Representasi Perempuan Dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Perempuan Dalam Film “Fifty Shades of Grey”)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Konteks Masalah
Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan salah satu media

komunikasi massa audiovisual yang dibuat berdasarkan asas sinematografi yang
direkam pada pita seluloid, pita video dan bahan hasil penemuan teknologi
lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses
elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat
dipertunjukkan dan ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik dan
sistem lainnya (UU Nomor 8 Tahun 1992 pasal 1 ayat 1).
Film, sebagai salah satu media massa mempunyai kekuatan untuk
menjangkau banyak segmen sosial, karena film dianggap mampu memenuhi
permintaan dan selera hiburan masyarakat. Film dapat memproduksi pesan yang
akan dikomunikasikan lewat pemanfaatan teknologi kamera, warna, dialog, sudut
pengambilan gambar, musik dan suara menjadi tampilan audio dan visual yang
terekspresikan menjadi sebuah karya seni dan sastra yaitu bagaimana adegan satu
dengan adegan yang lain dirangkai membentuk cerita film sehingga isi pesan
dalam film yang disampaikan mudah dipahami oleh penonton.

Pertama kali film lahir di pertengahan abad ke-19 dibuat dengan bahan
dasar seluloid yang sangat mudah terbakar (Effendy, 2014: 11). Perjalanan film
juga melalui saat yang panjang, dimulai dari film hitam-putih dan tanpa suara atau
“film bisu” sampai pada film berwarna serta bersuara seperti umumnya film saat
ini. Perkembangan film saat ini semakin pesat seiring dengan berkembangnya
teknologi yang menunjang pembuatan dan penyimpanan sebuah film. Film pun
sudah mendapatkan perhatian yang lebih di mata masyarakat. Tidak heran
semakin

banyak

sutradara

yang

berlomba

menunjukkan

kepiawaiannya


menciptakan film semenarik mungkin untuk mendapatkan hati para penggemar
film. Pesatnya perkembangan film dapat dilihat dari semakin banyaknya genre
film yang bermunculan seperti action, adventure, animation, comedy, romance,
mistery, crime, documentary, horror, biography, thriller dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

Animo masyarakat besar terhadap film, karena film merupakan salah satu
media komunikasi dengan menampilkan peran-peran yang merupakan refleksi
dari kehidupan yang ada. Film juga berperan sebagai sarana penyampaian pesan
kepada masyarakat. Film dapat dikatakan sebagai transformasi kehidupan
masyarakat, karena film adalah potret dari masyarakat di mana film selalu
merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan kemudian
memproyeksikan ke dalam layar (Sobur, 2004: 127). Jika dilihat dari fungsi film,
film tidak hanya berfungsi sebagai entertainment (hiburan) semata. Banyak film
yang sudah menjalankan fungsi yang lain dan menjadi gambaran realita
kehidupan sehari-hari yang mengandung pesan tersirat untuk mendidik,
menyatakan pesan moral, bahkan sebuah film pun bisa merepresentasikan kisahkisah yang ada di kehidupan seperti cinta dan kasih sayang.
Negara Amerika Serikat sudah terkenal dengan kepiawaiannya dalam

membuat film dengan berbagai genre. Apalagi jika berbicara mengenai genre
romantis, sudah banyak film Hollywood yang sudah terbukti mendapatkan banyak
apresiasi. Kepiawaian memunculkan efek romantis dan melukiskan cinta yang
menyentuh melalui sebuah film sudah tidak diragukan lagi. Sudah banyak film
yang terbukti mendapat apresiasi yang mengagumkan dan masih nyata dalam
ingatan penikmat film seperti film Titanic, Twillight and the sequel, Romeo and
Juliet, dan The Fault in Our Star yang sudah tak asing di telinga dan menciptakan
image romantis. Kisah romantis yang terdapat di dalam film tidak jarang membuat
para penikmatnya tersentuh dan ikut merasakan apa yang terjadi di di dalam film
tersebut. Dalam film romantis tidak terlepas dari pemeran laki-laki dan
perempuan. Berbicara mengenai perempuan, pada umumnya karakter perempuan
yang terbentuk dalam film romantis digambarkan sebagai perempuan yang lemah,
bergantung kepada laki-laki, lembut, butuh kasih sayang dan sebagainya.
Terlepas

dari

genre

romantis,


sudah

banyak

film

yang

mulai

menggambarkan perempuan bukan lagi sebagai makhluk yang lemah bahkan
pelengkap di suatu cerita, tetapi perempuan sudah digambarkan sebagai sosok
yang tanguh, bukan sebagai makhluk yang harus berlindung di belakang laki-laki.
Beberapa contoh film seperti “Kill Bill”, “Tomb Rider” dan “The Hunger

