivasi instrinsik mempunyai sifat yang lebih penting karena
daya penggerak yang mendorong seseorang dalam belajar dari pada motivasi
ekstrinsik. Keinginan dan usaha belajar atas dasar inisiatif dirinya sendiri akan
membuahkan hasil belajar yang maksimal, sedang motivasi ekstrinsik yaitu
motivasi yang mendorong belajar itu timbul dari luar dirinya.
Menurut Supandi (2011:61), motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang
timbul manakala terdapat rangsangan dari luar individu. Menurut Thomas
(2010:39) motivasi ekstrinsik adalah motivasi penggerak atau pendorong dari luar
yang diberikan dari ketidakmampuan individu sendiri. Menurut Jhon W Santrock
(2007:476) berpendapat, motivasi ekstrinsik adalah keinginan mencapai sesuatu
dengan tujuan untuk mendapatkan tujuan eksternal atau mendapat hukuman
eksternal.
16
Menurut John W Santrock (2007:476), motivasi ekstrinsik adalah
keinginan untuk mencapai sesuatu didorong karena ingin mendapatkan
penghargaan eksternal atau menghindari hukuman eksternal. Motivasi ekstrinsik
adalah dorongan untuk berprestasi yang diberikan oleh orang lain seperti
semangat, pujian dan nasehat guru, orang tua, dan orang lain yang dicintai.
5. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
seseorang atau kelompok untuk dapat melakukan sesuatu tindakan serta
perubahan-perubahan perilaku setiap individu. Lingkungan sosial yang kita kenal
antara lain lingkungan keluarga, lingkungan teman sebaya, dan lingkungan
tetangga. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama kali dikenal oleh
individu sejak lahir.
Ayah, ibu, dan anggota keluarga, merupakan lingkungan sosial yang
secara langsung berhubungan dengan individu, sedangkan masyarakat adalah
lingkungan sosial yang dikenal dan yang mempengaruhi pembentukan
kepribadian anak, yang salah satu diantaranya adalah teman sepermainan.
Lingkungan Sosial menurut Stroz (1987:76) meliputi semua kondisi-kondisi
dalam dunia yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku seseorang,
termasuk pertumbuhan dan perkembangan atau life processes, yang dapat pula
dipandang sebagai penyiapan lingkungan (to provide environment) bagi generasi
yang lain. Menurut Amsyari (1986:12) lingkungan sosial merupakan manusiamanusia lain yang ada di sekitarnya seperti tetangga-tetangga, teman-teman,
bahkan juga orang lain di sekitarnya yang belum dikenal.
Berdasarkan pengertian tersebut yang telah dipaparkan dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan lingkungan sosial adalah segala sesuatu yang
terdapat di sekitar manusia yang dapat memberikan pengaruh pada manusia
tersebut, serta manusia-manusia lain yang ada di sekitarnya, seperti tetanggatetangga, teman-teman, bahkan juga orang lain di sekitarnya yang belum dikenal
sekalipun.
17
Menurut Yudistira (1997:57) dapat dimasukkan ke dalam lingkungan
sosial adalah semua manusia yang ada di sekitar seseorang atau di sekitar
kelompok. Lingkungan sosial ini dapat berbentuk perorangan maupun dalam
bentuk kelompok keluarga, teman sepermainan, tetangga, warga desa, warga kota,
bangsa, dan seterusnya. Peran teman sebaya dalam pergaulan remaja menjadi
sangat menonjol. Hal ini sejalan dengan meningkatnya minat individu dalam
persahabatan serta keikutsertaan dalam kelompok. Kelompok teman sebaya juga
menjadi suatu komunitas belajar dimana terjadi pembentukan peran dan standar
sosial yang berhubungan dengan prestasi belajar.
Menurut Dalyono (2009:246) lingkungan sosial terdiri dari:
a.
Teman Bergaul
Teman bergaul pengaruhnya sangat besar dan lebih cepat masuk dalam jiwa
anak, apabila anak suka bergaul dengan mereka yang tidak sekolah maka ia
akan malas belajar, sebab cara hidup mereka yang bersekolah berlainan
dengan anak yang tidak bersekolah
b.
Lingkungan Tetangga
Corak kehidupan tetangga, misalnya suka main judi, mengkonsumsi
minuman keras, menganggur, tidak suka belajar, dan sebagainya, akan
mempengaruhi anak-anak yang bersekolah minimal tidak ada motivasi bagi
anak untuk belajar. Sebaliknya jika tetangga terdiri dari pelajar, mahasiswa,
dokter, insyinyur, akan mendorong semangat belajar anak.
c.
Aktivitas dalam Masyarakat
Berorganisasi atau berbagai kursus-kursus akan berdampak pada prestasi
belajar anak.
Pengaruh lingkungan, terutama lingkungan sosial secara terbuka tidak
hanya berupa hal-hal yang positif saja, melainkan juga meliputi efek yang negatif.
Efek negatif yang timbul akibat pengaruh lingkungan sosial salah satunya adalah
kepribadian yang tidak selaras atau menyimpang dari lingkungan sosial dalam
bentuk kenakalan remaja, kejahatan, rendahnya rasa tanggungjawab, dan lain
sebagainya yang dapat dilakukan oleh masing-masing individu.
Lingkungan sosial yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah:
18
1.
Lingkungan Keluarga
Di dalam keluarga yang pecah atau broken home, perhatian orangtua
terhadap anak-anaknya sangat kurang dan antara ayah dan ibu tidak memiliki
kesatuan perhatian atas putra-putrinya. Situasi yang broken home tidak
menguntungkan bagi perkembangan anak (Abu Hadi, 2002:248). Anak yang
berasal dari keluarga yang broken home akan mengalami hal-hal yang sulit
dan dapat terjerumus dalam kelompok anak-anak yang nakal.
2.
