Formulasi Sediaan Lipstik Menggunakan Ekstrak Angkak (Monascus Purpureus) Sebagai Pewarna

2.1 Kosmetik
2.1.1 Pengertian Kosmetik
Menurut Wall dan Jellinek (1970), kosmetik dikenal manusia sejak
berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat
perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan
ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad ke20 (Tranggono dan Latifah, 2007).
Kosmetik berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti ”berhias”.
Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari
bahan-bahan alami yang terdapat disekitar. Sekarang kosmetik dibuat tidak hanya
dari bahan alami tetapi juga bahan sintetis untuk maksud meningkatkan
kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).
Sejak semula kosmetologi merupakan salah satu ilmu pengobatan atau
ilmu kesehatan, sehingga para pakar kosmetik dahulu adalah juga pakar
kesehatan; seperti para tabib, dukun, bahkan penasehat keluarga istana. Dalam
perkembangannya kemudian, terjadi pemisahan antara kosmetik dan obat, baik
dalam hal jenis, efek, efek samping, dan lainnya (Wasitaatmadja, 1997).
Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan
pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga
mulut antara lain untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah
penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau
badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu

penyakit (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.1.2 Penggolongan Kosmetik

Universitas Sumatera Utara

Penggolongan kosmetik terbagi atas beberapa golongan, yaitu:
a. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi ke dalam 13
preparat (Tranggono dan Latifah, 2007):
1. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi, dan lain-lain.
2. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule, dan lainlain.
3. Preparat untuk mata, misalnya maskara, eye-shadow, dan lain-lain.
4. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dan lain-lain.
5. Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dan lain-lain.
6. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dan lain-lain.
7. Preparat make-up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstik, dan lain-lain.
8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth washes,
dan lain-lain.
9. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant, dan lain-lain.
10. Preparat kuku, misalnya cat kuku, losion kuku, dan lain-lain.
11. Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab, pelindung,

dan lain-lain.
12. Preparat cukur, misalnya sabun cukur, dan lain-lain.
13. Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen foundation,
dan lain-lain.
b. Penggolongan kosmetik menurut cara pembuatan (Tranggono dan Latifah,
2007) sebagai berikut:
1. Kosmetik modern, diramu dari bahan kimia dan diolah secara modern
(termasuk di antaranya adalah cosmedic).

Universitas Sumatera Utara

2. Kosmetik tradisional:
a. Betul-betul tradisional, misalnya mangir, lulur, yang dibuat dari
bahan alam dan diolah menurut resep dan cara yang turuntemurun.
b. Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi bahan
pengawet agar tahan lama.
c. Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yang benarbenar tradisional dan diberi warna yang menyerupai bahan
tradisional.
c. Penggolongan kosmetik menurut kegunaannya bagi kulit:
1. Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetic)

Jenis ini digunakan untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit.
Termasuk di dalamnya:
a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser): sabun,
cleansing cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener).
b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya
moisturizer cream, night cream, anti wrinkel cream.
c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan
sunscreen foundation, sun block cream/lotion.
d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling),
misalnya scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang
berfungsi sebagai pengamplas (abrasiver).
2. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)

Universitas Sumatera Utara

Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit
sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek
psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confident). Dalam kosmetik riasan,
peran zat warna dan pewangi sangat besar. Kosmetik dekoratif terbagi menjadi 2
golongan (Tranggono dan Latifah, 2007).

d. Berdasarkan bahan dan penggunaannya serta maksud evaluasi produk kosmetik
dibagi menjadi 2 golongan (Ditjen POM, 1985):
1. Kosmetik golongan I adalah:
a. Kosmetik yang digunakan untuk bayi
b. Kosmetik yang digunakan di sekitar mata, rongga mulut dan
mukosa lainnya
c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar
dan penandaan
d. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim
serta belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya.
2. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk ke dalam
golongan I.
2.1.3 Persyaratan Kosmetik
Kosmetik yang diproduksi dan atau diedarkan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Menggunakan bahan yang memenuhi standar dan persyaratan mutu
serta persyaratan lain yang ditetapkan.
b. Diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik.

