Ekspresi 17Β-Hydroxysteroid Dehidrogenase (17bhsd) Tipe 2 Pada Jaringan Endometriosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Endometriosis
Endometriosis didefenisikan sebagai adanya stroma dan kelenjar-
kelenjar endometrium diluar kavum uterus.4,12,13,14 Implantasi abnormal ini
paling sering terjadi pada permukaan peritoneum dan organ-organ pelvik,
namun dapat juga muncul di tempat-tempat yang lebih jauh dalam tubuh.
Kata endometriosis berasal dari kata endometrium. 3 Arti endometriosis
sendiri secara klinis adalah jaringan endometrium yang terdapat diluar kavum
uteri
seperti
diorgan-organ
genitalia
interna,
vesica
urinaria,
usus,
peritoneum, paru, umbilikus, bahkan dapat dijumpai dimata dan otak.
Ditempat yang tidak seharusnya ini, lesi-lesi endometriosis tersebut tetap saja
dipengaruhi oleh hormon esterogen dan progesteron sehingga pada
sebagian besar wanita akan merasakan nyeri hebat karena darah haid
tersebut tidak dapat keluar melalui jalan yang semestinya melalui kanalis
servikalis dan vagina.1
6
2.2. Insidensi dan prevalensi
Endometriosis
mempengaruhi
5-10%
pada
semua
wanita
usia
reproduktif.4,5,6,15,16Prevalensi endometriosis tidak mudah untuk ditetapkan
karena baku emas untuk menetapkan endometriosis adalah dengan tindakan
laparoskopi. Banyak wanita menderita endometriosis namun keluhan yang
dialami belum cukup serius untuk membuat wanita tersebut mendatangi
rumah sakit apalagi dilakukan tindakan laparoskopi. Di Makassar pada 80
pasien yang dilakukan laparoskopi dengan berbagai indikasi ditemukan 58
kasus atau 72,5% mengalami endometriosis stadium II sampai IV. Kondisi ini
menunjukkan bahwa semakin rutin tindakan laparoskopi dilakukan maka
semakin banyak kasus endometriosis ditemukan.3 Di Amerika serikat,
endometriosis mempengaruhi 5-10% wanita usia reproduktif.5 Di Indonesia
sendiri insiden pasti endometriosis belum diketahui, sekitar 20-40% dari
wanita infertil mengalami endometriosis.6
2.3.
Etiologi Endometriosis
Hingga kini belum diketahui secara pasti penyebab dari endometriosis.
Banyak teori yang disebut ikut berperan dalam patogenesis endometriosis,
sehingga endometriosis juga disebut sebagai penyakit penuh teori.1,17,18
7
Namun demikian beberapa ahli mencoba menerangkan:4,19,20,21
Teori implantasi dan regurgitasi haid
Teori ini pertama sekali dikemukakan oleh John A. Sampson
pada tahun 1927. Endometriosis terjadi karena darah haid mengalir
kembali (regurgitasi) melalui tuba ke kavum peritoneum dan
berimplantasi pada permukaan peritoneum. Sudah dibuktikan bahwa
dalam darah haid ditemukan sel-sel endometrium yang masih hidup.
Sel-sel endometrium yang masih hidup ini dapat mengadakan
implantasi dan bertumbuh di pelvis. Teori ini paling banyak
penganutnya, tetapi teori ini belum dapat menerangkan kasus
endometriosis di luar pelvis.
Teori metaplasia
Teori
ini
dikemukakan
oleh
Rober
Meyer
bahwa
lesi
endometriosis terbentuk akibat metaplasia dari sel-sel epitel coelom
yang berasal dari saluran Muller. Ini akan menyebabkan metaplasia
dari sel-sel epitel itu, sehingga terbentuk jaringan endometrium.
Secara endokrinologi, epitel germinativum dari ovarium, endometrium
dan peritoneum berasal dari epitel coelom yang sama. Teori ini dapat
menjelaskan kejadian endometriosis pada wanita prepubertas.
