Sanitasi Pengolahan Dan Pemeriksaan Larva Cacing Pita Pada Daging Anjing Di Rumah Makan Panggang B1 Sekitar Padang Bulan Simpang Selayang Medan Tahun 2013

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daging Dan Produk Dari Daging
Binatang piaraan sebagaimana aturannya , lebih sehat dari pada mereka yang
berkerumun secara bebas di pejagalan atau pembantaian disebabkan oleh karena
binatang yang sehat menjadi kena infeksi selama transit menuju pasar dan dikurung.
Infeksi silang bisa terjadi dari hewan yang sakit atau atau hewan pembawa penyakit
atau melalui kotoran, bakteri menjadi tertabur.
Infeksi daging binatang sebelum disembelih bisa terjadi disebabkan oleh
karena beberapa bakteri tertentu menembus ke dalam otot walaupun jaringannya
biasa – biasa saja dan daging binatang yang sehat tidak menjadi tempat berlabuh bagi
mereka. Mungkin benar untuk Salmonella, Streptococci dan Brucella ( Lukman dkk,
2007 ).
Kehidupan bakteri di usus atau perut binatang bisa mempengaruhi
kehidupannya bilamana binatang disembelih dan dinding usus atau pencernaanya
hilang ketahanannya, sehingga jasad renik dapat menembus dinding dan selanjutnya
membawa ke seluruh jaringan darah dan limpha dan hubungan jaringan antar tulang (
Lukman dkk, 2007 ).
2.2. Daging Sebagai Kebutuhan Manusia
Dalam menjaga kelangsungan hidup manusia harus memperhatikan

kecukupan zat gizi seperti karbohidrat, protein , lemak dan vitamin yang didapatkan
dari tumbuhan maupun hewani.

6
Universitas Sumatera Utara

7

Kebutuhan akan protein dan lemak biasanya didapatkan manusia dengan cara
mengkonsumsi daging dari hewani seperti sapi, ayam, kambing, babi, kerbau dan lain
sebagainya. Kandungan protein dan lemak pada daging sangat tinggi, secara umum
daging mengandung 20 % protein dan lemak sekitar 11 %.
Daging didefenisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil
pengolahan jaringan – jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging yang dikonsumsi
dapat berasal dari sapi, kerbau, kuda, domba, kambing, unggas, ikan, dan organisme
yang hidup diair atau didarat serta daging hewan – hewan dan aneka ternak (
Soeparno, 1994 ).
2.3. Defenisi Daging Ajing
Daging anjing adalah daging pangan yang diproduksi dari anjing yang

disembelih. Selain sebagai binatang peliharaan, anjing masih diternahkkan dan
disembelih sebagai sumber protein di beberapa tempat di dunia. Di negara – negara
yang menyayangi anjing sebagai hewan peliharaan, memakan daging anjing
merupakan tindakan tabu dan melawan kebiasaan sehingga konsumsi daging anjing
biasa mendapat kecaman keras.
Dibeberapa provinsi di Indonesia, daging anjing disantap sebagai sumber
protein baik secara terang – terangan maupun diam – diam. Di Manado dan Minahasa
daging anjing dikenal dengan istilah”RW” (dibaca : erwe) , masakan Batak juga
mengenal masakan daging anjing, walaupun daging anjing yang diberi kode “B1”
untuk eufemisme bukanlah makanan yang paling populer dalam kuliner Tapanuli. Di
beberapa kota Jawa, seperti Solo dan Yokyakarta, sate dan tongseng dengan memakai

Universitas Sumatera Utara

8

daging anjing disamarkan dengan sebutan tongseng dengan daging anjing ( dari
tongseng asu ).
Seekor anjing dapat makan kutu saat perawatan. Kutu pergi melalui siklus
hidup empat tahap, telur, larva, nimfa, dan dewasa. Perlindungan terbaik adalah untuk

mencuci tangan dengan bersih dengan air dan sabun setelah kontak dengan anjing, air
liur, atau tinja anjing. Kurap bukanlah seperti namanya, disebabkan oleh cacing.
Berikut adalah beberapa penyakit zoonosis yang paling umum bahwa anjing bisa
lewat orang. Cacing pita pada anjing disebabkan oleh menelan kutu yang terinfeksi
dengan larva cacing pita.
2.4. Cestoda
Cacing

