Respon Residen Terhadap Program Therapeutic Community (TC) oleh Panti Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre

(1)

RESPON RESIDEN TERHADAP PROGRAM THERAPEUTIC

COMMUNITY (TC) OLEH PUSAT REHABILITASI NARKOBA AL-

KAMAL SIBOLANGIT CENTRE

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Universitas

Sumatera Uta ra

Disusun Oleh: WANDRO SITANGGANG

110902027

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK DEPARTEMEN

ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Wandro Sitanggang NIM : 110902027

Respon Residen Terhadap Program Therapeutic Community (TC) Oleh Pusat Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre.

ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 119 halaman, 29 tabel, 3 bagan, dan 1 gambar) Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang kompleks dalam kehidupan masyarakat. Bahkan, peredaran narkoba sudah sampai ke setiap pelosok daerah. Kebanyakan yang menyalahgunakan narkoba adalah kaum remaja yang dimana pada masa remaja ini pergaulan sangat mempengaruhi. Salah satu upaya dalam penanganan permasalahan narkoba ini adalah dengan melakukan rehabilitasi. Panti Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre merupakan salah satu Panti Rehabilitasi narkoba terbesar di Sumatera Utara yang melaksanakan program Therapeutic Community (TC) yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang residen alami.

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Tujuannya adalah untuk dapat melihat respon positif, netral, ataupun negatif dari para responden di Panti Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalu penyebaran kuesioner dan wawancara. Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 residen. Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan teknik analisa yang menggunakan pendekatan kualitatif.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah respon residen terhadap program Therapeutic Community (TC) oleh Panti Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre menunjukkan respon netral. Dengan jelasnya, pengetahuan yang dimiliki menimbulkan sikap yang dapat menerima dilaksanakannya program Therapeutic Community (TC) dan akhirnya berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Hasil perhitungan menunjukkan persepsi responden bernilai -0.03, sikap responden bernilai 0.14 dan partisipasi responden bernilai 0.02 serta hasil rata-rata skala penilaian adalah 0.04.


(3)

UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE

DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Wandro Sitanggang

Student ID Number : 110902027

Response Residence of Programme Therapeutic Community (TC) By Drug Rehabilitation Al-kamal Sibolangit Centre

ABSTRACT

(This thesis consists of six chapters, 101 pages, 7 Tables and Appendix 5)

Drug abuse is a complex problem in community life. In fact, drugs have come to the rest of the region.Most of the teenagers are the drug abuse and to the young it ' s influence among men. One effort in handling the problem of drugs this is by doing rehabilitation . Drug Rehabilitation Institution Al-kamal Sibolangit Centre is one of those largest drug rehabilitation in North Sumatera who implement the programe Therapeutic Community ( TC ) which aims to solve problems that prefect natural.

This research use descriptive analysis with a quantitative approach .The purpose is to see a positive response , neutral , or the negative of the respondents al-kamal sibolangit institution in drug rehabilitation centre .Data collection techniques used is through the spread of questionnaires and interviews .The population in this research is as much as 50 resident .The data obtained and then were analysed with analysis technique that uses a qualitative approach.

The research results obtained are resident response to the Therapeutic Community ( TC ) by drug rehabilitation Al-kamal Sibolangit Centre show a neutral response . The details , knowledge possessed attitude that can give rise to the implementation of the program received Therapeutic Community (TC) and finally participate in any activities implemented. The result show the perceptions of respondents in calculations worth -0.03 , the attitude of respondents worth 0.14 and participation of respondents worth 0.02 and the result is an average 0.04 scales which means neutral.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena penulis dapat sampai ke titik ini, dapat menyelesaikan kewajiban sebagai mahasiswa tingkat akhir. Ini semua bukan karena kuat dan gagah penulis, tapi ini semua karena berkat-Nya selama ini yang selalu diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Respon Residen Terhadap Program Therapeutic Community (TC) Oleh Panti Rehabilitasi

Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Mastauli Siregar S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu, kepercayaan, kebahagiaan dan ilmu kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi in.


(5)

4. Seluruh Staff bagian Kemahasiswaan, administrasi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan bagian pendidikan, yang membantu segala proses yang dibutuhkan oleh penulis, yaitu Bu Zuraida, dan Kak

Debby.

5. Pimpinan dan seluruh staff PIMANSU (Pusat Informasi Masyarakat Anti Narkoba) yang telah berkenan mau membantu penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan dan Penelitian Skripsi. Khususnya untuk Kak

Tia dan Kak Ulfa sebagai staff yang mengarahkan penulis untuk

menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan dan Penelitian Skripsi, dan juga kepada Fajar dan Jepri yang selama ini mengisi canda tawa penulis dalam setiap kegiatan penulis didalam maupun diluar. Bpk.

Zulkarnaen Nasution, Direktur Pimansu. Terima kasih ya pak, sudah

mau mengarahkan saya dalam melakukan praktikum maupun penelitian lapangan.

6. Terima kasih kepada Pimpinan dan Seluruh Staff lokasi penelitian penulis yang berada di Panti Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre. Dan juga tidak lupa kepada seluruh staff peksos yang berada disana sekaligus senior penulis stambuk 2010.

7. Teristimewa untuk Kedua Orang Tua saya, Mamak Sinta Nainggolan, yang selama ini selalu berdoa dan mendukung setiap apapun yang saya lakukan, walaupun banyak rintangan dan tantangan yang dihadapi penulis tapi Mamak selalu memberikan kepercayaan kepada saya. Dan yang saya dari motivasi yang diberikan mamak saya adalah


(6)

saya dari atas yang berada disamping Tuhan Yesus Kristus. Terima kasih pak atas selama ini motivasi dan ajaran mu yang sampai saat ini saya ingat dan terapkan. Satu perkataan ‗yang saya ingat dari bapak saya “Laki – laki harus bijaksana”. Dan yang terfenomenal adalah

kepada abang – abang saya sekaligus sebagai donatur saya yaitu Abang

Hari Bukti Sitanggang Dan Abang Fidri Hultari Sitanggang yang

selama ini membantu saya dari segi administrasi. Dan tidak lupa buat

Abang Vemry Sitanggang dan Kak Ester, Abang Sinar Hamonangan Sitanggang dan kak nina, dan juga Lae hendra dan hendro beserta Calon Kakak Ipar saya Kak Oni.

8. Untuk kekasih, Yuni Risca Mawarni Sihite, terima kasih atas waktu yang terus diluangkan untuk penulis, serta terus mendukung penulis dan bersedia membantu dan mengajari dalam mengerjakan penyusunan skripsi. Ich liebe dich.

9. Untuk teman-teman seperjuangan, Apara Andri, Mario, Ukap Kaum

Pinggiran, Legend Batak Benget Hutajulu, para Penghuni Kontrakan

Cinta Daniel, Dimas, Tonop, Jole, dan Hongi, dan teman sepermainan

Deslansyah Girsang, Michael Cheney Hura, Sari Tua Panjaitan,

yang sudah lama menenami penulis selama ini dan bersedia menemani penulis dalam mengerjakan skripsi hingga larut malam. Makasih untuk semua bantuan dan dukungannya.

10. Seluruh kawan seperjuangan kessos 11 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Makasih ya semua, buat dukungan dan seluruh


(7)

kenangan bersama kita saat jadi peserta inisiasi, panitia bayangan, panitia inti, dan SC paling bersejarah.

11. Terimakasih juga penulis ucapkan untuk Senior 010 yang mau membantu penelitian penulis di Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre (Uda Liberson Sitanggang dan Lae – laeku semua), Alumni Kessos yang selama ini mendukung dan mau

membantu penulis jika penulis mendapatkan kesulitan. Begitu juga dengan adik juniorku stambuk 2012, dan stambuk 2013.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Sangat diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakan penulisan karya ilmiah ini. Semoga bermanfaat.

Medan, 14 Juli 2015

Penulis, Wandro Sitanggang


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR BAGAN ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 8

1.4 Sistematika Penulisan ... 8

BAB II 2.1 Respon ... 10

2.1.1 Pengertian Respon ... 10

2.1.2 Proses Terjadinya Respon ... 10

2.1.3 Indikator Respon ... 11

2.2 Narkoba ... 13

2.2.1 Pengertian Narkoba ... 13


(9)

2.2.3 Ciri-Ciri Penyalahgunaan Narkoba ... 23

2.3 Adiksi ... 24

2.3.1 Pengertian Adiksi ... 24

2.3.2 Model-Model Adiksi ... 25

2.3.3 Proses Terjadinya Adiksi ... 27

2.3.4 Dampak Adiksi Terhadap Penyalahguna ... 29

2.3.5 Tahap-Tahap Perubahan ... 30

2.4 Therapeutic Community (TC) ... 33

2.4.1 Sejarah Therapeutic Community (TC) ... 33

2.4.2 Program TC Secara Global ... 34

2.4.3 Program TC di Indonesia ... 38

2.4.4 Filosofi Penerapan Program Therapeutic Community dan Penerapan Metode Pekerjaan Sosial ... 41

2.5 Proses Pelayanan ... 52

2.5.1 Gambaran umum Pelayanan ... 52

2.5.2 Tahapan Pelayanan ... 53

2.6 Kerangka Pemikiran ... 64

2.7 Definisi Konsep dan Definisi Operasional ... 67

2.7.1 Definisi Konsep ... 67

2.7.2 Definisi Operasional ... 67

BAB III 3.1 Tipe Penelitian ... 70

3.2 Lokasi Penelitian ... 70

3.3 Populasi Penelitian ... 71

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 71


(10)

BAB IV

4.1 Sejarah Berdirinya Panti Rehabilitasi Narkoba

Al-Kamal Sibolagit Centre ... 74

4.2 Visi dan Misi Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre ... 75

4.2.1 Visi Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre ... 75

4.2.2 Misi Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre... 75

4.3 Struktur Organisasi ... 76

4.4 Fasilitas Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre ... 82

4.5 Metode Pengobatan di Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre ... 89

BAB V 5.1 Data Identitas Responden ... 93

5.1.1 Data Usia Responden ... 93

5.1.2 Data Suku Bangsa Responden ... 94

5.1.3 Data Agama Responden ... 95

5.1.4 Data Tingkat Pendidikan Responden ... 96

5.1.5 Data Status Residen ... 97

5.1.6 Data Pekerjaan Residen ... 98

5.2 Analisis Data Responden Terhadap Program Therapeutic Community (TC) ... 98

5.2.1 Persepsi Residen Terhadap Program TC ... 99

5.2.2 Sikap Residen Terhadap Program TC ... 105

5.2.3 Partisipasi Residen Terhadap Program TC ... 106

5.3 Analisis Data Kuantitatif Terhadap Program TC ... 122


(11)