8
Teori induksi
Teori induksi pada dasarnya menjelaskan kelanjutan dari teori
metaplasia sel coelom. Darah haid memicu sel-sel peritoneum,
sehingga terjadi perubahan sel-sel asal yang tidak berdifferensiasi
menjadi sel-sel endometrium yang berdifferensiasi dan memiliki
kemampuan untuk berimplantasi. Endometrium yang mengalami
degenerasi pada kavum abdomen melepaskan faktor-faktor yang
menginduksi sebuah proses metaplastik dalam sel-sel mesenkim yang
menyebabkan terjadinya endometriosis. Adanya faktor biokimia
endogen dapat menginduksi perubahan sel peritoneal menjadi
jaringan endometrium.
Hormon
Hormon steroid memiliki peranan penting dalam penyebab
endometriosis karena hal ini hanya ditemukan pada wanita usia
reproduktif dan tidak ditemukan pada wanita pasca menopause. Sama
seperti pada endometrium normal, pertumbuhan endometriosis
dipengaruhi oleh hormon steroid ovarium. Estrogen merupakan faktor
yang paling penting didalam perangsangan dan pertumbuhan
endometrium yang menyebabkan proliferasi endometrium dan juga
pada lesi endometriosis dengan adanya respon terhadap estrogen
menyebabkan
perkembangan
menghalangi proliferasi
dari
endometriosis.20
Progesteron
yang dipengaruhi oleh estrogen
pada
9
endometrium normal. Implantasi endometriosis berkaitan dengan
aromatase dan 17βHSD tipe 1, yaitu suatu enzim yang merubah
androstenedione menjadi estrone dan estrone menjadi estradiol. Pada
keadaan
ini
didapati
penurunan
dari
17βHSD
tipe
2
yang
menonaktifkan estrogen. Pada endometrium yang normal, tidak
berkaitan dengan aromatase dan menunjukkan peningkatan kadar
17βHSD tipe
2 akibat
respon
dari
progesteron.
Progesteron
merupakan suatu antagonis dari estrogen pada fase luteal dari siklus
haid. Banyak peneliti mempercayai bahwa endometriosis berhubungan
dengan resistensi progesteron di endometrium. Resistensi progesteron
mungkin disebabkan oleh ekspresi yang rendah dari reseptor
progesteron atau merupakan suatu hasil adanya abnormalitas reseptor
progesteron.22,23,24,25,26
Disfungsi sistem imunologi
Jaringan endometrium yang reflux dari kavum uteri selalu
dibersihkan oleh sel-sel imun seperti makrofag, Natural Killer (NK) sel,
dan limfosit. Wanita dengan endometriosis memiliki kadar tinggi
aktivasi makrofag, penurunan imunitas selular, dan penekanan fungsi
NK sel. Regurgitasi sel endometrium ke peritoneum mencetuskan
respon inflamasi, perekrutan aktivasi makrofag dan leukosit lokal.
Respon
inflamasi
ini
mungkin
menjadi
penyebab
lemahnya
pengawasan imun yang mencegah proses untuk membersihkan
implantasi dan pertumbuhan dari sel endometrium yang berada diluar
10
kavum uteri. Sistem imun dan sel endometrium menghasilkan sitokin
dan hormon pertumbuhan yang menyebabkan proliferasi sel dan
angiogenesis, hal yang sama juga terjadi pada lesi endometriosis.
Wanita dengan endometriosis memiliki kadar yang tinggi dari ekspresi
sitokin dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) pada cairan
peritoneum yang menyebabkan proliferasi sel endometrium dan
angiogenesis.
Stres oksidasi dan inflamasi
Peningkatan
oksidasi
lipoprotein
berhubungan
dengan
patogenesis dari endometriosis, dimana reactive oxygen species
(ROS)
menyebabkan
peroksidasi
lemak
yang
menyebabkan
kerusakan DNA dari sel endometrium. Dengan adanya peningkatan
volume dari air dan elektrolit dalam cairan peritoneum, hal ini
menghalangi sumber dari ROS. Pada penderita endometriosis
terdapat kadar besi yang sangat tinggi pada kavum peritoneum.
