Representasi Perempuan dalam Film Hollywood Analisis Semiotika Representasi Karakter Perempuan dalam Film Colombiana

(1)

i

Representasi Perempuan dalam Film Hollywood

Analisis Semiotika Representasi Karakter Perempuan dalam Film

Colombiana

Representation of Woman in Hollywood Movies

Semiotics Analyze of Representation of Woman’s Character in

“Colombiana”

S K R I P S I

Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S-1) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta

Disusun oleh : NOVIS PUTRI WARDHANI

20110530172

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i Representasi Perempuan dalam Film Hollywood

(Analisis Semiotika Representasi Karakter Perempuan dalam Film Colombiana) Representation of Woman in Hollywood Movies

(Semiotics Analyze of Representation of Woman’s Character in “Colombiana”)

S K R I P S I

Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S-1) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta

Disusun oleh :

NOVIS PUTRI WARDHANI 20110530172

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Novis Putri Wardhani

NIM : 20110530172

Konsentrasi : Broadcasting Jurusan : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : Representasi Perempuan dalam Film Hollywood Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 03 Desember 2016 Penulis


(4)

iii

MOTTO

“Hidup awalnya hanya mempunyai dua warna, yaitu HITAM dan

PUTIH. Dari dua warna itulah bila dipadukan dengan bijaksana akan

menghasilkan berbagai warna dalam kehidupan. Tergantung

bagaimana setiap individu menyikapinya. Seperti halnya pelangi yang

datang setelah mendung dan hujan pergi…”

“Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi

berusahalah menjadi manusia yang berguna”.

-Einstein-

“Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah. Pendidikan merupakan

perlengkapan paling baik untuk hari tua”.

-Aristoteles-

“Apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai. Karena curahan

hujan tidak memilih-milih apakah pohon apel atau hanya semak


(5)

iv

Halaman Persembahan

Sang Pemilik Hati Allah SWT...

Sembah sujud serta syukur kepada allah SWT. Tak henti-hentinya bibir ini mengucap syukur kepada allah.Wahai sang pemilik hati, jiwa dan raga ini, terimakasih atas segala karunia dan kemudahan yang telah engkau berikan sehingga skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Melalui doa-doa yang telah aku lantunkan hanya untuk mu, engkau telah memberikan begitu banyak kekuatan sehingga aku dapat melewati proses yang panjang ini. Puja dan puji syukur aku panjatkan hanya kepada engkau sang pemilik hati dan raga ini serta

sholawat dan salam hanya kepada Rasullulah Muhammad SAW.

Ibunda dan Ayahanda Tercintaku..

Karya kecil yang sederhana ini aku persembahkan untuk mama tercinta Siti Rohyati dan bapak tercinta Chaerudin sebagai tanda baktiku kepada kedua orang

tuaku. Kasih sayang kalian tak terbatas untukku, kesabaran kalian tak terhingga, terimaksih mama telah membesarkanku dengan penuh cinta dan kasih sayang,

nasehatmu dan doa-doa yang telah mengiringi langkahku sehingga aku bisa menyelesaikan studi, terimakasih. Bapak, yang telah mencintaiku sepenuh hati terimakasih telah merestuiku untuk kuliah di jogja. Sekarang anak perempuanmu

telah selesai S1 semua ini berkat dukungan serta doa-doa dari bapak dan terimakasih telah memberikan subsidinya selama ini.

Adik laki-lakiku...

Amar Zulfikar adikku, terimakasih atas doa-doanya selama ini. Walaupun sering bertengkar tapi percayalah itu yang menjadikan pemanis dirumah membuat rindu

yang selalu ingin pulang..


(6)

v Teruntuk seseorang yang selalu ada dalam doaku. Saptaji S.I.Kom, Terimakasih

atas kasih sayang, perhatian, dan kesabaranmu yang telah memberikanku semangat dan inspirasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini, semoga engkau

pilihan yang terbaik untukku dan masa depanku.

Sahabat-sahabatku...

“Hidupku terlalu berat untuk mengandalkan diri sendiri tanpa melibatkan bantuan Tuhan dan orang lain. Tak ada tempat terbaik untuk berkeluh kesah selain bersama sahabat-sahabat terbaik”. Sulistina Indriani, Bekti Setyowati, Anggita Rusmita, Windia setyaningrum, Gelvi Sulista, Baiq Nikmatun Hasanah, Ade Dwi,

Lenyka Brona, Dita Ami, Novi Diaz, Mega Anggraeni kalian adalah bagian dari kebahagiaanku. Terimakasih telah mengukir kebahagiaan di dalam hidupku.

Terimakasih atas bantuan, doa, dan motivasi kalian sehingga skripsi ini terselesaikan. Maafkan aku jika sering merepotkan kalian, dan belum bisa menjadi

sahabat yang baik untuk kalian . Tak akan terlupakan untuk persahabatan ini. Tak lupa Rio Adi Nugroho teman terbaik terimakasih telah banyak membantuku

dikala kesulitan dan kegelisahan sedang melanda, terimakasih...

Teman-teman kos Bu ir...

Iin, Gita, Gelvi, Mboy, Kay, innes terimakasih untuk canda dan tawanya di kos bu Ir, terimakasih juga untuk kalian yang pernah jadi tukang tutup pintu kamarku

sewaktu aku ketiduran. Maafkan aku yang selalu merepotkan kalian. Jangan pernah lupakan aku, temanmu yang sering ketiduran ketika mendengarkan curhatan kalian. Indra penghuni laki-laki satu-satunya di kos bu ir terimakasih atas

bantuanmu selama ini. Tak lupa untuk mba Penni seseorang yang selalu merelakan tenaganya untuk membuatkan aku semangkok mie rebus.

Terimakasih...

Teman-teman Broadcasting 2011...

Untuk semua teman-teman keluarga besar broadcast 2011, nanda terimakasih atas bantuannya dan sharingnya selama proses skripsiku kamu sangat membantu.


(7)

vi Mayang, Fasya, rona, gita, gelvi, teh fera yang juga pernah membantuku terimakasih. Terimakasih banyak untuk semua temen-temen BC yang tak bisa disebutkan satu-satu terimakasih atas doa, bantuan dan kerjasamanya selama ini. Untuk semua temen-temen Ilmu komunikasi 2011 tentunya aku ucapkan banyak terimaksih atas kerjasamanya selama ini. Kalian semua bukan hanya menjadi

teman yang baik, kalian adalah saudara bagiku!!

Teman-teman KKN “42”

Kharis, nurma, wahdana, elen, lina, ading, asri, ardi, mboy, bram, een, elen, risky, radit, rona, jazz, oci, endah dan yang lainnya. Terimakasih telah menjadi teman

yang luar biasa dalam satu team. You are rock!!

Teman-teman naik gunung...

Lina, risky, bang ghulam, bang fredy, odi dan yang lainnya, terimakasih telah menjadi teman yang asik di gunung, rindu kalian rindu naik gunung. Next gunung


(8)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Rumusan Masalah ... 10

3. Tujuan Penelitian ... 10

4. Manfaat Penelitian ... 10

5. Kerangka Teori ... 11

1. Film Sebagai Media Representasi ... 11

2. Perempuan dalam Film ... 17

3. Konsep Gender ... 23

6. Metode Penelitian ... 29

1. Jenis Penelitian ... 29

2. Objek Penelitian ... 30

3. Teknik Pengumpulan Data ... 30

4. Teknik Analisis Data ... 31


(9)

viii BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Perempuan dalam Film Hollywood ... 37

B. Gambaran Kulit Gelap di Amarika ... 41

C. Profil Film Colombiana ... 46

D. Sinopsis Film Colombiana... 47

E. Penelitian Terdahulu ... 54

BAB III PEMBAHASAN A. Maskulinitas Tokoh Perempuan ... 61

B. Feminitas Yang Negatif ... 71

C. Perempuan dan Sensualitas ... 82

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 95

B. Saran-Saran ... 97 DAFTAR PUSTAKA


(10)

ix DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 : Cataleya Sedang Membidik Musuhnya di Dalam Penjara ... … 6 Gambar 3.1 : Cataleya Berdiri Sejajar Dengan Jeruji Besi Yang Kokoh... … 62 Gambar 3.2 : Cataleya Mengatur Waktu ... ….. 62 Gambar 3.3 : Cataleya Menodongkan Pestol Kepada Musuh di Dalam Penjara… 63 Gambar 3.4 : Cataleya Terlihat Berotot ... …… 69 Gambar 3.5 : Cataleya Menyaksikan Pamannya Terbunuh ... ……. 72 Gambar 3.6 : Perempuan Terlihat Menangis di Hadapan Seorang Laki-laki . ……. 74