5.3.2 Sikap Residen Terhadap Program TC ... 124 5.3.3 Partisipasi Residen Terhadap Program TC ... 126

BAB VI

6.1 Kesimpulan ... 128 6.2 Saran ... 129


(12)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 ... 43 Bagan 2.2 ... 66 Bagan 4.1 ... 77


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 ... 93

Tabel 5.2 ... 94

Tabel 5.3 ... 95

Tabel 5.4 ... 96

Tabel 5.5 ... 97

Tabel 5.6 ... 98

Tabel 5.7 ... 99

Tabel 5.8 ... 100

Tabel 5.9 ... 101

Tabel 5.10 ... 102

Tabel 5.11 ... 103

Tabel 5.12 ... 104

Tabel 5.13 ... 105

Tabel 5.14 ... 106

Tabel 5.15 ... 107

Tabel 5.16 ... 108

Tabel 5.17 ... 108

Tabel 5.18 ... 110

Tabel 5.19 ... 111

Tabel 5.20 ... 112

Tabel 5.21 ... 113

Tabel 5.22 ... 114

Tabel 5.23 ... 115


(14)

Tabel 5.25 ... 117

Tabel 5.26 ... 118

Tabel 5.27 ... 119

Tabel 5.28 ... 120


(15)

DAFTAR GAMBAR


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman wawancara

2. Surat Keputusan Penunjukkan Dosen Pembimbing 3. Surat Izin Penelitian

4. Surat Balasan Izin Penelitian 5. Berita Acara Seminar Proposal 6. Lembar Kegiatan Penelitian


(17)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK DEPARTEMEN

ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Wandro Sitanggang NIM : 110902027

Respon Residen Terhadap Program Therapeutic Community (TC) Oleh Pusat Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre.

ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 119 halaman, 29 tabel, 3 bagan, dan 1 gambar) Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang kompleks dalam kehidupan masyarakat. Bahkan, peredaran narkoba sudah sampai ke setiap pelosok daerah. Kebanyakan yang menyalahgunakan narkoba adalah kaum remaja yang dimana pada masa remaja ini pergaulan sangat mempengaruhi. Salah satu upaya dalam penanganan permasalahan narkoba ini adalah dengan melakukan rehabilitasi. Panti Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre merupakan salah satu Panti Rehabilitasi narkoba terbesar di Sumatera Utara yang melaksanakan program Therapeutic Community (TC) yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang residen alami.

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Tujuannya adalah untuk dapat melihat respon positif, netral, ataupun negatif dari para responden di Panti Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalu penyebaran kuesioner dan wawancara. Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 residen. Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan teknik analisa yang menggunakan pendekatan kualitatif.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah respon residen terhadap program Therapeutic Community (TC) oleh Panti Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre menunjukkan respon netral. Dengan jelasnya, pengetahuan yang dimiliki menimbulkan sikap yang dapat menerima dilaksanakannya program Therapeutic Community (TC) dan akhirnya berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Hasil perhitungan menunjukkan persepsi responden bernilai -0.03, sikap responden bernilai 0.14 dan partisipasi responden bernilai 0.02 serta hasil rata-rata skala penilaian adalah 0.04.


(18)

UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE

DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Wandro Sitanggang

Student ID Number : 110902027

Response Residence of Programme Therapeutic Community (TC) By Drug Rehabilitation Al-kamal Sibolangit Centre

ABSTRACT

(This thesis consists of six chapters, 101 pages, 7 Tables and Appendix 5)

Drug abuse is a complex problem in community life. In fact, drugs have come to the rest of the region.Most of the teenagers are the drug abuse and to the young it ' s influence among men. One effort in handling the problem of drugs this is by doing rehabilitation . Drug Rehabilitation Institution Al-kamal Sibolangit Centre is one of those largest drug rehabilitation in North Sumatera who implement the programe Therapeutic Community ( TC ) which aims to solve problems that prefect natural.

This research use descriptive analysis with a quantitative approach .The purpose is to see a positive response , neutral , or the negative of the respondents al-kamal sibolangit institution in drug rehabilitation centre .Data collection techniques used is through the spread of questionnaires and interviews .The population in this research is as much as 50 resident .The data obtained and then were analysed with analysis technique that uses a qualitative approach.

The research results obtained are resident response to the Therapeutic Community ( TC ) by drug rehabilitation Al-kamal Sibolangit Centre show a neutral response . The details , knowledge possessed attitude that can give rise to the implementation of the program received Therapeutic Community (TC) and finally participate in any activities implemented. The result show the perceptions of respondents in calculations worth -0.03 , the attitude of respondents worth 0.14 and participation of respondents worth 0.02 and the result is an average 0.04 scales which means neutral.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Arus globalisasi dan perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor penyebab semakin meningkatnya kasus-kasus kejahatan yang terjadi saat ini. Selain itu, kemerosotan ekonomi atau kesulitan keuangan juga menjadi pengaruh yang sangat besar terhadap kejahatan yang terjadi di Negara Republik Indonesia terutama penyalahgunaan narkoba yang memberikan pengaruh negatif terhadap generasi penerus bangsa.

Penyalahgunaan narkoba sudah semakin marak terjadi di Negara Republik Indonesia saat ini, bahkan korbannya sudah merambah hampir ke semua lapisan masyarakat termasuk juga kalangan mahasiswa. Untuk itu sangat perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan yakni dimulai dari lingkungan sekolah, perguruan tinggi maupun di setiap lapisan masyarakat, agar penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan bahan adiktif tidak terus-menerus merusak generasi bangsa. Pencegahan merupakan upaya yang sangat penting, bahkan terpenting. Untuk mencegah individu dari penyalahgunaan narkoba hal yang paling penting adalah membentengi diri sendiri dengan imtaq (imam taqwa) selain itu ada hal-hal lain diantaranya adalah melakukan pendekatan pada siswa disekolah, memberi kegiatan yang cocok pada kehidupan remaja, membentuk perkumpulan dalam gerakan anti narkoba (Fradian, 2014).

Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif atau istilah yang popular dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika Dan


(20)

Obat-obat Berbahaya) adalah masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya dan penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerjasama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsuekuen, dan konsisten.

Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan obat (Narkoba) di Indonesia mulai muncul pada tahun 1969 dan Narkoba yang disalahgunakan tidak terbatas pada jenis Opioda dan ganja saja, melainkan juga jenis Sedativa/hipnotika

(Psikotropika) dan alcohol (minuman keras). Tidak jarang pengguna memakai

Narkoba berganti-ganti dan mencampur satu jenis zat dengan zat lainnya

(Polydrugs abuser). Penyalahgunaan Narkoba biasanya diawali oleh penggunaan

coba-coba sekedar mengikuti teman, untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri, kelelahan, ketegangan jiwa, atau sebagai hiburan, maupun untuk pergaulan, bila taraf coba-coba tersebut dilanjutkan secara terus menerus akan berubah menjadi ketergantungan.

Penyalahgunaan Narkoba menimbulkan dampak jangka panjang terhadap kesehatan jasmani dan rohani, gangguan fungsi sampai kerusakan organ vital seperti otal, jantung, hati, paru-paru, dan ginjal, serta dampak sosial termasuk putus kuliah, putus kerja, hancurnya kehidupan rumah tangga, serta penderitaan dan kesengsaraan berkepanjangan.

Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba menjadi ancaman serius bukan saja terhadap kelangsungan hidup dan masa depan pelakunya serta menimbulkan penderitaan dan beban ekonomi yang berat terhadap keluarganya, tetapi juga telah menimbulkan ancaman terhadap kelangsungan hidup dan masa depan dan Negara.


(21)

Dari hasil Survey Nasional bekerjasama antara Badan Narkotika Nasional dengan Universitas Indonesia Tahun 2011 tentang survey Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, diketahui bahwa angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba di Indonesia telah mencapai 2,2% atau sekitar 4,2 juta orang dari total populasi penduduk (berusia 10- 60tahun). Hal ini mengalami peningkatan sebesar 0,21% bila dibandingkan dengan prevalensi pada tahun 2008, yaitu sebesar 1,99% atau sekitar 3,3 juta orang. Pada tahun 2013, penyalahgunaan narkoba meningkat menjadi 4,58 juta orang. Dengan semakin maraknya peredaran gelap narkoba, maka diestimasikan jumlah penyalahguna narkoba akan meningkat 5,1 juta pada tahun 2015, apabila upaya P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Narkoba) tidak berjalan se-efektif mungkin.

Jumlah pecandu narkoba yang mendapatkan pelayanan Terapi dan Rehabilitasi di seluruh Indonesia tahun 2012 menurut data Deputi Bidang Rehabilitasi BNN adalah sebanyak 14.510 orang, dengan jumlah terbanyak pada kelompok usia 26-40 tahun yaitu sebanyak 9.972 orang. Jenis narkoba yang paling banyak digunakan oleh pecandu yang mendapatkan pelayanan terapi dan rehabilitasi adalah shabu (4.697 orang), selanjutnya berurutan adalah jenis ganja (4.175 orang), heroin (3.455 orang), ekstasi (1.536 orang) dan opiate (736 orang) (Jurnal Data P4GN, 2013).

Terkait maraknya peredaran dan pemakaian narkoba, Kota Medan sudah masuk sebagai zona merah narkoba. Saat ini peredaran narkoba di Kota Medan cukup mengkhawatirkan, di mana penyebarannya sudah sampai ke pelosok-pelosok dengan sasaran para pelajar, mahasiswa dan pemuda. Badan


(22)

Narkotika Nasional provinsi Sumatera Utara mencatat jumlah pecandu narkoba mencapai sekitar 600 ribu orang (SIB Medan, 2015). Jumlah tersebut menempatkan daerah Sumatera Utara sebagai peringkat ketiga nasional dalam praktik peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba. Jika dilihat dari teori penyebaran, kemungkinan jumlah pecandu di Sumatera Utara tersebut akan semakin bertambah karena pengguna narkoba yang ada akan mencari teman untuk mengonsumsi zat terlarang itu. Perkiraan itu semakin kuat jika dilihat dari statistik mengenai penambahan jumlah pecandu narkoba di Indonesia setiap tahunnya (Berita Satu, 2014).

