Pengaruh Temperatur dan Jumlah Pembakaran Porselen Opak Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Gigi Tiruan Cekat (GTC) adalah gigi tiruan yang melekat secara permanen pada

gigi asli, akar gigi atau implan yang merupakan pendukung utama dari gigi tiruan dan
menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang.Perkembangan ilmu, teknik dan bahan
dalam pembuatan GTC, menjadikan jumlah pemakaian meningkat hampir dua puluh kali
lipat dalam dekade terakhir. Pasien menolak menggunakan gigi tiruan sebagian lepasan dan
memilih GTC, meskipun biayanya mahal (Shillingburg dkk. 2012; Smith 1987). Gigi tiruan
cekat dapat dibuat dengan beberapa pilihan bahan, yaitu: keramik penuh, logam penuh dan
keramik-logam. Restorasi keramik penuh dapat terlihat sangat alami menyerupai gigi asli,
namun bahan keramik bersifat rapuh dan rentan fraktur, kekuatannya hanya cukup untuk
menahan beban fungsional normal dan akan pecah bila diberi beban berlebih. Logam penuh
sangat kuat dan keras, namun dari segi estetis, hanya digunakan untuk restorasi posterior,
karena tidak estetis ketika pasien senyum atau bicara.Kualitas estetis dari bahan keramik
yang rapuhdapat dikombinasikan dengan logam yang memiliki kekuatan dan kekerasan
sehingga menghasilkan restorasi dengan tampilan alami menyerupai gigi asli dan memiliki

sifat-sifat mekanis yang sangat baik (Powers dkk. 2009; Rosenstiel dkk. 2004; Smith 1987).
Gigi tiruan cekat keramik-logam merupakan pilihan utama dokter gigi karena
dikenal memiliki sifat estetis yang sangat baik, kekuatan yang lebih besar untuk menahan
beban pengunyahan karena didukung oleh koping logam, memiliki adaptasi yang baik
1
Universitas Sumatera Utara

2

terhadap jaringan gigi, lebih tahan terhadap fraktur, memiliki koefisien termal yang hampir
sama dengan gigi, serta biaya lebih murah jika dibandingkan dengan gigi tiruan cekat
keramikpenuh (Prakash dkk. 2012; Hatrick dkk. 2011; Henriques 2011; Saini dkk. 2011;
Gupta dkk. 2011; Baker dkk. 1993). Kegagalan mekanis yang umum terjadi pada GTC
keramik-logam adalah terlepasnya keramik dari logam akibat rusaknya perlekatan antar
permukaan. Gigi tiruan cekat keramik-logam harus dapat menahan gaya pengunyahan
dalam bentuk tekanan, tarikan dan gaya geser selama berfungsi, ikatan yang kuat antara
keramik dan logam sangat penting untuk keberhasilan restorasi. Menurut Goodacre (2003),
kegagalan restorasi keramik-logam berupa fraktur terjadi sebanyak 2 % dan menurut Kim
dkk. (2007), angka kegagalan fraktur mahkota logam porselen sekitar 2,3% - 8,0 %.
Terlepasnya keramik dari logam setelah restorasi di semen secara permanen akan

menimbulkan masalah besar bagi dokter gigi dan pasien. Memperbaiki kembali keramik
akan membutuhkan penggantian restorasi secara keseluruhan, termasuk membuang struktur
logam yang lama dan membuat struktur logam dan lapisan keramik yang baru, sehingga
efek dari terlepasnya logam dan keramik sangat mahal dan dapat menimbulkan trauma pada
pasien, karena itu harus dicegah sebaik mungkin (Zhang dkk. 2015; Powers dkk. 2008).
Perlekatan keramik-logam merupakan tipe perlekatan bahan yang paling banyak digunakan
di bidang prostodontik cekat untuk restorasi mahkota dan jembatan (Enghardt dkk. 2015,
Prakash dkk. 2012).
Gigi tiruan cekat keramik-logam terdiri dari dua komponen utama, yaitu koping
logam yang menutupi seluruh gigi yang di preparasi dan lapisan keramik. Logam dan
keramik memiliki perbedaan, antara lain dalam hal komposisi bahan, koefisien ekspansi