Gambar 3.7 : Cataleya Membunuh Dengan Tatapan Penuh Rasa Benci ... …….. 78 Gambar 3.8 : Ekspresi Sedih dan Menysal Cataleya ... ……. 80 Gambar 3.9 : Seorang Perempuan Membuka Baju dan Sepatunya ... ……. 83 Gambar 3.10 : Seorang Perempuan Melepaskan Kemejanya Tampak Kaos

Transparan... ...85 Gambar 3.11 : Cataleya Meliuk-liukkan Tubuhnya ... …….. 85 Gambar 3.12 : Perempuan Sedang Menggosok Anggota Tubuhnya Menggunakan Sabun ... ... 87 Gambar 3.13 : Perempuan Tempat Tidur dan di Hampiri Oleh Seorang Laki-laki... 89


(11)

x DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Peta Tanda Roand Barthes ... 28 Tabel 2 : Teknik Pengambian Gambar ... 29 Tabel 3 : Teknik Editing dan Gerakan Kamera ... 30


(12)

I I

t

I

i

HALAMA]\

PENGESAHAN

Skripsi yang tregridul Representa-si Perempuan dalam Film Holly'wood tela} dnrjikan dan dipertahankan di depan T'im Pengirji Skripsi Program Studi limlr Komturikasi Fakultas Ih:ru Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muharnmadivah Yogyakarta pada :

Han Tanggal Tempat Nilai

s.tP.,

i{.si)

Skripsi ini telah ditedma sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarlana iS1 )

ing .ltrusan Ilrru Komrurikasi.

S.IP. M.Sc) Studi IlmuKomrurikasi

\

Universita s Muharnmadiyalr Yog-valiarta

l


(13)

xiii

ABSTRAK

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi Konsentrasi Broadcasting Novis Putri Wardhani

Representasi Perempuan Dalam Film Colombiana (Studi Analisis Semiotika Representasi Karakter Perempuan Dalam Film Colombiana)

Tahun Skripsi : 2016 + 98 Halaman

Daftar Pustaka : 35 buku + 4 sumber internet +2 jurnal

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana representasi

karakter perempuan yang ditampilkan dalam Film Colombiana (2011) menceritakan tentang

sepak terjang seorang perempuan bernama Cataleya yang diperankan oleh Zoe Saldana. Karakter yang melekat pada diri Cataleya adalah sangat mandiri, pemberani, kuat, kejam, pintar dan tangguh. Cataleya sangat berani memainkan senjata yang dia pakai untuk mmbunuh para musuhnya.

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode semiotika. Metode semiotika digunakan untuk pemaknaan lambang-lambang dalam teks mediadan untuk melihat bentuk-bentuk komunikasi yang diperlukan sebagai sistem tanda.

Objek penelitian berupa film Colombiana (2011) karya sutradara Megaton Oliver yang

memiliki durasi 1 jam 40 menit. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi dan studi pustaka. Teknik analisis data menggunakan Semiotika Roland Barthes

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) film Colombiana memperlihatkan

perempuan yang pemberani, mandiri, jauh dari kelembutan seorang perempuan dan memperlihatkan perempuan tidak harus untuk bertindak dengan kelembutan namun lebih kepada kecerdasan yang rasional. (2) Karakter feminitas yang ditampilkan dalam film Colombiana ini filmaker menggambarkan prempuan sebagai sosok yang memiliki dualitas,

kuat sekaligus lemah. (3) perempuan dalam film Colombiana juga direpresentasikan sebagai

sebuah objek sensualitas. Sisi feminisme kurang terlihat jelas dalam film ini adanya transformasi pergeseran konstruksi sosial terhadap perempuan dimana perempuan dibentuk atau di konstruksi untulk maskulin terlihat dari simbol-simbol yang ada. Tetapi disisi lain mitos perempuan yang harus tampil cantik, sensual masih dilekatkan.


(14)

xiv

ABSTRACT

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

faculty of Social Science and Political Science Department of Communication Studies concentration Broadcasting

Novis Putri Wardhani

Representation of Women In Film Colombiana (Semiotics Analysis Study of Character Representation of Women in Film Colombiana)

Thesis Year: 2016 + 98 Pages

Bibliography: 35 books + 4 +2 internet source journals

This study was conducted to determine how the representation of female characters who appear in the movie Colombiana (2011) tells of the exploits of a woman named Cataleya, played by Zoe Saldana. Character inherent in Cataleya is very independent, brave, strong, ruthless, smart and tough. Cataleya very bold play weapon he used to kill his enemies.

This research uses a qualitative study using semiotic method. Semiotic methods used for the meaning of the symbols in the text to see the media and other forms of communication that are required as a system of signs. The object of research in the form of movie Colombiana (2011), directed by Oliver Megaton which has a duration of 1 hour 40 minutes. Data collection technique used documentation and literature. Data were analyzed using Semiotics of Roland Barthes.

The results showed that (1) the film Colombiana showed that women who brave, independent, away from the tenderness of a woman and showed that women should not be to act with compassion but rather a rational intelligence. (2) Feminity character depicted in Columbiana, woman describe by filmmaker as a person who has duality, both strong and weak. (3) Feminism tend to portrayed less obvious because of the social constructionism shifts, where women shown as masculine figure based on the available symbols but on the other hand the myth remains intact, that women needs to appear beautiful and sensual.


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Amerika merupakan salah satu negara yang mempunyai pengaruh besar di seluruh dunia dalam berbagai sektor industri. Salah satunya adalah industri perfilman milik Amerika yang telah melegenda di seluruh bagian dunia. Sekarang ini telah banyak sineas-sineas yang memproduksi film dengan berbagai tema yang dikeluarkan oleh rumah produksi film. Perempuan tentu saja menjadi salah satu topik yang sering dibahas dalam film. Amerika mencoba memperlihatkan pandangan lain mengenai karakter perempuan. Perempuan ditampilkan sebagai sosok yang berbeda. Perbedaan tersebut tentunya mencolok pada peran perempuan dalam rumah tangga yang sebenarnya. Karena saat ini perempuan tidak lagi ditampilkan sebagai perempuan yang lemah lembut.

Selama bertahun-tahun hingga sekarang isu gender masih sangat menarik untuk menjadi bahan diskusi untuk diteliti. Istilah gender lebih mengarah pada perbedaan peran dan perilaku laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial oleh masyarakat tertentu (Fakih, 1996:8). Gender dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Laki-laki sangat identik dengan maskulin dan perempuan identik dengan feminin. Ada batasan-batasan tersendiri yang


(16)

2 dikonstruksikan dalam sebuah masyarakat tentang bagaimana seharusnya sikap seorang perempuan dan bagaimana sikap seorang laki-laki. Perbedaan karakteristik yang ada di perempuan dan laki-laki tersebut ada yang beranggapan bahwa hal tersebut merupakan hal yang kodrati yang sudah melekat dalam diri mereka sejak lahir, tetapi ada juga yang beranggapan maskulin dan feminin itu dikonstruksikan oleh manusia. Manusia yang membuat adanya pemahaman tentang bagaimana seharusnya perempuan dan laki-laki bersikap.

Seperti halnya karakter perempuan juga berubah dari waktu ke waktu seiring berkembangnya zaman. Dulu perempuan dipandang bahwa posisi seorang perempuan hanya untuk mengurus suami dan melayani perintah dari suaminya, perempuan dianggap tidak mampu untuk mencampuri yang bukan perannya seperti mencampuri urusan untuk berpolitik, sosial maupun ekonomi yang pada umumnya semua itu didominasi oleh para laki-laki. Tetapi seiring perkembangan zaman banyak mengalami perubahan dari karakter perempuan yang tadinya lemah lembut, penyayang, egois, penurut, sekarang karakter perempuan berubah menjadi pemberontak, keras, emosional, kuat, tangguh dan pintar. Karakter-karakter ini terbawa pada karakter perempuan di dalam film. Saat ini perempuan tidak hanya berperan sebagai pembantu dan ibu rumah tangga yang melakukan pekerjaan domestik saja, perempuan saat ini mempunyai peran yang berbeda yaitu sebagai super hero, pemimpin dan bahkan menjadi seorang yang bisa melawan ketidak-adilan yang dilakukan oleh laki-laki. Karakter-karakter perempuan dalam


(17)

3 film bisa digambarkan dalam banyak peran dan fungsi tertentu yang menunjukkan bahwa perempuan bisa sejajar dengan laki-laki. Di dalam jurnal penelitian Dewanto, keunikan karakter perempuan yang ada di filmnya tersebut penggambaran satu sosok perempuan yang memiliki kemampuan sama dengan karakter laki-laki yang juga muncul dalam serial tersebut. Pada beberapa situasi, perempuan justru memiliki kemampuan lebih tinggi, keberanian lebih baik, serta mengambil keputusan lebih logis dibandingkan dengan karakter laki-laki. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa perempuan bisa memiliki kemampuan memimpin lebih baik dari pada laki-laki, bahkan mengendalikan karakter lain, yang kebanyakan laki-laki

(http://www.jurnalkommas.com/docs/jurnal%20dewanto%20_fix_.pdf)

Film, Feminisme dan Budaya: Kajian Feminisme Pada Karakter M dalam Serial James Bond diakses pada tanggal 30 Juni 2015.

