Ekspresi Reseptor Leptin Pada Jaringan Endometriosis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Endometriosis

2.1.1 Definisi
Endometriosis didefinisikan sebagai adanya kelenjar dan stroma
endometrium ektopik atau di luar dari kavum uterus dan dihubungkan
dengan nyeri pelvik dan infertilitas.27,28 Endometriosis pertama sekali
diidentifikasi oleh Von Rokitansky tahun 1860. Endometriosis paling sering
berimplantasi pada permukaan peritoneum pada pelvik wanita, namun
terkadang dapat juga ditemukan pada ovarium, septum rektovaginal,
ureter, terkadang dapat juga ditemukan pada kandung kencing,
perikardium, pleura dan otak.29,30 Walaupun patogenesis endometriosis
tetap kurang dimengerti, namun pandangan baru yang didapat dari
penelitian-penelitian terakhir dengan menggunakan metode genetik,
molekular, dan biokimia yang baru seperti : adanya polimorfisme
beberapa gen yang berhubungan dengan endometriosis, pengaruh dari
endokrin


dan

reseptornya,

peranan

apoptosis,

sistem

imunitas,

angiogenesis, suasana lingkungan di peritoneum, telah membantu untuk
menjelaskan dengan lebih baik mekanisme yang menyebabkan penyakit
tersebut dan konsekuensi klinisnya dan telah memberikan pendekatan
baru terhadap diagnosis dan pengobatan kelainan yang kompleks dan
rumit ini.27,28

2.1.2 Epidemiologi

Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun ini menunjukkan
angka kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5%-15%
ditemukan kasus endometriosis pada pasien operasi pelvik. Endometriosis
jarang didapatkan pada orang Negro, lebih sering didapatkan pada
wanita-wanita dari golongan sosio-ekonomi yang kuat.31 Endometriosis
sering ditemukan pada wanita dengan usia reproduktif (usia 30-an sampai
40-an).32 Insidensi tertinggi endometriosis adalah pada wanita yang telah
menjalani penilaian laparoskopi atau dengan nyeri panggul, endometriosis
akan terdiagnosis 20%-50%.33
Baru baru ini, penelitian telah menemukan endometriosis pada
wanita muda (19-21 tahun) dengan riwayat dismenore dan nyeri panggul
kronik yang tidak terkontrol dengan pemberian obat golongan NSAID dan
CHC, yaitu sekitar 35,5%-73%.34

2.1.3 Patogenesis
Mekanisme terjadinya endometriosis belum diketahui secara pasti
dan

sangat


kompleks.

Peneliti

mengemukakan

perkembangan

endometrium melalui beberapa teori. Teori yang paling terkenal adalah
teori

dari

Sampson,

yaitu

teori

menstruasi


berbalik

(retrograde

menstruation). Menurut teori ini, endometriosis terjadi karena darah haid
mengalir kembali (regurgitasi) melalui tuba ke rongga pelvis. Didalam
darah haid tersebut masih dijumpai sel-sel endometrium yang masih

hidup. Sel-sel endometrium tersebut kemudian dapat mengadakan
implantasi pada struktur pelvis.31,32,35
Teori lain mengenai perkembangan endometriosis dilontarkan
oleh Robert Meyer, yaitu dikenal dengan teori metaplasia epitel selomik.
Pada teori ini dikemukakan bahwa endometriosis terjadi karena
rangsangan pada sel-sel epitel dari selom yang dapat mempertahankan
hidupnya di daerah pelvis. Rangsangan ini menyebabkan metaplasi dari
sel-sel tersebut, sehingga terbentuk jaringan endometrium.31 Selain itu
dikemukakan juga teori pengendalian sirkulasi dan implantasi jaringan
menstruasi ektopik melalui vena dan limfa, ataupun keduanya.1,31
Kegagalan mekanisme sistem imunitas untuk menghancurkan

jaringan ektopik dan diferensiasi yang tidak normal pada endometriosis
telah dilaporkan sebagai mekanisme yang mendasari kerusakan sel
stroma. Hal ini berhubungan dengan peningkatan produksi estrogen dan
prostaglandin, bersama dengan adanya resistensi progesteron.36
Sel-sel endometriosis yang masih hidup berhubungan erat dengan
timbulnya inflamasi yang menimbulkan gejala klinis pada pasien seperti
infertilitas dan

nyeri panggul. Inflamasi ini disebabkan oleh adanya

produksi berlebihan dari sitokin, prostaglandin, dan faktor-faktor inflamasi
lainnya. Baru-baru ini banyak penelitian yang menghubungkan leptin dan
reseptornya dengan jaringan endometriosis melalui pengaturan inflamasi.
Mekanismenya akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.38,39,40

