Penilaian Standar Pelayanan Rumah Sakit Melalui Kepatuhan Prosedur Kerja di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit
Menurut WHO (1968) rumah sakit adalah institusi yang merupakan bagian
integral dari organisasi kesehatan sosial yang berfungsi menyediakan pelayanan
kesehatan yang lengkap baik kuratif dan preventif bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap melalui kegiatan medik serta perawatan. Rumah sakit juga merupakan pusat
pendidikan dan latihan tenaga kesehatan serta riset kesehatan.
Definisi lain tentang rumah sakit dikemukakan oleh American Hospital
Association (1974) bahwa rumah sakit adalah suatu organisasi yang terorganisir serta
sarana kedokteran yang permanen dan menyelenggarakan pelayanan kedokteran,
asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit
yang diderita oleh pasien.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, menyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan
sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang
lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Selanjutnya pada pasal 1 dipertegas bahwa rumah sakit adalah

institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

10
Universitas Sumatera Utara

11

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat.
Rumah

sakit

adalah

salah

satu

dari


sarana

kesehatan

tempat

menyelenggarakan upaya kesehatan yang meliputi setiap kegiatan untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Di Indonesia,
rumah sakit merupakan rujukan pelayanan kesehatan untuk puskesmas terutama
dalam upaya pemulihan dan penyembuhan sebab rumah sakit mempunyai fungsi
utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat pemulihan dan pemeliharaan
bagi penderita, yang berarti pelayanan rumah sakit untuk penderita rawat jalan dan
rawat inap hanya bersifat spesialistik.

2.2 Rumah Sakit Gigi dan Mulut

2.2.1

Pengertian Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Rumah

sakit

gigi

dan

mulut

adalah

rumah

sakit

khusus


yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut dan merupakan sarana
pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan gigi tingkat akademik (S1) dan profesi
(dokter gigi dan dokter spesialis) serta pendidikan magister (S2) dan doktoral (S3).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1173 tahun 2004 tentang

Universitas Sumatera Utara

12

rumah sakit gigi dan mulut menyatakan bahwa rumah sakit gigi dan mulut adalah
sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut perorangan untuk pelayanan pengobatan dan pemulihan tanpa mengabaikan
pelayanan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit yang dilaksanakan
melalui pelayanan rawat jalan, gawat darurat dan pelayanan tindakan medis. Rumah
Sakit Gigi dan Mulut terbagi atas beberapa klinik, yaitu :
1. Klinik Periodonsia
2. Klinik Oral Medicine (Penyakit Mulut)

3. Klinik Bedah Mulut
4. Klinik Prostodonsia
5. Klinik Ortodonsia
6. Klinik Konservasi Gigi
7. Klinik Pedodonsia
8. Klinik Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat
2.2.2. Fungsi dan Tujuan Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Fungsi RSGM adalah :
1. Pelayanan atau pengabdian kepada masyarakat meliputi :
a. Sarana pelayanan kesehatan gigi dan mulut primer, sekunder dan tersier.
b. Penunjang, rujukan dan gawat darurat kesehatan gigi dan mulut.
c. Wadah pengembangan konsep pelayanan kedokteran gigi.
d. Pusat unggulan pelayanan kedokteran gigi.

Universitas Sumatera Utara

13

2. Pendidikan. Sarana pendidikan dan pelatihan di bidang kedokteran gigi, dokter
gigi, dokter gigi spesialis, dokter gigi spesialis konsultan, magister, doktor dan

pendidikan berkelanjutan bidang kedokteran gigi.
3. Penelitian : (a) pusat penelitian, pengkajian, dan pengembangan ilmu kedokteran
gigi, (b) pusat penerapan obat, bahan dan kedokteran gigi.
Rumah Sakit Gigi dan Mulut berdasarkan Peraturan Pemerintah Menteri
Kesehatan Nomor 1173 Tahun 2004, menurut fungsinya dapat dibagi menjadi dua,
yaitu RSGM Pendidikan dan RSGM non Pendidikan. RSGM Pendidikan adalah
RSGM yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut, yang juga
digunakan sebagai sarana proses pembelajaran, pendidikan dan penelitian bagi
profesi tenaga kesehatan kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya dan terikat
melalui kerjasama dengan fakultas kedokteran gigi, sedangkan RSGM non
Pendidikan harus memberikan pelayanan medik gigi minimal pelayanan medik gigi
dasar.
Tujuan umum RSGM adalah meningkatkan mutu pendidikan, penelitian dan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang berkualitas, profesional, modern dan sesuai
dengan tuntutan masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran gigi.
Tujuan khusus RSGM, yaitu :
1. Tersedianya sarana pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi masyarakat secara
optimal, meliputi :


Universitas Sumatera Utara

14

a. Pelayanan medik gigi primer, yaitu tindakan medik gigi yang merupakan
wewenang dokter gigi umum.
b. Pelayanan medik gigi sekunder, yaitu tindakan medik gigi yang merupakan
wewenang dokter gigi spesialis.
c. Pelayanan medik gigi tersier, yaitu tindakan medik gigi yang merupakan
wewenang dokter gigi subspesialis/dokter gigi spesialis konsultan.
2. Tersedianya sarana pendidikan kedokteran gigi dan tenaga kesehatan gigi lainnya.
3. Tersedianya pusat penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya pada kedokteran gigi.
4. Tersedianya unit pelayanan sebagai sarana rujukan bagi unit yang lebih rendah.
5. Tersedianya unit penunjang program kegiatan medik kedokteran umum (rujukan
secara pelayanan kesehatan lain setingkat/horizontal), kegiatan pelayanan
kesehatan terintegrasi, pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan dan penelitian.
Kriteria yang harus dipenuhi oleh RSGM Pendidikan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Menteri Kesehatan Nomor 1173 Tahun 2004 adalah :
1. Kebutuhan akan proses pendidikan.