Universitas Sumatera Utara


c. Terdaftar pada dan mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI (BPOM RI).
2.2 Kosmetik Dekoratif
Kekhasan kosmetik dekoratif adalah bahwa kosmetik ini bertujuan sematamata untuk mengubah penampilan, yaitu agar tampak lebih cantik dan noda-noda
atau kelainan pada kulit tertutupi. Kosmetik dekoratif tidak perlu menambah
kesehatan kulit. Kosmetik ini dianggap memadai jika tidak merusak kulit
(Tranggono dan Latifah, 2007).
2.2.1 Persyaratan Kosmetik Dekoratif
Persyaratat untuk kosmetik dekoratif antara lain adalah (Tranggono dan
Latifah, 2007):
a. Warna yang menarik.
b. Bau harum yang menyenangkan.
c. Tidak lengket.
d. Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau.
e. Tidak merusak atau mengganggu kulit
2.2.2 Pembagian Kosmetik Dekoratif
Kosmetik dekoratif dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu (Tranggono
dan Latifah, 2007):
1. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan

pemakaiannya sebentar, misalnya bedak, lipstik, pemerah pipi, eye
shadow, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

2. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu
lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, dan
pengeriting rambut.
2.2.3 Peranan Zat Pewarna dalam Kosmetik Dekoratif
Dalam kosmetik dekoratif, zat pewarna memegang peranan sangat besar.
Zat warna untuk kosmetik dekoratif berasal dari berbagai kelompok:
1. Zat warna alam yang larut.
Zat ini sekarang sudah jarang dipakai dalam kosmetik. Sebetulnya dampak
zat alam ini pada kulit lebih baik dari pada zat warna sintetis, tetapi kekuatan
pewarnaannya relatif lemah, tak tahan cahaya, dan relatif mahal. Misalnya
carmine zat warna merah yang diperoleh dari tubuh serangga Coccus cacti
yang dikeringkan, klorofil daun-daun hijau, henna yang diekstraksi dari daun
Lawsonia inermis, carotene zat warna kuning.
2. Zat warna sintetis yang larut.
Zat warna sintetis pertama kali disintetis dari anilin, yang berfungsi

sebagai produk awal bagi kebanyakan zat warna. Sifat-sifat zat warna sintetis
yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Intensitas harus kuat sehingga jumlah sedikit pun sudah memberi warna.
b. Harus bisa larut dalam air, alkohol, minyak, atau salah satunya. Bahan
larut air untuk emulsi O/W dan larut minyak untuk emulsi W/O. Bahan
larut air hampir selalu juga larut dalam alkohol encer dan gliserol.
Bahan larut minyak juga larut dalam benzena, karbon tetraklorida, dan
pelarut organik lainnya, kadang-kadang juga dalam alkohol tinggi.
Tidak pernah ada zat warna yang sekaligus larut dalam air dan minyak.

Universitas Sumatera Utara

c. Sifat yang berhubungan dengan pH. Beberapa zat warna hanya larut
dalam pH asam, lainnya hanya dalam pH alkalis.
d. Kelekatan pada kulit atau rambut. Daya lekat berbagai zat warna pada
kulit dan rambut berbeda-beda. Terkadang kita memerlukan daya lekat
besar seperti cat rambut, namun terkadang kita menghindarinya
misalnya untuk pemerah pipi.
e. Toksisitas. Bahan toksis harus dihindari, tapi ada derajat keamanannya.
3. Pigmen alam.

Pigmen alam adalah pigmen warna pada tanah yang memang terdapat
secara alamiah, misalnya aluminium silikat, yang warnanya tergantung pada
kandungan besi oksida atau mangan oksidanya (misalnya kuning, coklat, merah
bata, coklat tua). Zat warna ini murni, sama sekali tidak berbahaya, penting
untuk mewarnai bedak-krim dan make-up sticks. Warnanya tidak seragam,
tergantung asalnya, dan pada pemanasan kuat menghasilkan pigmen warna
baru.
4. Pigmen sintetis.
Dewasa ini besi oksida sintetis sering menggantikan zat warna alam.
Warnanya lebih intens dan lebih terang. Pilihan warnanya antara lain kuning,
coklat sampai merah, dan violet. Pigmen sintetis putih seperti zinc oxida dan
titanium oxida termasuk dalam kelompok zat pewarna kosmetik yang
terpenting. Zinc oxida tidak hanya memainkan satu peran dalam pewarnaan
kosmetik dekoratif, tetapi juga dalam preparat kosmetik dan farmasi lainnya.
Banyak pigmen sintetis yang tidak boleh dipakai dalam preparat kosmetik
karena toksis, misalnya kadmiun sulfat dan cupri sulfat.