Gambar 1. Patogenesis Endometriosis37

2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi endometriosis saat ini berdasarkan American Society for
Reproductive Medicine (ASRM) yang merupakan revisi dari American

Fertility Society (AFS). Endometriosis dibagi menjadi stadium I (minimal),
stadium II (mild), stadium III (moderate), stadium IV (severe) atau dengan
pembagian

endometriosis

minimal-ringan

endometriosis sedang-berat adalah AFS III-IV.41

adalah

AFS

I-II

dan

Sistem skoring endometriosis menurut ASRM yang telah direvisi, penilaian
terhadap lesi endometriosis pada peritoneum dan tuba menggunakan nilai

yang berhubungan dengan ukuran lesi. Penilaian ini juga didasarkan pada
perlengketan pada ovarium dan tuba fallopi. Dan juga terdapat penilaian
untuk lesi yang dijumpai pada daerah cul-de-sac posterior. Sistem scoring
41

endometriosis diklasifikasikan sebagai berikut:


Stadium 1 (minimal)

: 1-5



Stadium 2 (mild)

: 6-15




Stadium 3 (moderate)

: 16-40



Stadium 4 (severe)

: > 40

2.2 Imunologi dan Endometriosis
Endometriosis dianggap sebagai penyakit dengan inflamasi kronik.
Inflamasi panggul kronik pada endometriosis berhubungan dengan
gangguan pada imunitas sistemik dan lokal. Abnormalitas imunologi yang
terdeteksi pada pasien-pasien infertil dengan endometriosis minimal dan
ringan antara lain adalah: fungsi sel natural killer (NK) yang abnormal,
berkurangnya efek sitotoksik dari limfosit dan makrofag, respon Th1/Th2
yang tidak seimbang, dan kadar yang tinggi dari sitokin pada cairan
peritoneum. Sepertinya gangguan-gangguan ini memberikan peranan
pada perkembangan dan progresifitas pada endometriosis dan infertilitas.

Karena hal ini, penelitian-penelitian saat ini fokus kepada peranan reaksi
imunoinflamasi abnormal pada patogenesis dari endometriosis.42-45

Beberapa sitokin mungkin mempunyai peranan dalam membentuk
lingkungan yang memungkinkan implantasi dari sel endometriosis dan
progresif dari penyakit. Peranan dan keberadaan beberapa sitokin pada
serum dan cairan peritoneum pada wanita dengan endometriosis telah
diteliti pada beberapa penelitian, walaupun data yang tersedia dari literatur
kurang konsisten. Sel imun pada peritoneum mungkin mempunyai
peranan pada pertumbuhan sel endometrium ektopik. Seperti telah
dikatakan sebelumnya, peristiwa ini telah dianggap sebagai mekanisme
yang mungkin dari perkembangan endometriosis: pengenalan

imun

terhadap sel endometriosis yang terganggu, kurangnya imunitas yang
adekuat, aktivitas NK yang berkurang, peningkatan makrofag peritoneal
yang aktif, yang memperlihatkan fungsi fagositosis yang terganggu, tetapi
melepaskan


beberapa

faktor

pertumbuhan

dan

proinflamasi.

Kemungkinan bahwa implantasi endometriosis menstimulasi pengambilan
dan aktivasi lekosit dan debris reflux menstruasi yang siklik pada kavum
peritoneum mungkin meningkatkan reaksi inflamasi.46-48
Disfungsi endometrium intrinsik mungkin diikuti oleh aktivasi dari sel
imun pada lokasi ektopik dan berperan penting pada patogenensis dari
endometriosis. Selanjutnya, endometriosis dapat dianggap sebagai
gangguan autoimun karena deviasi dari imunitasnya, diikuti dengan
peningkatan produksi sitokin proinflamasi lokal dan juga peningkatan
produksi autoantibodi dan gangguan pada imunitas yang diperantarai sel
sistemik dan lokal.49-51


