Peranan Lembaga Rehabilitasi Narkoba Al Kamal Sibolangit Centre Dalam Pembinaan dan Upaya Penyembuhan Terhadap Pecandu Nakoba (Studi di Panti Rehabilitasi Narkoba Al Kamal Sibolangit Centre)

BAB II
PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU
NARKOTIKA

Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum
pria maupun wanita, sistem pemerintahan negara sebagaimana yang telah
dicantumkan dalam Penjelasan UUD 1945 diantaranya menyatakan prinsip
“Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan
Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar)”.27
A. Perlindungan Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976
Tentang Narkotika

Dalam hal perlindungan untuk pecandu narkotika dalam Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1967 tentang Narkotika adalah sebagai berikut:28
Pasal 33
Hakim dalam memutus perkara pidana yang dimaksud dalam Pasal 36 ayat (7)
dapat:
a.
b.

Memerintahkan yang bersalah itu dimasukkan dalam lembaga rehabilitasi

pecandu narkotika dengan tidak memidananya, dan atau
memidana yang bersalah.
Pasal ini berdasarkan pikiran bahwa pecandu narkotika itu selain orang yang
melanggar ketentuan Pasal 23 ayat (7), juga merupakan korban penyalahgunaan
narkotika.
Pasal 34
Oleh karena pengobatan dan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika tidak
hanya menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintah akan tetapi juga merupakan
tanggung jawab masyarakat pada umumnya maka dipandang perlu adanya
27

Barda Nawawi Arief. Beberapa Aspek Kebijakan dan Pengembangan Hukum Pidana,
Bandung. Cipta Aditya Bakti, 1998, hlm 58.
28
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Narkotika

45
Universitas Sumatera Utara

lembaga rehabilitasi tersebut.Pasal ini dimaksudkan untuk lebih menjamin

koordinasi di dalam usaha pengawasan dan penanggulangan masalah
penyalahgunaan narkotika, mengingat bahwa masalah ini menyangkut berbagai
segi sosial dan melibatkan berbagai instansi Pemerintah dan Swasta secara
fungsionil.
Pasal 38
Pasal ini dimaksudkan untuk lebih melindungi generasi muda yang akan datang,
mengingat bahwa kelompok masyarakat yang paling rawan terhadap bahaya
penyalahgunaan narkotika adalah anak-anak yang belum cukup umur, maka orang
yang menyebabkan terjerumusnya anak-anak tersebut perlu dijatuhi hukuman
yang lebih
Hal-hal yang menjadi pertimbangan dibentuknya undang-undang ini
adalah sehubungan dengan perkembangan lalu-lintas dan alat-alat perhubungan
dan pemasukan narkotika ke Indonesia29.
Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 secara
umum dapat digambarkan sebagai berikut30:
a. Mengatur jenis-jenis narkotika yang lebih terinci.
b. Pidananya juga sepadan dengan jenis-jenis narkotika tersebut.
c. Mengatur pelayanan tentang kesehatan untuk pecandu dan rehabilitasinya.
d. Mengatur semua kegiatan yang menyangkut narkotika yakni penanaman,
peracikan, produksi, perdagangan, lalu lintas pengangkutan serta penggunaan

narkotika.
e. Acara pidananya bersifat khusus.
f. Pemberian premi bagi mereka yang berjasa dalam pembongkaran kejahatan
narkotika

29

Hari Sasangka, Narkotika dan psikotropika dalam Hukum Pidana untuk Mahasiswa
dan praktisi serta penyuluhan narkoba. 2003, Mandar Maju. Bandung hal. 165
30
Ibid hal. 164

46
Universitas Sumatera Utara

g. Mengatur kerjasama internasional di bidang penanggulangan narkotika.
h. Materi pidananya banyak yang menyimpang dari KUHP
i. Ancaman pidana lebih berat.

