Perilaku Sehat Sakit dan Pemilihan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Nias di Kecamatan Mandrehe Kabupaten Nias Barat.

11

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku
2.1.1. Konsep Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan (Notoatmodjo,
2012). Sebab itu semua makhluk hidup mulai dari binatang sampai
dengan

manusia,

mempunyai

aktivitas

yang

menggambarkan


kehidupan masing-masing. Aktivitas manusia sangat kompleks, secara
garis besar dikelompokkan menjadi dua yakni:
a. Aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain, misalnya
berjalan, bernyanyi, tertawa, menangis, dan sebagainya.
b. Akvitas-aktivitas yang tidak dapat diamati oleh orang lain,
misalnya berpikir, berfantasi, berencana, dan sebagainya.
Menurut Ensiklopedia Amerika, perilaku diartikan sebagai
suatu aksi atau reaksi organisme terhadap lingkungannya. Robert
Kwick (1974, dalam Kholid 2012) menyatakan bahwa perilaku adalah
tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan
bahkan dapat dipelajari. Skinner (1938, dalam Notoatmodjo 2012)
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku
manusia terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme
dan

kemudian

organisme


tersebut

merespon,

sehingga
11

12

teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” (Stimulus – organisme –
respon). Selanjutnya teori Skinner menjelaskan adanya dua jenis
respon yaitu:
a. Respondent respons atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan
oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang disebut eliciting
stimulus, karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.
Misalnya makanan lezat akan menimbulkan nafsu makan, cahaya
terang akan menimbulkan reaksi mata tertutup, dan sebagainya.
Respondent respons juga mencakup perilaku emosional, misalnya
mendengar berita musibah akan menimbulkan rasa sedih,

mendengar berita suka atau gembira akan menimbulkan rasa
sukacita, dan sebagainya.
b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau
rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut
reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk
memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan
melakukan tugasnya dengan baik adalah suatu respon terhadap gaji
yang cukup (stimulus), kemudian karena kerja baik tersebut juga
menjadi stimulus untuk memperoleh promosi pekerjaan. Jadi, kerja
baik tersebut sebagai reinforcer untuk memperoleh promosi
pekerjaan.

12

13

2.1.2. Jenis Perilaku
Berdasarkan teori “S-O-R” menurut Skinner, maka perilaku
manusia dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

a. Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus
tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara
jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian,
perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang
bersangkutan. Bentuk “unobservable behavior” atau “covert
behavior” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.
Contohnya ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan untuk
kesehatan bayi dan dirinya sendiri adalah domain pengetahuan
(knowledge). Kemudian ibu tersebut bertanya kepada tetangganya
dimana tempat periksa kehamilan yang dekat, yang selanjutnya
kecenderungan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan, inilah
yang disebut domain sikap (attitude).
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus
tersebut sudah berupa tindakan atau praktik yang dapat diamati
orang lain dari luar (observable behavior). Contohnya seorang ibu
hamil memeriksakan kehamilannya ke puskesmas atau ke bidan
praktik, seorang penderita TB Paru minum obat anti TB Paru
secara teratur, seseorang akan menggosok gigi setelah makan, dan


13

14

sebagainya. Contoh-contoh tersebut adalah berbentuk tindakan
nyata dalam bentuk kegiatan atau dalam bentuk praktis.

Bagan 1. Teori S-O-R
Respon Tertutup:
1. Pengetahuan
2. Sikap
Stimulus

Organisme
Respon Terbuka:
1. Tindakan/praktik

(Notoatmodjo, 2010)


Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan
sikap merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau rangsangan
yang masih bersifat terselubung dan disebut covert behavior.
Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respon terhadap stimulus
(practice) merupakan overt behavior.
2.1.3. Domain Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam
memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktorfaktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun
stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang
berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus

14

15

yang sama disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat
dibedakan menjadi dua, yakni:
a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang
bersangkutan, yang bersifat given (bawaan). Misalnya tingkat

kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
b. Determinan atau faktor eksternal,

yakni lingkungan, baik

lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya.
Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang
mewarnai perilaku seseorang.
Dari uraian diatas dapat

dirumuskan bahwa perilaku

merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang
merupakan hasil bersama atau resultant antara berbagai faktor (faktor
internal dan eksternal). Benyamin Bloom (1908, dalam Notoatmodjo
2012) membedakan adanya tiga ranah/domain perilaku, yakni kognitif
(cognitive), afektif (affective) dan psikomotor (psychomotor). Dalam
perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran
hasil pendidikan kesehatan, yakni:
1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia atau hasil
tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya
(mata,

hidung,

telinga,

dan

sebagainya).