2. Fasilitas dan peralatan fisik untuk pendidikan.
3. Aspek manajemen umum dan mutu pelayanan rumah sakit.
4. Aspek keuangan dan sumber dana.
5. Memiliki kerjasama dengan Fakultas Kedokteran Gigi dan Kolegium Kedokteran
Gigi.

Universitas Sumatera Utara

15

2.2.3 Sasaran Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Sasaran RSGM adalah tercapainya mutu pelayanan kesehatan gigi yang dapat
memberi perlindungan kepada masyarakat melalui pelayanan kesehatan gigi,
pendidikan dan penelitian.
2.2.4 Sarana dan Peralatan Rumah Sakit Gigi dan Mulut
RSGM harus memenuhi persyaratan bangunan, sarana dan prasarana serta
peralatan sesuai dengan kebutuhan. Persyaratan yang dimaksud adalah :
1. Lokasi atau letak bangunan dan prasarana harus sesuai dengan rencana umum tata
ruang.
2. Bangunan dan prasarana harus memenuhi persyaratan keamanan, keselamatan

kerja dan analisis dampak lingkungan RS dan sarana kesehatan lain.
3. Peralatan harus memenuhi persyaratan kalibrasi, standar kebutuhan pelayanan,
keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja.
Ketentuan persyaratan minimal peralatan RSGM berdasarkan Peraturan
Pemerintah Menteri Kesehatan Nomor 1173 MENKES/PER/X/2004, meliputi :
jumlah dental unit 50, jumlah dental chair 50 unit, jumlah tempat tidur 3 buah, 1 unit
intra oral camera, 1 unit dental X-ray, 1 unit panoramic X-ray, 1 unit cephalometri
X-ray, 1 unit autoclave/7 unit sterilizator, 1 camera dan 1 digital intra oral.
2.2.5

Tenaga Kesehatan
RSGM berdasarkan Peraturan Pemerintah Menteri Kesehatan Nomor 1173

Tahun 2004 harus memiliki tenaga yang meliputi :

Universitas Sumatera Utara

16

1.


Tenaga medis kedokteran gigi, yang terdiri dari : dokter gigi, dokter gigi
spesialis, yang meliputi : bedah mulut, orthodonsia, konservasi, prostodonsia,
pedodonsia, periodonsia, oral medicine.

2. Dokter/spesialis lainnya : dokter anestesi, dokter penyakit dalam dan dokter
spesialis anak.
3. Tenaga keperawatan : perawat gigi dan perawat.
4. Tenaga kefarmasian : apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
5. Tenaga keteknisan medis : radiografer, teknisi gigi, analis dan perekam medis.
6. Tenaga non kesehatan : administrasi dan kebersihan.
7. Mahasiswa co-asisten.

2.3 Standar Operasional Prosedur (SOP)
Menurut Depkes RI (1995), standar operasional prosedur (SOP) adalah suatu
prosedur tetap yang merupakan tata atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu
proses kerja tertentu yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang atau yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu
sehingga sesuatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. Adapun
tujuan dari SOP antara lain :

1. Agar petugas menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas atau tim dalam
organisasi atau unit.
2. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi.
3. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas terkait.

Universitas Sumatera Utara

17

4. Melindungi organisasi dan staf dari malpraktek atau kesalahan administrasi
lainnya.
5. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi.
Di samping memiliki tujuan, adapun fungsi dari SOP adalah :
1. Memperlancar tugas para petugas atau tim.
2. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.
3. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak.
4. Mengarahkan petugas untuk sama-sama disiplin dalam bekerja.
5. Sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas rutin.
Prinsip-prinsip dari SOP adalah :
1. Harus ada pada setiap kegiatan pelayanan.
2. Bisa berubah sesuai dengan perubahan standar profesi atau perkembangan iptek
serta peraturan yang berlaku.
3. Memuat segala indikasi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada setiap upaya.
4. Harus didokumentasikan.

2.4 Standar Pelayanan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Rumah sakit sebagai sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Rumah sakit dituntut untuk memberikan
pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat dijangkau
seluruh lapisan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

18

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 228 Tahun 2002 menyatakan bahwa
standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan dalam
melakukan kegiatan. Standar ini dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan propinsi,
kabupaten/kota sesuai dengan evidence base. Standar pelayanan dokter/dokter gigi
yang harus diatur adalah standar pelayanan yang diberikan secara langsung oleh
dokter kepada pasien, terlepas dari strata unit pelayanan tempat dia bekerja. Masalah
keterbatasan sarana dan teknologi hanya menjadi pertimbangan ketika kelak terjadi
penyimpangan (Mohamad, 2005). Standar pelayanan yang digunakan harus sesuai
dengan standar profesi yang berlaku dan kode etik kedokteran saat ini.
Setiap rumah sakit gigi dan mulut dalam memberikan pelayanan mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar profesi kedokteran
gigi yang ditetapkan. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Bab IV bagian
kedua, butir kedua dikatakan bahwa setiap tenaga kesehatan dalam melakukan
tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar pelayanan dan menghormati hak
pasien, maka standar pelayanan ini perlu diinformasikan ke seluruh jajaran profesi
dokter gigi. Hak pasien adalah hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan,
hak atas rahasia kedokteran dan hak atas pendapat kedua (second opinion) (Nasution,
2005).
Pelayanan gigi medik dasar yang dilakukan di poliklinik gigi dilaksanakan
oleh tenaga dokter gigi dan perawat gigi dengan berpedoman kepada standar
pelayanan gigi di rumah sakit yang meliputi : penerimaan pasien, pelayanan tenaga

Universitas Sumatera Utara

19

medis/dokter gigi, pelayanan tenaga para medis/perawat gigi, penyediaan sarana
medik/non medik serta kondisi lingkungan pasien.