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika telah memberi perlakuan yang berbeda bagi pelaku penyalahgunaan narkotika, sebelum undang- undang ini berlaku tidak ada perbedaan perlakuan antara pengguna, pengedar, bandar, maupun produsen narkotika. Pengguna atau pecandu narkotika di satu sisi merupakan pelaku tindak pidana, namun di sisi lain merupakan korban. Pengguna atau pecandu narkotika menurut undang-undang sebagai pelaku tindak pidana narkotika adalah dengan adanya ketentuan Undang-Undang Narkotika yang mengatur mengenai pidana penjara yang diberikan pada para pelaku penyalahgunaan narkotika. Kemudian di sisi lain, pecandu narkotika tersebut merupakan korban adalah ditunjukkan dengan adanya ketentuan bahwa terhadap pecandu narkotika dapat dijatuhi vonis rehabilitasi (Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).

Salah satu kelompok yang rentan untuk ikut terbawa arus adalah para remaja. Masa remaja merupakan seorang anak yang mengalami perubahan cepat dalam segala bidang, menyangkut perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap


(23)

sosial dan kepribadian. Mereka mudah dipengaruhi karena didalam diri remaja tersebut banyak perubahan dan tidak stabilnya emosi cenderung menimbulkan perilaku yang nakal. Demikian pula mereka yang berusia 21 tahun sampai 25 tahun, menurut Dr. Zakiah Daradjat walaupun dari perkembangan jasmani dan kecerdasan telah betul-betul dewasa dan emosinya juga sudah stabil, namun dari segi kematangan agama dan ideologi masih dalam proses pemantapan (Supramono, 2004: 4). Sementara upaya pencegahan, telah dilakukan upaya peningkatan ekstensifikasi dan intensifikasi komunikasi, informasi dan edukasi mulai dari kalangan usia dini sampai dewasa di seluruh pelosok Indonesia. Pencegahan itu dilakukan dengan memanfaatkan sarana media cetak, online, elektronik maupun tatap muka secara langsung kepada masyarakat ataupun mengatasi para bandar narkoba. Disisi lain, telah dibangun kesadaran, kepedulian dan kemandirian masyarakat dalam menjaga diri, keluarga dan lingkungannya dari bahaya narkoba.

Dalam hal upaya rehabilitasi, selama kurun waktu 2010 sampai 2014 telah direhabilitasi sebanyak 34.467 residen baik melalui layanan rehabilitasi medis maupun sosial di tempat rehabilitasi pemerintah maupun masyarakat. Namun menurut Kepala BNN, Anang Iskandar, ada beberapa kendala dalam upaya memerangi narkoba yaitu, pertama, sampai saat ini pelayanan rehabilitas medis maupun sosial di Indonesia masih sangat terbatas. Sementara pengguna narkoba sangat besar. Masalah kedua, peredaran narkoba. Dalam kurun waktu empat tahun, telah terungkap kasus kejahatan narkoba dengan jumlah tersangka dan barang bukti yang cukup besar. Namun, hasil itu masih relatif kecil dibandingkan dengan jumlah narkoba illegal yang beredar di masyarakat. Masalah


(24)

lainnya, stigma negatif masyarakat terhadap pengguna narkoba. Mereka dianggap penjahat dan apabila mereka kambuh kembali dianggap residivis, mereka dikucilkan oleh lingkungannya bahkan keluarga sendiri (Viva News, 2014).

Pemulihan dan pendekatan dalam penanganan penyalahgunaan narkoba harus dilakukan secara komprehensif dan integratif. Untuk itu tujuan pemulihan menyangkut dimensi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Hal ini dikarenakan penyalahgunaan narkoba biasanya terganggu dan menderita secara fisik, mental, sosial, dan spiritual. Maka tujuan dari program rehabilitasi adalah memotivasi pecandu untuk melakukan perubahan ke arah yang positif yang terdiri dari upaya- upaya medis, bimbingan mental, psikososial, pendidikan, latihan vokasional, dan keagamaan, untuk meningkatkan kemampuan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki, dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi mereka, yang pada akhirnya diharapkan dapat kembali berinteraksi dengan masyarakat dengan wajar. (S, Arikunto, 2002)

Ada beberapa pusat rehabilitasi yang tersebar di seluruh Wilayah Indonesia. Salah satu pusat rehabilitasi narkotika terbesar di Wilayah Sumatera Utara adalah Al-Kamal Sibolangit Centre. Sibolangit Centre merupakan tempat rehabilitasi bagi orang ketergantungan narkoba dan di desain mirip tempat wisata dan rumah besar tempat keluarga tinggal, hal ini berguna agar residen merasa betah di dalam rehabilitasi. Salah satu upaya yang dilakukan Sibolangit Centre adalah dengan melakukan program Therapeutic Community (TC).

Therapeutic Community (TC) merupakan program terapi rehabilitasi pecandu-pecandu narkoba. Program TC di Indonesia berlangsung 1997 yang dimulai Kementerian Sosial sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2000 dan


(25)

berkerjasama dengan Yayasan Titihan Respati dan Rumah sakit Ketergantungan Obat. TC adalah program pengobatan yang efektif untuk pecandu narkoba yang bertujuan untuk kembali ke kehidupan pecandu narkoba yang secara teratur dan tanggung jawab bertanggung dalam masyarakat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui Program Therapeutic Community (TC) sebagai salah satu upaya yang dilakukan Sibolangit Centre dengan cara mencari tahu bagaimana

Respon Residen Terhadap Program Therapeutic Community (TC) di Pusat

Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre‖.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana Respon Residen Terhadap Program Therapeutic Community (TC) di Pusat Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre?

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Respon Residen Terhadap Program Therapeutic Community (TC) di Pusat Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre.


(26)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam rangka: a. Secara akedemis, memperkaya referensi dalam rangka pengembangan

konsep-konsep, teori-teori penulisan dan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu kesejahteraan sosial khususnya.

b. Secara praktis, menjadi bahan pertimbangan atau referensi dalam rangka mengembangkan konsep-konsep, teori-teori, terutama model pemecahan masalah Program Therapeutic Community yang dilakukan oleh Sibolangit Centre bagi residen.

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, tujuan, manfaat penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang di teliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep, dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.


(27)

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan sejarah singkat gambaran umum lokasi penelitian dan yang mendukung karya ilmiah.

BAB V : ANALISIS DATA

Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya.

BAB IV : PENUTUP

Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian sehubungan dengan penelitian yang dilakukan.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon

2.1.1 Pengertian Respon

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata respon memiliki definisi sebagai tanggapan, reaksi ataupun jawaban. Respon menurut Darl Beum berarti tingkah laku balasan atau sikap yang menjadi tingkah laku adu kuat (Wirawan, 2000 : 96). Respon juga merupakan kesan-kesan yang mendalam yang dialami jika perangsang sudah tidak ada (Kartono, 2003 : 57).

Dalam ilmu psikologi, para psikolog menggunakan istilah respon untuk menamakan reaksi terhadap rangsangan yang diterima oleh panca indera, dan biasanya diwujudkan dalam bentuk perilaku yang dimunculkan setelah dilakukan oleh perangsangan. Teori Behaviorisme menggunakan istilah respon yang dipasangkan dengan rangsangan dalam menjelaskan proses terbentuknya perilaku.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa respon merupakan tanggapan atas rangsangan yang diterima oleh panca indera. Kemudian diikuti oleh reaksi yang diwujudkan dalam tindakan atau bentuk perilaku terhadap rangsangan yang diterima tersebut.

2.1.2 Proses Terjadinya Respon

Terdapat beberapa gejala terjadinya respon berawal dari pengamatan hingga berpikir. Gejala tersebut menurut Suryabrata adalah sebagai berikut :


(29)

1. Pengamatan, yaitu kesan-kesan yang diterima sewaktu perangsang mengenai indera dan perangsangnya masih ada. Pengamatan ini merupakan bagian dari kesadaran dan pikiran yang merupakan abstraksi yang dikeluarkan dari arus kesadaran.

2. Bayangan pengiring, yaitu bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu warna. Bayangan pengiring itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bayangan pengiring positif yakni bayangan pengiring yang sama dengan objeknya, serta bayangan pengiring negatif adalah bayangan pengiring yang tidak sama dengan warna objeknya.

3. Bayangan editik, yaitu bayangan yang sangat jelas dan hidup sehingga menyerupai pengamatan. Respon, yaitu bayangan yang menjadi kesan yang dihasilakn dari pengamatan. Respon diperoleh dari penginderaan dan pengamatan.

Jadi respon terjadi melalui beberapa proses yaitu pertama-tama indera mengamati objek tertentu, setelah itu muncul bayangan pengiring yang berlangsung sangat singkat sesaat sesudah perangsang berlalu. Setelah bayangan perangsang muncul kemudian bayangan editis, bayangan ini sifatnya lebih tahan lama, lebih jelas dari bayangan perangsang. Lalu setelah itu muncul tanggapan dan kemudian pengertian (http://repository.usu.ac.id/ diakses pada tanggal 20 April 2015 pukul 17:37 WIB).

2.1.3 Indikator Respon

Dalam penelitian ini, respon akan diukur melalui tiga aspek yaitu persepsi, sikap, dan partisipasi. Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana


(30)

cara seseorang melihat sesuatu sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Menurut Morgan, King, dan Robingson persepsi menunjukan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, mencium dunia sekitar, yang dengan kata lain persepsi dapat juga didefinisikan sebagai gejala suatu yang dialami oleh manusia.

Persepsi merupakan keseluruhan proses mulai dari stimulus (rangsangan) yang diterima panca indera (disebut juga sensasi), kemudian stimulus diantar ke otak dimana dikodekan serta diartikan dan selanjutnya mengakibatkan pengalaman yang disadari. Jadi persepsi merupakan suatu proses (Maramis, 2006 : 15-16).

Sikap pada dasarnya adalah rasa suka/tidak suka kita terhadap sesuatu. Sikap penting sekali karena memengaruhi tindakan. Perilaku seseorang juga sering ditentukan oleh sikap mereka. Thursnoe mengatakan, sikap adalah derajat efek positif dan negatif yang dikaitkan dengna objek psikologis. Objek psikologis yang dimaksud adalah lambang-lambang, kalimat, semboyan, institusi, pekerjaan, atau profesi, dan ide yang dapat dibedakn dalam perasan positif atau negatif (Azwar, 2007 : 25).