Sebagian

besar

pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran dan
penglihatan. Menghasilkan pengetahuan dengan baik sangat

15


16

dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap suatu
objek.
Pengetahuan seseorang terhadap objek tertentu mempunyai
intensitas atau tingkat yang berbeda-beda, secara garis besarnya
dibagi dalam enam tingkat sebagai berikut:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil)
memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
Misalnya tahu bahwa buah tomat banyak mengandung vitamin
C, jamban adalah tempat membuang air besar, penyakit demam
berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, dan
sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu
sesuatu, dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan seperti apa
tanda-tanda

anak


yang

kurang

gizi,

bagaimana

cara

memberantas sarang nyamuk, dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap
objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi
seseorang harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang
objek yang diketahui tersebut. Misalnya orang yang memahami
cara pemberantasan penyakit demam berdarah dengue, bukan
hanya sekedar menyebutkan 3M (mengubur, menutup dan

16


17

menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus
melakukan 3M (mengubur, menutup dan menguras) tersebut.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi

diartikan

apabila

seseorang

yang

telah

memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau
mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi
yang lain. Misalnya seseorang yang telah paham tentang proses
perencanaan, maka ia akan dapat membuat perencanaan
program kesehatan di tempat ia bekerja atau di mana saja.
d. Analisis (analysis)
Analisis
menjabarkan

dan

adalah

kemampuan

atau

memisahkan,

seseorang
kemudian

untuk
mencari

hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam
suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis
adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan,
memisahkan, mengelompokkan atau membuat diagram terhadap
pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya dapat membedakan
antara nyamuk Aedes aegypti dengan nyamuk biasa, dapat
membuat diagram siklus hidup cacing kremi, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang
untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang

17

18

logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.
Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
Misalnya dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau
kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar
dan dapat membuat kesimpulannya.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek
tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku
di masyarakat. Misalnya seorang ibu dapat menilai atau
menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak,
seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana bagi
keluarga, dan sebagainya.
2. Sikap (attitude)
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus
atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan
emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju,
baik-tidak baik, dan sebagainya). Campbell (1950, dalam
Notoatmodjo 2010) mendefinisikan sikap itu sebagai suatu sindrom
atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek,

18

19

sehingga sikap ini melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan
gejala kejiwaan lainnya.
Menurut

Newcomb,

seorang

ahli

psikologi

sosial

menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Dengan kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi
terbuka) atau aktivitas, tetapi merupakan predisposisi perilaku
(reaksi tertutup).
Sikap terdiri dari empat tingkatan yang berdasarkan
intensitasnya, yakni:
a. Menerima (receiving)
Menerima disini berarti orang atau subjek mau menerima
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang
terhadap periksa hamil, dapat diketahui atau diukur dari
kehadiran

ibu

untuk

mendengarkan penyuluhan tentang

antenatal care di lingkungannya.
b. Menanggapi (responding)
Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau
tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
Misalnya seorang ibu yang mengikuti penyuluhan antenatal
care tersebut ditanya atau diminta menanggapi oleh penyuluh,
kemudian ia menjawab atau menanggapinya.

19

20

c. Menghargai (valuing)
Menghargai disini berarti subjek atau seseorang yang
memberikan nilai positif terhadap objek atau stimulus, dalam
arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau
mempengaruhi orang lain merespon. Misalnya seorang ibu yang
mengikuti penyuluhan antenatal care tersebut mendiskusikan
dengan suaminya, atau mengajak tetangganya untuk sama-sama
ikut penyuluhan.
d. Bertanggungjawab (responsible)
Sikap

yang

paling

tinggi

bertanggungjawab terhadap apa

tingkatnya

adalah

yang telah diyakininya.

Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan
keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang
lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain. Misalnya
seorang ibu yang sudah mau mengikuti penyuluhan antenatal
care, ia harus berani untuk mengorbankan waktunya atau di
omeli mertuanya karena meninggalkan rumah.
3. Tindakan atau praktik (practice)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sikap
adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik), maka sikap belum
tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan
perlu faktor lain seperti adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.
Misalnya seorang ibu hamil sudah tahu bahwa periksa kehamilan

20

21

itu penting untuk kesehatannya dan janinnya, dia sudah ada niat
(sikap) untuk periksa kehamilan. Agar sikap meningkat menjadi
tindakan, maka diperlukan fasilitas atau pelayanan kesehatan yang
mudah dicapainya. Apabila tidak, maka kemungkinan ibu tersebut
tidak akan memeriksakan kehamilannya.
Praktik atau tindakan ini dibedakan menjadi tiga tingkatan,
yakni:
a. Respon terpimpin (guided response)
Praktik terpimpin terjadi apabila subjek atau seseorang
telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan
atau

menggunakan

memeriksakan

panduan.

kehamilannya

Misalnya
tetapi

masih

seorang

ibu

menungggu

diingatkan oleh bidan atau tetangganya.
b. Praktik secara mekanisme (mechanism)
Praktik secara mekanisme terjadi apabila subjek atau
seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal
secara otomatis. Misalnya seorang ibu selalu membawa anaknya
ke pos pelayanan terpadu (Posyandu) untuk ditimbang dan
diperiksa kesehatannya tanpa harus menunggu perintah atau
tanpa harus diingatkan.
c. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah
berkembang, artinya apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas

21

22

atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi atau
tindakan yang berkualitas. Misalnya seseorang menggosok gigi
bukan hanya sekedar gosok gigi, melainkan dengan teknikteknik yang benar.

2.2. Perilaku Kesehatan
Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skinner, maka perilaku
kesehatan (health behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau
objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan, seperti lingkungan, makanan, minuman dan
pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, perilaku kesehatan adalah semua
aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable)
maupun yang tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan dengan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini
mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah
kesehatan lain, meningkatkan kualitas kesehatan dan mencari penyembuhan
apabila sakit atau mengalami masalah kesehatan. Oleh sebab itu, perilaku
kesehatan ini dikelompokkan dalam dua garis besar, yakni:
a. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkatnya kualitas
kesehatan
Perilaku ini disebut perilaku sehat (healthy behavior), yang
mencakup perilaku-perilaku (covert dan overt behavior) dalam mencegah
atau menghindari dari penyakit dan penyebab penyakit atau penyebab

22

23

masalah

kesehatannya

(perilaku

preventif),

dan

perilaku

dalam

mengupayakan meningkatnya kualitas kesehatan (perilaku promotif).
Contohnya makan dengan gizi seimbang, olahraga teratur, tidak merokok
dan minum minuman keras, menghindari gigitan nyamuk, menggosok gigi
setelah makan, cuci tangan pakai sabun sebelum makan, dan lain
sebagainya.
b. Perilaku orang yang sakit atau telah mengalami masalah kesehatan untuk
memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya
Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health
seeking behavior). Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil
seseorang atau keluarganya bila sakit atau terkena masalah kesehatan
untuk memperoleh kesembuhan atau terlepasnya dari masalah kesehatan
tersebut. Tempat pencarian kesembuhan ini adalah tempat atau fasilitas
pelayanan kesehatan, baik fasilitas atau pelayanan kesehatan tradisional
(dukun, sinshe, paranormal, tabib, dan sebagainya) maupun modern atau
profesional (rumah sakit, puskesmas, poliklinik, dan sebagainya).
Becker (1979, dalam Notoatmodjo 2012) membuat klasifikasi lain
tentang perilaku kesehatan dan membedakannya menjadi tiga, yakni:
1. Perilaku hidup sehat (healthy life style)
Perilaku sehat adalah perilaku atau kegiatan yang berkaitan dengan
upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, antara lain:

23

24

a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet)
Menu seimbang disini adalah pola makan sehari-hari yang
memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh, baik secara jumlah (kuantitas)
maupun jenisnya (kualitas).
b. Kegiatan fisik secara teratur dan cukup
Kegiatan fisik disini tidak harus olahraga. Bagi seseorang yang
pekerjaannya memang sudah memenuhi gerakan-gerakan fisik secara
rutin dan teratur, sebenarnya sudah dapat dikategorikan berolahraga.
Bagi seseorang yang pekerjaannya tidak melakukan kegiatan fisik
(misalnya:

manajer,

administrator,

sekretaris,

dan

sebagainya)

memerlukan olahraga secara teratur.
c. Tidak merokok, tidak minum minuman keras dan narkoba
Perilaku merokok, minum minuman keras dan narkoba akan
sangat mempengaruhi kesehatan, karena kandungan zat yang terdapat
didalam rokok, minuman keras dan norkoba yang bisa membuat
kesehatan menjadi buruk dan bahkan membahayakan nyawa yang
mengkonsumsinya.
d. Istirahat yang cukup
Istirahat yang cukup merupakan kebutuhan dasar manusia untuk
mempertahankan kesehatannya.
e. Pengendalian atau manajemen stres
Stres adalah bagian dari kehidupan setiap orang tanpa pandang
bulu. Stres tidak dapat dihindari oleh siapapun, namun yang dapat