2.5 Penilaian Standar Pelayanan Rumah Sakit
Mutu pelayanan hanya dapat diketahui apabila telah dilakukan penilaianpenilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, wujud, ciri-ciri pelayanan
kesehatan dan kepatuhan terhadap standar pelayanan. Crosby dalam Azwar (1997)
menyatakan bahwa mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan,
sedangkan Aditama (2002) menyatakan bahwa mutu adalah pelayanan yang mengacu
pada kemampuan rumah sakit memberi pelayanan yang sesuai dengan standar profesi
kesehatan dan dapat diterima oleh pasiennya. Setiap orang mempunyai kriteria untuk
kualitas dan mempunyai cara-cara penilaian yang berbeda. Penyedia layanan
kesehatan tidak dapat mengetahui apakah para pasien yang memberikan pendapat
yang positif atau negatif bisa mewakili seluruh populasi yang dilayani (Kongstvedt,
2000). Perbedaan tersebut dapat diatasi dengan kesepakatan bahwa mutu suatu
pelayanan kesehatan dianggap baik apabila tata cara penyelenggaraannya sesuai
dengan kode etik serta standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan (Azwar,
1996).
Kegiatan penilaian secara umum harus meliputi tiga tahap. Tahap pertama
adalah menetapkan standar, kemudian tahap kedua adalah menilai kinerja yang ada
dan membandingkan dengan standar yang sudah disepakati dan tahap ketiga meliputi
upaya memperoleh kinerja yang menyimpang dari standar yang sudah ditetapkan

Universitas Sumatera Utara

20

(Aditama, 2002). Standar ini telah dikembangkan oleh badan usaha, atau badan usaha
dapat menggunakan standar yang dikembangkan oleh organisasi profesional dan
dipublikasikan dalam literatur medis (Kongstvedt, 2000).
Tiga aspek penilaian mutu pelayanan menurut Jonas dan Rosenberg dalam
Aditama (2002), yaitu :
1. Aspek Pendekatan
a. Pendekatan secara umum, yaitu dilakukan dengan menilai kemampuan rumah
sakit dan atau petugas dan membandingkannya dengan standar yang ada. Para
petugas dapat dinilai tingkat pendidikannya, pengalaman kerjanya, serta
pengalaman yang dimilikinya. Rumah sakitnya dapat dinilai dalam segi
bangunan fisik, administrasi organisasi dan manajernya, kualifikasi SDM
yang tersedia dan kemampuan memberi pelayanan sesuai standar yang
berlaku saat itu.
b. Pendekatan secara khusus, yaitu dilakukan dengan menilai hubungan antara
pasien dengan pemberi pelayanan di rumah sakit.
2. Aspek Teknik
a. Komponen struktur, yaitu menilai keadaan fasilitas yang ada, keadaan
bangunan fisik, struktur organisasi, kualifikasi staf rumah sakit dan lain-lain.
b. Komponen proses, yaitu menilai apa yang terjadi antara pemberi pelayanan
dengan pasiennya.

Universitas Sumatera Utara

21

c. Komponen hasil, yaitu menilai hasil pengobatan (dengan berbagai
kekurangannya). Penilaian dapat dilakukan dengan menilai dampak
pengobatan terhadap status pengobatan dan kepuasan pasiennya.
3. Aspek Kriteria
a. Kriteria eksplisit, yaitu kriteria yang nyata tertulis.
b. Kriteria implisit, yaitu kriteria yang tidak tertulis.

2.6 Kepatuhan Prosedur Kerja
Menurut Adiwimarta, Maulana dan Suratman (1999) dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan atau loyalitas.
Kepatuhan yang dimaksud disini adalah ketaatan dalam pelaksanaan prosedur tetap
yang telah dibuat. Menurut Smet (1994), kepatuhan adalah tingkat seseorang
melaksanakan suatu cara atau berperilaku sesuai dengan apa yang disarankan atau
dibebankan kepadanya. Dalam hal ini kepatuhan pelaksanaan prosedur tetap adalah
untuk selalu memenuhi petunjuk atau peraturan-peraturan dan memahami etika
perawatan di tempat bekerja. Kepatuhan merupakan modal dasar seseorang
berperilaku.
Gibson (2006) menyatakan bahwa terdapat 3 faktor yang mempengaruhi
kepatuhan dan perilaku tenaga kesehatan, yaitu :
1. Faktor individu, yaitu kemampuan dan keterampilan, latar belakang keluarga,
pengalaman tingkat sosial dan demografi seseorang. Selain itu faktor seperti umur
dan jenis kelamin akan mempengaruhi perilaku secara tidak langsung.

