1.5 Manfaat Penelitian - Formulasi Sediaan Lipstik Menggunakan Ekstrak Angkak (Monascus Purpureus) Sebagai Pewarna

  1. Untuk membuat sediaan lipstik dengan angkak sebagai pewarna

  2. Untuk mengetahui apakah sediaan lipstik menggunakan angkak sebagai pewarna tidak menyebabkan iritasi saat digunakan.

  3. Untuk mengetahui kestabilan sediaan lipstik menggunakan ekstrak angkak dalam penyimpanan pada suhu kamar.

1.5 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat penulisan ini adalah untuk meningkatkan pemanfaatan angkak yaitu tidak hanya sebagai bahan makanan, tetapi juga dapat digunakan sebagai bahan kosmetik dan dalam hal ini digunakan sebagai pewarna untuk sediaan lipstik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetik

  2.1.1 Pengertian Kosmetik

  Menurut Wall dan Jellinek (1970), kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad ke- 20 (Tranggono dan Latifah, 2007).

  Kosmetik berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti ”berhias”. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat disekitar. Sekarang kosmetik dibuat tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan sintetis untuk maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).

  Sejak semula kosmetologi merupakan salah satu ilmu pengobatan atau ilmu kesehatan, sehingga para pakar kosmetik dahulu adalah juga pakar kesehatan; seperti para tabib, dukun, bahkan penasehat keluarga istana. Dalam perkembangannya kemudian, terjadi pemisahan antara kosmetik dan obat, baik dalam hal jenis, efek, efek samping, dan lainnya (Wasitaatmadja, 1997).

  Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga mulut antara lain untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono dan Latifah, 2007).

  2.1.2 Penggolongan Kosmetik Penggolongan kosmetik terbagi atas beberapa golongan, yaitu:

  a. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi ke dalam 13 preparat (Tranggono dan Latifah, 2007):

  1. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi, dan lain-lain.

  2. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule, dan lain- lain.

  3. Preparat untuk mata, misalnya maskara, eye-shadow, dan lain-lain.

  4. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dan lain-lain.

  5. Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dan lain-lain.

  6. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dan lain-lain.

  7. Preparat make-up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstik, dan lain-lain.

  8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth washes, dan lain-lain.

  9. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant, dan lain-lain.

  10. Preparat kuku, misalnya cat kuku, losion kuku, dan lain-lain.

  11. Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab, pelindung, dan lain-lain.

  12. Preparat cukur, misalnya sabun cukur, dan lain-lain.

  13. Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen foundation, dan lain-lain.

  b. Penggolongan kosmetik menurut cara pembuatan (Tranggono dan Latifah, 2007) sebagai berikut:

  1. Kosmetik modern, diramu dari bahan kimia dan diolah secara modern (termasuk di antaranya adalah cosmedic).

  2. Kosmetik tradisional:

  a. Betul-betul tradisional, misalnya mangir, lulur, yang dibuat dari bahan alam dan diolah menurut resep dan cara yang turun- temurun.

  b. Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi bahan pengawet agar tahan lama.

  c. Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yang benar- benar tradisional dan diberi warna yang menyerupai bahan tradisional.

  c. Penggolongan kosmetik menurut kegunaannya bagi kulit:

  1. Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetic) Jenis ini digunakan untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit.

  Termasuk di dalamnya:

  a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser): sabun, cleansing cream, cleansing milk , dan penyegar kulit (freshener).

  b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya moisturizer cream, night cream, anti wrinkel cream.

  c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen foundation, sun block cream/lotion.

  d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling), misalnya scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai pengamplas (abrasiver).

  2. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)

  Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confident). Dalam kosmetik riasan, peran zat warna dan pewangi sangat besar. Kosmetik dekoratif terbagi menjadi 2 golongan (Tranggono dan Latifah, 2007).

  d. Berdasarkan bahan dan penggunaannya serta maksud evaluasi produk kosmetik dibagi menjadi 2 golongan (Ditjen POM, 1985):

  1. Kosmetik golongan I adalah:

  a. Kosmetik yang digunakan untuk bayi

  b. Kosmetik yang digunakan di sekitar mata, rongga mulut dan mukosa lainnya c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan penandaan d. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya.

