Pengaruh Ketersediaan Sarana, Pengetahuan Dan Sikap Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lanjut Usia
Menurut ilmu gerontologi, lanjut usia bukanlah suatu penyakit, melainkan
suatu masa atau tahap hidup manusia yang merupakan kelanjutan dari usia dewasa
dan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu
yang mencapai usia lanjut tersebut (Depkes RI, 2005).
Beberapa pendapat tentang batasan umur lanjut usia :
1.

Menurut Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan lansia dan
penyandang cacat pada pasal 138 ayat 1 dan 2, tentang upaya pemeliharan
kesehatan lanjut usia agar tetap sehat dan hidup produktif secara sosial dan
ekonomi sesuai dengan martabat kemanusiaaan dengan martabat kemanusiaan,
dan pemerintah menjamin ketersediaan fasilitas pelayanaan kesehatan usia lanjut
agar tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis.

2.

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun keatas yang karena

mengalami penuaan berakibat menimbulkan berbagai masalah kesejahteraan di
hari tua, kecuali bila sebelum umur tersebut proses menua itu terjadi lebih awal
dilihat kondisi fisik, mental dan sosial (Vina, 2010)

3.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lanjut usia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) adalah orang yang berusia 45-59 tahun
b. Usia lanjut (elderly) adalah orang yang berusia 60-74 tahun

Universitas Sumatera Utara

c. Usia lanjut (old) adalah orang yang berusia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) adalah orang yang berusia > 90 tahun

2.2 Masalah Kesehatan Pada Lanjut Usia
Menurut Vina (2010) proses menua dapat terlihat secara fisik dengan
perubahan yang terjadi pada tubuh dan berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh
serta organ tersebut. Adapun masalah - masalah yang timbul pada lanjut usia adalah:
1


Aktivitas yang berkurang disebabkan faktor internal dalam tubuh maupun
faktor eksternal yang berasal dari lingkungan. Akibatnya aktivitas tubuh tidak
berjalan secara maksimal dipengaruhi oleh gangguan tulang karena
osteoporosis, sendi dan otot tubuh, penyakit kardiovaskuler dan pembuluh
darah.

2 Ketidak seimbangan tubuh muncul karena menurunnya fungsi organ tubuh
seperti lingkungan dan pengaruh konsumsi obat - obatan
3 Ketidak mampuan menahan buang air kecil (beser) merupakan masalah yang
berat karena dapat menimbulkan masalah kesehatan berupa batu ginjal.
4

Infeksi dikarenakan faktor dari dalam tubuh disebabkan berkurangnya daya
tahan tubuh individu karena menurunnya fungsi organ tubuh, kekurangan zat
gizi maupun faktor infeksi itu sendiri.

5

Gangguan saraf dan otot menyebabkan gangguan dalam organ tubuh seperti

gangguan pada otot dan saraf menyebabkan gangguan dalam berkomunikasi
secara verbal.

Universitas Sumatera Utara

6

Sulit buang air besar disebabkan karena berkurangnya motilitas dari usus
disebabkan pengaruh dari makanan, kurang aktivitas tubuh, dehidrasi atau
karena pengaruh obat. Hal tersebut menyebabkan kotoran dalam usus susah
untuk dikeluarkan akibat timbulnya rasa sakit ketika buang air besar
dikarenakan kotoran sudah mengeras dan kering.

7 Masalah karena obat - obatan yang berlebihan tanpa pengawasan dari dokter
mengakibatkan dampak yang berbahaya bagi tubuh lansia. Akibatnya bukan
penyakit yang sembuh tetapi masalah yang muncul dikarenakan pengaruh dari
penyakit yang muncul dari dalam tubuh hanya satu macam
8. Impotensi, pria lanjut usia biasanya muncul gejala berupa ketidak mampuan
untuk mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan senggama paling
sedikit selama tiga bulan biasanya menyebabkan kurang rasa percaya diri

atau minder pada laki-laki.
9 Penuaan kulit, perubahan pada kulit dilanjut usia berupa kulit keriput dan
kering yang nampak di wajah, dagu dan leher, dikarenakan semakin tipisnya
kulit disertai dengan semakin meningkatnya jumlah umur serta semakin
longgarnya lapisan lemak di bawah kulit.