pita

termasuk

subkelas

Cestoda,

kelas

Cestoidae,


filum

Platyhelminyhes. Cacing dewasanya menempatisaluran usus vertebrata dan larvanya
hidup di jaringan vertebrata dan invertebrata ( Srisasi dkk,2000 ).
Pada umumnya cacing Cestoda mempunyai bentuk tubuh seperti pita, pipih
ke arah dorsoventral, dan mempunyai banyak ruas (segmen). Ukuran cacing cestoda
sangat besar variasinya. Ada yang panjang tubuhnya hanya beberapa milimeter, tetapi
ada juga yang panjang mencapai beberapa meter. Cacing dewasa mempunyai tubuh
yang terdiri dari kepala (skoleks), leher dan badan (srobila) yang terdiri atas banyak
ruas (segmen) yang disebut juga proglottid. Cacing cestoda adalah cacing yang
hermafrodit, artinya kedua jenis alat kelamin, yaitu alat kelamin jantan dan alat
kelamin betina terdapat didalam tubuh seekor cacing. Cacing cestoda tidak
mempunyai rongga rongga tubuh (body cavity) juga tidak mempunyai usus. Cacing
ini telah memiliki sistem saraf dan sistem pembuangan sisa metabolisme (excretory

Universitas Sumatera Utara

9

sistem). Juga setiap segmen dari cacing ini mempunyai alat reproduksi yang

sempurna (Soedarto,1991).
Spesies penting yang dapat menimbulkan kelainan pada manusia umumnya
adalah : Diphyllobotrhium latum, Hymenolepis nana, Echinococcus granulosus,
E.multilocularis, Taenia saginata dan Taenia solium (Srisasi dkk,2000).
Manusia merupakan hospes Cestoda ini dalam bentuk :
1. Cacing dewasa untuk spesies

D.latum, T.saginata, H.nana, H.diminuta,

Dipylidium caninum.
2. Larva, untuk spesies Diphyllobotrhium sp, T.solium, H.nana, E. granulosus,
Multiceps (Srisasi dkk, 2000).
Infeksi terjadi dengan menelan larva bentuk infektif atau menelan telur. Pada Cestoda
dikenal dua ordo :
1. Pseudophyllidea dan
2. Cyclopyllidea.
2.4.1. Klasifikasi Cestoda Pada Manusia
1.

2.


Ordo

: Pseudophyllidea

Superfamili

: Bothriocephaloidea

Famili

: Diphyllobothriidae

Genus

: Diphyllobotrhium

Spesies

: Diphyllobotrhium latum


Ordo

: Cyclophyllidea

Superfamili

: Taenioidea

Famili

: Taeniidae

Universitas Sumatera Utara

10

Genus

: 1. Taenia ,2. Echinococcus, 3. Multiceps


Spesies

: 1.1. Taenia saginta, 1.2. Taenia solium, 2. Echinococcus
Granulosus, 3. Multiceps multiceps

3.

Ordo

: Cyclophyllidea

Superfamili

: Taenioidea

Famili

: Hymenolepididae


Genus

: Hymenolepis

Spesies

: 1. Hymenolepis nana 2. Hymenolepis diminuta

2.4.2. Echinococcus Granulosus
Nama umum, cacing pita pada anjing adalah Echinococcus granulosus.
Terdapat di seluruh dunia terutama didaerah – daerah peternakan sapi dan domba
sehingga terdapat hubungan yang erat antara manusia-herbivora-anjing. Parasit ini
lebih banyak di jumpai didaerah beriklim sedang dari pada daerah beriklim tropik
(Soedarto,1991).
Hippocrates, Aretaeus dan Golden telah mengenal gejala klinik penyakit yang
disebabkan oleh kista hidatid. Pada tahun 1766 Palbes untuk pertama kali
menyatakan persamaan hidatid pada manusia dan pada binatang lain. Infeksi kista
hidatid yang pertama dibuat diagnosis pada manusia ialah di Amerika Serikat pada
tahun 1808 (Srisasi,2000).
Anjing dan karnivora lainnya adalah hospes cacing ini. Manusia dapat

dihinggapi stadium larvanya yang menimbulkan penyakit yang disebut hidatidosis.

