Sintesis Dan Karakterisasi Selulosa Asetat Dari Kayu Kelapa Sawit (Elais Guenensiss Jacq) Chapter III V
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Alat-Alat Penelitian
Adapun alat-alat penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah:
Nama Alat
Merck
Seperangkat Alat FT-IR
Shimadzu
Seperangkat Alat DSC
Shimadzu
Seperangkat Alat XRD
Shimadzu
Neraca Analitis
Ohaus
Termometer
Fisher
Hot Plate
Cimarec
Oven
Carbolite
Magnetic Stirrer
-
Krus Porselen
-
Indikator pH Universal
Sartorius
Beaker Glass
Pyrex
Gelas Ukur
Pyrex
Labu Takar
Pyrex
Desikator
-
Universitas Sumatera Utara
3.2. Bahan-Bahan Penelitian
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Nama Bahan
Merck
Kayu Kelapa Sawit
-
NaNO 2
Merck
NaOHpellet
Merck
H 2 O 2(p)
Merck
Metil merah
-
CH 3 COOH anhidrat
Merck
HNO 3(p)
Merck
Na 2 S 2 O 3
Merck
NaOCl
Merck
HCl
Merck
Indikator Fenolftalein
Merck
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Pereaksi
3.3.1.1. Larutan HNO 3 3,5%
Sebanyak 54,6 mL HNO 3 65% lalu diencerkan dengan aquadest dalam labu takar
1000 mL hingga garis batas, dihomogenkan.
3.3.1.2. Larutan NaOH 2%
Universitas Sumatera Utara
Sebanyak 10 g NaOH dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL
hingga garis batas, dihomogenkan.
3.3.1.3. Larutan Na 2 SO 3 2%
Sebanyak 10 g Na 2 SO 3 dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL
hingga garis batas, dihomogenkan.
3.3.1.4. Larutan NaOH 17,5%
Sebanyak 87,5 g NaOH dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL
hingga garis batas, dihomogenkan.
3.3.1.5. Larutan NaOCl 1,75%
Sebanyak 73 mL NaOCl 12% diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 500
mL hingga garis batas, dihomogenkan.
3.3.1.6. Larutan H 2 O 2 10%
Sebanyak 167 mL H 2 O 2 30% dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500
mL hingga garis batas, dihomogenkan.
3.3.2. Preparasi Kayu Kelapa Sawit
Kayu kelapa sawit yang diambil adalah kayu kelapa sawit yang telah non
produktif dan berumur 20 – 25 tahun. Pengambilan sampel di ambil dari kebun
kelapa sawit Kota Cane, Aceh. Sampel (KKS) secara radial dibedakan pada
bagian luar, tengah dan inti yang digunakan pada penelitian ini diambil dari
bagian tengah batang pada ketinggian 4 meter dari permukaan tanah, kemudian
Universitas Sumatera Utara
dikeringkan dalam udara terbuka selama 30 hari. Kemudian diremukkan dan
diayak dengan ayakan 80 mesh sehingga menjadi bagian-bagian partikel kecil.
3.3.3. Isolasi α-selulosa dari Serbuk Kayu Kelapa Sawit
Sebanyak 75 gr serbuk kayu kelapa sawit yang telah dihaluskan dimasukkan ke
dalam beaker glass 2000 mL, kemudian ditambahkan 1L campuran HNO 3 3,5%
dan 10 mg NaNO 2 , dipanaskan di atas hot plate pada suhu 90 oC selama 2 jam
sambil di aduk. Setelah itu disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral.
Selanjutnya direndam dengan 750 mL larutan yang mengandung NaOH 2% dan
Na 2 SO 3 2%pada suhu 50 oC selama 1 jam sambil diaduk. Kemudian disaring dan
ampas dicuci sampai netral. Selanjutnya dilakukan pemutihan dengan 250 mL
larutan NaOCl 1,75% pada suhu 70 oC selama 30 menit. Kemudian disaring dan
dicuci ampas sampai pH filtrat netral. Setelah itu dilakukan pemurnian α-selulosa
dari sampel dengan 500 mL larutan NaOH 17,5%, pada suhu 80 oC selama 30
menit sambil diaduk di atas hotplate, disaring lalu ampas dicuci hingga pH netral.
Selanjutnya dibleaching dengan H 2 O 2 10% pada suhu 60oC selama 15 menit dan
dikeringkan di dalam oven pada suuhu 60 oC kemudian disimpan dalam desikator,
lalu dibiarkan selama 1 malam. (Ohwoavworhua,2005) . Selanjutnya dihitung
berat(%) α-selulosa yang didapat dan dikarakterisasi dengan analisa FT-IR.
3.3.4. Esterifikasi α-selulosa
Untuk preparasi selulosa asetat, sebanyak 0,2 g α-selulosa dimasukkan kedalam
gelas Beaker yang sudah dilengkapi dengan magnetik stirer. Ditambahkan 10 mL
asetat anhidrat dan ditambahkan Iodin sebanyak 0,3 g, kemudian dipanaskan pada
suhu 80 oC selama 300 menit. Setelah dilakukan percobaan, campuran reaksi
dibiarkan dingin pada suhu kamar dan di tambahkan dengan 5 mL larutan jenuh
Na 2 S 2 O 3 sambil dilakukan pengadukan. Kemudian campuran dipindahkan
kedalam gelas beaker yang berisi 30 mL etanol dan diaduk selama 60 menit,
setelah itu dilakukan penyaringan dan dicuci dengan 75 % (v/v) etanol dan
Universitas Sumatera Utara
aquadest untuk menghilangkan asam asetat yang tidak bereaksi pada produk.
Residu kemudian dikeringkan pada suhu 60 0C dalam oven. Hasil yang kering
kemudian dihitung beratnya (%) dan dikarakterisasi dengan analisa FTIR, DSC,
XRD, dan ditentukan derajat substitusinya serta kadar airnya.
3.3.5. Analisa Kadar Air
Cawan dikeringkan pada suhu 110oC selama 2 jam, disimpan di dalam desikator
kemudian ditimbang. Sebanyak 2 g selulosa asetat ditimbang (W1 ) kemudian
dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya dan dikeringkan di
dalam oven pada suhu 110οC selama 2 jam. Setelah itu disimpan cawan ke dalam
desikator kemudian ditimbang (W2 ). Sisa selulosa asetat dihitung sebagai total
padatan dan air yang hilang sebagai kadar air dapat ditunjukkan pada persamaan
(1) di bawah ini:
Kadar air (%) =
(� 1 −� 2)
�1
x 100% .....................(1)
Keterangan:
W 1 = Berat cawan + selulosa asetat sebelum pengeringan 110oC
W 2 = Berat cawan + selulosa asetat setelah pengeringan 110oC
3.3.6. Analisa Derajat Substitusi (DS)
Selulosa asetat dikeringkan di dalam oven selama 1 jam. Dimasukkan ke dalam
erlenmeyer sebanyak 1 g, kemudian ditambahkan 40 mL etanol 75% dipanaskan
selama 30 menit pada suhu 50-60oC. Setelah itu ditambahkan 40 mL larutan
NaOH 0,5N dan pemanasana dilakukan selama 15 menit pada suhu yang sama.
Kelebihan NaOH dititrasi dengan HCl 0,5 N dengan indikator fenolptalein.
Selulosa asetat dibiarkan selama 1 hari untuk memberikan kesempatan bagi
NaOH berdifusi. Selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0,5 N dengan indikator metil
Universitas Sumatera Utara
merah sampai terbentuk warna merah. Blanko dibuat dengan cara yang sama.
Persamaan (2) berikut ini adalah untuk perhitungan kadar asetil (%).