2.3 Penyakit Lanjut Usia Yang Sering Muncul di Indonesia
Menurut Vina (2010) sebelum seseorang menjadi tua dari segi fisiknya, orang
sering mengelak bahwa dirinya sudah menjadi tua, walaupun seseorang telah
melakukan berbagai usaha untuk tetap muda, namun tetap muncul ciri-ciri penuaan

Universitas Sumatera Utara

seperti menurunnya kecekatan tubuh, berkurangnya daya ingat serta timbul berbagai
penyakit penyerta pada lanjut usia antara lain :
1 Peradangan sendi disebabkan karena pengapuran atau tidak stabilnya sendi
sehingga mengakibatkan lanjut usia tergantung dengan orang lain
2 Tulang keropos menyertai individu yang kurang asupan vitamin D atau pun
kurang aktivitas sewaktu mudanya. Hal ini dapat dicegah asalkan punya
kemauan sejak dini dengan banyak mengkonsumsi susu yang mengandung

kalsium dan vitamin D.
3 Tekanan darah tinggi (hipertensi) dimana tekanan darah sistolik sama atau
lebih tinggi dari 140 MmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 190
MmHg yang terjadi karena menurunnya elastisitas arteri pada proses menua.
Apabila tidak cepat ditangani menyebabkan gangguan pada jantung, ginjal
dan pembuluh darah
4 Kencing manis dikarenakan sudah berkurangnya aktivitas tubuh, obesitas,
pola makanan yang salah. Ciri orang yang menderita kencing manis, luka
lama sembuhnya, berat badan berkurang secara drastis, sering lapar, sering
haus, sering berkemih, timbul mati rasa dan gatal pada tubuh.
5 Sering lupa, masalah yang berhubungan dengan susuanan syaraf pusat atau
penyakit vaskuler merupakan salah satu penyakit degeneratif dengan gejala
mudah sensitif, mudah marah, apatis, suka melawan, terkadang kabur dari
rumah

Universitas Sumatera Utara

6 Penyakit Jantung, menyerang lanjut usia karena gaya hidup dan faktor
keturunan. Penyakit ini menyebabkan serangan pada pembuluh darah jantung,
hipertensi, nyeri di dada.

7 Kolesterol, jumlah kolesterol yang tinggi dapat menyebabkan berbagai
penyakit dalam tubuh seperti tekanan darah tinggi, gagal jantung, stroke,
jantung koroner. Kadar kolesterol yang kurang dalam tubuh juga berbahaya
karena kolesterol juga diperlukan tubuh untuk pemeliharaan jaringan dan
pembentukan hormon.
8 Asam Urat, kadar asam urat dalam darah pada wanita dibawah 6 mg/dl,
sedangkan pada pria 7 mg/dl. Jumlah asam urat yang berlebih dibuang melalui
ginjal, ujung jari kaki dan tangan serta sendi. Dampak yang muncul pada
lansia apabila terjadi kelebihan asam urat yaitu rasa nyeri pada sendi,
pengendapan kristal dalam pembuluh darah dan ginjal .
9 Kanker, merupakan penyakit yang ditakuti oleh manusia karena penyakit
tersebut merupakan penyakit pembunuh nomor dua setelah penyakit jantung.
Disebabkan karena berubahnya struktur dan fungsi sel sehingga tidak mampu
lagi melaksanakan fungsi normalnya.

2.4 Kebutuhan Hidup Orang Lanjut Usia
Setiap orang memiliki kebutuhan hidup, kebutuhan usia lanjut antara lain
kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin,
perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tenteram dan aman, kebutuhan untuk


Universitas Sumatera Utara

bersosialisasi, sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajak
berkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan
yang baik. Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lanjut usia agar dapat mandiri
Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow dalam Depkes RI, (2000) yang
menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi:
1.

Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis
seperti pangan, sandang, papan, seksual dan sebagainya.

2.

Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa kenyamanan
dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan jaminan
hari tua, kebebasan, kemadirian dan lain-lain.

3.


Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau
berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi,
kesenian, olah raga, kesamaan hobi dan sebagainya.

4.

Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri untuk
diakui akan keberadaannya

5.

Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk
mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasarkan
pengalaman masing-masing, bersemangat untuk hidup dan berperan dalam
kehidupan.
Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang memiliki kebutuhan

psikologis dasar (Henniwati, 2008). Kebutuhan tersebut diantaranya orang lanjut usia
membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap


Universitas Sumatera Utara

lingkungan yang ada. Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri
orang lanjut usia, keluarga dan lingkungannya. Jika kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi akan timbul masalah - masalah dalam kehidupan orang lanjut usia yang
akan menurunkan kemandiriannya

2.5 Penanganan Lansia
Kebijakan Depkes RI dalam pembinaan kesehatan lansia merupakan upaya
yang ditujukan untuk peningkatan kesehatan, kemampuan untuk mandiri, produktif
dan berperan aktif dalam komperhensif, azas kekeluargaan, pelaksanaan sesuai protap
dan kendali mutu.
Kebijakan tersebut dilakukan dengan pendekatan holistik, pelaksanan terpadu,
pembinaan komperhensif tersebut terdiri dari :
1. Pembinaan kesehatan
Pembinaan kesehatan yang mencakup kegiatan :
a.

Promotif (penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan sehat), penyakit pada
lansia, gizi, upaya meningkatkan kebugaran jasmani, kesehatan mental dan

kemandirian produktivitas

b.

Preventif antara lain deteksi dini dan pemantauan kesehatan lansia yang dapat
dilakukan posyandu lansia / Puskesmas dengan menggunakan KMS lansia,
buku Pemantauan kesehatan pribadi lansia pelayanan kesehatan yang
mencakup kegiatan.

Universitas Sumatera Utara

c.

Kuratif antara lain pengobatan bagi lansia yang sakit baik di posyandu lansia,
Pustu, Puskesmas / Rumah sakit

d.

Rehablitatif antara lain upaya medis, psikososial, edukatif untuk dapat
mengembalikan kemampuan fungsional dan kepercayaan diri lansia


2. Konseling yang mencakup kegiatan :
a.

Tidak sama dengan penyuluhan

b.

Dilaksanakan oleh konselor

c.

Upaya memecahkan masalah kesehatan dan psikologis lansia

d.

Dapat berfungsi dengan preventif, promotif, kuratif maupun rehablitatif

e.

Pendekatan individu atau kelompok

3. Home care yang mencakup kegiatan :
a.

Bentuk pelayanan kesehatan komperhensif yang dilakukan dirumah lansia.

b.

Melibatkan lansia dan keluarga sebagai subjek untuk berpartisipasi dalam
kegiatan perawatan dalam bentuk tim.

c.

Bertujuan memandirikan lansia dengan keluargannya
Salah satu upaya yang dilakukan untuk peningkatkan kesehatan dan

pencegahan penyakit dilakukan melalui pemantauan keadaan kesehatan para lansia
secara berkala dengan menggunakan kartu menuju sehat (KMS) lansia, dengan
harapan gangguan kesehatan lansia dapat dideteksi lebih dini untuk mendapatkan
pertolongan secara cepat, tepat dan memadai sesuai keinginan yang diperlukan
(Depkes RI, 2005).

Universitas Sumatera Utara

2.6 Posyandu Lansia
Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya
masayarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dalam mengelola pelayanan kesehatan dasar untuk
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Pelayanan yang diberikan di
posyandu bersifat terpadu, hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dan
keuntungan

bagi masyarakat karena diposyandu dapat memperoleh pelayanan

lengkap pada waktu dan tempat yang sama (Depkes RI, 2006).
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di
suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat
dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu lansia merupakan
pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia
yang menyelenggarakannya melalui program puskesmas dengan melibatkan peran
serta

lansia,

keluarga,

tokoh

masyarakat

dan

organsasi

sosial

dalam

penyelenggarannya (Depkes RI, 2006).
2.6.1 Tujuan Penyelenggaraan
Posyandu lanjut usia diselenggarakan dengan tujuan sebagai berikut :
A. Umum
Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lanjut usia agar
mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

B Khusus
1.

