Hubungan Kadar Serum Ferritin Terhadap Gangguan Pertumbuhan Pada Anak Penderita Talasemia Beta Mayor

1.5 Manfaat Penelitian
1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan
informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan
pertumbuhan pada talasemia beta mayor.
2. Di bidang pelayanan masyarakat : dengan mengetahui adanya hubungan antara
kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor,
maka dapat memberikan informasi terhadap masyarakat luas terutama pada
orang tua dengan anak penderita talasemia beta mayor sehingga dapat dilakukan
edukasi kepada masyarakat mengenai komplikasi talasemia terhadap terjadinya
gangguan pertumbuhan.
3. Di bidang pengembangan penelitian : memberikan kontribusi ilmiah mengenai
kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia beta mayor.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

4

2.1 Defiinisi Pertumbuhan
Pertumbuhan didefinisikan sebagai proses meningkatnya ukuran sel oleh penambahan
jaringan, dapat diamati pada seluruh organisme, bagian tubuh, sistem organ dan pada
sel11. Pertumbuhan merupakan proses interaksi beberapa faktor seperti faktor genetik,

lingkungan terutama nutrisi, serta pengaruh faktor endokrin. Pertumbuhan pada anak
terjadi terutama pada lempeng epifisis yang merupakan tempat terjadinya deposisi
tulang sehingga terjadi penambahan tinggi badan.12
Pertumbuhan terbagi menjadi beberapa tahapan yaitu pertumbuhan prenatal,
pertumbuhan pasca natal yang terbagi menjadi fase bayi, kanak-kanak dan fase
pubertas. Pertumbuhan pasca natal pada fase bayi ditandai oleh pertumbuhan yang
pesat, kemudian diikuti penurunan kecepatan tumbuh secara progresif.12,13
Masa pubertas mempunyai dua peranan pada pertumbuhan yaitu akselerasi
kecepatan pertumbuhan dan maturasi skeletal yang meningkat akibat penutupan
lempeng tulang epifisis. Beberapa faktor hormonal berperan dalam mempengaruhi
pertumbuhan pebertas yaitu GH, Insuline Like Growth Hormone Factor- I (IGF-I),
hormon steroid seks, dan hormon tiroid.11,12
Gangguan pertumbuhan adalah gangguan pada kecepatan pertumbuhan tinggi
berdasarkan umur dan derajat pubertas, apakah anak tersebut pendek atau tinggi dari
pengukuran tinggi dan dari potensi tinggi orang tua.13 Pola pertumbuhan pada pasien
talasemia yang mendapat transfusi relatif normal sampai usia 9 sampai 10 tahun,
mulai terganggu dimana

kecepatan pertumbuhan mulai melambat yang


5

menyebabkan terjadinya perawakan pendek.14-16 Dikatakan perawakan pendek bila :
11,12

1. Tinggi badan dibawah persentil 3 atau -2 SD untuk usia dan jenis kelamin
2. Tinggi badan signifikan dibawah PTG yaitu -2 SD dibawah PTG
3. Kecepatan pertumbuhan yang lambat
Rata-rata kecepatan pertumbuhan pada fase yang berbeda :
a) Fase prenatal

: 1.2 sampai 1.5 cm perminggu

b) Fase bayi

: 23 sampai 28 cm pertahun

c) Kanak-kanak

: 5 sampai 6.5 cm pertahun


d) Pubertas

: 8.3 cm/pertahun (perempuan)
9,5 cm pertahun (laki-laki)

4. Pertumbuhan menurun memotong garis persentil pada kurva pertumbuhan
terutama setelah usia 18 bulan.
2.2 Patofisiologi Gangguan Pertumbuhan pada Talasemia Beta Mayor
Gangguan pertumbuhan pada pasien talasemia beta mayor disebabkan oleh multi
faktor yaitu disebabkan oleh anemia kronis dan hipoksia, gangguan fungsi hati,
defisiensi zink dan asam folat, kelebihan besi, toksisitas DFO, faktor emosional, dan
gangguan endokrin.9,17,18 Gangguan pertumbuhan pada pasien talasemia beta mayor
terbagi atas tiga tahap berdasarkan umur dan berbagai faktor yang menyebabkannya,
seperti tertera pada gambar 1.
Fase 1