Pelepasan proinflamasi zat besi dan stres oksidasi dari ROS
menyebabkan inflamasi yang merekrut limfosit dan aktivasi makrofag
yang menghasilkan sitokin yang menyebabkan pertumbuhan endotel.
11
Tabel 1. Perbedaan teori patogenesis dari endometriosis.4
2.4.
Klasifikasi Endometriosis
Klasifikasi endometriosis saat ini berdasarkan American Society for
Reproductive Medicine (ASRM) yang merupakan revisi dari American Fertility
Society (AFS). Endometriosis dibagi menjadi stadium I (minimal), stadium II
(ringan), stadium III (sedang), stadium IV (berat) atau dengan pembagian
minimal-ringan AFS I-II dan endometriosis sedang-berat AFS III-IV.1
12
Tabel 2. Klasifikasi endometriosis berdasarkan ASRM.18
13
Gambar 1. Klasifikasi endometriosis.
14
Sistem skoring endometriosis menurut ASRM yang telah direvisi,
penilaian
terhadap
lesi
endometriosis
pada
peritoneum
dan
tuba
menggunakan nilai yang berhubungan dengan ukuran lesi. Penilaian ini juga
berdasarkan perlengketan pada ovarium dan tuba fallopi. Dan juga terdapat
penilaian untuk lesi yang dijumpai pada daerah cul-de-sac posterior. Sistem
skoring endometriosis diklasifikasikan sebagai berikut:
Stadium I (minimal)
: 1-5
Stadium II (mild)
: 6-15
Stadium III (moderate)
: 16-40
Stadium IV (severe)
: > 40
2.5.
Diagnosis Endometriosis
Endometriosis tidak dapat didiagnosis hanya berdasarkan gejala klinis
saja. Diduga endometriosis jika memiliki masalah tentang infertilitas, nyeri
haid, nyeri saat berhubungan dan nyeri pelvis kronis. Banyak juga wanita
yang menderita endometriosis tetapi tidak memiliki keluhan. Baku emas untuk
diagnosis endometriosis memakai pemeriksaan laparoskopi dengan atau
tanpa biopsi untuk pemeriksaan histopatologi. Namun cara untuk penegakan
diagnosis dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
ginekologi, pemeriksaan penunjang non invasif dan pemeriksaan serum
Cancer Antigen (CA) 125 tetap diperlukan.18,19
15
2.6.
Penatalaksanan Endometriosis
Penatalaksanaan endometriosis berdasarkan keluhan dari penderita,
lokasi lesi endometriosis, tujuan pengobatan dan keinginan untuk hamil.
Pada wanita penderita endometriosis derajat minimal sampai ringan dapat
dilakukan penatalaksanaan ekspektatif. Seperti Sutton et al (1997),
endometriosis yang telah dikonfirmasi melalui laparoskopi derajat minimal
dan ringan yang dilakukan ekspektatif selama 1 tahun 29% pasien
mengalami regresi penyakit, 42% tidak mengalami perubahan dan 29%
mengalami perkembangan penyakitnya. Penatalaksanaan endomeriosis
yaitu melalui terapi medikamentosa, terapi pembedahan dan teknologi
reproduksi berbantu. Terapi medikamentosa banyak bermanfaat untuk
mengatasi keluhan nyeri tetapi kurang bermanfaat untuk masalah
infertilitas. Tujuan utama terapi medikamentosa pada endometriosis
adalah menghentikan pertumbuhan dan aktivasi lesi endometriosis. Obat
konvensional yang dipakai pada terapi medikamentosa adalah anti
inflamasi non steroid, pil kontrasepsi kombinasi, progestin, derivate
androgen,
GnRH
agonist,
GnRH
antagonis
dan
aromatase
inhibitor.27,28,29,30,31
16
Tabel 3. Algoritma diagnostik dan penatalaksanaan pada wanita dengan
endometriosis. 19
2.7.