Ketika

menginfiltrasi

ke

dalam

jaringan

endometriotik,

sel

proinflamasi seperti makrofag diaktifkan oleh pelepasan dari sitokin dan
kemokin proinflamasi secara lokal selama respon inflamasi. Dikarenakan
lesi yang aktif dari endometriosis, inflamasi kronik berkembang pada
jaringan

disekitarnya

dan

ditemani

oleh

reaksi

fibrous,

dengan

pembentukan bekas luka dan adhesi yang lokal.49,50
Sebuah organisme bereaksi terhadap luka jaringan dengan
pengambilan sel imun dan pelepasan mediator selama inflamasi dan
proliferasi limfosit yang signifikan dan sekresi sitokin berperan penting
membangun kembali imunitas.49
Sudah ada bukti bahwa beberapa sitokin, seperti interleukin 1β (IL1β), tumor necrosis factor alpha (TNFα), IL-6, IL-10, IL-8, vascular
endothelial growth factor (VEGF), dan monocyte chemoattractant protein 1
(MCP-1)

meningkat

pada

cairan

peritoneal

dari

wanita

dengan

endometriosis.52-55

2.3 Inflamasi dan Endometriosis
Endometriosis dikaitkan dengan meningkatnya aktivitas inflamasi.
Beberapa penelitian telah membuktikan terjadi peningkatan serum marker
inflamasi yang berada di dalam cairan peritoneum. Nyeri panggul, yang
merupakan keluhan yang paling sering terjadi pada endometriosis,dapat
diatasi dengan obat-obatan antiinflamasi, hal mendukung hipotesa yang
menyatakan terdapat kontribusi dari inflamasi kronis dalam patogenesa
endometriosis.52,57

Fasciani dkk menunjukkan bahwa sel-sel dari endometrium dapat
berproliiferasi dan menginvasi matriks fibrin pada in vitro, yang akan
membentuk jaringan kelenjar baru, stroma dan pembuluh darah yang
serupa dengan proses awal terbentuknya lesi endometriosis. Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa berkurangnya aktivitas sitotoksis dari
sel T dan natural killer (NK) tampaknya memainkan peran penting dalam
ketahanan, implantasi dan proliferasi sel-sel endometrium pada kavum
peritoneum wanita yang menderita endometriosis. Keberadaan penyakit
autoimun dengan endometriosis telah dilaporkan oleh beberapa peneliti.
Peningkatan serum anti-endometrial antibodi menunjukkan adanya
hubungan antara endometriosis dengan infertilitas yang tidak diketahui
penyebabnya.58-61
Endometriosis sering dihubungkan dengan perlengketan di dalam
panggul yang luas. Terdapat bukti pada percobaan binatang yang
menunjukkan

bahwa

sistim

fibrinolisis

yang

terganggu

mungkin

berkontribusi dalam pembentukan adhesi, namun masih belum jelas
apakah hal ini juga berlaku pada manusia. Terbentuknya adhesi di dalam
panggul

dapat

disebabkan

adanya

ketidakseimbangan

antara

pembentukan fibrin dan aktivitas pemecahan fibrin di dalam peritoneum.
Dalam suatu penelitian retrospektif pada wanita yang menderita
endometriosis dibandingkan dengan wanita yang sehat yang dilakukan
oleh Hellebrekers dkk. dilaporkan bahwa wanita dengan endometriosis
dan adhesi memiliki konsentrasi yang tinggi dari plasminogen activator
inhibitor-1 (PAI-1), tissue plasminogen activator (tPA) dan plasminogen di

dalam

cairan

peritoneum,

dibandingkan

dengan

pasien

dengan

endometriosis yang tidak disertai adhesi. Dalam hal ini, Mohamed dkk
memberikan hipotesa bahwa matrix fibrin yang persisten di dalam kavum
peritoneum akan meningkatkan kemungkinan fregmen endometrium
terdeposit sebagai akibat dari hipofibrinolisis.62-65

