Perilaku Sehat Sakit dan Pemilihan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Nias di Kecamatan Mandrehe Kabupaten Nias Barat. Chapter III VI

35

BAB 3
KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka tentang perilaku sehat sakit dan
pemilihan pelayanan kesehatan serta sesuai dengan tujuan penelitian, maka
dapat dirumuskan kerangka konsep sebagai berikut.

Bagan 3. Kerangka Penelitian
Perilaku Sehat Sakit
- Baik
- Kurang baik
Perilaku Pemilihan
pelayanan kesehatan

35

36


3.2. Definisi Operasional
Tabel 1.1 Definisi Operasional
No.

Variabel

Definisi

Cara

Operasional

Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala
Ukur


Tanggapan
individu dalam
pemeliharaan dan
peningkatan
kesehatannya,
mencakup

1.

Perilaku
sehat sakit

mencegah atau

Kuesioner

melindungi diri

dengan


dari penyakit dan

Kuesioner

pertanyaan

masalah kesehatan

berjumlah

lain, meningkatkan

5 item

Baik
(nilai 13-20)

Kurang baik


Ordinal

(nilai 5-12)

kualitas kesehatan
dan mencari
penyembuhan
apabila sakit atau
mengalami masalah
kesehatan.

Usaha yang
Perilaku
Pemilihan
2.

pelayanan
kesehatan

dilakukan

seseorang apabila
mengalami masalah

Kuesioner

Kuesioner

Baik

dengan

(nilai 53-84)
Ordinal

pertanyaan

kesehatan, seperti

berjumlah


Kurang baik

tidak melakukan

21 item

(nilai 21-52)

apa-apa,
melakukan

36

37

pengobatan sendiri,
menggunakan
pengobatan
tradisional,
menggunakan

pengobatan
modern,
menggunakan
beberapa fasilitas
pelayanan dalam
satu waktu,
menunda
pengobatan dan
menghentikan
pengobatan.

37

38

BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yang

bertujuan untuk memberikan gambaran bagaimana perilaku sehat sakit dan
pemilihan pelayanan kesehatan masyarakat Nias di Kecamatan Mandrehe
Kabupaten Nias Barat.

4.2. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
4.2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah kepala keluarga di
Kecamatan Mandrehe Kabupaten Nias Barat sebanyak 3464 kepala
keluarga (Data dari Badan Pusat Statistika Kabupaten Nias tahun
2015).
4.2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari seluruh populasi dan dianggap
mewakili seluruh populasi (Arikunto, 2006). Untuk menentukan
jumlah minimal sampel penelitian, maka pengambilan sampel
dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:
n=

N
+1


Nd2

38

39

Keterangan: n: Jumlah Sampel
N: Besarnya populasi
d: Tingkat kepercayaan yang diinginkan, yaitu 10%
n=

3464
3464(0,1)2 + 1

n=

3464
3464(0,01) + 1
n=


3464
35.64

n = 97,19
Dari perkiraan rumus diatas, didapatkan bahwa jumlah sampel
yang dapat mewakili keseluruhan populasi adalah 97,19 orang. Jumlah
sampel ini digenapkan 100 orang untuk memudahkan pengiraan.
4.2.3. Teknik Sampling
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik proportional
random sampling, yaitu cara pengambilan sampel secara proporsi
dilakukan dengan cara mengambil subjek dari setiap strata atau setiap
wilayah ditentukan seimbang dengan banyaknya subjek dalam
masing-masing strata atau wilayah (Arikunto, 2006).
Didapatkan jumlah sampel sebanyak 100 orang kepala
keluarga dan jumlah sampel dari masing-masing wilayah ditentukan
dengan menggunakan rumus:
∑ Lokasi
x ∑ Sampel
∑ Total


39

40

Tabel 1.2 Jumlah Sampel
No.

Wilayah/Desa

Jumlah Kepala
Keluarga

1.

Sisobambowo

187

2.

Fadorobahili

77

3.

Tuhoõwõ

50

4.

Iraonogambõ

237

5.

Simaeasi

272

6.

Hiliwaloo I

85

7.

Sianaa

104

8.

Fadoro

298

9.

Lasarabaene

111

10.

Tumõri

73

11.

Tetehõsi

139

12.

Zuzundrao

248

13.

Sisarahili I

339

14.

Hayo

173

15.

Doli-doli

103

16.

Lakhene

121

17.

Lõlõzirugi

239

18.

Tuhemberua

162

19.

Lõlõgolu

307

20.