Fase 2

Fase 3


6

Disfungsi aksis GH – Insulin
Gangguan pubertas
Like-Growth Factor- I (IGF-I)
Disfungsi hati
Toksisitas DFO
Kelebihan besi

Gangguan

pubertas

Faktor emosional
Defisiensi zink dan asam folat
Anemia kronis dan hipoksia
1

2


3

4

5

6

7

8

9

10

11

UsaiUsia

dalam
tahun
dalam tahun

12

13 14

15 16

17

Gambar 1. Tiga fase pertumbuhan menurut umur, dan multi faktor yang dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan pada pasien talasemia beta mayor.17
Pemberian transfusi yang regular pada pasien

talasemia beta mayor

menyebabkan terjadi kelebihan besi. Hal ini dapat memicu terjadinya kerusakan
jaringan akibat penumpukan radikal bebas pada organ. Transfusi darah yang

diberikan secara teratur akan mengakibatkan pemenuhan kapasitas pengikatan besi
transferin di tubuh, akibatnya besi bebas ini akan terakumulasi dalam jaringan dan
darah.

Tanpa intervensi terapi, besi bebas yang dikenal dengan non transferin

binding protein (NTBI) akan bersirkulasi sistemik ke jaringan sebagai radikal bebas
dan merusak lemak, protein dan DNA sehingga menimbulkan kerusakan

organ

seperti hati jantung dan organ endokrin.1,3,17,20 Setiap unit sel darah merah
menghantarkan 200 sampai 250 mg besi melalui transfusi. Tanpa pemberian agen
kelasi besi, 10 sampai 20 unit atau lebih transfusi sel darah merah akan meningkatkan
risiko kerusakan organ.21
Kelebihan besi pada organ endokrin pada beberapa studi memperlihatkan
kelainan endokrin, yang paling banyak adalah hipogonadotropik hipogonadisme,
defisiensi GH, diabetes mellitus, hipotiroid, hipoparatiroid dan insufisiensi adrenal.22-

7


26

Pengaruh hormonal sebagai penyebab gangguan pertumbuhan pada pasien

talasemia beta mayor sangatlah kompleks, selain disebabkan oleh hipogonadisme,
hipotiroidisme,

jaras GH-IGF-I secara nyata berperan terhadap gangguan

pertumbuhan.9 Beberapa studi memperlihatkan terjadinya gangguan pertumbuhan
pada pasien talasemia dengan kadar serum ferritin diatas 2000 µg/L.5,8
Pada pemeriksaan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) didapati
deposisi besi pada kelenjar hipofisis anterior.9,25

Deposisi besi menyebabkan

kerusakan hipofisis anterior yang mengakibatkan terganggunya jaras GH-IGF-I.9,26
Kerusakan pada hipofisis anterior menyebabkan pelepasan


GH terganggu, yang

mengakibatkan produksi IGF-I dan IGFBP-3 oleh hati terganggu karena stimulasi GH
terhadap hati berkurang, sehingga terjadi penurunan GH dan IGF-I. Defisiensi GH
dan IGF-I mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tulang pada lempeng pertumbuhan
tulang.11

Gambar 2. Jaras GH-IGF-I27
2.3 Komplikasi Transfusi pada Talasemia Beta Mayor

8

Beberapa studi melakukan uji provokasi untuk menilai respons GH pada pasien
talasemia beta mayor yang mengalami perawakan pendek. Satu studi melaporkan
sekresi GH yang normal pada beberapa anak namun

beberapa anak dijumpai

responsnya menurun setelah dilakukan uji provokasi.28 Studi lain yang juga
melakukan uji provokasai didapati respons GH terhadap Growth Hormone Releasing

Hormone (GHRH) dilaporkan menurun,29 satu studi yang lain didapati responsnya
normal30, sedangkan serum IGF-I dan IGFBP didapati rendah pada sebagian besar
sampel setelah uji uji provokasi.30,31 Pada studi lain kadar serum IGF-I dijumpai
tetap rendah setelah pemberian terapi GH, hal ini menunjukkan bahwa sekresi GH
berhubungan dengan kelenjar hipofisis yang tidak normal pada pasien talasemia beta
mayor.25
Hipogonadisme merupakan komplikasi endokrin paling sering pada pasien
talasemia beta mayor dan merupakan penyebab penting gangguan pertumbuhan pada
saat remaja. Hipogonadotropik-hipogonadisme terjadi akibat kerusakan hipotalamus
dan hipofisis anterior yang disebabkan oleh hemosiderosis pada organ tersebut.
Gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis

anterior

sangat sensitif terhadap

kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh kelebihan zat besi. Pada MRI hipofisis
anterior dijumpai gambaran penurunan intensitas sinyal spin–echo dari hipofisis, hal
ini dikaitkan dengan meningkatnya deposisi besi di hipofisis anterior dan dapat
menjadi alat investigasi yang berguna dalam penilaian hemosiderosis hipofisis.9,26

