Sintesis Poliuretan Melalui Polimerisasi Difenil Metana 4,4 Diisosianat (MDI) Dengan Poliol Hasil Hidroksilasi Minyak Buah Alpukat Chapter III V

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Alat-Alat

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :


Alat Vakum

Fisons



Neraca Analitis

Melter PM 480



Gelas Erlenmeyer 250 ml


Pyrex



Gelas Ukur 100 ml

Pyrex



Gelas Beaker 250 ml

Pyrex



Erlenmeyer Vakum 1000 ml

Pyrex




Spektrofometer FT-IR

Shimadzu



Tabung CaCl2

Pyrex



Corong Pisah

Pyrex




Corong Penetes

Pyrex



Botol Akuades



Desikator



Magnetik Bar



Labu Leher Tiga 250 ml


Pyrex



Termometer 1100C

Fisons



Kondenser Bola

Pyrex



Rotarievaporator

Heidolph




Labu alas

Heidolph



Labu Takar

Pyrex



Oven

Gallenkamp




Statif & klem



Hotplate Stirrer



Wadah Kaleng Aluminium 190 ml

Thermolyne

Universitas Sumatera Utara

3.2. Bahan-Bahan


Buah Alpukat Rusak




Natrium Hidroksida

p.a ( E. Merck )



Asam Sulfat 98%

p.a ( E. Merck )



Akuades



Dietil Eter


p.a ( E. Merck )



N – Heksana

p.a ( E. Merck )



Kalsium Klorida Anhidrous

p.a ( E. Merck )



Natrium Sulfat Anhidrous

p.a ( E. Merck )




Metilen Difenil Diisosianat

p.a ( E. Merck )



Toluena

p.a ( E. Merck )



Asam Fosfat

p.a ( E. Merck )




Bleaching Eart



H2O2 30%

p.a ( E. Merck )



Diklormetana

p.a ( E. Merck )



Fenolftalein

p.a ( E. Merck )




Etanol

p.a ( E. Merck )



Benzena

p.a ( E. Merck )



Natrium Tiosulfat

p.a ( E. Merck )



Asam Asetat

p.a ( E. Merck )



Sikloheksana

p.a ( E. Merck )



Larutan Wijs

p.a ( E. Merck )



Kalium Iodida

p.a ( E. Merck )

Universitas Sumatera Utara

3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Ekstraksi Minyak Alpukat
Untuk ekstraksi dan pemurnian minyak alpukat dilakukan melalui modifikasi
metode ekstraksi yang telah umum dilakukan sebelumnya (Daniel, 2007;
Ketaren, 2008).

Daging dari buah yang diperoleh dikeringkan dan digiling hingga menjadi
serbuk halus. Serbuk halus yang diperoleh dimaserasi melalui perendaman
menggunakan pelarut n-heksana selama 48 jam dalam botol kaca dimana
setiap selang waktu selama 4 – 6 jam dilakukan pengadukan. Hasil maserasi
selanjutnya disaring, sekaligus residu yang tertinggal dalam saringan dibilas
dengan n-heksana.Filtrat dari hasil saringan setelah dikeringkan dengan
Na2SO4 anhydrous selanjutnya diuapkan melalui rotarievaporator sehingga
diperoleh minyak alpukat sebagai residu.Hasil yang diperoleh dilakukan
analisis bilangan iodin secara titrasi iodometri mengikuti metode Wijs dan
komposisi asam lemak komposisi asam lemak dengan kromatografi gas dalam
bentuk metil ester.

Pemucatan (Bleaching)
Sebanyak 100ml minyak alpukat ditambah0,05% H3PO4 dan dicampur dengan
2% bahan pemucat (bleaching eart) didalam gelas Erlenmeyer bercabang
volume 300 ml. Selanjutnya diaduk diatas pengaduk magnet dan dipanaskan
pada suhu 105
˚C dalam keadaan vakum selama 90 menit. Hasil yang
diperoleh kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring Whatmann
no.4 dalam penyaring Buchner menggunakan bantuan pompa vakum untuk
mendapatkan

filtrat

yang

merupakan

minyak

hasil

pemucatan

(bleaching).Minyak yang diperoleh dianalisis Bilangan Iodin, Komposisi
Asam Lemak, dan Kandungan Air.

Universitas Sumatera Utara

3.3.2. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak
Pembuatan metil ester asam lemak dilakukan terhadap minyak alpukat. Ke
dalam labu leher tiga yang telah dilengkapi kondensor bola dan tabung CaCl2
serta pengaduk magnet dimasukkan 20 g sampel lemak/minyak, 40 ml
metanol, dan 80 ml benzena. Campuran tersebut diaduk dan didinginkan,
kemudian diteteskan H2SO4(p) sebanyak 2 ml secara perlahan. Campuran
tersebut kemudian direfluks selama 3 jam.Pelarut benzena dan metanol yang
berlebih diuapkan dengan rotarievaporator.Residu yang diperoleh kemudian
diekstraksi dengan 100 ml n-heksana dan dicuci dengan aquadest sebanyak 3
kali.Lapisan atas diambil, kemudian dikeringkan dengan Na2SO4 anhydrous
lalu disaring.Filtrat yang diperoleh lalu diuapkan dengan alat rotarievaporator
sehingga diperoleh metil ester asam lemak sebagai hasil.Hasil yang diperoleh
dianalisis dengan Kromatografi Gas Cair untuk diuji komposisi asam
lemaknya.