Universitas Sumatera Utara

Games” menggambarkan perempuan merupakan sosok yang tangguh dan bukan
makhluk lemah dan manja yang harus menunggu pertolongan laki-laki. Mulai

sejak tahun 2008 juga sudah mulai muncul berbagai film yang berasal dari kisah
nyata perjuangan perempuan seperti “Julie and Julia”, “The Queen”, “Amelia”
hingga “Coco Before Chanel”. Perempuan menjadi sebuah topik yang menarik
untuk dibicarakan terutama di dalam media massa, terutama film. Pandangan
masyarakat mengenai perempuan sebagian besar juga terbentuk oleh apa yang
selama ini digambarkan oleh media massa, yang di dalamnya termasuk film.
Perempuan selalu digambarkan sebagai tokoh yang lemah dan sering sekali
ditindas, walaupun sesekali juga perempuan digambarkan sebagai tokoh yang kuat
(Sunarto, 2009: 13).
Freud mengemukakan adanya determinasi biologis antara anak laki-laki
dan perempuan karena adanya perbedaan organ anatomis biologis, terlihat dari
fisik yang dimiliki oleh laki-laki dan prempuan di mana kebanyakan perempuan
memiliki fisik yang lebih kecil dari seorang laki-laki, sehingga perempuan sering
dianggap lebih lemah daripada laki-laki. Stigma mengenai perempuan sebagai
makhluk lemah lembut, halus, perasa, dilimpahkan kepada perempuan (Nugroho,
2004: 75). Problem pokok yang menampilkan sosok perempuan adalah
keberadaan perempuan dalam dunia laki-laki. Hal tersebut dapat ditandai oleh
pelecehan, diskriminasi, ketidakberdayaan, dan semua hal tersebut didominasi
oleh laki-laki. Apalagi bila dikaitkan dengan budaya patriarki yang masih
mendominasi posisi perempuan di bawah posisi laki-laki, dengan keadaan

demikian maka tidak heran masih banyak terjadi pelecehan terhadap derajat
maupun martabat perempuan. Negara Amerika Serikat sudah lama menggembargemborkan mengenai kesetaraan gender baik laki-laki dan perempuan. Tetapi
pada kebanyakan film, dapat dilihat bahwa penempatan posisi perempuan masih
di bawah laki laki. Seringkali ditemukan dalam film bahwa perempuan masih
menjadi “pelengkap” dalam film yang tetap menonjolkan laki-laki yang berperan
penting.
Tahun 2015 lalu, baru dirilis oleh Negara Amerika Serikat film yang
berjudul Fifty Shades of Grey. Film yang bergenre erotic romance ini diadaptasi

Universitas Sumatera Utara

dari novel trilogi yang ditulis oleh E.L James yang diterbitkan pada tahun 2011
lalu. Film ini resmi dirilis oleh Universal Pictures pada tanggal 13 Februari 2015
di Amerika. Sayangnya film ini tidak mendapat izin oleh pemerintah untuk masuk
ke bioskop seluruh Indonesia dikarenakan film ini tidak lulus sensor dari
Lembaga Sensor Indonesia. Dalam film ini memang terdapat adegan-adegan yang
erotis, tetapi di luar kesan erotis dari film ini, terdapat unsur cinta antara sepasang
kekasih yang menjadi pemeran utama di dalam film.
Film ini bercerita mengenai seorang pengusaha sukses yang bernama
Christian Grey (Jamie Dornan) yang memiliki kelainan seksual yang dikenal

dengan nama sadomasokisme di mana sang pria berperan sebagai sadis (pemberi
rasa sakit/aktif), dan wanitanya menjadi masokis (pihak yang disakiti/pasif).
Perjalanan film ini dimulai setelah Grey bertemu dengan mahasiswi cantik dan
sederhana yang bernama Anastasia Steele (Dakota Jhonson) saat mewawancarai
Grey di perusahaannya untuk majalah kampus tempat Ana mengenyam
pendidikan. Ana menggantikan teman sekamarnya yang sedang sakit. Teman
sekamar Ana adalah seorang jurnalis di universitas tersebut, sedangkan Ana
adalah mahasiswi jurusan sastra Inggris.
Grey merasa sangat tertarik terhadap Ana saat ia mulai mewawancarai Grey
mengenai kehidupan pribadi pria tersebut. Grey merasa ingin memiliki Ana
sepenuhnya. Keinginan memiliki yang dirasakan Grey bukanlah hanya ingin
memiliki tubuh Ana dan menjadikanya sebagai “pemuas” kebutuhan biologisnya
semata, Grey merasa ada sesuatu dalam diri Ana yang menarik dirinya sehingga ia
sangat tidak ingin jauh dari Ana. Grey mengikuti ke mana Ana pergi dan bersikap
protektif kepada Ana. Sampai suatu saat, Grey meminta Ana menandatangani
kontrak untuk menjadi pacarnya dan berhubungan intim dengan cara Grey yang di
mana caranya berhubungan intim tidak seperti umumnya. Di dalam fim ini juga
diceritakan bagaimana Ana dijadikan objek seks oleh Grey untuk memuaskan
nafsunya dalam berhubungan intim.
Film ini disutradarai oleh Sam Taylor - Jhonson yang mengambil lokasi di