17β-hydroxysteroid
dehydrogenase
(17βHSD)
tipe
2
pada
endometriosis
17βHSD merupakan rantai pendek dari dehidrogenase reduktase
superfamili dari protein, termasuk juga 3β-hydroxysteroid dehydrogenase.
Enzim ini mengatur kadar bioaktif hormon steroid di banyak jaringan. Pada
jaringan gonad dan korteks adrenal, enzim ini mengkatalisasi langkah akhir
dari biosintesis androgen, estrogen dan progesteron. Enzim ini dapat dibagi
menjadi
2
grup,
yaitu
invivo
oxidative
enzyme
(17βHSD
tipe
17
2,4,6,8,9,10,11,dan 14) dan invivo reductive enzyme (17βHSD tipe 1,3,5, dan
7).29,32,33,34
17βHSD tipe 2 terdiri dari 387 asam amino dengan berat molekul
42.782.
Enzim ini berhubungan
dengan retikulum endoplasma dan
mengkatalisasi perubahan estradiol menjadi estrone dan testosterone
menjadi androstenedione.35
Gambar 2. Struktur gen, mRNA dan protein yang sesuai dengan 17βHSD tipe
2.35
18
Tabel 4. Perbedaan tipe 17βHSD.33
19
17βHSD tipe 2 mengkatalisis perubahan dari 17β-estradiol menjadi
estrone dan testosterone menjadi androstenedione pada beberapa jaringan
termasuk pada plasenta dan hati. Kadar yang tinggi dari 17βHSD tipe 2
mRNA ditemukan pada sel epitel glandular pada endometrium selama fase
sekresi. 17βHSD tipe 2 dihasilkan oleh endometrium dan dirangsang oleh
progesteron.8
Tabel 5. Normal endometrium dan endometriosis.5
Efek
dari
progesteron
dimediasi
melalui
reseptor
progesteron
intraselular (PRs) yang dibagi menjadi 2 isoform yaitu progesteron reseptor A
(PR-A) dan progesteron reseptor B (PR-B). PR-A berisi 94-kDa protein dan
PR-B berisi 114-kDa protein dengan tambahan sebanyak 164 asam amino.
20
Pada jaringan endometrium, PR-B memiliki peranan yang lebih penting.
Progesteron menghambat pertumbuhan endometrium akibat rangsangan
estrogen yang berlebihanyang dapat mengakibatkan terjadinya hiperplasia
atau kanker endometrium. Efek anti estrogen dari progesteron pada jaringan
endometrium merupakan bagian yang merangsang aktifitas 17βHSD tipe 2
yang mengkatalisis perubahan estradiol (E2) menjadi estriol (E1) dan
testosterone menjadi androstenedione pada endometrium.36,37,38,39,40
Gambar
3.
Gangguan
aktifitas
parakrin
progesteron
pada
jaringan
endometrium.4
21
Pada endometriosis yaitu suatu penyakit yang berkaitan dengan
estrogen, kelainan dari kadar hormonal dapat menjadi salah satu patofisiologi
perkembangan penyakit. Produksi yang menurun atau kekurangan 17βHSD
tipe 2 dapat menyebabkan kadar estrogen lokal yang sangat tinggi yang
berkaitan dengan perkembangan dan ketahanan implantasi endometriosis. 12
Gambar 4. Perbedaan
molekular antara jaringan endometrium dan
endometriosis.4
22
2.8.
Kerangka Teori
Menstruasi
retrograde
OVARIUM
Endometrium
ektopik
17βHSD tipe 1
E
S
T
R
A
D
I
O
L
ESTRONE
KELENJAR
ADRENAL
17βHSD tipe 2 ↓
Progesteron
Reseptor B ↓
LEMAK
dan
KULIT
ENDOMETRIOSIS
23
2.9.