Universitas Sumatera Utara

11

(gambar di atas adalah cacing dewasa Echinococcus granulosus)

2.4.3. Morfologi Echinococcus granulosus
Cacing ini kecil ukurannya. Panjangnya antara 3 dan 6 milimeter dan hanya
terdiri dari skoleks, leher dan strobila yang hanya terdiri dari 3 segmen. Kadang –
kadang terdapat 4 buah segmen. Segmen yang pertama adalah segmen yang imatur,
segmen kedua segmen matur dan segmen yang terakhir adalah segmen gravid.
Segmen yang terakhir ini adalah segmen yang terbesar ukurannya dengan panjang
dua sampai tiga milimeter dan lebar 0,6 milimeter. Skoleks memiliki 4 alat isap
dengan rostelum yang mempunyai 2 deret kait yang melingkar, lehernya pendek dan
lebar.
Telur berbentuk ovoid mirip dengan telur Taenia lainnya, mempunyai ukuran
panjang 32-36 mikron dan lebar 25-32 mikron. Telur ini juga mengandung embrio


Universitas Sumatera Utara

12

heksakan dengan tiga pasang kait. Telur cacing ini infektif dengan manusia, biri- biri,
sapi dan herbivora lainnya.
Bentuk larva didapatkan di dalam kista hidatid yang terbentuk di dalam tubuh
hospes perantara. Siklus hidup Echinococcus granulosus berlangsung di dalam dua
jenis tubuh tuan rumah. Sebagai hospes defenitif adalah anjing, serigala dan
sejenisnya sedangkan manusia, biri- biri, sapi , kuda dan kambing merupakan hospes
perantara. Biri – biri merupakan hospes perantara yang terbaik. Di dalam tubuh
hospes perantara ini , larva cacing akan tumbuh dan membentuk kista hidatid.

Telur –telur keluar bersama tinja hospes defenitif misalnya anjing, telur
termakan oleh hospes perantara (biri-biri dan mamalia pemakan rumput) melalui
rumput yang mereka makan sedangkan pada manusia oleh karena kontak yang erat
dengan anjing yang dipelihara. Di dalam duodenum , embrio heksakan akan menetas,
kemudian menembus dinding usus dan bersama aliran darah akan terbawa ke hati,

Universitas Sumatera Utara

13

paru-paru dan kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya. Hati dan paru – paru
merupakan organ yang paling sering di temukan embrio cacing ini. Di dalam organ
tubuh tersebut embrio tumbuh menjadi kista hidatid. Dari bagian dalam kista
kemudian akan terbentuk brood capsules disertai oleh pembentukan sejumlah
skoleks. Satu kista hidatid yang berasal dari sebuah embrio dapat memiliki ribuan
skoleks. Jika kista hidatid yang matang termakan oleh anjing, maka dalam waktu
enam minggu di dalam usus anjing tersebut akan tumbuh menjadi cacing dewasa.
Dengan demikian siklus hidup cacing akan berulang kembali. Pada anjing cacing
dewasa Echinococcus granulosus tidak menimbulkan banyak gangguan meskipun
didapatkan dalam jumlah besar di dalam usus. Sedangkan pada manusia larva cacing
akan menimbulkan unilocular hydatid disease (Soedarto,1991).
2.5. Gejala klinik akibat kista hidatid
Telur cacaing yang terdapat di dalam tinja anjing dapat tertelan manusia
melaui berbagai jalan yaitu melalui kontak langsung dengan anjing yang sakit,
melalui piring makan yang juga dipakai oleh anjing atau melalaui makanan yang
tercemar dengan tinja anjing yang mengandung telur cacing.

Universitas Sumatera Utara

14

Gejala klinik yang terjadi akibat kista hidatid tergantung kepada tempat
terdapatnya kista tersebut di dalam organ tubuh. Jika terdapat di daerah permukaan
mungkin terlihat adanya benjolan. Pada umumnya penyakit ini dalam keadaan tenang
selama bertahun – tahun tanpa keluhan dan hanya di jumpai sesudah dilakukan otopsi
atau bila kista pecah tak sengaja. Akibat tekanan kista juga sangat tergantung pada
lokasi kista. Jika kista hidatid pecah, maka dapat terjadi gejala anafilaktik dan juga
dapat timbul pembentukan kista hidatid sekunder baik yang bersifat sistemik maupun
yang setempat (Soedarto, 1991).
2.6. Klasifikasi Echinococcus granulosus
Cacing pita Cyclophyllidae Manusia
FAMILI