2.4 Leptin dan Reseptor Leptin
Leptin adalah adipokin yang diproduksi terutama oleh jaringan
adipose putih memainkan peran penting tidak hanya dalam regulasi
asupan

makanan

tetapi

juga

dalam

pengendalian

imunitas

dan

peradangan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya leptin
menyebabkan defisit kekebalan pada hewan dan model manusia secara
signifikan meningkatkan kadar mortalitas. Leptin juga mengatur proses
inflamasi dengan cara bertindak pada reseptornya yang banyak tersebar
di populasi sel imun yang berbeda. Mekanisme molekul dimana leptin
menentukan aksi biologinya juga telah dijelaskan baru-baru ini dan tiga
jalur intraseluler telah terlibat dalam aksi leptin yaitu JAK-STAT, PI3K, dan
ERK ½. 66,67
Reseptor leptin termasuk kepada keluarga reseptor sitokin kelas I.
Walaupun 6 reseptor isoform telah diketahui, hanya 2 yang sampai saat
ini diketahui berhubungan dengan sinyal intraseluler, dan hanya isoform
yang terpanjang (ObOb) yang dapat memberi sinyal penuh. Analisa
fungsional dari reseptor membuktikan bahwa reseptor ini ada secara

konsekutif sebagai dimer di membran plasma, setiap reseptor dari dimer
yang berpasangan berhubungan dengan 1 molekul leptin.68

2.4.1 Mekanisme Molekular Leptin
Leptin memiliki homologi struktural dengan sitokin dari keluarga
heliks rantai panjang yang mencakup IL-6, IL-11, IL-12, dan oncostatin M.
Reseptor leptin, Ob-R, memiliki kesamaan struktur dengan golongan
sitokin reseptor (gp130) superfamili kelas 1, yang meliputi reseptor IL-6,
leukosit inhibitory factor (LIF), dan granulosit colony-stimulating factor (GCSF).

Ob-R

ini

diekspresikan

oleh

neutrofil,

monosit,

makrofag,

subpopulasi sel T dan sel B, sel mast, sel dendritik (DC), dan sel natural
killer (NK) . Setidaknya ada enam isoform yang berbeda dari reseptor
leptin pada tikus; Ob-Ra, Ob-Rb, Ob-Rc, Ob-Rd, Ob-Re, dan Ob-Rf;
semua ini adalah produk dari enam bentuk alternatif gen Ob-R. Dari
semua isoform ini, Ob-Rb adalah satu-satunya bentuk panjang, yang
berisi daerah sitoplasma yang menonjol yang mengandung beberapa
motif yang diperlukan untuk transduksi sinyal dan mampu mengaktifkan
jalur JAK-STAT. Cytokine receptor homologous 2 (CRH 2) adalah tempat
pengikatan utama untuk leptin pada Ob-R. Imunoglobulin-like domain (Iglike) dan fibronectin type III domain (FNIII) terlibat dalam aktivasi Ob-R.
Peran CRH1 masih harus ditentukan.69,70
Meskipun kloning gen Ob mengungkapkan tidak ada homologi
urutan yang signifikan dengan protein lain yang dikenal, studi penelitian
berbasis

komputasi

memprediksikan

bahwa

leptin

menampilkan

karakteristik tridemensi dari sitokin berikatan empat helix, seperti yang
mengaktifkan jalur JAK-STAT.71

Gambar 2. Leptin dan jalur JAK-STAT
Selain itu, kloning gen OB-R yang dilaporkan menjelang akhir tahun
1995,

bahwa reseptor leptin mempunyai urutan homologi yang sama

dengan gp130, unit sinyal dari reseptor IL-6 yang memberi sinyal melalui
jalur JAK-STAT. Kesamaan struktural leptin dan gen ObR berbagi dengan
keluarga sitokin IL-6 mngarahkan pada penelitian fungsional in vitro yang
membuktikan bahwa leptin mengaktifkan jalur JAK-STAT. 69,72

Leptin juga mengontrol dua jalur sinyal lainnya, yang dinamakan
jalur extracelluler signal regulated kinase (ERK); salah satu jalur mitogen
activated protein kinases (MAPK) dan pengaktifan phosphoinoside3kinase (PI3K). Janus-activated kinase phosphorylation dari Tyr985 (atau
phosphorylated JAK2, phosphorylated Tyr985) membantu pengambilan
dan fosforilisasi dari SHP-2 (src homology 2-containing tyrosine
phosphatase). Selanjutnya, SHP-2 yang terfosforilasi mengaktifkan jalur
ERK melalui growth factor receptor binding-2 (GRB-2). Jalur ERK/MAPK
diyakini mempunyai peran penting pada mekanisme regulasi sel T. Jalur
ERK/MAPK dapat diaktifkan oleh reseptor leptin Ob-Ra dan Ob-Rb.73,74,75