Seperti hal nya karakter pada perempuan yang akan diteliti dalam film

Colombiana (2011). Seperti yang kita tahu saat ini telah banyak genre film diproduksi mulai dari film action, komedi, horor, musikal, drama, romantis, nasionalis dan masih banyak lainnya. Meski biasanya film action identik dengan perang-perangan yang seharusnya diperankan oleh kaum laki-laki karena telah berabad-abad sosok laki-laki telah dinilai oleh masyarakat bahwa laki-laki mempunyai kekuatan untuk melawan dan terkenal dengan maskulinitasnya. Perempuan dipandang tidak mampu untuk melakukan peran tersebut karena perempuan telah dinilai dalam masyarakat bahwa perempuan adalah sosok yang lemah lembut dan hanya bisa berdiri di


(18)

4 belakang laki-laki. Beban kerja domestik lebih panjang dan lebih banyak (Bureden). Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok dalam menjadi kepala keluarga mengakibatkan segala bentuk pekerjaan rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan, sehingga perempuan yang juga berstatus sebagai pekerja pada sebuah perusahaan juga harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga (Fakih 71-75:2003).

Tetapi saat ini para sineas-sineas perfilman dunia telah banyak memproduksi film action dan tidak sedikit film action yang diperankan oleh perempuan. Perempuan tidak lagi ditampilkan sebagai sosok yang lemah lembut, bahkan bisa lebih kuat dari pada laki-laki. Meski biasanya film action

identik dengan perang-perangan dan diperankan oleh kaum laki-laki.

Seperti dalam film Colombiana (2011) yang diproduseri oleh Luc Besson, dan disutradarai oleh Oliver Megaton. Film Colombiana (2011) menceritakan tentang sepak terjang seorang perempuan bernama Cataleya yang diperankan oleh Zoe Saldana. Cataleya menjalankan sebuah misinya untuk balas dendam terhadap Don Luis dan para anak buah Don Luis. Di film ini Cataleya yang notabenenya adalah seorang pembunuh bayaran ternyata dibalik dari pekerjaan sebagai pembunuh bayaran Cataleya mempunyai kisah masa lalu yang buruk dan tragis. Saat Cataleya kecil harus melihat kedua orang tuanya dibunuh oleh anak buah Don Luis yang tentu saja diperintah oleh Don Luis, seorang mafia narkoba di Colombia. Setelah Cataleya besar, Cataleya hanya ingin menjadi seorang pembunuh agar dia bisa membalaskan


(19)

5 dendamnya kepada Don Luis dan anak buahnya. Cataleya terlihat sangat mandiri dan pemberani.

Karakter yang melekat pada diri Cataleya adalah dia sangat mandiri, pemberani, kuat, kejam, pintar dan tangguh. Cataleya sangat berani memainkan senjata yang dia pakai untuk membunuh para anak buah Don Luis. Perempuan tidak di gambarkan sebagai perempuan yang lemah dan tidak berdaya. Justru sebaliknya perempuan di gambarkan sebagai hero, untuk dirinya sendiri. Perempuan berjuang untuk balas dendam terhadap para laki-laki yang telah merampas hak hidup kedua orang tuanya. Terlihat Cataleya selalu berhasil untuk membunuh para anak buah Don Luis dia sangat terampil dan maskulin. Cataleya selalu melakukan aksinya sendirian tanpa ada bantuan dari siapapun. Dia membunuh para laki-laki dengan sangat cerdas dan penuh taktik. Sepertinya laki-laki sudah tidak dibutuhkan lagi oleh Cataleya, dengan gampang dia bisa melumpuhkan laki-laki. Bahkan di dalam penjarapun Cataleya masih bisa masuk dan membunuh. Padahal penjagaan di dalam penjara begitu ketat dan banyak polisi berjaga.


(20)

6 Gambar 1.1 Cataleya sedang membidik musuhnya di dalam penjara. Karakter pemberani sangat melekat pada diri Cataleya. Keberaniannya untuk membunuh menggunakan senjata api sudah biasa baginya. Dari gambar di atas terlihat bahwa Cataleya sedang menodongkan pistol kepada lawannya, pistol merupakan senjata yang biasanya hanya dipakai oleh kaum laki-laki saja. Karakter yang terlihat dari gambar di atas adalah perempuan sangat kuat, pemberani untuk mematikan musuhnya. Tatapan matanya pada saat membidik lawannya memperlihatkan akan adanya kebencian terhadap laki-laki. Cataleya bisa dikatakan sangat mandiri dalam menyelesaikan misinya karena dia berjuang sendirian dalam menyelesaikan tujuannya, dia sangat tangguh dan cerdas dalam menyelesaikan masalah yang datang menghadangnya sehingga Cataleya bisa membunuh semua kaum laki-laki yang memang musuhnya tersebut. Orang-orang di sekitar Cataleya hanya sebatas memberikan motivasi, suport serta nasehat.

Cataleya adalah perempuan mandiri dan independen, dia tidak memiliki ikatan dengan laki-laki atau dengan kata lain tidak memiliki suami. Tetapi


(21)

7 Cataleya memiliki seorang pacar bernama Danny, namun tidak terikat. Cataleya menyembunyikan identitasnya dia membohongi pacarnya agar identitas Cataleya sebagai seorang pembunuh bayaran tidak terbongkar. Kehadiran Danny hanya dimanfaatkan oleh Cataleya untuk memuaskan nafsu seks nya saja. Sesekali Cataleya datang kepada Danny untuk melampiaskan hasrat seksualitasnya, tetapi setelah itu Cataleya pergi untuk menyelesaikan tugas dan misinya kembali.

Dalam melaksanakan misi balas dendamnya Cataleya juga menjalankan tugas dari pamannya. Dia bernama Emilio Restrepo (Ciff Curtis). Menjadi seorang pembunuh bayaran itu tidak mudah, Cataleya belajar menjadi seorang pembunuh kepada pamannya yang notabenya adalah seorang pembunuh juga. Semenjak orang tua Cataleya dibunuh, pamannya lah yang mengurus dan membesarkan Cataleya. Cataleya tinggal bersama paman dan neneknya di sebuah kota yang banyak terdapat bunga anggrek ber jenis Cataleya itu sebabnya orang tua Cataleya memberikan nama itu. Di mana kota yang Cataleya tinggali bersama nenek dan pamannya itulah orang tuanya berasal.

Film yang hampir sama dan memiliki tema yang sama dengan film

Colombiana (2011) adalah film Salt (2010) yang di sutradarai oleh Philip Noyce dan diperankan oleh Angelina Jolie (Evelyn Salt). Film ini menceritakan seorang perempuan, Evelyn Salt yang di perankan oleh Angelina Jolie agen rahasia yang berusaha mengembalikan nama baiknya. Evelyn Salt bekerja untuk CIA namun dia ternyata menjadi mata-mata rusia.


(22)

8 Evelyn Salt mempunyai misi yang dinamakan day X yang artinya ada misi membunuh Presiden Rusia saat Presiden Rusia sedang berkunjung ke Amerika. Evelyn Salt menjadi seorang pembunuh karena terikat dengan kelompok. Aksi yang dilakukan oleh Evelyn Salt memperlihatkan bahwa dia adalah perempuan yang kuat, kejam, pintar dan tangguh. Salt mempunyai suami yang sangat dicintai olehnya, ketika Salt melihat suaminya dibunuh pas di depan matanya dia terlihat lemah dan meneteskan air mata.