Tuwuna

139

Total

3464

Proporsi Sampel
187
x 100 = 5
3464
77
x 100 = 2
3464
50
x 100 = 2
3464
237
x 100 = 7
3464
272
x 100 = 8
3464
85
x 100 = 2
3464
104
x 100 = 3
3464
298
x 100 = 9
3464
111
x 100 = 3
3464
73
x 100 = 2
3464
139
x 100 = 4
3464
248
x 100 = 7
3464
339
x 100 = 10
3464
173
x 100 = 5
3464
103
x 100 = 3
3464
121
x 100 = 3
3464
239
x 100 = 7
3464
162
x 100 = 5
3464
307
x 100 = 9
3464
139
x 100 = 4
3464
100

40

41

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
4.3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Mandrehe Kabupaten Nias
Barat.
4.3.2. Waktu penelitian
Penelitian ini dikerjakan dari bulan Juni-Juli 2016.

4.4. Pertimbangan Etik
Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan surat permohonan kepada
institusi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Komisi Etik
Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
untuk mendapatkan izin persetujuan penelitian. Setelah mendapatkan izin
untuk

melakukan

penelitian,

peneliti

memulai

penelitian

dengan

mempertimbangkan etik, yaitu Informed consent atau lembar persetujuan,
anonimity dan confidentialty.
Lembar persetujuan diserahkan kepada subjek yang akan diteliti dan
peneliti menjelaskan maksud, tujuan penelitian yang dilakukan dan manfaat
penelitian. Responden yang bersedia diminta untuk menandatangani lembar
persetujuan tersebut. Peneliti tidak memaksa calon responden yang menolak
dan tetap menghormati hak-haknya.
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan
namanya pada lembar pengumpulan data, tetapi cukup dengan memberi
nomor kode pada masing-masing lembar tersebut. Kerahasiaan informasi

41

42

responden dijamin oleh peneliti, hanya sekelompok data tertentu saja yang
disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.

4.5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu kuesioner atau angket.
Kuesioner ini dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada
landasan teori dari variabel penelitian. Instrumen penelitian ini terdiri dari
tiga bagian, yakni:
Bagian 1. Kuesioner Data Demografi
Kuesioner data demografi terdiri dari inisial nama depan
responden, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama,
pendidikan, pekerjaan dan penghasilan responden per bulan.
Peneliti telah menyediakan jawaban, sehingga responden tinggal
memilih atau membubuhkan tanda check list (√) pada kolom yang
sesuai menurut kondisi responden.
Bagian 2. Kuesioner Perilaku Sehat Sakit
Kuesioner penelitian diukur melalui 5 pertanyaan dengan
menggunakan thrustone scale, dimana pengukurannya berdasarkan
jawaban yang diperoleh dari responden terhadap pertanyaan yang
diberikan, untuk jawaban 1 diberi nilai 1, jawaban 2 diberi nilai 2,
jawaban 3 diberi nilai 3, dan jawaban 4 diberi nilai 4. Hasil ukur
instrumen berada pada rentang 5-20, dimana angka terendah 5 dan
angka tertinggi 20.

42

43

Bagian 3. Kuesioner Perilaku Pemilihan Pelayanan Kesehatan
Kuesioner penelitian diukur melalui 21 pertanyaan dengan
menggunakan thrustone scale, dimana pengukurannya berdasarkan
jawaban yang diperoleh dari responden terhadap pertanyaan yang
diberikan, untuk jawaban 1 diberi nilai 1, jawaban 2 diberi nilai 2,
jawaban 3 diberi nilai 3, dan jawaban 4 diberi nilai 4. Hasil ukur
instrumen berada pada rentang 21-84, dimana angka terendah 21
dan angka tertinggi 84.

4.6. Validitas dan Reliabilitas
4.6.1. Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur. Kuesioner yang telah selesai
disusun, dilakukan validitas isi oleh dosen Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara yang berkompeten terkait penelitian ini.
Berdasarkan uji validitas isi tersebut, pertanyaan dan pilihan jawaban
dalam kuesioner disusun kembali dengan bahasa yang lebih efektif
dan dengan item-item pernyataan yang mengukur sasaran yang ingin
diukur sesuai dengan tinjauan pustaka dan kerangka konsep. Peneliti
telah melakukan validitas isi dan dinyatakan valid oleh 2 orang
validator.

43

44

4.6.2. Reliabilitas
Reliabilitas

merupakan

indeks

yang

dipakai

untuk

menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau
diandalkan. Kuesioner yang telah selesai disusun, diuji reliabilitasnya
dengan menggunakan uji Cronbach (Cronbach Alpha). Peneliti telah
melakukan uji reliabilitas kepada masyarakat di Kecamatan Mandrehe
Kabupaten Nias Barat kepada 30 orang responden pada bulan Juni
2016 dan kuesioner didapatkan reliabel.

4.7. Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara:
a. Melakukan uji validitas dan reliabilitas dari instrumen penelitian.
b. Intrumen penelitian dinyatakan valid dan reliabel.
c. Mengajukan permohonan

izin

kepada pemerintahan

setempat

di

Kecamatan Mandrehe Kabupaten Nias Barat, dengan terlebih dahulu
menjelaskan tujuan dan maksud penelitian.
d. Mendapat izin dari pemerintahan setempat, lalu kuesioner atau angket
disebarkan.
e. Responden bersedia dan menjawab pertanyaan dari kuesioner atau angket.
f. Pengumpulan dan analisa data dari kuesioner atau angket yang sudah
terkumpul.