Pengukuran sikap dapat diketahui melalui : a. Pengaruh atau penolakan.

b. Penilaian.

c. Suka atau tidak suka.

d. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi (Mueller, 1996 : 4). Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting dalam mengukur suatu respon. Partisipasi merupakan keikutsertaan masyarakat


(31)

dalam proses yang ada dalam masyarakat, pemilihan dan pengambilan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah dan keterlibatan masyarakat dalam mengevaluasi perubahan yang terjadi (Adi, 2000 : 27). Theodorson dan Sumarto juga mendefinisikan partisipasi sebagai proses anggota masyarakat sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran serta ikut memengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kebijakan-kebijakan yang langsung memengaruhi kehidupan mereka (Sulaeman, 2012 : 76).

2.2 Narkoba

2.2.1 Pengertian Narkoba

Istilah narkoba sesuai dengan Surat Edaran Badan Narkotika Nasional (BNN) No SE/03/IV/2002 merupakan akronim dari Narkoba, Psikoptropika, dan Bahan Adiktif lainnya. Narkoba yaitu zat-zat alami maupun kimiawi yang jika dimasukkan ke dalam tubuh dapat mengubah pikiran, suasana hati, perasaan, dan perilaku seseorang.

I. Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. (Undang-undang Nomor 22, Tahun 1997, tentang Narkotika)


(32)

Jenis-jenis Narkotika Yang Sering Disalahgunakan : A. Ganja

Berupa tanaman segar atau yang dikeringkan. Daun ganja bentuknya memanjang, pinggirannya bergerigi, ujungnya lancip, urat daun memanjang di tengah pangkal hingga ujung bila diraba bagian muka halus dan bagian belakang agak kasar. Jumlah helai daun ganja selalu ganjil yaitu 5, 7, atau 9 helai dan berwarna hijau tua segar dan berubah coklat bila sudah lama dibiarkan karena kena udara dan panas. Penggunaannya, dihisap dari gulungan menyerupai rokok atau dapat juga dihisap dengan menggunakan pipa rokok.

Efek paling buruk dari pemakaian ganja secara kronis dapat menyebabkan kanker paru-paru karena pengaruh kadar tar pada ganja jauh lebih tinggi dari pada kadar tar pada tembakau. Dan penggunaan ganja dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan gangguan kejiwaan.Hampir setiap orang yang menjadi pecandu narkoba yang lebih berat seperti heroin pada awalnya mengkonsumsi ganja.

B. Cocain

Berasal dari tanaman coca yang banyak dijumpai di Columbia di Amerika Latin. Berupa bubuk, daun coca, buah coca, cocain Kristal yang bewarna putih.Penggunaannya, dengan cara menghirup melalui hidung dengan menggunakan alat penyedot (sedotan) atau dapat juga dibakar bersama-sama dengan tembakau (rokok), ditelan bersama minuman, atau disuntikan pada pembuluh darah.


(33)

Selanjutnya apabila sudah pada tingkat over dosis atau takaran yang berlebihan dapat menyebabkan kematian, karena serangan dan gangguan pada pernafasan dan terhadap serangan jantung. Disamping itu juga dapat menimbulkan keracunan pada susunan saraf sehingga korban dapat mengalami kejang-kejang, tingkah laku kasar, fikiran yang kacau dan mata gelap. Dampak negatif yang sangat berbahaya dari penyalahgunaan kokain dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak (stroke).

C. Morfin dan Heroin

Berupa serbuk yang bewarna putih, abu-abu, kecoklatan hingga coklat tua. Penggunaannya, dengan cara menghirup asapnya setelah bubuk heroin dibakar di atas kertas timah pembungkus rokok (sniffing) atau dengan menyuntikkannya langsung ke pembuluh darah setelah heroin dilarutkan dalam air.

Efek yang ditimbulkan, menimbulkan rasa mengantuk, lesu, penampilan ―dungu‖ jalan mengambang, rasa sakit seluruh badan, badan gemetar, jantung berdebar-debar, susah tidur dan nafsu makan berkurang, matanya berair dan hidungnya selalu ingusan, problem pada kesehatan; bengkak pada daerah menyuntik, tetanus, HIV/AIDS, Hepatitis B dan C, problem jantung, dada dan paru-paru, serta sulit buang air besar. Pada wanita mengganggu sirkulasi menstruasi.

Morfin dan Heroin berasal dari getah opium yang membeku sendiri dari tanaman Papaver Somniferum. Dengan melalui proses pengolahan dapat menghasilkan Morfin. Kemudian dengan proses tertentu dapat menghasilkan Heroin yang mempunyai kekuatan 10 kali melebihi morfin.


(34)

Gejala putus zat (sakaw) adalah sangat menyiksa sehingga yang bersangkutan akan berusaha untuk mengkonsumsi heroin. Oleh karena itu, pecandu heroin akan berusaha dengan cara apapun dan resiko apapun guna memperoleh heroin. Mereka tidak segan-segan melakukan tindakan- tindakan kekerasan atau kejahatan, misalnya mencuri, menodong, merampok, dan melakukan pembunuhan. Telah banyak remaja puteri yang terlibat pelacuran (menjual diri) hanya sekedar untuk mendapatkan uang guna membeli heroin.

Pecandu heroin sangat sulit untuk mengehentikan pemakaian heroin dan cenderung untuk mengkonsumsi dalam jumlah/dosis semakin bertambah dan sesering mungkin. Akibatnya over dosis.

D. Ekstasy

Berupa tablet dan kapsul dan bewarna bermacam-macam. Penggunaannya, ditelan. Efek yang akan ditimbulkan, rasa gembira secara berlebihan. Banyak orang mengkonsumsi ekstasy untuk tujuan bersenang- senang. Ekstasy hanya digunakan oleh anak-anak muda agar dapat berpesta/diskotik sepanjang malam. Karena saking gembiranya kadang- kadang sampai lepas kendali sehingga tidak malu untuk melakukan pesta seks.

Pemakaian ecstasy dapat mendorong tubuh untuk melakukan aktifitas yang melampui batas kemampuannya. Akibatnya dapat menyebabkan kekurangan cairan pada tubuh (dehidrasi) karena terlalu banyak menggerakkan tenaga dan terlalu banyak berkeringat. Pada pemakaiannya


(35)

yang berlebihan (over dosis) mengakibatkan penglihatan kabur, mudah tersinggung (pemarah), tekanan darah meningkat, nafsu makan berkurang dan denyut jantung bertambah cepat. Kematian sering terjadi karena pemakaian yang berlebihan yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah diotak (stroke).

E. Shabu

Berupa kristal yang bewarna putih. Penggunaannya, dibakar dengan menggunakan aluminium foil dan asapnya dihirup melalui hidung. Dibakar dengan menggunakan botol kaca khusus (bong) dan disuntikkan.

Penggunaan shabu mendorong tubuh melakukan aktifitas yang melampaui batas kemampuan fisik/berkeringat secara berlebihan, sehingga dapat menyebabkan kekurangan cairan tubuh (dehidrasi). Bagi mereka yang sudah ketagihan, apabila pemakaiannya dihentikan (putus zat) akan timbul gejala-gejala seperti merasa lelah dan tidak berdaya dan tidak berdaya (stamina menurun), kehilangan semangat hidup (ingin bunuh diri), merasa cemas dan gelisah secara berlebihan, kehilangan rasa percaya diri, susah tidur.

II. Psikotropika

Zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Dalam bidang Farmakologi, Psikotropika dibedakan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:


(36)

a. Golongan Psikostimulansi

Jenis zat yang menimbulkan rangsangan. Jenis obat yang tergolong ini:

a) Amfetamine (lebih popular dikalangan masyarakat sebagai shabu dan ecstasy).

b) Desamfetamine. b. Golongan Psikodepresan

Golongan obat tidur, penenang dan obat anti cemas. Merupakan jenis obat yang mempunyai khasiat pengobatan yang jelas. Jenis obat yang termasuk golongan ini:

a) Amobarbital. b) Phenol karkital. c) Penti karkital.

Dalam Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, dimasukkan dalam golongan III yaitu jenis psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak disalahgunakan untuk terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.

c. Golongan Sedativa

Jenis-jenis obat-obat yang mempunyai khasiat pengobatan yang jelas dan digunakan sangat luas dalam terapi. Jenis obat yang masuk golongan ini adalah Diazepam, Klobazam, Bromazepam, Fenibarbital, Barbital, Klonazepam, Klordiazepam, Klordiazepoxide, Nitrazezam.


(37)

III. Zat Adiktif

Bahan-bahan aktif atau obat yang dalam organisme hidup menimbulkan kerja biologi yang apabila disalahgunakan dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) yaitu keinginan untuk menggunakan kembali secara terus menerus.

Yang tergolong zat adiktif yang menimbulkan ketergantungan, yaitu: A. Alkohol (ethanol atau ethyl alcohol)

Hasil fermentasi/peragian karbohidrat; dari buir padi-padian, cassava, sari buah anggur, nira. Kadar alkohol minuman yang diperoleh melalui proses fermentasi tidak lebih dari 14%, karena ketika kadar alkohol mencapai 14%, mikroba raginya mati. Alkohol yang disebut methyl alkohol adalah jenis alkohol yang sangat berbahaya. Kadar alkohol dari bir 3-5%, Wine 10-14%,Whisky, Rhum, Gin, Vodka, dan Brendy, antara 40-50%. Manusia sudah sejak lebih dari lima millennia mengkonsumsi minuman beralkohol.

Akibat ditimbulkan oleh alcohol bagi kesehatan adalah: a. Menyebabkan depresi pada sistem syaraf pusat.

b. Jika penggunaan dicampur dengan obat lain sipemakai akan pingsan atau kejang-kejang tidak sadar diri.

c. Menyebabkan oedema otak (pembengkakan dan terbendungnya darah dari otak).

d. Menimbulkan habilutasi, toleransi dan ketagihan. e. Mengakibatkan mundurnya kepribadian.


(38)

g. Melemahkan jantung dan hati menjadi keras (Nasution, 2013:1- 15).

B. Kafein, caffeine (1.3.7. Trimethylsantine)

Alkaloida yang terdapat dalam buah tanaman kopi. Biji kopi mengandung 1-2,5% kafein. Kafein juga terdapat dalam minuman ringan.