Universitas Sumatera Utara

2.3 Lipstik

Lipstik terdiri dari zat warna yang terdispersi dalam pembawa yang terbuat
dari campuran lilin dan minyak dalam komposisi yang sedemikian rupa sehingga
dapat memberikan suhu lebur dan viskositas yang dikendaki. Suhu lebur lipstik
yang ideal sesungguhnya diatur hingga suhu yang mendekati suhu bibir,
bervariasi antara 36-38oC. Tetapi karena harus memperhatikan faktor ketahanan
terhadap suhu cuaca sekelilingnya, terutama suhu daerah tropik, suhu lebur lipstik
dibuat lebih tinggi, yang dianggap lebih sesuai diatur pada suhu lebih kurang
62oC, biasanya berkisar antara 55-75oC (Ditjen POM, 1985).
Dari segi kualitas, lipstik harus memenuhi beberapa persyaratan berikut
(Mitsui, 1977):
1. Tidak menyebabkan iritasi atau kerusakan pada bibir
2. Tidak memiliki rasa dan bau yang tidak menyenangkan
3. Polesan lembut dan tetap terlihat baik selama jangka waktu tertentu
4. Selama masa penyimpanan bentuk harus tetap utuh, tanpa kepatahan dan
perubahan wujud.
5. Tidak lengket
6. Penampilan tetap menarik dan tidak ada perubahan warna
2.3.1 Komponen utama dalam sediaan lipstik
Adapun komponen utama dalam sediaan lipstik terdiri dari minyak, lilin,
lemak dan zat warna.

1. Minyak
Minyak adalah salah satu komponen dalam basis lipstik yang berfungsi
untuk melarutkan atau mendispersikan zat warna. Minyak yang sering

Universitas Sumatera Utara

digunakan antara lain minyak jarak, minyak mineral dan minyak nabati
lain. Minyak jarak merupakan minyak nabati yang unik karena memiliki
viskositas yang tinggi dan memiliki kemampuan melarutkan staining-dye
dengan baik. Minyak jarak merupakan salah satu komponen penting dalam
banyak lipstik modern. Viskositasnya yang tinggi adalah salah satu
keuntungan dalam menunda pengendapan dari pigmen yang tidak larut
pada saat pencetakan, sehingga dispersi pigmen benar benar merata
(Balsam, 1972).
2. Lilin
Lilin digunakan untuk memberi struktur batang yang kuat pada lipstik dan
menjaganya tetap padat walau dalam keadaan hangat. Campuran lilin yang
ideal akan menjaga lipstik tetap padat setidaknya pada suhu 50°C dan
mampu mengikat fase minyak agar tidak ke luar atau berkeringat, tetapi
juga harus tetap lembut dan mudah dioleskan pada bibir dengan tekanan

serendah mungkin. Lilin yang digunakan antara lain carnauba wax,
candelilla wax, beeswax, ozokerites, spermaceti dan setil alkohol.
Carnauba wax merupakan salah satu lilin alami yang yang sangat keras
karena memiliki titik lebur yang tinggi yaitu 85°C. Biasa digunakan dalam
jumlah kecil untuk meningkatkan titik lebur dan kekerasan lipstik
(Balsam, 1972).