44

45

4.8. Analisa Data
Data dari setiap responden dimasukkan ke dalam komputer oleh
peneliti. Analisis data yang diperoleh dilakukan secara deskriptif dengan
menggunakan program komputer (program microsoft office excel 2007 dan
Statistical Package for the Social Science atau SPSS 16.0) dan disajikan
dalam bentuk tabel. Proses pengolahan data dilakukan melalui tahap berikut:
1. Pengkodean Data (Coding)
Pemberian kode yang dimaksudkan untuk mempermudah pada saat
analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data, yaitu dengan
memberikan kode pada setiap item pertanyaan penelitian dan lembar
kuesioner responden.
2. Pemasukan Data (Entry)
Tahapan ini dilakukan dengan cara memasukkan data ke dalam
komputer untuk diolah dan dianalisis melalui program komputer.
3. Pengecekan Data (Cleaning)
Melakukan pengecekan data yang sudah di entry, apakah ada
kesalahan atau tidak.
4. Melakukan Tabulasi Data (Tabulating)
Menyusun

dan

mengorganisir

data

untuk

memudahkan

penjumlahan dan penyajian data.

45

46

BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Ditinjau dari letak geografisnya, Kecamatan Mandrehe
merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Nias Barat
yang mempunyai luas sekitar 77,59 km2, dimana desa terluas di
Kecamatan Mandrehe adalah Desa Iraonogambõ yang mempunyai
luas sekitar 7,82 km2 (10,08%) dari luas Kecamatan Mandrehe,
sedangkan Desa Hayo mempunyai luas yang paling kecil yaitu sekitar
0,92 km2. Kecamatan Mandrehe berbatasan dengan:
1. Di sebelah utara: Kabupaten Nias Utara, Kecamatan Mandrehe
Utara dan Kecamatan Moro’õ.
2. Di sebelah barat: Kecamatan Ulu Moro’õ.
3. Di sebelah selatan: Kecamatan Lahõmi.
4. Di sebelah timur: Kecamatan Mandrehe Barat dan Kecamatan
Lõlõfitu Moi.
Kecamatan Mandrehe merupakan kecamatan tertua atau
pertama dibentuk sejak kemerdekaan dan tergabung di wilayah
Kabupaten Nias Barat dan memiliki geografis yang berbukit, bahkan
memiliki gunung tertinggi yakni Gunung Somõmõ.

46

47

Kecamatan Mandrehe terdiri dari 20 desa dan terbagi menjadi
64 dusun. Desa Zuzundrao merupakan desa yang memiliki dusun
terbanyak yaitu 6 dusun serta Desa Tuhoõwõ memiliki dusun paling
sedikit yakni 1 dusun.
Seluruh desa di Kecamatan Mandrehe tergolong Desa
Swadaya. Klasifikasi ini merupakan ukuran kemajuan yang dicapai
suatu desa/kelurahan dalam bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan,
keamanan,

ketertiban,

sosial

budaya

dan

kedaulatan

politik

masyarakatnya.
Berdasarkan data terakhir Badan Pusat Statistika, jumlah
penduduk Kecamatan Mandrehe tahun 2014 adalah 19.293 jiwa, yang
terdiri dari 9.185 laki-laki dan 10.108 perempuan. Dengan luas
wilayah sekitar 77,59 Km2, maka rata-rata tingkat kepadatan
penduduk

Kecamatan

Mandrehe

adalah

248.6532

jiwa/km2.

Penyebaran penduduk Kecamatan Mandrehe terbesar di Desa Hayo
dengan rata-rata jumlah penduduk per km2 adalah 1071.74, sementara
luas wilayah tidak sampai 1 km2 (0.92 km2) dengan jumlah penduduk
986 jiwa. Sex ratio Kecamatan Mandrehe pada tahun 2014 adalah
sebesar 90.86%, yang artinya penduduk perempuan lebih banyak
sebesar 8.24% dibandingkan dengan penduduk laki-laki.
Kecamatan Mandrehe memiliki sarana kesehatan yakni 1
Puskesmas, 3 Puskesmas Pembantu, 5 Poskesdes, 2 Balai Pengobatan
dan 24 Posyandu. Selain itu juga memiliki 103 tenaga medis yang