Kerangka Konsep
17βHSD tipe 2
Endometriosis
Variabel Independen
Variabel Dependen
24
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Endometriosis
Endometriosis didefenisikan sebagai adanya stroma dan kelenjar-
kelenjar endometrium diluar kavum uterus.4,12,13,14 Implantasi abnormal ini
paling sering terjadi pada permukaan peritoneum dan organ-organ pelvik,
namun dapat juga muncul di tempat-tempat yang lebih jauh dalam tubuh.
Kata endometriosis berasal dari kata endometrium. 3 Arti endometriosis
sendiri secara klinis adalah jaringan endometrium yang terdapat diluar kavum
uteri
seperti
diorgan-organ
genitalia
interna,
vesica
urinaria,
usus,
peritoneum, paru, umbilikus, bahkan dapat dijumpai dimata dan otak.
Ditempat yang tidak seharusnya ini, lesi-lesi endometriosis tersebut tetap saja
dipengaruhi oleh hormon esterogen dan progesteron sehingga pada
sebagian besar wanita akan merasakan nyeri hebat karena darah haid
tersebut tidak dapat keluar melalui jalan yang semestinya melalui kanalis
servikalis dan vagina.1
6
2.2. Insidensi dan prevalensi
Endometriosis
mempengaruhi
5-10%
pada
semua
wanita
usia
reproduktif.4,5,6,15,16Prevalensi endometriosis tidak mudah untuk ditetapkan
karena baku emas untuk menetapkan endometriosis adalah dengan tindakan
laparoskopi. Banyak wanita menderita endometriosis namun keluhan yang
dialami belum cukup serius untuk membuat wanita tersebut mendatangi
rumah sakit apalagi dilakukan tindakan laparoskopi. Di Makassar pada 80
pasien yang dilakukan laparoskopi dengan berbagai indikasi ditemukan 58
kasus atau 72,5% mengalami endometriosis stadium II sampai IV. Kondisi ini
menunjukkan bahwa semakin rutin tindakan laparoskopi dilakukan maka
semakin banyak kasus endometriosis ditemukan.3 Di Amerika serikat,
endometriosis mempengaruhi 5-10% wanita usia reproduktif.5 Di Indonesia
sendiri insiden pasti endometriosis belum diketahui, sekitar 20-40% dari
wanita infertil mengalami endometriosis.6
2.3.
Etiologi Endometriosis
Hingga kini belum diketahui secara pasti penyebab dari endometriosis.
Banyak teori yang disebut ikut berperan dalam patogenesis endometriosis,
sehingga endometriosis juga disebut sebagai penyakit penuh teori.1,17,18
7
Namun demikian beberapa ahli mencoba menerangkan:4,19,20,21
Teori implantasi dan regurgitasi haid
Teori ini pertama sekali dikemukakan oleh John A. Sampson
pada tahun 1927. Endometriosis terjadi karena darah haid mengalir
kembali (regurgitasi) melalui tuba ke kavum peritoneum dan
berimplantasi pada permukaan peritoneum. Sudah dibuktikan bahwa
dalam darah haid ditemukan sel-sel endometrium yang masih hidup.
Sel-sel endometrium yang masih hidup ini dapat mengadakan
implantasi dan bertumbuh di pelvis. Teori ini paling banyak
penganutnya, tetapi teori ini belum dapat menerangkan kasus
endometriosis di luar pelvis.
Teori metaplasia
Teori
ini
dikemukakan
oleh
Rober
Meyer
bahwa
lesi
endometriosis terbentuk akibat metaplasia dari sel-sel epitel coelom
yang berasal dari saluran Muller. Ini akan menyebabkan metaplasia
dari sel-sel epitel itu, sehingga terbentuk jaringan endometrium.
Secara endokrinologi, epitel germinativum dari ovarium, endometrium
dan peritoneum berasal dari epitel coelom yang sama. Teori ini dapat
menjelaskan kejadian endometriosis pada wanita prepubertas.