24

25

dilakukan adalah mengatasi, mengendalikan atau mengelola stres
tersebut agar tidak mengakibatkan gangguan kesehatan, baik secara
fisik maupun mental.
f. Perilaku atau gaya hidup positif
Perilaku atau gaya hidup positif merupakan setiap tindakan atau
perilaku seseorang agar dapat terhindar dari berbagai macam penyakit
dan masalah kesehatan, termasuk perilaku untuk meningkatkan
kesehatan.
2. Perilaku sakit (illness behavior)
Perilaku sakit adalah tindakan atau kegiatan orang atau keluarga
yang sakit dan terkena masalah kesehatan untuk mencari penyembuhan
atau untuk mengatasi masalah kesehatannya. Untuk orang atau keluarga
yang sakit ada beberapa tindakan atau perilaku yang muncul, yakni:
a. Didiamkan saja (no action)
Tindakan ini adalah keputusan yang diambil untuk mengabaikan
sakit yang dialami dan tetap menjalankan kegiatan sehari-hari.
b. Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self
treatmen atau self medication)
Tindakan ini adalah keputusan untuk mengobati sendiri sakit
yang dialami, dengan melalui dua cara yakni cara tradisional (kerokan,
minum jamu, obat gosok, dan sebagainya) dan cara modern (minum
obat yang dibeli dari warung, toko obat atau apotek).

25

26

c. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar
Tindakan ini adalah keputusan untuk mencari pengobatan ke
fasilitas pelayanan kesehatan, yang dibedakan menjadi dua, yakni
fasilitas pelayanan kesehatan tradisional (dukun, sinshe, paranormal,
tabib, dan sebagainya) dan fasilitas pelayanan kesehatan modern
(rumah sakit, puskesmas, poliklinik, dan sebagainya).
3. Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior)
Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran
(roles), yang mencakup hak-haknya (rights) dan kewajiban sebagai orang
sakit (obligation). Menurut Becker, hak dan kewajiban orang yang sedang
sakit merupakan perilaku peran orang sakit, antara lain:
a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
b. Mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk
memperoleh kesembuhan.
c. Mengetahui hak (misalnya hak dalam memperoleh perawatan,
memperoleh pelayanan kesehatan, dan sebagainya), atau kewajiban
orang sakit (misalnya kooperatif dengan tim medis untuk proses
penyembuhan penyakit, patuh minum obat, dan sebagainya).

26

27

2.3. Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit dan
tidak merasakan sakit (disease but no illness) sudah tentu tidak akan
bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang
penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam
perilaku dan usaha yang dilakukan. Dalam Notoatmodjo (2010), respon
seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut:
a. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action)
Alasan dari perilaku ini antara lain beranggapan bahwa kondisi
yang demikian tidak akan mengganggu aktivitas sehari-hari, beranggapan
bahwa gejala akan lenyap dengan sendirinya, fasilitas kesehatan yang jauh,
atau para tenaga medis yang tidak care, takut biaya, dan sebagainya.
Tidak jarang juga yang memprioritaskan tugas-tugas lain yang lebih
penting daripada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti
bahwa kesehatan belum merupakan prioritas didalam kehidupannya.
b. Tindakan mengobati sendiri (self treatment atau self medication)
Tindakan ini juga dilakukan karena alasan yang sama dengan tidak
melakukan apa-apa. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena
orang atau masyarakat sudah percaya kepada diri sendiri dan sudah merasa
berdasarkan pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dapat
mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan
keluar tidak diperlukan.