Derajat Substitusi (%) = ((D-C)�� + (A-B) �� ) x
Keterangan:
�
�
................(2)
A = mL NaOH yang dipakai untuk titrasi selulosa asetat
B = mL NaOH yang dipakai untuk titrasi blanko
C = mL HCl yang dipakai untuk titrasi selulosa asetat
D = mL HCl yang dipakai untuk titrasi blanko
�� = normalitas HCl
�� = normalitas NaOH
F = 4,305
W = bobot contoh
3.3.7. Analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform Infrared (FTIR)
Sampel dipreparasi dalam bentuk bubur (mull). Bubur diperiksa dalam sebuah
film tipis yang diletakkan di antara lempengan-lempengan garam yang datar.
Pengujian dilakukan dengan menjepit film hasil campuran pada tempat sampel.
Kemudian film diletakkan pada alat ke arah sinar infrared. Hasilnya akan di rekam
kertas berkala berupa aluran kurva bilangan gelombang 4000-200 cm-1 terhadap
intensitas.
3.3.8. Analisa dengan Differential Scanning Calorimetry(DSC)
Sampel ditimbang sebanyak 5 ± 20 mg.Untuk sampel serbuk, sampel langsung
digerus halus, dan diletakkan di dalam pansedangkan untuk sampel rubbery,
sampel diletakkanpada plat kaca dan di keringkan,kemudian film yangdi hasilkan
di potong seukuran pan (diameter film sekitar3 ± 4mm). Sampel dalam pan dicrimping dengantutup stainless steel menggunakan alatcrimp. AlatDSC dihidupkan
Universitas Sumatera Utara
dengan mengalirkan gas nitrogen dan diaturkenaikantemperatur 2 ºC per menit.
Untuk kalibrasI temperatur dan panas DSC, pada alat diletakkan blanko berupa pan
kosong dan sampel berisi zatpengkalibrasi yaituindium dan/atau seng. Setelah
kalibrasi selesai, sampel indium dan/atau seng digantidengan sampel polimer yang
akan di ukur, dan pan blanko tetap padaposisi semulaselama pengukuran. Untuk
sampelserbuk yang rapuh (Tgtinggi), alat diatur 50 ºC dI bawah Tg. Untuk
sampelrubbery (Tg rendah), digunakan nitrogen cair untuk temperatur sangat
rendah.
3.3.9. Analisa Derajat Kristalinitas dengan X-Ray Difraction (XRD)
Karakterisasi XRD dilakukan untuk mengetahui kristalinitas dan jenis fasa yang
dihasilkan. Proses karakterisasi yaitu pada awalnya sampel ditempatkan pada
holder kemudian dipadatkan. Setelah padat, sampel ditembak dengan sinar X yan
memililki panjang gelombang 10-10 sampai dengan 5-10 nm, berfrekuensi 1017 –
1020 Hz dan memiliki enrgi 103 – 106V dan dihasilkan data berupa kurva
difraktogram yang merupakan kurva antara 2 (sudut) dengan besarnya intensitas.
Universitas Sumatera Utara
3.4. Bagan Penelitian
3.4.1. Bagan Preparasi Serbuk KKS
Kayu Kelapa Sawit
Diambil bagian tengah kayu kelapa sawit pada
ketinggian 4 meter dari tanah
Dipotong menjadi lembaran-lembaran kayu
Dikeringkan dalam udara terbuka selama 30 hari
Diremukkan dan dihaluskan dengan mesin
penggiling
Diayak dengan ayakan 80 mesh
Serbuk halus KKS
Universitas Sumatera Utara
3.4.3 Isolasi α-Selulosa dari Serbuk KKS
75 gr serbuk KKS
Dimasukkan ke dalam beaker glass 2000 mL
Ditambahkan 1 L campuran HNO 3 3,5%
10 mgNaNO 2 ,
Dipanaskan di atas hot plate pada suhu 90
o
C selama2 jam sambil diaduk
Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat
netral
dan
Residu
Filtrat
Direndam dengan 750 mL larutan yang mengandung NaOH 2% dan
Na 2 SO 3 2%pada suhu 50 oC selama 1 jam sambil diaduk
Disaring dan dicuci hingga filtrat netral
Residu
Filtrat
Diputihkan dengan 250 mL larutan NaOCl 1,75% pada temperatur
mendidih selama 0,5 jam
Disaring dan dicuci hingga filtrat netral
Selulosa
Filtrat
Ditambahkan 500 mL NaOH 17,5% dan dipanaskan pada suhu 80 oC
selama 30 menit
Disaring dan dicuci hingga filtrat netral
α-Selulosa
Filtrat
Diputihkan dengan H 2 O 2 10% pada suhu 60 oC selama 15 menit
Disaring dan dicuci dengan aquadest
α-Selulosa basah
Filtrat
Dikeringkan pada suhu 110 oC dalam oven selama 1 jam
Disimpan dalam desikator
α-Selulosa
Dikarakterisasi
W (%)
FT-IR
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.4.3 Asetilasi α-selulosa
0,2 g α-selulosa
Dimasukkan kedalam gelas beaker yang sudah ada
maghnetik stirer
Ditambahkan 10 mL asetat anhidrat
Ditambahkan 0,3 g Iodin
Dipanaskan pada suhu 80 oC selama 300 menit
Didinginkan pada suhu kamar
Ditambahkan 5 mL larutan jenuh Na 2 S 2 O 3
Dipindahkan kedalam gelas beaker yang telah berisi
30 mL etanol
Diaduk selama 60 menit
Disaring
residu
filtrat
Dicuci dengan 75 % etanol
Dikeringkan pada suhu 60 oC dalam oven
Selulosa asetat
Dikarakterisasi
W(%)
FT-IR
DSC
XRD
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Penelitian
4.1.1.
Isolasi α-Selulosa dari Serbuk Kayu Kelapa Sawit
α-selulosa yang dianalisis diperoleh dari hasil isolasi kayu kelapa sawit sebanyak
75 gram dengan beberapa tahap sesuai dengan penelitian sebelumnya. Tahap
pertama adalah prehidrolisis menggunakan HNO 3 3% dan NaNo 2 untuk
menghilangkan hemiselulosa dan zat ekstraktif lainnya. Tahap kedua adalah
delignifikasi menggunakan NaOH 2% dan Na 2 SO 3
2% karena dapat
menyebabkan penggembungan struktur selulos, warna dari hasil delignifikasi ini
adalah putih kekuningan sampai putih kecoklatan. Untuk menghilangkan warna
coklat dari selulosa selanjutnya dilakukan pemutihan dengan NaOCl 1,75% yang
akan melarutkan sisa lignin karena terdegradasi menjadi lignin berantai pendek
yang mudah larut pada saat dicuci. Ion hipoklorit merupakan oksidan kuat yang
mampu memecah ikatan eter dalam struktur lignin, akibatnya derajat putih pulp
naik secara mencolok. Kemudian dilakukan penghilangan �-selulosa dan �selulosa dengan melarutkan residu menggunakan NaOH 17,5% karena hanya α-
selulosa yang tidak larut dalam larutan ini. α-selulosa yang diperoleh berwarna
putih kekuningan sehingga dilakukan pemucatan dengan menambahkan H 2 O 2
10% kedalam residu untuk menghilangkan pigmen yang melekat pada α-selulosa.
α-selulosa yang masih basah dikeringkan didalam oven pada suhu 60 oC selama
24 jam sehingga diperoleh serat α-selulosa selulosa berwarna putih.
4.1.2.