8
Teori induksi
Teori induksi pada dasarnya menjelaskan kelanjutan dari teori
metaplasia sel coelom. Darah haid memicu sel-sel peritoneum,
sehingga terjadi perubahan sel-sel asal yang tidak berdifferensiasi
menjadi sel-sel endometrium yang berdifferensiasi dan memiliki
kemampuan untuk berimplantasi. Endometrium yang mengalami
degenerasi pada kavum abdomen melepaskan faktor-faktor yang
menginduksi sebuah proses metaplastik dalam sel-sel mesenkim yang
menyebabkan terjadinya endometriosis. Adanya faktor biokimia
endogen dapat menginduksi perubahan sel peritoneal menjadi
jaringan endometrium.
Hormon
Hormon steroid memiliki peranan penting dalam penyebab
endometriosis karena hal ini hanya ditemukan pada wanita usia
reproduktif dan tidak ditemukan pada wanita pasca menopause. Sama
seperti pada endometrium normal, pertumbuhan endometriosis
dipengaruhi oleh hormon steroid ovarium. Estrogen merupakan faktor
yang paling penting didalam perangsangan dan pertumbuhan
endometrium yang menyebabkan proliferasi endometrium dan juga
pada lesi endometriosis dengan adanya respon terhadap estrogen
menyebabkan
perkembangan
menghalangi proliferasi
dari
endometriosis.20
Progesteron
yang dipengaruhi oleh estrogen
pada
9
endometrium normal. Implantasi endometriosis berkaitan dengan
aromatase dan 17βHSD tipe 1, yaitu suatu enzim yang merubah
androstenedione menjadi estrone dan estrone menjadi estradiol. Pada
keadaan
ini
didapati
penurunan
dari
17βHSD
tipe
2
yang
menonaktifkan estrogen. Pada endometrium yang normal, tidak
berkaitan dengan aromatase dan menunjukkan peningkatan kadar
17βHSD tipe
2 akibat
respon
dari
progesteron.
Progesteron
merupakan suatu antagonis dari estrogen pada fase luteal dari siklus
haid. Banyak peneliti mempercayai bahwa endometriosis berhubungan
dengan resistensi progesteron di endometrium. Resistensi progesteron
mungkin disebabkan oleh ekspresi yang rendah dari reseptor
progesteron atau merupakan suatu hasil adanya abnormalitas reseptor
progesteron.22,23,24,25,26
Disfungsi sistem imunologi
Jaringan endometrium yang reflux dari kavum uteri selalu
dibersihkan oleh sel-sel imun seperti makrofag, Natural Killer (NK) sel,
dan limfosit. Wanita dengan endometriosis memiliki kadar tinggi
aktivasi makrofag, penurunan imunitas selular, dan penekanan fungsi
NK sel. Regurgitasi sel endometrium ke peritoneum mencetuskan
respon inflamasi, perekrutan aktivasi makrofag dan leukosit lokal.
Respon
inflamasi
ini
mungkin
menjadi
penyebab
lemahnya
pengawasan imun yang mencegah proses untuk membersihkan
implantasi dan pertumbuhan dari sel endometrium yang berada diluar
10
kavum uteri. Sistem imun dan sel endometrium menghasilkan sitokin
dan hormon pertumbuhan yang menyebabkan proliferasi sel dan
angiogenesis, hal yang sama juga terjadi pada lesi endometriosis.
Wanita dengan endometriosis memiliki kadar yang tinggi dari ekspresi
sitokin dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) pada cairan
peritoneum yang menyebabkan proliferasi sel endometrium dan
angiogenesis.
Stres oksidasi dan inflamasi
Peningkatan
oksidasi
lipoprotein
berhubungan
dengan
patogenesis dari endometriosis, dimana reactive oxygen species
(ROS)
menyebabkan
peroksidasi
lemak
yang
menyebabkan
kerusakan DNA dari sel endometrium. Dengan adanya peningkatan
volume dari air dan elektrolit dalam cairan peritoneum, hal ini
menghalangi sumber dari ROS. Pada penderita endometriosis
terdapat kadar besi yang sangat tinggi pada kavum peritoneum.