Hymenolepididae

GENUS

Hymenolepis

Taenia

Echinococcus

Multiceps

SPESIES

H.nana

T.solium

E. granulosus

M.multiseps

(stadium dewasa
larva pada
manusia)
H.diminuta
(stadium dewasa
pada manusia)

Taeniidae

(stadium dewasa
kadang-kadang
larva pada
manusia)
T.saginta
(stadium dewasa
pada manusia)

Subkigdom

: Metazoa

Kerajaan

: Animalia

Filum

: Platyhelminthes

(stadium larva
hanya pada
manusia)

(stadium larva
hanya pada
manusia)

E.multilocularis
(stadium larva
pada manusia)

And.relatid
species
(stadium larva
pada manusia)

Universitas Sumatera Utara

15

Subkelas

: Cestoda

Kelas

: Cestoidea

Ordo

: Cyclophyllidea

Famili

: Taeniidae

Genus

: Echinococcus

Spesies

: - E.granulosus
- E.multilocularis
(stadium larva hanya pada manusia)

2.7. Penyakit Yang Di Tularkan Melalui Makanan
Yang dimaksud dengan penyakit – penyakit karena makanan ialah gangguan
pada saluran pencernaan yang ditandai dengan gejala – gejala : mual, perut mules,
berak – berak yang terjadi setelah makan atau minum.
Sumber kontaminasi mikro-organisme makanan umumnya berasal dari tanah,
udara, hewan, dan manusia. Sedang saat kontaminasi dapat terjadi pada berbagai
tahap, baik selama maupun setelah pengolahan bahan makanan. Kontaminasi yang
terjadi pada tahap sebelum pengolahan antara lain sejak dari pemanenan,
penyembelihan dan selama penyimpanan.
Pada hakekatnya bahan makanan yang berasal dari tanaman dan hewan atau
produk – produknya, sulit dihindari dari hadirnya mikro-organisme secara alamiah
pada bahan makanan. Selama proses pengolahan makanan dan sesudah pengolahan,
dapat terjadi kontaminasi antara lain berasal dari perabotan, air, dan penjamah
makanan.
Penyakit – penyakit yang ditularkan melalaui makanan dapat dibagi menjadi 2
(dua ) golongan besar, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

16

1.

Infeksi
Penyakit ini disebabkan karena didalam makanan terdapat kuman atau mikro-

organisme pathogen sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti
cholera, disentri, typhus abdominalis, paratyphus A dan B dsb.
Penyebaran penyakit ini dapat disebabkan karena :
a. Makanan diolah oleh petugas pengolah makanan yang sebelumnya pernah
terkena atau sedang menderita penyakit tertentu (carier )
b. Makanan yang kotor karena telah terkontaminasi atau terjamah oleh tikus
atau serangga lain
c. Cara memasak yang kurang baik atau kurang sempurna.
2.

Keracunan Makanan
Yang dimaksud dengan keracunan makanan ialah timbulnya sindroma gejala

klinik disebabkan karena memakan makanan tertentu. Kelainan tersebut dapat
digolongkan sebagai berikut :
a. Keracunan karena memakan makanan yang mengandung zat kimia beracun
misalnya kacang kaster, cendawan,rhubad (sejenis bayam), solanin (sejenis
kentang), kerang dan yang mengandung toksin yang dihasilkan oleh microorganisme.
b. Infeksi karena bakteri yang membuat enterotoksin selama masa kolonisasi
dan pertumbuhan mukosa usus.
c. Infeksi karena micro-organisme yang mengadakan infasi dan berkembang
biak di mukosa usus tau jaringan lainnya ( Nyoman,1996 ).

Universitas Sumatera Utara

17

Pencegahan Echinococcus granulosus

2.8.

Dengan mempelajari siklus hidup dan penularan cacing Echinococcus
granulosus maka infeksi cacing ini dapat dicegah dengan cara :
1.

Mengobati penderita

2.

Pengawasan atas daging anjing (B1) yang diolah

3.

Memasak dengan baik daging anjing (B1) yang akan dimakan

4.

Menjaga kebersihan lingkungan
Pengobatan penderita Echinococcus granulosus selain akan mengurangi

sumber infeksi, juga akan mencegah kemungkinan terjadinya penularan oleh larva
kista hidatid. Pengawasan atas daging anjing yang akan dijual akan banyak
mengurangi kasus hydatidosis terutama di daerah yang penduduknya mempunyai
kebiasaan memakana daging anjing setengah matang.
2.9.