Dari kedua film ini karakter perempuan terlihat berbeda yang membedakan adalah media merepresentasikan Cataleya yang berwajah cantik dan seksi itu sebagai sosok perempuan yang mempunyai karakter kejam, pembunuh, kuat, tangguh, tak mudah terkalahkan dan tidak memiliki kecintaan terhadap laki-laki. Sedangkan Evelyn Salt adalah perempuan berkulit putih, cantik dan mempunyai seorang suami. Evelyn Salt tidak independen dia mempunyai seorang suami. Evelyn Salt seorang perempuan yang kuat, pembunuh namun dia memiliki suami tentunya Evelyn Salt sangat mencintai suaminya. Nilai-nilai feminin sering ditampilkan dalam film Salt, cara berpakaian Evelyn Salt lebih feminin dari pada Cataleya. Evelyn Salt beraksi menggunakan pakaian kerjanya dan ia memakai rok sedangkan Cataleya saat melakukan aksinya dia selalu memakai celana ketat nilai maskulin lebih terlihat. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti film

Colombiana di mana Cataleya di representasikan sebagai perempuan pembunuh bayaran yang kejam, kuat tangguh, mandiri dan independen. Di mana korban yang dibunuhnya semua laki-laki, nafsu Cataleya begitu


(23)

9 menggebu-gebu untuk membunuh para laki-laki yang telah merampas hak hidup kedua orang tuanya.

Hampir keseluruhan dalam film ini Cataleya digambarkan sebagai perempuan cantik, seksi yang mempunyai karakter kuat, kejam, jagoan super tangguh, mandiri dan independen. Cataleya dapat menyelesaikan misinya dengan sempurna walaupun di akhir cerita Cataleya nyaris tertangkap oleh FBI tetapi Cataleya berhasil lolos. Misi untuk membalaskan dendamnya dengan membunuh semua laki-laki dengan cara yang kejam dan tak berperasaan telah Cataleya selesaikan. Tetapi di balik semua itu, ada scene

yang menampilkan bahwa perempuan yang kuat, tangguh, tidak mudah terkalahkan dan maskulin itu ternyata juga membutuhkan cinta dan kasih sayang dari seorang laki-laki. Terlihat dari scene tersebut bahwa Cataleya ingin tahu keberadaan pacarnya dan mengatakan cinta kepadanya. Air mata yang keluar mengisyaratkan bahwa perempuan sebenarnya membutuhkan cinta dan kasih sayang dari laki-laki.

Dari film ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian melalui tanda-tanda bagaimana karakter perempuan di tampilkan dalam film Colombiana (2011). Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotika. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika atau dalam Barthes adalah semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal


(24)

10

(things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dicampur adukan dengan mengkomunikasikan (so communicate) (Sobur, 2004:15).

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah sebagai berikut : “Bagaimana Representasi Karakter Perempuan dalam Film Colombiana(2011) ?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan representasi karakter perempuan dalam film Colombiana (2011) dengan menggunakan analisis semiotika teori Roland Barthes.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan serta manfaat terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan konsep penelitian. Penelitian ini diharapkan mampu bermanfaat:

1. Secara Teoritis

Diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini dapat memberikan masukan bagi akademisi khususnya dalam kajian Ilmu Komunikasi terutama film, yaitu bagaimana perempuan direpresentasikan dalam sebuah film.

2. Secara Praktis


(25)

11 Dapat menambah wacana mengenai representasi perempuan yang disampaikan dalam film.

Manfaat penelitian ini secara praktis adalah dapat menjadi bahan pertimbangan masyarakat tentang perempuan dalam karya film yang ada, secara khusus menjadi bahan pertimbangan untuk para pembuat film dalam membuat film agar lebih teliti dan mendalam.

E. Kerangka Teori

1. Film Sebagai Media Representasi

Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang berfungsi mengirimkan pesan kepada khalayak. Sebagai salah satu media massa, film memiliki caranya sendiri dalam menarik perhatian orang lain. Film memiliki kemampuan untuk mengantarkan pesan secara unik dapat juga dipakai sebagai sarana pameran bagi media lain dan sebagai sumber budaya yang berkaitan erat dengan buku, film kartun, bintang televisi, film seri serta lagu (Mc Quail, 1989:14-15).

Film juga bisa dikatakan sebagai media sosialisasi dan media publikasi budaya yang ampuh. Buktinya adalah ajang-ajang festival film semacam Jiffest (Jakarta International Film Festival), Festival Film Perancis, Pekan Film Eropa dan sejenisnya merupakan ajang tahunan yang rutin diselenggarakan di Indonesia.

Film-film yang datang dari negara-negara lain tentu saja mereka menampilkan kebudayaan yang ada di negara mereka. Film-film yang disajikan tentu saja untuk memperkenalkan kepada khalayak dengan


(26)

masing-12 masing budaya yang mereka miliki. Begitu juga dengan khalayak yang datang untuk menonton, mereka berbondong-bondong ingin menonton film yang di produksi dari berbagai negara tersebut dengan tujuan khalayak ingin mengetahui kebudayaan yang ada di berbagai negara. Khalayak menonton film Amerika tentu saja mereka ingin mengetahui kehidupan sosial dan budaya yang ada di Amerika. Karena di setiap film ada pesan dan makna budaya yang diselipkan.

Berbicara mengenai film Hollywood, ada satu contoh film yang sama sama membahas mengenai representasi perempuan, bagaimana perempuan digambarkan sebagai sosok yang tangguh dan kuat. Gone Girl adalah salah satu contoh film Hollywood yang membahas representasi perempuan yang berbeda. Biasanya perempuan dikenal dengan sosoknya yang lemah lembut, feminin dan sensitif, namun dalam film Gone Girl, gambaran mengenai karakter perempuan ini tergantikan dengan karakter perempuan yang tangguh, kejam, pendendam dan mandiri. Dikisahkan dalam film Gone Girl

seorang perempuan yang bernama Amy, mempunyai dendam terselubung kepada suaminya Nick yang kemudian melakukan segala upaya agar Nick dipenjara dan merasa hidupnya sudah hancur oleh semua perbuatan yang tidak dia lakukan. Hal itu di tekankan oleh Bartes dalam bukunya Stokes Jone, Bartes mengatakan bahwa “Cerita yang ada dalam film merupakan bungkusan atau kemasan yang memungkinkan pembuat film melahirkan realitas rekaan yang merupakan suatu alternatif dari realitas nyata bagi penikmatnya. Dari segi komunikasi, ide atau pesan yang dibungkus dalam


(27)

13 cerita itu merupakan pendekatan yang bersifat membujuk (persuasif). Ideologi bekerja dengan menghapus tanda-tanda cara kerjanya sendiri

sehingga penafsiran atas dunia tampak “alami” atau terbukti dengan

sendirinya bagi kita. Karena film menggunakan tanda yang tidak terlihat

seperti tanda” (Barthes dalam Jones dan Jackson, 2009:116).

Representasi merupakan aktivitas untuk membentuk pengetahuan yang dimungkinkan oleh kapasitas otak untuk dilakukan oleh semua manusia. Representasi dapat didefinisikan lebih jelasnya sebagai penggunaan tanda untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu (Danesi, 2012:20). Representasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan tanda (gambar, bunyi dan lain sebagainya) untuk menggambarkan, menghubungkan, memproduksi sesuatu yang dilihat di sekitar kita.

Pada dasarnya desain komunikasi visual, termasuk film merupakan representasi sosial budaya masyarakat dan salah satu manifestasi kebudayaan yang berwujud produk dari nilai-nilai yang berlaku pada kurun waktu tertentu dan sangat akrab dengan kehidupan manusia seperti halnya suatu kenyataan yang universal (Tinarbuko, 2012:6). Istilah representasi itu sendiri menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam produk media. Pertama, apakah seseorang atau kelompok

atau gagasan tersebut ditampilkan sebagaimana mestinya. Kata ‘semestinya’

ini mengacu pada apakah seseorang atau kelompok itu diberitakan apa adanya atau diburukkan. Penggambaran yang tampil bisa jadi adalah penggambaran


(28)

14 yang buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu. Kedua, bagaimanakah representasi itu ditampilkan, hal tersebut bisa diketahui melalui penggunaan kata, kalimat, aksentuasi (Eriyanto, 2001:113).

Terminologi representasi mempunyai beberapa makna. Menurut Danesi (2010:24) representasi dapat di definisikan lebih jelasnya sebagai penggunaan tanda seperti gambar, dialog untuk menghubungkan dan menggambarkan, memotret, atau memproduksi sesuatu yang dilihat, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu. Representasi adalah sebuah cara di mana memaknai apa yang diberikan pada benda yang digambarkan yang selanjutnya melalui tanda tersebut akan didapatkan gambaran (pesan) dengan bantuan alat indera manusia.