  2. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk ke dalam golongan I.

2.1.3 Persyaratan Kosmetik

  Kosmetik yang diproduksi dan atau diedarkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Menggunakan bahan yang memenuhi standar dan persyaratan mutu serta persyaratan lain yang ditetapkan.

  b. Diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik. c. Terdaftar pada dan mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM RI).

2.2 Kosmetik Dekoratif

  Kekhasan kosmetik dekoratif adalah bahwa kosmetik ini bertujuan semata- mata untuk mengubah penampilan, yaitu agar tampak lebih cantik dan noda-noda atau kelainan pada kulit tertutupi. Kosmetik dekoratif tidak perlu menambah kesehatan kulit. Kosmetik ini dianggap memadai jika tidak merusak kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

  2.2.1 Persyaratan Kosmetik Dekoratif

  Persyaratat untuk kosmetik dekoratif antara lain adalah (Tranggono dan Latifah, 2007): a. Warna yang menarik.

  b. Bau harum yang menyenangkan.

  c. Tidak lengket.

  d. Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau.

  e. Tidak merusak atau mengganggu kulit

  2.2.2 Pembagian Kosmetik Dekoratif

  Kosmetik dekoratif dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu (Tranggono dan Latifah, 2007):

  1. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan pemakaiannya sebentar, misalnya bedak, lipstik, pemerah pipi, eye

  shadow , dan lain-lain.

  2. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, dan pengeriting rambut.

2.2.3 Peranan Zat Pewarna dalam Kosmetik Dekoratif Dalam kosmetik dekoratif, zat pewarna memegang peranan sangat besar.

  Zat warna untuk kosmetik dekoratif berasal dari berbagai kelompok: 1. Zat warna alam yang larut.

  Zat ini sekarang sudah jarang dipakai dalam kosmetik. Sebetulnya dampak zat alam ini pada kulit lebih baik dari pada zat warna sintetis, tetapi kekuatan pewarnaannya relatif lemah, tak tahan cahaya, dan relatif mahal. Misalnya

  

carmine zat warna merah yang diperoleh dari tubuh serangga Coccus cacti

  yang dikeringkan, klorofil daun-daun hijau, henna yang diekstraksi dari daun Lawsonia inermis , carotene zat warna kuning.

  2. Zat warna sintetis yang larut.

  Zat warna sintetis pertama kali disintetis dari anilin, yang berfungsi sebagai produk awal bagi kebanyakan zat warna. Sifat-sifat zat warna sintetis yang perlu diperhatikan antara lain: a. Intensitas harus kuat sehingga jumlah sedikit pun sudah memberi warna.

  b. Harus bisa larut dalam air, alkohol, minyak, atau salah satunya. Bahan larut air untuk emulsi O/W dan larut minyak untuk emulsi W/O. Bahan larut air hampir selalu juga larut dalam alkohol encer dan gliserol. Bahan larut minyak juga larut dalam benzena, karbon tetraklorida, dan pelarut organik lainnya, kadang-kadang juga dalam alkohol tinggi.

  Tidak pernah ada zat warna yang sekaligus larut dalam air dan minyak. c. Sifat yang berhubungan dengan pH. Beberapa zat warna hanya larut dalam pH asam, lainnya hanya dalam pH alkalis.

  d. Kelekatan pada kulit atau rambut. Daya lekat berbagai zat warna pada kulit dan rambut berbeda-beda. Terkadang kita memerlukan daya lekat besar seperti cat rambut, namun terkadang kita menghindarinya misalnya untuk pemerah pipi.

  e. Toksisitas. Bahan toksis harus dihindari, tapi ada derajat keamanannya.

  3. Pigmen alam.

  Pigmen alam adalah pigmen warna pada tanah yang memang terdapat secara alamiah, misalnya aluminium silikat, yang warnanya tergantung pada kandungan besi oksida atau mangan oksidanya (misalnya kuning, coklat, merah bata, coklat tua). Zat warna ini murni, sama sekali tidak berbahaya, penting untuk mewarnai bedak-krim dan make-up sticks. Warnanya tidak seragam, tergantung asalnya, dan pada pemanasan kuat menghasilkan pigmen warna baru.