Efek yang ditimbulkan dari kafein, yaitu: a. Keracunan kafein.

b. Kecemasan dan gangguan tidur. c. Kecanduan.

d. Menimbulkan masalah saluran pencernaan.

e. Beresiko terkena serangan jantung (Amazine, 2015). C. Nicotine (Nicotiana Tabacum L)

Nikotin terdapat dalam tumbuhan tembakau dengan kadar sekitar 1- 4%. Dalam setiap batang rokok terdapat sekitar 1,1mg nikotin. Nikotin menimbulkan ketergantungan. Dalam daun tembakau, terdapat ratusan jenis zat lainnya selain dari nikotin (BNN, 2004;23).

Efek yang ditimbulkan dari nicotine, yaitu:

a. Menyumbat saluran-saluran darah baik dari maupun menuju jantung sehingga memperlambat aliran darah.

b. Menimbulkan penyakit kanker. c. Serangan jantung.

d. Impotensi dan gangguan kehamilan dan janin (Nasution, 2013:17).


(39)

D. Zat sedative (penenang) dan hipnotika

Yang tergolong sedative/hipnotika diantaranya Benzodiazepin meliputi antara lain:

a. Temazapam. b. Diazeoam. c. Nitrazepam. d. Klonazepam. E. Halusinogen

Penggunaan halusinogen dapat menimbulkan perasaan tidak nyata yang dapat meningkat di halusinasi dengan persepsi yang salah. Oleh karena itu, jenis ini sering dinamakan zat penghayal. Halusinogen dapat menimbulkan ketergantungan fisik serta psikis dan efek toleransi. Yang termasuk halusinogen antara lain: LSD (Lysergic Acid Diethylamide), DOM, DMT, dll (Nasution, 2004:23).

F. Inhalen

Zat yang terdapat pada lem dan pengencer cat (thinner). Penyalahgunaan inhalen dapat merusak pertumbuhan dan perkembangan otot, syaraf dan organ tubuh lainnya. Menghirup sambil menggunakan obat anti depresi seperti obat penenang obat tidur, alcohol akan meningkatkan resiko over dosis dan dapat mematikan dan jika pengguna melakukan aktifitas normal seperti berlari atau berteriak dapat mengakibatkan kematian karena gagal jantung.

Efek yang ditimbulkan dari inhalen, yaitu: a. Hilang ingatan.


(40)

b. Tidak dapat berfikir.

c. Mudah berdarah dan memar. d. Kerusakan system syaraf utama. e. Kerusakan hati dan ginjal. f. Sakit maag.

g. Sakit pada waktu buang air kecil.

h. Kejang-kejang otot dan batuk-batuk (Nasution, 2013:15).

2.2.2 Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan narkoba merupakan suatu proses yang makin meningkat dari taraf coba-coba ke taraf penggunaan untuk hiburan, penggunaan situasional, penggunaan teratur sampai kepada ketergantungan. Memasuki taraf coba-coba bisa langsung terseret kepada taraf ketergantungan oleh karena sifat narkoba yang mempunyai daya menimbulkan ketergantungan yang tinggi. Penyalahgunaan narkoba dapat dilakukan dengan cara ditelan, dirokok, disedot dengan hidung, disuntikkan ke dalam pembuluh darah balik (intravena), disuntikkan ke dalam otot atau disuntikkan ke dalam lapisan lemak dibawah kulit.

Penggunaan narkoba secara suntik dan menggunakan jarum suntik secara bergilir dapat menimbulkan ketularan penyakit HIV/AIDS. Hepatitis B, Hepatitis C, dan penyakit infeksi lainnya yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh. Penggunaan narkoba secara berulang kali akan menimbulkan ketergantungan yang makin lama memerlukan jumlah narkoba yang makin tinggi dosisnya untuk menghasilkan khasiat yang sama (menimbulkan daya toleransi). Bila pemakaian


(41)

narkoba dihentikan atau dikurangi secara mendadak akan menimbulkan gejala putus narkoba (withdrawal syndrome), yaitu perasaan nyeri seluruh badan.

Sekali mencoba narkoba berisiko timbul keinginan untuk mencoba dan mencoba lagi sehingga akhirnya timbul ketagihan dan ketergantungan. Pada umumnya, baru timbul keinginan untuk menghentikannya dalam keadaan sudah terlambat, yaitu sudah berada dalam cengkeraman ketergantungan yang tidak bisa ditinggalkan (BNN, 2004: 9-10).

2.2.3 Ciri-ciri Penyalahgunaan Narkoba

Mereka yang mengkonsumsi narkoba akan mengalami gangguan mental dan perilaku, akibat terganggunya system neuron transmiter pada sel-sel susunan saraf pusat diotaknya. Gangguan pada system ini mengakibatkan terganggunya fungsi koqnitif atau alam pikiran, afektif atau alam perasaan/mood/emosi dan psikomotor atau perilaku.

Orang berpendidikan sekalipun akan menemui kesulitan untuk bisa mengetahui seseorang telah mengalami ketergantungan obat-obatan. Mengapa ? Bisa jadi karena mereka tidak tahu atau kurang pengetahuannya tentang ketergantungan obat. Bisa juga karena mereka menggangap remeh kadar penggunaan narkoba. Karena memang diawal penggunaan, seorang penyalahguna narkoba tidak begitu berbeda dari lainnya. Apalagi seorang anak yang pintar pasti akan memakai segala kepintarannya untuk menipu orang lain terutama orang tua agar tidak ketahuan bahwa dia telah memakai narkoba (BNN, 2007: 22).


(42)

2.3 Adiksi

2.3.1 Pengertian Adiksi

Adiksi merupakan suatu kondisi ketergantungan fisik dan mental terhadap hal-hal tertentu yang menimbulkan perubahan perilaku bagi orang yang mengalaminya. Dalam adiksi, terdapat tuntutan dalam diri penyalahguna narkoba untuk menggunakan secara terus menerus dengan disertai peningkatan dosis terutama setelah terjadinya ketergantungan secara fisik dan psikis serta terdapat pula ketidakmampuan untuk mengurangi atau menghentikan konsumsi narkoba meskipun sudah berusaha keras.

Adiksi atau ketergantungan terhadap narkoba merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami ketergantungan secara fisik dan psikologis terhadap suatu zat adiktif dan menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut :

I. Adanya Proses Toleransi

Individu membutuhkan zat yang dimaksud dalam jumlah yang semakin lama semakin besar, untuk dapat mencapai keadaan fisik dan psikologis seperti pada awal mereka merasakannya.

II. Adanya Gejala Putus Zat (Withrawl Syndrome)

Individu akan merasakan gejala-gejala fisik dan psikologis yang tidak nyaman apabila penggunaannya dihentikan. Perasaan tidak nyaman fisik seperti tulang sakit, mata berair, lemas, diare, muntah-muntah, dan lain- lain. Pada akhirnya gejala-gejala fisik tersebut dapat menurunkan berat badan dan menimbulkan ketergantungan pada narkoba, serta komplikasi medis. Secara psikologis, gejala putus obat ditandai dengan munculnya perasaan malu, rasa bersalah, curiga, tidak aman, marah, kesepian, tidak


(43)

percaya diri, cemas, emosi tidak terkontrol, gangguan kepribadian, tidak toleran, mengalami penolakan, curiga (terutama pada pengguna

methamphetamine), dan halusinasi.

Selain terhadap kondisi fisik dan psikologis, seorang pengguna (addict) juga mengalami gangguan pada perilakunya. Dalam kehidupan sosial, seseorang penyalahguna narkoba akan mengisolasi diri, lari dari kenyataan, manipulative, mengalami kemunduran moral, motivasi rendah, berperilaku anti-sosial, kemampuan sosial menurun, egois, pandangan dunia yang tidak realistis, dan sebagainya.

2.3.2 Model-model Adiksi

Ada beberapa model ketergantungan yang digunakan untuk menjelaskan ketergantungan narkoba dalam program rehabilitasi. Tidak ada model yang dianggap lebih baik dan lebih bermanfaat dalam suatu penyembuhan (treatment). Kebanyakan model-model itu digunakan secara eklektik/gabungan dari beberapa model. Berikut ini adalah beberapa model diantaranya:

a. Model Belajar Berperilaku (Learning Model)

Model ini beranggapan bahwa seseorang menyalahgunakan narkoba karena pengalaman pertamanya memperoleh ―imbalan‖ yang menyenangkan dan

―positif‖. Hal-hal yang menyenangkan dan positif tersebut menyebabkan orang mengulang kembali perilaku penyalahgunaan tersebut.

b. Model Kognitif (Cognitive Model)

Model kognitif ini beranggapan bahwa pikiran dan keyakinan adalah faktor-faktor penyebab utama dalam penyalahgunaan narkoba masalah


(44)

medis, keuangan, dan masalah sosial yang serius bukanlah penyebab seseorang mulai menggunakan narkoba, tetapi merupakan sifat dasar yang membawa seseorang pada tanggapan emosional dan mendorong pada suatu keyakinan adikstif yang menghasilkan perilaku ketergantungan.

c. Model Penyakit (Disease Model)

Dalam model ini penyalahguna narkoba dianggap sebagai kebiasaan menyimpang yang menyebabkan kondisi menyakitkan pada fisik yang bersangkutan dan ketergantungan. Melalui penggunaan yang terus-menerus seorang penyalahguna narkoba akan kehilangan kendali dan perilakunya. d. Model Gaya Hidup (Lifestyle Model)

Dalam pandangan model ini imbalan kehidupan yang menyenangkan mengubah kesadaran pada hal-hal yang destruktif, penyalahgunaan narkoba. Orang-orang yang sudah mengalami ketergantungan akan sulit mengulangkan kebiasaan penyalahgunaan narkoba karena dapat dianggap menghilangkan eksistensi dirinya.

e. Model Pengaruh Orangtua (P arental Influence Model)

Penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh orangtua dapat menjadi contoh buruk bagi anak-anak. Orangtua dapat menjadi munafik dan mengatakan kepada anak-anaknya ―kerjakan apa yang saya bilang, bukan yang saya lakukan‖. Maka anak akan menanggapi dengan pernyataan sinis,

―kalau orangtua memakai, kenapa saya tidak‖. f. Model Kelompok Sebaya (Peer Cluster Model)

Model ini beranggapan bahwa penyalahguna narkoba dimulai dan menjadi kebiasaan dalam kelompok sebaya. Dalam rangka menjaga hubungan


(45)

dalam kelompok, orang meniru perilaku penyalahgunaan narkoba oleh kelompok. Kemudian terjadi pembenaran-pembenaran yang akan mengubah keyakinan, nilai, perilaku, dan alasan-alasan.

g. Model Pintu Gerbang (Gateway Model)

Penyalahgunaan narkoba tidak terjadi secara tiba-tiba. Seseorang penyalahguna narkoba mulai menggunakan narkoba mulai dari yang

―ringan‖ seperti rokok, alcohol, ganja, sampai yang ―berat‖ seperti morphine, putaw, shabu-shabu, kokain, dan sebagainya. Zat adiktif yang

―ringan‖ tersebut adalah pintu gerbang kearah penggunaan narkoba yang lebih ―berat‖.

h. Model Sosial Budaya (socio Cultural Model)

Model ini membahas faktor-faktor eksternal yang berpengaruh terhadap individu. Lingkungan menjadi faktor utama, termasuk aspek etnografi dan demografi seperti jenis ras, umur, norma, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan, pendidikan, system kepercayaan, tingkat konsumsi, dan sebagainya. Semua faktor tersebut menjadi penentu dalam penyalahgunaan narkoba.