Amerika Serikat dengan pemeran utamanya yaitu Jamie Dornan dan Dakota
Jhonson dan didukung oleh artis-artis lainnya seperti Eloise Mumford, Luke
Universitas Sumatera Utara

Grimes, Victor Rasuk dan masih banyak lagi. Menurut situs penjualan
tiket Fandango, “Fifty Shades of Grey” menjadi film dengan rating R yang paling
cepat terjual tiketnya dalam sejarah 15 tahun situs ini berdiri, melewati rekor
sebelumnya yang dipegang oleh Sex and the City 2 (www.chicagotribune.com).
Menurut laporan Hollywoodlife pada hari Selasa 17 Februari 2015, film ini sukses
meraup pendapatan sebesar US$94 juta pada hari pertama rilisnya 13 Februari
2015 (www.hollywoodlife.com). Film ini juga sempat mendapatkan nominasi
Golden Globe pada tahun 2016 ini (www.goldenglobes.com).
Film mengandung sebuah teks yang tersusun atas tanda dan lambang yang
akan memperoleh suatu makna atau pesan yang ingin disampaikan oleh sang
sutradara, sehingga pendekatan yang relevan dengan penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Sedangkan metode yang digunakan
adalah semiotika roland Barthes. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi hanya
merepresentasikan Anastasia Steele saja selaku tokoh utama perempuan, karena
tokoh utama yang berkuasa atas jalannya sebuah cerita (Freud, 2009: 15).
Representasi perempuan yang akan dilakukan pada penelitian ini juga hanya

sebatas adegan saat Ana dan Christian sedang bersama dan melakukan
percakapan. Peneliti sengaja mengambil hanya bagian mereka sedang bersama
saja, karena peneliti ingin melihat bagaimana perempuan digambarkan saat
bersama dengan laki-laki.
1.2.Fokus Masalah
Berdasarkan konteks masalah yang diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah
Representasi Perempuan Dalam Film “Fifty Shades of Grey” ?“
1.3. Batasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup penelitian terlalu luas, sehingga dapat
mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti.
Adapun pembatasan masalah yang diteliti adalah:
1.

Perempuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Anastasia Steele.

Universitas Sumatera Utara

2. Objek penelitian ini adalah scene yang dianggap mendukung representasi
perempuan (Ana).

3. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisis
semiotika Roland Barthes.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui representasi perempuan di
dalam film “Fifty Shades of Grey”melalui semiotika Roland Barthes.
2. Mengetahui scene apa saja yang merepresentasikan perempuan dalam film
”Fifty Shades of Grey”.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah serta
memperluas wawasan di bidang ilmu komunikasi khususnya tentang
analisis semiotika.
2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bahan
bacaan

mahasiswa

serta


dapat

memberikan

kontribusi

dalam

perkembangan Ilmu Komunikasi FISIP USU.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pikiran
dan masukan kepada pihak yang membutuhkan pengetahuan yang
berkenaan dengan penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Representasi Perempuan dalam Film Hollywood Analisis Semiotika Representasi Karakter Perempuan dalam Film Colombiana

10 58 117

Representasi Perempuan Dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Perempuan Dalam Film “Fifty Shades of Grey”)

24 123 123

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM FILM WANITA TETAP WANITA Representasi Perempuan Dalam Film Wanita Tetap Wanita (Analisis Semiotika Representasi Perempuan dalam Film Wanita Tetap Wanita).

2 7 13

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM FILM WANITA TETAP WANITA (Analisis Semiotika Representasi Perempuan dalam Film Wanita Tetap Wanita) Representasi Perempuan Dalam Film Wanita Tetap Wanita (Analisis Semiotika Representasi Perempuan dalam Film Wanita Tetap Wani

0 4 14

Representasi Perempuan Dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Perempuan Dalam Film “Fifty Shades of Grey”)

0 1 12

Representasi Perempuan Dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Perempuan Dalam Film “Fifty Shades of Grey”)

0 0 2

Representasi Perempuan Dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Perempuan Dalam Film “Fifty Shades of Grey”)

0 1 35

Representasi Perempuan Dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Perempuan Dalam Film “Fifty Shades of Grey”)

0 0 4

Representasi Perempuan Dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Perempuan Dalam Film “Fifty Shades of Grey”)

0 0 1

Representasi Budaya Patriarki dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Budaya Patriarki dalam Film Fifty Shades of Grey) - UNS Institutional Repository

0 0 15