  4. Pigmen sintetis.

  Dewasa ini besi oksida sintetis sering menggantikan zat warna alam. Warnanya lebih intens dan lebih terang. Pilihan warnanya antara lain kuning, coklat sampai merah, dan violet. Pigmen sintetis putih seperti zinc oxida dan titanium oxida termasuk dalam kelompok zat pewarna kosmetik yang terpenting. Zinc oxida tidak hanya memainkan satu peran dalam pewarnaan kosmetik dekoratif, tetapi juga dalam preparat kosmetik dan farmasi lainnya. Banyak pigmen sintetis yang tidak boleh dipakai dalam preparat kosmetik karena toksis, misalnya kadmiun sulfat dan cupri sulfat.

2.3 Lipstik

  Lipstik terdiri dari zat warna yang terdispersi dalam pembawa yang terbuat dari campuran lilin dan minyak dalam komposisi yang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan suhu lebur dan viskositas yang dikendaki. Suhu lebur lipstik yang ideal sesungguhnya diatur hingga suhu yang mendekati suhu bibir,

  o

  bervariasi antara 36-38

  C. Tetapi karena harus memperhatikan faktor ketahanan terhadap suhu cuaca sekelilingnya, terutama suhu daerah tropik, suhu lebur lipstik dibuat lebih tinggi, yang dianggap lebih sesuai diatur pada suhu lebih kurang

  o o

  62 C, biasanya berkisar antara 55-75 C (Ditjen POM, 1985).

  Dari segi kualitas, lipstik harus memenuhi beberapa persyaratan berikut (Mitsui, 1977):

  1. Tidak menyebabkan iritasi atau kerusakan pada bibir

  2. Tidak memiliki rasa dan bau yang tidak menyenangkan

  3. Polesan lembut dan tetap terlihat baik selama jangka waktu tertentu

  4. Selama masa penyimpanan bentuk harus tetap utuh, tanpa kepatahan dan perubahan wujud.

  5. Tidak lengket

  6. Penampilan tetap menarik dan tidak ada perubahan warna

2.3.1 Komponen utama dalam sediaan lipstik

  Adapun komponen utama dalam sediaan lipstik terdiri dari minyak, lilin, lemak dan zat warna.

  1. Minyak Minyak adalah salah satu komponen dalam basis lipstik yang berfungsi untuk melarutkan atau mendispersikan zat warna. Minyak yang sering digunakan antara lain minyak jarak, minyak mineral dan minyak nabati lain. Minyak jarak merupakan minyak nabati yang unik karena memiliki viskositas yang tinggi dan memiliki kemampuan melarutkan staining-dye dengan baik. Minyak jarak merupakan salah satu komponen penting dalam banyak lipstik modern. Viskositasnya yang tinggi adalah salah satu keuntungan dalam menunda pengendapan dari pigmen yang tidak larut pada saat pencetakan, sehingga dispersi pigmen benar benar merata (Balsam, 1972).

  2. Lilin Lilin digunakan untuk memberi struktur batang yang kuat pada lipstik dan menjaganya tetap padat walau dalam keadaan hangat. Campuran lilin yang ideal akan menjaga lipstik tetap padat setidaknya pada suhu 50°C dan mampu mengikat fase minyak agar tidak ke luar atau berkeringat, tetapi juga harus tetap lembut dan mudah dioleskan pada bibir dengan tekanan serendah mungkin. Lilin yang digunakan antara lain carnauba wax,

  

candelilla wax, beeswax, ozokerites, spermaceti dan setil alkohol.

Carnauba wax merupakan salah satu lilin alami yang yang sangat keras

  karena memiliki titik lebur yang tinggi yaitu 85°C. Biasa digunakan dalam jumlah kecil untuk meningkatkan titik lebur dan kekerasan lipstik (Balsam, 1972).