47

48

terdiri dari 1 Dokter, 26 Bidan (16 Bidan PTT), 32 Tenaga Kesehatan
Lainnya (26 PNS) dan 12 Tenaga Sukarela.
5.1.2. Karakteristik Responden Penelitian
Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah
kepala keluarga di Kecamatan Mandrehe Kabupaten Nias Barat. Total
responden adalah sejumlah 100 orang. Dari keseluruhan responden
yang ada, diperoleh gambaran mengenai karakteristiknya meliputi
jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, tingkat pendidikan,
pekerjaan dan penghasilan per bulan.
Dari tabel 1.3 dapat dilihat bahwa mayoritas responden lakilaki yaitu sejumlah 90 orang (90%), mayoritas responden barada pada
kelompok usia 31-40 tahun yaitu sejumlah 35 orang (35%), mayoritas
responden berstatus kawin yaitu sejumlah 93 orang (93%), seluruh
responden berasal dari agama Kristen (Protestan dan Katolik) yaitu
sejumlah 100 orang (100%), mayoritas responden berpendidikan SMA
yaitu sejumlah 34 orang (34%), mayoritas responden bekerja sebagai
petani yaitu sejumlah 50 orang (50%) dan mayoritas responden
memiliki penghasilan dibawah upah minimum regional (UMR) yaitu
sejumlah 74 orang (74%).

48

49

Tabel 1.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Data Demografi di
Kecamatan Mandrehe Kabupaten Nias Barat, pada bulan Juni 2016 (n=100 orang)
Data Demografi
Jenis kelamin:
Laki-laki
Perempuan

Frekuensi

%

90
10

90
10

Umur:
20-30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun
51-60 tahun
61-70 tahun

13
35
33
16
3

13
35
33
16
3

Status perkawinan:
Kawin
Duda
Janda

93
1
6

93
1
6

Agama:
Kristen

100

100

Pendidikan:
Tidak pernah sekolah
SD
SMP
SMA
Akademi/Diploma
Sarjana

6
16
19
34
6
19

6
16
19
34
6
19

Pekerjaan:
Polri/TNI
Petani
Wiraswasta
Pegawai swasta
Pegawai negeri sipil
Lain-lain

1
50
22
3
21
3

1
50
22
3
21
3

Penghasilan per bulan:
Dibawah UMR (RP1.690.000,-)

74
6
20

74
6
20

49

50

5.1.3. Tingkat Perilaku Sehat Sakit
Berdasarkan tabel 1.4 tentang tingkat perilaku sehat sakit pada
masyarakat Nias di Kecamatan Mandrehe Kabupaten Nias Barat dapat
dilihat bahwa tingkat perilaku baik sejumlah 64 orang (64%) dan
kurang baik sejumlah 36 orang (36%).

Tabel 1.4 Tingkat Perilaku Sehat Sakit Masyarakat Nias di Kecamatan Mandrehe
Kabupaten Nias Barat
Perilaku Sehat Sakit
Baik
Kurang baik
Total

Frekuensi
36
64
100

%
36
64
100

5.1.4. Tingkat Perilaku Pemilihan Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan tabel 1.5 tentang tingkat perilaku pemilihan
pelayanan kesehatan pada masyarakat Nias di Kecamatan Mandrehe
Kabupaten Nias Barat dapat dilihat bahwa tingkat perilaku baik
sejumlah 19 orang (19%) dan kurang baik sejumlah 81 orang (81%).

Tabel 1.5 Tingkat Perilaku Pemilihan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Nias di
Kecamatan Mandrehe Kabupaten Nias Barat
Perilaku Pemilihan
Pelayanan Kesehatan
Baik
Kurang baik
Total

Frekuensi

%

19
81
100

19
81
100

50

51

5.2. Pembahasan
5.2.1. Tingkat Perilaku Sehat Sakit
Hasil penelitian pada tabel 1.4 menggambarkan masyarakat
Nias yang ada di Kecamatan Mandrehe Kabupaten Nias Barat
memiliki perilaku sehat sakit yang baik sejumlah 36 orang (36%) dan
kurang baik sejumlah 64 orang (64%).
Pandangan setiap orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit
sifatnya tidaklah selalu objektif. Bahkan lebih banyak unsur
subjektivitasnya dalam menentukan kondisi tubuh seseorang. Persepsi
masyarakat tentang sehat sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur
pengalaman masa lalu, di samping unsur sosial budaya. Menurut
Elwes dan Sinmett (1994, dalam Lawolo 2011), gagasan orang
tentang sehat dan sakit sangatlah bervariasi. Gagasan ini dibentuk oleh
pengalaman, pengetahuan, nilai dan harapan-harapan, di samping juga
pandangan mereka tentang apa yang akan mereka lakukan dalam
kehidupan sehari-hari dan kebugaran yang mereka perlukan untuk
menjalankan peran mereka.
Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena
yang dapat dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit,
selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan
penyakit. Konsep sehat sakit yang dianut pengobat tradisional sama
dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang
berhubungan dengan keadaan badan atau kondisi tubuh serta gejala