Kesederhanaan perumusan definisi narkotika dalam Undang-Undang Nomor 9

Tahun 1976 juga berakibat kurang proporsionalnya sanksi pidana dengan dampak
ataupun manfaat suatu jenis narkotika. Penggolongan narkotika ke dalam berbagai
golongan yang didsarkan pada manfaat dan dampak yang ditimbulkan sangat
efektif dalam upaya penanggulangan tindak pidana narkotika. Undang-undang ini
terkesan cenderung mengatur mengenai pengawasan terhadap peredaran narkotika
di dalam negeri dan kurang terorganisir.
B. Perlindungan Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
Tentang Narkotika

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika merupakan
pengganti dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang
diundangkan pada tanggal 1 September 1997 dimuat dalam lembaran Negara
Tahun 1997 Nomor 67 serta tambahan Lembaran Negara Nomor 3698. UndangUndang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika tidak dapat dipertahankan lagi
keberadaannya, karena adanya perkembangan kualitas kejahatan yang sudah
menjadi ancaman yang sangat serius bagi kehidupan umat manusia31.
Kejahatan-kejahatan narkotika pada umumnya tidak dilakukan oleh
perorangan secara berdiri sendiri, melainkan dilakukan secara bersama-sama

31


Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2004) hal. 155

47
Universitas Sumatera Utara

bahkan dilakukan oleh sindikat terorganisasi secara mantap, rapi dan sangat
rahasia32. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika ini
mempunya cakupan yang lebih luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi
ataupun pidana yang diperberat33.
Berikut Pasal-Pasal yang memuat tentang Perlindungan hukum pecandu
Narkotika:
Psal 44
(1) Untuk kepentingan pengobatan dan/atau perawatan, pengguna narkotikadapat
memiliki, menyimpan, dan/atau membawa narkotika.
(2) Pengguna narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) harusmempunyai
bukti bahwa narkotika yangdimiliki, disimpan,dan/atau dibawauntuk
digunakan, diperoleh secara sah.
Pasal 45
Pecandu narkotika wajib menjalani pengobatan dan/atau perawatan.
Pasal 46

(1) Orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib
melaporkannya kepada pejabat yang ditunjuk oleh Pemerintah untukmendapatkan
pengobatan dan/atau perawatan.
(2) Pecandu narkotika yang telah cukup umur wajib melaporkan diri atau
dilaporkan oleh keluarganya kepada pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah untuk
mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Pasal 47
(1) Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat. memutuskan
untukmemerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau
perawatan, apabila pecandu narkotika tersebutterbukti bersalah melakukan tindak
pidana narkotika; atau

32
33

Hari Sasangka, Op.Cit hal. 166
Ibid


48
Universitas Sumatera Utara

(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi pecandu narkotika
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, diperhitungkan sebagai
masamenjalani hukuman. 17

Pasal 48
(1) Pengobatan dan/atau perawatan pecandu narkotika dilakukan melalui fasilitas
rehabilitasi.
(2) Rehabilitasi meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Pasal 49
(1) Rehabilitasi medis pecandu narkotika dilakukan di rumah sakit ditunjuk oleh
Menteri Kesehatan.
(2) Atau dasar persetujuan Menteri Kesehatan, lembaga rehabilitasi tertentu yang
diselenggarakan oleh masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis pecandu
narkotika.
(3) Selain pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis,
prosespenyembuhan pecandu narkotika dapat diselenggarakan oleh
masyarakatmelalui pendekatan keagamaan dan tradisional.

Pasal 50
Rehabilitasi sosial bekas pecandu narkotika dilakukan
rehabilitasisosial yang ditunjuk oleh Meneteri Sosial.

pada

lembaga

Pasal 51
(1) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 diatur dengan
Keputusan Menteri Kesehatan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
Pembentukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sejak awal
pembentukannya dari bentuk masih Rancangan Undang-Undang memiliki
semangat antara lain34:

34

AR.Sujono, Bony Daniel, Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang narkotika, 2011. Sinar Grafika. 2011. hal 13

49
Universitas Sumatera Utara

1. Undang-Undang Narkotika yang baru menggantikan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika harus mampu melahirkan
persamaan persepsi, mengenai bahaya penyalahgunaan narkotika beserta
akibat yang ditimbulkannya, baik terhadap perseorangan dan masyarakat,
maupun terhadap bangsa dan negara.
2. Harus mampu mencegah, menghentikan dan sekaligus memberantas
semua bentuk peredaran dan perdagangan gelap narkotika, serta bersamasama dengan masyarakat internasional berupaya untuk menanggulangi
permasalahannya.
3. Harus mampu memberikan pengayoman kepada masyarakat tanpa
membeda-bedakan status dan kedudukan, untuk dapat menjamin
terciptanya kepastian hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan,
dalam peran sertanya menumbuhkembangkan perwujudan disiplin
nasional.
4. Harus mampu memberikan sanksi yang terberat terhadap pelanggar tindak
pidana narkotika, baik yang dilakukan secara perseorangan maupun

secara kelompok, secara terorganisir maupun korporasi, dalam skala
nasional, maupun internasional, sehingga bobot tindakan represif yang
melekat pada Undang-Undang mampu menghasilkan efek psikologis yang
nyata untuk digunakan sebagai sarana preventif.
5. Harus mampu menjamin terselenggaranya kelangsungan pengadaan
narkotika secara legal yang sangat dibutuhkan bagi kepentingan
pelayanan kesehatan maupun pengembangan ilmu pengetahuan.