3.3.3. Pembuatan Poliol Minyak alpukat
Kedalam labu leher tiga 250 ml dimasukkan sebanyak 100ml asam formiat
(HCOOH 90%) dan ditambahkan 50 ml H2O2 30% secara perlahan-lahan
sambil diaduk. Melalui corong penetes ditambahkan 3 ml H2SO4(p) dan diaduk
dengan pengaduk magnet pada suhu 40-45˚C selama 1 jam. Selanjutnya
melalui corong penetes ditambahkan secara perlahan-lahan minyak alpukat
hasil pemurnian sebanyak 60ml. Dipertahankan suhu pemanasan pada
temperatur 40-45˚C sambil diaduk selama 2 jam. Hasil reaksi dibiarkan
selama 1 malam kemudian diaduk dengan 10 ml larutan NaOH 10%
selanjutnya diuapkan melalui rotarievaporator. Residu hasil penguapan
dilarutkan dalam 150ml dietil eter. Lapisan eter dicuci dengan 25ml NaOH
2M dan dilanjutkan dengan aquadest sebanyak 3 kali. Hasil pencucian
dikeringkan dengan Na2SO4 anhydrous kemudian disaring. Filtrat hasil
penyaringan diuapkan melalui rotarievaporator untuk mendapatkan senyawa
poliol minyak alpukat hasil pemurnian sebagai residu. Terhadap poliol yang
diperoleh dan uji dengan spektroskopi FT-IR dan analisis bilangan iodin.

Universitas Sumatera Utara

3.3.4. Pembuatan Poliuretan
Dimasukkan 20 ml diklormetana ke dalam wadah kaleng alumunium volume
80 ml, kemudian ditambahkan poliol minyak alpukat, ditambahkanDifenil
Metana 4,4 Diisosianat (MDI) dengan rasio poliol : MDI masing-masing 9:1,
8:2, 7:3, 6:4, 5:5 (v/v) dengan total volume 10 ml, diaduk denganpengaduk
mixer sambil dipanaskan pada suhu 45˚C, diamati perubahan yang terjadi dan
hasil yang diperoleh ditentukan kandungan gel secara gravimetri, densitas dan
diikuti dengan analisis menggunakan spektrofotometer FT-IR.

3.3.5. Analisis Hasil Reaksi
3.3.5.1. Penentuan Kadar Air Minyak Alpukat
Minyak alpukat yang diperoleh ditimbang dan dipanaskan dalam oven pada
suhu 110˚C selama 90 menit, kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan
ditimbang berat hingga konstan.
% Kadar Air =
Dimana : W0 = Berat Awal

W 0 −W 1
�1

x 100 %

W1 = Berat Akhir

3.3.5.2. Penentuan Bilangan Iodin
Untuk penentuan bilangan iodin dilakukan terhadap minyak alpukat dan
senyawa poliol turunan minyak alpukat (mengikuti metode Wijs, AOAC,
1995).
Ditimbang dengan teliti sebanyak 0,3 gram minyak alpukat dalam gelas
Erlenmeyer. Ditambahkan 15 ml pelarut sikloheksana-asam asetat ke dalam
sampel dan kocok sampai sampel melarut seluruhnya. Dimasukkan 25ml
larutan Wijs ke dalam labu yang berisi sampel, kemudian ditutup dan dikocok
agar tercampur sempurna. Kemudian disimpan di tempat yang gelap pada
suhu kamar selama 30 menit. Kemudian ke dalam campuran ditambahkan
20ml larutan KI 15% dan dikocok. Ditambahkan 100ml aquadest dan dititrasi

Universitas Sumatera Utara

dengan larutan Na2S2O3 0,1N hingga warna kuning yang terjadi hampir
hilang. Selanjutnya ditambahkan 1–2ml larutan indikator pati ke dalam labu
dan titrasi dilanjutkan dengan sampai warna biru tepat hilang, catat volume
Na2S2O3 yang terpakai. Dilakukan titrasi terhadap blanko dengan prosedur
yang sama. Bilangan iodin dapat ditentukan dengan rumus :

Bilangan Iodin =

(B − S) X N X 12,69
Berat Sampel (gram)

Dimana : B

= Volume Titrasi Blanko (ml)

S

= Volume Titrasi Sampel (ml)

N

= Normalitas Na2S2O3 (0,1N)

3.3.5.3. Penentuan Komposisi Asam Lemak Minyak Alpukat Dengan
Dengan Kromatografi Gas Cair
Sampel yang akan diuji komposisi asam lemaknya adalah minyak alpukat
hasil interesterifikasi. Pada analisis komposisi asam lemak, diatur kondisi alat
kromatografi gas cair. Temperatur oven diatur kenaikan suhunya mulai dari
140˚C selama 0,5 menit dengan kenaikan suhu rata-rata 20˚C sampai dicapai
suhu maksimum 220̊C. Kondisi kolom kromatografi diatur pemisahannya
dengan kecepatan rata-rata 1,2 menit, dimana dalam sekali penginjeksian
sampel dibutuhkan waktu 36,25 menit. Kemudian sampel yang sudah dalam
bentuk metil ester asam lemak diinjeksikan ke dalam septum Kromatografi
Gas Cair. Diperoleh komposisi asam lemak berdasarkan puncak yang
terbentuk pada kromatogram.