Universitas Sumatera Utara

3

termal dan temperatur peleburan. Koping logam berfungsi mendukung lapisan porselen
dengan ketebalan berkisar 0,2-0,5 mm, untuk mencegah distorsi selama pembakaran.
Poggiolli dkk, menyatakan bahwa logam Ni-Cr paling efektif dalam perlekatan kimia
dengan keramik (dikutip dari Giannarachis dkk. 2013). Keramik dikenal juga dengan istilah

porselen, yang sejak lama telah digunakan untuk menggantikan gigi. Keramik terdiri dari
lapisan opak, dentin dan enamel. Lapisan opak merupakan lapisan yang pertama
diaplikasikan dengan ketebalan sekitar 0,1-0,3 mm dan memiliki dua fungsi utama, yaitu:
membentuk perlekatan keramik-logam dan menutup warna koping logam.Lapisan opak
mengandung oksida potassium serta leucite (KAlSi2O6) yang dapat meningkatkan
kesesuaian ekspansi termal dengan logam, sehingga meningkatkan kekuatan lekat.
Pembasahan permukaan logam oleh porselen terjadi selama pembakaran porselen opak.
Porselen melebur dan terjadi reaksi kimia antara logam dan porselen, sehingga terbentuk
perlekatan. Untuk menciptakan pembasahan, Mc Lean menyarankan temperatur
pembakaran porselen opak 20 °C lebih tinggi daritemperatur yang disarankan pabrikan
(dikutip dari Olivieri dkk. 2005). Hammad dan Stein menemukan bahwa temperatur
pembakaran porselen opak, 25 °C lebih tinggi dari temperatur yang direkomendasikan,
dapat meningkatkan kekuatan perlekatan secara signifikan (dikutip dari Al Amri dkk.
2012). Lapisan opak ditutup dengan lapisan dentin atau body yang merupakan bagian
terbesar dari restorasi dan sangat berperan dalam memberikan warna. Ketebalan lapisan
dentin berkisar antara 0,5 - 1,0 mm. Lapisan enamel atau insisal memberikan translusensi
pada restorasi, dengan ketebalan berkisar 0,1 - 0,7 mm.

Universitas Sumatera Utara


4

Perlekatan yang optimal sangat menentukan keberhasilan klinis jangka panjang
GTC keramik-logam. Berdasarkan ISO 9693:2012, persyaratan standar untuk kekuatan
perlekatan restorasi keramik-logam harus lebih besar dari 25 MPa pada uji 3-point bending
(Ren dkk. 2016; Khmaj 2012;Lopes dkk. 2009; Van Noort2007; Prabhu dkk. 2003;
Mutawa dkk. 2000). Pemahaman yang baik akan mekanisme perlekatan sangat penting
untuk keberhasilan GTC keramik-logam. Mekanisme perlekatan antara substruktur logam
dan keramik merupakan hasil dari perlekatan kimia, mekanis, gaya kompresi dan gaya van
der waals. Peranan berbagai mekanisme perlekatan ini telah diperdebatkan, tetapi
perlekatan kimia dianggap sebagai faktor yang utama (Olivieri dkk. 2005; Mutawa dkk.
2000). Perlekatan kimia logam dan keramik terjadi pada saat proses pembakaran porselen.
Atom-atom maupun molekul logam, keramik dan atom oksida saling berkontak rapat.
Oksida yang terbentuk secara alami pada permukaan logam, membentuk ikatan kimia
dengan keramik dan ketebalannya harus dikontrol dengan baik. Ketebalan rata-rata lapisan
oksida adalah 0,1 µm (Hatrick dkk. 2012; Joias dkk. 2008; Rokni dkk. 2007). Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kekuatan perlekatan keramik-logam, antara lain: tipe logam,
surface treatment logam, desain restorasi, teknik aplikasi dan proses pembakaran porselen
(Rayyan 2014; Al Amri dkk. 2012; Rosenstiel 2004; Prabhu dkk. 2003). Faktor-faktor dari
proses pembakaran porselen yang dapat mempengaruhi kualitas perlekatan, antara lain:

temperatur, waktu, (Zhang dkk. 2015; Al Amri dkk. 2012;Prabhu dkk. 2003; Cheung dkk.
2002) tekanan atmosfer (Gupta dkk. 2011; Pagnano dkk. 2009) dan jumlah siklus
pembakaran (Sayed 2015; Jalali dkk. 2015; Rayyan 2014; Tuncdemir dkk. 2013; Prakash
dkk. 2012; Zakaria dkk. 2003; Mutawa dkk. 2000).

Universitas Sumatera Utara

5

Perubahan sedikit dalam prosedur laboratorium akan berdampak signifikan pada
perlekatan keramik-logam, karena itu proses pembuatan harus diikuti dengan tepat untuk
keberhasilan restorasi. Vasconcellos dkk. 2010, menyarankan perubahan sedikit dalam
prosedur laboratorium untuk meningkatkan kekuatan lekat antara dua bahan, seperti:
merubah temperatur pembakaran keramik, menambah jumlah pembakaran keramik,
meningkatkan temperatur pembakaran lapisan opak, menggunakan bonding agent dan
merubah treatment logam. Gupta dkk. (2011) meneliti tentang pengaruh temperatur
pembakaran 930 °C, 945 °C, 960 °C, 975 °C dan 990 °C, terhadap kondisi antar permukaan
keramik-logam dengan menggunakan logam Ni-Cr dan porselen (Ceramco). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa temperatur optimum pembakaran lapisan porselen opak
adalah 975 °C. Kesesuaian koefisien termal keramik dan logam pada temperatur 975 °C,

menyebabkan penyatuan yang sempurna dan meningkatkan aliran partikel porselen. Pada
temperatur 990 °C, kemampuan penyatuan partikel porselen tidak lagi meningkat. Prabhu
dkk. (2003) membandingkan kekuatan perlekatan logam (Ni-Cr) dengan porselen (VITA
VMK 95) pada tiga kelompok sampel yang diberikan siklus temperatur pembakaran
porselen, yaitu: 930 °C, 950 °C, 970 °C. Uji sampel dilakukan dengan universal testing
machine (tipe H5KS, nomor seri H5 Ks-0195). Kelompok sampel yang diberikan
temperatur 950 °C, memiliki kekuatan perlekatan paling besar, kelompok sampel yang
diberikan temperatur 930 °C dan 970 °C menghasilkan nilai kekuatan perlekatan relatif
rendah, sehingga disarankan agar teknisi laboratorium melakukan pembakaran porselen
opak pada temperatur 950 °C. Cheung dkk. (2002) menyatakan bahwa temperatur
pembakaran porselen harus lebih tinggi, mendekati tetapi tidak persis sama dengan

Universitas Sumatera Utara

6

rekomendasi produsen. Zhang dkk. (2015) meneliti tentang pengaruh temperatur
pembakaran terhadap kekuatan lekat logam Co-Cr yang dibuat dengan Selective Laser
Melting (SLM) dengan keramik (VMK 95; Vita). Peneliti membandingkan tiga kelompok
temperatur, yaitu: 915 °C, 930 °C, dan 935 °C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