Esterifikasi α-Selulosa Menjadi Selulosa Asetat
Selulosa asetat diperoleh dari hasil esterifikasi 0,2 gram α-selulosa dengan
beberapa tahap sesuai metode penelitian sebelumnya. Tahap pertama adalah tahap
esterifikasi dengan menambahkan asetat anhidrat 10ml yang juga berfungsi
sebagai swelling agent dengan bantuan 3 gram Iodin yang berfungsi sebagai
Universitas Sumatera Utara
katalis dan proses reaksi berlangsung selama 5 jam maka gugus OH dari selulosa
akan tersubstitusi menjadi gugus asetat. Tahap selanjutnya adalah tahap netralisasi
dengan penambahan 5 ml Na 2 S 2 O 3 untuk mengikat Iodin yang berlebih,
kemudian ditambahkan etanol dan aquadest untuk membersihkan asam asetat sisa
reaksi. Tahap terakhir adalah tahap pengeringan pada suhu 60 oC selama 24 jam.
Dari penelitian diperoleh selulosa asetat sebanyak 0,0966 gram.
4.1.3.
Hasil
Analisa
Gugus
Fungsi
dengan
Menggunakan
Spektrofotometer FT-IR
4.1.3.1.
Hasil Analisa Spektrofotometer FT-IR α-selulosa
α-Selulosa yang digunakan pada penelitian ini adalah α-selulosa hasil isolasi dari
kayu kelapa sawit. Dari data spektrofotometri FT-IR α-selulosa memberikan
spektrum dengan puncak-puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3448
cm-1, 2893 cm-1, 2137 cm-1, 1373 cm-1, 1064 cm-1, 894 cm-1, 516 cm-1.
Tabel 4.1. Bilangan Gelombang FT-IR α-selulosa
Gugus Fungsi
Uluran O-H
Uluran C-H
Uluran C-O-C
α-Selulosa (cm-1)
3448,72
2893,22
1373,32
Daerah Serapan (cm-1)
3650-3200
2950-2800
1300-1400
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1. Struktur FT-IR α-Selulosa
4.1.3.2.
Hasil Analisa Spektrofotometer FT-IR Selulosa Asetat
Selulosa asetat yang diperoleh merupakan hasil reaksi esterifikasi dari α-selulosa
dengan asetat anhidrat menggunakan katalis Iodin. Hasil yang diperoleh berupa
serat halus selulosa asetat berwarna putih yang selanjutnya dianalisis
menggunakan spektroskopi FT-IR, dimana muncul spektrum pada bilangan
gelombang 3448 cm-1, 2954 cm-1, 1751 cm-1, 1373 cm-1, 1234 cm-1, 1049 cm-1,
902 cm-1, 601 cm-1.
Tabel 4.2. Bilangan Gelombang FT-IR Selulosa Asetat
Gugus Fungsi
Uluran O-H
Uluran C-H
Uluran C=O
Uluran C-O
Tekukan untuk rantai >4
Selulosa Asetat (cm-1)
3448,72
2954,95
1751,36
1234,44
601,79
Daerah Serapan (cm-1)
3400-3200
3000-2850
1750-1730
1300-1000
-
Gambar 4.2. Struktur FT-IR Selulosa Asetat
4.1.4.
Hasil Analisa Thermal dengan Menggunakan DSC
Data yang diperoleh dari analisis DSC dapat digunakan untuk mempelajarikalor
reaksi, kinetika, kapasitas kalor, transisi fase, kestabilan termal, kemurnian,
komposisi sampel, titik kritis, dan diagram fase. Termogram hasil analisis DSC
Universitas Sumatera Utara
darisuatu bahan polimer akan memberikan informasi titik transisi kaca (Tg), yaitu
suhu pada saat polimer berubah dari bersifat kaca menjadi seperti karet, titik
kristalisasi(Tc), yaitu pada saat polimer berbentuk kristal, titik leleh (Tm), yaitu
saat polimer berwujud cairan, dan titik dekomposisi (Td), yaitu saat polimer mulai
rusak dan terdegradasi.
Gambar 4.3. DSC Selulosa Asetat
4.1.5.
Hasil Analisa Derajat Kristalinitas dengan Menggunakan XRD
Difraksi sinar X dapat memberikan informasi tentang struktur polimer, termasuk
tentang keadaan amorf dan kristalin. Polimer dapat mengandung daerah kristalin
yang secara acak bercampur dengan daerah amorf. Difraktogram sinar-X polimer
kristalin menghasilkan puncak-puncak yang tajam sedangan polimer amorf
cenderung menghasilkan puncak yang melebar. Pola hamburan sinar-X juga dapat
memberikan informasi tentang konfigurasi rantai dalam kristalin,perkiraan ukuran
kristalin dan perbandingan daerah kristalin dengan daerah amorf (derajat
kristanilitas) dalam sampel polimer (Rohaeti 2009).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4. XRD Selulosa Asetat
4.1.6.
Hasil Analisa Kadar Air
Kadar air selulosa asetat yang diperoleh dihitung berdasarkan rumus berikut:
Kadar Air (%)=
=
(� 1 −� 2 )
�1
× 100%
( 1,3050 � − 1,3000 � )
1,3050 �
× 100%
= 0,0038 %
4.1.7.
Hasil Analisa Derajat Substitusi (DS)
Penentuan derajat substitusi dari selulosa asetat yang dihasilkan dianalisis
berdasarkan rumus berikut:
Derajat Substitusi (%) = {(D-C)�� +(A-B)�� }×
�
�
= {(51,5 − 40,6)0.5 + (2,6 − 0,1)0.5} ×
4,305
1
= 6,7 × 4,305
= 28,84%
Universitas Sumatera Utara
4.2.
Pembahasan
4.2.1.
Isolasi α-Selulosa dari Kayu Kelapa Sawit
Dari hasil penelitian jumlah α-Selulosa yang dihasilkan dari proses isolasi sebesar
16,3251 gram dari 75 gram serbuk kayu kelapa sawit. Persen rendemen dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
% Rendemen =
16,3251 �
75 �
× 100%
= 21,7668 %
4.2.2.
Esterifikasi α-Selulosa Menjadi Selulosa Asetat
Proses esterifikasi selulosa asetat di mulai dengan penambahan asetat anhidrad
pada α-selulosa, aseat anhidrad bertindak sebagai swelling agent yang membuat
serat selulosa mengembang dan lebih mudah mengalamai asetilasi dengan
bantuan katalis iodine, pemilihan katalis iodine karena sifat nya yang lebih ramah
linkungan di bandingkan katalis asam sulfat yang umum digunakan dalam sintesis
selulosa asetat, selain itu iodine mudah di peroleh secara komersil dan banyak di
gunakan dalam sintesis senyawa organik. Dalam proses reaksi, pertama iodine
akan mengaktifkan gugus karbonil C=O pada asetat anhidrad sehingga akan lebih
mudah bereaksi dengan atom O pada selulosa dan mensubstitusi gugus hidroksil
OH selulosa. Selanjutya gugus hidroksil OH akan beikatan dengan atom C di
tengah dari selulosa anhidrad yang memiliki gugus alkil dan akan menghasilkan
asam asetat sebagai hasil samping reaksi, produk akhir raksi ialah ester selulosa
asetat. Penambahan larutan jenuh Na 2 SO 4 diakhir reaksi untuk menghilangkan
sisa iodine bebas yang tidak bereaksi. Penambahan alcohol dan akuades berujuan
untuk menetralkan asam asetat yang terbentuk (Archana M. Das, 2014).
Mekanisme reaksi esterifikasi dapat di lihat pada Gambar 4.5.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5. Mekanisme Reaksi Asetilasi Selulosa dengan Katalis Iodin
% Rendemen =
0,0966 �
0,2 �
× 100%
= 48,3 %
4.2.3.