3.3.5.4. Analisis Kandungan Gel
Untuk analisis kandungan gel dilakukan terhadap poliuretan dari hasil
polimerisasi poliol dengan MDI.Poliuretan yang diperoleh dihaluskan
kemudian ditimbang selanjutnya disokletasi selama 3 jam menggunakan
pelarut toluena. Bahan yang terlarut diuapkan. Residu hasil penguapan
dipanaskan dalam oven pada suhu 110˚C selama 1 jam, kemudian disimpan

Universitas Sumatera Utara

dalam desikator dan ditimbang hingga berat konstan. Persentasi kandungan
gel adalah bahan yang tidak larut dalam toluena (Ginting. 2010).
W1
% Bahan Hilang = � � x 100%
W0
Kandungan Gel (Q) = �1 −

W1
� x 100%
W0

Atau kandungan Gel (Q) = 100 % - % Bahan Terlarut
Dimana :

W1
W0

= berat poliuretan yang diekstraksi (gram)
= berat awal dari poliuretan (gram)

3.3.5.5. Analisis densitas poliuretan
Poliuretan yang diperoleh diuji rapat masanya dengan cara menghitung
volume sampel yaitu panjang x lebar x tinggi, serta mengukur berat dengan
penimbangan (Vishu Shah, 2007).

Densitas (ρ) =




Dimana : m = berat poliuretan (gr)
v = volume poliuretan(cm3 atau ml)

3.3.5.6. Analisis dengan Spektrofotometer FT-IR
Masing-masing cuplikan yaitu minyak alpukat dan poliol minyak alpukat
dioleskan pada plat KBr hingga terbentuk lapisan tipis yang transparan. Untuk
sampel poliuretan yang berbentuk padatan dihaluskan dengan alu dan
lumpang kemudian dibuat menjadi pellet dengan KBr dan diukur spektrumnya
dengan alat spektrofotometer FT-IR.

Universitas Sumatera Utara

3.4

Bagan Penelitian

3.4.1 Ekstraksi Minyak Alpukat

Universitas Sumatera Utara

3.4.2 Pemurnian Minyak Alpukat

Universitas Sumatera Utara

3.4.3. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak

Universitas Sumatera Utara

3.4.4 Pembuatan Poliol Minyak Alpukat

Universitas Sumatera Utara

3.4.5. Pembuatan Poliuretan melalui Polimerisasi Difenil Metana 4,4
Diisosianat (MDI) dengan Poliol Hasil Hidroksilasi Minyak
Alpukat

*Dilakukan perlakuan yang sama untuk masing-masing rasio poliol : MDI =

8:2 ; 7:3 ; 6:4 ; 5:5 (v/v).

Universitas Sumatera Utara

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Hasil Ekstraksi dan Pemurnian Minyak Alpukat
Hasil ekstraksi minyak alpukat dari buah alpukat menggunakan pelarut n-heksana
diperoleh kadar minyak sebesar 46,5138%. Minyak alpukat hasil ekstraksi
kemudian dilakukan proses pemucatan (Bleaching) menggunakan bleaching eart
dan penghilangan getah (degumming) menggunakan Asam Posfat. Hasil analisis
minyak yang diperoleh antara lain : kadar air 0,06 % bilangan iodin 84,13.

4.1.2. Hasil Kromatogtam Komposisi Asam Lemak Minyak Alpukat
Hasil analisis kromatografi gas menunjukkan kromatogram komposisi asamasam lemak utama dalam minyak alpukat yang digunakan dalam penelitian
ini. Komposisi asam lemak dari minyak alpukat beserta persentasenya dapat
dilihat pada tabel 4.1.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Alpukat Dari Buah Alpukat
Rusak

Asam Lemak

Jumlah (%)

Asam Laurat (C12:0)

0,03

Asam Miristat (C14:0)

0,11

Asam Pentadekanoat (C15:0)

0,03

Asam Palmitat (C16:0)

23,87

Asam Palmitoleat (C16:1)

6,46

Asam Heptadekanoat (C17:0)

0,04

Asam Heptadekanoleat (C17:1)

0,06

Asam Stearat (C18:0)

1,12

Asam Trans Oleat (C18:1T)

0,03

Asam Cis Oleat (C18:1C)

50,62

Asam Trans Linoleat (C18:2T)

0,10

Asam Cis Linoleat (C18:2C)

14,72

Asam Trans Linolenat (C18:3T)

9,56

Asam Cis Linolenat (C18:3C)

1,88

Asam Arakidat (C20:0)

0,17

Asam Didekanoleat (C20:1)

0,23

Asam Behenat (C22:0)

0,09

Asam Dodidekanoleat (C22:1)

0,17

Asam Tetradidekanoat (C24:0)

0,16

Komposisi asam lemak dari minyak alpukat yang berasal dari buah
alpukat rusak terdiri dari 19 asam lemak . Dimana terdapat asam lemak
dengan jumlah atom karbon ganjil hal ini dikarenakan terjadinya proses
dekarboksilasi pada biogenesis asam lemak yang menyebabkan pengurangan
atom karbon pada asam lemak. Tanda kurung didalam tabel menyatakan
jumlah rantai karbon dari asam lemak kemudian jumlah ikatan rangkap dan

Universitas Sumatera Utara

yang huruf terakhir menyatakan isomer geometri cis atau trans. Misalnya
C18:1T menyatakan jumah rantai karbon dari asam lemak, sedangkan 1T
menyatakan adanya satu ikatan rangkap dan isomer geometrinya berbentuk
trans.