51

52

yang dirasakan. Dimana konsep sehat bagi seseorang berarti suatu
keadaan yang normal, wajar, nyaman dan dapat melakukan aktivitas
sehari-hari dengan gairah. Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu
keadaan badan yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai
siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan
aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat (Lawolo, 2011).
Menurut Sudarti dalam Sarwono (2005, dalam Lowolo 2011)
menyatakan secara deskriptif persepsi masyarakat beberapa daerah di
Indonesia

mengenai

sakit

dan

penyakit,

dimana

masyarakat

menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami
serangkaian gangguan fisik yang menimbulkan rasa tidak nyaman.
Anak yang sakit ditandai dengan tingkah laku rewel, sering menangis
dan tidak ada nafsu makan. Orang dewasa dianggap sakit jika lesu,
tidak dapat bekerja, kehilangan nafsu makan ataupun saat mengalami
"kantong kering" (tidak punya uang).
Berdasarkan distribusi jawaban responden pada pertanyaan 1
dan 2 tentang definisi sehat dan sakit, mayoritas responden memahami
definisi sehat sebagai bebas dari penyakit atau sembuh dari sakit, dan
mayoritas responden memahami definisi sakit sebagai kondisi dimana
tubuh lemah dan ketika mereka mengalami rasa tidak nyaman di
bagian tubuh karena menderita sesuatu. Hal ini menggambarkan
bahwa tingkat subjektifitas individu dalam menentukan sakit atau
tidak sangat tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarwono (dalam

52

53

Kristy, 2015) yang menyatakan sakit adalah penilaian individu
terhadap pengalaman menderita suatu penyakit.
Berdasarkan distribusi jawaban responden pada pertanyaan 3
tentang saat suatu penyakit dibawa ke pelayanan kesehatan, responden
lebih banyak memiliki sikap mencari pelayanan kesehatan disaat
muncul gejala suatu penyakit seperti demam, selera makan menurun
dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Ini menggambarkan bahwa
responden cukup memahami tanda-tanda awal dari suatu penyakit,
sehingga bisa lebih cepat mencegah penyakit dan mengobatinya. Ini
sesuai dengan pernyataan Fakrulddin (2010) dalam penelitiannya yang
menyatakan bahwa dengan pengenalan yang lebih dini tanda-tanda
awal penyakit, penyakit tersebut dapat dicegah. Secara tidak langsung,
ini juga akan mengurangi biaya yang dikeluarkan dibanding saat
sudah jatuh sakit.
Berdasarkan distribusi jawaban responden pada pertanyaan 4
tentang hal yang dilakukan untuk menjaga kesehatan, responden lebih
banyak memilih melakukan olahraga yang teratur dan mengkonsumsi
makanan yang bergizi. Tindakan berperilaku sehat sangat dibutuhkan
dalam pencegahan dini dari suatu penyakit dan tindakan ini diawali
dengan mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dan kesadaran
individu tentang pentingnya perilaku sehat.
Menurut Notoatmodjo (Dalam Fakrulddin 2010), informasi
kesehatan

sangat

mempengaruhi

kesadaran

masyarakat

dan

53

54

selanjutnya faktor informasi kesehatan dan kesadaran individu akan
mempengaruhi pengetahuan kesehatan pada masyarakat. Untuk itu
ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang untuk berperilaku
hidup sehat, yaitu pengetahuan yang tepat, motivasi dan keterampilan
untuk berperilaku sehat (Elder dalam Notoatmodjo, dalam Fakrulddin
2010).
Berdasarkan distribusi jawaban responden pada pertanyaan 5
tentang hal yang dilakukan saat mengalami sakit, responden rata-rata
memiliki upaya mencari pengobatan ketika mengalami sakit, yaitu
mayoritas memilih pergi ke dokter, ke puskesmas atau ke rumah sakit
dan mencari pengobatan tradisional. Hal ini sesuai dengan penelitian
Kristy (2015) yang menyatakan bahwa untuk menjaga agar tubuh
kembali sehat, masyarakat akan melakukan berbagai macam cara
pengobatan, baik pengobatan sendiri, medis maupun tradisional. Juga
menurut Afrizal (dalam Kristy, 2015), bahwa setiap manusia
berkeinginan untuk hidup sehat atau berusaha untuk mempertahankan
status

sehat

mempertahankan

yang

dimilikinya.

kesehatan

tersebut

Tindakan

manusia

mengakibatkan

dalam

terjadinya

pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada.
5.2.2. Tingkat Perilaku Pemilihan Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian pada tabel 1.5 menggambarkan bahwa
masyarakat suku Nias yang ada di Kecamatan Mandrehe Kabupaten
Nias Barat memiliki perilaku pemilihan pelayanan kesehatan yang

