Persepsi Keluarga Lansia Tentang Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

(1)

SKRIPSI

Oleh Kristiani Sitorus

111101052

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

SKRIPSI

Oleh Kristiani Sitorus

111101052

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

(5)

berjudul “Persepsi Keluarga Lansia tentang Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Iwan Rusdi, S.Kp., MNS selaku pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan, perhatian, dan petunjuk demi terselesainya skripsi ini.

Selanjutnya ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Ismayadi, S.Kep., Ns., selaku penguji pertama yang telah bersedia memberikan saran, masukan dan dukungan.

3. Ibu Lufthiani, S.Kep., Ns., M.Kes selaku penguji kedua yang telah bersedia memberikan saran dan motivasi .

4. Ibu Salbiah, S.Kp., M.Kep., selaku dosen pembimbing akademik saya yang telah membimbing saya selama perkuliahan ini.

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Keperawatan USU.

6. Drg. Hj. Yumna Sari Siregar, M.Kes selaku kepala Puskesmas Helvetia yang telah memberikan izin melakukan penelitian skripsi ini.

7. Drg. Hj. Usma Polita Nst, M.Kes selaku kepala dinas kesehatan Kota Medan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian skripsi ini.


(6)

9. Kakak saya Pdt. Megayanni Sitorus, S.Th., Pdt. Julius Gihon Sitorus, S.Th., Rumita Suryani Veronika Sitorus, SE., dan juga adik-adik saya Torang Marojahan Sitorus, Widuri Riaulina Sitorus dan Widora Riaulita Sitorus terima kasih untuk dukungan dan doanya.

10.Sahabat-sahabat saya di Fakultas Keperawatan USU, NHKBP Helvetia Mawar dan NHKBP Sei Putih Medan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, sehingga dengan penuh kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Juni 2015


(7)

Halaman pernyataan orisinalitas ... iii

Prakata ... iv

Daftar isi ... vi

Daftar tabel ... viii

Daftar skema ... ix

Abstrak ... x

Bab 1. Pendahuluan ... 1

1. Latar belakang ... 1

2. Pertanyaan penelitian ... 4

3. Tujuan penelitian ... 4

4. Manfaat penelitian ... 5

Bab 2. Tinjauan pustaka ... 6

1. Konsep Persepsi ... 6

1.1Definisi Persepsi ... 6

1.2Faktor yang mempengaruhi persepsi ... 7

1.3Fungsi Persepsi ... 8

2. Keluarga ... 8

2.1 Defenisi keluarga ... 8

2.2 Fungsi keluarga ... 10

2.3 Tugas kesehatan keluarga ... 11

2.4 Peran anggota keluarga terhadap lansia ... 13

2.5 Alasan lansia perlu dirawat di lingkungan keluarga. .. 14

3. Lansia ... 15

3.1 Defenisi lansia ... 15

3.2 Klasifikasi lansia ... 15

3.3 Perubahan yang terjadi pada lanjut usia ... 16

4. Posyandu Lansia ... 18

4.1 Pengertian posyandu lansia ... 18

4.2 Tujuan dan sasaran posyandu lansia ... 20

4.3 Jenis-jenis pelayanan kesehatan dan kegiatan ... 21

4.4 Upaya kegiatan posyandu lansia ... 23

4.5 Penyelenggaraan posyandu lasia ... 26

4.6 Sarana dan prasarana ... 28

Bab 3. Kerangka Penelitian... 29

1. Kerangka penelitian ... 29


(8)

5. Pertimbangan etik ... 32

6. Instrument penelitian ... 33

6.1Data demografi ... 33

6.2Kuesioner persepsi keluarga ... 33

7. Uji validitas dan reliabilitas ... 34

7.1 Uji validitas ... 34

7.2 Uji reliabilitas ... 35

8. Pengumpulan data ... 35

9. Analisa data ... 37

Bab 5. Hasil dan pembahasan ... 39

1. Gambaran umum lokasi penelitian ... 39

2. Hasil penelitian ... 39

2.1 Karakteristik responden ... 40

2.2 Deskripsi persepsi keluarga tentang posyandu lansia di wiayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia ... 42

3. Pembahasan ... 48

4. Keterbatasan Penelitian ... 55

Bab 6. Kesimpulan dan saran ... 56

1. Kesimpulan ... 56

2. Saran ... 56

Daftar pustaka ... 58

Lampiran-lampiran ... 61

Lampiran 1. Inform consent ... 61

Lampiran 2. Instrument penelitian ... 62

Lampiran 3. Jadwal tentatif penelitian ... 67

Lampiran 4. Taksasi dana penelitian ... 68

Lampiran 5. Hasil uji reliabilitas dan pengolahan data SPSS ... 69

Lampiran 6. Surat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan USU . 80 Lampiran 7. Surat izin survey awal Dinas kesehatan Kota Medan ... 81

Lampiran 8. Surat izin penelitian awal Dinas kesehatan Kota Medan 82 Lampiran 9. Surat izin dan selesai penelitian Puskesmas Helvetia... 83

Lampiran 10.Surat uji validitas ... 84

Lampiran 11.Surat etika penelitian dari Fakultas Keperawatan USU 85 Lampiran 12.Terjemahan abstrak ... 86

Lampiran 13. Lembar bukti bimbingan ... 87


(9)

wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan

Helvetia ... 38 Tabel 3. Distribusi frekuensi persepsi keluarga lansia tentang posyandu

lansia di wilayah kerja Puskesmas Helvetia ... 40 Tabel 4. Persepsi keluarga lansia tentang posyandu lansia di wilayah


(10)

(11)

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2015

Abstrak

Posyandu lansia merupakan wahana pelayanan bagi kaum lansia, yang dilakukan dari, oleh dan untuk kaum lansia yang menitik beratkan pada pelayanan promotif dan preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Upaya peningkatan peran dan fungsi posyandu lansia bukan semata-mata tanggungjawab pemerintah saja, namun semua komponen yang ada di masyarakat, termasuk keluarga, sehingga persepsi keluarga lansia tentang posyandu lansia perlu diperhatikan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 orang dengan teknik Quota Sampling. Hasil penelitian menunjukkan persepsi baik sebanyak 88,3% dan persepsi cukup baik sebanyak 11,7%. Persepsi keluarga tentang posyandu lansia di Puskesmas Helvetia telah baik dan hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat telah mengenal posyandu lansia. Walaupun persepsi keluarga telah baik. pelaksanaan program posyandu lansia harus tetap dilaksanakan secara berkesinambungan untuk tetap menjaga dan memelihara kesehatan lansia. Saran bagi Puskesmas agar meningkatkan penyuluhan dan sosialisasi yang baik kepada keluarga serta memberikan kesan yang baik dalam pelayanan kesehatan untuk meningkatkan jumlah kunjungan lansia dan pemahaman masyarakat tentang posyandu lansia.


(12)

Program : S1 (Undergraduate) Nursing (S.Kep) Academic Year : 2015

Abstract

Posyandu for old people is the place for serving old people which is done from, by, and for old people that is focused on promotion and preventive services without ignoring curative and rehabilitative services. Increasing the role and the function of poyandu for old people is not only the responsibility of the government but also the responsibility of all components in society, including families so that the perception of old people’s families on posyandu for old people needed to be heeded. The research used descriptive design. The samples were 60 respondents, taken by using quota sampling technique. The result of the research showed that good perception was 88.3% and moderate perception was 11.7%. Families’ perception on posyandu for old people at Helvetia Puskesmas was good because most people at this area had known it. However, the program of posyandu for old people should be implemented sustainably in order to keep old people healthy. It is recommended that the management of Puskesmas increase counseling and socialization to families and give good impression in health services in order to increase the number of visits and people’s understanding in posyandu for old people.


(13)

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2015

Abstrak

Posyandu lansia merupakan wahana pelayanan bagi kaum lansia, yang dilakukan dari, oleh dan untuk kaum lansia yang menitik beratkan pada pelayanan promotif dan preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Upaya peningkatan peran dan fungsi posyandu lansia bukan semata-mata tanggungjawab pemerintah saja, namun semua komponen yang ada di masyarakat, termasuk keluarga, sehingga persepsi keluarga lansia tentang posyandu lansia perlu diperhatikan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 orang dengan teknik Quota Sampling. Hasil penelitian menunjukkan persepsi baik sebanyak 88,3% dan persepsi cukup baik sebanyak 11,7%. Persepsi keluarga tentang posyandu lansia di Puskesmas Helvetia telah baik dan hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat telah mengenal posyandu lansia. Walaupun persepsi keluarga telah baik. pelaksanaan program posyandu lansia harus tetap dilaksanakan secara berkesinambungan untuk tetap menjaga dan memelihara kesehatan lansia. Saran bagi Puskesmas agar meningkatkan penyuluhan dan sosialisasi yang baik kepada keluarga serta memberikan kesan yang baik dalam pelayanan kesehatan untuk meningkatkan jumlah kunjungan lansia dan pemahaman masyarakat tentang posyandu lansia.


(14)

Program : S1 (Undergraduate) Nursing (S.Kep) Academic Year : 2015

Abstract

Posyandu for old people is the place for serving old people which is done from, by, and for old people that is focused on promotion and preventive services without ignoring curative and rehabilitative services. Increasing the role and the function of poyandu for old people is not only the responsibility of the government but also the responsibility of all components in society, including families so that the perception of old people’s families on posyandu for old people needed to be heeded. The research used descriptive design. The samples were 60 respondents, taken by using quota sampling technique. The result of the research showed that good perception was 88.3% and moderate perception was 11.7%. Families’ perception on posyandu for old people at Helvetia Puskesmas was good because most people at this area had known it. However, the program of posyandu for old people should be implemented sustainably in order to keep old people healthy. It is recommended that the management of Puskesmas increase counseling and socialization to families and give good impression in health services in order to increase the number of visits and people’s understanding in posyandu for old people.