27

28

Mengobati sendiri yang dilakukan masyarakat melalui berbagai
cara, antara lain kerokan, pijatan, membuat ramuan sendiri, minum jamu
yang dibeli diwarung dan minum obat yang dibeli bebas di warung atau di
apotek.
c. Mencari

pengobatan

ke

fasilitas-fasilitas

pengobatan

tradisional

(traditional remedy)
Untuk masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional ini
masih menduduki tempat teratas dibandingkan dengan pengobatanpengobatan yang lain. Pada masyarakat yang masih sederhana, masalah
kesehatan adalah lebih bersifat budaya daripada gangguan-gangguan fisik.
Dengan persepsi itu, pencarian pengobatan pun lebih berorientasi kepada
sosial budaya masyarakat daripada hal-hal yang dianggap masih asing.
Bermacam-macam dukun yang melakukan pengobatan tradisional
dan membuat obat tradisional merupakan bagian dari masyarakat, berada
di tengah-tengah masyarakat, dekat dengan masyarakat dan pengobatan
yang dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat. Karena itu, masyarakat
lebih menerima pengobatan tradisional daripada perawat, dokter, bidan
dan tenaga medis lainnya yang masih asing bagi mereka.
d. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern (medicine
treatment)
Fasilitas-fasilitas pengobatan ini diadakan oleh pemerintah, swasta
ataupun perseorangan (praktik/private medicine), yakni rumah sakit,

28

29

klinik, puskesmas, balai pengobatan, praktik mandiri dokter, praktik
mandiri perawat, dan sebagainya.
Menurut Suchman (dalam Momon Sudarma, 2008) ada lima konsep
dasar yang menghasilkan perilaku kesehatan, yakni:
a. Shopping, yaitu proses mencari alternatif sumber pengobatan guna
menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan pengobatan
sesuai dengan harapan.
b. Fragmentation, yaitu proses pengobatan oleh beberapa fasilitas pada
lokasi yang sama atau pada waktu yang bersamaan.
c. Procrastonation, yaitu proses penundaan pencarian pengobatan meskipun
gejala penyakitnya sudah dirasakan.
d. Self mediacation, yaitu pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai
macam ramuan atau obat-obatan yang dinilai tepat baginya.
e. Discontinuity, yaitu proses penghentian pengobatan.

2.4. Model Tentang Penggunaan Pelayanan Kesehatan
Dalam penggunaan pelayanan kesehatan, ada beberapa teori yang
dikemukakan oleh beberapa ahli untuk menggambarkan alasan setiap
individu dalam menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda, di
antaranya:
1. Model Demografi (kependudukan)
Dalam model ini tipe variabel yang dipakai adalah umur, seks atau
jenis kelamin, status perkawinan dan jumlah anggota keluarga.

29

30

2. Model Struktur sosial
Dalam model ini tipe variabel yang dipakai adalah pendidikan,
pekerjaan dan kebangsaan atau suku. Variabel ini akan sangat menentukan
gaya hidup yang diperlihatkan oleh individu.
3. Model sosial psikologis
Dalam model ini tipe variabel yang dipakai adalah ukuran dari
sikap dan keyakinan individu. Variabel ini terdiri dari empat kategori,
yaitu pengertian kerentanan terhadap penyakit, pengertian keseluruhan dari
penyakit, keuntungan yang diharapkan dari pengambilan tindakan dalam
menghadapi penyakit dan kesiapan tindakan individu.
4. Model sumber keluarga
Dalam model ini tipe variabel yang dipakai adalah pendapatan
keluarga, cakupan asuransi keluarga atau sebagai anggota suatu asuransi
kesehatan dan pihak yang membiayai pelayanan kesehatan keluarga.
Variabel ini untuk mengukur kesanggupan dari individu atau keluarga
untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
5. Model sumber daya masyarakat
Dalam model ini tipe variabel yang dipakai adalah penyediaan
pelayanan kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat dan
ketercapaian dari pelayanan kesehatan yang tersedia. Variabel ini untuk
mengukur ketersediaan sumber-sumber kesehatan pada masyakarat
setempat. Model ini memindahkan pelayanan dari tingkat individu atau
keluarga ke tingkat masyarakat.

30

31

6. Model organisme
Dalam model ini variabel yang digunakan yaitu gaya praktik
pengobatan (sendiri, rekanan, atau grup), sifat dari pelayanan tersebut
(membayar langsung atau tidak), letak dari pelayanan (tempat pribadi,
rumah sakit atau klinik) dan petugas kesehatan yang pertama kali kontak
dengan pasien (perawat, dokter, asisten dokter).
7. Teori Lewin atau teori kepercayaan kesehatan
Teori Lewin ini mengintegrasikan keenam model yang terdahulu
ke dalam model yang lebih sempurna. dimana model-model yang
sebelumnya digunakan bersama dengan faktor-faktor yang berhubungan
seperti kebijaksanaan dan struktur ekonomi pada masyarakat yang lebih
luas. Dengan demikian apabila dilakukan analisis terhadap penyediaan dan
penggunaan

pelayanan

kesehatan

oleh

masyarakat,

maka

harus

diperhitungkan juga faktor-faktor yang terlibat di dalamnya.
Teori lewin ini mempunyai empat faktor yang terlibat dalam mengambil
tindakan penggunaan pengobatan, yaitu:
a. Kerentanan yang dirasakan
Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah
penyakitnya, seseorang itu harus merasakan bahwa ia rentan terhadap
penyakit tersebut.
b. Keseriusan yang dirasakan
Tindakan individu untuk mencari pengobatan akan didorong
oleh persepsi keseriusan penyakit yang dialaminya.