Gambar 3. Leptin dan jalur ERK

ERK menghasilkan c fos dan egr-1(Early growth response protein
1), kedua protein ini berperan sebagai faktor transkripsi pada sel. Jalur
ERK dapat berhubungan dengan sinyal mitogenik G0/G1. ERK diketahui
sebagai

checkpoint

intraseluler

untuk

mitogenesis

sel.

Dengan

merangsang aktifitas ERK 1 akan menghasilkan proliferasi sel. Salah satu
hubungan antara siklus progresi sel dan jalur faktor pertumbuhan adalah
Cyclin D1, dimana gen Cyclin D1 diinduksi sebagai respon sekunder dari
stimulasi mitogenik.

Gambar 4. Hubungan ERK1/2 dan proliferasi sel
Jalur kaskade MAPK/ERK bertanggung jawab untuk regulasi dari
progresi G1/S. proliferasi sel dikontrol oleh Cdk2 yang berhubungan
dengan CyclinE dan CyclinA meregulasi transisi G1/S dan progresi fase S.
Aktivasi Cdk2 tergantung pada lokalisasi di dalam nucleus. Blanhard dan
kawan-kawan melaporkan bahwa translokasi nuclear dari Cdk2 dan hasil
transisi G1/S berhubungan dengan interaksi dari Cdk2 dengan MAPK dan
tergantung pada aktivitas MAPK.
Jalur satu lagi merupakan proses fosforilasi yang independen pada
bagian tirosin dari ObRb, membantu aktivasi phosphoinoside-3kinase
(PI3K). Jalur ini asalnya dari JAK2, yang membantu pengambilan dan

fosforilasi insulin receptor substrate (IRS) protein. Jalur PI3K mempunyai
peranan pada fase akut inflamasi, yang berbeda dengan JAK2/STAT3,
yang merupakan proses yang lebih lambat dengan fungsi mengganggu
transkripsi gen.73

Gambar 5. Leptin dan sistem imunologi
Leptin mempunyai peranan penting pada regulasi sistem imun.
Leptin memiliki efek positif pada timosit, membantu peningkatan kadar
selT secara keseluruhan, dan menghambat transformasi dari sel T naïve
menjadi sel Th2, yang merupakan anti inflamasi. Sebagai tambahan,
leptin

meningkatkan

proliferasi

makrofag

dan

monosit,

sehingga

meningkatkan sitokin inflamasi (TNFα, IL1, IL6). Tidak adanya leptin
menyebabkan defek imunitas dan menyebabkan peningkatan mortalitas

karena infeksi. Leptin juga merupakan regulator utama dari respon
inflamasi, dengan berperan sebagai proinflamasi.

2.4.1.1 Leptin dan Inflamasi Akut
Leptin mengatur produksi sitokin proinflamasi seperti Tumor
Necrosis Factor Alpha (TNFα), Interleukin 1 (IL1), dan Interleukin 6 (IL6).
Sitokin-sitokin ini juga mengatur ekspresi dari leptin, yang menyebabkan
keadadaan inflamasi kronik.
Banyak gen yang berhubungan dengan inflamasi, termasuk gen
yang memberikan kode pada protein yang memberi respon kepada fae
akut seperti tPA(tissue plaminogen activator), fibrinogenβ, lipocalin2,
PAP1, preprotachykinin, dan Mn SOD (manganese superoxide dismutase)
dinduksi oleh leptin. Kadar leptin meningkat cepat pada keadaan inflamasi
akut, yang diperantarai oleh sitokin, seperti TNFα, IL6 dan IL1β.76,77

Gambar 6. Hubungan leptin dan sitokin

2.4.1.2 Leptin pada Inflamasi Kronik
Bersama dengan fungsi leptin sebagai sitokin proinflamasi yang
membantu melawan infeksi, ada bukti hubungan antara leptin dan risiko
terjadinya inflamasi kronik dan penyakit autoimun. Kadar serum leptin
meningkat pada banyak keadaan inflamasi kronik. Pada penelitian hewan
untuk melihat efek leptin pada keadaan autoimun, terbukti bahwa leptin
dapat meningkatkan autoreaktivitas. Sebagai tambahan, pada tikus yang
defisiensi leptin dan reseptor leptin didapatkan bahwa terjadi resisten
terhadap beberapa ekperimen untuk menginduksi penyakit autoimun.