2.3.3 Proses Terjadinya Adiksi

Untuk sampai pada kondisi ketergantungan, seseorang akan mengalami tahap sebagaimana yang tergambar pada kontinum berikut ini:


(46)

Gambar 1. Kontinum Pengguna Narkoba Sumber : Doweiko, 1999

Keterangan : Daerah hitam (yang diarsir) mencerminkan tingkat penggunaan narkoba

Berdasarkan gambar di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Abstinence

Adalah periode dimana seseorang sama sekali tidak menggunakan narkoba untuk tujuan rekresional.

b. Social Use

Periode dimana individu mulai coba-coba menggunakan narkoba untuk tujuan rekreasional, namun sama seklai tidak mengalami problem yang terkait dengan aspek sosial, financial, medis dan sebagainya. Umumnya individu masih bisa mengontrol penggunaan zatnya.

c. Early Problem Use


(47)

individu tersebut, seperti misalnya timbulnya malas belajar, malas sekolah, keinginan bergaul, hanya dengan orang-orang tertentu, dan lain-lain.

d. Early Addiction

Adalah periode dimana individu sampai pada perilaku ketergantungan baik fisik, maupun psikologis, dan perilaku ketergantungan ini sangat mengganggu kehidupan sosial individu tersebut. Yang bersangkutan nyaris sulit mengikuti pola hidup orang normal sebagaimana mestinya dan mulai terlibat pada perbuatan yang melanggar norma dan nilai yang berlaku.

e. Severe Addiction

Adalah periode dimana individu hanya hidup untuk mempertahankan ketergantungannya, sama sekali tidak memperhatikan lingkungan sosial dan dirinya sendiri. Pada tahap ini, individu biasanya sudah terlibat pada tindakan criminal yang dilakukan demi memperoleh narkoba yang diingankan.

Kapan seseorang sampai pada tahap kontinum terakhir (ketergantungan berat/severe addiction), sangat tergantung pada beberapa hal:

a) Factor individu: biologis, psikologis, dan sosial

b) Jenis zat: opiat adalah zat paling cepat menimbulkan ketergantungan (high addict)

2.3.4 Dampak Adiksi Terhadap Penyalahguna

Dalam kecanduan seseorang terdapat suatu lingkaran yang tidak berhenti kecuali seseorang mulai melakukan intervensi (memutuskan pola adiksi tersebut). Pada intinya, lingkaran ini menjelaskan ketidaknyamanan yang dialami seseorang dimana dia menggunakan narkoba sebagai sarana untuk meningkatkan


(48)

kondisinya, yang selanjutnya justru akan mendorong penyalahguna tersebut untuk mengalami rasa tidak nyaman kembali. (Dytop inc., 2001).

Keadaan fisik dan psikis yang muncul ketika penyalahguna narkoba mulai mengalami ketergantungan narkoba menyebabkan ketidaknyamanan yang ditunjukkan oleh perubahan perilaku dan ekspresi secara verbal dan non-verbal. Pola perilaku negative pada diri penyalahguna narkoba tersebut menambah parah keadaan psikis yang sebaliknya akan juga memperburuk keadaan perilaku penyalahguna narkoba tersebut. Berbagai macam pola negatif (fisik, psikis, dan perilaku) mendorong penyalahguna narkoba untuk ―harus‖ mengkonsumsi narkoba (kompulsif). Hal ini akan memperburuk kembali keadaan fisik dan psikisnya dan akan membentuk perilaku yang semakin negatif. Skema menunjukkan lingkaran adiksi yang semakin parah dan tidak pernah berakhir kecuali adanya usaha secara sungguh-sungguh baik dari diri penyalahguna narkobanya maupun orang-orang disekelilingnya untuk menghentikan perputaran lingkaran tersebut (tidak intervensi).

2.3.5 Tahap-tahap Perubahan

Sebagai suatu penyakit kronis, adiksi tidak dapat disembuhkan. Pulih merupakan kata yang lebih tepat dalam menggambarkan upaya seseorang mengatasi penyakit ini. Pemulihan (recovery) seorang penyalahguna narkoba berlangsung seumur hidup dimana dia dan lingkungannya harus berjalan beriringan dalam mempertahankan pemulihan mereka. Tujuan pemulihan diawali oleh stabilitas fisik penyalahguna. Selanjutnya diarahkan agar penyalahguna memandang dirinya serta lingkungannya melalui sudut pandang yang positif


(49)

disertai dengan penerimaan diri, sehingga penyalahguna menyadari dirinya sebagai individu yang memiliki peran, hak serta kewajiban di dalam masyarakat. Dalam proses tersebut penyalahguna tidak akan mempertahankan pemulihannya jika tidak didukung oleh pola interaksi yang sehat dengan lingkungan.

Pada dasarnya program pemulihan ditargetkan kepada proses reintegrasi penyalahguna ke masyarakat umum dimana dirinya memiliki peran serta kualitas hidup yang memadai untuk hidup wajar sebagai bagian dari masyarakat. Memotivasi individu yang mengalami ketergantungan pada narkoba untuk mau menghentikan pola penggunaan zatnya bukanlah hal mudah. Ada tahap-tahap perubahan yang dialami oleh seorang penyalahguna narkoba yang mempengaruhi proses pemulihannya.

Tahap-tahap perubahan tersebut yaitu: a. Precontemplation

Tahap dimana penyalahguna umumnya belum mau mengakui bahwa perilaku penggunaan narkobanya merugikan dirinya sendiri, keluarga dan lingkungannya. Pada tahap ini seorang penyalahguna akan menampilkan mekanisme pertahanan diri agar mereka dapat tetap mempertahankan pola ketergantungan narkobanya. Jenis mekanisme pertahanan diri yang paling sering muncul adalah penyangkalan (denial), dimana penyalahguna selalu

―mengelak‖ atas kenyataan-kenyataan negatif yang ditimbulkan akibat pengguna narkobanya. Jenis mekanisme pertahanan diri yang lain adalah mencari pembenaran (rasionalisasi), dimana penyalahguna akan selalu berdalih untuk melindungi perilaku ketergantungannya.


(50)

b. Contemplation

Tahap dimana penyalahguna narkoba mulai menyadari bahwa perilaku penggunaan narkobanya merugikan diri sendiri, keluarga dan lingkungannya, tetapi sering merasa ragu-ragu (ambiva len) untuk menjalani proses pemulihan. Proses wawancara motivasional sangat menentukan apakah penyalahguna narkoba kembali pada tahap

Precontemplation di atas atau justru semakin termotivasi untuk pulih.

c. Preparation

Tahap dimana individu mempersiapkan diri untuk berhenti dari pola penggunaan narkobanya. Umumnya yang bersangkutan mulai mengubah pola fikirnya yang dianggapnya dapat membantu usahanya untuk dapat membebaskan diri dari narkoba.

d. Action

Tahap dimana seorang penyalahguna narkoba dengan kesadaran sendiri mencari pertolongan untuk membantu pemulihannya.

e. Maintenance

Tahap dimana seorang penyalahguna narkoba berusaha untuk mempertahankan keadaan bebas narkobanya (abstinensia).

f. Relapse

Tahap dimana seorang penyalahguna narkoba kembali pada pola perilaku penggunaan narkobanya yang lama sesudah ia mengalami keadaan bebas narkoba (Nasution, 2013: 23-37).


(51)

2.4 Therapeutic Community (TC)

2.4.1 Sejarah Therapeutic Community (TC)

Program terapi bagi pecandu narkoba merupakan hal yang relative baru berkembang. Program terapi ini kurang lebih mulai timbul dalam bentuk yang terorganisasi pada tahun 1960 sebagai respons terhadap masalah sosial dan masalah kesehatan masyarakat di Amerika Serikat. Pertumbuhan fasilitas terapi pada tahun 1960 dan 1970 mencerminkan berbagai pandangan tentang masalah penyalahgunaan dan ketergantungan narkoba. Selain itu juga dipengaruhi oleh tuntutan bagaimana masalah tersebut dapat ditangani secara efektif.

Diluar unit detoksifikasi, yang ditujukan sebagai langkah awal terapi, terdapat tiga modalitas terapi yang dominan dalam penatalaksanaan penyalahgunaan narkoba; program rawat jalan, program terapi rumatan metadon, dan program residensial rawat inap jangka panjang yang disebut sebagai TC. Program TC saat itu berorientasi pada kondisi bebas zat (abstinensia), dimana residen diharapkan tidak lagi menggunakan zat selama dalam program dan setelah selesai program. Pada tahun 90-an, muncul program residensial rawat inap jangka pendek yang menggunakan pendekatan 12 langkah atau pendekatan lainnya (Institute Of Medicine, 1990). Sementara pada akhir tahun 90-an beberapa Negara, khususnya Belanda dan Australia mulai memodifikasi program TC dengan memasukkan pendekatan pengurangan dampak buruk dalm program- programnya, sebagai suatu upaya menekan laju penularan HIV di kalangan pengguna narkoba.


(52)

2.4.2 Program TC Secara Global

Program TC yang saat ini lebih diasosiasikan sebagai salah satu modalitas terapi penyalahgunaan narkoba, sesungguhnya berawal dari pendekatan perawatan masalah kesehatan jiwa (psikiatris) pada tahun 40-an di Inggris. Sekalipun pengaruh TC psikiatris ala Inggris ini terhadap TC adiksi narkoba belum begitu jelas, namun pendekatan yang dilakukan pada TC Psiakiatris menyerupai gambaran pendekatan-pendekatan yang umumnya dilakukan pada TC adiksi narkoba secara umum (Deleon, 2000). Kehadiran TC psikiatris seringkali dipandang sebagai bagian dari revolusi psikiatris yang ketiga, dimana terjadi perubahan dari pendekatan individual kepada pendekatan sosial dengan menekankan keterlibatan banyak pihak, penggunaan metode kelompok, terapi norma nilai dan psikiatri administrative.