Menurut Stuart Hall, ada dua proses representasi yaitu representasi mental dan bahasa. Representasi mental yaitu konsep tentang sesuatu yang ada di kepala kita masing-masing. Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Representasi bahasa menjelaskan konstruksi makna sebuah simbol. Bahasa berperan penting dalam proses komunikasi makna. Konsep abstrak yang ada di kepala kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide tentang sesuatu dengan tanda-tanda atau simbol-simbol tertentu (Hall, 1997:16).

Burton juga berpendapat bahwa representasi merujuk pada deskripsi terhadap orang-orang yang membantu mendefinisikan kekhasan kelompok-kelompok tertentu. Kata tersebut tidak hanya tentang penampilan di


(29)

15 permukaan. Kata tersebut juga menyangkut makna-makna yang dikaitkan dengan penampilan yang dikonstruksi (Burton, 2008:133).

Dari beberapa penjelasan di atas, representasi bisa dikaitkan dengan proses pengkategorian dari apa yang kita saksikan dan dari berbagai macam kegiatan yang ada. Setiap pesan yang disampaikan baik verbal maupun non verbal akan di representasikan berbeda-beda oleh media dan diserap oleh khalayak dengan persepsi yang berbeda-beda pula sesuai dengan kondisi khalayak yang sesuai dengan tingkat pengetahuan tentang media itu sendiri. Dalam film Colombiana (2011) ini misalnya, tanda ditekankan pada sosok karakter perempuan, untuk mengetahui representasi karakter perempuan dalam film Colombiana (2011). Pada umumnya representasi adalah penggambaran terhadap sesuatu realitas yang dikonstruksikan kemudian dikomunikasikan kembali dalam berbagai macam tanda baik dalam bentuk suara dan gambar. Salah satu dari hasil representasi adalah film, karena film dibangun dari berbagai macam tanda dan kode. Maka dalam penelitian ini, karakter perempuan itu sendiri digambarkan melalui tanda-tanda dan kode-kode yang terdapat di dalam film Colombiana (2011).

Stuart Hall mendeskripsikan tiga pendekatan terhadap representasi yang dapat diringkas sebagai berikut:

a. Reflektif : yang berkaitan dengan pandangan atau makna tentang representasi yang entah di mana “di luar sana” dalam masyarakat sosial kita.


(30)

16 b. Intensional : yang menaruh perhatian terhadap pandangan

kreator atau produser representasi tersebut.

c. Konstruksionis : yang menaruh perhatian terhadap bagaimana representasi dibuat melalui batas, termasuk kode-kode visual

(Hall dalam Burton 2008:133).

Jika yang pertama berkaitan dengan pandangan atau makna representasi dalam masyarakat sosial kita, maka pendekatan tentang representasi tersebut bisa berarti pemaknaan terhadap tanda yang ada di sekitar kita oleh masing-masing dari kita yang melihat tanda tersebut. Dengan kata lain bisa disebut sebagai pandangan umum.

Pendekatan representasi Intensional dipengaruhi oleh orang-orang yang berada di belakang tanda tersebut. Tanda dalam film misalnya, bisa terjadi karena merupakan kepentingan dari sutradara maupun produser film tersebut melalui tanda-tanda. Konstruksionis berkaitan dengan pembangunan makna terhadap subjek yang direpresentasikan. Pendekatan ini sama halnya dengan skema Burton terhadap representasi tadi yakni makna yang terbentuk berdasarkan representasi dari penampilan dan perilaku yang terlihat dari subjek yang diteliti.

2. Perempuan dalam Film

Pada awalnya film muncul secara perlahan dan tumbuh sebagai media hiburan. Di era modern sekarang ini, film merupakan media yang dapat menceritakan tentang realitas sosial yang ada dalam lingkungan masyarakat.


(31)

17 Selain bersifat menghibur, film juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan untuk khalayak umum.

Hubungan antara film dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang.

Menurut Oey Hong Lee (1965:40) dalam buku “Semiotika Komunikasi”

mengatakan bahwa film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia, mempunyai massa pertumbuhannya pada akhir abad ke-19, dengan perkataan lain pada waktu unsur-unsur yang merintangi perkembangan surat kabar sudah bikin lenyap. Ini berarti bahwa dari permulaan sejarahnya film dengan lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang sejati, karena dia tidak mengalami unsur-unsur teknik, politik, ekonomi, sosial dan demografi yang merintangi kemajuan surat kabar pada masa pertumbuhannya dalam abad ke-18 dan permulaan abad ke-19. Film mencapai puncaknya di antara perang dunia I dan Perang Dunia II, namun seiring dengan munculnya medium televisi film mengalami kemerosotan tajam pada tahun 1945 (Sobur, 2004:126).

Dalam film perempuan sering kali di posisikan sebagai gender kelas kedua. Sosok perempuan selalu direndahkan dan perempuan tidak pernah dilibatkan dalam hal keputusan sehingga perempuan kurang memiliki akses untuk peningkatan kualitas hidupnya, seperti akses untuk pendidikan, ekonomi, sosial politik dan bidang lainnya. Kedudukan perempuan selalu berada di bawah kedudukan laki-laki hal ini tercermin bahwa laki-laki selalu mendominasi perempuan. Peran perempuan sering ditampilkan sebagai sosok perempuan yang lemah tidak berdaya atau sosok perempuan yang jahat.


(32)

18 Perempuan yang sering diposisikan sebagai gender kelas kedua ini menempatkan sosok perempuan hanya bisa mengerjakan pekerjaan di wilayah domestik saja.

“Perempuan oleh media massa, baik iklan atau berita, senantiasa

digambarkan sangat tipikal yaitu tempatnya ada di rumah, berperan sebagai ibu rumah tangga dan pengasuh, tergantung pada pria, tidak mampu membuat keputusan penting, menjalani profesi yang terbatas, selalu melihat pada dirinya sendiri, sebagai obyek seksual/simbol seks, obyek peneguhan pola kerja patriarki, obyek pelecehan dan kekerasan, serta menjalankan fungsi sebagai konsumer barang atau jasa dan sebagai alat pembujuk” (Sunarto, 2009:4).

Sama halnya dengan gambaran representasi seorang perempuan dalam film Hollywood contohnya adalah film Gone Girl (2014). Bagaimana dalam

Gone Girl ini menceritakan hilangnya seorang perempuan yang bernama Amy. Amy adalah digambarkan sebagai sosok perempuan yang cantik, feminin, sensitif, pandai dan mudah bergaul dengan tetangga sekitar. Namun kenyataan sebenarnya Amy lah yang merancang skenario hilangnya dirinya sendiri dan membuat agar suaminya yaitu Nick menjadi tersangka dan dipenjara seumur hidup. Misteri lenyapnya Amy berlanjut pada pencarian besar-besaran yang tidak hanya melibatkan aparat kepolisian setempat, namun juga puluhan relawan dan simpatisan. Antusiasme publik yang muncul cukup masih, sampai memancing berbagai spekulasi baik di mata tim


(33)

19 penyelidik maupun di acara temu-bincang (talkshow) yang tersiar global lewat televisi kabel.

Namun, seiring durasi bergulir dan fakta-fakta baru bermunculan. Sifat Amy pun sangat berbeda dengan sifat dalam skenarionya, Amy adalah perempuan yang cuek dan anti sosial, Amy juga seorang yang egois, kejam dan sangat licik. Dari sini kita tahu bahwa yang psikopat justru si Amy. Dia ingin suaminya dihukum mati kerena telah "membunuhnya". Alasannya karena Amy tahu bahwa Nick berselingkuh dan dia sangat kesal sehingga merencanakan agar seakan dia dibunuh oleh suaminya kemudian dibuang. Hingga akhirnya ada satu kalimat ajakan Nick yang mengatakan bahwa sebenarnya Nick masih mencintai Amy dan menyuruhnya untuk kembali pulang, Amy yang mengetahuinya merasa tersanjung dan tak berdaya, namun di sinilah kemudian terlihat sisi kejam Amy saat membuat alibi baru, yaitu membunuh dengan sadis Dessi Collings yang merupakan mantan pacarnya yang kemudian dituduhnya dia telah menculik dan menyiksa Amy.

Perempuan dijadikan sebagai obyek dari mesin operasional industri media, dan cenderung menjadi obyek pola kerja patriarki, seksi, pelecehan dan kekerasan. Hal tersebut sering kita lihat serta dengar beberapa kasus tentang perempuan yang dimuat di media massa baik itu, film, koran, televisi dan radio. Banyak persoalan perempuan yang menyeruak seperti, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan seksual dan maraknya kasus perdagangan perempuan. Tidak hanya itu perempuan yang sering


(34)

20 direndahkan dan diperlakukan dengan kekerasan tidak jarang mengalami kematian. Namun dalam film ini, karakter perempuan digambarkan dengan sifat yang berbeda, yaitu perempuan keras, pendendam, tangguh, egois, kejam dan sangatlah licik.