Analisis Menggunakan Spektrofotometer FT-IR
Salah satu cara analisa untuk mengetahui keberhasilan dari reaksi asetilasi adalah
dengan mengidentifikasi perubahan gugus fungsi setelah penambahan gugus
asetil. Analisa ini dilakukan dengan alat FT-IR yang mampu mengidentifikasi
serapan-serapan khas untuk masing-masing gugus fungsi yang terkandung dalam
sampel (Gaol,M.R.L.L.;2013).
4.2.3.1.
Analisis α-Selulosa dengan Spektrofotometer FT-IR
Spektrum yang ditunjukkan dari data FT-IR memberi dukungan bahwa α-selulosa
yang digunakan memiliki gugus O-H dengan munculnya puncak vibrasi pada
bilangan gelombang 3448
cm-1 serta didukung oleh puncak serapan pada
bilangan gelombang 1373 cm-1 yang menunjukkan vibrasi dari gugus C-O simetris
dan puncak serapan pada bilangan gelombang 1064 cm-1 menunjukkan vibrasi CO anti-simetris. Puncak vibrasi pada bilangan gelombang 1373 cm-1 merupakan
Universitas Sumatera Utara
vibrasi stretching C-H yang didukung oleh vibrasi C-H bending pada bilangan
gelombang 2893 cm-1. Munculnya puncak vibrasi pada bilangan gelombang 1064
cm-1pmenunjukkan vibrasi C-C stretching dan didukung dengan bilangan
gelombang 894 cm-1 yang merupakan C-C bending.
4.2.3.2.
Analisis Selulosa Asetat dengan Spektrofotometer FT-IR
Spektrum yang ditunjukkan dari data FT-IR memberi dukungan bahwa selulosa
asetat yang terbentuk memiliki gugus karbonil (C=O) yang berasal dari gugus
asetat dengan munculnya puncak vibrasi pada bilangan gelombang 1751 cm-1
serta didukung oleh puncak serapan pada bilangan gelombang 1234 cm-1
menunjukkan vibrasi dari gugus C-O simetris dan puncak serapan pada bilangan
gelombang 1165 cm-1 yang menunjukkan vibrasi dari gugus C-O anti-simetris.
Puncak vibrasi C=O ini lebih tinggi dari puncak vibrasi eter dikarenakan gugus
karbonil yang terbentuk melekat melalui rantai ester yang mana lebih kuat
ikatannya bila dibandingkan dengan rantai eter, sehingga vibrasi serapan yang
dimunculkan juga tinggi.
Puncak serapan pada bilangan gelombang 3448 cm-1 menunjukkan
vibrasi OH dari selulosa. Dimana pada peak selanjutnya gugus OH tersubstitusi
oleh gugus karbonil C=O yang muncul pada puncak vibrasi yang khas 1751 cm-1,
walau demikian masih terdapat gugus OH yang tidak mengalami asetilasi. Puncak
vibrasi pada bilangan gelombang 1373 cm-1 merupakan vibrasi stretching C-H
yang didukung oleh vibrasi C-H bending pada bilangan gelombang 2738 cm-1,
serta munculnya puncak vibrasi pada bilangan gelombang 1049 cm-1
menunjukkan vibrasi C-C stretching dan didukung dengan bilangan gelombang
902 cm-1 yang merupakan C-C bending.
4.2.4.
Analisis Thermar dengan DSC
Dari hasil analisa DSC diperoleh termogram dari sampel selulosa asetat, mulamula mencapai suhu transisi gelas ( Tg ) yaitu pada suhu 106 0 C, suhu transisi
gelas merupakan suhu saat sampel berubah dari bersifat kaca menjadi seperti
karet, pada kondisi ini tidak terjadi perubahan fase dimana sampel masih berada
dalam fase padatan. Kemudian titik kristalinitas ( Tc ) di capai pada suhu 2620 C,
Universitas Sumatera Utara
pada fase ini sampel berubah menjadi bentuk Kristal. Di lanjutkan dengan fase
peleburan selulosa asetat ( Tm ) pada suhu 3740 C, sehingga dapat di lihat pada
rentang suhu 0 - 3700 C selulosa berada pada fase heterogen karena mengalami
perubahan wujud dari padatan ke wujud cairan saat suhu > 3700 C, dan fase
berakhir pada saat selulosa asetat mencapai titik degradasi atau dekomposisi ( Td )
pada suhu 4660 C.
4.2.5.
Analisis Derajat Kristalinitas dengan XRD
Difraktogram yang di hasilkan dari analisa XRD menggambarkan pola grafik
selulosa asetat yang menunjukan bahwa selulosa asetat bersifat kristalin dan
memiliki struktur molekul yang teratur, hal ini di perkuat dengan muncul nya
puncak peak tajam pada daerah 2θ = 12,070; 19,9840; dan 21,8710 . Berdasarkan
teori (Raharja Gani Michael, 2013), ada nya puncak-puncak tertinggi tersebut
menyatakan bahwa sinyal difraksi yang utama dari selulosa asetat terdapat di
sekitar area 2θ = 12,070; 19,9840; dan 21,8710. Dengan derajat kristalinitas
sebesar 77,84%.
4.2.6.
Analisis Kadar Air
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh kadar air dari selulosa asetat adalah
sebesar 0,0038 %. Hal ini disebabkan proses reaksi tidak terjadi dalam kondisi
isolasi dengan vakum (kedap udara) sehingga ada kemungkinan selulosa asetat
kembali mengikat air diudara.
4.2.7.
Analisis Derajat Substitusi (DS)
Derajat substitusi sebesar 28,84% menunjukkan bahwa hanya 28,84% gugus
asetat dari asetat anhidrat yang tersubstitusi ke gugus OH dari α-selulosa
sedangkan selebihnya masih berupa α-selulosa yang tidak bereaksi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa proses
esterifikasi �-selulosa sebanyak 0,2 gram dengan asetat andidrat menghasilkan
0,0966 gram selulosa asetat berwarna putih dan berbentuk serat yang memberikan
karakteristik sebagai berikut:
1. Pada analisa gugus fungsi selulosa asetat menggunakan FT-IR muncul pita
serapan pada daerah bilangan gelombang 3448 cm-1 yang menunjukkan
vibrasi O-H, di dukung oleh vibrasi gugus karbonil (C=O) pada daerah
bilangan gelombang 1751 cm-1.
2. Pada analisa degradasi thermal menggunakan DSC menunjukkan bahwa
selulosa asetat memiliki suhu transisi gelas (Tg) pada suhu 106 oC, titik
kristalinitas (Tc) pada suhu 262 oC, fase peleburan (Tm) pada suhu 374 oC,
dan titik degradasi (Td) pada suhu 466 oC.
3. Pada analisa derajat kristalinitas menggunaka XRD menunjukkan bahwa
selulosa asetat bersifat kristalin dan memiliki struktur molekul yang teratur
yang diperkuat dengan munculnya puncak peak tajam pada daerah 2�=12,07o;
19,984o; dan 21,871o. Dengan derajat kristalinitas sebesar 77,84%.
4. Pada analisa kadar air menunjukkan bahwa pada selulosa asetat yang
dihasilkan memiliki kandungan air sebanyak 0,0038%.
5. Pada analisa derajat substitusi menunjukkan selulosa asetat yang dihasilkan
memiliki deraja substitusi sebanyak 28,84%.
5.2
Saran
Di harapkan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan kajian lebih mendalam
tentang proses pembuatan selulosa asetat dengan metode archana menggunakan
perbandingan jenis katalis tertentu dan dengan variasi suhu dan waktu asetilasi
agar di dapat rendemen selulosa asetat yang lebih optimal.