Meningkatkan kemauan dan kesadaran lanjut usia untuk membina sendiri
kesehatannya

2.

Meningkatkan kemampuan dan peran keluarga serta masyarakat dalam
mengatasi masalah kesehatan lanjut usia

3.

Meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan lanjut usia

2.6.2 Sasaran Posyandu Lanjut Usia
Menurut Depkes RI (2006) yang menjadi sasaran posyandu lansia terbagi dua
yaitu :
1. Sasaran langsung
a.

Kelompok usia menjelang lanjut usia (virilitas) : 45 - 59 tahun

b.

Kelompok lanjut usia: 60 - 69 tahun

c.

Kelompok lanjut usia risiko tinggi : usia lanjut yang menderita sakit atau
berusia > 70 tahun

2. Sasaran tidak langsung
a. Keluarga dimana lansia berada
b.

Kelompok potensial masyarakat (formal dan informal)

c.

Organisasi sosial yang begerak dalam pembinaan kesehatan lanjut usia.

d.

Institusi pelayanan kesehatan / non kesehatan baik pemerintah atau swasta
yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan rujukan.

Universitas Sumatera Utara

2.6.3

Sarana dan Prasarana Posyandu
Menurut Depkes RI (2003) untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan posyandu

lansia dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang antara lain :
1. Tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka)
2. Meja dan kursi
3. Alat tulis
4. Buku pencatatan kegiatan (buku register)
5. KIT usila yang berisi, timbangan dewasa, meteran pengukur TB, stetoskop,
tensi meter, peralatan laboratorium sederhana, termometer
6. KMS (Kartu Menuju Sehat) Lansia
7. Buku Pedoman Pemeliharaan Kesehatan (BPPK) usila.
2.6.4 Kegiatan Pelayanan Kesehatan di Posyandu Lanjut Usia
1

Kegiatan di Posyandu
Posyandu diselenggarakan sebulan sekali dengan urutan kegiatan sebagai
berikut:
a. Pendaftaran
b. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan untuk mengetahui
status gizi (Indeks Masa Tubuh/ IMT) para lanjut usia.
c. Pemeriksaan kesehatan (Hb, tekanan darah, urine dan status mental) sekaligus
pengobatan bila diperlukan, dilakukan oleh petugas kesehatan.
Pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS) lanjut usia dilaksanakan oleh kader,
KMS merupakan alat untuk mencatat kesehatan pribadi lanjut usia baik fisik

Universitas Sumatera Utara

maupun mental emosionalnya. Kegunaannya yaitu: memantau dan menilai
kemajuan kesehatan pribadi lanjut usia, sebagai bahan informasi bagi lanjut
usia.
2 Status Mental : Untuk penilaian status mental digunakan metode pertanyaan
a Status gizi
Pemeriksaan status gizi/ IMT dilakukan setiap satu bulan sekali. Pengukuran
IMT dengan menggunakan hasil pengukuran tinggi (cm) yang dibagi dengan
berat badan (kg) kemudian hasilnya akan diisi kedalam kolom yang tersedia
berdasarkan 3 kategori yaitu lebih, normal dan kurang dengan menggunakan
acuan nilai normal yaitu 18,5-25 kg.
b Tekanan darah
Hasil pengukuran tekanan darah setiap kunjungan akan diisi kedalam kolom
yang sudah ditentukan. Hasilnya akan dibandingkan dengan nilai normal yaitu
sistolik 120-160 MmHg, diastolik < 90 MmHg.
c Hemoglobin
Pemeriksaaan hemoglobin dilakukan di laboratorium yang biasanya tersedia di
Puskesmas dilakukan setiap 3 bulan sekali atau atas indikasi medis.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan HB Sahli /cuprisulfat/ talquist.
Ukuran normal yaitu L > 13 g%, P > 12%, Talquist > 70 %.
d Reduksi dan Protein Urine :
Pemeriksaan reduksi dan protein urine dilakukan di laboratorium yang biasanya
tersedia di Puskesmas dan dilakukan setiap 3 bulan sekali atau atas indikasi