Lingkungan Teman Sebaya
Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang
berpengaruh bagi kehidupan anak. Terpengaruh atau tidaknya anak dalam
kelompok
teman
sebaya
tergantung
pada
persepsi
anak
terhadap
kelompoknya, sebab persepsi anak terhadap kelompok teman sebaya
menentukan keputusan yang diambil oleh anak, yang nantinya akan
mengarahkan pada tinggi atau rendahnya kecenderungan prestasi belajar
anak. Melalui hubungan interpersonal dengan teman sebaya, anak belajar
menilai dirinya sendiri dan kedudukannya dalam kelompok. Bagi anak yang
kurang mendapatkan kasihsayang dan bimbingan keagamaan atau etika dari
orang tuanya, biasanya kurang memiliki kemampuan selektif memilih teman
dan mudah sekali terpengaruh oleh sifat atau perilaku kelompoknya. Teman
sebaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah para pemulung, teman
sekolah, serta preman. Mengingat bahwa teman sebaya adalah lingkungan
yang juga ikut berperan dalam pembentukan kepribadian anak, bisa jadi anak
akan selalu mematuhi kelompok teman sebayanya, bahkan anak lebih suka
mementingkan keperluan teman sebaya dibanding orangtuanya.
3.
Lingkungan Tetangga atau Masyarakat Sekitar
Tetangga atau masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
masyrakat berbagai kelas terutama di lokasi Kelurahan Kutowinangun Lor,
Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga.
19
6. Pengaruh Komunikasi Interpersonal Single Parent Terhadap
Prestasi Belajar Anak dengan Motivasi Belajar sebagai
Variabel Intervening dan Lingkungan Sosial sebagai Variabel
Moderating di Kelurahan Kutowinangun Lor, Kecamatan
Tingkir, Kota Salatiga
Seperti telah dipaparkan pada bagian terdahulu mengenai hakikat
komunikasi interpersonal yang merupakan komunikasi yang dilakukan oleh
dua orang atau lebih secara bertatap muka atau langsung untuk
menyampaikan pesan agar mendapatkan umpan balik. Cangara (2006:33)
menyebutkan bahwa fungsi dan tujuan komunikasi interpersonal ialah untuk
meningkatkan hubungan insani (human relation), menghindari dan mengatasi
konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian serta berbagi pengetahuan
dan pengalaman dengan orang lain. Komunikasi antar pribadi juga dapat
meningkatkan hubungan kemanusiaan diantara pihak-pihak yang melakukan
komunikasin pesan agar mendapatkan umpan balik.
Sedangkan single parent merupakan keluarga yang hanya terdiri dari
satu orang tua yang dimana mereka secara sendirian membesarkan anakanaknya tanpa kehadiran, dukungan, tanggung jawab pasangannya dan hidup
bersama dengan anak-anaknya dalam satu rumah.
Dari
definisi
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
komunikasi
interpersonal single parent merupakan komunikasi yang dilakukan orang tua
tunggal secara langsung terhadap anaknya dalam membesarkan anak-anaknya
tanpa kehadiran, dukungan, tanggung jawab pasangannya dan hidup bersama
dengan anak-anaknya dalam satu rumah.
Sedangkan pengaruh komunikasi interpersonal single parent terhadap
prestasi belajar ialah hasil belajar yang merupakan dampak dari hubungan
komunikasi interpersonal orang tua tunggal terhadap anaknya.
7. Penelitian
Relevan
berkaitan
dengan
Komunikasi
Interpersonal Single Parent Terhadap Prestasi Belajar
Beberapa penelitian terdahulu dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Artikel dalam Psikologia Vol 1 No. 1 memuat hasil penelitian, Lili Garliah
dan Fatma Kartika Sari (2005) berjudul „Peran Asuh Orang Tua terhadap
20
Motivasi Berprestasi” hasilnya bahwa ada indikasi perbedaan signifikan
dalam motivasi berprestasi siswa menggunakan pola asuh orang tua.
a. Wenny Puspita Sari (2009) Komunikasi Antar pribadi Single Parent dan
Pembentukan Konsep Diri Remaja. Hasilnya interaksi dan komunikasi
antara single parent dan remaja mempengaruhi konsep diri remaja.
b. Wahyuniati, Ninik (2012) Pengaruh Komunikasi Interpersonal Orangtua
Terhadap Motivasi Belajar Anak Di Kampung Gorongan Yogyakarta.
Hasilnya bahwa a da pengaruh positif antara komunikasi interpersonal, yang
dilakukan orangtua dan anak dengan motivasi minat belajar anak di
kampung Gorongan Yogyakarta dengan koefisien relasi atau r besar 0,549
lebih besar dari nilai r tabel. Artinya semakin baik komunikasi interpersonal
yang dilakukan orangtua dengan anak, maka semakin tinggi motivasi minat
belajar anak.
Sedangkan dalam penelitian ini menggambarkan tentang pengaruh
komunikasi interpersonal orang tua single parent terhadap prestasi belajar anak.
Yang membedakan dengan penelitian sebelumnya adalah: penggunaan motivasi
belajar sebagai intervening variabel dan lingkungan sosial sebagai variabel
moderating, penelitian juga dilaksanakan di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga.
8. Kerangka Berpikir
Orang tua mempunyai peran penting dalam menentukan keberhasilan
pendidikan anak-anaknya. Peran tersebut merupakan wujud dari tanggung
jawab orang tua terhadap anak-anaknya dalam mendidik anak dan
memberikan motivasi belajar. Keutuhan orang tua sangat berpengaruh
terhadap perkembangan anak dan motivasi yang akan memberi pengaruh
kepada prestasi belajar anak, orang tua utuh merupakan jumlah status kedua
orang tua yang masih hidup yaitu ayah dan ibu. Dengan keutuhan orang tua,
maka perhatian kedua orang tua untuk mendidik anaknya akan lebih mudah
dijalani dengan pembagian tugas masing-masing antara kedua orang tua.
Sehingga perhatian kedua orang tua terhadap anaknya lebih besar dalam
memberikan motivasi terhadap anaknya agar berprestasi untuk menjadi
21
seperti yang diharapkannya. Melihat kesuksesan anak merupakan suatu
keberhasilan bagi orang tua dalam mendidik anaknya.
Orang tua mempunyai tanggung jawab terhadap anak karena orang
tuanyalah yang mempunyai hubungan darah dan merupakah sasaran pertama
akan tercapainya anak sebagai mahluk Tuhan. Orang tua adalah pendidik
kodrati, yang berarti tugas dan kewajibanya tidak sekedar merawat dan
memberikan perlindungan kepada anak-anaknya, tetapi yang terpenting
mendidiknya agar kelak menjadi orang dewasa yang tidak tercela.