temperatur yang dinaikkan hingga 930 °C, memiliki kekuatan lekat lebih tinggi dari 915
°C, karena dengan meningkatnya temperatur akan meningkatkan kelarutan serta difusi
keramik dan logam Co-Cr, namun kekuatan lekat berkurang pada temperatur pembakaran
yang meningkat sampai 935 °C. Kemampuan berinteraksi antara elemen keramik dan
logam menurun dengan temperatur pembakaran yang sangat tinggi, sehingga kemampuan
elemen untuk berdifusi pada permukaan melemah, hal ini merupakan alasan kenapa
temperatur yang terlalu tinggi berbahaya terhadap kekuatan lekat keramik-logam.
Disimpulkan bahwa temperatur yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah dapat merusak
kekuatan lekat keramik-logam.
Pembuatan GTC keramik-logam memerlukan aplikasi beberapa siklus pembakaran
dengan temperatur tinggi untuk mendapatkan kontur, warna, dan estetis dengan kualitas
terbaik, terutama bila menggunakan teknik pelapisan porselen secara konvensional, tetapi
tidak ada data keilmuan mengenai jumlah siklus pembakaran yang tepat untuk
mendapatkan restorasi yang sempurna (Jalali dkk. 2015; Sayed. 2015, Rayyan 2015;
Zakaria 2003). Salah satu kesalahan yang umum dilakukan oleh teknisi laboratorium adalah
melakukan pembakaran berulang kali karena gagal mendapatkan bentuk dan pola restorasi
keramik-logam yang sesuai, namun hal ini dapat memicu hilangnya translusensi dan
menurunkan ketahanan fraktur restorasi (Ghanbarzadeh dkk. 2008; Rosenstiel dkk.2004).

Universitas Sumatera Utara


7

Tuncdemir dkk. (2013) menyatakan bahwa GTC keramik-logam membutuhkan siklus
pembakaran dengan temperatur tinggi, sehingga dapat menghasilkan perubahan pada
struktur permukaan selama proses pembakaran porselen dan bila proses pembakaran
diulang, efek negatif dari temperatur yang tinggi berupa, peningkatan tekanan antar
permukaan dan pembentukan lapisan oksida yang tidak terkontrol akan meningkat pada
logam. Penelitian Trindade dkk. (dikutip dari Rayyan 2014) menyatakan bahwa siklus
pembakaran satu kali menunjukkan nilai kekuatan perlekatan paling rendah (14.1 MPa),
siklus pembakaran dua kali memberikan nilai kekuatan perlekatan sedang (15 MPa) dan
kelompok lain menunjukkan nilai yang sama tinggi (18.1-18.4 MPa). Ren dkk.(2016)
meneliti efek pembakaran yang berulang (pembakaran 3,5dan 7 kali) terhadap kekuatan
perlekatan logam Co-Cr yang diproses dengan SLM,menggunakan keramik (VMK 95; Vita
Zahnfabrik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan
kekuatan perlekatan antara kelompok logam yang diproses secara SLM dan konvensional
setelah pembakaran porselen 3, 5 dan 7 kali.

1.2


Permasalahan
Terlepasnya keramik dari logam setelah restorasi di semen secara permanen akan

menimbulkan masalah besar bagi dokter gigi dan pasien, selain membutuhkan biaya yang
mahal juga dapat menimbulkan trauma pada pasien. Bagaimana caranya agar kedua bahan
yang tidak sama dapat memiliki perlekatan yang baik saat berfungsi, masih menjadi hal
yang sulit dipahami (Sayed. 2015; Prabhu. 2003). Ikatan kimia keramik-logam yang
merupakan faktor utama perlekatan didapat melalui proses pembakaran porselen. Upaya

Universitas Sumatera Utara

8

untuk mendapatkan ikatan kimia yang baik antara lain mengikuti dengan tepat prosedur
pembakaran keramik, namun beberapa peneliti menyatakan perubahan sedikit dalam
jumlah dan temperatur pembakaran lapisan opak dapat meningkatkan kekuatan lekat
keramik-logam.
McLean menyarankan temperatur pembakaran lapisan opak 20 °C lebih tinggi dari
yang dianjurkan pabrikan (dikutip dari Olivieri dkk. 2005). Vasconcellos dkk. (2010)
menyatakan meningkatkan temperatur pembakaran lapisan opak akan meningkatkan