Universitas Sumatera Utara

medis. Hasil pemeriksaan diisi ke dalam kolom yang sudah disediakan dan
terdiri dari positip dan normal
3

Grafik Indeks Massa Tubuh (IMT) :
Hasil setiap kunjungan pemeriksaan diisi oleh petugas/ kader guna memelihara
perkembangan status kesehatan lansia. Hal tersebut juga mempermudah untuk
mendeteksi sedini mungkin penyakit yang diderita oleh lansia.

4

Catatan Keluhan dan Tindakan :
Kolom yang diisi oleh petugas terdiri dari tanggal/bulan kunjungan yang
dilakukan oleh lansia, kemudian tindakan yang diambil oleh petugas dalam
menangani keluhan yang disampaikan oleh lansia. Dengan catatan yang
dilampirkan di bagian belakang KMS sebagai panduan bagi petugas, keluhan
yang perlu diperhatikan antara lain : cepat lelah, nyeri dada, sesak nafas,
berdebar-debar, sulit tidur dll.
1. Penyuluhan dan konseling pada para lanjut usia dilakukan oleh kader bersama
dengan

petugas

kesehatan.

Materi

penyuluhan

disesuaikan

dengan

permasalahan lanjut usia.
2. Selain itu, posyandu juga memberikan PMT (pemberian makanan tambahan)
disertai dengan kegiatan pelayanan kesehatan di posyandu lansia ini didukung
dengan adanya beberapa sarana dan prasarana antara lain : meja dan kursi,
peralatan tulis, buku pencatatan kegiatan lanjut usia, Kartu Menuju Sehat
(KMS) lanjut usia, timbangan dll.

Universitas Sumatera Utara

5 Kegiatan di Luar Posyandu (Non Medis)
Umumnya kegiatan dilakukan pada hari-hari di luar hari buka posyandu. Kegiatan
tersebut antara lain : senam, rekreaksi, perwiritan/arisan, penyuluhan sesuai
dengan kebutuhan. Kegiatan penyuluhan dapat dilakukan dengan cara misalnya :
kunjungan rumah, pada waktu arisan / perwiritan.
2.6.5 Kendala Pelaksanaan Posyandu Lansia
Beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu
antara lain:
a.

Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu.
Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh dari
pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari - harinya. Dengan menghadiri
kegiatan

posyandu,

lansia

akan

mendapatkan

penyuluhan

tentang

bagaimana cara hidup sehat dengan segala keterbatasan atau masalah
kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan pengalaman ini, pengetahuan
lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat
mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegiatan
posyandu lansia.
b.

Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit dijangkau
Jarak posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau
posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena
penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam
menjangkau lokasi posyandu ini berhubungan dengan faktor keamanan atau

Universitas Sumatera Utara

keselamatan bagi lansia. Jika merasa aman atau merasa mudah untuk
menjangkau lokasi posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan atau
masalah yang lebih serius, maka hal ini dapat mendorong minat atau
motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan demikian,
keamanan ini merupakan faktor eksternal dari terbentuknya motivasi untuk
menghadiri posyandu lansia. Kurangnya dukungan keluarga untuk
mengantar maupun mengingatkan lansia untuk datang ke posyandu.
c.

Dukungan keluarga

sangat berperan

dalam

mendorong

minat

atau

kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia. Keluarga bisa
menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk
mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan lansia jika
lupa jadwal posyandu, dan berusaha membantu mengatasi segala
permasalahan yang terjadi pada lansia
d. Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu.
Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas merupakan dasar
atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu.
Dengan sikap yang baik tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir atau
mengikuti kegiatan yang diadakan di posyandu lansia. Hal ini dapat
dipahami karena sikap seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk
bereaksi terhadap suatu obyek.