3. Lemak
Lemak yang biasa digunakan adalah campuran lemak padat yang
berfungsi untuk membentuk lapisan film pada bibir, memberi tekstur yang

Universitas Sumatera Utara

lembut, meningkatkan kekuatan lipstik dan dapat mengurangi efek
berkeringat dan pecah pada lipstik. Fungsinya yang lain dalam proses
pembuatan lipstik adalah sebagai pengikat dalam basis antara fase minyak
dan fase lilin dan sebagai bahan pendispersi untuk pigmen. Lemak padat
yang biasa digunakan dalam basis lipstik adalah lemak coklat, lanolin,
lesitin, minyak nabati terhidrogenasi dan lain-lain.
4. Zat warna
Zat warna dalam lipstik dibedakan atas dua jenis yaitu staining dye dan
pigmen. Staining dye merupakan zat warna yang larut atau terdispersi
dalam basisnya, sedangkan pigmen merupakan zat warna yang tidak larut
tetapi tersuspensi dalam basisnya. Kedua macam zat warna ini masingmasing memiliki arti tersendiri, tetapi dalam lipstik keduanya dicampur
dengan komposisi sedemikian rupa untuk memperoleh warna yang
diinginkan. Pigmen-pigmen yang diigunakan dalam lipstik dapat berupa
lake dari barium atau kalsium, akan tetapi lake dari stronsium juga sering
digunakan karena menghasilkan warna yang tahan lama dan jernih. Untuk
menghasilkan warna yang agak pudar (muda), pigmen putih seperti
titanium dioksida dan zink oksida harus ditambahkan (Balsam, 1972).
2.3.2 Zat tambahan dalam sediaan lipstik
Zat tambahan dalam lipstik adalah zat yang ditambahkan dalam formula
lipstik untuk menghasilkan lipstik yang baik, yaitu dengan cara menutupi
kekurangan yang ada tetapi dengan syarat zat tersebut harus inert, tidak toksik,
tidak menimbulkan alergi, stabil dan dapat bercampur dengan bahan-bahan lain

Universitas Sumatera Utara

dalam formula lipstik. Zat tambah yang digunakan yaitu antioksidan, pengawet
dan parfum.
1. Antioksidan
Antioksidan digunakan untuk melindungi minyak dan bahan tak jenuh lain
yang rawan terhadap reaksi oksidasi. BHT, BHA dan vitamin E adalah
antioksidan yang paling sering digunakan (Butler, 2000).
2. Pengawet
Kemungkinan bakteri atau jamur untuk tumbuh di dalam sediaan lipstik
sebenarnya sangat kecil karena lipstik tidak mengandung air. Akan tetapi
ketika lipstik diaplikasikan pada bibir kemungkinan terjadi kontaminasi
pada permukaan lipstik sehingga terjadi pertumbuhan mikroorganisme.
Oleh karena itu perlu ditambahkan pengawet di dalam formula lipstik.
Pengawet yang sering digunakan yaitu metil paraben dan propil paraben
(Butler, 2000).
3. Parfum
Parfum perlu ditambahkan dalam formula lipstik untuk menutupi bau dari
minyak dan lilin yang terdapat dalam basis dan bau lain yang tidak enak
yang timbul setelah lipstik digunakan atau disimpan. Parfum yang berasal
dari minyak tumbuhan (bunga) adalah yang paling banyak digunakan
(Balsam, 1972).