2.4.1.3 Leptin dan Sistem Imun bawaan
Leptin berikatan dengan reseptornya pada makrofag dan monosit,
meningkatkan fagositosis dengan mengatur stres oksidatif. Hal ini juga
menyebabkan eicosanoid dan sintesis oksida nitrat, bertindak sebagai
chemoattractant, meningkatkan sekresi sitokin, seperti IL-1RA, IL-1, IL-6,
TNF-α, dan ligan CC-kemokin, dan mencegah apoptosis. Hal ini juga
meningkat proliferasi sel sekitar, dan merangsang ekspresi penanda
aktivasi, seperti CD69 dan CD25. Peningkatan jumlah, dan aktivasi
monosit oleh phorbol-12 miristat 13-asetat (PMA) atau LPS yang sinergis
ditingkatkan oleh leptin. 78-80
Leptin juga mengaktifkan makrofag dengan cara jalur mamalian
Target of Rapamycin (mTOR) kinase, yang merupakan jalur yang
bergantung pada respon nutrisi intraseluler yang mengintegrasikan faktor
pertumbuhan dan sinyal yang diturunkan nutrisi untuk pertumbuhan sel,

mengendalikan pertumbuhan dan pembelahan sel. Leptin merangsang
fagositosis dengan merangsang fosfolipase dan meningkatkan produksi
leukotrien

B4,

siklooksigenase

eikosanoid,
2.

Leptin

NO,

kolesterol

juga

acyltransferases-1,

meningkatkan

produksi

dan

hormon

pertumbuhan dengan cara PKC dan jalur NO-dependent.81,82
Leptin bekerja pada beberapa sel kekebalan lainnya. Pada
eosinofil, menginduksi ekspresi molekul adhesi dan CD18, meningkatkan
kemokinesis, dan merangsang pelepasan sitokin inflamasi IL-1β, IL-6, IL8, pertumbuhan yang berhubungan dengan onkogen-α, dan monosit
chemoattractant protein-1 (MCP1 ), yang merupakan chemoattractant
yang dikenal untuk infiltrasi monosit / makrofag. Pada DC, leptin
meningkatkan

ekspresi

sitokin,

seperti

IL-6

dan

TNF-α;

molekul

permukaan, seperti CD1a dan CD80; dan mengurangi tingkat apoptosis.
Leptin juga menginduksi perubahan morfologi dan fungsional dalam DC,
mengarahkan

mereka

menuju

Th1

priming.

Sel

mast

juga

mengekspresikan Ob-R, dan kemungkinan bahwa leptin berperan pada
parakrin dan / atau autokrin. Pada sel-sel polimorfonuklear, leptin
menginduksi chemoattraction dan produksi reactive oxygen species (ROS)
melalui mekanisme yang mungkin melibatkan interaksi dengan monosit.
Akhirnya, leptin berkontribusi untuk perkembangan, diferensiasi, aktivasi,
proliferasi, dan sitotoksisitas sel NK.83,84,85