Universitas Sumatera Utara

2.7

Faktor - faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia
Hal-hal yang memengaruhi perilaku seseorang, sebagian terletak didalam diri

individu itu sendiri yang disebut dengan faktor internal dan sebagian terletak di luar
individu itu sendiri dengan faktor eksternal yaitu faktor lingkungan
1.

Faktor Internal
Faktor yang ada di dalam diri individu itu sendiri, misalnya : karakteristik
(umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, budaya, pengetahauan, keyakinan)
yang dimiliki seseorang. Hasil penelitian Erlinawati (2005) di wilayah kerja
Puskesmas Tegal Sari Kecamatan Medan Denai membuktikan bahwa jumlah
kunjungan lansia dipengaruhi oleh pendapatan, status tempat tinggal dan
informasi tentang keberadaan program pelayanan kesehatan tersebut.

2.

Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang ada diluar diri individu yang bersangkutan. Faktor ini
memengaruhi, sehingga didalam diri individu timbul unsur-unsur dan
dorongan untuk berbuat sesuatu. Misalnya karakteristik lingkungan sosial,
lingkungan sosial terbagi atas lingkungan terdekat seperti keluarga, tetangga
dan fasilitas pelayanan kesehatan, seperti tenaga kesehatan, alat-alat kesehatan
yang menunjang kegiatan pelayanan kesehatan di posyandu lansia tersebut.
Pemanfaatan pelayanan kesehatan (dalam penelitian posyandu lansia ini)

adalah penggunaan pelayanan yang diterima pada tempat atau pemberi pelayanan
kesehatan (Suprianto, 1998). Sedangkan pelayanan kesehatan sendiri adalah setiap
upaya yang diselenggarakan secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk

Universitas Sumatera Utara

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit
serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok, keluarga atau pun masyarakat
(Azwar, 2002)
Pemanfataan pelayanan kesehatan dalam penelitian ini pemanfaatan posyandu
merupakan sebuah bentuk perilaku kesehatan (health behavior). Skiner dalam
Notoatmodjo (2010) bahwa perilaku kesehatan (health behavior). Yaitu respon
seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat - sakit
(kesehatan) seperti lingkungan, makanan minuman dan pelayanan kesehatan. Jadi
perilaku kesehatan adalah semua aktifitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat
diamati (observable) maupun tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan
dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
Notoatmodjo (2010) juga menjelaskan bahwa perilaku kesehatan dapat
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu:
a Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha seseorang untuk
memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit atau usaha untuk
penyembuhan bila sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari perilaku
pencegahan penyakit, perilaku peningkatan kesehatan dan perilaku gizi (makanan
dan minuman)
b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan
adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit
atau kecelakaan

Universitas Sumatera Utara

c. Perilaku kesehatan lingkungan yaitu bagaimana seseorang mengelola lingkungan
sehingga tidak mengganggu kesehatan sendiri, keluarga atau masyarakat.
Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010) menyebutkan bahwa perilaku
terbentuk dari 3 faktor yaitu (1) faktor predisposisi (predisposing factors) yang
terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai–nilai dan
sebagainya (2) faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan (3) faktor
pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan dan petugas lain. Perilaku kesehatan individu ditentukan oleh pengetahuan,
sikap, kepercayaan, tradisi dari yang bersangkutan. Lansia tidak memanfaatkan
posyandu dapat disebabkan karena tidak atau belum mengetahui manfaat posyandu
bagi dirinya (predisposing factors) atau karena jarak rumah dengan posyandu yang
jauh (enabling factors). Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau
pun pengalaman orang lain. Pengetahuan berpengaruh terhadap praktek atau tindakan
seseorang.
Yamin (2003) dalam penelitian tentang pemanfaatan posyandu di Puskesmas
Limus Nuggal, Baros, dan Cikundul Kota Sukabumi menemukan bahwa semakin
tinggi tingkat pengetahuan lansia maka tingkat pemanfaatan posyandu juga akan
semakin tinggi. Namun dukungan keluarga yang kurang dalam pemanfaatan
posyandu tidak berbeda dengan dukungan keluarga yang baik. Tingkat pendapat
mempunyai kontribusi yang besar dalam pemanfaatan pelayanaan kesehatan karena
semakin tinggi tingkat pendapatan, semakin leluasa untuk memilih pelayanan