Namun bagi keluarga yang tidak utuh yaitu ketidak utuhan jurnlah
kedua orang tua baik ayah ataupun ibu maka pembagian kasih sayang,
perhatian dan motivasi berkurang. Apalagi orang tua tersebut disibukkan
dengan pekerjaan dan urusan rumah tangga yang lain, sehingga dapat menyita
waktu bersama anak-anaknya.
Keluarga yang tidak utuh yang selanjutnya disebut orang tua tunggal
merupakan jumlah status yang tidak utuh dalam rumah tangga seperti
disebabkan perceraian dan kematian. Perceraian dan kematian merupakan
lepasnya hak sebagai suami istri baik secara lahiriah maupun batiniah
terkecuali dan perkawinan itu telah rnembuahkan seorang anak, maka suami
berkewajiban memberikan tanggungjawab nafkah dan perhatian kepada anak,
begitu juga istri wajib mendidik anak-anak dengan baik. Selain itu Jika
pasangan hidup kita meninggalkan kita atau untuk waktu yang sementara
namun dalam kurun yang panjang juga disebut dengan orang tua tunggal
Berkaitan dengan pola asuh orang tua tunggal dan prestasi belajar,
maka diperlukan suatu sarana yang mampu meningatkan prsetasi belajar.
Sarana itu berupa komunikasi yang baik antara orang tua tunggal dengan
anaknya. Komunikasi yang dimaksud ialah komunikasi interpersonal dimana
komunikasi interpersonal dilakukan melalui (1) keterbukaan antara orang tua
dan anaknya. (2) memiliki rasa empati (empathy). (3) memberikan dukungan
(supportiveness) (4) memiliki sikap positif (positiviness) dan (4) kesetaraan
(equality) atau tidak ada perbedaan antara orang tua dan anak. Melalui
komunikasi interpersonal ini diharapkan mampu berpengaruh pada prestasi
22
belajar anak. Dari uraian di atas, rnaka penulis mengajukan skema penelitian
sebagai berikut:
Motivasi
Belajar
(Z1)
Komunikasi
Interpersonal
(X)
Prestasi Belajar
(Y)
Lingkungan
Sosial
(Z2)
Gambar 3.1
Kerangka Pikir Penelitian
9. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H0 : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan komunikasi interpersonal
single parent terhadap motivasi dan prestasi belajar di Kelurahan
Kutowingangun Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga;
H1 : Terdapat komunikasi interpersonal single parent terhadap motivasi dan
prestasi belajar di Kelurahan Kutowingangun Lor, Kecamatan Tingkir,
Kota Salatiga
10. Batasan Konsep Penelitian
a. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal dalam batasan konsep penelitian ini
mengacu pada elemen-elemen berikut ini:
a. Adanya pesan-pesan (sending of message)
b. Adanya orang atau sekelompok kecil (of small group of persons, by one
persons)
23
c. Adanya penerima pesan-pesan (the receiving of message)
d. Adanya umpan balik langsung dan seketika itu juga (immediate
feedback)
b. Single Parent
Batasan konsep single parent yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
keluarga tanpa ayah atau tanpa ibu. Kelurga yang terbentuk biasa terjadi
pada keluarga sah secara hukum baik hukum agama maupun hukum
pemerintah.
c. Prestasi Belajar
Batasan konsep prestasi belajar yang digunakan adalah Kriteria Ketuntasan
Miminal (KKM) yang didasarkan pada satuan pendidikan.
d. Motivasi Belajar
Batasan konsep motivasi belajar yang digunakan adalah motivasi ekstrinsik
yaitu dorongan belajar yang didapatkan anak dari komunikasi interpersonal.
e. Lingkungan Sosial
Batasan konsep yang digunakan dalam lingkungan sosial meliputi: teman
bergaul, lingkungan tetangga dan aktivitas kegiatan kemasyarakatan yang
memiliki dampak terhadap prestasi belajar anak.
f. Kelurahan Kutowinangun Lor
Proses pengambilan variabel single parent dan variabel prestasi belajar
dilaksanakan di Kelurahan Kutowinangun Lor, Kecamatan Tingkir, Kota
Salatiga yang meliputi 6 RW yaitu: RW I Butuh, RW II Karang Duwet, RW
III Canden, RW IV Pancuran, RW V Ngentak dan RW VI Karang Pete.
24
KAJIAN PUSTAKA
1. Komunikasi Interpersonal
1.1. Hakikat Komunikasi
Suprapto (1994:6) menjelaskan bahwa pengertian secara etimologis
komunikasi berarti: 1) istilah yang berasal dari bahasa latin communicatio, yang
bersumber dari kata communis artinya sama yaitu sama makna. Sedangkan
communication berarti memberi tahu atau bertukar pikiran tentang pengetahuan,
informasi atau pengalaman seseorang (throught communication people share
knowledge, informaion or experience. 2) komunikasi merupakan proses
penyampaian pernyataan oleh seseorang kepada orang lain, artinya bahwa
komunikasi melibakan sejumlah orang. 3) komunikasi memiliki tujuan untuk
memberi tahu, menyampaikan pikiran dan perasaan, mengubah pendapat maupun
sikap.
Sedangkan menurut Wibowo (2002) komunikasi merupakan aktifitas
menyampaikan apa yang ada dipikiran, konsep dan keinginan untuk di sampaikan
pada orang lain atau sebagai seni mempengaruhi orang lain untuk memperoleh
apa yang kita inginkan.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi
merupakan proses penyampaian informasi yang melibatkan sejumlah orang
dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain agar memperoleh apa yang di
inginkan
Berpijak dari kesimpulan tentang hakikat komunikasi, dapat diperoleh
gambaran bahwa komunikasi mempunyai beberapa karakteristik berikut:
a. Komunikasi merupakan suatu proses artinya serangkaian tindakan atau
peristiwa yang terjadi secara berurutan (ada tahapan atau sekuensi) serta
berkaitan satu sama lainnya dalam kurun aktu tertentu.
b. Komunikasi ialah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan. artinya,
kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja, serta sesuai denga tujuan
atau keinginan dari pelakunya.
6
c. Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku
yang terlibat kegiatan komunikasi akan berlangsung baik apabila pihakpihak yang berkomunikasi(dua orang atau lebih) sama-sama iku terlibat
dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan
yang disampaikan,
d. Komunikasi bersifat simbolis. Artinya, tindakan yang dilakukan dengan
menggunakan lambang lambang. Lambang yang paling umum digunakan
dalam komunikasi antar manusia adalah bahasa verbal dalam bentuk kata
kata, kalimat, angka-angka atau tanda-tanda lainnya.
e. Komunikasi bersifat transaksional. yaitu memberi dan menerima. Dua
tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau porsional.
f. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu. Maksudnya bahwa para
peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada
waktu serta tempat yang sama.