4.1.3. Pembuatan Poliol dari Minyak Alpukat
Hidroksilasi terhadap minyak alpukat yang mana kandungan utamanya
merupakan asam lemak tak jenuh melalui reaksi epoksidasi yang diikuti
hidrolisis dengan cara mereaksikan minyak alpukat dengan asam performiat
menggunakan bantuan katalis H2SO4(p) pada suhu 40-45˚C kemudian
dihidrolisis dapat menghasilkan senyawa poliol. Hasil analisis bilangan iodin
yang diperoleh dari poliol hasil hidroksilasi adalah 6,26. Hasil analisis
spektroskopi FT-IR dari poliol yang terbentuk memberikan spektrum dengan
puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3441 cm-1, 2924 cm1

, 2854 cm-1, 1728 cm-1, 1458 cm-1, 1188 cm-1, dan 725 cm-1seperti pada

gambar 4.2 sedangkan bahan dasar minyak alpukat yang digunakan
memberikan spektrum puncak-puncak serapan pada daerah bilangan
gelombang 3471cm-1, 2921cm-1, 2854cm-1, 1743cm-1, 1651cm-1, 1458cm-1,
1373cm-1, 1165cm-1, dan 725cm-1 seperti pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Spektrum FT-IR Minyak Alpukat

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.2. Spektrum FT-IR Poliol Minyak Alpukat

4.1.4. Pembuatan Poliuretan
Pembentukan poliuretan dari hasil polimerisasi menggunakan monomer
(poliol minyak alpukat) dengan Difenil Metana 4,4 Diisosianat menggunakan
berbagai rasio pencampuran antara poliol minyak alpukat dengan MDI
sehingga diperoleh poliuretan. Hasil analisis keadaan fisik dan nilai
kandungan gel seperti pada tabel 4.2.Gambar masing-masing poliuretan yang
terbentuk tertera pada lampiran 4.
Tabel 4.2.Karakteristik Poliuretan Hasil Polimerisasi Minyak Alpukat dengan
MDI.
Poliol

Rasio Poliol :

Kandungan

Keadaan

MDI (v/v)

Gel (%)

Fisik
Poliuretan

Poliol

9:1

74,63

Lunak

Minyak

8:2

83,86

Keras

Alpukat

7:3

92,13

Keras

6:4

98,12

Keras

5:5

99,80

Keras

Universitas Sumatera Utara

4.1.5. Hasil Analisis Spektroskopi FT-IR Poliuretan
4.1.5.1. Spektrum FT-IR Poliuretan Hasil Polimerisasi Poliol Minyak
Alpukat dengan MDI pada Rasio 9:1 (v/v).
Hasil sintesis poliuretan dari polimerisasi poliol minyak alpukat : MDI = 9:1
(v/v) pada suhu 40-45˚C diperoleh poliuretan bentuk fisik lunak. Hasil analisis
spektroskopi FT-IR dari poliuretan memberikan spektrum dengan puncakpuncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3441cm-1, 3383cm-1, 29242854cm-1, 2279cm-1, 1721cm-1, 1527cm-1, 1458-1381cm-1, 1172cm-1 dan
725cm-1 seperti pada gambar 4.3.

Gambar 4.3. Spektrum FT-IR Poliuretan Hasil Polimerisasi Poliol/MDI =
9:1(v/v)
4.1.5.2. Spektrum FT-IR Poliuretan Hasil Polimerisasi Minyak Alpukat
dengan MDI pada Rasio 8:2 (v/v).
Hasil sintesis poliuretan dari polimerisasi poliol minyak alpukat : MDI = 8:2
(v/v) pada suhu 40-45⁰C diperoleh poliuretan bentuk fisik padatan yang keras.
Hasil analisis spektroskopi FT-IR dari poliuretan memberikan spektrum
dengan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3348cm-1,
2924-2854cm-1, 2276cm-1, 1728cm-1, 1527cm-1, 1411-1311cm-1, 1180cm-1
dan 725cm-1 seperti pada gambar 4.4.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.4. Spektrum FT-IR Poliuretan Hasil Polimerisasi Poliol/MDI =
8:2(v/v)

4.1.5.3. Spektrum FT-IR Poliuretan Hasil Polimerisasi Poliol Minyak
Alpukat dengan Metilen Difenil Diisosianat pada Rasio 7:3 (v/v).
Hasil sintesis poliuretan dari polimerisasi poliol minyak alpukat : MDI = 7:3
(v/v) pada suhu 40-45⁰C diperoleh poliuretan bentuk fisik padatan yang keras.
Hasil analisis spektroskopi FT-IR dari poliuretan memberikan spektrum
dengan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang, 3348cm-1,
2924-2854 cm-1, 1728cm-1, 1597cm-1, 1527cm-1, 1458-1381cm-1, 1172cm-1
dan 722cm-1 seperti pada gambar 4.5.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.5. Spektrum FT-IR Poliuretan Hasil Polimerisasi Poliol/MDI =
7:3(v/v)

4.1.5.4. Spektrum FT-IR Poliuretan Hasil Polimerisasi Poliol Minyak
Alpukat dengan Metilen Difenil Diisosianat pada Rasio 6:4 (v/v).
Hasil sintesis poliuretan dari polimerisasi poliol minyak alpukat : MDI = 6:4
(v/v) pada suhu 40-45˚C diperoleh poliuretan bentuk fisik padatan yang keras.
Hasil analisis spektroskopi FT-IR dari poliuretan memberikan spektrum
dengan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3410cm1

,3356 cm-1, 2924-2854cm-1, 2260cm-1, 1712cm-1, 1535cm-1, 1510cm-1,

1365cm-1, 1165cm-1 dan 725cm-1 seperti pada gambar 4.6.