(15)

Upaya kesehatan telah dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat mencakup kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dalam pembangunan nasional. Salah satu hasil pembangunan kesehatan tersebut adalah meningkatnya angka harapan hidup (life expectancy). Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan cenderung bertambah lebih cepat (Notoatmodjo, 2007). Dalam pasal 1 ayat 2 UU No. 13 tahun 1998 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas.

Biro Pusat Statistik menggambarkan proyeksi penduduk bahwa antara 2005-2010 jumlah penduduk usia lanjut sekitar 19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh jumlah penduduk. World Health Organization (WHO) telah memperhitungkan bahwa di tahun 2025, Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah warga lanjut usia sebesar 41,4% dan ini merupakan peningkatan tertinggi di dunia. Di Sumatera Utara jumlah populasi lansia mencapai 820.990 jiwa (Data Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2008), dan populasi lansia di wilayah kerja Puskesmas Helvetia sebanyak 12.369 jiwa.

Pesatnya pertumbuhan penduduk membawa Indonesia tergolong dalam era penduduk berstruktur tua. Hal ini diperkuat oleh Menteri Kependudukan/ Kepala BKKBN (1999) yang menyatakan bahwa Indonesia telah memasuki era penduduk berstruktur tua (aging population). Semakin panjangnya usia harapan hidup


(16)

tersebut, disamping sebagai suatu kebanggaan tetapi di pihak lain juga merupakan tantangan yang sangat berat (Mubarak, 2006). Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia ini akan berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan terkait dengan penurunan pada kondisi fisik, psikis dan sosial. Masalah yang kompleks pada lansia baik dari segi fisik, mental, dan sosial berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraan mereka, sehingga menyebabkan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan meningkat (Suardiman, 2010).

Pelayanan kesehatan yang diperlukan oleh lansia tidak hanya rehabilitatif dan kuratif saja melainkan secara komprehensif (terpadu) yang mencakup pelayanan preventif, promotif, rehabilitatif, dan kuratif. Departemen Kesehatan RI (2005) mempunyai tiga program kesehatan bagi lansia berupa Puskesmas Santun Usia Lanjut, Pembinaan Kelompok Usia Lanjut, dan Posyandu Usia Lanjut (Notoatmodjo, 2007). Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut disuatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan.

Berdasarkan Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) tahun 2011 secara nasional persentase puskesmas yang memiliki Posyandu lansia adalah 78,8% dan jumlah Posyandu lansia di Puskesmas Helvetia sebanyak 10 Posyandu lansia (Laporan Tahunan Puskesmas Helvetia, 2013). Posyandu lansia memiliki sasaran langsung dan sasaran tidak langsung. Sasaran langsungnya adalah pra-usia lanjut (45-59 tahun), usia lanjut (60-69 tahun), usia lanjut risiko tinggi, yaitu usia lebih dari 70 tahun atau usia lanjut berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah


(17)

kesehatan. Sasaran tidak langsung Posyandu lansia adalah keluarga dimana usia lanjut berada, masyarakat di lingkungan usia lanjut berada, oranisasi sosial yang begerak dalam pembinaan kesehatan usia lanjut dan masyarakat luas (Notoatmodjo, 2007).

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan posyandu lansia Wahyuni Dwi Handayani (2012) yang berjudul “Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan lansia dalam mengikuti posyandu lansia di Posyandu lansia Jetis Desa Krajan Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo”, dilakukan penelitian pada 100 orang dan dari hasil analisis terdapat 71% lansia tidak patuh dalam menghadiri posyandu lansia. Ini dimungkinkan karena sebagian besar lansia tidak diingatkan oleh keluarga kapan jadwal posyandu lansia dan kesibukan dari para lansia. Hal ini menunjukkan bahwa penting mengetahui persepsi keluarga tentang posyandu lansia yang menjadi landasan dalam mendukung dalam kegiatan kesehatan.

Keluarga merupakan salah satu sasaran tidak langsung posyandu lansia yang merupakan unit terkecil dari masyarakat yang dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan. Tugas kesehatan keluarga adalah mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tingkat kesehatan yang tepat, memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan, dan merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat (Bailon dan Maglaya dalam Efendi dan Makhfudli, 2009). Potter dan Perry (1993) menyatakan peranan persepsi penting dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan sehingga, tugas kesehatan yang


(18)

dilakukan keluarga sangat dipengaruhi oleh persepsi keluarga tersebut tentang kesehatan.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti persepsi keluarga lansia tentang posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Helvetia Medan. Wilayah kerja Puskesmas kecamatan Helvetia merupakan wilayah dengan penduduk mayoritas lansia dan program Puskesmas Helvetia bagi lansia berjalan rutin setiap bulannya.

2. Pertanyaan penelitian

Bagaimanakah persepsi keluarga lansia tentang Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia?

3. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui persepsi keluarga lansia tentang Posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia.

4. Manfaat penelitian

4.1.Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan keperawatan tentang pelayanan Posyandu lansia dan persepsi keluarga lansia tentang Posyandu lansia, dalam meningkatkan dan memperbaiki pendidikan keperawatan komunitas. Penelitian ini juga dapat dijadikan bahan referensi untuk pengembangan ilmu dalam bidang pelayanan Posyandu lansia.


(19)

4.2. Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi tentang persepsi keluarga lansia tentang Posyandu lansia sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memberikan perhatian pada pelayanan Posyandu lansia.

4.3. Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi awal untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pelayanan Posyandu lansia.


(20)

1.1Definisi persepsi

Persepsi adalah sebuah proses menerima dan menganalisis informasi atau penafsiran atas adanya sensasi yang masuk ke pancaindra dalam mengenal objek eksternal setelah melalui proses penyandian internal dalam otak. Persepsi juga dapat diartikan sebagai proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi, dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan internal. Dengan kata lain persepsi adalah cara kita mengubah energi-energi fisik lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna (Nasir dkk, 2009)

Persepsi bersifat individual, karena persepsi merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam individu, maka apa yang ada dalam diri individu akan ikut aktif dalam persepsi. Berdasarkan hal tersebut, maka persepsi dapat dikemukakan karena perasaan dan kemampuan berfikir. Pengalaman individu tidak sama, maka dalam mempersepsi suatu struktur, hasil persepsi mungkin dapat berbeda satu dengan yang lain karena sifatnya sangat subjektif (Walgito, 2004).

Persepsi sebagai interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif objek eksternal. Jika persepsi kita tidak akurat, maka tidak mungkin bisa berkomunikasi secara efektif. Persepsi digambarkan sebagai sebuah kesan yang merupakan nuansa rasa manusia kepada objek tertentu berupa barang atau orang. Kita terkesan karena ada sesuatu yang menarik dari objek tersebut (Nasir dkk, 2009).


(21)

Menurut Sunaryo (2004) syarat-syarat terjadinya persepsi adalah adanya objek yang dipersepsi, adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi, adanya alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus, saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon.

1.2Faktor yang mempengaruhi persepsi

Robbins (2003) menyatakan bahwa meskipun individu-individu memandang pada satu benda yang sama, mereka dapat mempersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi yaitu:

1) Pelaku persepsi (perceiver)

Hal yang berpengaruh adalah karakteristik individual meliputi sikap, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.

2) Objek atau sasaran persepsi

Sasaran persepsi dapat berupa orang, benda, peristiwa yang sifat sasaran dari persepsi dapat mempengaruhi persepsi orang yang melihatnya. Hal-hal lain yang ikut mempengaruhi persepsi seseorang adalah gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan lain-lain dari sasaran persepsi.

3) Konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan.

Berbeda dengan persepsi terhadap benda mati seperti meja, mesin atau gedung, persepsi terhadap individu adalah kesimpulan yang berdasarkan tindakan orang tersebut. Objek yang tidak hidup dikenai hukum-hukum


(22)

alam tetapi tidak mempunyai keyakinan, motif atau maksud seperti yang ada pada manusia. Akibatnya individu akan berusaha mengembangkan penjelasan-penjelasan mengapa berperilaku dengan cara-cara tertentu. Oleh karena itu, persepsi dan penilaian individu terhadap seseorang akan cukup banyak dipengaruhi oleh pengandaian-pengadaian yang diambil mengenai keadaan internal orang itu (Robbins, 2003).

1.3 Fungsi persepsi

Menurut Nasir, dkk (2009) beberapa fungsi persepsi adalah sebagai berikut (1). menentukan kita dalam memilih pesan (2). menentukan proses penyandian dari sensasi yang telah ada (3). mempelajari isi pesan (4). memberikan petunjuk untuk menginterpretasikan sebuah stimulus (5). sebagai peringatan ada stimulus yang masuk.

2. Keluarga

2.1 Definisi keluarga

Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan (WHO, 1962 dikutip dari Mubarak, 2006). Dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1992 disebutkan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dari suatu masyarakat, yang terdiri dari suami, istri dan anak atau ayah, ibu, anak. Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang maing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik, kakak, kakek, dan nenek (Reisner, 2006). Duvall dan


(23)

Logan (1986 dalam Setyowati, 2008) juga menguraikan definisi keluarga yaitu sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental emosional serta social dari tiap anggota keluarga.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental emosional serta social dari tiap anggota keluarga.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah (1). terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan perkawinan atau adopsi (2). anggota keluarga biasanya hidup bersama atau ika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain (3). anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial suami, istri, anak, kakak, adik (4). mempunyai tujuan menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan social anggota.