Penggambaran perempuan di sejumlah media massa khususnya film, masih didominasi berita kekerasan terhadap perempuan, sementara pemberitaan mengenai kiprah perempuan masih berada di bawahnya. Masyarakat masih memaknai eksistensi perempuan hanya pada wilayah realitas fisik saja. Sebab media berpikir bahwa iklan atau tayangan televisi akan terasa hambar dan kehilangan segi estetikanya bila tidak menyisipkan obyek perempuan. Kepentingan komersialisme atau pengejaran rating tertinggi menjadi alasan utama kenapa perempuan dijadikan objek pelengkap (Supratman, 2012:33).

Dalam media massa khususnya film perempuan sering menjadi alat penarik untuk penonton, perempuan mempunyai nilai jual yang tinggi baik itu dilihat dari segi paras wajah, lekukan badan, kecantikan, desahan suaranya dan sebagainya. Pada akhirnya perempuan dipandang sebagai obyek media massa karena perempuan memiliki nilai jual tinggi. Nilai jual perempuan mahal sebab secara fisik adalah makhluk yang menawan. Akan tetapi, keindahan fisik perempuan tersebut tidak jarang dimanfaatkan oleh pelaku media sebagai komoditas dan identitas. Perempuan hanya dilihat dari fungsi keindahan biologisnya saja sehingga tidak jarang perempuan cenderung


(35)

21 sebagai obyek yang sepihak, tanpa mengedepankan nilai-nilai atau norma serta penghargaan terhadap perempuan.

Keberadaan perempuan di sektor publik, cenderung dimanfaatkan oleh kaum laki-laki. Perempuan dijelma menjadi daerah eksploitasi bisnis. Fenomena ini bisa kita jumpai pada tayangan-tayangan iklan maupun program televisi dan film-film yang nyaris menjual citra perempuan sebagai pengumbar seks (Anshori dkk, 1997:3). Contohnya pada film Hollywood adalah Gone Girl dan Charlies Angel.

Sering kita lihat di televisi maupun film selalu ada perempuan entah jadi tokoh utama, sebagai objek atau subjek, sebagai konsumen. Film berperan aktif dalam menegaskan kedudukan serta peran perempuan dengan mempresentasikan perempuan sebagai ibu maupun istri yang selalu berkaitan dengan pekerjaan rumah, anak, kecantikan, kelembutan dan keindahan. Misalnya film Charlies Angel (2000) ketiga perempuan ditampilkan sebagai sosok yang cantik, seksi dan pemberani. Mereka bertiga adalah wanita berbakat yang mendapatkan tugas dengan seorang yang berkomunikasi dengannya menggunakan perangkat dan asisten. Ketiga wanita tersebut adalah wanita yang terpilih untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh Charlie dan akan terus dikomunikasikan dengan perangkat. Cara apapun akan mereka tempuh demi menyelesaikan tugas mereka, termasuk membunuh para musuh musuhnya. Ketiga wanita seksi yang juga sangat jenius hingga bisa selalu menyelesaikan tugas dari Charlie dengan baik.


(36)

22 Media massa cenderung menggambarkan tentang perempuan yang pasif, tidak dapat diambil keputusan dan hanya menerima keputusan dari kaum laki-laki. Secara jelas media menempatkan perempuan menjadi objek dan menstereotipkan perempuan sebagai bawahan laki-laki dan terbatasnya hak perempuan karena dibatasi oleh pemenuhan hak laki-laki, seolah perempuan termarginalkan (Siregar, 2000:73). Film juga cenderung menstereotipkan perempuan yang dapat merugikan kaum perempuan itu sendiri dan menjadikan perempuan sebagai warga kelas dua. Dahulu sering kita lihat stereotip perempuan di dalam media yang sering dijadikan pengeksploitasian dan kekerasan baik fisik maupun psikis. Namun seiring berjalannya waktu dan kesadaran akan persamaan hak perempuan, mulai berdiri lembaga-lembaga badan perlindungan maupun seniman yang sadar akan hal itu dan ikut berpartisipasi dengan membuat film sebagai kampanye akan emansipasi perempuan.

Seiring berjalannya waktu, pergeseran film dari pengeksploitasian perempuan kini perlahan mulai bermunculan film bertema perempuan yang mengangkat tentang sosok perempuan tangguh seperti dalam film “The Hunger Games”, perempuan ditampilkan sebagai sosok yang kuat, lebih memimpin dibandingkan dengan laki-laki, bisa memecahkan masalahnya sendiri dan bersikap tegar. Media menstereotipkan bahwa perempuan ditampilkan sebagai sosok yang kuat. Dalam beberapa film perempuan juga ditampilkan sebagai sosok yang jahat seperti tidak mempunyai hati, seperti


(37)

23 misalnya dalam film Cinderella (2015)ibu tiri ditampilkan seolah-olah jahat dan tidak berperikemanusiaan.

Dari kedua film ini digambarkan perempuan yang tangguh dan bisa menjadi sosok yang kejam, Pada fim Gone Girl, Amy pada awalnya digambarkan sebagai sosok yang sangat sempurna, dia juga menjadi impian banyak wanita karena kecantikan dan kecerdasannya. Amy juga sosok yang multitalenta. Namun suatu hari dia merasa dikhianati oleh Nick suaminya sendiri yang kemudian membuatnya merencanakan pembunuhan atas dirinya sendiri. Nantinya diharapkan Nick akan di tuduh bersalah atas kematian istrinya yang sempurna dan dia akan di penjara seumur hidupnya. Setelah kabur dari rumah, Amy pun melakukan berbagai cara termasuk membunuh mantan pacarnya guna membuat alibi baru agar Amy bisa kembali ke pelukan Nick. Dalam kesimpulan ini Amy digambarkan sebagai sosok perempuan yang tetap membutuhkan laki-laki sebagai pendamping hidup, terbukti dengan Amy yang akhirnya luluh dan kembali pulang ke rumah Nick.

Kemudian di film Charlie’s Angel, ketiga perempuan yang digambarkan sebagai sosok yang cantik, seksi dan multitalenta ini ternyata mempunyai pekerjaan sebagai pembunuh bayaran atas suruhan Charlie. Setiap mendapatkan tugas dari Charlie, mereka bertiga kemudian merubah penampilan mereka menjadi sosok perempuan yang tangguh dan maskulin. Ketiga wanita tersebut adalah wanita yang terpilih untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh Charlie. Mereka terpilih sebagai perempuan yang cantik, seksi dan jenius. Cara apapun akan mereka tempuh demi menyelesaikan tugas


(38)

24 mereka, termasuk membunuh para musuh musuhnya. Dalam film ini bahwasanya perempuan ini bekerja di bawah kekuasaan laki-laki dan dari film ini digambarkan Charlie sebagai sosok laki-laki yang berkuasa atas ketiga perempuan tersebut.

3. Konsep Gender

Istilah gender di dalam masyarakat bertujuan untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki secara alamiah (ciptaan Tuhan) ataupun secara pembentukan budaya (konstruksi sosial). Sering kali masyarakat masih mencampur adukan pengertian dua perbedaan ini. Gender merupakan perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah mengikuti perkembangan jaman (Sasongko, 2009:7). Sangat berbeda dengan pengertian seks yang dipandang sebagai perbedaan biologis (jenis kelamin) dan sudah melekat sejak lahir.

Perempuan adalah seorang manusia yang memiliki alat reproduksi seperti rahim, saluran untuk melahirkan, memproduksi sel telur, memiliki vagina dan mempunyai alat untuk menyusui. Perempuan itu memiliki sifat lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan (Fakih, 2012:8). Berbicara tentang perempuan tak lepas dari istilah feminisme. Feminisme berasal dari kata latin feminin yang berarti memiliki sifat keperempuanan. Feminisme diawali oleh persepsi tentang ketimpangan posisi perempuan dibanding laki-laki (Anshori dkk, 1997:19). Feminisme hendaknya dilihat sebagai suatu seruan beraksi atau gerakan dan bukan sebagai keyakinan. Untuk mengubah


(39)

25 pandangan masyarakat terhadap pemahaman gender, maka perlu diketahui beberapa istilah yang digunakan tentang pemahaman gender (Sasongko, 2009:9) :

a. Buta Gender (gender blind), yaitu kondisi atau keadaan seseorang yang tidak memahami tentang pengertian/konsep gender karena ada perbedaan kepentingan laki-laki dan perempuan.

b. Sadar Gender (gender awareness), yaitu kondisi atau keadaan seseorang yang sudah menyadari kesamaan hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki.

c. Peka/Sensitif Gender (gender sensitive), yaitu kemampuan dan kepekaan seseorang dalam melihat dan menilai hasil pembangunan dan aspek kehidupan lainnya dari perspektif gender (disesuaikan kepentingan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan).

d. Mawas Gender (gender perspective), yaitu kemampuan seseorang memandang suatu keadaan berdasarkan perspektif gender.