Sanitasi Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan adalah kegiatan yang meliputi penerimaan bahan

mentah atau minuman terolah, pembuatan, pengubahan bentuk, pengemasan, dan
pewadahan makanan (DepKes, 1996).
2.9.1. Pengertian Sanitasi
Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan
kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala bahaya
yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan, melalui dari sebelum makanan itu
diproduksi selama dalam proses pengolahan, penyiapan, pengangkutan, penjualan,
sampai pada saat dimana makanan tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada
konsumen (DepKes,1996).

Universitas Sumatera Utara

18

2.9.2. Manfaat Dan Pentingnya Sanitasi
Beberapa manfaat dapat kita rasakan apabila kita menjaga sanitasi di
lingkungan kita, misalnya :
1. Mencegah penyakit menular
2. Mencegah kecelakaan
3. Mencegah timbulnya bau yang tidak sedap
4. Menghindari pencemaran
5. Mengurangi jumlah ( persentase )sakit
6. Lingkungan menjadi bersih,sehat dan nyaman (Retno,2002).
2.9.3. Sanitasi Daging
Pengawasan daging sangat perlu, terutama karena daging mudah membusuk,
juga kemungkinan hewan potong menderita yang dapat ditularkan kepada manusia.
Untuk memelihara sanitasi daging ada beberapa hal khusus yang perlu diperhatikan.
1.

Hewan Potong
Hewan apapun yang akan diambil dagingnya, harus bebas dari penyakit,

seperti TBC, anthrax, dan cacing. Untuk mengetahui apakah hewan potong
mempunyai penyakit dilakukan dua kali pemeriksaan.
a.

Pemeriksaan sebelum ternak dipotong
Hewan yang dicurigai menderita penyakit, harus dipotong terpisah.

b.

Pemeriksaan setelah ternak dipotong yang diperiksa biasanya kelenjar,
jantung, lidah, alat – alat visceral, sebab alat- alat ini sering sebagai tempat
hidupnya bibit penyakit.

Universitas Sumatera Utara

19

2.

Rumah Potong
a.

Bangunan harus dibuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan, tidak
menjadi sarana berbagai serangga dan tikus, mempunyai saluran limbah,
mempunyai air bersih yang cukup, dan mempunyai tempat pembuangan
sampah yang baik.

3.

b.

Kadang – kadang tersedia tempat untuk hewan menginap sebelum dipotong

c.

Orang yang melaksanakan pemotongan harus terjaga kesehatannya.

d.

Pisau dan alat – alat yang dipergunakan harus benar – benar bersih.

Pemasaran
Kebersihan pasar daging haruslah terpelihara. Daging yang dijual jangan

dibiarkan terbuka dan batasi pembeli memegang daging agar tidak terkontaminasi
oleh kuman yang mungkin ada pada tangan pembeli tersebut. Sebaiknya pasar
dilengkapi dengan alat pendingin agar daging tidak cepat rusak. Untuk mengetahui
apakah daging masih berada dalam keadaan baik, ada tiga hal yang perlu
diperhatikan:
a.

Warna daging
Daging yang baik harus mempunyai warna sama antara bagian dalam dan
bagian luar daging.

b.

Bau
Bau daging adalah khas, sesuai dengan hewannya. Kalau ada proses
pembusukan, baunya akan berubah.

Universitas Sumatera Utara

20

c.

Konsistensi
Daging yang baik mempunyai konsistensi, elastic bila ditekan, kalau
dipegang terasa basah kering. Artinya, meskipun rasanya basah, tidak
sampai membasahi tangan si pemegang (Retno, 2002).

2.9.4. Pengolahan Makanan
Dalam pengolahan makanan terdapat unsur bahan makanan, unsur orang yang
mengolah, unsur waktu dan unsur suhu. Pengolahan makanan dapat dilakukan :
a. Dengan proses seperti : merebus, dogoreng, mengukus atau memanggang.
b. Dengan pendingin seperti : untuk makanan yang disajikan mentah,
misalnya : salad, lalapan
c. Dengan larutan kimia seperti : pengasaman, penggaraman, dan
perendaman dalam cuka
d. Dengan proses biologi yang disebut fermentasi, seperti : membuat asam
tempoyak tape
Pengolahan harus dilakukan oleh penjamah makanan dengan sikap dan perilaku
yang hygienis :
a. Tidak merokok selama mengolah makanan
b. Tidak makan atau mengunyah
c. Tidak memakai perhiasan berlebihan kecuali cincin kawin
d. Tidak