Keluarga merupakan suatu sistem yang mempunyai anggota yaitu: ayah, ibu, dan anak atau semua individu yang tinggal didalam rumah tangga tersebut. Sebagai suatu sistem, keluarga merupakan sistem terbuka sehingga dapat dipengaruhi oleh supra sistemnya yaitu lingkungan atau masyarakat atau sebaliknya. Oleh karena itu betapa pentingnya peran dan fungsi keluarga dalam membentuk manusia sebagai anggota masyarakat yang sehat secara biologi, psikologi, social dan spiritual.


(24)

2.2 Fungsi keluarga

Fungsi keluarga menurut Marilyn M. Friedman (1998 dalam Setyowati, 2008) yaitu:

1. Fungsi Afektif

Fungsi afektif adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Setiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif, perasaan memiliki, perasaan yang berarti, dan merupakan sumber kasih sayang. Hal tersebut dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan berhubungan dalam keluarga.

2. Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi

Fungsi ini adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meniggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah. Anggota keluarga belajar tentang disiplin, norma-norma, budaya, dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga.

3. Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan dan menambah sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga berencana, maka fungsi ini sedikit terkontrol. fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga


(25)

4. Fungsi Ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan tempat mengembangkan kemampuan individu untuk meningkatkan penghasilan dan memenuhi kebutuhan keluarga seperti makan, pakaian, dan rumah, dan lain-lain.

5. Fungsi pemeliharaan kesehatan

Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Pengetahuan keluarga juga tentang sehat-sakit juga mempengaruhi perilaku keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan.

2.3 Tugas kesehatan keluarga

Tugas kesehatan keluarga menurut Bailon dan Maglaya (1998 dalam Efendi dan Makhfudli, 2009) adalah sebagai berikut:

1. Mengenal masalah kesehatan

Mengenal gangguan perkembangan kesehatan tiap anggota keluarga merupakan hal yang penting karena dapat mempengaruhi kekuatan sumber daya keluarga. Sejauh mana keluarga mengetahui dan mengenal fakta-fakta masalah kesehatan yang meliputi pengertian, faktor penyebab dan


(26)

2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat

Keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah, keluarga merasakan adanya masalah kesehatan, dan membawa anggota keluarga yang sakit ke rumah sakit terdekat atau pos pelayanan kesehatan terdekat. 3. Memberi perawatan kepada anggota keluarga yang sakit

Memberikan keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit, dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda. Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, keluarga harus mengetahui hal-hal antara lain keadaaan penyakit (sifat, penyebaran, komplikasi dan perawatannya), sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan, keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk perawatan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab, sumber keuangan atau finansial, fasilitas fisik, psikososial), dan sikap keluarga terhadap penyakit. 4. Memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat.

Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga

5. Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat

Mempertahankan hubungan kepribadian anggota keluarga dan lembaga-lembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.


(27)

2.4 Peran anggota keluarga terhadap lansia

Dalam melakukan perawatan terhadap lansia, setiap anggota keluarga memiliki peranan yang sangat penting. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga dalam melaksanakan perananya terhadap lansia, yaitu melakukan pembicaraan terarah, mempertahankan kehangatan keluarga, membantu melakukan persiapan makanan bagi lansia, membantu dalam hal transportasi, membantu memenuhi sumber-sumber keuangan, memberikan kasih sayang, menghormati dan menghargai, bersikap sabar dan bijaksana terhadap perilaku lansia, memberikan kasih sayang, menyediakan waktu, memperhatikan lansia, jangan menganggapnya sebagai beban, memberikan kesempatan untuk tinggal bersama, mintalah nasihatnya dalam peristiwa-peristiwa penting, mengajaknya dalam acara-acara keluarga, membantu mencukupi kebutuhannya, memberi dorongan untuk tetap mengikuti kegiatan-kegiatan di luar rumah termasuk pengembangan hobi, membantu mengatur keuangan, mengupayakan sarana transportasi untuk kegiatan mereka termasuk rekreasi, memeriksakan kesehatan secara teratur, memberi dorongan untuk tetap hidup bersih dan sehat, mencegah terjadinya kecelakaan, baik di dalam maupun di luar rumah, pemeliharaan kesehatan usia lanjut adalah tanggung jawab bersama, dan memberi perhatian yang baik terhadap orangtua yang sudah lanjut (Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi, Batubara, 2008).


(28)

2.5 Alasan lansia perlu dirawat di lingkungan keluarga

a) Keluarga merupakan unit pelayanan keperawatan dasar

b) Tempat tinggal bersama keluarga merupakan lingkungan yang alamiah dan damai bagi lansia , jika keluarga tersebut bisa menciptakan hubungan yang harmonis.

c) Kesejahteraan dan kemampuan keluarga untuk menentukan pilihan merupakan prinsip-prinsip untuk mengarah kepada pengmbilan keputusan. d) Pengambilan keputusan yang terkait dengan kesehatan keluarga adalah proses

aktif yang merupakan kesepakatan antara keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan.

e) Perawat kesehatan masyarakat memberikan pelayanan kesehatan utama kepada keluarga untuk mempertahankan dan meningkatkan keseehatan. f) Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier dilakukan apabila perawatan

kesehatan dilakukan oleh kelurga dengan bimbingn tenaga kesehatan.

g) Proses keperawatan dapat memfasilitasi pengambilan keputusan yang terkait dengan kesehatan.

h) Kontrak keluarga dan perawat dalam pelayanan keerawatan merupakan cara yang efektif intuk mencapai tujuan.

i) Konseling dan pendidikan kesehatan merupakan cara untuk mengarahkan interaksi keluarga dan perawat.

j) Pelayanan keperawatan yang dilakukan di rumah oleh keluarga atau lansia, dengan perawat ahli pemberi pelayanan, konselor, pendidik, pengelola, fasilitator, dan koordinator pelayanan kepada lansia (Mubarak, 2009).


(29)

3. Lansia

3.1Defenisi lansia

Proses menua atau aging adalah suatu proses alami pada semua makhluk hidup. Dalam pasal 1 ayat 2 UU No. 13 tahun 1998 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas. Lanjut usia adalah istilah untuk tahap akhir dari proses penuaan yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Mubarak, 2006).

Masa usia lanjut merupakan masa yang tidak bisa dielakkan oleh siapapun khususnya bagi yang dikaruniai umur panjang.

3.2 Klasifikasi lansia

Dalam UU No. 13 tahun 1998 dinyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas. Pengelompokan lansia menurut Departemen Kesehatan meliputi:

a. Kelompok pertengahan umur

Kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun)

b. Kelompok usia lanjut dini

Kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun).

c. Kelompok usia lanjut


(30)

d. Kelompok usia lanjut dengan risiko tinggi

Kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, menderita penyakit berat atau cacat.

Sedangkan menurut WHO lanjut usia meliputi:

a. Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45-59 tahun. b. Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia antara 60-70 tahun. c. Usia lanjut tua (old) adalah kelompok usia antara 75-90 tahun. d. Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia di atas 90 tahun.

3.3 Perubahan yang terjadi pada lanjut usia

Nugroho (2008) menyatakan adapun perubahan yang terjadi pada lansia tersebut terbagi atas perubahan fisik yang meliputi perubahan pada sel, sistem persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan dan sistem muskuloskletal.

Perubahan yang terjadi pada sel adalah lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya, berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, darah, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel, otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10%. Pada sistem persarafan terjadi berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel otaknya dalam setiap harinya), lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres, mengecilnya saraf panca indra, yaitu berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu


(31)

dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin dan kurang sensitif terhadap sentuhan.

Pada sistem pendengaran terjadi gangguan pada pendengaran yaitu hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi dan nada yang rendah, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata yang diucapkan, membran timpani menjadi mengecil menyebabkan terjadinya kerapuhan pada membran tersebut, terjadi pengumpulan serumen dan mengeras karena meningkatnya keratin dan pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/ stres. Sedangkan pada sistem penglihatan terjadi pada pupil yaitu timbul kekakuan dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk bulat (bola), lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) hingga menjadi katarak, menyebabkan gangguan penglihatan, meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapangan pandang; berkurang luas pandangannya dan berkurangnya daya membedakan warna biru atau hijau pada skala ukur.

Pada sistem muskuloskeletal terjadi tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis, discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek, persendian membesar dan menjadi pendek dan tendon mengerut serta mengalami skelerosis. Sementara perubahan mental yang terjadi pada lansia lebih disebabkan oleh adanya perubahan fisik, organ perasa, kesehatan secara umum, tingkat pendidikan, keturunan, lingkungan, memori jangka panjang dan jangka pendek,


(32)

intelegency dan kemampuan komunikasi verbal dan berkurangnya keterampilan psikomotor serta perubahan psikososial pada lansia (Nugroho, 2008).

Perubahan status gizi pada lansia lebih disebabkan pada perubahan lingkungan maupun faali tubuh dan status kesehatan lansia. Perubahan tersebut semakin nyata pada kurun usia 70-an. Faktor lingkungan meliputi perubahan kondisi ekonomi akibat pensiun, isolasi sosial karena hidup sendiri setelah pasangan meninggal dunia dan rendahnya pemahaman gizi akan memperburuk keadaan gizi lansia. Faktor kesehatan yang mempengaruhi status gizi adalah timbulnya penyakit degeneratif dan non generatif yang berakibat pada perubahan dalam asupan makanan dan perubahan penyerapan zat gizi (Darmojo, 2004).

4. Posyandu lansia

4.1 Pengertian posyandu lansia

Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut disuatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Sementara menurut Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia, Komisi Nasional Lanjut Usia (2010) disebutkan bahwa Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lanjut Usia adalah suatu wadah pelayanan kepada lanjut usia di masyarakat, yang proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan kesehatan pada upaya promotif dan preventif. Disamping pelayanan kesehatan, di Posyandu lanjut


(33)

usia juga dapat diberikan pelayanan sosial, agama, pendidikan, ketrampilan, olah raga dan seni budaya serta pelayanan lain yang dibutuhkan para lanjut usia dalam rangka meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan dan kesejahteraan mereka. Selain itu mereka dapat beraktifitas dan mengembangkan potensi diri.