31

32

c. Manfaat dan rintangan yang dirasakan
Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit-penyakit
yang dianggap gawat (serius), individu akan melakukan suatu tindakan
tertentu. Tindakan ini tergantung pada manfaat yang dirasakan dan
rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut.
d. Isyarat atau tanda-tanda
Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang
kerentanan, kegawatan (keseriusan) dan manfaat tindakan, maka
diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal. Faktorfaktor tersebut misalnya nasihat atau anjuran teman-teman atau
keluarga lain dari individu yang sakit, informasi media massa, dan
sebagainya.
Bagan 2. Health belief model
1. Variabel demografis (umur,
suku, jenis kelamin, dan
lain-lain).
2. Variabel sosial psikologis
(peer dan reference groups,
kepribadian, pengalaman
sebelumnya).
3. Variabel struktur (kelas
sosial, akses ke pelayanan
kesehatan, dan lain-lain).
Kecenderungan yang
dilihat (perceived)
mengenai gejala/penyakit.
Syarat yang dilihat
mengenai gejala dan
penyakit.

Ancaman yang
dilihat mengenai
gejala dan penyakit

Pendorong untuk bertindak
(kampanye media massa,
peringatan dari tenaga medis,
tulisan dalam surat kabar atau
majalah).
(Notoatmodjo, 2010)

Manfaat yang dilihat dari
pengambilan tindakan
dikurangi biaya
(rintangan) yang dilihat
dari pengambilan.

Kemungkinan
mengambil tindakan
tepat untuk perilaku
sehat atau sakit.

32

33

8. Model Anderson atau model sistem kesehatan (health sistem model)
Anderson (1974, dalam Notoatmodjo 2012) menggambarkan
model sistem kesehatan yang berupa model kepercayaan kesehatan. Di
dalam model ini terdapat tiga kategori utama dalam penggunaan pelayanan
kesehatan, yakni:
a. Karakteristik predisposisi
Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa
tiap

individu

mempunyai

kecenderungan

untuk

menggunakan

pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Karakteristik ini terdiri dari
tiga faktor, yaitu faktor ciri-ciri demografi (seperti jenis kelamin dan
umur), faktor struktur sosial (seperti pekerjaan, tingkat pendidikan,
budaya, suku/ras, dan sebagainya) dan faktor manfaat-manfaat
kesehatan (seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat
menolong proses penyembuhan penyakit).
b. Karakteristik pendukung
Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai
predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, jika mampu
menggunakannya maka akan bertindak untuk pergi ke pengobatan.
Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung kepada
kemampuan konsumen untuk membayar.
c. Karakteristik kebutuhan
Faktor predisposisi dan pendukung yang memungkinkan untuk
mencari pengobatan dapat terwujud dalam tindakan apabila itu

33

34

dirasakan sebagai kebutuhan. Dengan kata lain, kebutuhan merupakan
dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan,
bilamana faktor predisposisi dan pendukung itu ada.

2.5. Suku Nias
Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di kepulauan
Nias. Dalam bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka "Ono Niha"
(Ono = anak atau keturunan; Niha = manusia) dan pulau Nias sebagai "Tanõ
Niha" (Tanõ = tanah). Suku Nias menerapkan sistem marga mengikuti garis
ayah (patrilineal). Marga-marga umumnya berasal dari kampung-kampung
pemukiman yang ada.
Masyarakat Nias hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang
masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut “fondrakõ” yang
mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian.
Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik yang dibuktikan oleh
peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih
ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang.
Suku Nias mengenal sistem kasta (12 tingkatan Kasta), dimana
tingkatan kasta yang tertinggi adalah "Balugu". Untuk mencapai tingkatan ini
seseorang harus mampu melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan
orang

dan

menyembelih

ribuan

ekor

ternak

selama

berhari-hari.

34