Melacak sejarah TC adiksi narkoba bukanlah perkara mudah karena hingga 2000 tidak ada kajian komprehensif tentang sejarah TC adiksi. Penelitian yang terbatas ini mengatakan bahwa konsep-konsep, keyakinan dan praktek TC ditengarai dan dipengaruhi secara tidak langsung oleh agama, filsafat, psikiatri dan ilmu-ilmu sosial dan perilaku. Beberapa tulisan merujuk pada kemungkinan keberadaan TC sejak zaman kuno, terutama dalam upaya masyarakat melakukan pengobatan dan dukungan.

Cikal bakal TC dalam adiksi narkoba berawal pada 1960 di Amerika Serikat dan kemudian di Eropa. Pada periode 1964-1971 program TC dikembangkan secara langsung atau tidak langsung karena pengaruh Synanon dan Daytop Village (termasuk Gateway House, Gaudenzia, Marathon House, Odyssey House, Phoenix House, Samaritan House, and Walden House). TC


(53)

Synanon secara tegas mengajarkan norma dan nilai tentang etos kerja, mutual

concern, sharing guidance, kejujuran, ketulusan, tidak egois, pembelajaran diri,

penerimaan atas karakter yang negatif, membuat kompensasi atas perbuatan yang merugikan dan bekerja dengan orang lain. Nilai-nilai 12 langkah dan 12 tradisi juga digunakan dan diadaptasi pada penyelenggaraan TC ini. Walaupun Synanon mempertahankan tradisi Alcoholic Anonymous atas kemandirian fiscal, tetapi orientasinya adalah kewirausahaan. Mereka mengembangkan bisnis yang beorientasi pada keuntungan dan menggalang dana dari sector public maupun swasta. Organisasi TC Synanon merupakan struktur yang hirarkis. Walaupun setiap anggota dapat melangkah hingga struktur yang lebih tinggi, namun pengambilan keputusan bersifat otokratik, tergantung pada tangan beberapa orang saja.

Setelah era TC Synanon, pengembangan TC kemudian melibatkan bantuan dan keterlibatan pemimpin masyarakat pemuka agama, tokoh politik, professional kesehatan dan layanan masyarakat. Jadi, walaupun TC tradisional dikembangkan oleh pecandu, perkembangannya kemudian dipengaruhi oleh berbagai disiplin ilmu seperti pendidikan, kedokteran, psikiatri, hukum, agama dan ilmu-ilmu sosial. Peran para professional ini terutama dalam hal teknis praktis dan politis, diantaranya menjaga agar TC tetap berdiri dan dapat berkembang.

Saat ini, TC yang ada berkembang dan berbeda satu sama lainnya. Perkembangan ini meliputi sumber daya yang bervariasi diantaranya psikiater, psikologis, pendidik, pelatihan vokasional dan layanan public. Sekalipun nilai- nilai dasar Synanon masih dipertahankan oleh sebagian besar saat ini, namun berbagai pengaruh membuat perbedaan dalam organisasi, filosofi dan praktek


(54)

penyelenggaraannya. Banyak TC kemudian mengembangkan sendiri filosofi yang kembangkannya, melakukan adaptasi sesuai konteks budaya setempat.

12 langkah :

a. Kita mengakui bahwa kita tidak berdaya terhadap adiksi sehingga hidup kita menjadi tidak terkendali.

b. Kita tiba pada keyakinan bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari diri kita sendiri yang mampu mengembalikan pada kita kewarasan.

c. Kita membuat keputusan untuk mengalihkan niat dan kehidupan kita pada kasih Tuhan sebagaimana kita memahami Tuhan.

d. Kita membuat inventaris moral diri kita sendiri secara penuh, seluruh dan tanpa rasa gentar.

e. Kita mengakui kepada Tuhan kepada diri kita sendiri, serta kepada seseorang manusia lainnya, setepat mungkin dari kesalahan-kesalahan kita. f. Kita menjadi siap secara penuh agar Tuhan menyingkirkan semua

kecacatan karakter kita.

g. Kita dengan rendah hati memintaNya untuk menyingkirkan kelemahan- kelemahan kita.

h. Kita membuat daftar orang-orang yang telah kita sakiti dan menyiapkan diri untuk menebusnya kepada mereka semua.

i. Kita menebus kesalahan kita secara langsung kepada orang-orang tersebut bilamana memungkinkan kecuali bila melakukannya akan justru melukai mereka atau orang lain.

j. Kita terus menerus melakukan inventaris pribadi kita dan bilamana kita bersalah segera mengakui kesalahan kita.


(55)

k. Kita melakukan pemberian doa dan meditasi untuk memperbaiki kontak sadar kita dengan Tuhan sebagaimana kita memahami Tuhan, berdoa hanya untuk mengetahui mata Tuhan atas diri kita dan kekuatan untuk melaksanakannya.

l. Setelah memperoleh pencerahan pribadi sebagai akibat dari langkah- langkah ini, kita mencoba untuk membawa pesan ini kepada para pecandu, dan untuk menerapkan prinsip-prinsip ini dalam semua urusan keseharian kita.

12 tradisi :

a) Kesejahteraan kita bersama harus dinomor-satukan diatas yang lainnya: kemajuan pribadi tergantung pada kesatuan kita.

b) Demi kepentingan kelompok, hanya ada satu otoritas utama yakni Tuhan yang Maha Pengasih sebagai mana Tuhan mengekspresikan dirinya melalui hati nurani kelompok. Pemimpin kita adalah pelayan terpercaya Tuhan. Mereka tidak memerintah.

c) Satu-satunya prasyarat keanggotaan adalah keinginan sungguh-sungguh untuk berhenti menggunakan zat adiktif.

d) Setiap kelompok harus memiliki otonomi, kecuali dalam hal yang dapat mempengaruhi kelompok lain.

e) Setiap kelompok hanya mempunyai satu tujuan utama – membawa pesan penyembuhan bagi pecandu yang masih menderita.

f) Kelompok kami tidak selayaknya memberikan dukungan keuangan, meminjamkan nama kelompok kepada usaha bisnis guna menghindari,


(56)

masalah dengan orang, kepemilikan, property dan prestise yang dapat mengalihkan focus utama kita dan tujuan spiritual kita bersama.

g) Setiap kelompok harus mendukung dirinya sendiri secara financial, menolak dana dari luar

h) Pekerjaan langkah ke-12 harus selalu dan selamanya bersifat non- profesional, namun pusat pelayanan kita dapat mempekerjakan staff khusus.

i) Kelompok kita tidak selayaknya diorganisir sedemikian rupa, namun kita boleh membentuk dewan pelayanan atau panitia yang bertanggung jawab pada kelompok yang mereka layani.

j) Kelompok tidak mempunyai pendapat berkaitan dengan masalah diluar, sehingga nama kita sebagai kelompok tidak akan ditarik dalam kontroversi public.

k) Hubungan masyarakat kita dilandaskan pada keterkaitan dan bukan promosi. Kita perlu mempertahankan Anonimitas pribadi pada taraf massa media radio, televise dan film. Kita perlu melindungi kebutuhan Anonimitas semua anggota keluarga kita.

l) Anonimitas adalah landasan spiritual semua tradisi keluarga dan persaudaraan kita, selalu mengingatkan kita untuk meletakan prinsip diatas pribadi-pribadi (Hutauruk, 2011).

2.4.3 Program TC di Indonesia

Sebagaimana yang terjadi di Amerika Serikat, pertumbuhan rehabilitasi dengan pendekatan TC di Indonesia dimulai dari kegelisahan keluarga pecandu


(57)

heroin yang tidak memperoleh layanan terapi ketergantungan heroin bagi anak/ keluarganya di Indonesia. Beberapa keluarga membawa anggota keluarganya yang mengalami kecanduan heroin pada berbagai tempat rehabilitasi dengan pendekatan TC atau 12 langkah yang terdapat di luar negeri, khususnya Malaysia dan Singapura. Para alumni rehabilitasi TC ini dengan dukungan penuh keluarganya kemudian mendirikan program TC di Indonesia. Sekalipun pada pertengahan tahun 90 telah dirintis program rehabilitasi TC oleh beberapa professional medis, namun pionir program ini yang dikenal oleh masyarakat secara luas adalah Yayasan Titihan Respati yang didirikan pada tahun 1997, kemudian diikuti dengan berbagai yayasan lainnya seperti Yayasan Terakota , Yayasan Insan Pengasuh Indonesia, Yayasan Bandulu, dan lainnya. Beberapa program TC yang juga dimotori oleh kalangan professional medis bekerja sama dengan konselor adiksi diantaranya adalah Wisma Adiksi, Sport Campus Wijaya Kusuma, Wisma Srikandi dan Arjuna RS Marzoeki Mahdi (kemudian memisahkan diri dari RS dan berdiri sendiri menjadi Yayasan Permata Hati Kita) dan Wisma Sirih RS Khusus Provinsi Kalimantan Barat. Pusat pembelajaran program TC saat itu Daytop Village, di New York, Amerika Serikat- sebagai pusat pelatihan sebagian besar konselor, baik yang berada di Malaysia, Singapura maupun Indonesia.

Program ini menarik minat yang luar biasa, terutama dari kalangan menengah keatas dan berkembang secara cepat. Pada tahun 2000 tercatat lebih 80 lembaga rehabilitasi yang dijalankan dengan metode TC. Lebih dari 85% lembaga ini merupakan inisiatif masyarakat, selebihnya merupakan inisiatif professional kesehatan, pekerjaan sosial, maupun tokoh agama. Bahkan beberapa panti


(58)

rehabilitasi sosial milik Kementerian Sosial seperti Galih Pakuan, Bogor juga mengadopsi pendekatan ini pada program rehabilitasinya. Biaya operasional penyelenggaraan program umumnya mengandalkan pola tarif layanan yang dibebankan pada residen serta dari donatur, kecuali lembaga rehabilitasi yang berada dalam system pemerintahan. Dukungan pemerintah dalam bentuk biaya perawatan bagi para residen yang mengikuti program rehabilitasi swadaya masyarakat belum tersedia. Oleh karena itu, tidaklah heran apabila pada umumnya lembaga rehabilitasi swadaya masyarakat mengenakan pola tarif yang cukup tinggi dibandingkan dengan pendapatan perkapita masyarakat Indonesia. Hingga saat ini dukungan pemerintah dalam pembinaan lembaga rehabilitasi swadaya masyarakat masih terbatas pada peningkatan kapasitas lembaga ataupun sumber daya manusianya.