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat guna memberdayakan masyarakat dengan menitikberatkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif. Pemberdayaan masyarakat dalam menumbuhkembangkan posyandu lansia merupakan upaya fasilitas agar masyarakat mengenal masalah yang dihadapi, merencanakan dan melakukan upaya pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat sesuai situasi, kondisi kebutuhan setempat (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2007). Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pembentukan posyandu lansia, misalnya mengembangkan kelompok-kelompok yang telah ada seperti kelompok arisan lansia, kelompok pengajian, kelompok jemaat gereja, kelompok senam lansia dan lain-lain (Depkes RI, 2004).

Selain itu posyandu lansia merupakan perwujudan pelaksanaan program pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia, sebagai suatu forum komunikasi dalam bentuk peran serta masyarakat usia lanjut, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya, dalam upaya peningkatan tingkat kesehatan secara optimal.


(34)

4.2Tujuan dan sasaran posyandu lansia 4.2.1 Tujuan umum posyandu lansia

Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya.

4.2.2 Tujuan khusus posyandu lansia

a. Meningkatkan kesadaran para lansia untuk membina sendiri kesehatannya.

b. Meningkatkan kemampun dan peran serta keluarga dan masyarakat dalam menghayati dan mengatasi kesehatan lansia.

c. Meningkatkan jenis dan jangkauan pelayanan kesehatan lansia. d. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan lansia.

4.2.3 Sasaran pembinaan posyandu lansia

Sasaran pelaksanaan pembinaan kelompok usia lanjut dibagi menjadi dua antara lain ;

a. Sasaran langsung, meliputi kelompok pra-lansia (usia 45-59 tahun), lansia (usia 60-69), lansia risiko tinggi ( usia >70 tahun) atau lansia berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

b. Sasaran tidak langsung, antara lain (1), keluarga di mana lansia berada (2), masyarakat di lingkungan lansia berada (3), organisasi sosial yang bergerak di dalam pembinaan kesehatan lansia (4), petugas kesehatan yang melayani kesehatan (5), masyarakat luas (Depkes RI, 2005).


(35)

4.3 Jenis-jenis pelayanan kesehatan dan kegiatan lainnya yang dapat dilaksanakan dalam posyandu lansia

1. Pemeriksaan kesehatan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) lansia yaitu : a. Pemeriksaan aktivitas sehari-hari yang meliputi kegiatan dasar dalam

kehidupan (makan, minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik/turun, tempat tidur, buang air besar/kecil dan lain-lain).

b. Pemeriksaan status mental, yang berhubungan dengan mental emosional, dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu kader.

c. Pemeriksaan status gizi, melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan, yang dicatat dicocokan pada grafik IMT (Indeks Massa Tubuh) pada KMS lansia untuk dapat mengetahui berat badan lansia lebih atau kurang atau normal.

d. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stestokop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit yang dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu kader.

e. Pemeriksaan darah (butir darah merah = hb = haemoglobin) menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat yang dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu oleh kader.

f. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan dibantu oleh kader.

2. Penyuluhan kesehatan, disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan serta kondisi masing-masing.


(36)

3. Konseling, apabila diperlukan dilakukan petugas kesehatan.

4. Rujukan, dilakukan oleh kader kepada petugas kesehatan di puskesmas atau ke rumah sakit setempat.

5. Kunjungan rumah, dilakukan oleh kader (atau disertai petugas kesehatan), kepada lansia yang tidak hadir dalam kegiatan posyandu lansia untuk memantau keadaan kesehatannya.

6. Kegiatan lain-lain, seperti: kegiatan olahraga dilakukan untuk meningkatkan kebugaran jasmaninya, pemberian makanan tambahan memberikan contoh menu makanan bagi lansia yang memperhatikan aspek kesehatan dan gizi dengan menggunakan bahan setempat, rekreasi, kerohanian, arisan, forum diskusi, penyaluran dan pengembangan hobi, kegiatan yang bersifat produktif seperti peningkatan pendapatan/ekonomi bagi lansia.

Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat (Depkes RI, 2003).

4.4Kader Posyandu Lansia

Kader posyandu dipilih oleh pengurus posyandu lansia dari anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan posyandu lansia atau bila mana sulit mencari kader dari anggota posyandu lansia dapat diambil dari anggota masyarakat lainnya yang bersedia menjadi kader.


(37)

Persyaratan untuk menjadi kader antara lain :

a. Dipilih dari masyarakat dengan prosedur yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

b. Mau dan mampu bekerja secara sukarela. c. Bisa membaca dan menulis huruf latin. d. Sabar dan memahami lansia.

Peran kader lansia antara lain :

Pendekatan kepada aparat pemerintah dan tokoh masyarakat.

a. Melakukan Survey Mawas Diri (SMD) bersama petugas untuk menelaah pendataan sasaran, pemetaan, mengenal masalah dan potensi.

b. Melaksanakan musyawarah bersama masyarakat untuk membahas hasil SMD, menyusun rencana kegiatan, pembagian tugas dan jadwal kegiatan. c. Menggerakkan masyarakat yaitu dengan cara mengajak lansia untuk hadir

dan berpartisipasi di posyandu lansia, memberikan penyuluhan informasi kesehatan, menggali dan menggalang sumber daya termasuk pendanan yang bersumber dari masyarakat.

d. Melaksanakan kegiatan di posyandu lansia yaitu menyiapkan tempat, alat-alat dan bahan serta memberikan pelayanan lansia.


(38)

4.5 Upaya kegiatan posyandu lansia

Pelaksanaan kegiatan kesehatan usia lanjut secara umum mencakup kegiatan pelayanan yang berbentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk rujukannya.

1. Kegiatan Promotif

Meningkatkan semangat hidup bagi lansia agar mereka tetap dihargai dan tetap berguna baik bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat. Upaya promotif dapat berupa kegiatan penyuluhan.

2. Kegiatan Preventif

Upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit maupun kompilikasi penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan. Upaya preventif dapat berupa kegiatan Pemeriksaan kesehatan secara berkala dan teratur untuk menemukan secara dini penyakit-penyakit lansia.

3. Kegiatan Kuratif

Upaya yang dilakukan adalah pengobatan dan perawatan bagi usila yang sakit dan dapat dilakukan melalui fasilitas pelayanan seperti puskesmas pembantu, puskesmas dan dokter praktek swasta.

4. Kegiatan Rehabilitatif

Upaya mengembalikan fungsi organ yang telah menurun. Upaya ini dapat berupa memberikan informasi, pengetahuan dan pelayanan tentang penggunaan berbagai alat Bantu, mengembalikan kepercayaan pada diri sendiri dan memperkuat mental penderita.


(39)

5. Kegiatan Rujukan

Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan pelayanan kuratif dan rehabilitatif yang memadai dan tepat waktu sesuai kebutuhan. Upaya dapat dilakukan secara vertikal dari tingkat pelayanan dasar ke tingkat pelayanan spesialistik di rumah sakit secara horizontal ke sesama tingkat pelayanan yang mempunyai sarana yang lebih lengkap.

Komponen kegiatan terhadap kelompok usia lanjut (sasaran langsung) dan keluarga, masyarakat (sasaran tidak langsung).

a) Kelompok usia lanjut (sasaran langsung)

i. Menyelenggarakan paket pembinaan bagi kelompok usia 45-59 tahun, dengan kegiatan meliputi penyuluhan (KIE), pelayanan kesehatan, pelayanan gizi dan psikososial agar dapat mempersiapkan diri menghadapi masa tua.

ii. Menyelenggarakan paket pembinaan bgi kelompok usia ≥ 60-69 tahun meliputi penyuluhan (KIE), pelayanan kesehatan, gizi dan psikososial agar dapat mempertahankan kesehatannya sehingga dapat tetap produktif.

iii.Menyelenggarakan paket pembinaan bagi kelompok sasaran usia lanjut dengan risiko tinggi yang meliputi penyuuha (KIE), pelayanan kesehatan, gizi dan psikososial agar dapat selama mungkin mempertahankan kemandirian.


(40)

b) Keluarga dan masyarakat (sasaran tidak langsung)

Menyelenggarakan paket pembinaan melalui upaya penyuluhan (KIE) dalam rangka meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan pada keluarga, masyarakat termasuk organisasi masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan usia lanjut.

4.6 Penyelenggaraan posyandu lansia

Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima terhadap lansia, mekanisme penyelenggaraan kegiatan yang sebaiknya digunakan adalah sistem 5 tahapan (5 meja) sebagai berikut : Tahap pertama yaitu pendaftaran anggota posyandu lansia sebelum pelaksanaan pelayanan. Tahap kedua yaitu pencatatan kegiatan sehari-hari yang dilakukan lansia serta penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Tahap ketiga yaitu pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan status mental. Tahap keempat yaitu pemeriksaan air seni dan kadar darah (laboratorium sederhana). Tahap kelima yaitu pemberian penyuluhan dan konseling (Depkes RI, 2003).

a. Waktu penyelengaraan

Penyelenggaraan Posyandu lansia pada hakikatnya dilaksanakan dalam 1 (satu) bulan kegiatan, baik pada hari buka Posyandu maupun di luar hari buka posyandu sekurang-kurangnya satu hari dalam sebulan. Hari dan waktu yang dipilih, sesuai dengan hasil kesepakatan. Apabila diperlukan, hari buka posyandu dapat lebih dari satu kali dalam sebulan (Depkes Provinsi Sumatera Utara, 2007).