kekuatan lekat keramik (Vita Zahnfabrick, Germany) dan logam (Co-Cr). Hammad dan
Stein mengungkapkan bahwa temperatur pembakaran porselen opak, 25 °C lebih tinggi dari
temperatur yang direkomendasikan, secara signifikan dapat meningkatkan kekuatan lekat
(dikutip dari Al Amri dkk. 2012). Kontur, warna, dan estetis GTC keramik-logam dengan
kualitas terbaik, didapat melalui aplikasi beberapa siklus pembakaran dengan temperatur
tinggi, tetapi tidak ada data keilmuan mengenai jumlah siklus pembakaran yang tepat untuk
mendapatkan restorasi yang sempurna (Jalali dkk. 2015; Sayed 2015, Rayyan 2015;
Zakaria 2003). Teknisi laboratorium melakukan pembakaran berulang kali karena gagal
mendapatkan bentuk dan pola restorasi keramik-logam yang sesuai (Ghanbarzadeh dkk.
2008; Rosenstiel dkk. 2004). Tuncdemir dkk. (2013) menyatakan bahwa siklus pembakaran
porselen dengan temperatur tinggi dapat menghasilkan perubahan pada struktur permukaan
dan bila proses pembakaran diulang, efek negatif dari temperatur yang tinggi berupa
tekanan antar permukaan akan meningkat.
Peneliti merasa perlu untuk mengevaluasi pengaruh temperatur dan jumlah
pembakaran porselen opak untuk mendapatkan kekuatan lekat GTC keramik-logam yang

Universitas Sumatera Utara

9


optimal, berdasarkan adanya perbedaan pendapat para ahli tentang temperatur dan jumlah
pembakaran porselen opak.

1.3

Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas maka ditetapkan rumusan masalah sebagai

berikut:
1.

Apakah ada pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 °C dan 975 °C
dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali, terhadap kekuatan
lekat GTC keramik-logam?

2.

Apakah ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali
dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 °C, terhadap kekuatan lekat GTC
keramik-logam?

3.

Apakah ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali
dengan temperatur pembakaran porselen opak 975 °C, terhadap kekuatan lekat GTC
keramik-logam?

4.

Apakah ada perbedaan pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 °C dan
975 °C dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali, terhadap
kekuatan lekat GTC keramik-logam?

Universitas Sumatera Utara

10

1.4

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk :

1. Mengetahui pengaruhtemperatur pembakaran porselen opak 950 °C dan

975 °C

dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali, terhadap kekuatan
lekat GTC keramik-logam.
2. Mengetahui pengaruhjumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali
dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 °C, terhadap kekuatan lekat GTC
keramik-logam.
3. Mengetahuipengaruhjumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali dengan
temperatur pembakaran porselen opak 975 °C, terhadap kekuatan lekat GTC keramiklogam.
4. Mengetahui perbedaan pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 °C dan
975 °C dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali, terhadap
kekuatan lekat GTC keramik-logam.

1.5

Manfaat Penelitian

1.5.1

Manfaat Teoritis
Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang Kedokteran Gigi, khususnya
bagian Prostodonsia tentang adanya pengaruh temperatur dan jumlah pembakaran
porselen opak terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam.

1.5.2

Manfaat Praktis

Universitas Sumatera Utara

11

1.5.2.1 Manfaat Klinis
Sebagai dasar pertimbangan bagi dokter gigi dalam pengaturan temperatur dan
jumlah pembakaran porselen opak yang tepat untuk keberhasilan klinis jangka
panjang GTC keramik-logam dan untuk menghindari dampak psikologis yang
terjadi pada pasien (trauma), akibat kegagalan restorasi.
1.5.2.2 Manfaat Laboratoris
Sebagai pedoman bagi teknisi di laboratorium dalam pengaturan temperatur dan
jumlah pembakaran porselen opak yang tepat untuk mendapatkan kekuatan lekat
GTC keramik-logam yang optimal.

Universitas Sumatera Utara