Euphoria terhadap program TC di Indonesia secara bertahap mulai menurun pada tahun 2002. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu daya jangkau masyarakat terhadap layanan rehabilitasi TC yang semakin melemah; epidemic HIV di kalangan pengguna narkoba suntik (penasun) yang merubah orientasi terapi rehabilitasi adiksi narkoba dari abstinensia kepada pengurangan dampak buruk; serta adanya program terapi rumatan yang tidak mengharuskan pecandu berada di dalam lembaga untuk waktu yang lama. Hal ini mempengaruhi eksistensi program-program yang ada sehingga satu persatu tidak dapat lagi menjalankan layanannya.

Saat ini secara nasional keberadaan lembaga rehabilitasi swadaya masyarakat dengan pendekatan TC sangatlah terbatas. Kendala utama adalah beratnya beban biaya operasional TC, sementara sumber dana- baik yang berasal


(1)

29. Apakah menurut Saudara fasilitas yang dibuat oleh Sibolangit Centre untuk

mendukung Program TC sudah lengkap?

a. Lengkap

b. Kurang Lengkap

c. Tidak Tahu

Alasan :

………

………..

30. Apa tindakan Saudara terhadap fasilitas yang dibuat oleh Sibolangit Centre

melalui Program TC?

a. Selalu Merawat

b. Berusaha Merawat

c. Tidak Merawat

Alasan :

………

……….

31. Apa tindakan Saudara apabila ada fasilitas yang dibuat oleh Sibolangit

Centre mengalami kerusakan?

a. Melaporkan kepada pihak Sibolangit Centre/staff

b. Berusaha memperbaiki dengan bergotong-royong bersama residen lain

c. Tidak melakukan apa-apa

Alasan :

………

………..

32. Apa saran Saudara untuk kebaikan pelaksanaan Program TC selanjutnya?

Jawab

:

………..

...

Sekian dan Terimakasih




(2)

WAWANCARA

1. Sudah berapa lama Saudara tinggal di Sibolangit Centre?

Jawab :

………

……….

2. Apakah sulit bagi Saudara untuk mendapatkan akses keluar dari Sibolangit

Centre (misalnya untuk pergi ke daerah lain untuk sekedar menghibur diri

ataupun berinteraksi dengan masyarakat yang ada di daerah Sibolangit)?

Jawab :

………

……….

3. Kesulitan apa saja yang Saudara alami?

Jawab :

………

……….

4. Bagaimana cara Saudara menghibur diri dalam sehari-hari?

Jawab :

………

………

5. Apakah pernah ada kunjungan pemerintah ke Sibolangit Centre untuk

memberikan bantuan?

Jawab :

………

………

6. Bantuan seperti apa yang diberikan?

Jawab :

………

………

7. Ketika Saudara mendengar tentang Program TC, apa yang Saudara pikirkan?

Jawab :

………

………


(3)

8. Bagaimana reaksi Saudara ketika mendengar bahwa Sibolangit Centre akan

melaksanakan Program TC? Apakah Saudara setuju program itu dilaksanakan

di Sibolangit Centre?

Jawab :

………

………

9. Setelah adanya sosialisasi mengenai program ini dari Sibolangit Centre,

apakah Saudara tahu apa manfaat dari dilaksanakannya program tersebut?

Jawab :

………

………

10. Menurut Saudara, program seperti apa Program TC itu?

Jawab :

………

………

11. Selama mengikuti Program TC, bagaimana komentar Saudara mengenai

pelaksanaannya?

Jawab :

………

………

12. Apa saja perubahan yang terjadi selama mengikuti Program TC?

Jawab :

………

………

13. Manfaat apa saja yang diberikan melalui program ini?

Jawab :

………

………

14. Apakah Saudara merasa puas dengan pelaksanaan Program TC di Sibolangit

Centre?

Jawab :

………

………


(4)

15. Menurut Saudara, apa kelebihan Program Therepeutic Community (TC) ini?

Jawab :

………

………

16. Lalu, apa kekurangan Program Therapeutic Community (TC) ini menurut

Saudara?

Jawab :

………

………

17. Apakah Saudara juga dilibatkan dalam setiap kegiatan Program TC? Kegiatan

seperti apa yang dilakukan?

Jawab :

………

………

18. Apa keluhan Saudara selama menjalani Program TC?

Jawab :

………

………

19. Bagaimana Saudara memandang usaha pemerintah mengenai permasalahan

yang sedang anda alami ini?

Jawab :

………

………

20. Dengan semua kegiatan program yang sudah dilakukan, apakah Saudara

merasa permasalahan Saudara sudah terselesaikan?

Jawab :

………

………


(5)

No. Responden

Persepsi

Jumlah Sikap Jumlah Partisipasi Jumlah

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

1. -1 -1 -1 -1 -1 0 -5 1 1 1 1 0 4 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 9

2. -1 -1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 6

3. -1 -1 0 0 0 0 -2 1 1 1 1 0 4 -1 -1 -1 -1 0 -1 -1 -1 0 0 0 1 -6

4. 0 -1 -1 -1 -1 -1 -5 1 1 1 1 -1 3 1 1 0 0 -1 -1 -1 -1 0 -1 0 1 -2

5. 1 1 0 1 1 0 4 1 1 1 1 0 4 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 9

6. -1 -1 -1 -1 0 1 -3 1 1 1 1 1 5 1 0 1 1 1 -1 -1 -1 -1 0 0 1 1

7. 0 -1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 0 4 0 -1 -1 -1 -1 -1 0 0 -1 0 0 1 -5

8. -1 -1 -1 -1 -1 -1 -6 1 1 1 1 0 4 0 1 1 1 0 -1 -1 -1 0 -1 1 1 1

9. -1 -1 0 0 1 0 -1 0 0 1 1 1 3 1 0 -1 -1 0 1 0 0 0 -1 -1 0 -2

10. 0 -1 -1 -1 -1 -1 -5 1 1 0 0 -1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 -1 0 1 4

11. 0 -1 0 1 1 -1 0 1 1 1 1 0 4 1 0 0 0 -1 -1 -1 -1 1 -1 0 1 -2

12. -1 -1 -1 1 1 0 -1 1 1 1 1 0 4 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 8

13. -1 -1 -1 -1 1 1 -1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 -1 -1 -1 -1 0 0 0 1 0

14. 0 -1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 -1 3 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 1 0 0 1 2

15. 0 -1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 -1 3 1 1 1 1 0 -1 -1 -1 1 0 0 1 3

16. -1 -1 1 1 1 1 2 1 1 0 0 -1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 5

17. 0 -1 -1 -1 -1 -1 -5 0 1 1 1 0 3 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 -8

18. 0 -1 -1 -1 1 1 -1 1 1 1 1 1 5 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 4

19. 0 -1 -1 0 0 0 -2 1 1 1 1 -1 3 1 1 1 1 0 -1 -1 -1 0 -1 1 1 2

20. 0 -1 0 1 1 -1 0 1 1 1 1 -1 3 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 7

21. 0 -1 -1 -1 -1 -1 -5 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 11

22. -1 -1 -1 -1 -1 -1 -6 1 0 1 1 -1 2 1 0 1 1 -1 -1 -1 -1 0 -1 1 0 -1

23. 0 -1 1 1 1 1 3 1 0 1 0 -1 1 -1 1 1 0 -1 0 -1 -1 0 0 0 0 -2

24. -1 -1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 1 7

25. 0 -1 -1 -1 -1 -1 -5 1 1 1 0 0 3 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 1 0 -8

26. 0 -1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 -1 -1 0 1 -1 -1 1 -1 -1 -1 -1 0 0 1 -3

27. 0 -1 -1 -1 -1 -1 -5 1 1 1 1 1 5 0 -1 -1 -1 0 -1 -1 1 1 1 1 1 0

28. -1 -1 -1 -1 0 1 -3 1 1 1 1 1 5 -1 -1 -1 -1 0 -1 -1 -1 1 1 1 1 -3

29. 0 -1 -1 -1 -1 -1 -5 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 -1 -1 -1 0 0 -1 1 1 0

30. 0 -1 -1 -1 -1 -1 -5 -1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 8


(6)

No. Responden

Persepsi

Jumlah Sikap Jumlah Partisipasi Jumlah

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

31. -1 -1 -1 -1 -1 -1 -6 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 11

32. 0 -1 -1 -1 -1 -1 -5 1 0 1 0 0 2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 9

33. -1 -1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 0 0 0 0 1 1 1 0 1 -1 0 1 4

34. 1 1 0 1 1 1 5 1 1 1 1 0 4 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 1 0 1 -6

35. 0 -1 0 1 1 1 2 1 1 1 1 0 4 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 5

36. -1 -1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 5 0 0 0 -1 0 1 1 0 1 1 1 1 5

37. -1 -1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 9

38. -1 -1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 5 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 8

39. 0 -1 0 1 1 1 2 1 1 1 1 1 5 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 9

40. -1 -1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 3 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 6

41. 0 0 0 1 1 1 3 1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 7

42. 1 1 0 0 1 1 4 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 8

43. 1 0 0 1 1 1 4 1 1 1 1 1 5 0 0 1 0 -1 1 1 0 0 1 1 1 5

44. -1 -1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 8

45. 1 1 0 0 0 -1 1 1 1 1 1 0 4 1 0 0 0 1 0 0 0 1 -1 0 0 2

46. -1 -1 -1 0 0 0 -3 1 1 1 0 0 3 1 1 1 1 1 0 0 0 1 -1 1 1 7

47. 0 -1 0 0 -1 0 -2 1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 1 1 1 1 0 -1 0 0 4

48. 1 1 0 1 1 1 5 1 1 1 1 1 5 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 -1 1 1 -7

49. -1 -1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 -1 3 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 6

50. 1 0 0 1 1 1 4 1 1 1 1 1 5 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 8

Jumlah -

2,17 - 6.17

- 2.33

- 0.83

1,17 1.83 -8.50 8.60 8.80 8.80 7.80 2.00 36 1.83 1.32 1.67 0.25 1.25 -

0.25

0.08 -

0.58

1.41 0.33 2,00 3.50 12.81