Pelepasan proinflamasi zat besi dan stres oksidasi dari ROS
menyebabkan inflamasi yang merekrut limfosit dan aktivasi makrofag
yang menghasilkan sitokin yang menyebabkan pertumbuhan endotel.
11
Tabel 1. Perbedaan teori patogenesis dari endometriosis.4
2.4.
Klasifikasi Endometriosis
Klasifikasi endometriosis saat ini berdasarkan American Society for
Reproductive Medicine (ASRM) yang merupakan revisi dari American Fertility
Society (AFS). Endometriosis dibagi menjadi stadium I (minimal), stadium II
(ringan), stadium III (sedang), stadium IV (berat) atau dengan pembagian
minimal-ringan AFS I-II dan endometriosis sedang-berat AFS III-IV.1
12
Tabel 2. Klasifikasi endometriosis berdasarkan ASRM.18
13
Gambar 1. Klasifikasi endometriosis.
14
Sistem skoring endometriosis menurut ASRM yang telah direvisi,
penilaian
terhadap
lesi
endometriosis
pada
peritoneum
dan
tuba
menggunakan nilai yang berhubungan dengan ukuran lesi. Penilaian ini juga
berdasarkan perlengketan pada ovarium dan tuba fallopi. Dan juga terdapat
penilaian untuk lesi yang dijumpai pada daerah cul-de-sac posterior. Sistem
skoring endometriosis diklasifikasikan sebagai berikut:
Stadium I (minimal)
: 1-5
Stadium II (mild)
: 6-15
Stadium III (moderate)
: 16-40
Stadium IV (severe)
: > 40
2.5.
Diagnosis Endometriosis
Endometriosis tidak dapat didiagnosis hanya berdasarkan gejala klinis
saja. Diduga endometriosis jika memiliki masalah tentang infertilitas, nyeri
haid, nyeri saat berhubungan dan nyeri pelvis kronis. Banyak juga wanita
yang menderita endometriosis tetapi tidak memiliki keluhan. Baku emas untuk
diagnosis endometriosis memakai pemeriksaan laparoskopi dengan atau
tanpa biopsi untuk pemeriksaan histopatologi. Namun cara untuk penegakan
diagnosis dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
ginekologi, pemeriksaan penunjang non invasif dan pemeriksaan serum
Cancer Antigen (CA) 125 tetap diperlukan.18,19
15
2.6.
Penatalaksanan Endometriosis
Penatalaksanaan endometriosis berdasarkan keluhan dari penderita,
lokasi lesi endometriosis, tujuan pengobatan dan keinginan untuk hamil.
Pada wanita penderita endometriosis derajat minimal sampai ringan dapat
dilakukan penatalaksanaan ekspektatif. Seperti Sutton et al (1997),
endometriosis yang telah dikonfirmasi melalui laparoskopi derajat minimal
dan ringan yang dilakukan ekspektatif selama 1 tahun 29% pasien
mengalami regresi penyakit, 42% tidak mengalami perubahan dan 29%
mengalami perkembangan penyakitnya. Penatalaksanaan endomeriosis
yaitu melalui terapi medikamentosa, terapi pembedahan dan teknologi
reproduksi berbantu. Terapi medikamentosa banyak bermanfaat untuk
mengatasi keluhan nyeri tetapi kurang bermanfaat untuk masalah
infertilitas. Tujuan utama terapi medikamentosa pada endometriosis
adalah menghentikan pertumbuhan dan aktivasi lesi endometriosis. Obat
konvensional yang dipakai pada terapi medikamentosa adalah anti
inflamasi non steroid, pil kontrasepsi kombinasi, progestin, derivate
androgen,
GnRH
agonist,
GnRH
antagonis
dan
aromatase
inhibitor.27,28,29,30,31
16
Tabel 3. Algoritma diagnostik dan penatalaksanaan pada wanita dengan
endometriosis. 19
2.7.