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN
3.1. Alat-Alat Penelitian
Adapun alat-alat penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah:
Nama Alat
Merck
Seperangkat Alat FT-IR
Shimadzu
Seperangkat Alat DSC
Shimadzu
Seperangkat Alat XRD
Shimadzu
Neraca Analitis
Ohaus
Termometer
Fisher
Hot Plate
Cimarec
Oven
Carbolite
Magnetic Stirrer
-
Krus Porselen
-
Indikator pH Universal
Sartorius
Beaker Glass
Pyrex
Gelas Ukur
Pyrex
Labu Takar
Pyrex
Desikator
-
Universitas Sumatera Utara
3.2. Bahan-Bahan Penelitian
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Nama Bahan
Merck
Kayu Kelapa Sawit
-
NaNO 2
Merck
NaOHpellet
Merck
H 2 O 2(p)
Merck
Metil merah
-
CH 3 COOH anhidrat
Merck
HNO 3(p)
Merck
Na 2 S 2 O 3
Merck
NaOCl
Merck
HCl
Merck
Indikator Fenolftalein
Merck
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Pereaksi
3.3.1.1. Larutan HNO 3 3,5%
Sebanyak 54,6 mL HNO 3 65% lalu diencerkan dengan aquadest dalam labu takar
1000 mL hingga garis batas, dihomogenkan.
3.3.1.2. Larutan NaOH 2%
Universitas Sumatera Utara
Sebanyak 10 g NaOH dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL
hingga garis batas, dihomogenkan.
3.3.1.3. Larutan Na 2 SO 3 2%
Sebanyak 10 g Na 2 SO 3 dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL
hingga garis batas, dihomogenkan.
3.3.1.4. Larutan NaOH 17,5%
Sebanyak 87,5 g NaOH dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL
hingga garis batas, dihomogenkan.
3.3.1.5. Larutan NaOCl 1,75%
Sebanyak 73 mL NaOCl 12% diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 500
mL hingga garis batas, dihomogenkan.
3.3.1.6. Larutan H 2 O 2 10%
Sebanyak 167 mL H 2 O 2 30% dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500
mL hingga garis batas, dihomogenkan.
3.3.2. Preparasi Kayu Kelapa Sawit
Kayu kelapa sawit yang diambil adalah kayu kelapa sawit yang telah non
produktif dan berumur 20 – 25 tahun. Pengambilan sampel di ambil dari kebun
kelapa sawit Kota Cane, Aceh. Sampel (KKS) secara radial dibedakan pada
bagian luar, tengah dan inti yang digunakan pada penelitian ini diambil dari
bagian tengah batang pada ketinggian 4 meter dari permukaan tanah, kemudian
Universitas Sumatera Utara
dikeringkan dalam udara terbuka selama 30 hari. Kemudian diremukkan dan
diayak dengan ayakan 80 mesh sehingga menjadi bagian-bagian partikel kecil.
3.3.3. Isolasi α-selulosa dari Serbuk Kayu Kelapa Sawit
Sebanyak 75 gr serbuk kayu kelapa sawit yang telah dihaluskan dimasukkan ke
dalam beaker glass 2000 mL, kemudian ditambahkan 1L campuran HNO 3 3,5%
dan 10 mg NaNO 2 , dipanaskan di atas hot plate pada suhu 90 oC selama 2 jam
sambil di aduk. Setelah itu disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral.
Selanjutnya direndam dengan 750 mL larutan yang mengandung NaOH 2% dan
Na 2 SO 3 2%pada suhu 50 oC selama 1 jam sambil diaduk. Kemudian disaring dan
ampas dicuci sampai netral. Selanjutnya dilakukan pemutihan dengan 250 mL
larutan NaOCl 1,75% pada suhu 70 oC selama 30 menit. Kemudian disaring dan
dicuci ampas sampai pH filtrat netral. Setelah itu dilakukan pemurnian α-selulosa
dari sampel dengan 500 mL larutan NaOH 17,5%, pada suhu 80 oC selama 30
menit sambil diaduk di atas hotplate, disaring lalu ampas dicuci hingga pH netral.
Selanjutnya dibleaching dengan H 2 O 2 10% pada suhu 60oC selama 15 menit dan
dikeringkan di dalam oven pada suuhu 60 oC kemudian disimpan dalam desikator,
lalu dibiarkan selama 1 malam. (Ohwoavworhua,2005) . Selanjutnya dihitung
berat(%) α-selulosa yang didapat dan dikarakterisasi dengan analisa FT-IR.
3.3.4. Esterifikasi α-selulosa
Untuk preparasi selulosa asetat, sebanyak 0,2 g α-selulosa dimasukkan kedalam
gelas Beaker yang sudah dilengkapi dengan magnetik stirer. Ditambahkan 10 mL
asetat anhidrat dan ditambahkan Iodin sebanyak 0,3 g, kemudian dipanaskan pada
suhu 80 oC selama 300 menit. Setelah dilakukan percobaan, campuran reaksi
dibiarkan dingin pada suhu kamar dan di tambahkan dengan 5 mL larutan jenuh
Na 2 S 2 O 3 sambil dilakukan pengadukan. Kemudian campuran dipindahkan
kedalam gelas beaker yang berisi 30 mL etanol dan diaduk selama 60 menit,
setelah itu dilakukan penyaringan dan dicuci dengan 75 % (v/v) etanol dan
Universitas Sumatera Utara
aquadest untuk menghilangkan asam asetat yang tidak bereaksi pada produk.
Residu kemudian dikeringkan pada suhu 60 0C dalam oven. Hasil yang kering
kemudian dihitung beratnya (%) dan dikarakterisasi dengan analisa FTIR, DSC,
XRD, dan ditentukan derajat substitusinya serta kadar airnya.
3.3.5. Analisa Kadar Air
Cawan dikeringkan pada suhu 110oC selama 2 jam, disimpan di dalam desikator
kemudian ditimbang. Sebanyak 2 g selulosa asetat ditimbang (W1 ) kemudian
dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya dan dikeringkan di
dalam oven pada suhu 110οC selama 2 jam. Setelah itu disimpan cawan ke dalam
desikator kemudian ditimbang (W2 ). Sisa selulosa asetat dihitung sebagai total
padatan dan air yang hilang sebagai kadar air dapat ditunjukkan pada persamaan
(1) di bawah ini:
Kadar air (%) =
(� 1 −� 2)
�1
x 100% .....................(1)
Keterangan:
W 1 = Berat cawan + selulosa asetat sebelum pengeringan 110oC
W 2 = Berat cawan + selulosa asetat setelah pengeringan 110oC
3.3.6. Analisa Derajat Substitusi (DS)
Selulosa asetat dikeringkan di dalam oven selama 1 jam. Dimasukkan ke dalam
erlenmeyer sebanyak 1 g, kemudian ditambahkan 40 mL etanol 75% dipanaskan
selama 30 menit pada suhu 50-60oC. Setelah itu ditambahkan 40 mL larutan
NaOH 0,5N dan pemanasana dilakukan selama 15 menit pada suhu yang sama.
Kelebihan NaOH dititrasi dengan HCl 0,5 N dengan indikator fenolptalein.
Selulosa asetat dibiarkan selama 1 hari untuk memberikan kesempatan bagi
NaOH berdifusi. Selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0,5 N dengan indikator metil
Universitas Sumatera Utara
merah sampai terbentuk warna merah. Blanko dibuat dengan cara yang sama.
Persamaan (2) berikut ini adalah untuk perhitungan kadar asetil (%).