Untuk meneliti pengaruh pubertas terlambat terhadap pertumbuhan linier
remaja talasemia digunakan skala Tanner dalam memantau perkembangan

9

seksualnya, pengukuran hormon gonadotropin seperti: Luteinizing Hormone (LH),
Follicle-Stimulating Hormone (FSH) dan Hormon Testosteron. Didapati hasil bahwa
keterlambatan pubertas berpengaruh terhadap gangguan pertumbuhan pada pasien
talasemia.25 Penumpukan besi pada sel gonad pada hipofisis anterior menyebabkan
berkurangnya sekresi hipofisis anterior yang memicu terjadinya hipogonadotropik
hipogonadisme dan pubertas terlambat.14 (gambar 3).

Gambar 3. Jaras Hipotalamus-hipofisis-gonad32
Beberapa studi melaporkan prevalensi hipotiroidisme pada talasemia beta
mayor, pada penelitian ini dijumpai hubungan yang signifikan antara perawakan
pendek dengan hipotiroid.33,34

Hormon tiroid berperan penting dalam maturasi

10

tulang, mempengaruhi sekresi GH, mempengaruhi kondrosit secara langsung dengan
meningkatkan sekresi IGF-I, serta memacu maturasi kondrosit.12
Kadar serum ferritin yang tinggi selama dekade pertama kehidupan akibat
pemberian transfusi berulang mengakibatkan terjadinya perawakan pendek, keadaan
ini merupakan

indikasi untuk pemberian terapi kelasi besi yang berguna untuk

mencegah atau membatasi komplikasi ini.3,9 Obat pertama yang tersedia adalah
desferoxamine (DFO).2 Akan tetapi beberapa studi menunjukkan tingginya kejadian
perawakan pendek pada anak dan remaja talasemia yang mendapat pengobatan
dengan DFO secara intensif.1,3,9 Hal ini disebabkan oleh intoksikasi DFO yang dapat
menghambat proliferasi sel, menghambat sintesis DNA, mengganggu

deposisi

mineral seperti kuprum dan zink.1,9 Mekanisme

tersebut

yang kompleks

menyebabkan platispondilosis dimana dijumpai vertebra menjadi rata, pemendekan
tulang panjang,9 dan pemendekan spinal yang menyebabkan penurunan tinggi badan
baik dalam keadaan duduk maupun berdiri.9,18
Pemberian terapi kelasi besi yang terlalu cepat yaitu pada usia antara 2 sampai
5 tahun dapat juga mengganggu pertumbuhan, hal ini disebabkan karena sebelum
tubuh mengalami kelebihan besi akibat pemberian transfusi, DFO menjadi kelasi
terhadap mineral lain selain besi.35

2.4 Prosedur Untuk Menilai Gangguan Pertumbuhan
Gangguan pertumbuhan merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada pasien
talasemia beta mayor. Pola pertumbuhan pada anak tersebut relatif normal sampai