54

55

baik sejumlah 19 orang (19%) dan kurang baik sejumlah 81 orang
(81%).
Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses
pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok.
Menurut Notoatmodjo, perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku
individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau
mencari pengobatan. Menurut Ilyas (2003, dalam Lawolo 2011),
perilaku pencarian pengobatan di masyarakat terutama di negara
sedang berkembang sangat bervariasi. Menurut Anderson (2009,
dalam Lawolo 2011), ada tiga faktor penting dalam mencari pelayanan
kesehatan yaitu mudahnya menggunakan pelayanan kesehatan yang
tersedia, adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan
kesehatan yang ada dan karena adanya kebutuhan pelayanan
kesehatan.
Berdasarkan distribusi jawaban responden pertanyaan 1 dan 2
tergambarkan bahwa mayoritas responden memilih definisi fasilitas
pelayanan kesehatan modern sebagai pengobatan yang dilakukan
dengan menggunakan teknologi mutakhir atau modern dan fasilitas
pelayanan kesehatan yang diketahui mayoritas responden adalah
rumah sakit. Jika dilihat dari pertanyaan 4, hal ini dipengaruhi oleh
faktor fasilitas pelayanan yang kurang memadai di sekitar responden
dan juga pandangan masyarakat bahwa pengobatan modern cenderung
mahal dan membutuhkan cukup banyak biaya untuk berobat . Ini juga

55

56

yang mempengaruhi pengobatan alternatif diluar pengobatan modern
menjadi pilihan masyarakat karena terjangkau dan fasilitasnya ada
disekitar tempat tinggal masyarakat, seperti membeli obat diwarung
dan melakukan pengobatan sendiri.
Hal di atas didukung oleh riset kesehatan dasar Sumatera
Utara (2013) yang menyatakan bahwa dalam mengetahui pelayanan
rumah sakit pemerintah yang paling terendah di daerah Sumatera
Utara adalah Kabupaten Nias Barat (14,1%), 22,7% masyarakat Nias
Barat menyimpan obat untuk pengobatan sendiri dan 21,1%
memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan pengobatan sendiri.
Mayoritas reponden pada pertanyaan 3 dan pertanyaan 12 juga
mengatakan bahwa pengobatan modern lebih nyaman dibandingkan
dengan pengobatan lain, pengobatan modern cepat penyembuhannya
dan memiliki sarana yang lengkap untuk mendukung pengobatan yang
berhasil atau sembuh, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk
datang ke pelayanan kesehatan modern walaupun kesulitan dalam
menjangkau tempat pelayanan kesehatan modern. Dapat disimpulkan
bahwa persepsi masyarakat menjadi tolak ukur dalam bersikap
memilih pelayanan kesehatan, sehingga menghasilkan tindakan untuk
melakukan pengobatan. Hal senada juga disampaikan oleh Kristy
(2015), yang menyatakan bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan itu
sendiri sangat erat kaitannya dengan bagaimana persepsi seseorang

56

57

tersebut terhadap kesehatan dan tingkat kebutuhan yang dirasakan
individu terhadap pengobatan.
Berdasarkan distribusi jawaban responden pada pertanyaan 5,
6 dan 8 tergambarkan bahwa mayoritas responden memahami lingkup
fasilitas pelayanan kesehatan tradisional sebagai pengobatan yang
obatnya menggunakan bahan-bahan alami, tidak dilakukan oleh
tenaga medis terlatih, pengobatan tradisional bisa menjadi tidak
terkendali, penyembuhan yang lama dan fasilitas pelayanan kesehatan
yang diketahui mayoritas responden adalah dukun patah.
Mayoritas responden pada pertanyaan 7 memilih pelayanan
kesehatan tradisional karena biaya yang lebih murah dan faktor
pelayanan yang dekat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Fitriana dan kawan-kawan di Desa Rambah Tengah Hilir Riau (2009)
yang menggambarkan bahwa rata-rata responden memilih berobat
menggunakan pengobatan tradisional karena pengobatan tradisional
bisa didapatkan sewaktu dibutuhkan, dipercaya karena pengalaman
pribadi, tradisi yang turun temurun (kebudayaan) serta pendapatan
atau penghasilan keluarga yang rendah.
Hal di atas juga didukung oleh data riset kesehatan dasar
Sumatera Utara tahun 2013, yang menyatakan bahwa yang paling
tertinggi dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional di
daerah Sumatera Utara adalah Kabupaten Nias Barat (64,6%), dimana
proporsi pelayanan kesehatan tradisional yang ada di Nias Barat

57

58

antara lain dengan ramuan 3,3%, dengan alat 0,9%, tanpa alat 98,7%
dan dengan menggunakan pikiran 2,2%. Ini menggambarkan bahwa
pelayanan kesehatan tradisional menjadi pilihan utama masyarakat
Nias Barat karena yang paling memungkinkan untuk dijangkau ketika
mengalami sakit, sesuai dengan kultur budayanya dan pengalaman
pengobatan yang baik.
Senada dengan hal di atas, Kristy (2015) dalam penelitiannya
tentang perilaku masyarakat dalam pola pencarian pengobatan di Desa
Doloksaribu Lumban Nabolon Kecamatan Uluan Kabupaten Toba
Samosir menyatakan bahwa budaya memengaruhi seseorang dalam
melakukan pengobatan. Budaya Batak Toba yang sejak dulu
menggunakan ramuan herbal seperti daun jambu biji untuk obat sakit
perut, membuat informan memilih pengobatan tersebut. Informan
tidak melakukan pengobatan ke medis modern langsung tetapi
mengikuti budaya sejak zaman dahulu, yaitu pengobatan tradisional
dengan ramuan herbal. Sarwono ( 1992, dalam Kristy 2015) juga
mengatakan bahwa persepsi dan perilaku masyarakat dipengaruhi oleh
unsur-unsur pengalaman masa lalu, yang tentunya pola pencarian
pengobatan muncul dari persepsi dan perilaku masyarakat.