Menurut Efendi (1990:50) mengkategorikan komunikasi dalam tiga
kategori yaitu: 1) komunikasi antar pribadi, 2) komunikasi kelompok, 3)
komunikasi massa. Dari ketiga kategori komunikasi tersebut komunikasi antar
pribadi atau interpersonal akan didibahas dalam penelitian ini.
1.2. Komunikasi Interpersonal
Burgon & Huffner (2002) mengatakan bahwa komunikasi interpersonal
merupakan komunikasi yang dilakukan kepada pihak lain untuk mendapatkan
umpan balik, baik secara langsung (face to face) maupun dengan media. Menurut
De Vito (1989) dikutip oleh Effendy (2003:9) menjelaskan bahwa komunikasi
interpersonal merupakan penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan
pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya
dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.
Berbeda dengan Burgon & Huffner dan De Vito, Mulyasa (2000:73)
mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai komunikasi antara orang-orang
secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi
orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi
7
interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri,
dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal
merupakan komunikasi yang dilakukan secara bertatap muka atau langsung untuk
menyampaikan pesan agar mendapatkan umpan balik.
Cangara (2006:33) menyebutkan bahwa fungsi dan tujuan komunikasi
interpersonal ialah untuk meningkatkan hubungan insani (human relation),
menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian
serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Komunikasi antar
pribadi juga dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan diantara pihak-pihak
yang melakukan komunikasi.
Liliweri
(1991:13)
menyebutkan
bahwa
komunikasi
interpersonal
mempunyai ciri-ciri:
1) Keterbukaan (Openess)
Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan ide atau gagasan
bahkan permasalahan secara bebas dan terbuka tanpa ada rasa malu.
Keduanya saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.
2) Empati (Emphaty)
Komunikator dan komunikan merasakan situasi dan kondisi yang dialami
mereka tanpa berpura-pura dan keduanya menanggapi apa-apa saja yang di
komunikasikan dengan penuh perhatian. Empati merupakan kemampuan
seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain.
Apabila komunikator atau komuniakan mempunyai kemampuan untuk
melakukan empati satu sama lain, kemungkinan besar akan terjadi
komunikasi yang efektif.
3) Dukungan (Supportiveness)
Setiap pendapat atau ide serta gagasan yang disampaikan akan
mendapatkan dukungan dari pihak-pihak yang berkomuniaksi. Dukungan
membantu seseseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan
aktivitas serta meraih tujuan yang diharapkan.
8
4) Rasa Positif (Possitivenes)
Apabila pembicaraan antara komunikator dan komunikan mendapat
tanggapan positif dari kedua belah pihak, maka percakapan selanjutnya
akan lebih mudah dan lancar. Rasa positif menjadikan orang-orang yang
berkomunikasi tidak berprasangka atau curiga yang dapat menganggu
jalinan komunikasi.
5) Kesamaan (Equality)
Komunikasi akan lebih akrab dan jalinan pribadi akan menjadi semakin
kuat apabila memiliki kesamaan tertentu antara komunikator dan
komunikan dalam hal pandangan, sikap, kesamaan ideologi dan lain
sebagainya.
Devito
(1997:259)
menyebutkan
bahwa
efektivitas
komunikasi
interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu
keterbukaan (openess), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness),
sikap positif (positiviness) dan kesetaraan (equality)
1. Keterbukaan (Openess)
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari
komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang
efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini
tidaklah berarti baha orang harus dengan segera membukakan semua
riwayat hidupnya. Memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak
membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka
diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan
pengungkapan ini patut.
Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan
komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang.
Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya
merupakan peserta percakapan yang menjemukkan. Tidak ada yang lebih
buruk daripada ketidak acuhan, bahkan keidaksependapatan jauh lebih
menyenangkan seseorang memperlihatkan keterbukaan dengan cara
bereaksi secara spontan terhadap orang lain.
9
2.
Empati (emphaty)
Henry
Backrack
(1976)
mendefinisikan
empati
sebagai
“kemampuan seseorang untuk “mengetahui‟ apa yang sedang dialami
orang lain pada suatu saat tertentu dari sudut pandang orang lain itu,
melalui kacamata orang lain itu”. Bersimpati, dipihak lain adalah
merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan
berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya,
berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan
cara yang sama.
Orang yang empatik mampu memahami motivasian pengalaman
orang lain, perasaan dan sikap mereka serta harapan dan keinginan
mereka untuk mada mendatang. Individu dapat mengkomunikasikan
empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, dapat
mengkomunikasin empati dengan memperlihatkan keterlibatan aktif
dengan orang itu melalui ekspresi ajah dan gerak gerik yang sesuai,
konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh
perhatian, dan kedekatan fisik serta sentuhan atau belaian yang
sepantasnya.
3. Sikap Mendukung (Supportivenes)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana
terdapat sikap mendukung. Komunikasi yang erbuka dan empatik tidak
dapat berlangsung dalam suasa yang tidak mendukung. Seseorang
memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap deskriptif, bukan
evaluatif, spontan bukan strategik dan profesional bukan yang sangat
yakin.
4. Sikap Positif (positiveness)
Sikap
individu
mengkomunikasikan
sikap
postifi
dalam
komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan
sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman
kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari
10
komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika
seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri, kedua,
perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting
untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada
berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak
bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.
5. Kesetaraan ( equality )
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah
seorang mungkin lebih pandai, lebih kaya, lebih tampan aatau cantik, atau
lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar
benar seara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini,
komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara.
Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak
sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak
mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu
hubungan
interpersonal
yang
ditandai
oleh
kesetaraan,
ketidak-
sependapatan dan konflik lebih dilihat sebagai upaya untuk memahami
perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan
pihak lain. Kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui
begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaran
berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl Rogers,
kesetaraan meminta seseorang untuk memberikan “penghargaan positif tak
bersyarat” kepada orang lain.