Gambar 4.6. Spektrum FT-IR Poliuretan Hasil Polimerisasi Poliol/MDI =
6:4(v/v)
4.1.5.5. Spektrum FT-IR Poliuretan Hasil Polimerisasi Poliol Minyak
Alpukat dengan Metilen Difenil Diisosianat pada Rasio 5:5 (v/v).
Hasil sintesis poliuretan dari polimerisasi poliol minyak alpukat : MDI = 5:5
(v/v) pada suhu 40-45˚C diperoleh poliuretan bentuk fisik padatan yang keras.
Hasil analisis spektroskopi FT-IR dari poliuretan memberikan spektrum
dengan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3371cm-1,
2924-2854cm-1, 2276cm-1, 1720cm-1, 1597cm-1, 1519cm-1, 1458-1411cm-1,
1172cm-1 dan 763cm-1seperti gambar 4.7.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.7. Spektrum FT-IR Poliuretan Hasil Polimerisasi Poliol/MDI =
5:5(v/v)

4.2. Pembahasan
4.2.1. Pemurnian Minyak alpukat
Minyak alpukat yang diperoleh dari hasil ekstraksi dimurnikan melalui tahap
penghilangan getah (degumming) menggunakan asam fosfat yang bertujuan
untuk mengendapkan zat-zat getah/lendir (degumming) seperti senyawa
peptida, dilanjutkan penambahan bahan pemucat (bleaching eart) untuk
menghasilkan minyak yang lebih jernih karena zat warna yang ada pada
minyak telah diserap pada proses pemucatan oleh bleaching eart. Hasil
analisis kadar air yang diperoleh sebesar 0,06% yang menunjukkan bahwa
kandungan air dalam minyak alpukat tidak akan mengganggu jalannya reaksi
epoksidasi minyak alpukat diperoleh minyak yang memiliki warna hijau
kekuningan,dimana sebelumnya berwarna hijau.

4.2.2. Komposisi Asam Lemak
Dari table 4.1 dapat dilihat bahwa buah alpukat rusak memiliki komposisi
asam lemak tak jenuh yang dominan.diantara ketiga asam lemak tidak jenuh
yang dominan, asam oleat mengandung (50,72%) ,diikuti oleh asam linoleat

Universitas Sumatera Utara

(14,82%) dan asam linolenat (11,44%) hal ini menunjukkan bahwa kandungan
asam lemak yang diperoleh dapat digunakan sebagai bahan pembuatan poliol.

4.2.3.Pembuatan Poliol Minyak Alpukat
Minyak alpukat yang diperoleh dari hasil pemurnian kemudian diepoksidasi
dengan asam performiat dengan menggunakan katalis H2SO4(p) yang direfluks
pada suhu 45˚C yang kemudian diikuti reaksi hidrolisa yang akan
menghasilkan senyawa poliol. Dalam pembentukan senyawa poliol tersebut
jika proses epoksidasi dan hidrolisis berjalan sempurna maka secara hipotesis
oleat (C18:1) yang terikat sebagai gliserida menghasilkan diol. Berdasarkan
hipotesis ini, maka reaksi epoksidasi antara minyak alpukat dengan asam
performiat yang diikuti hidrolisis untuk menghasilkan senyawa poliol dapat
digambarkan seperti pada gambar 4.8 (Azmi, 2014).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.8. Reaksi Hidroksilasi Minyak Alpukat (Azmi, 2014).
Hasil analisis penentuan bilangan iodin dari poliol yang dilakukan adalah 6,26
sedangkan minyak alpukat sebesar 84,13 yang menunjukkan telah terjadinya
pemutusan ikatan π pada asam lemak tidak jenuh pada minyak alpukat. Hasil
Pemeriksaan melalui analisis spektroskopi FT-IR memberikan spektrum
dengan puncak-puncak vibrasi (Gambar 4.2). Pita serapan pada daerah
bilangan gelombang 3441cm-1 menunjukkan vibrasi stretching –OH, puncak
pada daerah bilangan gelombang 1172cm-1 menunjukkan vibrasi –OH
sekunder dan hilangnya puncak pada daerah bilangan gelombang 1651cm-

Universitas Sumatera Utara

1

membuktikan terjadinya pemutusan ikatan π (C-H sp2dari -CH=CH-) pada

asam lemak tidak jenuh. Pita serapan pada bilangan gelombang 1743cm-1
merupakan vibrasi gugus C=O. Bilangan gelombang 1373-1458cm-1
merupakan vibrasi tekuk C-H sp3. Pita serapan bilangan gelombang 725cm-1
merupakan vibrasi rantai hidrokarbon (CH2)nalkil rantai panjang.