2.4 Angkak

Universitas Sumatera Utara

Angkak telah banyak digunakan di Negara-negara Asia terutama Cina,
Jepang, Taiwan, Thailand dan Philipina kurang lebih 600 tahun yang lalu. Redrice atau ang-kak (ang-khak, ankak, anka, ang-quac, beni-koji, aga-koji)
digunakan untuk mewarnai makanan seperti pada ikan, keju Cina, dan untuk
pembuatan anggur merah di negara-negara oriental (Timur) (Hidayat dan Saati,
2006).
Angkak merupakan produk hasil fermentasi dengan substrat beras yang
menghasilkan warna merah karena aktivitas kapang Monascus purpureus sebagai
metabolit sekunder. Sejak dulu angkak telah banyak digunakan sebagai pewarna
makanan. Disamping itu angkak dapat pula digunakan untuk mengawetkan daging
karena mempunyai sifat anti bakteri, mengobati penyakit asma, gangguan saluran
cerna, mabuk laut dan luka memar dalam seni pengobatan Cina, meningkatkan
intensitas warna merah pada pengolahan daging, serta untuk menambah aroma
(Hidayat dan Saati, 2006).
Pigmen angkak banyak dihasilkan dari beberapa jenis kapang. Beberapa
galur yang mampu memproduksi pigmen adalah Monascus purpureus, Monascus
rubropunctatus, Monascus rubiginosus, Monascus major, Monascus barkari dan
Monascus ruber yang menghasilkan pigmen warna merah. Dari berbagai macam
galur tersebut yang paling umum digunakan adalah Monascus purpureus.
Monascus purpureus juga disebut Monascus anka atau Monascus kaoliang.
Pigmen merah merupakan salah satu warna yang menarik karena warna merah
sangat populer pada pewarna makanan dan merupakan warna pigmen yang alami
pada makanan (Hidayat dan Saati, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Monascus purpureus adalah kapang utama pada angkak. Angkak adalah
beras yang difermentasi oleh kapang sehingga penampakannya berwarna merah.
Angkak sudah sejak lama digunakan sebagai bahan bumbu, pewarna dan obat
karena mengandung bahan bioaktif berkhasiat. Kapang menghasilkan pigmen
yang tidak toksik dan tidak mengganggu sistem kekebalan tubuh (Fardiaz dan
Zakaria, 1996).
2.4.1 Proses Pembuatan Angkak
Beras merupakan substrat terbaik untuk produksi pigmen. Keunggulan ini
terutama karena komposisinya yang kompleks dan mungkin dapat menderepresi
pembentukan pigmen, atau struktur mikroskopisnya yang baik untuk penetrasi
hifa atau difusi pigmen. Produksi pigmen pada substrat padat dalam skala besar
memerlukan banyak nampan (tempat fermentasi angkak). Penggunaan beras
sebagai medium diawali dengan mencuci beras, setelah itu direndam dalam air
selama satu hari dan kemudian ditiris. Beras yang lembab tersebut dipindahkan ke
tempat gelas yang cukup baik untuk aerasi, kemudian diautoklaf selama 30 menit
pada 121°C. Inokulasi dilakukan dengan menambahkan suspensi askospora yang
diperoleh dari kultur yang berusia 25 hari pada medium sabaoraud. Beras dapat
juga ditanak, setelah masak ditempatkan di nampan atau dulang, dan kemudian
diinokulasi. Pada saat inokulasi, beras harus tampak kering dan tidak panas.
Substrat yang terlalu lembek kurang baik. Beras yang telah diinokulasi tersebut
diinkubasikan pada suhu terkontrol dan diaerasi selama 20 hari. Selama inkubasi,
beras akan menjadi merah secara bertahap, digojog supaya merata dan perlu
ditambah air steril untuk menjaga kelembaban, karena adanya air yang hilang
selama inkubasi dapat menyebabkan beras menjadi terlalu kering. Setelah tiga

Universitas Sumatera Utara

minggu, beras akan tampak berwarna merah tua kecoklatan, dan beras tersebut
tidak saling melekat. Setelah dikeringkan pada suhu 40°C, beras akan mudah
dihancurkan sehingga menjadi serbuk (Lotong dan Suwanarit, 1990).
2.4.2 Uraian Mengenai Monascus purpureus
Monascus spp. termasuk pada kingdom fungi, divisi Ascomycetes dan
bagian dari family Monascaceae. Termasuk pada klas Eurotiomycetidae,
orde Incertae sedis dan genus Monascus. Genus Monascus dapat dibagi menjadi
4 spesies, antara lain: M. pilosus, M. purpureus, M. ruber and M. froridanus
(Sabater dkk, 1999).
Monascus purpureus Went termasuk spesies yang kosmopolit, dan telah
diisolasi dari tanah, kentang yang matang, nasi, biji, kedelai, sorgum, tembakau,
coklat, serta biji palem. Suhu pertumbuhan 18°-40°C (Gandjar dan Samson,
1999).
Spesies ini menghasilkan pigmen merah, merah kecoklatan, dan merah
agak jingga, serta memiliki arti ekonomi sebab pigmen-pigmen tersebut
merupakan zat warna yang digunakan dalam industri pangan di daerah Asia
termasuk Asia Tenggara (Gandjar dan Samson, 1999).

Universitas Sumatera Utara