(41)

b. Tempat penyelengaraan

Tempat penyelengaran kegiatan posyandu lansia sebaiknya berada pada lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Tempat penyelengaraan tersebut dapat di salah satu rumah warga, halaman rumah, balai desa/kelurahan, balai RW/RT/dusun, salah satu kios di pasar, salah satu ruangan perkantoran atau tempat khusus yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat yang dapat disebut dengan nama “Wisma Posyandu” atau sebutan lainnya (Depkes Provinsi Sumatera Utara, 2007).

4.7 Sarana dan prasarana

Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan posyandu lansia, dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang antara lain :

a. Tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka) b. Meja dan kursi

c. Alat tulis

d. Buku pencatat kegiatan (buku register bantu)

e. Kit lansia, yang berisi : timbangan dewasa, meteran pengukur tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer.

f. KMS (kartu menuju sehat) lansia.


(42)

Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi keluarga lansia tentang Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Medan.

Skema 1. Kerangka penelitian persepsi keluarga lansia tentang Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Medan.

2. Definisi konseptual dan operasional 2.1 Definisi konseptual

2.1.1 Persepsi

Persepsi adalah pemahaman, pemikiran, pendapat dan pandangan seseorang terhadap sesuatu setelah individu tersebut melihat atau mendengar suatu informasi tentang objek tersebut. Persepsi cenderung berkembang dan berubah serta mendorong orang yang bersangkutan untuk menentukan sikap.

Baik Cukup Kurang Persepsi keluarga tentang


(43)

2.1.2. Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga.

2.1.3. Posyandu lansia

Posyandu lansia merupakan perwujudan pelaksanaan program pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia, sebagai suatu forum komunikasi dalam bentuk peran serta masyarakat usia lanjut, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya, dalam upaya peningkatan tingkat kesehatan secara optimal. 2.2 Definisi operasional

Persepsi keluarga lansia tentang posyandu lansia merupakan pandangan atau penilaian keluarga lansia yang menjadi responden tentang Posyandu lansia yaitu suatu pemahaman, pendapat dan pandangan keluarga dari lansia yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia tentang Posyandu lansia.


(44)

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran persepsi keluarga lansia tentang posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Medan.

2. Populasi penelitian

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah keluarga dari lanjut usia yang dibina di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia. Penentuan populasi diambil berdasarkan data yang diperoleh dari petugas posyandu lansia dikarenakan data kunjungan lansia ke posyandu lansia tidak tersedia di puskesmas, sehingga didapat data 10 posyandu lansia di wilayah kerja puskesmas helvetia dengan jumlah rata-rata kunjungan 25-30 lansia setiap kegiatan posyandu.

3. Sampel penelitian

Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Pengambilan sampel dalam penelitian ini didasarkan pada rumus Arikunto tahun 2010 yaitu jika populasi lebih dari 100 orang maka dapat diambil 10-20% tergantung dari kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menetapkan jumlah responden 20% dari jumlah populasi. Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 60 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam


(45)

penelitian ini adalah Quota sample yaitu teknik sampel dilakukan dengan cara menetapkan sejumlah anggota sampel secara quotum atau jatah (Notoatmodjo, 2010). Adapun kriteria inklusif responden dalam penelitian ini adalah keluarga dari lansia yang dibina di Posyandu Lansia, dapat membaca dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan bersedia menjadi responden.

Tabel 1. Jumlah quota setiap posyandu

Wilayah Jumlah posyandu Jumlah Sampel

Kelurahan Helvetia Tengah 2 12

Kelurahan Helvetia Timur 2 12

Kelurahan Helvetia 2 12

Kelurahan Sei Sikambing C II 1 6

Kelurahan Dwikora 1 6

Kelurahan Tanjung Gusta 1 6

Kelurahan Cinta Damai 1 6

Total 10 60

4. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Helvetia Medan. Adapun alasan memilih Puskesmas Helvetia Medan sebagai lokasi penelitian yaitu karena program Puskesmas Helvetia bagi lansia berjalan rutin setiap bulannya dan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Helvetia mayoritas berusia lanjut. Jumlah Posyandu Lansia di Puskesmas Helvetia adalah 10 posyandu yang diselenggarakan secara bergilir setiap bulan di kecamatan Medan Helvetia. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Maret sampai Juni 2015.


(46)

5. Pertimbangan etik

Penelitian dilakukan setelah peneliti mendapat izin dan rekomendasi dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin dari Dinas Kesehatan Kota Medan. Peneliti juga telah mendapat persetujuan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas keperawatan USU bahwa penelitian ini tidak bertentangan dengan nilai dan norma kemanusiaan. Setelah mendapatkan izin selanjutnya peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang maksud, tujuan, manfaat serta prosedur penelitian. Tindakan selanjutnya peneliti memberikan penjelasan tentang cara pengisian instrumen. Jika responden bersedia, maka terlebih dahulu harus menandatangani lembar persetujuan (informed consent) yang telah dipersiapkan oleh peneliti. Responden berhak menolak ataupun mengundurkan diri selama proses penelitian tanpa ada tekanan, dan peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya sebagai responden.

Selama pengambilan data tidak ada efek yang merugikan terhadap responden dan kerahasiaan responden akan dijaga oleh peneliti dengan tidak mencantumkan nama responden, tetapi hanya memberi kode pada masing-masing lembar pengumpulan data. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden akan dijamin oleh peneliti dan hanya dipergunakan untuk kepentingan penelitian (Nursalam, 2003).

6. Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka yang berisikan pernyataan yang harus dijawab responden. Instrumen ini terdiri dari dua bagian


(47)

yaitu instrumen pertama tentang data demografi, instrumen kedua adalah kuesioner tentang persepsi keluarga lansia tentang posyandu lansia.

a. Kuesioner data demografi

Instrumen berisi pertanyaan tentang usia, hubungan dengan lansia, jenis kelamin, suku, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan dan riwayat penyakit lansia.

b. Kuesioner persepsi keluarga lansia tentang posyandu lansia

Jumlah pernyataan yang ada pada kuesioner yaitu sebanyak 27 pernyataan positif. Untuk menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap komponen dengan menggunakan skala Likert (Arikunto, 2006), yaitu sangat setuju (SS) = 4, setuju (S) = 3, tidak setuju (TS) = 2, dan sangat tidak setuju (STS) = 1. Kuisioner terdiri dari 27 pernyataan dengan total skor tertinggi 108 dan terendah adalah 27. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin baiklah persepsi keluarga lansia terhadap Posyandu lansia.

Berdasarkan rumus statistika :

Berdasarkan rumus diatas maka persepsi keluarga tentang Posyandu lansia dengan banyak kelas 3 maka dinyatakan P = 27 . Untuk kategori persepsi baik skor 81-108, persepsi cukup skor 54-80, persepsi kurang baik dengan skor 27-53.

7. Validitas dan reliabilitas 7.1 Uji validitas

Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2003). Uji validitas instrumen bertujuan


(48)

untuk mengetahui kemampuan instrumen untuk mengukur apa yang diukur (Notoatmojo, 2010). Sebuah instrumen dikatakan valid, bila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variebel yang diteliti. Instrumen dalam penelitian ini berbentuk kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka, oleh karena itu perlu dilakukan uji validitas. Uji validitas instrumen dilakukan oleh ahli Keperawatan Komunitas Departemen Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara yaitu Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp., MNS.

7.2 Uji reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010).

Uji realibilitas ini dilakukan pada 30 responden peserta senam lansia di Puskesmas Helvetia Kecamatan Helvetia. Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrumen dilakukan uji reliabilitas instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam ruang lingkup yang sama. Hasil yang diperoleh dianalisa melalui program komputerisasi dengan menggunakan

formula cronbach’s alpha. Hasil uji reliabilitas dengan cronbach alpha didapat 0.753. Kuesioner dikatakan reliabel jika hasil uji reliabilitasnya >0,7 (Arikunto, 2005).

8. Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan berdasarkan beberapa prosedur yaitu peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin pelaksanaan


(49)

penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan.

Setelah memperoleh izin tersebut, peneliti melakukan pengumpulan data penelitian dengan mengunjungi seluruh posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Helvetia dengan terlebih dahulu meminta kesediaan responden yang memenuhi kriteria untuk mengikuti penelitian. Jumlah responden telah ditetapkan sebelumnya oleh peneliti berdasarkan kriteria sampel yang akan diambil. Pada saat pengumpulan data peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan penelitian kepada calon responden dan yang bersedia berpartisipasi diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Responden yang bersedia diberi lembar kuesioner dan diberi kesempatan bertanya apabila ada pernyataan yang tidak dipahami. Responden yang tidak mampu mengisi sendiri dibantu oleh peneliti dengan cara membacakan kuesioner kemudian setelah selesai pengisian, peneliti mengumpulkan lembar kuesioner kemudian memeriksa kelengkapan data dan jawaban. Apabila ada data yang kurang lengkap dapat langsung dilengkapi kemudian data yang telah terkumpul dianalisa.

9. Analisa data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul. Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan yaitu :


(50)

(1) Editing, dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Apabila data belum lengkap ataupun ada kesalahan data maka harus dilengkapi dengan menanyakannya kembali kepada responden.

(2) Coding, data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode secara manual sebelum diolah dengan komputer.

(3) Entri, data yang telah diberi kode dimasukkan ke dalam program komputer.

(4) Tabulating, memasukkan data ke dalam tabel kemudian dilanjutkan dengan menganalisis data yang telah terkumpul.