Derajat Substitusi (%) = ((D-C)�� + (A-B) �� ) x
Keterangan:
�
�
................(2)
A = mL NaOH yang dipakai untuk titrasi selulosa asetat
B = mL NaOH yang dipakai untuk titrasi blanko
C = mL HCl yang dipakai untuk titrasi selulosa asetat
D = mL HCl yang dipakai untuk titrasi blanko
�� = normalitas HCl
�� = normalitas NaOH
F = 4,305
W = bobot contoh
3.3.7. Analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform Infrared (FTIR)
Sampel dipreparasi dalam bentuk bubur (mull). Bubur diperiksa dalam sebuah
film tipis yang diletakkan di antara lempengan-lempengan garam yang datar.
Pengujian dilakukan dengan menjepit film hasil campuran pada tempat sampel.
Kemudian film diletakkan pada alat ke arah sinar infrared. Hasilnya akan di rekam
kertas berkala berupa aluran kurva bilangan gelombang 4000-200 cm-1 terhadap
intensitas.
3.3.8. Analisa dengan Differential Scanning Calorimetry(DSC)
Sampel ditimbang sebanyak 5 ± 20 mg.Untuk sampel serbuk, sampel langsung
digerus halus, dan diletakkan di dalam pansedangkan untuk sampel rubbery,
sampel diletakkanpada plat kaca dan di keringkan,kemudian film yangdi hasilkan
di potong seukuran pan (diameter film sekitar3 ± 4mm). Sampel dalam pan dicrimping dengantutup stainless steel menggunakan alatcrimp. AlatDSC dihidupkan
Universitas Sumatera Utara
dengan mengalirkan gas nitrogen dan diaturkenaikantemperatur 2 ºC per menit.
Untuk kalibrasI temperatur dan panas DSC, pada alat diletakkan blanko berupa pan
kosong dan sampel berisi zatpengkalibrasi yaituindium dan/atau seng. Setelah
kalibrasi selesai, sampel indium dan/atau seng digantidengan sampel polimer yang
akan di ukur, dan pan blanko tetap padaposisi semulaselama pengukuran. Untuk
sampelserbuk yang rapuh (Tgtinggi), alat diatur 50 ºC dI bawah Tg. Untuk
sampelrubbery (Tg rendah), digunakan nitrogen cair untuk temperatur sangat
rendah.
3.3.9. Analisa Derajat Kristalinitas dengan X-Ray Difraction (XRD)
Karakterisasi XRD dilakukan untuk mengetahui kristalinitas dan jenis fasa yang
dihasilkan. Proses karakterisasi yaitu pada awalnya sampel ditempatkan pada
holder kemudian dipadatkan. Setelah padat, sampel ditembak dengan sinar X yan
memililki panjang gelombang 10-10 sampai dengan 5-10 nm, berfrekuensi 1017 –
1020 Hz dan memiliki enrgi 103 – 106V dan dihasilkan data berupa kurva
difraktogram yang merupakan kurva antara 2 (sudut) dengan besarnya intensitas.
Universitas Sumatera Utara
3.4. Bagan Penelitian
3.4.1. Bagan Preparasi Serbuk KKS
Kayu Kelapa Sawit
Diambil bagian tengah kayu kelapa sawit pada
ketinggian 4 meter dari tanah
Dipotong menjadi lembaran-lembaran kayu
Dikeringkan dalam udara terbuka selama 30 hari
Diremukkan dan dihaluskan dengan mesin
penggiling
Diayak dengan ayakan 80 mesh
Serbuk halus KKS
Universitas Sumatera Utara
3.4.3 Isolasi α-Selulosa dari Serbuk KKS
75 gr serbuk KKS
Dimasukkan ke dalam beaker glass 2000 mL
Ditambahkan 1 L campuran HNO 3 3,5%
10 mgNaNO 2 ,
Dipanaskan di atas hot plate pada suhu 90
o
C selama2 jam sambil diaduk
Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat
netral
dan
Residu
Filtrat
Direndam dengan 750 mL larutan yang mengandung NaOH 2% dan
Na 2 SO 3 2%pada suhu 50 oC selama 1 jam sambil diaduk
Disaring dan dicuci hingga filtrat netral
Residu
Filtrat
Diputihkan dengan 250 mL larutan NaOCl 1,75% pada temperatur
mendidih selama 0,5 jam
Disaring dan dicuci hingga filtrat netral
Selulosa
Filtrat
Ditambahkan 500 mL NaOH 17,5% dan dipanaskan pada suhu 80 oC
selama 30 menit
Disaring dan dicuci hingga filtrat netral
α-Selulosa
Filtrat
Diputihkan dengan H 2 O 2 10% pada suhu 60 oC selama 15 menit
Disaring dan dicuci dengan aquadest
α-Selulosa basah
Filtrat
Dikeringkan pada suhu 110 oC dalam oven selama 1 jam
Disimpan dalam desikator
α-Selulosa
Dikarakterisasi
W (%)
FT-IR
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.4.3 Asetilasi α-selulosa
0,2 g α-selulosa
Dimasukkan kedalam gelas beaker yang sudah ada
maghnetik stirer
Ditambahkan 10 mL asetat anhidrat
Ditambahkan 0,3 g Iodin
Dipanaskan pada suhu 80 oC selama 300 menit
Didinginkan pada suhu kamar
Ditambahkan 5 mL larutan jenuh Na 2 S 2 O 3
Dipindahkan kedalam gelas beaker yang telah berisi
30 mL etanol
Diaduk selama 60 menit
Disaring
residu
filtrat
Dicuci dengan 75 % etanol
Dikeringkan pada suhu 60 oC dalam oven
Selulosa asetat
Dikarakterisasi
W(%)
FT-IR
DSC
XRD
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Penelitian
4.1.1.
Isolasi α-Selulosa dari Serbuk Kayu Kelapa Sawit
α-selulosa yang dianalisis diperoleh dari hasil isolasi kayu kelapa sawit sebanyak
75 gram dengan beberapa tahap sesuai dengan penelitian sebelumnya. Tahap
pertama adalah prehidrolisis menggunakan HNO 3 3% dan NaNo 2 untuk
menghilangkan hemiselulosa dan zat ekstraktif lainnya. Tahap kedua adalah
delignifikasi menggunakan NaOH 2% dan Na 2 SO 3
2% karena dapat
menyebabkan penggembungan struktur selulos, warna dari hasil delignifikasi ini
adalah putih kekuningan sampai putih kecoklatan. Untuk menghilangkan warna
coklat dari selulosa selanjutnya dilakukan pemutihan dengan NaOCl 1,75% yang
akan melarutkan sisa lignin karena terdegradasi menjadi lignin berantai pendek
yang mudah larut pada saat dicuci. Ion hipoklorit merupakan oksidan kuat yang
mampu memecah ikatan eter dalam struktur lignin, akibatnya derajat putih pulp
naik secara mencolok. Kemudian dilakukan penghilangan �-selulosa dan �selulosa dengan melarutkan residu menggunakan NaOH 17,5% karena hanya α-
selulosa yang tidak larut dalam larutan ini. α-selulosa yang diperoleh berwarna
putih kekuningan sehingga dilakukan pemucatan dengan menambahkan H 2 O 2
10% kedalam residu untuk menghilangkan pigmen yang melekat pada α-selulosa.
α-selulosa yang masih basah dikeringkan didalam oven pada suhu 60 oC selama
24 jam sehingga diperoleh serat α-selulosa selulosa berwarna putih.
4.1.2.