2.4.1.4 Leptin dan Sistem Imun Adaptif
Leptin mempertahankan parenkim thymus melalui efek langsung
anti-apoptosis pada sel T dengan merangsang ekspresi IL-7 pada sel
epitel thymus medula, sebuah faktor pertumbuhan thymocyte. Selain itu,
leptin mempengaruhi aktivasi limfosit T. Hipoleptinemia yang disebabkan
oleh kelaparan menyebabkan atrofi timus dan frekuensi yang lebih tinggi
dari infeksi, dan eksogen leptin rekombinan mencegah penurunan kortikal
ganda positif CD4 + CD8 + thymocyte subpopulasi. Namun, leptin hanya
dapat menginduksi proliferasi dan aktivasi limfosit matang pada darah
perifer manusia jika dikelola dengan imunostimulan umum lainnya, seperti
Concanavalin A (ConA) atau phytohemagglutinin (PHA). Yang penting,
efek leptin terhadap proliferasi limfosit khusus untuk sub-populasi yang
berbeda. Ini menghambat proliferasi sel T (CD4 + CD45RO +), tetapi
merangsang proliferasi sel T naif (CD4 + CD45RA +). Ini berarti bahwa
leptin meningkatkan produksi sitokin Th0 menuju pro-inflamasi (Th1, TNFα, IFN-γ IL2, IL12, dan leptin itu sendiri), daripada fenotipe anti-inflamasi
(Th2, IL-4, IL-10). Tampaknya leptin bekerja langsung pada sirkulasi
limfosit T, karena efek ini dapat diamati bahkan pada keadaan kurangnya
monosit. Pada subpopulasi sel Th1, leptin mempromosikan pergantian
IgG2a di sel B dan menginduksi produksi TNF-α dan IFN-γ, sementara hal
ini memberikan penghambatan pada sel Th2 dan pergantian IgG1.86,87

Tabel 2.1 Efek leptin pada sistem imun bawaan dan adaptif

Dalam model hewan yang mempunyai defisiensi kronis leptin dan
Ob-R, persentase, angka absolut, dan aktivitas sel-sel Treg meningkat,
sehingga terjadi penurunan ketahanan terhadap penyakit autoimun. Ketika
leptin digantikan, jumlah sel Treg kembali ke tingkat yang sama ditemukan
pada tikus normal. Pada manusia, leptin memiliki efek yang sama pada
sel Treg. Menariknya, sel Treg yang baru terisolasi dapat menghasilkan

jumlah yang signifikan leptin, dan mengekspresikan kepadatan tinggi dari
Ob-R, yang membatasi proliferasi mereka.79
Selain efek pada CD4+ sel T, administrasi leptin dapat merangsang
proliferasi limfosit B, NKT dan CD8 + T sel, dan meningkatkan respon
sitokin. Interaksi antara leptin dan sitokin yang dua arah, dan keduanya
saling merangsang.

2.4.2 Peranan Leptin dan Reseptor Leptin pada Endometriosis
Selama beberapa tahun terakhir, beberapa bukti menunjukkan
bahwa konsentrasi leptin pada cairan peritoneal meningkat pada wanita
dengan

endometriosis.

Namun,

apakah

peningkatan

leptin

yang

menyimpang ini adalah karena obesitas masih belum jelas, karena
hubungan antara obesitas dan endometriosis kontroversial. Pada
penelitian lain dikatakan bahwa Indeks Massa Tubuh yang lebih rendah
meningkatkan risiko terjadinya endometriosis. Selain lemak tubuh sebagai
sumber seluler leptin peritoneal, mekanisme lain yang bertanggung jawab
untuk ekspresi menyimpang dari leptin telah dipelajari. Sebagai contoh,
Wu dan kawan-kawan menyatakan bahwa lesi endometriosis ektopik
mungkin merupakan bagian penting dari produksi leptin, sehingga
meningkatkan konsentrasi leptin dalam cairan peritoneal perempuan
dengan endometriosis. Para penulis ini juga menunjukkan bahwa ekspresi
leptin disebabkan oleh hipoksia pada endometriosis Wu dan kawankawan. Apakah asal tepat leptin peritoneal adalah lemak, jaringan
endometriosis atau tipe sel lainnya masih harus dijelaskan.46

Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa leptin memiliki fungsi
biologis tertentu dalam endometrium normal manusia dan berperan dalam
implantasi embrio dan remodeling endometrium. Sinyal dari leptin
tampaknya penting untuk adhesi, proliferasi, kelangsungan hidup dan
migrasi sel endometrium. Namun, hanya beberapa studi tentang peran
fungsional leptin di endometriosis ada sampai saat ini. Sebuah studi
menggunakan