2. Single Parent
2.1. Definisi Single Parent
Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak ayah dan ibu
berperan sebagai orang tua bagi anak-anaknya. Namun, dalam kehidupan nyata
sering dijumpai keluarga dimana salah satu orang tuanya tidak ada lagi. Keadaan
ini menimbulkan apa yang disebut dengan keluarga dengan single parent.
Menurut Hurlock (1999:199) orangtua tunggal (single parent) adalah orangtua
11
yang telah menduda atau menjanda entah bapak atau ibu, mengasumsikan
tanggung jawab untuk memelihara anak-anak setelah kematian pasangannya,
perceraian atau kelahiran anak diluarnikah (Hurlock, 1999).
Hammer&Turner (1990:190) menyatakan bahwa: “A single parent family
consist of one parent with dependent children living in the same h ousehold”
(Hamner&Turner, 1990). Sementara itu, Sager, dkk (dalam Duvall&Miller,
1985) menyatakan bahwa orang single parent adalah orang tua yang secara
sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan,
dan
tanggung jawab pasangannya. Sejalan dengan pendapat Sager, dkk, Perlmutter
dan Hall (1985:362) menyatakan bahwa single parent adalah: “Parents without
partner who continue to raise their children” (Perlmutter & Hall, 1985).
Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga
dengan single parent adalah keluarga yang hanya terdiri dari satu orang tua yang
dimana mereka secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran,
dukungan, tanggung jawab pasangannya
dan hidup bersama dengan anak-
anaknya dalam satu rumah.
Orangtua yang disebut dengan single parent adalah orang tua tunggal
(ayah atau ibu saja). Ada banyak penyebab yang mengakibatkan peran orangtua
yang lengkap dalam sebuah rumah tangga menjadi tidak sempurnah. Hal ini bisa
disebabkan banyak faktor, dalam penelitian Laksono di antaranya:
a. Jikalau pasangan hidup kita meninggal dunia, otomatis itu akan
meninggalkan kita sebagai orang tua tunggal.
b. Jika pasangan hidup kita meninggalkan kita atau untuk waktu yang
sementara namun dalam kurun yang panjang. Misalkan ada suami yang
harus pergi ke pulau lain atau ke kota lain guna mendapatkan pekerjaan
yang lebih layak.
c. Yang lebih umum yakni akibat perceraian.
d. Orangtua angkat
2.2. Problematika Single Parent
Kimmel (1980) dan Walsh (2003) menyatakan beberapa permasalahan
yang sering timbul di dalam keluarga dengan orang tunggal baik wanita maupun
12
pria yakni merasa kesepian, perasaan terjebak dengan tanggung jawab mengasuh
anak dan mencari sumber pendapatan, kekurangan waktu untuk mengurus diri dan
kehidupan seksualnya, kelelahan menanggung tanggung jawab untuk mendukung
dan membesarkan anak sendirian, mengatasi hilangnya hubungan dengan partner
special, memiliki jam kerja yang lebih panjang, lebih banyak masalah ekonomi
yang muncul, menghadapi perubahan hidup yang lebih menekan, lebih rentan
terkena depresi, kurangnya dukungan sosial dalam melakukan perannya sebagai
orang tua, dan memiliki fisik yang rentan terhadap penyakit (Kimmel, 1980).
Sedangkan masalah khusus yang timbul pada keluarga dengan orang tua
tunggal wanita adalah kesulitan mendapatkan pendapatan yang cukup, kesulitan
mendapat pekerjaan yang layak, kesulitan membayar biaya untuk anak, kesulitan
menutupi kebutuhan lainnya. Sementara pada keluarga dengan orang tua tunggal
pria masalah khusus yang timbul hanya dalam hal memberikan perlindungan dan
perhatian pada anak (Kimmel, 1980)
Pada kasus keluarga dengan orang tua tunggal yang terjadi karena
perceraian, Duvall&Miller (1985) menyatakan bahwa baik bagi wanita maupun
pria proses setelah terjadinya perceraian seperti orang yang baru mulai belajar
berjalan dengan satu kaki, setelah kaki yang lainnya dipotong. Perceraian adalah
proses amputasi pernikahan. Tidak peduli seberapa pentingnya perceraian
tersebut, perceraian tetap saja menyakitkan (Duvall dkk, 1985).
.Dalam penelitian ini single parent yang dimaksudkan ialah orang tua yang
mengasuh/mendidik anaknya sendirian akibat dampak dari kematian salah satu
pasangan atau broken home.
3. Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata yaitu
prestasi dan belajar. Antara kata prestasi dan belajar mempunyai arti yang
berbeda. Oleh karena itu, sebelum pengertian prestasi belajar, ada baiknya
pembahasan ini diarahkan pada masing-masing permasalahan terlebih dahulu
untuk mendapatkan pemahaman lebih jauh mengenai makna kata prestasi dan
belajar. Hal ini juga untuk memudahkan dalam memahami lebih mendalam
13
tentang pengertian prestasi belajar itu sendiri. Di bawah ini akan dikemukakan
beberapa pengertian prestasi dan belajar menurut para ahli.
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan
baik secara individu maupun secara kelompok (Djamarah, 1994:19). Sedangkan
menurut Mas‟ud Hasan Abdul Dahar dalam Djamarah (1994:21) bahwa prestasi
adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang
menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Dari pengertian
yang dikemukakan tersebut di atas, jelas terlihat perbedaan pada kata-kata
tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama yaitu hasil yang dicapai dari
suatu kegiatan. Untuk itu, dapat dipahami bahwa prestasi adalah hasil dari suatu
kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati, yang
diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun secara
kelompok dalam bidang kegiatan tertentu.
Menurut Slameto (1995:2) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Secara sederhana dari pengertian belajar sebagaimana yang
dikemukakan oleh pendapat di atas, dapat diambil suatu pemahaman tentang
hakekat dari aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri
individu. Sedangkan menurut Nurkencana (1986:62) mengemukakan bahwa
prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak berupa nilai
mata pelajaran. Ditambahkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang
mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam
belajar.
Setelah menelusuri uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa prestasi
belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah
mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu baik berupa perubahan
tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dan kemudian akan diukur dan
dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka atau pernyataan.