(40)

26 e. Peduli/Responsif Gender (gender concern / responcive), yaitu kebijakan atau program yang sudah dilakukan dengan memperhitungkan kepentingan kedua jenis kelamin.

Pembedaan yang kedua adalah berdasarkan gender. Jika konsep seks didasarkan pada fisik, maka gender dibangun berdasarkan konstruksi sosial maupun kultural manusia. Misalnya perempuan itu dikenal dengan lemah lembut, anggun dan memiliki sifat keibuan dan emosional. Sedangkan laki-laki dianggap jantan, kuat dan rasional. Sifat-sifat tersebut dapat dipertukarkan, dengan kata lain ada laki-laki yang memiliki sifat lemah lembut, keibuan dan emosional, sementara juga ada wanita yang perkasa, kuat dan rasional. Perubahan dari sifat-sifat inilah yang bisa berubah dari waktu ke waktu (Fakih, 2006:9).

Terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh beberapa hal, di antaranya dikonstruksikan dan disosialisasikan secara sosial maupun kultural. Pada akhirnya dengan melalui proses yang lama perbedaan-perbedaan gender dianggap sebagai ketentuan mutlak dari tuhan, hal tersebut dianggap oleh masyarakat sebagai kondisi yang diberi dan tidak bisa dipertukarkan, seolah-olah perbedaan-perbedaan gender adalah sifat biologis yang sudah tidak dapat diubah lagi, menjadikan anggapan bahwa perbedaan gender adalah sudah menjadi kodrat antara laki-laki dan perempuan.

Untuk memahami konsep gender harus dibedakan antara kata gender dan seks (jenis kelamin). Pengertian dari jenis kelamin merupakan pembagian


(41)

27 sifat atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yaitu laki-laki perempuan. Sedangkan konsep gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural (Fakih, 2012:8).

Gender sebagai perbedaan perempuan dengan laki-laki berdasarkan

social construction yang tercermin dari kehidupan sosial dari keluarganya. Perempuan disosialisasi dan diasuh secara berbeda dengan laki-laki. Hal ini menunjukkan adanya social expectation (ekspektasi sosial) yang berbeda terhadap anak perempuan dan anak laki-laki (Moriss, 1989 dalam Sihite, 2007:230). Dalam seks atau jenis kelamin terdapat perempuan dan laki-laki, sedangkan gender yaitu maskulin dan feminin. Dari konsep tersebut terciptalah pandangan atau stereotip tentang peran identik yang dilakukan oleh gender tertentu. Misalnya perempuan (feminin) sebagai ibu rumah tangga, pekerjaannya mengurus rumah dan anak. Sedangkan laki-laki (maskulin) yang pergi ke kantor untuk mencari nafkah atau bekerja. Pembagian peran tersebut seakan tabu dan tidak wajar jika dipertukarkan. Perempuan bekerja di kantor masih menjadi suatu hal yang dipandang aneh dalam masyarakat tertentu. Secara umum gender adalah perbedaan yang tampak pada kaum laki-laki dan perempuan dilihat dari nilai dan tingkah laku. Setelah jelas perbedaan sex (jenis kelamin) dan gender, namun masih muncul persoalan ketidakadilan dari perbedaan gender itu sendiri. Di antaranya yaitu, marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotip


(42)

28 atau pelabelan negatif, kekerasan, beban kerja lebih panjang dan banyak, serta sosialisasi ideologi nilai peran gender.

Berikut beberapa uraian dari masing-masing ketidakadilan gender: a. Gender dan Marginalisasi Perempuan

Proses marginalisasi ini mengakibatkan kemiskinan dalam masyarakat dan negara. Salah satu bentuk pemiskinan atas jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh gender yaitu kaum perempuan.

b. Gender dan Subordinasi

Pandangan gender bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan. Banyak anggapan perempuan itu emosional dan tidak bisa memimpin, hal tersebut menempatkan posisi perempuan tidak penting. Hal tersebut sesungguhnya berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.

c. Gender dan Stereotip

Secara umum stereotip adalah pelabelan atau penandaan terhadap kelompok tertentu. Stereotip selalu merugikan dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotip itu bersumber dari pandangan gender.


(43)

29 Banyak macam dan bentuk kekerasan gender di antaranya yaitu, pemerkosaan, pemukulan, penyiksaan, kekerasan dalam bentuk pelacuran, pornografi, pelecehan seksual.

e. Gender dan Beban Kerja

Adanya anggapan bahwa perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk memimpin. Di lain pihak kaum laki-laki tidak diwajibkan untuk menekuni berbagai pekerjaan kaum perempuan. Dari semuanya itu telah memperkuat struktural beban kerja perempuan (Fakih, 2012: 13-22).

Anggapan di atas dapat menjadi sebuah polemik bagi kehidupan perempuan, khususnya berhubungan dengan pengembangan diri serta potensi perempuan. Banyak yang beranggapan bahwa perempuan itu sosok nomor dua setelah laki-laki. Hal tersebut membuat kaum perempuan mengalami keterbatasan akses untuk mengembangkan potensi atau cita-cita yang mereka miliki.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode semiotika, yaitu untuk pemaknaan lambang-lambang dalam teks media dan untuk melihat bentuk-bentuk komunikasi yang diperlukan sebagai sistem tanda. Penelitian dengan menggunakan analisis semiotika merupakan


(44)

30 metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang pesan atau teks (Pawito, 2008:155).

Semiotika adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate) (Sobur, 2004:15).

Semiotika maupun semiologi keduanya sama-sama digunakan untuk mengacu pada ilmu tentang tanda. Kedua istilah tersebut bisa menunjukkan pemikiran pemakainya. Pada penelitian ini menggunakan semiotika Roland Barthes sebagai acuan. Barthes menjelaskan bahwa signifikan pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal atau sebagai denotasi. Sedangkan konotasi adalah signifikasi pada tahap kedua.

Penelitian ini menggunakan metode semiotika Roland Barthes. Hal ini karena model semiotika Roland Barthes membahas pemaknaan atas tanda dengan menggunakan signifikasi dua tahap (two order of signification). Signifikasi tahap pertama adalah mencari makna denotasi. Signifikasi tahap kedua adalah mencari makna konotasi (Sobur, 2006:127-128). Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure, jika Saussure hanya berhenti


(45)

31 pada denotasi, maka Barthes menjabarkan dengan lebih detail tentang makna konotasi.

2. Objek Penelitian

Dalam Penelitian ini peneliti mengambil objek penelitian film

Colombiana (2011) yang dibuat oleh sutradara Oliver Megaton. Dalam film

Colombiana (2011)memiliki durasi 1 jam 40 menit. 3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data digunakan untuk mengumpulkan data-data obyek penelitian sehingga dapat disusun dan terkumpul secara sistematis. Berikut adalah teknik pengumpulan data yang digunakan untuk penelitian ini yaitu:

a. Dokumentasi

Setelah menonton atau mengamati film untuk mendapatkan pemahaman dari isi film yang akan diteliti. Selanjutnya peneliti akan melakukan dokumentasi dengan meng-capture atau memotong beberapa adegan yang dapat mewakili dari representasi perempuan. Selanjutnya data yang sudah dikumpulkan akan disajikan dalam bentuk data korpus, yaitu data yang berisikan data verbal yakni data yang berupa percakapan atau narasi dan data non verbal berupa potongan gambar atau


(46)

32

shot. Kemudian hasil pengumpulan data akan diteliti dengan memperhatikan unsur tanda yang merepresentasikan karakter perempuan.

b. Studi Pustaka

Studi pustaka digunakan untuk mendukung penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan studi pustaka yang diambil dari buku, jurnal, majalah, internet, dokumentasi dan sumber lainnya yang berhubungan dengan penelitian. Dengan studi pustaka, peneliti yang telah menyajikan data berupa korpus dapat menyimpulkan makna dari tanda yang terdapat dalam film yang diteliti.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah semiotika. Dengan adegan-adegan yang ada di dalam film Colombiana

(2011), yang menggambarkan sosok perempuan maskulin yang ada dalam film tersebut akan dijabarkan dengan menggunakan semiotika Roland Berthes. Simbol atau tanda dapat berupa dialog adegan, setting dan sebagainya yang ada dalam film tersebut.