  3. Lemak Lemak yang biasa digunakan adalah campuran lemak padat yang berfungsi untuk membentuk lapisan film pada bibir, memberi tekstur yang lembut, meningkatkan kekuatan lipstik dan dapat mengurangi efek berkeringat dan pecah pada lipstik. Fungsinya yang lain dalam proses pembuatan lipstik adalah sebagai pengikat dalam basis antara fase minyak dan fase lilin dan sebagai bahan pendispersi untuk pigmen. Lemak padat yang biasa digunakan dalam basis lipstik adalah lemak coklat, lanolin, lesitin, minyak nabati terhidrogenasi dan lain-lain.

  4. Zat warna Zat warna dalam lipstik dibedakan atas dua jenis yaitu staining dye dan pigmen. Staining dye merupakan zat warna yang larut atau terdispersi dalam basisnya, sedangkan pigmen merupakan zat warna yang tidak larut tetapi tersuspensi dalam basisnya. Kedua macam zat warna ini masing- masing memiliki arti tersendiri, tetapi dalam lipstik keduanya dicampur dengan komposisi sedemikian rupa untuk memperoleh warna yang diinginkan. Pigmen-pigmen yang diigunakan dalam lipstik dapat berupa

  lake dari barium atau kalsium, akan tetapi lake dari stronsium juga sering

  digunakan karena menghasilkan warna yang tahan lama dan jernih. Untuk menghasilkan warna yang agak pudar (muda), pigmen putih seperti titanium dioksida dan zink oksida harus ditambahkan (Balsam, 1972).

2.3.2 Zat tambahan dalam sediaan lipstik

  Zat tambahan dalam lipstik adalah zat yang ditambahkan dalam formula lipstik untuk menghasilkan lipstik yang baik, yaitu dengan cara menutupi kekurangan yang ada tetapi dengan syarat zat tersebut harus inert, tidak toksik, tidak menimbulkan alergi, stabil dan dapat bercampur dengan bahan-bahan lain dalam formula lipstik. Zat tambah yang digunakan yaitu antioksidan, pengawet dan parfum.

  1. Antioksidan Antioksidan digunakan untuk melindungi minyak dan bahan tak jenuh lain yang rawan terhadap reaksi oksidasi. BHT, BHA dan vitamin E adalah antioksidan yang paling sering digunakan (Butler, 2000).

  2. Pengawet Kemungkinan bakteri atau jamur untuk tumbuh di dalam sediaan lipstik sebenarnya sangat kecil karena lipstik tidak mengandung air. Akan tetapi ketika lipstik diaplikasikan pada bibir kemungkinan terjadi kontaminasi pada permukaan lipstik sehingga terjadi pertumbuhan mikroorganisme.

  Oleh karena itu perlu ditambahkan pengawet di dalam formula lipstik. Pengawet yang sering digunakan yaitu metil paraben dan propil paraben (Butler, 2000).

  3. Parfum Parfum perlu ditambahkan dalam formula lipstik untuk menutupi bau dari minyak dan lilin yang terdapat dalam basis dan bau lain yang tidak enak yang timbul setelah lipstik digunakan atau disimpan. Parfum yang berasal dari minyak tumbuhan (bunga) adalah yang paling banyak digunakan (Balsam, 1972).

2.4 Angkak

  Angkak telah banyak digunakan di Negara-negara Asia terutama Cina, Jepang, Taiwan, Thailand dan Philipina kurang lebih 600 tahun yang lalu. Red-

  rice atau ang-kak (ang-khak, ankak, anka, ang-quac, beni-koji, aga-koji)

  digunakan untuk mewarnai makanan seperti pada ikan, keju Cina, dan untuk pembuatan anggur merah di negara-negara oriental (Timur) (Hidayat dan Saati, 2006).

  Angkak merupakan produk hasil fermentasi dengan substrat beras yang menghasilkan warna merah karena aktivitas kapang Monascus purpureus sebagai metabolit sekunder. Sejak dulu angkak telah banyak digunakan sebagai pewarna makanan. Disamping itu angkak dapat pula digunakan untuk mengawetkan daging karena mempunyai sifat anti bakteri, mengobati penyakit asma, gangguan saluran cerna, mabuk laut dan luka memar dalam seni pengobatan Cina, meningkatkan intensitas warna merah pada pengolahan daging, serta untuk menambah aroma (Hidayat dan Saati, 2006).