(5) Selanjutnya dimasukkan ke dalam standar kriteria objektif yaitu : Persepsi baik : 81-108

Persepsi cukup : 54-80 Persepsi Kurang baik : 27-53

Hasil analisa data baik data demografi maupun kuesioner akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(51)

Lokasi penelitian ini dilakukan di Puskesmas Medan Helvetia yang terletak di Jalan Kemuning Perumnas Helvetia, Kecamatan Medan Helvetia. Luas wilayah kerja Puskesmas Helvetia adalah 11,60 terdiri dari 88 lingkungan. Jumlah penduduk yang dicakup oleh Puskesmas Helvetia sebanyak 145.239 jiwa yang terdiri dari 31.652 kepala keluarga.

Puskesmas Helvetia adalah salah satu Puskesmas rawat inap di Kota Medan dan melakukan pelayanan kesehatan terhadap tujuh kelurahan yang ada di wilayah kerja kecamatan Medan Helvetia, yaitu Kelurahan Helvetia, Kelurahan Helvetia Tengah, Kelurahan Helvetia Timur, Kelurahan Tanjung Gusta, Kelurahan Sei Sikambing C II, Kelurahan Dwikora dan Kelurahan Cinta Damai.

2. Hasil

Bab ini akan menguraikan hasil penelitian persepsi keluarga lansia tentang posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia yang diperoleh melalui proses pengumpulan data terhadap 60 responden yang dilakukan sejak bulan Maret 2015. Hasil penelitian ini menggambarkan tentang karakteristik responden dan persepsi keluarga lansia tentang posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia.


(52)

2.2. Karakteristik Responden

Deskripsi karakteristik responden mencakup usia, hubungan dengan lansia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan terakhir, dan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 5.1.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil tentang karakteristik responden berdasarkan usia responden mayoritas berusia 27-36 tahun yaitu sebanyak 25 orang (41,7%). Responden sebagian besar merupakan anak dari lansia (43,3%). Responden mayoritas perempuan (71,7%), berdasarkan agama sebagian besar responden beragama islam (53,3%), dan sebanyak 25 orang (41,7%) bersuku batak.

Pendidikan terakhir dari responden sebagian besar adalah tamat SMA yaitu sebanyak 34 orang (56,7%), gambaran pekerjaan dari responden sebagian besar adalah wiraswasta yaitu sebanyak 23 orang (38,3%). Riwayat penyakit lansia sebanyak 28 orang lansia (46,7%) tidak memiliki riwayat penyakit, sedangkan 7 orang lansia (11,7%) memiliki riwayat hipertensi.

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan karakteristik responden di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia, n = 60 orang

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Usia 17-26 27-36 >36 24 25 11 40,0 41,7 18,3 Hubungan dengan lansia

Cucu Anak Menantu 13 26 21 21,7 43,3 35,0


(53)

Tabel 2 (Lanjutan) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 17 43 28,3 71,7 Agama Islam Protestan Katolik 32 19 9 53,3 31,7 15,0 Suku Nias Batak Padang Jawa Ambon 1 25 10 23 1 1,7 41,7 16,7 38,3 1,7 Pendidikan SD SMP SMA Perguruan tinggi 1 3 34 22 1,7 5,0 56,7 36,7 Pekerjaan PNS Petani Buruh Wiraswasta

Lain-lain (Pelajar/ mahasiswa, ibu rumah tangga, tidak bekerja) 10 1 6 23 20 16,7 1,7 10,0 38,3 33,3

Riwayat penyakit lansia Hipertensi Rematik Penyakit Paru Hipotensi Kolesterol Diabetes Asam urat Katarak Demensia Maag Tumor kaki 7 1 1 2 2 3 3 3 3 2 1 11,7 1,7 1,7 3,3 3,3 5,0 5,0 5,0 5,0 3,3 1,7


(54)

Tabel 2 (Lanjutan) Stroke Sinusitis 1 1 1,7 1,7 Penyakit jantung

Lain-lain (Keluhan ringan seperti; batuk, demam, bahkan tidak memiliki keluhan penyakit)

2 28

3,3 46,7

2.3. Deskripsi persepsi keluarga tentang posyandu lansia di wiayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengidentifikasi persepsi keluarga lansia tentang posyandu lansia dan dapat dilihat melalui tabel di bawah ini. Tabel 3. Distribusi frekuensi persepsi keluarga lansia tentang posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Helvetia

Pernyataan SS S TS STS

n % n % n % n % 1. Posyandu lansia

merupakan sarana kesehatan dan pembinaan kesehatan bagi usia lanjut

41 68,3 19 31,7 - - - -

2. Posyandu Lansia memberi pelayanan bagi usia lanjut di masyarakat.

48 80 12 20 - - - -

3. Posyandu lansia dapat dilakukan melalui tempat

pengajian atau

perkumpulan lansia

27 45 26 43, 3

6 10 1 1,7

4. Kegiatan posyandu lansia menginformasikan pada masyarakat tentang pengenalan pada berbagai masalah kesehatan

25 41, 7

32 53, 3


(55)

Tabel 3 (Lanjutan)

5. Kesehatan lansia meningkat setelah mengikuti Posyandu lansia

6. Posyandu telah

memberikan pelayanan yang memuaskan bagi anggota posyandu yang membutuhkan 36 44 60 73,3 23 15 38,3 25 1 1 1,7 1,7 - - - -

7. Lansia semakin sadar akan pentingnya kesehatan setelah menerima pelayanan kesehatan di posyandu lansia

39 65 21 35 - - - -

8. Posyandu lansia menginformasikan pada keluarga dan masyarakat cara mengatasi masalah kesehatan lansia

7 11,7 48 80 5 8,3 - -

9. Masyarakat yang berusia 50 tahun boleh mengikuti posyandu lansia

35 58,3 18 30 2 3,3 5 8,3

10. Penyuluhan kesehatan merupakan kegiatan rutin yang dilakukan di Posyandu lansia

51 85 6 10 2 3,3 1 1,7

11. Pemeriksaan kesehatan di posyandu lansia sangat penting untuk mengetahui gejala dini penyakit yang diderita para lansia

49 81,7 11 18,3 - - - -

12. Rujukan, dilakukan oleh kader kepada petugas kesehatan di puskesmas atau ke rumah sakit setempat

51 85 9 15 - - - -

13. Senam lansia merupakan kegiatan rutin yang dilakukan di posyandu lansia


(56)

Tabel 3 (Lanjutan)

14. Penimbangan berat badan, pengukuran tekanan darah, asam urat dan kolesterol dilakukan di posyandu lansia

46 76, 7

12 20 2 3,3 - -

15. Menurut Bapak/Ibu, kader mampu menjalin hubungan baik dengan anggota Posyandu dan selalu mendengarkan keluhan yang dirasakan lansia

45 75 13 21, 7

1 1,7 1 1,7

16. Kader Posyandu lansia berkunjung ke rumah lansia yang tidak hadir dalam kegiatan posyandu lansia untuk memantau keadaan kesehatannya

31 51,7 25 41,7 4 6,7 - -

17. Menurut Bapak/Ibu, para kader selalu memberikan motivasi kepada lansia.

45 75 14 23,3 1 1,7 - -

18. Kader mengajak lansia untuk hadir dan berpartisipasi di posyandu lansia

47 78,3 13 21,7 - - - -

19. Kader posyandu sabar dan memahami lansia.

48 80 11 18,3 1 1,7 - -

20. Kader posyandu mau dan mampu bekerja secara sukarela

46 76,7 14 23,3 - - - -

21. Posyandu lansia diadakan rutin setiap bulan

45 75 14 23,3 1 1,7 - -

22. Hari dan waktu pelaksanaan posyandu lansia sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan


(57)

Tabel 3 (Lanjutan)

23. Tempat pelaksanaan posyandu lansia mudah dijangkau oleh para lansia

27 45 28 46,7 4 6,7 1 1,7

24. Posyandu lansia dapat diselenggarakan dibalai desa/ kelurahan

34 56,7 26 43,3 - - - -

25. Gedung atau tempat untuk pelaksanaan posyandu lansia dalam kondisi baik

14 23,3 43 71,7 2 3,3 1 1,7

26. Tensimeter tersedia di posyandu lansia

41 68,3 19 31,7 - - - -

27. Selain tensimeter terdapat alat kesehatan lainnya di posyandu lansia

52 86,7 8 13,3 - - - -

Hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menjawab sangat setuju pada pernyataan posyandu lansia merupakan sarana kesehatan dan pembinaan kesehatan bagi usia lanjut yaitu sebanyak 41 responden (68,3%). Sebanyak 48 responden (80%) sangat setuju bahwa posyandu lansia memberi pelayanan bagi usia lanjut di masyarakat. Hasil penelitian terhadap pernyataan posyandu lansia dapat dilakukan melalui tempat pengajian atau perkumpuln lansia sebanyak 27 responden (45%) sangat setuju akan tetapi 1 responden (1,7%) sangat tidak setuju. Sebagian besar responden setuju bahwa kegiatan posyandu lansia menginformasikan pada masyarakat tentang pengenalan pada berbagai masalah kesehatan yaitu sebanyak 32 responden (53,3%) dan yang paling sdikit menyatakan tidak setuju yaitu 3 reponden (5%).


(58)

Sebanyak 36 responden (60%) sangat setuju dengan pernyataan bahwa kesehatan lansia meningkat setelah mengikuti posyandu lansia. Responden sangat setuju bahwa posyandu lansia telah memberikan pelayanan yang memuaskan bagi angota posyandu yang membutuhkan yaitu sebanyak 44 responden (73,3%). Hasil untuk pernyataan lansia semakin sadar akan pentingnya kesehatan setelah menerima pelayanan kesehatan dari posyandu lansia yaitu sebanyak 39 responden (65%) sangat setuju dengan hal tersebut. Responden setuju bahwa posyandu lansia menginformasikan pada keluarga dan masyarakat cara mengatasi masalah kesehatan lansia, yaitu sebanyak 48 responden (80%) dan terdapat 5 responden (8,3%) yang tidak setuju. Tiga puluh lima responden (58,3%) sangat setuju masyarakat yang berusia 50 tahun boleh mengikuti posyandu lansia dan sebanyak 5 responden (8,3%) sangat tidak menyetujuinya.

Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden sangat setuju bahwa penyukuhan merupakan kegiatan rutin yang dilakukan di posyandu lansia yaitu sebanyak 51 responden (85%) dan paling sedikit mengatakan sangat setuju yaitu 1 responden (1,7%). Sebanyak 49 responden (81,7%) sangat setuju bahwa pemeriksaan kesehatan di posyandu lansi sangat penting untuk mengetahui gejala dini penyakit yang diderita para lansia. Responden sangat setuju bahwa rujukan dilakukan oleh kader kepada petugas kesehatan di puskesmas yaitu sebanyak 51 responden (85%). Hasil penelitian terhadap senam lansia didapati 52 responden (86,7%) menyatakan sangat setuju bahwa senam lansia merupakan kegiatan rutin yang dilakukan di posyandu lansia dan sebanyak 46 responden (76,7%)


(59)

menyatakan sangat setuju bahwa penimbangan berat badan, pengukuran tekanan darah, asam urat dan kolesterol dilakukan di posyandu lansia.

Hasil penelitian terhadap pernyataan didapati sebanyak 45 responden (75%) menyatakan sangat setuju bahwa kader mampu menjalin hubungan baik dengan anggota posyandu dan selalu mendengarkan keluhan yang dirasakan lansia, 31 responden (51,7%) menyatakan sangat setuju bahwa kader posyandu berkunjung ke rumah lansia yang tidak hadir dalam kegiatan posyandu lansia untuk memantau keadaan kesehatannya, 45 responden (75%) meyatakan sangat setuju bahwa kader selalu memberikan motivasi kepada lansia, 47 responden (78,3%) sangat setuju bahwa kader mengajak lansia untuk hadir dan berpartisipasi di psyandu lansia, 48 responden (80%) menyatakan kader sabar dan memahami lansia, 46 responden (76,7%) menyatakan sangat setuju bahwa kader mau dan mampu bekerja secara sukarela.

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 45 responden (75%) sangat setuju bahwa posyandu lansia diadakan rutin setiap bulan dan 1 responden (1,7%) menyatakan tidak setuju. Responden sebanyak 38 (63,3%) sangat setuju bahwa hari dan waktu pelaksanaan posyandu sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Sebagian besar responden setuju bahwa tempat pelaksanaan posyandu lansia mudah dijangkau dan paling sedikit menyatakan sangat tidak setuju yaitu 1 responden (1,7%). Sebanyak 34 responden (56,7%) setuju bahwa posyandu lansia dapat diselenggarakan di balai desa atau kelurahan.

Hasil penelitian didapati 43 responden (71,7%) menyatakan setuju bahwa gedung atau tempat untuk pelaksanaan posyandu lansia dalam kondisi baik, 1


(60)

responden (1,7%) menyatakan sangat tidak setuju. Sebanyak 41 responden (68,3%) menyatakan sangat setuju bahwa tensimeter tersedia di posyandu lansia dan 52 responden (86,7%) menyatakan sangat setuju bahwa selain tensimeter masih terdapat alat kesehatan lainnya di posyandu lansia.

Berdasarkan aspek pengukuran, maka diperoleh pengukuran persepsi keluarga lansia tentang posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Persepsi keluarga lansia tentang posyandu lansia di wilayah kerja puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

Persepsi Keluarga F %

Baik (81-108) 53 88,3

Cukup baik (54-80) 7 11,7

Kurang baik (27-53) 0 0

Total 60 100

Dengan demikian dari distribusi frekuensi dan persentase persepsi keluarga lansia tentang posyandu lansia menunjukkan bahwa dari 60 responden, 53 responden (88,3%) diantaranya dengan skor 81-108 memiliki persepsi yang baik terhadap posyandu lansia, diikuti dengan 7 responden (11,7%) dengan skor 54-80 memiliki persepsi cukup baik tentang posyandu lansia.

3. Pembahasan

Dalam pembahasan ini akan dijabarkan mengenai hasil penelitian persepsi keluarga lansia tentang posyandu lansia. Dari hasil penelitian yang dilakukan


(61)

terhadap 60 responden didapatkan hasil bahwa 53 responden (88,3%) keluarga memiliki persepsi yang baik terhadap posyandu lansia dan sebanyak 7 responden (11,7%) memiliki persepsi yang cukup baik tentang posyandu lansia. Adanya perbedaan dalam persepsi responden sesuai dengan pandangan Damayanti (2010), yaitu setiap manusia memiliki persepsi yang berbeda terhadap stimulus yang diterimanya. Perbedaan persepsi ini juga disebabkan oleh pengalaman individu yang berbeda, maka dalam mempersepsi suatu struktur, hasil persepsi mungkin dapat berbeda satu dengan yang lain karena sifatnya sangat subjektif (Walgito, 2004).

Persepsi keluarga yang baik menunjukkan bahwa keluarga lansia mengetahui dengan baik posyandu lansia dan berpendapat bahwa posyandu lansia sangat bermanfaat pada lansia untuk meningkatkan dan memelihara kesehatannya. Keluarga yang menjadi responden sebagian besar merupakan anak dan menantu dari lansia. Secara teori dikatakan bahwa persepsi kesehatan yang baik akan mendukung tindakan kesehatan yang baik, sehingga persepsi ini menunjukkan bahwa keluarga telah mampu menentukan keputusan terkait kesehatan lansia. Sesuai dengan pendapat Potter dan Perry (1993) yang menyatakan peranan persepsi penting dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan, sehingga persepsi keluarga mendukung keluarga dalam melakukan tugas kesehatan keluarga dengan lansia yaitu mengenal masalah kesehatan lansia, mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan lansia, merawat anggota keluarga lansia, memodifikasi lingkungan fisik dan psikologis sehingga lansia dapat beradaptasi terhadap proses penuaan, dan menggunakan


(62)

fasilitas pelayanan kesehatan dan sosial dengan tepat sesuai dengan kebutuhan lansia (Mubarak, 2009).

Persepsi dikatakan baik disaat stimulus-stimulus ataupun pengalaman yang diterima individu tidak bertentangan ataupun lebih baik dari stimulus yang didapat sebelumnya. Persepsi responden baik dikarenakan lansia semakin sadar dn peduli akan pentingnya kesehatan setelah menerima pelayanan kesehatan di posyandu lansia dibuktikan sebanyak 65% responden sangat setuju dan 35% responden setuju bahwa lansia semakin sadar dan peduli akan pentingnya kesehatan setelah menerima pelayanan kesehatan di posyandu lansia. Responden juga sebanyak 81,7% sangat setuju bahwa pemeriksaan kesehatan di posyandu lansia sangat penting untuk mengetahui gejala dini penyakit lansia. Hal ini memberikan stimulus atau kesan yang baik kepada keluarga sehingga keluarga memiliki persepsi yang baik terhadap posyandu lansia.

Hasil yang persepsi baik ini dimungkinkan karena tingkat pendidikan responden 56,7% tamat SMA dan 36,7% perguruan tinggi sehingga keluarga lebih mudah menerima perkembangan dalam bidang kesehatan. Persepsi responden baik ini juga dikarenakan 71,7% responden berjenis kelamin perempuan dan ini membuktikan bahwa keluarga yang menemani lansia sebagian besar merupakan perempuan. Sedangkan persepsi keluarga yang cukup (11,7%) menunjukkan bahwa keluarga hanya mengetahui tentang posyandu lansia tetapi belum memberikan berperan sepenuhnya dalam mendukung lansia untuk kegiatan posyandu lansia.


(63)

Meskipun responden memiliki persepsi yang positif terhadap posyandu lansia, masih ada beberapa hal yang masih belum dimengerti sepenuhnya oleh responden. Hasil penelitian terhadap 60 responden didapatkan hasil bahwa 10% responden tidak setuju dan 1.7% responden sangat tidak setuju bahwa posyandu lansia dapat dilakukan melalui tempat pengajian atau perkumpulan lansia, hal ini disebabkan sebagian responden hanya mengerti posyandu lansia hanya dilakukan di puskesmas padahal beberapa pendekatan dapat digunakan dalam pembentukan posyandu lansia, misalnya mengembangkan kelompok-kelompok yang telah ada seperti kelompok arisan lansia, kelompok pengajian, kelompok jemaat gereja, kelompok senam lansia dan lain-lain (Depkes RI, 2004). Sebanyak 5% responden tidak setuju bahwa posyandu lansia menginformasikan pada masyarakat tentang pengenalan pada berbagai masalah kesehatan dan sebanyak 1,7% tidak setuju bahwa kesehatan lansia meningkat setelah mengikuti posyandu lansia, hal ini wajar dikarenakan 53,3% lansia memiliki riwayat penyakit dan yang terbanyak memiliki riwayat hipertensi (7%). Hasil yang didapat juga menunjukkan bahwa 8,3% responden tidak setuju bahwa posyandu lansia menginformasikan kepada keluarga dan masyarakat cara mengatasi masalah kesehatan lansia, 3,3% responden tidak setuju dan 8,3% responden sangat tidak setuju bahwa masyarakat yang berusia 50 tahun boleh mengikuti posyandu lansia. Secara konsep sasaran langsung posyandu lansia salah satunya adalah kelompok pra-lansia (45-59 tahun). Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian responden belum paham tujuan dan sasaran posyandu seutuhnya.