Berdasarkan distribusi jawaban responden pertanyaan 9, 10
dan 14 tentang pengobatan sendiri, mayoritas responden memilih
melakukan pengobatan sendiri karena biaya pengobatan yang murah
dan mudah mendapatkan ramuan atau obat yang dibutuhkan dan bisa

58

59

diproduksi sendiri dirumah, walaupun responden merasa bahwa
pengobatan sendiri bisa menjadi tidak terkontrol dan membahayakan
bila salah obat.
Hal di atas sesuai dengan penelitian Kristyani (2013) yang
menggambarkan bahwa pengobatan sendiri dilakukan karena faktorfaktor

pendorong

seperti

obatnya

mudah

didapatkan,

tidak

memerlukan biaya yang mahal untuk mengobatinya, tidak harus
mengantri lama untuk mendapat obatnya dan bisa dibuat sendiri di
rumah. Mereka tidak begitu peduli dengan efek obat yang ditimbulkan
seperti timbulnya reaksi obat yang tidak diinginkan, pengobatan yang
tidak

terkontrol

dan

pemilihan

obat

lama

kelamaan

dapat

membahayakan apabila tidak sesuai dengan aturan. Ada juga yang
menyatakan mereka berobat sendiri karena mereka percaya kepada
diri sendiri karena pengalaman yang lalu dimana pengobatan sendiri
menghasilkan kesembuhan. Kalau sakit sudah semakin parah hingga
mengganggu aktivitas atau pekerjaan maka mereka akan memutuskan
untuk pergi mencari pelayanan pengobatan modern.
Berdasarkan distribusi jawaban responden pada pertanyaan 15,
16, 17 dan 21 tentang hal yang mendorong dan pendukung dalam
melakukan pengobatan atau

menggunakan fasilitas pelayanan

kesehatan dan hal memanfaatkan pelayanan kesehatan, mayoritas
responden menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan supaya bisa
beraktifitas kembali, sembuh dari sakitnya untuk mencegah penyakit

59

60

atau menjaga kesehatan, pelayanan pengobatan yang baik, akses
pelayanan yang dekat, biaya yang mudah dijangkau dan dukungan
dari keluarga. Ini menggambarkan bahwa seseorang dalam memilih
menggunakan pelayanan kesehatan akan dipengaruhi faktor dari
dalam dan dari luar diri seseorang, seperti memahami manfaat dari
pelayanan kesehatan, keuntungan yang didapatkan saat berobat,
kualitas dari fasilitas yang akan digunakan, biaya pengobatan, dan lain
sebagainya.
Mendukung hal diatas, Green dalam Notoatmodjo (dalam
Fakrulddin, 2010) menjelaskan bahwa mewujudkan sikap menjadi
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang
memungkinkan. Faktor yang mendukung adalah faktor predisposisi
(pengetahuan, sikap, keyakinan, persepsi), faktor pendukung (akses
pada pelayanan kesehatan, keterampilan dan adanya referensi), dan
faktor pendorong terwujud dalam bentuk dukungan dari keluarga,
tetangga dan tokoh masyarakat.
Berdasarkan distribusi jawaban responden pada pertanyaan 18
dan 20, mayoritas responden mencari pengobatan lain bila proses
pengobatan yang dilakukan memerlukan biaya yang mahal dan bila
proses pengobatan awal tidak berhasil. Hal ini sejalan dengan
penelitian Kristyani (2013) yang menyatakan bahwa mayoritas
responden akan mencari pengobatan lain setelah pengobatan awal
tidak berhasil dan kebanyakan responden juga akan mencari

60

61

pengobatan lain apabila pengobatan yang dijalani memerlukan biaya
yang tinggi.
Berdasarkan distribusi jawaban responden di atas, didapatkan
bahwa masyarakat Nias di Kecamatan Mandrehe Kabupaten Nias
Barat ketika merasakan sakit akan timbul berbagai macam perilaku
kesehatan dan usaha yang dilakukan untuk mengatasi sakit. Perilaku
yang dihasilkan adalah mencari pengobatan ke fasilitas pelayanan
kesehatan modern, mencari pengobatan ke fasilitas pelayanan
kesehatan tradisional, melakukan pengobatan sendiri, menggunakan
beberapa

fasilitas kesehatan secara

bersamaan,

menghentikan

pengobatan dan hanya membeli obat di apotek saja, mencari
pengobatan lain atau meneruskan pengobatan bila biaya mahal dan
bila tidak sembuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Suchman (dalam
Momon Sudarma, 2008) yang mengatakan bahwa ada lima konsep
dasar yang menghasilkan perilaku kesehatan, yakni:
a. Shopping, yaitu proses mencari alternatif sumber pengobatan guna
menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan
pengobatan sesuai dengan harapan.
b. Fragmentation, yaitu proses pengobatan oleh beberapa fasilitas
pada lokasi yang sama atau pada waktu yang bersamaan.
c. Procrastonation, yaitu proses penundaan pencarian pengobatan
meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan.