14
4. Motivasi Belajar
4.1. Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi belajar adalah sesuatu yang mendorong, menggerakan dan
mengarahkan siswa dalam belajar (Astuti, 2010:67). Motivasi belajar sangat erat
sekali hubungannya dengan prilaku siswa disekolah. Motivasi belajar dapat
membangkitkan dan mengarahkan peserta didik untuk mempelajari sesuatu yang
baru. Bila pendidik membangkitkan motivasi belajar anak didik, maka meraka
akan memperkuat respon yang telah dipelajari (TIM Pengembang Ilmu
Pendidikan FIP-UPI, 2007:141). Motivasi belajar yang tinggi tercermin dari
ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses meskipun dihadang
oleh berbagai kesulitan.
4.2. Karakteristik Motivasi Belajar
Motivasi yang ada pada diri siswa sangat penting dalam kegiatan belajar.
Ada tidaknya motivasi seseorang individu untuk belajar sangat berpengaruh
dalam proses aktivitas belajar itu sendiri. Seperti dikemukakan oleh Sardiman
(2003:83) motivasi memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang
lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).
b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan
dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas
dengan prestasi yang telah dicapai).
c. Mewujudkan minat terhadap bermacam-macam masalah untuk orang
dewasa. (misalnya masalah pembangunan, agama, politik, ekonomi,
keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak
kriminal, amoral dan sebagainya).
d. Lebih senang bekerja mandiri
e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis,
berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).
f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu)
g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu
15
h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal
Jika ciri-ciri tersebut terdapat pada seorang siswa berarti siswa tersebut
memiliki motivasi belajar yang cukup kuat yang dibutuhkan dalam aktifitas
belajarnya. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa yang
memiliki motivasi tinggi dalam belajar akan menunjukkan hal-hal sebagai
berikut:
a. Keinginan mendalami materi
b. Ketekunan dalam mengerjakan tugas
c. Keinginan berprestasi
d. Keinginan untuk maju
4.3. Motivasi Ekstrinsik Belajar
Hapsari (2005:74) membagi motivasi membagi dua jenis yaitu motivasi
instrinsik dan motivasi ekstrinsik dengan mendefinisikan kedua jenis motivasi itu
sebagai berikut yaitu Motivasi instrinsik adalah bentuk dorongan belajar yang
datang dari dalam diri seseorang dan tidak perlu rangsangan dari luar. Sedangkan
motivasi ekstrinsik adalah dorongan belajar yang datangnya dari luar diri
seseorang.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi terdiri dari dua
macam yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Berkenaan dengan
kegiatan belajar motivasi instrinsik mempunyai sifat yang lebih penting karena
daya penggerak yang mendorong seseorang dalam belajar dari pada motivasi
ekstrinsik. Keinginan dan usaha belajar atas dasar inisiatif dirinya sendiri akan
membuahkan hasil belajar yang maksimal, sedang motivasi ekstrinsik yaitu
motivasi yang mendorong belajar itu timbul dari luar dirinya.
Menurut Supandi (2011:61), motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang
timbul manakala terdapat rangsangan dari luar individu. Menurut Thomas
(2010:39) motivasi ekstrinsik adalah motivasi penggerak atau pendorong dari luar
yang diberikan dari ketidakmampuan individu sendiri. Menurut Jhon W Santrock
(2007:476) berpendapat, motivasi ekstrinsik adalah keinginan mencapai sesuatu
dengan tujuan untuk mendapatkan tujuan eksternal atau mendapat hukuman
eksternal.
16
Menurut John W Santrock (2007:476), motivasi ekstrinsik adalah
keinginan untuk mencapai sesuatu didorong karena ingin mendapatkan
penghargaan eksternal atau menghindari hukuman eksternal. Motivasi ekstrinsik
adalah dorongan untuk berprestasi yang diberikan oleh orang lain seperti
semangat, pujian dan nasehat guru, orang tua, dan orang lain yang dicintai.
5. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
seseorang atau kelompok untuk dapat melakukan sesuatu tindakan serta
perubahan-perubahan perilaku setiap individu. Lingkungan sosial yang kita kenal
antara lain lingkungan keluarga, lingkungan teman sebaya, dan lingkungan
tetangga. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama kali dikenal oleh
individu sejak lahir.
Ayah, ibu, dan anggota keluarga, merupakan lingkungan sosial yang
secara langsung berhubungan dengan individu, sedangkan masyarakat adalah
lingkungan sosial yang dikenal dan yang mempengaruhi pembentukan
kepribadian anak, yang salah satu diantaranya adalah teman sepermainan.
Lingkungan Sosial menurut Stroz (1987:76) meliputi semua kondisi-kondisi
dalam dunia yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku seseorang,
termasuk pertumbuhan dan perkembangan atau life processes, yang dapat pula
dipandang sebagai penyiapan lingkungan (to provide environment) bagi generasi
yang lain. Menurut Amsyari (1986:12) lingkungan sosial merupakan manusiamanusia lain yang ada di sekitarnya seperti tetangga-tetangga, teman-teman,
bahkan juga orang lain di sekitarnya yang belum dikenal.
Berdasarkan pengertian tersebut yang telah dipaparkan dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan lingkungan sosial adalah segala sesuatu yang
terdapat di sekitar manusia yang dapat memberikan pengaruh pada manusia
tersebut, serta manusia-manusia lain yang ada di sekitarnya, seperti tetanggatetangga, teman-teman, bahkan juga orang lain di sekitarnya yang belum dikenal
sekalipun.
17
Menurut Yudistira (1997:57) dapat dimasukkan ke dalam lingkungan
sosial adalah semua manusia yang ada di sekitar seseorang atau di sekitar
kelompok. Lingkungan sosial ini dapat berbentuk perorangan maupun dalam
bentuk kelompok keluarga, teman sepermainan, tetangga, warga desa, warga kota,
bangsa, dan seterusnya. Peran teman sebaya dalam pergaulan remaja menjadi
sangat menonjol. Hal ini sejalan dengan meningkatnya minat individu dalam
persahabatan serta keikutsertaan dalam kelompok. Kelompok teman sebaya juga
menjadi suatu komunitas belajar dimana terjadi pembentukan peran dan standar
sosial yang berhubungan dengan prestasi belajar.
Menurut Dalyono (2009:246) lingkungan sosial terdiri dari:
a.
Teman Bergaul
Teman bergaul pengaruhnya sangat besar dan lebih cepat masuk dalam jiwa
anak, apabila anak suka bergaul dengan mereka yang tidak sekolah maka ia
akan malas belajar, sebab cara hidup mereka yang bersekolah berlainan
dengan anak yang tidak bersekolah
b.