17β-hydroxysteroid
dehydrogenase
(17βHSD)
tipe
2
pada
endometriosis
17βHSD merupakan rantai pendek dari dehidrogenase reduktase
superfamili dari protein, termasuk juga 3β-hydroxysteroid dehydrogenase.
Enzim ini mengatur kadar bioaktif hormon steroid di banyak jaringan. Pada
jaringan gonad dan korteks adrenal, enzim ini mengkatalisasi langkah akhir
dari biosintesis androgen, estrogen dan progesteron. Enzim ini dapat dibagi
menjadi
2
grup,
yaitu
invivo
oxidative
enzyme
(17βHSD
tipe
17
2,4,6,8,9,10,11,dan 14) dan invivo reductive enzyme (17βHSD tipe 1,3,5, dan
7).29,32,33,34
17βHSD tipe 2 terdiri dari 387 asam amino dengan berat molekul
42.782.
Enzim ini berhubungan
dengan retikulum endoplasma dan
mengkatalisasi perubahan estradiol menjadi estrone dan testosterone
menjadi androstenedione.35
Gambar 2. Struktur gen, mRNA dan protein yang sesuai dengan 17βHSD tipe
2.35
18
Tabel 4. Perbedaan tipe 17βHSD.33
19
17βHSD tipe 2 mengkatalisis perubahan dari 17β-estradiol menjadi
estrone dan testosterone menjadi androstenedione pada beberapa jaringan
termasuk pada plasenta dan hati. Kadar yang tinggi dari 17βHSD tipe 2
mRNA ditemukan pada sel epitel glandular pada endometrium selama fase
sekresi. 17βHSD tipe 2 dihasilkan oleh endometrium dan dirangsang oleh
progesteron.8
Tabel 5. Normal endometrium dan endometriosis.5
Efek
dari
progesteron
dimediasi
melalui
reseptor
progesteron
intraselular (PRs) yang dibagi menjadi 2 isoform yaitu progesteron reseptor A
(PR-A) dan progesteron reseptor B (PR-B). PR-A berisi 94-kDa protein dan
PR-B berisi 114-kDa protein dengan tambahan sebanyak 164 asam amino.
20
Pada jaringan endometrium, PR-B memiliki peranan yang lebih penting.
Progesteron menghambat pertumbuhan endometrium akibat rangsangan
estrogen yang berlebihanyang dapat mengakibatkan terjadinya hiperplasia
atau kanker endometrium. Efek anti estrogen dari progesteron pada jaringan
endometrium merupakan bagian yang merangsang aktifitas 17βHSD tipe 2
yang mengkatalisis perubahan estradiol (E2) menjadi estriol (E1) dan
testosterone menjadi androstenedione pada endometrium.36,37,38,39,40
Gambar
3.
Gangguan
aktifitas
parakrin
progesteron
pada
jaringan
endometrium.4
21
Pada endometriosis yaitu suatu penyakit yang berkaitan dengan
estrogen, kelainan dari kadar hormonal dapat menjadi salah satu patofisiologi
perkembangan penyakit. Produksi yang menurun atau kekurangan 17βHSD
tipe 2 dapat menyebabkan kadar estrogen lokal yang sangat tinggi yang
berkaitan dengan perkembangan dan ketahanan implantasi endometriosis. 12
Gambar 4. Perbedaan
molekular antara jaringan endometrium dan
endometriosis.4
22
2.8.
Kerangka Teori
Menstruasi
retrograde
OVARIUM
Endometrium
ektopik
17βHSD tipe 1
E
S
T
R
A
D
I
O
L
ESTRONE
KELENJAR
ADRENAL
17βHSD tipe 2 ↓
Progesteron
Reseptor B ↓
LEMAK
dan
KULIT
ENDOMETRIOSIS
23
2.9.
Kerangka Konsep
17βHSD tipe 2
Endometriosis
Variabel Independen
Variabel Dependen
24