61

62

d. Self mediacation, yaitu pengobatan sendiri dengan menggunakan
berbagai macam ramuan atau obat-obatan yang dinilai tepat
baginya.
e. Discontinuity, yaitu proses penghentian pengobatan.
Mendukung hal diatas, Notoatmodjo juga menyatakan bahwa
anggota masyarakat yang mendapat penyakit dan tidak merasakan
sakit (disease but no illness) sudah tentu tidak akan bertindak apa-apa
terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit
dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam
perilaku dan usaha yang dilakukan. Dalam Notoatmodjo (2010),
respon seseorang apabila sakit adalah tidak melakukan kegiatan apaapa, tindakan mengobati sendiri, mencari pengobatan ke fasilitasfasilitas pengobatan tradisional dan mencari pengobatan ke fasilitasfasilitas pengobatan modern.

62

63

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dan tujuan dari
penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1.

Berdasarkan distribusi jawaban responden didapati bahwa mayoritas
responden memahami definisi sehat sebagai bebas dari penyakit atau
sembuh dari sakit, mayoritas responden memahami definisi sakit sebagai
kondisi dimana tubuh lemah dan ketika mereka mengalami rasa tidak
nyaman di bagian tubuh karena menderita sesuatu, memahami gejala dari
suatu penyakit, cukup baik dalam melakukan aktifitas yang bertujuan
untuk menjaga dan mendukung kesehatan dengan baik, dan saat
mengalami sakit pergi ke dokter, ke puskesmas, rumah sakit dan
pengobatan tradisional. Tingkat Perilaku sehat sakit yang baik
masyarakat Nias di kabupaten Nias Barat sejumlah 36 orang (36%) dan
kurang baik sejumlah 64 orang (64%).

2.

Berdasarkan distribusi jawaban responden didapati bahwa mayoritas
responden kurang memahami fasilitas pelayanan kesehatan modern dan
memilih pengobatan modern karena lebih nyaman dibandingkan dengan
pengobatan lain, pengobatan modern cepat penyembuhannya dan
memiliki sarana yang lengkap untuk mendukung pengobatan yang
berhasil atau sembuh. Mayoritas responden menggunakan pelayanan
kesehatan tradisional karena biaya yang lebih murah dan faktor

63

64

pelayanan yang dekat walaupun responden merasa bahwa pengobatan
tradisional bisa menjadi tidak terkendali dan pengobatan tradisional lama
penyembuhannya. pengobatan sendiri dilakukan karena faktor-faktor
pendorong seperti obatnya mudah didapatkan, tidak memerlukan biaya
yang mahal untuk mengobatinya, tidak harus mengantri lama untuk
mendapat obatnya dan bisa dibuat sendiri di rumah, walaupun responden
merasa bahwa pengobatan sendiri bisa menjadi tidak terkontrol dan
membahayakan bila salah obat. Mayoritas responden akan mencari
pengobatan lain dan meneruskan pelayanan kesehatan bila proses
pengobatan yang dilakukan memerlukan biaya yang mahal dan bila
proses pengobatan awal tidak berhasil. Tingkat Perilaku pemilihan
pelayanan kesehatan yang baik masyarakat Nias di kabupaten Nias Barat
sejumlah 19 orang (19%) dan kurang baik sejumlah 81 orang (81%).

6.2. Saran
6.2.1. Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi yang
berguna untuk mengembangkan ilmu pengetahuan bagi civitas
akademik, dan kepada institusi Keperawatan diharapkan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan, sehingga menjadi tempat untuk
membentuk tenaga medis yang mampu untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang berkualitas bagi masyarakat.

64

65

6.2.2. Pelayanan Keperawatan
Dapat meningkatkan penyuluhan-penyuluhan kesehatan untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat Nias mengenai berbagai
masalah kesehatan dan sosialisasi fasilitas pelayanan kesehatan yang
ada di sekitar masyarakat, sehingga masyarakat dapat menggunakan
dan memanfaatkannya sesuai dengan kebutuhan kesehatannya.
Pelayanan tersebut dapat berhasil dengan memahami kehidupan
masyarakat untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai
budaya masyarakat setempat (transcultural nursing).
6.2.3 Penelitian Keperawatan
Peneliti selanjutnya diharapkan meneliti lebih mendalam
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi individu dalam mencari
pelayanan kesehatan sesuai model pencarian pelayanan kesehatan
Suchman.

65