(64)

Hasil penelitian juga menyatakan bahwa 3,3% responden tidak setuju kemudian 1,7% sangat tidak setuju bahwa penyuluhan adalah kegiatan rutin setiap bulan, 1,7% tidak setuju bahwa senam lansia adalah kegiatan rutin setiap bulan, dan 3,3% tidak setuju penimbangan berat badan, pengukuran tekanan darah, asam urat dan koesterol dilakukan di posyandu lansia. Hasil tersebut terjadi karena pelaksanaan kegiatan tersebut juga dikondisikan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat (Depkes RI, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian juga masih terdapat sebagian responden yang tidak setuju mengenai kader posyandu lansia, peyelenggaraan posyandu dan sarana prasarana posyandu lansia, yaitu 1,7 % responden sangat tidak setuju dan 1,7% tidak setuju bahwa kader mampu menjalin hubungan yang baik dengan lansia dan selalu mendengar keluhan yang dirasakan oleh lansia, 6,7% responden tidak setuju dengan pernyataan yang mengatakan kader posyandu berkunjung ke rumah lansia yang tidak hadir dalam kegiatan posyandu, 1,7% responden tidak setuju bahwa kader selalu memberikan motivasi, sabar dan memahami lansia, 1,7% responden tidak setuju mengenai kegiatan posyandu diadakan rutin setiap bulan. Hal ini munjukkan bahwa beberapa responden masih belum memiliki kesan yang baik dengan kader posyandu.

Responden juga sebanyak 6,7% tidak setuju dan 1,7% responden sangat tidak setuju bahwa tempat pelaksanaan posyandu lansia mudah dijangkau oleh lansia, sebanyak 3,3% responden tidak setuju dan 1,7% sangat tidak setuju bahwa tempat pelaksanaan posyandu dalam kondisi baik. Tempat pelaksanaan posyandu lansia sebaiknya berada pada lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat.


(65)

Kondisi tempat pelaksanaan posyandu sebagian di warung kopi dan tempat terbuka namun hal ini tidak menghambat dalam pelaksanaan posyandu lansia.

Pemerintah telah merumuskan berbagai peraturan dan perundang-undangan, yang diantaranya seperti tercantum dalam UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dimana pada pasal 19 disebutkan bahwa kesehatan manusia usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kemampuannya agar tetap produktif, serta pemerintah membantu penyelenggaraan upaya kesehatan usia lanjut untuk meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal. Oleh karena itu berbagai upaya dilaksanakan untuk mewujudkan masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna dan produktif untuk usia lanjut. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2014), upaya peningkatan peran dan fungsi posyandu lansia bukan semata-mata tanggungjawab pemerintah saja, namun semua komponen yang ada di masyarakat, termasuk keluarga. Sependapat dengan Setiadi (2008) bahwa keluarga adalah unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan mempengaruhi antara sesama anggota dan akan mempengaruhi pula keluarga-keluarga yang ada disekitarnya atau masyarakat sekitarnya atau dalam konteks yang luas berpengaruh terhadap negara. Sehingga kegiatan posyandu lansia membutuhkan dukungan yang penuh dari berbagai pihak.

Posyandu lansia merupakan wahana pelayanan bagi kaum lansia, yang dilakukan dari, oleh dan untuk kaum lansia yang menitik beratkan pada pelayanan promotif dan preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif, pengertian posyandu lansia ini dipersepsikan baik oleh responden. Ini berarti


(66)

bahwa keluarga telah mengerti tentang posyandu lansia dan merespon baik kegiatan posyandu lansia (Notoatmojo, 2007). Peran keluarga dan masyarakat sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup lansia, yaitu melalui perubahan perilaku kearah perilaku hidup bersih dan sehat dalam tatanan keluarga dan masyarakat, perbaikan lingkungan, membantu penyelenggaraan pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif), dan ikut dalam proses kontrol dan evaluasi pelaksanaan pelayanan bagi lansia. Selain itu, Kuswenda (2013 dalam Depkes RI, 2013) yang terpenting dari pelayanan kesehatan itu sendiri adalah kesadaran dari setiap individu untuk menjaga kesehatan dan menyiapkan hari tua dengan sebaik dan sedini mungkin (Kuswenda, 2013).

Persepsi keluarga tentang posyandu lansia penting sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan terkait kesehatan lansia. Ini dikarenakan keluarga merupakan sasaran tidak langsung posyandu lansia (Maryam, 2008). Sehingga peran serta keluarga juga dibutuhkan dalam meningkatkan keberhasilan posyandu lansia dalam meningkatkan kesehatan lansia. Hal ini sejalan dengan penelitian Ismawati et al (2010) yang menyatakan dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia. Hal ini didukung oleh penelitian Hasugian et al (2012), bahwa semakin baik dukungan keluarga seseorang terhadap pemanfaatan Posyandu Lansia maka semakin baik juga pemanfaatan Posyandu Lansia.


(67)

Hasil penelitian dapat dilihat 53 responden (88,3%) mempunyai persepsi yang baik tentang posyandu lansia, sedangkan 7 responden (11,7%) mempunyai persepsi yang cukup baik tentang pelayanan posyandu lansia, namun pelayanan di posyandu lansia harus tetap ditingkatkan agar semakin banyak lansia yang datang ke posyandu lansia.

4. Keterbatasan penelitian

Penelitian ini memiliki kelemahan dan keterbatasan, yaitu diakhir pengumpulan data peneliti melakukan pengumpulan data di Puskesmas Helvetia dan bukan di posyandu lansia hal ini dikarenakan pada awal Juni posyandu lansia tidak dilaksanakan untuk sementara karena bulan Ramadhan. Peneliti hanya mendapatkan data dari 8 posyandu lansia dari 10 posyandu lansia dan untuk sisanya peneliti mengumpulkan data dengan mendatangi lansia yang berkunjung bersama keluarganya untuk berobat ke Puskesmas Helvetia.


(68)

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat dikemukakan kesimpulan mengenai persepsi keluarga lansia tentang posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia, bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi yang baik terhadap posyandu lansia, Hal ini disebabkan sebagian besar keluarga telah mengerti tentang posyandu lansia dan tingkat pendidikan responden yang mayoritas tamat SMA dan perguruan tinggi. Persepsi keluarga yang baik ini mungkin dikarenakan responden sebagian besar merupakan anak dari lansia. Walaupun begitu pelayanan di posyandu lansia masih harus ditingkatkan agar semakin banyak lansia yang hadir di posyandu lansia. Persepsi keluarga yang baik terhadap posyandu lansia menjadi bahan pertimbangan keluarga dalam mengambil keputusan terkait kesehatan lansia dan peran serta keluarga dalam upaya peningkatan kesehatan lansia.

2. Saran

2.1. Penelitian keperawatan

Penelitian ini dapat menjadi informasi dan sumber data untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan persepsi keluarga tentang posyandu lansia. Selain itu hendaknya peneliti selanjutnya juga melakukan penelitian secara kualitatif untuk lebih dalam menggali persepsi keluarga.


(69)

2.3. Praktek Keperawatan dan Posyandu Lansia

Saran kepada perawat, khususnya perawat komunitas agar tetap memberikan sosialisasi kepada lansia dan keluarga tentang kegiatan posyandu lansia untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai posyandu lansia sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan perhatian pada pelayanan Posyandu lansia. Pentingnya mempertegas sasaran posyandu kepada masyarakat agar masyarakat memahami siapa saja yang menjadi sasaran kegiatan posyandu lansia. Kader posyandu juga agar meningkatkan pelayanan pada lansia.

2.4. Keluarga Lansia

Saran kepada keluarga lansia agar selalu memberi perhatian kepada lansia dan mendukung lansia dalam kegiatan posyandu lansia.

2.5. Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi Program Studi Ilmu Keperawatan khususnya bagi instansi keperawatan komunitas sehingga dapat meningkatkan pengetahuan peserta didik.


(1)

81


(2)

82


(3)

83


(4)

84


(5)

85


(6)

86

Lampiran 14

RIWAYAT HIDUP

Nama : Kristiani Sitorus

Tempat / Tanggal lahir : Sitorang, 04 Maret 1993

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Flamboyan 3 No. 33 Medan

Nomor Telepon / Hp : 083194343597

Nama Ayah : Jon Piter Sitorus

Nama Ibu : DCH. br. Rumahorbo

Riwayat Pendidikan :

1. 1999 – 2005 : SD Negeri 102029 Sei Rampah, Serdang Bedagai

2. 2005 – 2008 : SMP Negeri 1 Tebing Tinggi

3. 2008 – 2011 : SMA Negeri 1 Tebing Tinggi

4. 2011 – Sekarang : Fakultas Keperawatan USU Medan


Dokumen yang terkait

Gambaran Persepsi Lansia Tentang Tugas Kader di Posyandu Lansia Mawar Kelurahan Sukamaju Baru Kecamatan Tapos Tahun 2014

0 8 113

Pengaruh Ketersediaan Sarana, Pengetahuan Dan Sikap Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan

0 0 18

Pengaruh Ketersediaan Sarana, Pengetahuan Dan Sikap Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan

0 0 2

Pengaruh Ketersediaan Sarana, Pengetahuan Dan Sikap Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan

0 0 8

Pengaruh Ketersediaan Sarana, Pengetahuan Dan Sikap Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan

0 0 26

Pengaruh Ketersediaan Sarana, Pengetahuan Dan Sikap Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Chapter III VI

0 0 42

Pengaruh Ketersediaan Sarana, Pengetahuan Dan Sikap Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan

0 0 3

Persepsi Keluarga Lansia Tentang Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

0 1 29

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep persepsi 1.1 Definisi persepsi - Persepsi Keluarga Lansia Tentang Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

0 1 22

Persepsi Keluarga Lansia tentang Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

0 0 12