4.2.4. Pembuatan Poliuretan
4.2.4.1. Perubahan Bentuk Fisik dari Poliuretan
Hasil pengamatan analisis secara visual menunjukkan bahwa poliuretan yang
dihasilkan dari polimerisasi antara poliol minyak alpukat dengan MDI
menghasilkan poliuretan yang berbentuk fisik padat keras.Selanjutnya dari
poliuretan yang terbentuk menggambarkan bahwa pola struktur hidrokarbon
dari poliol yang digunakan sangat berpengaruh terhadap bentuk poliuretan
yang dihasilkan.Secara hipotesa menggambarkan bahwa pada poliol minyak
alpukat polimerisasi hanya terjadi pada gugus hidroksil dari asam lemak tidak
jenuh yang terikat sebagai trigliserida.Reaksi yang terjadi terhadap poliol
dengan MDI secara hipotesa dapat digambarkan seperti pada gambar 4.9
(Azmi, 2014).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.9. Reaksi Polimerisasi Poliol dengan Difenil Metana 4,4
Diisosianat (Azmi, 2014).

Universitas Sumatera Utara

4.2.4.2. Kandungan Gel Poliuretan
Poliuretan hasil polimerisasi senyawa poliol dari minyak alpukat dengan MDI
selain mempunyai bentuk fisik yang berbeda juga memberikan kandungan gel
yang berbeda yang menunjukkan adanya ikatan silang , jaringan tiga dimensi
yang berbeda yang sukar larut dalam pelarut-pelarut organik. Dari bahan yang
digunakan ternyata dari rasio poliol : MDI = 9:1 hingga 5:5 (v/v)
menunjukkan kenaikan kandungan gel dari masing-masing poliuretan yang
dihasilkan seperti pada gambar 4.10. Hal ini karena pada reaksi polimerisasi
poliol dengan MDI secara stoikiometri dihasilkan poliuretan derajat
polimerisasi (Dp) yang rendah disebabkan banyaknya gugus –OH dari
monomer poliol yang bebas tidak ikut bereaksi, disebabkan MDI yang
digunakan masih terbatas. Dengan naiknya rasio MDI yang digunakan pada
polimerisasi poliol dengan MDI kandungan gel dari poliuretan yang terbentuk
semakin tinggi disebabkan gugus –OH dari poliol semakin sempurna
membentuk jaringan poliuretan.Tujuan dilakukannya analisis kandungan gel
yaitu untuk mengetahui derajat ikatan silang. Gel merupakan suatu padatan
yang terdiri dari paling sedikit dua komponen yang telah membentuk ikatan
silang yang tidak dapat terlarut (insoluble). Untuk itu semakin tinggi nilai
kandungan gel, maka poliuretan yang terbentuk semakin sukar larut dalam
pelarut organik seperti benzena, toluena, aseton atau pelarut lainnya dan

%

ketahanannya akan semakin tinggi.
120
100
80
60
40
20
0
5฀5

6฀4

7฀3

8฀2

9฀1

Rasio Poliol : MDI (v/v)

Gambar 4.10. Grafik Nilai Kandungan Gel Poliuretan Hasil Polimerisasi
Poliol : MDI Dalam Berbagai Rasio.

Universitas Sumatera Utara

4.2.4.3. Densitas Poliuretan

Poliuretan hasil sintesis dari hidroksilasi minyak alpukat dengan isosianat
disamping memiliki benuk poliuretan yang berbeda juga memberikan nilai
densitas yang berbeda yang menunjukan bahwa dari rasio polol : MDI = 9:1
(v/v) hingga rasio 5:5 (v/v) menunjukan penurunan densitas. Terjadinya
penurunan nilai densitas dengan bertambahnya MDI yang digunakan
disebabkan poliuretan yang terbentuk volumenya semakin mengembang dan
beratnya semakin ringan.Analisa untuk penentuan nilai densitas dilakukan
untuk mengetahui volume suatu poliuretan semakin besar maka semakin
ringan poliuretan yang dihasilkan.

Tabel 4.3 Densitas Poliuretan hasil sintesis dari poliol minyak alpukat dengan
MDI dengan berbagai rasio
Rasio Poliol : MDI

Densitas (gr/Cm3)

5:5

0,1341

6:4

0,1588

7:3

0,2589

8:2

0,3937

9:1

0,7220

4.2.4.4. Spektrum Hasil Analisis Spektrtoskopi FT-IR.
a. Poliuretan rasio poliol : MDI = 9:1 (v/v).
Hasil karakterisasi terhadap poliuretan hasil sintesis melalui spektrofotometer
FT-IR dari bahan dasar poliol : MDI pada rasio 9 : 1 (v/v) menghasilkan
spektrum Gambar 4.3. Pita serapan pada daerah bilangan gelombang 3363 cm1

yang merupakan vibrasi ulur (stretching) N-H yang tumpang tindih dengan

vibrasi ulur (stretching) untuk gugus OH dan didukung oleh pita serapan pada
daerah bilangan gelombang 1527cm-1 yang merupakan vibrasi tekuk
(bending) N-H. Pita serapan pada daerah bilangan gelombang 2924 – 2854
cm-1 merupakan vibrasi ulur (stretching) C-H sp3 yang didukung oleh pita