50
Universitas Sumatera Utara

6. Harus mampu menjamin terselenggaranya upaya pengobatan dan
rehabilitasi, bagi pasien yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika.
7. Kesadaran bahwa narkotika jika disalahgunakan bisa menjadi racun yang
merusak fisik dan jiwa manusia. Apabila penyahgunaan itu meluas
disertai dengan peredaran gelap yang tidak terkendali, maka narkotika
dapat menghancurkan kehidupan masyaratakat dan bangsa, khususnya
generasi muda, dan memperlemah ketahanan nasional.
C. Perlindungan Hukum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika.


Undang-Undangnarkotika yang disahkan pada 14 September 2009
merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Pemerintah menilai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tidak dapat mencegah
tindak pidana narkotika yang semakin meningkat secara kuantitatif maupun
kualitatif serta bentuk kejahatannya yang terorganisir. Namun secara substansial,
UU Narkotika yang baru tidak mengalami perubahan yang signifikan
dibandingkan dengan UU terdahulu, kecuali penekanan pada ketentuan kewajiban
rehabilitasi, penggunaan pidana yang berlebihan, dan kewenangan BNN yang
sangat besar35. Tindak pidana Narkotika di dalam masyarakat menunjukan
kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif
dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja dan generasi
muda pada umumnya. Tidak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara
perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama,
35

https://totokyuliyanto.wordpress.com/2009/11/10/catatan-terhadap-uu-no-35-tahun2009-tentang-narkotika/ diakses pada tanggal 31 Juli 2017 pada jam 09.10

51
Universitas Sumatera Utara

bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas ang
bekerja secara rapi dan sangat rahasia di tingkat nasional.
Kebijakan Hukum Pidana Terkait sanksi pidana, pemidanaan, tindakan
dan pemberatan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
adalah :
1. Sanksi yang digunakan aitu berupa sanksi pidana dan sanksi tindakan.
2. Untuk sanksi pidana meliputi pidana pokok yaitu berupa : pidana mati,
penjara seumur hidup, penjara dengan batasan waktu tertentu, pidana
kurungan, pidana denda serta pidana tambahan berupa : pencabutan hak
tertentu terhadap korporasi berupa pencabutan izin usaha dan/atau
pencabutan status badan hukum.
3. Untuk sanksi tindakan berupa : rehabilitasi medis dan sosial serta
pengusiran dan pelanggaran memasuki wilayah Indonesia bagi WNA
yang meakukan tindak pidana di Indonesia setelah menjalani sanksi
pidana.
4. Jumlah lamanya sanksi pidana bervariasi sementara untuk pidana denda
berkisar antara Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) sampai Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah). Apabila kejahatan dilakukan
oleh korporasi dapat dikenakan pemberatan sebanyak tiga kali dari
pidana denda yang diancamkan. Dan untuk pidana penjara berkisar
antara satu tahun sampai 20 (dua puluh) tahun.
5. Sanksi pidana dirumuskan dalam 4 bentuk yaitu :
a. Dalam bentuk tunggal (penjara atau denda saja)

52
Universitas Sumatera Utara

b. Dalam bentuk alternatif (pilihan ataua penjara atau denda)
c. Dalam bentuk kumulatif (penjara dan denda)
d. Dalam bentuk kombinasi/campuran (penjara dan/atau denda)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, para pecandu
dan korban penyalahgunaan narkotika tidak lagi diberikan kebebasan dan atas
kehendak sendiri untuk sembuh. Rehabilitasi medis dan rehabilitasi social menjadi
kewajiban bagi para pecandu. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 juga
mewajibkan pecandu narkotika untuk melaporkan diri mereka kepada pusat
kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial. Kewajiban tersebut juga menjadi tanggung jawab orang tua dan
keluarga.

53
Universitas Sumatera Utara