menggunakan

peralatan

atau

fasilitas

kerja

yang

bukan

peruntukannya

Universitas Sumatera Utara

21

e. Tidak mengerjakan kebiasaan yang menjijikkan selama mengolah
makanan seperti mengorek, mencungkil, menggaruk, menjilat, atau
meludah.
f. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara
terlindung dari kontak langsung dengan tubuh
g. Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dilakukan dengan
menggunakan sarung tangan plastic, penjepit makanan, sendok, garpu, dan
sejenisnya.
h. Tenaga pengolah makanan harus selalu melakukan pemeriksaan kesehatan
secara rutin/ berkala minimal enam bulan sekali.
Selalu berupaya untuk menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan kerja
dengan cara :
a. Menempatkan makanan pada wadah dan tempat yang layak, terutama
makanan yang mudah rusak
b. Selalau mencuci tangan dengan sabun sebelum bekerja dan setelah keluar
dari kamar mandi atau WC
c. Sealalau memakai pakaian kering dan pakaian pelindung
d. Selalu bersifat teliti dan hati – hati dalam menangani makanan (DepKes,
1996).
Menurut dewi (2008) yang mengutip dari Anwar dkk (1997) pengolahan
makanan menyangkut mpat aspek, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

22

1. Penjamah Makanan
Penjamah makanan adalah seorang tenaga yang menjamah makanan
mulai dari mempersiapkan, mengolah, menyimpan, mengangkut maupun
dalam penyajian makanan. Pengetahuan sikap dan perilakau seorang
penjamah mempengaruhi kualitas makanan yang dihasilkan. Penjamah
juga dapat berperan sebagai penyebar penyakit, hal ini bias terjadi melalui
kontak antara penjamah makanan yang menderita penyakit menular
dengan konsumen yang sehta, kontaminasi terhadap makanan oleh
penjamah yang membawa kuman.
2. Cara Pengolahan Makanan
Persyaratan

pengolahan

makanan

menurut

permenkes

No.

304/Per/IX/1989 adalah semua kegiatan pengolahan makanan harus
dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung antara penjamah
dengan makanan. Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi
dilakukan dengan sarung tangan, penjepit makanan, sendok, harpu, dan
sejenisnya. Dan setiap tenaga pengolahan makanan pada saat bekerja
harus memakai celemek, tutup rambut,sepatu dapur, tidak merokok serta
tidak makan / mengunyah.
3. Tempat Pengolahan Makanan
Tempat pengolahan makanan, dimana makanan diolah sehingga
menjadi makanan jadi biasanya disebut dengan dapur, menurut Depkes RI
(1994) perlu diperhatikan kebersihan tempat pengolahan tersebut serta
tersedianya air bersih yang cukup.

Universitas Sumatera Utara

23

4. Perlengkapan Dalam Pengolahan Makanan
Prinsip dasar persyaratan perlengkapan atau peralatan dalam
pengolahan makanan adalah aman sebagai alat pengolahan makanan.
Aman ditinjau dari bahan yang digunakan dan juga desain perlengkapan.
2.9.5. Penyimpanan Makanan
Tempat penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam
keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia, berbahaya, serangga dan hewan
lain (DepKes,1996). Persyaratan penyimpanan bahan mentah :
1. Penyimpanan bahan mentah harus didalam lemari pendingin dengan
mengatur suhu penyimpanan sesuai dengan kenis bahan makanan dan
lamanya waktu penyimpanan.
2. Ketebalan bahan padat tidak lebih dari 10 cm
3. Kelembapan penyimpanan dalam ruangan 80 – 90 %
Persyaratan penyimpanan makanan terolah, diharuskan dalam bentuk
kemasan tertutup serta disimpan dalam suhu 10 derajat celcius. Persyaratan
penyimpanan bahan jadi, antara lain :
1. Terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan tikus
2. Makanan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,6 C atau lebih atau
disimpan dalam suhu dingin 4 C atau kurang.
2.9.6. Pengangkutan Makanan
Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan dalam mencegah
terjadinya pencemaran makanan. Pencemaran pada makanan masak lebih tinggi