Universitas Sumatera Utara

kesehatan. Dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan posyandu oleh lansia akan
semakin tinggi bila lansia memiliki pengetahuan yang tinggi tentang posyandu.
Adanya dukungan keluarga dalam penelitian ini akan mempengaruhi tindakan lansia
dalam memanfaatkan posyandu untuk meningkatkan kesehatannya. Perilaku lansia
dalam memanfaatkan posyandu akan langgeng bila didasari oleh pengetahuan lansia
yang baik. Posyandu merupakan fasilitas kesehatan yang dibentuk dari, untuk dan
oleh masyarakat.
Bloom seperti dikutip Notoatmodjo (2010) membagi perilaku manusia
menjadi 3 ranah atau dominan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam
perkembangan teori Bloom dimodifikasikan menjadi pengetahuan, sikap dan
tindakan.
2.7.1 Pengetahuan (knowledge)
1. Pengertian
Adalah : merupakan hasil “tahu” dan terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman perasa dan peraba.
Sedangkan sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 1993).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Suatu perbuatan yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perbuatan yang tidak didasari oleh

Universitas Sumatera Utara

pengetahuan, dan orang yang mengadopsi perbuatan dalam diri seseorang tersebut
akan terjadi proses sebagai berikut :
1. Kesadaran (awareness) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap obyek (stimulus).
2. Merasa tertarik (interest) terhadap stimulus atau obyek tertentu. Disini sikap
subyek sudah mulai timbul.
3. Menimbang-nimbang (evaluation) terhadap baik dan tidaknya terhadap stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah tidak baik lagi.
4. Trial, dimana subyek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
5. Adopsi (adoption), dimana subyek berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
2

Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup di dalam domain

kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu :
1.

Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.

Universitas Sumatera Utara

2.

Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara
benar.

3.

Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi rill (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, adanya
prinsip terhadap obyek yang dipelajari.

4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut,
dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dalam kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan suatu justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang

Universitas Sumatera Utara

telah ada. Menurut Roger dalam Notoatmodjo (2010) bahwa perilaku yang
didasarkan oleh pengetahuan akan bersifat lebih langgeng dibanding dengan yang
tidak didasari pengetahuan. Hal ini diperkuat dengan penelitian Junadi (1989)
bahwa secara umum pengetahuan berpengaruh positif terhadap perilaku lansia
dalam memanfaatkan posyandu lansia. Penelitian Iswati (1987) di Bandar
Lampung dan Syaiful Bahri (1989) di Kabupaten Kudus seperti dikutip Yamin
(2003) bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan lansia maka semakin sering
lansia memanfaatkan posyandu.
Tingkat pengetahuan yang baik tentang sesuatu objek akan menyebabkan tindakan
tentang objek tersebut juga baik. Pengetahuan lansia yang baik tentang posyandu
lansia, akan mendukung untuk mempunyai tindakan yang baik pula untuk
memanfaatkan posyandu sebagai sarana fasilitas kesehatan untuk lansia.
2.7.2 Sikap (attitude)
1 Pengertian
Merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek (Gerungan, 2004) sikap mengandung suatu penilaian
emosional misalnya senang, benci, sedih dan sebagainya. Manifestasi sikap tidak
dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku
yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi
terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Universitas Sumatera Utara

Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan
tetapi merupakan “pre-disposisi” tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan
reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka (Notoatmodjo, 2007).
2 Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007) sikap terdiri dari 4 (empat) tingkatan yaitu :
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek). Misalnya kesediaan orang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian terhadap ceramah-ceramah.
2. Merespons (responding)
Memberikan jawaban, apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu
benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain
terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya, seorang
ibu yang mengajak ibu yang lain, untuk pergi menimbang anaknya ke posyandu
atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa ibu tersebut telah
mempunyai sikap positip terhadap gizi anak.