Lingkungan Tetangga
Corak kehidupan tetangga, misalnya suka main judi, mengkonsumsi
minuman keras, menganggur, tidak suka belajar, dan sebagainya, akan
mempengaruhi anak-anak yang bersekolah minimal tidak ada motivasi bagi
anak untuk belajar. Sebaliknya jika tetangga terdiri dari pelajar, mahasiswa,
dokter, insyinyur, akan mendorong semangat belajar anak.
c.
Aktivitas dalam Masyarakat
Berorganisasi atau berbagai kursus-kursus akan berdampak pada prestasi
belajar anak.
Pengaruh lingkungan, terutama lingkungan sosial secara terbuka tidak
hanya berupa hal-hal yang positif saja, melainkan juga meliputi efek yang negatif.
Efek negatif yang timbul akibat pengaruh lingkungan sosial salah satunya adalah
kepribadian yang tidak selaras atau menyimpang dari lingkungan sosial dalam
bentuk kenakalan remaja, kejahatan, rendahnya rasa tanggungjawab, dan lain
sebagainya yang dapat dilakukan oleh masing-masing individu.
Lingkungan sosial yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah:
18
1.
Lingkungan Keluarga
Di dalam keluarga yang pecah atau broken home, perhatian orangtua
terhadap anak-anaknya sangat kurang dan antara ayah dan ibu tidak memiliki
kesatuan perhatian atas putra-putrinya. Situasi yang broken home tidak
menguntungkan bagi perkembangan anak (Abu Hadi, 2002:248). Anak yang
berasal dari keluarga yang broken home akan mengalami hal-hal yang sulit
dan dapat terjerumus dalam kelompok anak-anak yang nakal.
2.
Lingkungan Teman Sebaya
Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang
berpengaruh bagi kehidupan anak. Terpengaruh atau tidaknya anak dalam
kelompok
teman
sebaya
tergantung
pada
persepsi
anak
terhadap
kelompoknya, sebab persepsi anak terhadap kelompok teman sebaya
menentukan keputusan yang diambil oleh anak, yang nantinya akan
mengarahkan pada tinggi atau rendahnya kecenderungan prestasi belajar
anak. Melalui hubungan interpersonal dengan teman sebaya, anak belajar
menilai dirinya sendiri dan kedudukannya dalam kelompok. Bagi anak yang
kurang mendapatkan kasihsayang dan bimbingan keagamaan atau etika dari
orang tuanya, biasanya kurang memiliki kemampuan selektif memilih teman
dan mudah sekali terpengaruh oleh sifat atau perilaku kelompoknya. Teman
sebaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah para pemulung, teman
sekolah, serta preman. Mengingat bahwa teman sebaya adalah lingkungan
yang juga ikut berperan dalam pembentukan kepribadian anak, bisa jadi anak
akan selalu mematuhi kelompok teman sebayanya, bahkan anak lebih suka
mementingkan keperluan teman sebaya dibanding orangtuanya.
3.
Lingkungan Tetangga atau Masyarakat Sekitar
Tetangga atau masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
masyrakat berbagai kelas terutama di lokasi Kelurahan Kutowinangun Lor,
Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga.
19
6. Pengaruh Komunikasi Interpersonal Single Parent Terhadap
Prestasi Belajar Anak dengan Motivasi Belajar sebagai
Variabel Intervening dan Lingkungan Sosial sebagai Variabel
Moderating di Kelurahan Kutowinangun Lor, Kecamatan
Tingkir, Kota Salatiga
Seperti telah dipaparkan pada bagian terdahulu mengenai hakikat
komunikasi interpersonal yang merupakan komunikasi yang dilakukan oleh
dua orang atau lebih secara bertatap muka atau langsung untuk
menyampaikan pesan agar mendapatkan umpan balik. Cangara (2006:33)
menyebutkan bahwa fungsi dan tujuan komunikasi interpersonal ialah untuk
meningkatkan hubungan insani (human relation), menghindari dan mengatasi
konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian serta berbagi pengetahuan
dan pengalaman dengan orang lain. Komunikasi antar pribadi juga dapat
meningkatkan hubungan kemanusiaan diantara pihak-pihak yang melakukan
komunikasin pesan agar mendapatkan umpan balik.
Sedangkan single parent merupakan keluarga yang hanya terdiri dari
satu orang tua yang dimana mereka secara sendirian membesarkan anakanaknya tanpa kehadiran, dukungan, tanggung jawab pasangannya dan hidup
bersama dengan anak-anaknya dalam satu rumah.
Dari
definisi
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
komunikasi
interpersonal single parent merupakan komunikasi yang dilakukan orang tua
tunggal secara langsung terhadap anaknya dalam membesarkan anak-anaknya
tanpa kehadiran, dukungan, tanggung jawab pasangannya dan hidup bersama
dengan anak-anaknya dalam satu rumah.
Sedangkan pengaruh komunikasi interpersonal single parent terhadap
prestasi belajar ialah hasil belajar yang merupakan dampak dari hubungan
komunikasi interpersonal orang tua tunggal terhadap anaknya.
7. Penelitian
Relevan
berkaitan
dengan
Komunikasi
Interpersonal Single Parent Terhadap Prestasi Belajar
Beberapa penelitian terdahulu dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Artikel dalam Psikologia Vol 1 No. 1 memuat hasil penelitian, Lili Garliah
dan Fatma Kartika Sari (2005) berjudul „Peran Asuh Orang Tua terhadap
20
Motivasi Berprestasi” hasilnya bahwa ada indikasi perbedaan signifikan
dalam motivasi berprestasi siswa menggunakan pola asuh orang tua.
a. Wenny Puspita Sari (2009) Komunikasi Antar pribadi Single Parent dan
Pembentukan Konsep Diri Remaja. Hasilnya interaksi dan komunikasi
antara single parent dan remaja mempengaruhi konsep diri remaja.
b. Wahyuniati, Ninik (2012) Pengaruh Komunikasi Interpersonal Orangtua
Terhadap Motivasi Belajar Anak Di Kampung Gorongan Yogyakarta.
Hasilnya bahwa a da pengaruh positif antara komunikasi interpersonal, yang
dilakukan orangtua dan anak dengan motivasi minat belajar anak di
kampung Gorongan Yogyakarta dengan koefisien relasi atau r besar 0,549
lebih besar dari nilai r tabel. Artinya semakin baik komunikasi interpersonal
yang dilakukan orangtua dengan anak, maka semakin tinggi motivasi minat
belajar anak.