Universitas Sumatera Utara

serapan pada daerah bilangan gelombang 1458 - 1381cm-1 yang merupakan
vibrasi tekuk (bending) C-H sp3. Pita serapan pada daerah bilangan
gelombang 2279cm-1 merupakan vibrasi ikatan –N=C=O. Puncak pada daerah
bilangan gelombang 1728cm-1 merupakan vibrasi ulur (stretching) untuk
C=O. Puncak pada daerah bilangan gelombang 1604cm-1 merupakan vibrasi
ulur (stretching) untuk C=C aromatik. Puncak pada daerah bilangan
gelombang 1172cm-1 merupakan vibrasi untuk C-O-C. Pita Serapan pada
daerah bilangan gelombang 725cm-1 merupakan vibrasi untuk -(CH2)n- yang
mana merupakan rantai hidrokarbon alkil rantai panjang (hydrocarbon long
chain band). Puncak serapan OH yang tampak pada bilangan gelombang
3441cm-1 menunjukkan masih adanya poliol yang belum habis bereaksi antara
reaksi MDI dengan poliol disebabkan karena jumlah poliol yang digunakan
lebih banyak rasio gugus hidroksilnya dari gugus isosianat yang tersedia.

b. Poliuretan rasio poliol : MDI = 8:2 (v/v).
Hasil karakterisasi terhadap poliuretan hasil sintesis melalui spektrofotometer
FT-IR dari bahan dasar poliol : MDI pada rasio 8 : 2 (v/v) menghasilkan
spektrum Gambar 4.4. Pita serapan pada daerah bilangan gelombang 3348 cm1

yang merupakan vibrasi ulur (stretching) N-H yang tumpang tindih dengan

vibrasi ulur (stretching) untuk gugus OH dan didukung oleh pita serapan pada
daerah bilangan gelombang 1527cm-1 yang merupakan vibrasi tekuk
(bending) N-H. Pita serapan pada daerah bilangan gelombang 2924 – 2854
cm-1 merupakan vibrasi ulur (stretching) C-H sp3 yang didukung oleh pita
serapan pada daerah bilangan gelombang 1458 - 1411cm-1 yang merupakan
vibrasi tekuk (bending) C-H sp3. Pita serapan pada daerah bilangan
gelombang 2276cm-1 merupakan vibrasi ikatan –N=C=O. Puncak pada daerah
bilangan gelombang 1728cm-1 merupakan vibrasi ulur (stretching) untuk
C=O. Puncak pada daerah bilangan gelombang 1597cm-1 merupakan vibrasi
ulur (stretching) untuk C=C aromatik. Puncak pada daerah bilangan
gelombang 1180cm-1 merupakan vibrasi untuk C-O-C.Pita Serapan pada
daerah bilangan gelombang 722cm-1 merupakan vibrasi untuk -(CH2)n- yang

Universitas Sumatera Utara

mana merupakan rantai hidrokarbon alkil rantai panjang (hydrocarbon long
chain band).

c. Poliuretan rasio poliol : MDI = 7:3 (v/v).
Hasil karakterisasi terhadap poliuretan hasil sintesis melalui spektrofotometer
FT-IR dari bahan dasar poliol : MDI pada rasio 7 :3 (v/v) menghasilkan
spektrum seperti gambar 4.5. Pita serapan pada daerah bilangan gelombang
3348 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur (stretching) N-H yang tumpang tindih
dengan vibrasi ulur (stretching) untuk gugus OH dan didukung oleh pita
serapan pada daerah bilangan gelombang 1527cm-1 yang merupakan vibrasi
tekuk (bending) N-H. Pita serapan pada daerah bilangan gelombang 2924 –
2854 cm-1 merupakan vibrasi ulur (stretching) C-H sp3 yang didukung oleh
pita serapan pada daerah bilangan gelombang 1458 - 1381cm-1

yang

merupakan vibrasi tekuk (bending) C-H sp3. Pita serapan pada daerah
bilangan gelombang 2337cm-1 merupakan vibrasi ikatan –N=C=O. Puncak
pada daerah bilangan gelombang 1728cm-1 merupakan vibrasi ulur
(stretching) untuk C=O. Puncak pada daerah bilangan gelombang 1597cm-1
merupakan vibrasi ulur (stretching) untuk C=C aromatik. Puncak pada daerah
bilangan gelombang 1172cm-1 merupakan vibrasi untuk C-O-C. Pita Serapan
pada daerah bilangan gelombang 722cm-1 merupakan vibrasi untuk -(CH2)nyang mana merupakan rantai hidrokarbon alkil rantai panjang (hydrocarbon
long chain band).

d. Poliuretan rasio poliol : MDI = 6:4 (v/v).
Hasil karakterisasi terhadap poliuretan hasil sintesis melalui spektrofotometer
FT-IR dari bahan dasar poliol : MDI pada rasio 6 : 4 (v/v) menghasilkan
spektrum seperti pada gambar 4.6. Pita serapan pada daerah bilangan
gelombang 3356 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur (stretching) N-H yang
tumpang tindih dengan vibrasi ulur (stretching) untuk gugus OH dan
didukung oleh pita serapan pada daerah bilangan gelombang 1535cm-1 yang
merupakan vibrasi tekuk (bending) N-H. Pita serapan pada daerah bilangan