Universitas Sumatera Utara

4. Bertanggung Jawab (responsible)
Bertanggung jawab akan sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko merupakan
sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau menjadi akseptor KB,
meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.

2.7.3 Tindakan (Practice)
1 Pengertian
Tindakan adalah sikap yang belum otomatis dalam suatu tindakan, untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata maka diperlukan faktor
pendukung lain. Tindakan merupakan aturan yang menyatakan adanya hubungan erat
antara sikap dan tindakan yang didukung oleh sikap yang mengatakan bahwa sikap
merupakan pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak.
(Notoatmodjo,2007)
2 Tingkatan Tindakan
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
2. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh

Universitas Sumatera Utara

3. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan, maka ini sudah mencapai
praktek tingkat tiga
4. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah tingkatan yang sudah berkembang dengan baik yang berarti
bahwa tindakan

sudah di modifikasi

dengan

baik tanpa mengurangi

kebenaran tindak lanjut.

2.8 Landasan Teori
Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa perilaku
terbentuk dari 3 faktor yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai - nilai dan sebagainya.
2. Faktor pendukung (enabling factors) yaitu tersedia atau tidak tersedia fasilitas atau
sarana kesehatan
3. Faktor pendorong (reinforcing factor) yaitu sikap dan perilaku petugas kesehatan
Perilaku kesehatan individu ditentukan oleh pengetahuan, sikap kepercayaan,
tradisi yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap perilaku
petugas kesehatan akan, mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku, lansia
tidak memanfaatkan posyandu dapat disebabkan lansia belum mengetahui manfaat
posyandu lansia (predisposing factors) atau karena jarak rumah dengan posyandu

Universitas Sumatera Utara

yang jauh (enabling factors) atau bisa juga karena perilaku petugas kesehatan
(reinforcing factors).
2.9 Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori maka kerangka konsep penelitian yang berjudul
pengaruh ketersediaan sarana dan pengetahuan, sikap lanjut usia terhadap
pemanfaatan posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan
adalah sebagai berikut:
Variabel Independen

Variabel Dependen

Ketersediaan Sarana Kesehatan :
-

Ruangan pemeriksaan

-

Alat kesehatan

-

Laboratorium sederhana
Pemanfaatan Posyandu Lansia
- Memanfaatkan

-

Pengetahuan

-

Sikap Lansia

- Tidak memanfaatkan

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Ketersediaan Sarana
Kesehatan, Pengetahuan dan Sikap Lanjut Usia terhadap Pemanfaatan
Posyandu Lansia

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Persepsi Keluarga Lansia Tentang Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

4 86 100

Pengaruh sosial budaya dan sosial ekonomi keluarga lansia terhadap pemanfaatan posyandu lansia di wilayah kerja puskesmas darussalam medan

2 54 116

PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP KEBUGARAN LANJUT USIA DI POSYANDU LANJUT USIA TEGALSARI DAN POSYANDU Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kebugaran Lansia Di Posyandu Lanjut Usia Tegalsari Dan Posyandu Lanjut Usia Lodalang Siswodipuran Boyolali.

3 9 21

Pengaruh Ketersediaan Sarana, Pengetahuan Dan Sikap Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan

0 0 18

Pengaruh Ketersediaan Sarana, Pengetahuan Dan Sikap Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan

0 0 2

Pengaruh Ketersediaan Sarana, Pengetahuan Dan Sikap Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan

0 0 8

Pengaruh Ketersediaan Sarana, Pengetahuan Dan Sikap Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Chapter III VI

0 0 42

Pengaruh Ketersediaan Sarana, Pengetahuan Dan Sikap Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan

0 0 3

Persepsi Keluarga Lansia Tentang Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

0 1 29

Persepsi Keluarga Lansia tentang Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

0 0 12