Universitas Sumatera Utara

22

Kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama dalam individu yang
mempengaruhi kinerja seseorang.
2. Faktor psikologis, yaitu persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi,
kepuasan kerja. Faktor psikologis banyak dipengaruhi oleh latar belakang
keluarga, lingkungan dan pengalaman kerja sebelumnya.
3. Faktor organisasi, yaitu struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan,
sistem penghargaan. Faktor organisasi berpengaruh tidak langsung pada hasil kerja
dari seseorang.
Diagram skematis mengenai faktor yang mempengaruhi kepatuhan, perilaku
dan kinerja dari tenaga kesehatan dapat dilihat pada bagan berikut :

Variabel Individu
- Kemampuan dan
keterampilan
- Latar belakang
individu :
- Tingkat sosial
- Pengalaman
- Demografi
- Umur
- Etnis
- Jenis kelamin

Perilaku Individu
(apa yang
dikerjakan)
Kepatuhan
(hasil yang dicapai)

Variabel
Psikologis
- Persepsi
- Kepribadian
- Sikap
- Belajar
- Motivasi

Variabel
Organisasi
- Sumber daya
- Kepemimpinan
- Imbalan
- Struktur
- Desain Pekerjaan

Gambar 2.1 Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan dan Perilaku
Sumber : Gibson (2006)

Universitas Sumatera Utara

23

Beberapa ahli sebagaimana dikemukakan oleh Smet (1994), mengatakan
bahwa kepatuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal yang mempengaruhi kepatuhan dapat berupa karakteristik tenaga kesehatan
itu sendiri. Karakteristik tenaga kesehatan merupakan ciri-ciri pribadi yang dimiliki
seseorang yang memiliki pekerjaan merawat klien sehat maupun sakit (Adiwimarta,
et.al. 1999 dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia). Karakteristik tenaga kesehatan
meliputi variabel demografi (umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa dan tingkat
pendidikan), kemampuan, persepsi dan motivasi.
Menurut Smet (1994), variabel demografi berpengaruh terhadap kepatuhan.
Sebagai contoh secara geografi penduduk Amerika lebih cenderung taat mengikuti
anjuran atau peraturan di bidang kesehatan. Data demografi yang mempengaruhi
ketaatan misalnya jenis kelamin wanita, ras kulit putih, orang tua dan anak-anak
terbukti memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Latar belakang pendidikan juga akan
mempengaruhi perilaku seseorang dalam melaksanakan etos kerja. Semakin tinggi
pendidikan seseorang, kepatuhan dalam pelaksanaan aturan kerja akan semakin baik.
Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas
dalam pekerjaan yang pada hakekatnya terdiri dari kemampuan intelektual dan
kemampuan fisik. Dimensi kecerdasan telah dijumpai sebagai peramal dari kinerja,
kemampuan intelektual mempunyai peran yang besar dalam pekerjaan yang rumit,
kemampuan fisik mempunyai makna yang penting untuk melakukan tugas-tugas yang
menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan (Muchlas, 1997).

Universitas Sumatera Utara

24

Faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan terdiri atas pola komunikasi,
keyakinan/nilai-nilai yang diterima tenaga kesehatan dan dukungan sosial. Pola
komunikasi dengan profesi lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan akan
mempengaruhi tingkat kepatuhannya dalam melaksanakan tindakan. Beberapa aspek
dalam komunikasi ini yang berpengaruh pada kepatuhan tenaga kesehatan adalah
ketidakpuasan terhadap hubungan emosional, ketidakpuasan terhadap pendelegasian
maupun kolaborasi yang diberikan serta dukungan dalam pelaksanaan program
pengobatan (Arwani, 2002). Smet (1994) mengatakan bahwa keyakinan-keyakinan
tentang kesehatan atau perawatan dalam sistem pelayanan kesehatan mempengaruhi
kepatuhan tenaga kesehatan dalam melaksanakan peran dan fungsinya. Sedangkan
dukungan sosial menurut Smet (1994) berpengaruh terhadap kepatuhan seseorang.
Variabel-variabel sosial mempengaruhi kepatuhan tenaga kesehatan. Dukungan sosial
memainkan peran terutama yang berasal dari komunitas internal petugas kesehatan,
pasien maupun dukungan dari pimpinan atau manajer pelayanan kesehatan.
Menurut Nurhayati (1997) dalam Gusti (2001) faktor yang mempengaruhi
kepatuhan petugas kesehatan adalah adanya kebutuhan untuk mempunyai rasa perlu
taat. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan yang
mendasarinya atau terjadi karena adanya ancaman terhadap dirinya, misalnya takut
terinfeksi atau juga karena takut dosa. Petugas kesehatan akan taat jika ada yang
dijadikan figur dari pimpinan atau teman sekerjanya, juga karena adanya pedoman
yang jelas dalam melaksanakan sesuatu, kelengkapan alat, sarana dan kemudahan
dalam melakukan pekerjaannya. Selain itu menurut penelitian Dewi Marlina (2010),

Universitas Sumatera Utara

25

faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan petugas kesehatan meliputi masa kerja,
pelatihan, pengetahuan, sikap, motivasi, pengawasan serta sarana.
Menurut Kelman (1958) dalam Sarwono (1997) dijelaskan bahwa perubahan
sikap dan perilaku individu diawali dengan proses patuh, identifikasi dan tahap
terakhir berupa internalisasi. Pada awalnya individu mematuhi anjuran/instruksi tanpa
kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin menghindari
hukuman/sanksi jika dia tidak patuh atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan
jika dia mematuhi anjuran tersebut. Tahap ini disebut tahap kepatuhan (compliance).
Biasanya perubahan yang terjadi pada tahap ini sifatnya sementara, artinya bahwa
tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan. Tetapi begitu pengawasan itu
mengendur/hilang, perilaku itupun ditinggalkan.
Kepatuhan individu yang berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman
tentang pentingnya perilaku yang baru, dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda
jenisnya, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan tokoh yang
menganjurkan perubahan tersebut (change agent). Perubahan perilaku individu baru
dapat menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses internalisasi
dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri individu itu sendiri
dan diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari hidupnya. Kepatuhan merupakan
bagian dari perilaku individu yang bersangkutan untuk mentaati atau mematuhi
sesuatu, sehingga kepatuhan tenaga kesehatan dalam melaksanakan SOP tergantung
dari perilaku tenaga kesehatan itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara

26

Pengukuran kepatuhan dapat dilakukan menggunakan kuesioner yaitu dengan
cara mengumpulkan data yang diperlukan untuk mengukur indikator-indikator yang
telah dipilih. Indikator tersebut sangat diperlukan sebagai ukuran tidak langsung
mengenai standar dan penyimpangan yang diukur melalui sejumlah tolak ukur atau
ambang batas yang digunakan oleh organisasi merupakan penunjuk derajat kepatuhan
terhadap standar tersebut. Jadi, suatu indikator merupakan suatu variabel
(karakteristik) terukur yang dapat digunakan untuk menentukan derajat kepatuhan
terhadap standar atau pencapaian tujuan mutu. Di samping itu indikator juga memiliki
karakteristik yang sama dengan standar, misalnya karakteristik itu harus reliabel,
valid, jelas, mudah diterapkan, sesuai dengan kenyataan dan juga dapat diukur (AlAssaf, 2003).
Kepatuhan para tenaga medis atau paramedis dalam memberikan pelayanan
mengacu kepada standar dan prosedur sangat mempengaruhi mutu pelayanan
kesehatan terhadap pasien. Pelayanan kesehatan yang baik dimulai dengan
meningkatnya kepatuhan terhadap standar pelayanan medis. Jika petugas kesehatan
mematuhi dan mengikuti standar pelayanan kesehatan yang terbaik, diharapkan
pasien akan mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk sembuh, artinya
kesakitan dan kematian akan menurun (Wijono, 1997). Donabedian dalam Wijono
(1997) menyatakan bahwa hasil pekerjaan (outcome) secara tidak langsung dapat
digunakan sebagai pendekatan untuk menilai pelayanan medis. Diawali dengan
tersedianya input atau struktur yang bermutu dalam pelayanan kesehatan dan adanya
proses pelayanan medis sesuai dengan standar atau kepatuhan terhadap standar

Universitas Sumatera Utara

27

pelayanan yang baik, diharapkan hasil pekerjaan (outcome) pelayanan medis yang
bermutu.
Depkes RI (2000) menyatakan bahwa tahapan prosedur pelayanan kesehatan
gigi dan mulut antara lain :
1. Persiapan petugas (dokter gigi atau perawat gigi menggunakan lab jas, masker,
dan sarung tangan).
2. Anamnesa dilakukan dengan lengkap dan jelas tentang identitas pasien, keluhan
utama dan riwayat kesehatan pasien (tentang penyakit jantung, hipertensi, alergi,
dan lain-lain).
3. Pemeriksaan ekstraoral dan intraoral.
4. Menentukan diagnosa.
5. Persiapan tindakan meliputi rencana perawatan atau pengobatan, informed
consent dan sterilisasi alat.
6. Tindakan medik gigi, misalnya konservasi gigi (tambal sementara atau tambal
tetap), pencabutan gigi (gigi susu atau gigi tetap), pembersihan karang gigi
(supragingiva atau subgingiva), pengobatan abses dan lain-lain.
7. Kontrol tindakan atau konseling dapat berupa nasehat-nasehat perawatan,
tindakan merujuk dan menerima pasien.

Universitas Sumatera Utara

28

2.7 Prosedur Kerja di RSGMP FKG USU
2.7.1

Prosedur Kerja di Departemen Periodonsia
Prosedur kerja dalam melakukan perawatan pembersihan karang gigi (skeling)

di Departemen Periodonsia, yaitu :
1. Persiapan alat dan bahan, yaitu :
a. Sterilisasi meja & lampu dental unit dengan alkohol/dettol.
b. Sterilisasi peralatan yang akan dipakai.
c. Meja dental unit dialasi dengan handuk putih.
d. Alat diagnostik dan penskeleran diletakkan pada instrument tray.
e. Menyediakan tempat kapas bersih dan kapas kotor.
f. Menyediakan gelas kumur pasien (gelas kumur disposable).
g. Menyediakan alas dada pasien.
h. Alat yang digunakan yaitu kaca mulut, pinset, sonde, probe periodontal,
skeler, kuret periodontal, articulating paper, cermin dan neirbeken/tray.
2. Meminta tanda tangan dokter jaga pada buku masuk pasien.
3. Mengisi rekam medis, meliputi : identitas pasien, apel gigi, anamnesis (keluhan
utama, riwayat perawatan gigi dan kebiasaan buruk), pemeriksaan periodonsium
(pemeriksaan objektif dan indeks kalkulus), pemeriksaan gigi geligi, menegakkan
diagnosis dan terapi.
4. Melapor untuk melakukan motivasi (menggunakan cermin).
5. Melapor untuk melakukan edukasi (menggunakan alat peraga pantom dan sikat
gigi).