model

endometriosis

murine

menunjukkan

bahwa

gangguan sinyal leptin dengan injeksi intraperitoneal antagonis reseptor
leptin peptida mengganggu pembentukan lesi seperti endometriosis dan
sebagai hasilnya ada pengurangan epitel kelenjar yang terorganisasi,
ekspresi dan aktivitas mitosis VEGF-A. Meskipun adanya pengamatan ini,
peran leptin dalam biologi sel endometrium dan dalam patogenesis
endometriosis masih belum sepenuhnya dijelaskan dan mekanisme yang
tepat dari respon terhadap leptin tidak dipahami dengan jelas.46
ObR diekspresikan dalam berbagai jaringan termasuk sistem
reproduksi perifer, seperti plasenta dan ovarium. ObR juga diekspresikan
pada endometrium normal manusia dan kanker endometrium. Satu studi
menunjukkan bahwa ObR diekspresikan pada sel epitel dan stroma
endometrium dan jaringan endometriosis. Meskipun ekspresi OBR tidak
signifikan berkorelasi dengan stadium penyakit, ukuran endometrioma,
fase menstruasi, usia atau IMT, jaringan endometrioma mengekspresikan
tingkat yang lebih tinggi dari ObR dari endometrium normal. Peningkatan
ekspresi ObR pada jaringan endometriosis, yang mungkin dikarenakan
lingkungan leptin yang tinggi dari cairan peritoneal, menyatakan bahwa

peran

potensial

leptin

dalam

pengembangan

dan

perkembangan

endometriosis diperlukan penyelidikan lebih lanjut. Dengan melumpuhkan
ObR mengganggu kemampuan leptin untuk menginduksi pertumbuhan
sel, menunjukkan bahwa pertumbuhan sel yng dirangsang leptin dimediasi
melalui ObR.46
Penemuan terakhir adanya peningkatan leptin pada cairan
peritoneal pada wanita dengan endometriosis, bersamaan dengan adanya
ObR pada jaringan endometriosis mengungkapkan bahwa leptin mungkin
mempunyai

peranan

pada

pertumbuhanan

dan

progesi

dari

endometriosis.46
Pada tipe sel yang lain termasuk adiposit, leptin merangsang
beberapa jalur, termasuk JAK 2/STAT 3, ERK dan PI3K/AKT, bentuk
terfosforilasi dari JAK 2, ERK, Akt Werf terdeteksi oleh analisis imunoblot.
Pada jaringan endometriosis leptin meningkatkan aktivasi JAK 2, STAT 3
dan ERK, tetapi tidak pada Akt. Untuk menyelidiki lebih lanjut jalur sinyal
tertentu yang terlibat dalam stimulasi pertumbuhan dengan leptin dalam
sel epitel endometrium, efek spesifik inhibitor transduksi sinyal pada
pertumbuhan sel leptin yang terinduksi diperiksa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa AG 490, sebuah inhibitor JAK 2/STAT 3 dan PD
98039,

penghambat

ERK,

nyata

menghambat

pertumbuhan

sel

endometrium yang dirangsang oleh leptin, sedangkan PI3K/Akt inhibitor
wortmannin tidak menyebabkan penghambatan besar. Leptin juga
menyebabkan aktivasi JAK 2/STAT 3 dan ERK dan pre-treatment dengan
AGX90. PD98059 secara signifikan menghambat pertumbuhan sel

endometriosis yang dirangsang oleh leptin. Hal ini mengindikasikan bahwa
leptin meningkatkan pertumbuhan sel endometriosis dengan mengaktifkan
JAK 2/ STAT 3 dan jalur ERK.44
Data-data ini menyatakan bahwa peningkatan kadar leptin pada
peritoneal, dapat meningkatkan factor pertumbuhan sel pada jaringan
endometriosis yang positif ObR, untuk itu perlu kita pelajari lebih lanjut
status ObR dan leptin pada pasien endometriosis. Lebih lanjut, dengan
menargetkan ObR dan jalur sinyalnya bisa menghasilkan efek anti
proliferasi yang poten pada endometriosis dan menjadi strategi baru untuk
pengobatan endometriosis.

2.5 Kerangka Teori
Menstruasi retrograde

Sel endometrium
ektopik

Ovarium, adiposit, uterus

Reseptor leptin

leptin

Sistem imun seluler

! IL 6, IL 1, TNF α

Aktivasi jalur
JAK2/STAT3 dan ERK

Inflamasi kronik

! makrofag
Proliferasi sel

VEGF, MMP, growth
factor

neoangiogenesis

Pertumbuhan dan perkembangan sel
endometrium ektopik

ENDOMETRIOSIS

2.6 Kerangka Konsep

Ekspresi
reseptor leptin

endometriosis

Variabel bebas
Variabel tergantung