Esterifikasi α-Selulosa Menjadi Selulosa Asetat
Selulosa asetat diperoleh dari hasil esterifikasi 0,2 gram α-selulosa dengan
beberapa tahap sesuai metode penelitian sebelumnya. Tahap pertama adalah tahap
esterifikasi dengan menambahkan asetat anhidrat 10ml yang juga berfungsi
sebagai swelling agent dengan bantuan 3 gram Iodin yang berfungsi sebagai
Universitas Sumatera Utara
katalis dan proses reaksi berlangsung selama 5 jam maka gugus OH dari selulosa
akan tersubstitusi menjadi gugus asetat. Tahap selanjutnya adalah tahap netralisasi
dengan penambahan 5 ml Na 2 S 2 O 3 untuk mengikat Iodin yang berlebih,
kemudian ditambahkan etanol dan aquadest untuk membersihkan asam asetat sisa
reaksi. Tahap terakhir adalah tahap pengeringan pada suhu 60 oC selama 24 jam.
Dari penelitian diperoleh selulosa asetat sebanyak 0,0966 gram.
4.1.3.
Hasil
Analisa
Gugus
Fungsi
dengan
Menggunakan
Spektrofotometer FT-IR
4.1.3.1.
Hasil Analisa Spektrofotometer FT-IR α-selulosa
α-Selulosa yang digunakan pada penelitian ini adalah α-selulosa hasil isolasi dari
kayu kelapa sawit. Dari data spektrofotometri FT-IR α-selulosa memberikan
spektrum dengan puncak-puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3448
cm-1, 2893 cm-1, 2137 cm-1, 1373 cm-1, 1064 cm-1, 894 cm-1, 516 cm-1.
Tabel 4.1. Bilangan Gelombang FT-IR α-selulosa
Gugus Fungsi
Uluran O-H
Uluran C-H
Uluran C-O-C
α-Selulosa (cm-1)
3448,72
2893,22
1373,32
Daerah Serapan (cm-1)
3650-3200
2950-2800
1300-1400
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1. Struktur FT-IR α-Selulosa
4.1.3.2.
Hasil Analisa Spektrofotometer FT-IR Selulosa Asetat
Selulosa asetat yang diperoleh merupakan hasil reaksi esterifikasi dari α-selulosa
dengan asetat anhidrat menggunakan katalis Iodin. Hasil yang diperoleh berupa
serat halus selulosa asetat berwarna putih yang selanjutnya dianalisis
menggunakan spektroskopi FT-IR, dimana muncul spektrum pada bilangan
gelombang 3448 cm-1, 2954 cm-1, 1751 cm-1, 1373 cm-1, 1234 cm-1, 1049 cm-1,
902 cm-1, 601 cm-1.
Tabel 4.2. Bilangan Gelombang FT-IR Selulosa Asetat
Gugus Fungsi
Uluran O-H
Uluran C-H
Uluran C=O
Uluran C-O
Tekukan untuk rantai >4
Selulosa Asetat (cm-1)
3448,72
2954,95
1751,36
1234,44
601,79
Daerah Serapan (cm-1)
3400-3200
3000-2850
1750-1730
1300-1000
-
Gambar 4.2. Struktur FT-IR Selulosa Asetat
4.1.4.
Hasil Analisa Thermal dengan Menggunakan DSC
Data yang diperoleh dari analisis DSC dapat digunakan untuk mempelajarikalor
reaksi, kinetika, kapasitas kalor, transisi fase, kestabilan termal, kemurnian,
komposisi sampel, titik kritis, dan diagram fase. Termogram hasil analisis DSC
Universitas Sumatera Utara
darisuatu bahan polimer akan memberikan informasi titik transisi kaca (Tg), yaitu
suhu pada saat polimer berubah dari bersifat kaca menjadi seperti karet, titik
kristalisasi(Tc), yaitu pada saat polimer berbentuk kristal, titik leleh (Tm), yaitu
saat polimer berwujud cairan, dan titik dekomposisi (Td), yaitu saat polimer mulai
rusak dan terdegradasi.
Gambar 4.3. DSC Selulosa Asetat
4.1.5.
Hasil Analisa Derajat Kristalinitas dengan Menggunakan XRD
Difraksi sinar X dapat memberikan informasi tentang struktur polimer, termasuk
tentang keadaan amorf dan kristalin. Polimer dapat mengandung daerah kristalin
yang secara acak bercampur dengan daerah amorf. Difraktogram sinar-X polimer
kristalin menghasilkan puncak-puncak yang tajam sedangan polimer amorf
cenderung menghasilkan puncak yang melebar. Pola hamburan sinar-X juga dapat
memberikan informasi tentang konfigurasi rantai dalam kristalin,perkiraan ukuran
kristalin dan perbandingan daerah kristalin dengan daerah amorf (derajat
kristanilitas) dalam sampel polimer (Rohaeti 2009).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4. XRD Selulosa Asetat
4.1.6.
Hasil Analisa Kadar Air
Kadar air selulosa asetat yang diperoleh dihitung berdasarkan rumus berikut:
Kadar Air (%)=
=
(� 1 −� 2 )
�1
× 100%
( 1,3050 � − 1,3000 � )
1,3050 �
× 100%
= 0,0038 %
4.1.7.
Hasil Analisa Derajat Substitusi (DS)
Penentuan derajat substitusi dari selulosa asetat yang dihasilkan dianalisis
berdasarkan rumus berikut:
Derajat Substitusi (%) = {(D-C)�� +(A-B)�� }×
�
�
= {(51,5 − 40,6)0.5 + (2,6 − 0,1)0.5} ×
4,305
1
= 6,7 × 4,305
= 28,84%
Universitas Sumatera Utara
4.2.
Pembahasan
4.2.1.
Isolasi α-Selulosa dari Kayu Kelapa Sawit
Dari hasil penelitian jumlah α-Selulosa yang dihasilkan dari proses isolasi sebesar
16,3251 gram dari 75 gram serbuk kayu kelapa sawit. Persen rendemen dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
% Rendemen =
16,3251 �
75 �
× 100%
= 21,7668 %
4.2.2.
Esterifikasi α-Selulosa Menjadi Selulosa Asetat
Proses esterifikasi selulosa asetat di mulai dengan penambahan asetat anhidrad
pada α-selulosa, aseat anhidrad bertindak sebagai swelling agent yang membuat
serat selulosa mengembang dan lebih mudah mengalamai asetilasi dengan
bantuan katalis iodine, pemilihan katalis iodine karena sifat nya yang lebih ramah
linkungan di bandingkan katalis asam sulfat yang umum digunakan dalam sintesis
selulosa asetat, selain itu iodine mudah di peroleh secara komersil dan banyak di
gunakan dalam sintesis senyawa organik. Dalam proses reaksi, pertama iodine
akan mengaktifkan gugus karbonil C=O pada asetat anhidrad sehingga akan lebih
mudah bereaksi dengan atom O pada selulosa dan mensubstitusi gugus hidroksil
OH selulosa. Selanjutya gugus hidroksil OH akan beikatan dengan atom C di
tengah dari selulosa anhidrad yang memiliki gugus alkil dan akan menghasilkan
asam asetat sebagai hasil samping reaksi, produk akhir raksi ialah ester selulosa
asetat. Penambahan larutan jenuh Na 2 SO 4 diakhir reaksi untuk menghilangkan
sisa iodine bebas yang tidak bereaksi. Penambahan alcohol dan akuades berujuan
untuk menetralkan asam asetat yang terbentuk (Archana M. Das, 2014).
Mekanisme reaksi esterifikasi dapat di lihat pada Gambar 4.5.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5. Mekanisme Reaksi Asetilasi Selulosa dengan Katalis Iodin
% Rendemen =
0,0966 �
0,2 �
× 100%
= 48,3 %
4.2.3.