Universitas Sumatera Utara

29

6. Melapor untuk melakukan instruksi (menggunakan sikat gigi dan dilakukan di
depan cermin washtafel).
7. Melapor untuk melakukan penskeleran.
8. Kelengkapan pra perawatan :
a. Operator menggunakan masker, sarung tangan dan jas lab.
b. Pasien menggunakan alas dada.
9. Pasien berkumur dengan chlorheksidin.
10. Melakukan penskeleran.
11. Memeriksa hasil penskeleran secara visual dengan probe periodontal.
12. Melapor pada dokter jaga bahwa penskeleran telah selesai.
13. Pemeriksaan hasil penskeleran oleh dokter jaga.
14. Irigasi dengan povidone iodine.
15. Pemolesan dengan bahan poles, rubber cup dan brush polish yang dipasang pada
mikromotor.
16. Instruksi pasca perawatan.
17. Meminta tanda tangan dokter jaga untuk memulangkan pasien.
18. Sterilisasi meja dan lampu dental unit dengan alkohol/dettol.
2.7.2

Prosedur Kerja di Departemen Ilmu Penyakit Mulut
Prosedur kerja dalam melakukan perawatan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)

di Departemen Ilmu Penyakit Mulut, yaitu :
1. Kelengkapan pra perawatan :
a. Operator menggunakan masker, sarung tangan dan jas lab.

Universitas Sumatera Utara

30

b. Pasien menggunakan alas dada.
2. Persiapan alat dan bahan yaitu kaca mulut, pinset, sonde, kassa steril, kapas,
anastetik

topikal

(topikal/sistemik),

steroid

(topikal/sistemik),

analgetik,

antiseptik dan multivitamin.
3. Sterilisasi alat.
4. Mengisi rekam medis, meliputi : identitas pasien, anamnesis (analisis gejala dan
analisis etiologi), riwayat penyakit sistemik, pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan
intra

oral,

pemeriksaan

laboratorium

(penunjang),

diagnosis

banding,

menegakkan diagnosis dan terapi.
5. Melakukan perawatan dengan memberikan obat topikal.
6. Pemberian resep.
7. Memberikan instruksi.
8. Kontrol 1 minggu kemudian.
2.7.3

Prosedur Kerja di Departemen Bedah Mulut Maksilofasial
Prosedur kerja dalam melakukan perawatan pencabutan gigi posterior rahang

bawah di Departemen Bedah Mulut Maksilofasial, yaitu :
1. Kelengkapan pra perawatan :
a. Operator menggunakan masker, sarung tangan dan jas lab.
b. Pasien menggunakan alas dada.
2. Persiapan alat yaitu kaca mulut, sonde lurus, sonde setengah lingkaran, pinset,
ekskavator, tempat tampon, tempat kotoran, neirbeken, tempat alkohol (deppen

Universitas Sumatera Utara

31

glass), karpul untuk anastesi lokal, needle dan alat pencabut gigi (tang dan
elevator sesuaigigi yang diekstraksi).
3. Persiapan bahan yaitu tampon steril, antiseptik desinfektan, anastesi lokal dan
analgetik/antibiotik (bila perlu).
4. Mengisi rekam medis, meliputi : identitas pasien, apel gigi, pemeriksaan
subjektif, pemeriksaan objektif, sonderen, perkusi, menegakkan diagnosis dan
terapi.
5. Persetujuan lisan dari pasien dan atau keluarganya.
6. Pemeriksaan tekanan darah.
7. Aplikasi betadine di daerah trigonum retromolar dan bukal gigi yang akan
dicabut.
8. Injeksi blok teknik Fisher dan infiltrasi di bagian bukal gigi yang akan dicabut.
9. Pencabutan gigi.
10. Pemeriksaan kelengkapan gigi (mahkota dan jumlah akar), soket (dari jaringan
granuloma).
11. Penekanan pada luka bekas pencabutan.
12. Aplikasi tampon yang mengandung betadine pada luka bekas pencabutan.
13. Instruksi pasca pencabutan.
14. Pemberian resep analgetik dan antibiotik (bila perlu).
2.7.4 Prosedur Kerja di Departemen Prostodonsia
Prosedur kerja dalam melakukan pencetakan anatomis dalam pembuatan gigi
tiruan cekat di Departemen Prostodonsia, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

32

1. Kelengkapan pra perawatan :
a. Operator menggunakan masker, sarung tangan dan jas lab.
b. Pasien menggunakan alas dada.
2. Persiapan alat dan bahan, yaitu : kaca mulut, sonde, pinset, sendok cetak anatomis
rahang atas dan rahang bawah, rubbel bowl, spatula, alginate dan dental stone.
3. Mengisi rekam medis, meliputi : identitas pasien, anamnesis, pemeriksaan umum
(penyakit sistemik/penyakit infeksi, kebiasaan jelek, riwayat pemakaian gigi
tiruan dan sikap mental pasien), pemeriksaan lokal (ekstra oral, intra oral,
pemeriksaan gigi penyangga dan pemeriksaan rontgen foto), menegakkan
diagnosis dan membuat rencana perawatan.
4. Sendok cetak dicoba ke dalam mulut pasien.
5. Sendok cetak diisi dengan alginate.
6. Memasukkan sendok cetak ke dalam mulut pasien.
7. Setelah mengeras, cetakan dilepas dari mulut pasien.
8. Hasil cetakan yang baik meliputi seluruh gigi, prosessus alveolaris, perlekatan
otot, cetakan rahang atas mencakup hamular notch dan tuberositas maxillaris dan
cetakan rahang bawah mencakup retromolar pad dan sulkus lingualis, cetakan
halus, tidak poreus dan dasar sendok cetak tidak terlihat.
9. Melapor ke dokter jaga untuk menunjukkan hasil pencetakan anatomis.
10. Pengisian cetakan dengan dental stone sebanyak 3 kali.