Universitas Sumatera Utara

gelombang 2924 – 2854cm-1 merupakan vibrasi ulur (stretching) C-H sp3
yang didukung oleh pita serapan pada daerah bilangan gelombang 1365cm-1
yang merupakan vibrasi tekuk (bending) C-H sp3. Pita serapan pada daerah
bilangan gelombang 2276cm-1 merupakan vibrasi ikatan –N=C=O. Puncak
pada daerah bilangan gelombang 1712cm-1 merupakan vibrasi ulur
(stretching) untuk C=O. Puncak pada daerah bilangan gelombang 1612cm-1
merupakan vibrasi ulur (stretching) untuk C=C aromatik. Puncak pada daerah
bilangan gelombang 1165cm-1 merupakan vibrasi untuk C-O-C. Pita Serapan
pada daerah bilangan gelombang 725cm-1 merupakan vibrasi untuk -(CH2)nyang mana merupakan rantai hidrokarbon alkil rantai panjang (hydrocarbon
long chain band).

e. Poliuretan rasio poliol : MDI = 5:5 (v/v).
Hasil karakterisasi terhadap poliuretan hasil sintesis melalui spektrofotometer
FT-IR dari bahan dasar poliol : MDI pada rasio 5 : 5 (v/v) menghasilkan
spektrum seperti pada gambar 4.7. Pita serapan pada daerah bilangan
gelombang 3371 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur (stretching) N-H yang
tumpang tindih dengan vibrasi ulur (stretching) untuk gugus OH dan
didukung oleh pita serapan pada daerah bilangan gelombang 1519cm-1 yang
merupakan vibrasi tekuk (bending) N-H. Pita serapan pada daerah bilangan
gelombang 2924 – 2854 cm-1 merupakan vibrasi ulur (stretching) C-H sp3
yang didukung oleh pita serapan pada daerah bilangan gelombang 1458 1411cm-1 yang merupakan vibrasi tekuk (bending) C-H sp3. Pita serapan pada
daerah bilangan gelombang 2276cm-1 merupakan vibrasi ikatan –N=C=O.
Puncak pada daerah bilangan gelombang 1720cm-1 merupakan vibrasi ulur
(stretching) untuk C=O. Puncak pada daerah bilangan gelombang 1597cm-1
merupakan vibrasi ulur (stretching) untuk C=C aromatik. Puncak pada daerah
bilangan gelombang 1172cm-1 merupakan vibrasi untuk C-O-C. Pita Serapan
pada daerah bilangan gelombang 763cm-1 merupakan vibrasi untuk -(CH2)nyang mana merupakan rantai hidrokarbon alkil rantai panjang (hydrocarbon
long chain band).

Universitas Sumatera Utara

Hasil Spektrum FT-IR pada setiap perbandingan umumnya menunjukkan
kesamaan yaitu terbentuknya gugus uretan yang tampak pada bilangan
gelombang 3100 – 3500 cm-1 (vibrasi ulur /stretching N-H), 1700 – 1750 cm-1
(vibrasi ulur / stretching), dan 1000 – 1300 cm-1 (vibrasi ulur /stretching C-OC).terlihat perbedaan antara poliuretan yang terbentuk dengan FT-IR pada
poliuretan murni yaitu pada lampiran 5 hal ini dikarenakan minyak alpukat
yang digunakan sebagai sumber poliol tidak dipisahkan untuk diambil asam
lemak tunggalnya melainkan masih terdapat beberapa asam lemak
dididalamnya. Untuk rasio pencampuran poliol : MDI dari perbandingan 4 : 6
hingga 1 : 9 tidak dilakukan karena apabila MDI yang digunakan berlebih,
isosianat yang belum bereaksi akan bereaksi terhadap gugus –OH dari H2O
yang terdapat di udara dan membentuk poliuretan yang rapuh.

Universitas Sumatera Utara

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Minyak alpukat yang bersumber dari buah alpukat yang rusak yang
diperoleh dapat diepoksidasi dengan asam performiat dengan
menggunakan katalis asam sulfat yang diikuti reaksi hidrolisis untuk
menghasilkan senyawa poliol yang selanjutnya direaksikan dengan
Difenil Metana 4,4 Diisosianat (MDI) dapat menghasilkan senyawa
poliuretan.

2. Hasil polimerisasi poliol minyak alpukat dengan Difenil Metana 4,4
Diisosianat (MDI) menghasilkan senyawa poliuretan, dimana poliuretan yang
terjadi pada rasio pencampuran poliol : MDI = 9:1; 8:2; 7:3; 6:4 dan 5:5
diperoleh nilai kandungan gel yang berbeda. Nilai kandungan gel terbesar
dijumpai pada rasio poliol : MDI = 5:5 (v/v) sebesar 99,8% dan nilai densitas
terbesar dijumpai pada rasio poliol : MDI =9:1(v/v) sebesar 0,722 gr/cm3.

5.2. Saran
Diharapkan untuk peneliti berikutnya agar dapat mengembangkan lebih lanjut
penelitian ini dalam bentuk material poliuretan

dengan senyawa poliol

lainnya, Demikian juga selanjutnya perlu dilakukan analisis SEM, kekuatan
tarik maupun bentuk analisis lainnya terhadap poliuretan yang diperoleh.

Universitas Sumatera Utara