11

usia 10 tahun. Anak talasemia beta mayor harus secara rutin dimonitor pertumbuhan
dan perkembangannya sampai mencapai tinggi dewasa dan perkembangan seksual
yang lengkap.36 Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai gangguan
pertumbuhan yang terjadi pada pasien talasemia beta mayor: 9
1. Pengukuran tinggi badan berdiri
Pengukuran ini dilakukan setiap 6 bulan, pengukuran tinggi badan ini selanjutnya
diproyeksikan pada kurva pertumbuhan sesuai usia dan jenis kelamin.9 Kurva
pertumbuhan digunakan untuk memantau pertumbuhan anak sesuai dengan populasi
acuannya. Untuk negara-negara yang tidak memiliki kurva pertumbuhan, World
Health Organization (WHO) menganjurkan penggunaan kurva The Centre Disease
Control and Prevention (CDC) sebagai acuan, akan tetapi kurva ini menggunakan
populasi Amerika Serikat, sehingga tidak sesuai untuk setiap negara dan perlu
penyesuaian-penyesuaian tertentu.12
2. Pengukuran Potensial Tinggi Genetik (PTG)
Oleh karena faktor genetik mempunyai pengaruh penting terhadap pertumbuhan dan
potensi tinggi seorang anak, maka sangat penting menilai perawakan dari orang tua
dan saudara kandung anak tersebut. Perkiraan tinggi dewasa seorang anak
berhubungan dengan target tinggi kedua orang tua.11 Potensial tinggi genetik (PTG)
dihitung dengan menggunakan rumus berikut:11
- PTG laki-laki

:

Tinggi ayah + ( tinggi ibu + 13 cm) ± 8,5 cm
2

- PTG Perempuan

:

Tinggi ibu + ( tinggi ayah – 13 cm) ± 8,5 cm

12

2
Bila didapati pola pertumbuhan anak mengalami deviasi dari orang tua atau saudara
kandungnya maka di dapati kondisi patologis yang mendasarinya, tetapi bila didapati
kelainan patologis yang nyata dari orang tua maka pengukuran ini tidak dapat
digunakan.11
3. Menilai kecepatan pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan suatu proses yang dinamik, sehingga diperlukan
pengukuran yang berkala untuk mengukur kecepatan pertumbuhan dalam satu satuan
waktu.12 Minimal harus ada dua titik pengukuran supaya dapat menilai kecepatan
pertumbuhan. Dengan demikian dapat dilihat pola pertumbuhan anak, apakah sejajar
dengan persentil atau melenceng. Anak dengan gangguan pertumbuhan

akan

mengalami pertumbuhan di bawah persentil 25 pada kurva kecepatan pertumbuhan11
4. Pemeriksaan status pubertas
Sebagaimana telah dikatakan di atas bahwa keterlambatan pubertas berpengaruh
terhadap gangguan pertumbuhan pada pasien talasemia.9,26 Penumpukan besi pada sel
gonad pada hipofisis anterior menyebabkan berkurangnya sekresi hipofisis anterior
yang memicu terjadinya hipogonadotropik hipogonadisme dan pubertas terlambat.
Oleh sebab itu perlu dilakukan penilaian status pebertas.14 Status pubertas dapat
dinilai dengan menggunakan skala Tanner. Pemeriksaan ini harus dilakukan setiap 6
bulan sejak usia 10 tahun sampai mencapai perkembangan seksual yang lengkap.
Untuk menilai volume testis dengan menggunakan Orchidometer (Prader)36
5. Menilai maturasi tulang

13

Maturasi tulang dapat diamati secara langsung dengan melihat pertumbuhan lempeng
epifisis

dengan menggunakan X-ray. Pada anak normal, didapati pusat

perkembangan epifisis sesuai usia, yang memungkinkan untuk dihasilkannya standart
maturasi tulang pada masing jenis kelamin selama masa anak dan remaja.13
Usia tulang (bone age) merupakan pengukuran kuantitatif maturasi fisik
tulang, caranya adalah dengan membandingkan Wrist X-ray pasien dengan Wrist Xray normal untuk laki-laki dan perempuan seperti yang terlihat pada atlas Greulich
and Pyle. Kegunaan dari penilaian usia tulang ini adalah untuk memonitor potensi
pertumbuhan dari waktu ke waktu, dapat juga digunakan

untuk menentukan

perkiraan tinggi dewasa.13
6. Pemeriksaan darah rutin dan kadar serum ferritin.3
7. Pemeriksaan fungsi tiroid (T3,T4,TSH),33,34 GH dan IGF-I.12

2.5 Kerangka Konseptual
Talasemia Beta Mayor

Intoksikasi DFO

Kelebihan besi
14

Gangguan Pubertas
Kelasi besi

Gangguan Fungsi Hati
Gangguan GH, IGF-1

Kadar ferritin
Gangguan Fungsi Hati
Gangguan Pertumbuhan





Tinggi Badan
Potensi Tinggi Genetik
Bone Age

: Yang diamati dalam penelitian

Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Desain

15