Universitas Sumatera Utara

33

2.7.5 Prosedur Kerja di Departemen Ortodonsia
Prosedur kerja dalam melakukan perawatan kontrol pasien pesawat lepasan di
Departemen Ortodonsia, yaitu :
1. Kelengkapan pra perawatan :
a. Operator menggunakan masker, sarung tangan dan jas lab.
b. Pasien menggunakan alas dada.
2. Persiapan alat, yaitu : kaca mulut, sonde, pinset, tang lurus, tang bulat, tang trifus,
tang bertingkat, mikromotor, bur, model gigi dan status pasien.
3. Melapor ke dokter jaga untuk memasukkan pasien.
4. Memasukkan pasien ke ruang klinik.
5. Melapor ke bagian administrasi departemen.
6. Melakukan kontrol terhadap pesawat lepasan pasien.
7. Instruksi pasca perawatan.
8. Melapor ke dokter jaga untuk menunjukkan hasil perawatan.
9. Membersihkan dental unit.
10. Melakukan pembayaran
11. Meminta tanda tangan dokter jaga.
2.7.6

Prosedur Kerja di Departemen Konservasi Gigi
Prosedur kerja dalam melakukan perawatan restorasi Klas I Resin Komposit

di Departemen Konservasi Gigi, yaitu :
1.

Kelengkapan pra perawatan :
a. Operator menggunakan masker, sarung tangan dan jas lab.

Universitas Sumatera Utara

34

b. Pasien menggunakan alas dada.
2.

Persiapan alat dan bahan yaitu kaca mulut, sonde lurus, sonde setengah
lingkaran, pinset, ekskavator, instrument plastis, burnisher, semen stopper, ball
applicator/kuas, macam-macam mata bur diamond highspeed, bur polish, cotton
roll, saliva ejector, articulating paper, neirbeken/tray, tempat kotoran, contra
angle high speed atau low speed, alat light cure, bahan etsa, bahan bonding dan
resin komposit.

3.

Mengisi rekam medis, meliputi : identitas pasien, riwayat kesehatan umum,
riwayat kesehatan gigi umum, anamnesis, pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan
intra oral, apel gigi, pemeriksaan klinis, pemeriksaan subjektif, pemeriksaan
objektif, pemeriksaan penunjang, menegakkan diagnosis dan rencana perawatan.

4. Sterilisasi alat.
5. Informed consent.
6. Preparasi kavitas.
7. Cuci dengan water syringe dan keringkan dengan air syringe.
8. Isolasi daerah kerja dengan cotton roll dan saliva ejector.
9. Aplikasi bahan etsa dengan kuas selama 15 detik.
10. Cuci permukaan yang dietsa dengan water syringe dan keringkan dengan air
syringe.
11. Isolasi daerah kerja dengan cotton roll dan saliva ejector.
12. Aplikasi resin bonding dengan kuas + light cure selama 20 detik.
13. Aplikasi RK dengan instrument plastis (layer by layer).

Universitas Sumatera Utara

35

14. Adaptasi bahan RK dengan dinding kavitas menggunakan burnisher/semen
stopper.
15. Light cure selama 20-30 detik.
16. Konturing dengan carbide bur atau diamond bur.
17. Pemeriksaan dengan articulating paper.
18. Polishing.
2.7.7 Prosedur Kerja di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak
Prosedur kerja dalam melakukan perawatan pencabutan gigi sulung di
Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak, yaitu :
1. Kelengkapan pra perawatan :
a.

Persiapan alat dan bahan (alat harus steril).

b.

Alat diletakkan di dalam tray.

c.

Meja unit dialas dengan handuk putih.

d.

Menggunakan jas lab, masker dan kemudian sarung tangan.

e.

Bekerja dengan four handed dentistry.

2. Mengisi rekam medis meliputi : identitas pasien, keadaan umum, riwayat pre dan
post natal, riwayat medis dan pengalaman tentang kesehatan gigi, keluhan utama
dan riwayatnya (lokasi, waktu, intensitas, durasi, penyebab dan perawatan yang
sudah dilakukan), pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan intra oral, menghitung
skor plak, pemeriksaan radiologis, menegakkan diagnosis dan rencana perawatan.
3. Mengatur posisi kepala pasien.
4. Operator berdiri sesuai dengan indikasi gigi yang akan dicabut.

Universitas Sumatera Utara

36

5. Mengaplikasikan bahan povidone iodine pada mukosa regio yang akan dicabut.
6. Anaestesi lokal pada mukosa regio yang akan dicabut.
7. Melakukan tes dengan sonde.
8. Melakukan ekstraksi.
9. Membersihkan soket gigi.
10. Memberikan tampon dengan povidone iodine.
11. Memberikan instruksi pasca pencabutan.
2.7.8 Prosedur
Kerja
di
Departemen
Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat

Ilmu

Kedokteran

Gigi

Prosedur kerja dalam melakukan perawatan Topikal Aplikasi Fluor (TAF) di
Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat, yaitu :
1. Kelengkapan pra perawatan :
a. Operator menggunakan masker, sarung tangan dan jas lab.
b. Pasien menggunakan alas dada.
2. Persiapan alat dan bahan.
3. Pasien duduk di kursi gigi.
4. Melapor ke dokter jaga untuk melakukan skeling.
5. Melakukan pembersihan karang gigi (skeling).
6. Melapor ke dokter jaga untuk menunjukkan hasil pembersihan karang gigi
(skeling).
7. Pemakaian disclosing solution.