Sedangkan dalam penelitian ini menggambarkan tentang pengaruh
komunikasi interpersonal orang tua single parent terhadap prestasi belajar anak.
Yang membedakan dengan penelitian sebelumnya adalah: penggunaan motivasi
belajar sebagai intervening variabel dan lingkungan sosial sebagai variabel
moderating, penelitian juga dilaksanakan di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga.
8. Kerangka Berpikir
Orang tua mempunyai peran penting dalam menentukan keberhasilan
pendidikan anak-anaknya. Peran tersebut merupakan wujud dari tanggung
jawab orang tua terhadap anak-anaknya dalam mendidik anak dan
memberikan motivasi belajar. Keutuhan orang tua sangat berpengaruh
terhadap perkembangan anak dan motivasi yang akan memberi pengaruh
kepada prestasi belajar anak, orang tua utuh merupakan jumlah status kedua
orang tua yang masih hidup yaitu ayah dan ibu. Dengan keutuhan orang tua,
maka perhatian kedua orang tua untuk mendidik anaknya akan lebih mudah
dijalani dengan pembagian tugas masing-masing antara kedua orang tua.
Sehingga perhatian kedua orang tua terhadap anaknya lebih besar dalam
memberikan motivasi terhadap anaknya agar berprestasi untuk menjadi
21
seperti yang diharapkannya. Melihat kesuksesan anak merupakan suatu
keberhasilan bagi orang tua dalam mendidik anaknya.
Orang tua mempunyai tanggung jawab terhadap anak karena orang
tuanyalah yang mempunyai hubungan darah dan merupakah sasaran pertama
akan tercapainya anak sebagai mahluk Tuhan. Orang tua adalah pendidik
kodrati, yang berarti tugas dan kewajibanya tidak sekedar merawat dan
memberikan perlindungan kepada anak-anaknya, tetapi yang terpenting
mendidiknya agar kelak menjadi orang dewasa yang tidak tercela.
Namun bagi keluarga yang tidak utuh yaitu ketidak utuhan jurnlah
kedua orang tua baik ayah ataupun ibu maka pembagian kasih sayang,
perhatian dan motivasi berkurang. Apalagi orang tua tersebut disibukkan
dengan pekerjaan dan urusan rumah tangga yang lain, sehingga dapat menyita
waktu bersama anak-anaknya.
Keluarga yang tidak utuh yang selanjutnya disebut orang tua tunggal
merupakan jumlah status yang tidak utuh dalam rumah tangga seperti
disebabkan perceraian dan kematian. Perceraian dan kematian merupakan
lepasnya hak sebagai suami istri baik secara lahiriah maupun batiniah
terkecuali dan perkawinan itu telah rnembuahkan seorang anak, maka suami
berkewajiban memberikan tanggungjawab nafkah dan perhatian kepada anak,
begitu juga istri wajib mendidik anak-anak dengan baik. Selain itu Jika
pasangan hidup kita meninggalkan kita atau untuk waktu yang sementara
namun dalam kurun yang panjang juga disebut dengan orang tua tunggal
Berkaitan dengan pola asuh orang tua tunggal dan prestasi belajar,
maka diperlukan suatu sarana yang mampu meningatkan prsetasi belajar.
Sarana itu berupa komunikasi yang baik antara orang tua tunggal dengan
anaknya. Komunikasi yang dimaksud ialah komunikasi interpersonal dimana
komunikasi interpersonal dilakukan melalui (1) keterbukaan antara orang tua
dan anaknya. (2) memiliki rasa empati (empathy). (3) memberikan dukungan
(supportiveness) (4) memiliki sikap positif (positiviness) dan (4) kesetaraan
(equality) atau tidak ada perbedaan antara orang tua dan anak. Melalui
komunikasi interpersonal ini diharapkan mampu berpengaruh pada prestasi
22
belajar anak. Dari uraian di atas, rnaka penulis mengajukan skema penelitian
sebagai berikut:
Motivasi
Belajar
(Z1)
Komunikasi
Interpersonal
(X)
Prestasi Belajar
(Y)
Lingkungan
Sosial
(Z2)
Gambar 3.1
Kerangka Pikir Penelitian
9. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H0 : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan komunikasi interpersonal
single parent terhadap motivasi dan prestasi belajar di Kelurahan
Kutowingangun Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga;
H1 : Terdapat komunikasi interpersonal single parent terhadap motivasi dan
prestasi belajar di Kelurahan Kutowingangun Lor, Kecamatan Tingkir,
Kota Salatiga
10. Batasan Konsep Penelitian
a. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal dalam batasan konsep penelitian ini
mengacu pada elemen-elemen berikut ini:
a. Adanya pesan-pesan (sending of message)
b. Adanya orang atau sekelompok kecil (of small group of persons, by one
persons)
23
c. Adanya penerima pesan-pesan (the receiving of message)
d. Adanya umpan balik langsung dan seketika itu juga (immediate
feedback)
b. Single Parent
Batasan konsep single parent yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
keluarga tanpa ayah atau tanpa ibu. Kelurga yang terbentuk biasa terjadi
pada keluarga sah secara hukum baik hukum agama maupun hukum
pemerintah.
c. Prestasi Belajar
Batasan konsep prestasi belajar yang digunakan adalah Kriteria Ketuntasan
Miminal (KKM) yang didasarkan pada satuan pendidikan.
d. Motivasi Belajar
Batasan konsep motivasi belajar yang digunakan adalah motivasi ekstrinsik
yaitu dorongan belajar yang didapatkan anak dari komunikasi interpersonal.
e. Lingkungan Sosial
Batasan konsep yang digunakan dalam lingkungan sosial meliputi: teman
bergaul, lingkungan tetangga dan aktivitas kegiatan kemasyarakatan yang
memiliki dampak terhadap prestasi belajar anak.
f. Kelurahan Kutowinangun Lor
Proses pengambilan variabel single parent dan variabel prestasi belajar
dilaksanakan di Kelurahan Kutowinangun Lor, Kecamatan Tingkir, Kota
Salatiga yang meliputi 6 RW yaitu: RW I Butuh, RW II Karang Duwet, RW
III Canden, RW IV Pancuran, RW V Ngentak dan RW VI Karang Pete.
24