  Pigmen angkak banyak dihasilkan dari beberapa jenis kapang. Beberapa galur yang mampu memproduksi pigmen adalah Monascus purpureus, Monascus

  rubropunctatus, Monascus rubiginosus, Monascus major, Monascus barkari dan Monascus ruber yang menghasilkan pigmen warna merah. Dari berbagai macam

  galur tersebut yang paling umum digunakan adalah Monascus purpureus.

  Monascus purpureus juga disebut Monascus anka atau Monascus kaoliang.

  Pigmen merah merupakan salah satu warna yang menarik karena warna merah sangat populer pada pewarna makanan dan merupakan warna pigmen yang alami pada makanan (Hidayat dan Saati, 2006).

  Monascus purpureus adalah kapang utama pada angkak. Angkak adalah beras yang difermentasi oleh kapang sehingga penampakannya berwarna merah.

  Angkak sudah sejak lama digunakan sebagai bahan bumbu, pewarna dan obat karena mengandung bahan bioaktif berkhasiat. Kapang menghasilkan pigmen yang tidak toksik dan tidak mengganggu sistem kekebalan tubuh (Fardiaz dan Zakaria, 1996).

2.4.1 Proses Pembuatan Angkak

  Beras merupakan substrat terbaik untuk produksi pigmen. Keunggulan ini terutama karena komposisinya yang kompleks dan mungkin dapat menderepresi pembentukan pigmen, atau struktur mikroskopisnya yang baik untuk penetrasi hifa atau difusi pigmen. Produksi pigmen pada substrat padat dalam skala besar memerlukan banyak nampan (tempat fermentasi angkak). Penggunaan beras sebagai medium diawali dengan mencuci beras, setelah itu direndam dalam air selama satu hari dan kemudian ditiris. Beras yang lembab tersebut dipindahkan ke tempat gelas yang cukup baik untuk aerasi, kemudian diautoklaf selama 30 menit pada 121°C. Inokulasi dilakukan dengan menambahkan suspensi askospora yang diperoleh dari kultur yang berusia 25 hari pada medium sabaoraud. Beras dapat juga ditanak, setelah masak ditempatkan di nampan atau dulang, dan kemudian diinokulasi. Pada saat inokulasi, beras harus tampak kering dan tidak panas.

  Substrat yang terlalu lembek kurang baik. Beras yang telah diinokulasi tersebut diinkubasikan pada suhu terkontrol dan diaerasi selama 20 hari. Selama inkubasi, beras akan menjadi merah secara bertahap, digojog supaya merata dan perlu ditambah air steril untuk menjaga kelembaban, karena adanya air yang hilang selama inkubasi dapat menyebabkan beras menjadi terlalu kering. Setelah tiga minggu, beras akan tampak berwarna merah tua kecoklatan, dan beras tersebut tidak saling melekat. Setelah dikeringkan pada suhu 40°C, beras akan mudah dihancurkan sehingga menjadi serbuk (Lotong dan Suwanarit, 1990).

2.4.2 Uraian Mengenai Monascus purpureus

  Monascus spp. termasuk pada kingdom fungi, divisi Ascomycetes dan

  bagian dari family Monascaceae. Termasuk pada klas Eurotiomycetidae, orde

  Incertae sedis dan genus Monascus. Genus Monascus dapat dibagi menjadi 4

  spesies, antara lain: M. pilosus, M. purpureus, M. ruber and M. froridanus (Sabater dkk, 1999).

  Monascus purpureus Went termasuk spesies yang kosmopolit, dan telah

  diisolasi dari tanah, kentang yang matang, nasi, biji, kedelai, sorgum, tembakau, coklat, serta biji palem. Suhu pertumbuhan 18°-40°C (Gandjar dan Samson, 1999).

  Spesies ini menghasilkan pigmen merah, merah kecoklatan, dan merah agak jingga, serta memiliki arti ekonomi sebab pigmen-pigmen tersebut merupakan zat warna yang digunakan dalam industri pangan di daerah Asia termasuk Asia Tenggara (Gandjar dan Samson, 1999).