Universitas Sumatera Utara

37

8. Melakukan profilaksis dengan bubuk pumice dan air menggunakan bur kecepatan
rendah.
9. Melapor ke dokter jaga untuk melakukan topikal aplikasi.
10. Isolasi gigi.
11. Melakukan aplikasi fluor.
12. Gigi dibiarkan selama 3 menit.
13. Instruksi pasca perawatan.

2.8 Landasan Teori
Mutu pelayanan hanya dapat diketahui apabila telah dilakukan penilaianpenilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, wujud, ciri-ciri pelayanan
kesehatan dan kepatuhan terhadap standar pelayanan. Kegiatan penilaian dilakukan
dengan menilai kinerja yang ada dan membandingkan dengan standar yang sudah
disepakati (Aditama, 2002).
Menurut Gibson (2006) terdapat 3 faktor yang mempengaruhi kepatuhan dan
perilaku tenaga kesehatan, yaitu faktor individu (kemampuan dan keterampilan, latar
belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan demografi), faktor psikologis
(persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi serta kepuasan kerja) dan faktor
organisasi (struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan dan sistem
penghargaan).
Diagram skematis mengenai faktor yang mempengaruhi kepatuhan, perilaku
dan kinerja dari tenaga kesehatan dapat dilihat pada bagan berikut :

Universitas Sumatera Utara

38

Variabel Individu
- Kemampuan dan
keterampilan
- Latar belakang
individu :
- Tingkat sosial
- Pengalaman
- Demografi
- Umur
- Etnis
- Jenis kelamin

Perilaku Individu
(apa yang
dikerjakan)
Kepatuhan
(hasil yang dicapai)

Variabel
Psikologis
- Persepsi
- Kepribadian
- Sikap
- Belajar
- Motivasi

Variabel
Organisasi
- Sumber daya
- Kepemimpinan
- Imbalan
- Struktur
- Desain Pekerjaan

Gambar 2.2 Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan dan Perilaku
Sumber : Gibson (2006)
Smet (1994) mengatakan bahwa kepatuhan dipengaruhi oleh faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kepatuhan dapat berupa
karakteristik tenaga kesehatan itu sendiri, meliputi variabel demografi (umur, jenis
kelamin, ras, suku bangsa dan tingkat pendidikan), kemampuan, persepsi dan
motivasi. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan terdiri atas pola
komunikasi, keyakinan / nilai-nilai yang diterima tenaga kesehatan dan dukungan
sosial.
Menurut Nurhayati (1997) dalam Gusti (2001) faktor yang mempengaruhi
kepatuhan petugas kesehatan adalah adanya kebutuhan untuk mempunyai rasa perlu
taat. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan, pedoman

Universitas Sumatera Utara

39

yang jelas dalam melaksanakan sesuatu, kelengkapan alat, sarana dan kemudahan
dalam melakukan pekerjaannya. Menurut penelitian Dewi Marlina (2010), faktorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan petugas kesehatan meliputi masa kerja,
pelatihan, pengetahuan, sikap, motivasi, pengawasan serta sarana.

2.9 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian dibuat dengan mereduksi beberapa teori yang telah di
uraikan dalam tinjauan pustaka, mengingat adanya keterbatasan waktu, tenaga dan

biaya. Oleh karena itu hanya beberapa variabel yang diteliti dalam penelitian ini yang
dapat dilihat pada bagan di bawah ini :

Variabel Bebas

Variabel Terikat

Karakteristik Responden :
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. IPK

Pengetahuan

Sarana dan Prasarana

Kepatuhan
Mahasiswa
Kepaniteraan Klinik dalam
Pelaksanaan
Standar
Operasional
Prosedur
di
RSGMP FKG USU :
1. Kesiapan Petugas
2. Anamnesa
3. Pemeriksaan
4. Menentukan Diagnosa
5. Persiapan Tindakan
6. Tindakan Medik Gigi
7. Kontrol Tindakan

Patuh

Tidak Patuh

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Kesehatan Gigi Dan Mulut Di Rumah Sakit Gigi Dan Mulut (RSGM) Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

19 242 26

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI MUTU PELAYANAN DENGAN STANDAR PELAYANAN DAN PEMANFAATAN PERALATAN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER

0 5 15

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI MUTU PELAYANAN DENGAN STANDAR PELAYANAN DAN PEMANFAATAN PERALATAN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER

0 13 15

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI MUTU PELAYANAN DENGAN STANDAR PELAYANAN DAN PEMANFAATAN PERALATAN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER

0 5 15

Penilaian Standar Pelayanan Rumah Sakit Melalui Kepatuhan Prosedur Kerja di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

0 0 18

Penilaian Standar Pelayanan Rumah Sakit Melalui Kepatuhan Prosedur Kerja di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

0 0 2

Penilaian Standar Pelayanan Rumah Sakit Melalui Kepatuhan Prosedur Kerja di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

0 0 9

Penilaian Standar Pelayanan Rumah Sakit Melalui Kepatuhan Prosedur Kerja di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Chapter III VI

0 0 43

Penilaian Standar Pelayanan Rumah Sakit Melalui Kepatuhan Prosedur Kerja di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

0 0 4

Penilaian Standar Pelayanan Rumah Sakit Melalui Kepatuhan Prosedur Kerja di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

0 0 72