Universitas Sumatera Utara

24

resikonya dari pada pencemaran bahan makanan. Oleh karena itu titik berat
pengendalian yang perlu diperhatikan adalah pada makanan masak.
2.9.7. Penyajian Makanan
Proses ini merupakan tahap akhir proses pengelolaan makanan. Prinsip
penyajian makanan untuk setiap jenis makanan di tempatkan dalam wadah terpisah,
dan diusahakan tertututp. Tujuannya agar makanan tidak terkontaminasi silang, bila
satu makanan tercemar yang lain dapat di selamatkan, serta memperpanjang masa
saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan pangan.
2.10. Penjamah Makanan
Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan
makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan,
pengangkutan sampai dengan penyajian. Peran makanan, higiene perorangan dan
mempunyai kebiasaan bekerja, minat maupun perilaku sehat ( WHO dan Depkes RI,
2004 ). Penjamah makanan sangat penting dan merupakan salah satu faktor dalam
penyediaan makanan atau minuman yang memenuhi syarat kesehatan. Personal
higine dan perilaku sehat penjamah makanan harus diperhatikan. Seorang penjamah
makanan harus beranggapan bahwa sanitasi makanan harus merupakan pandangan
hidupnya serta menyadari akan pentingnya sanitasi.
Syarat – syarat penjamah makanan (Depkes RI,2003) :
1. tidak menderita penyakit mudah menular,misalnya : batuk,pilek,influenza, diare,
penyakit perut sejenisnya
2. menutup luka (pada luka terbuka atau bisul atau luka lainnya)
3. menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian

Universitas Sumatera Utara

25

4. memakai celemek dan tutup kepala
5. mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan
6. menjamah makanan harus memakai alat atau perlengkapan atau dengan alas
tangan.

Universitas Sumatera Utara

26

2.11. Kerangka Konsep

Pemeriksaan Laboratorium

-

Daging anjing mentah

-

Daging anjing yang
dipanggang setengah
matang/medium (63°C)
selama 30 menit
Daging anjing yang
dipanggang sampai
matang/well done (71°C)
selama 30 menit

-

Ditemukan
Echinococcus
granulosus (kista
hidatid)

Tidak ditemukan
Echinococcus
granulosus (kista
hidatid)

Sanitasi Pengolahan
daging anjing

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hygiene Sanitasi dan Keluhan Kesehatan Kulit Penghuni Rumah Kost Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang Tahun 2013

4 81 106

Pemeriksaan Larva Cacing Pita Pada Daging Babi {Porcina) Di Rumah Makan Babi Panggang Karo Sekitar Padang Bulan-Simpang Selayang Medan Tahun 2005

0 33 57

Pemeriksaan Larva Cacing Pita pada Daging Babi(porcina) di Rumah Makan Pabi Panggang Karo Sekitar Padang Bulan-Simpang Selayang Medan Tahun 2005

1 28 56

Sanitasi Pengolahan Dan Pemeriksaan Larva Cacing Pita Pada Daging Anjing Di Rumah Makan Panggang B1 Sekitar Padang Bulan Simpang Selayang Medan Tahun 2013

2 20 80

Sanitasi Pengolahan Dan Pemeriksaan Larva Cacing Pita Pada Daging Anjing Di Rumah Makan Panggang B1 Sekitar Padang Bulan Simpang Selayang Medan Tahun 2013

0 0 15

Sanitasi Pengolahan Dan Pemeriksaan Larva Cacing Pita Pada Daging Anjing Di Rumah Makan Panggang B1 Sekitar Padang Bulan Simpang Selayang Medan Tahun 2013

0 0 2

Sanitasi Pengolahan Dan Pemeriksaan Larva Cacing Pita Pada Daging Anjing Di Rumah Makan Panggang B1 Sekitar Padang Bulan Simpang Selayang Medan Tahun 2013

0 0 5

Sanitasi Pengolahan Dan Pemeriksaan Larva Cacing Pita Pada Daging Anjing Di Rumah Makan Panggang B1 Sekitar Padang Bulan Simpang Selayang Medan Tahun 2013

0 0 2

Sanitasi Pengolahan Dan Pemeriksaan Larva Cacing Pita Pada Daging Anjing Di Rumah Makan Panggang B1 Sekitar Padang Bulan Simpang Selayang Medan Tahun 2013

0 0 2

KUESIONER PENELITIAN Hygiene Sanitasi dan Keluhan Kesehatan Kulit Penghuni Rumah Kost Kelurahan Padang Bulan selayang I Kecamatan Medan Selayang Tahun 2013

0 0 20