Analisis Menggunakan Spektrofotometer FT-IR
Salah satu cara analisa untuk mengetahui keberhasilan dari reaksi asetilasi adalah
dengan mengidentifikasi perubahan gugus fungsi setelah penambahan gugus
asetil. Analisa ini dilakukan dengan alat FT-IR yang mampu mengidentifikasi
serapan-serapan khas untuk masing-masing gugus fungsi yang terkandung dalam
sampel (Gaol,M.R.L.L.;2013).
4.2.3.1.
Analisis α-Selulosa dengan Spektrofotometer FT-IR
Spektrum yang ditunjukkan dari data FT-IR memberi dukungan bahwa α-selulosa
yang digunakan memiliki gugus O-H dengan munculnya puncak vibrasi pada
bilangan gelombang 3448
cm-1 serta didukung oleh puncak serapan pada
bilangan gelombang 1373 cm-1 yang menunjukkan vibrasi dari gugus C-O simetris
dan puncak serapan pada bilangan gelombang 1064 cm-1 menunjukkan vibrasi CO anti-simetris. Puncak vibrasi pada bilangan gelombang 1373 cm-1 merupakan
Universitas Sumatera Utara
vibrasi stretching C-H yang didukung oleh vibrasi C-H bending pada bilangan
gelombang 2893 cm-1. Munculnya puncak vibrasi pada bilangan gelombang 1064
cm-1pmenunjukkan vibrasi C-C stretching dan didukung dengan bilangan
gelombang 894 cm-1 yang merupakan C-C bending.
4.2.3.2.
Analisis Selulosa Asetat dengan Spektrofotometer FT-IR
Spektrum yang ditunjukkan dari data FT-IR memberi dukungan bahwa selulosa
asetat yang terbentuk memiliki gugus karbonil (C=O) yang berasal dari gugus
asetat dengan munculnya puncak vibrasi pada bilangan gelombang 1751 cm-1
serta didukung oleh puncak serapan pada bilangan gelombang 1234 cm-1
menunjukkan vibrasi dari gugus C-O simetris dan puncak serapan pada bilangan
gelombang 1165 cm-1 yang menunjukkan vibrasi dari gugus C-O anti-simetris.
Puncak vibrasi C=O ini lebih tinggi dari puncak vibrasi eter dikarenakan gugus
karbonil yang terbentuk melekat melalui rantai ester yang mana lebih kuat
ikatannya bila dibandingkan dengan rantai eter, sehingga vibrasi serapan yang
dimunculkan juga tinggi.
Puncak serapan pada bilangan gelombang 3448 cm-1 menunjukkan
vibrasi OH dari selulosa. Dimana pada peak selanjutnya gugus OH tersubstitusi
oleh gugus karbonil C=O yang muncul pada puncak vibrasi yang khas 1751 cm-1,
walau demikian masih terdapat gugus OH yang tidak mengalami asetilasi. Puncak
vibrasi pada bilangan gelombang 1373 cm-1 merupakan vibrasi stretching C-H
yang didukung oleh vibrasi C-H bending pada bilangan gelombang 2738 cm-1,
serta munculnya puncak vibrasi pada bilangan gelombang 1049 cm-1
menunjukkan vibrasi C-C stretching dan didukung dengan bilangan gelombang
902 cm-1 yang merupakan C-C bending.
4.2.4.
Analisis Thermar dengan DSC
Dari hasil analisa DSC diperoleh termogram dari sampel selulosa asetat, mulamula mencapai suhu transisi gelas ( Tg ) yaitu pada suhu 106 0 C, suhu transisi
gelas merupakan suhu saat sampel berubah dari bersifat kaca menjadi seperti
karet, pada kondisi ini tidak terjadi perubahan fase dimana sampel masih berada
dalam fase padatan. Kemudian titik kristalinitas ( Tc ) di capai pada suhu 2620 C,
Universitas Sumatera Utara
pada fase ini sampel berubah menjadi bentuk Kristal. Di lanjutkan dengan fase
peleburan selulosa asetat ( Tm ) pada suhu 3740 C, sehingga dapat di lihat pada
rentang suhu 0 - 3700 C selulosa berada pada fase heterogen karena mengalami
perubahan wujud dari padatan ke wujud cairan saat suhu > 3700 C, dan fase
berakhir pada saat selulosa asetat mencapai titik degradasi atau dekomposisi ( Td )
pada suhu 4660 C.
4.2.5.
Analisis Derajat Kristalinitas dengan XRD
Difraktogram yang di hasilkan dari analisa XRD menggambarkan pola grafik
selulosa asetat yang menunjukan bahwa selulosa asetat bersifat kristalin dan
memiliki struktur molekul yang teratur, hal ini di perkuat dengan muncul nya
puncak peak tajam pada daerah 2θ = 12,070; 19,9840; dan 21,8710 . Berdasarkan
teori (Raharja Gani Michael, 2013), ada nya puncak-puncak tertinggi tersebut
menyatakan bahwa sinyal difraksi yang utama dari selulosa asetat terdapat di
sekitar area 2θ = 12,070; 19,9840; dan 21,8710. Dengan derajat kristalinitas
sebesar 77,84%.
4.2.6.
Analisis Kadar Air
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh kadar air dari selulosa asetat adalah
sebesar 0,0038 %. Hal ini disebabkan proses reaksi tidak terjadi dalam kondisi
isolasi dengan vakum (kedap udara) sehingga ada kemungkinan selulosa asetat
kembali mengikat air diudara.
4.2.7.
Analisis Derajat Substitusi (DS)
Derajat substitusi sebesar 28,84% menunjukkan bahwa hanya 28,84% gugus
asetat dari asetat anhidrat yang tersubstitusi ke gugus OH dari α-selulosa
sedangkan selebihnya masih berupa α-selulosa yang tidak bereaksi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa proses
esterifikasi �-selulosa sebanyak 0,2 gram dengan asetat andidrat menghasilkan
0,0966 gram selulosa asetat berwarna putih dan berbentuk serat yang memberikan
karakteristik sebagai berikut:
1. Pada analisa gugus fungsi selulosa asetat menggunakan FT-IR muncul pita
serapan pada daerah bilangan gelombang 3448 cm-1 yang menunjukkan
vibrasi O-H, di dukung oleh vibrasi gugus karbonil (C=O) pada daerah
bilangan gelombang 1751 cm-1.
2. Pada analisa degradasi thermal menggunakan DSC menunjukkan bahwa
selulosa asetat memiliki suhu transisi gelas (Tg) pada suhu 106 oC, titik
kristalinitas (Tc) pada suhu 262 oC, fase peleburan (Tm) pada suhu 374 oC,
dan titik degradasi (Td) pada suhu 466 oC.
3. Pada analisa derajat kristalinitas menggunaka XRD menunjukkan bahwa
selulosa asetat bersifat kristalin dan memiliki struktur molekul yang teratur
yang diperkuat dengan munculnya puncak peak tajam pada daerah 2�=12,07o;
19,984o; dan 21,871o. Dengan derajat kristalinitas sebesar 77,84%.
4. Pada analisa kadar air menunjukkan bahwa pada selulosa asetat yang
dihasilkan memiliki kandungan air sebanyak 0,0038%.
5. Pada analisa derajat substitusi menunjukkan selulosa asetat yang dihasilkan
memiliki deraja substitusi sebanyak 28,84%.
5.2
Saran
Di harapkan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan kajian lebih mendalam
tentang proses pembuatan selulosa asetat dengan metode archana menggunakan
perbandingan jenis katalis tertentu dan dengan variasi suhu dan waktu asetilasi
agar di dapat rendemen selulosa asetat yang lebih optimal.
Universitas Sumatera Utara