Film terbentuk dari berbagai macam tanda yang terjalin dan membentuk suatu cerita. Makna sebenarnya yang terdapat dalam film merupakan pemikiran dari pembuat film yang dibuat dengan cerita yang menarik dan dapat disampaikan kepada para penontonnya. Makna yang terbentuk dari


(47)

33 tanda-tanda tersebut dapat berupa makna denotatif (makna yang paling nyata) atau makna konotatif (makna yang memerlukan kedalaman interpretasi).

Penulis memilih metode semiotika Roland Barthes sebagai metode analisis. Barthes mengkaji makna dari suatu tanda dengan menggunakan sistem pemaknaan dua tahap yaitu denotatif dan konotatif. Pada metode analisisnya dibuat tabel kerja untuk mempermudah dalam menganalisis tanda yang ada di dalam film Colombiana (2011).

Tabel 1

Peta Tanda Roland Barthes

1. Signifier

(penanda)

2. Signified

(pertanda) 3. Denotative Sign (tanda denotative) 2. Connotative Signifier

(penanda konotatif)

3.

Conotative Signifie

(pertanda konotatif) 4. Connotative Sign (tanda konotatif

(Sumber: Sobur, 2003 : 69)

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Dalam pemikiran Barthes pengertian dari konotatif dan denotatif di atas yaitu, secara


(48)

34 umum denotatif bermakna harfiah atau sesungguhnya sedangkan konotatif identik dengan operasi ideologi atau disebut mitos. Mitos adalah cara berpikir suatu kebudayaan tentang cara untuk mengonseptualisasikan atau memahami sesuatu. Dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu (Sobur, 2004:69).

Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. (Fiske dalam Sobur, 2004:128). Penulis menggunakan konsep Arthur Asa Berger untuk mendukung konsepnya Barthes. Konsep Arthur Asa Berger melihat bahwa dalam semiotik film dikenal teknik pengambilan gambar (camera shot), teknik editing dan gerakan kamera (camera moves). Di mana cara pengambilan gambar dapat berfungsi sebagai penanda, dan apa yang biasanya ditandai. Aspek-aspek teknik tersebut bisa menjadi tanda yang membantu dalam menganalisis semiotika dalam film. Berikut adalah teknik-teknik pengambilan gambar :

Tabel 2

Teknik pengambilan gambar Penanda

(konotatif)

Definisi Petanda

(makna)

Close up (C.U) Hanya wajah Keintiman

Medium shot (M.S)

Hampir seluruh wajah

Hubungan personal


(49)

35

Long shot (L.S) Setting dan karakter

Konteks, skope, jarak, publik

Full shot (F.S) Seluruh tubuh Hubungan sosial

Sumber: Arthur Asa Berger, Media Analysis Technique, 2000: 33 Tabel 3

Teknik Editing dan Gerakan Kamera Penanda

(konotatif)

Definisi Petanda

(makna) Pan Down (high angle) Kamera mengarah ke bawah Kelemahan, pengecilan

Pan Up (low angle) Kamera mengarah ke atas Kekuasaan, kewenangan

Dolly in Kamera

bergerak ke dalam

Observasi, fokus

Fade in Kamera

kelihatan pada layar kosong

Permulaan

Fade out Gambar di

layar jadi hilang

Penutupan

Cut Pindah dari

gambar satu

Penyambungan, menarik


(50)

36 ke gambar

yang lainnya

Wipe Gambar

terhapus atau menghilang dari layar

Penutup/kesimpulan

Sumber: Arthur Asa Berger, Media Analysis Techniques, 2000:34 Dalam penulisan ini analisis data yang dipakai adalah analisis semiotika. Analisis semiotika digunakan untuk mengetahui isi, makna yang terkandung dalam bentuk verbal maupun non verbal. Tanda-tanda yang muncul kemudian dihubungkan dengan adegan-adegan yang terdapat dalam film Colombiana (2011) melalui analisis semiotika untuk mengetahui unsur-unsur karakter perempuan yang terdapat dalam film Colombiana (2011). Kemudian akan memilih scene dan membaginya ke dalam shot-shot

berdasarkan visual yang menunjukkan tanda-tanda karakter perempuan, menganalisis scene-scene menggunakan signifikasi Roland Barthes dengan konsep pemaknaan denotasi, konotasi, dan mitos. Setelah mendapatkan hasil per scene selanjutnya akan diuraikan berdasarkan mitos dan ideologi, yang terakhir adalah membuat kesimpulan yang diambil dari data yang telah diteliti antara scene, mitos dan ideologi.

5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa bab yang disertai dengan sub bab. Adapun bab-bab yang akan dibahas penulis antara lain :


(51)

37 Bab I Pendahuluan.

Bab ini menjelaskan mengenai, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Gambaran Umum Obyek Penelitian.

Bab ini menjelaskan tentang tinjauan pustaka terkait penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian-penelitian yang akan diteliti.

Bab III Sajian Data dan Analisis.

Dalam bab ini akan dijelaskan karakter perempuan dalam film

Colombiana (2011) dengan menggunakan metode analisis data yaitu semiotika model Roland Barthes.

Bab IV Penutup.


(52)

38

BAB II

GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

A. Perempuan dalam Film Hollywood

Film merupakan media massa yang memproduksi pesan. Dalam perkembangannya film Hollywood mengalami kemajuan yang sangat pesat banyak industri film yang memproduksi filmnya di Hollywood. Film Hollywood mengedepankan aksi-aksi nyata yang didukung dengan menggunakan efek komputer grafis dengan ide cerita yang digabungkan hingga menghasilkan film yang berkualitas dan menghibur untuk masyarakat. Film-film garapan Hollywood tidak hanya bersifat menghibur saja tetapi dapat dinikmati sebagai karya seni audio visual. Hebatnya para sineas-sineas paham betul terhadap selera penonton sehingga menjaga sekali nilai keartistikan dan kualitas produksinya. Tidak heran banyak sekali penonton di seluruh dunia yang menggemari film-film Amerika dikarenakan setiap detail filmnya sangat diperhatikan sehingga menghasilkan garapan yang menakjubkan.

Perempuan dalam film Hollywood sering ditampilkan sebagai sosok pahlawan yang tetap membutuhkan laki-laki. Baik itu pahlawan untuk membela negara, orang lain atau bahkan pahlawan untuk membela dirinya sendiri. Seperti halnya film Colombiana perempuan yang ditampilkan sebagai sosok hero perempuan yang kuat, pemberani dan mandiri seolah-olah sangat membenci laki-laki, tetapi pada akhirnya dia tetap saja membutuhkan


(53)

39 laki-laki. Kebanyakan dari film-film Hollywood perempuan ditampilkan seksi, berkulit putih, menampilkan kemolekan tubuhnya yang menawan kemudian menjadi objek eksploitasi para pemilik media. Tidak jarang juga perempuan dijadikan sebagai ladang bisnis bagi mereka yang mempunyai kepentingan. Perempuan dianggap sebagai makhluk yang menawan dan mempunyai nilai jual yang tinggi sehingga keberadaan sosok perempuan selalu menjadi tokoh yang menarik di dalam film Hollywood.

Satu laporan dari Pusat Studi Perempuan di Televisi dan Film mencatat kelangkaan film dengan peran utama perempuan dan hanya 12 persen dari film-film terlaku pada 2014 menampilkan perempuan sebagai pemeran utama. Fakta ini terjadi meski film-film perempuan menghasilkan pendapatan dalam jumlah besar dari total keuntungan film berlaku tahun itu dimotori oleh

film “Jennifer Lawrece The Hunger Games : Mokingjay – Part 1” yang

menjadi film terlaris di AS pada tahun 2014 dengan pendapatan US$334 juta. Tetapi peran utama bagi perempuan sangat sedikit dan jarang. Bahkan, data menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang memegang peran utama turun tiga persen sejak 2013 dan empat persen pada 2004.

(

http://www.cnnindonesia.com/hiburan/20150222024112-220-33832/peran-perempuan-di-hollywood-masih-dikesampingkan/ diakses pada tanggal 18

September 2015, pukul 07:34. )

Menurut salah satu aktris terbaik Hollywood peraih Oscar, Marion Cotillard, mengatakan tidak ada ruang feminisme di Hollywood. Oleh karenanya istilah itu telah memisahkan jenis kelamin. Cotillard menyatakan


(54)

40 pendapatnya terkait dengan Festival Film Cannes yang dituding gagal mempromosikan keberagaman sejak 2012, ketika 22 film dalam kompetisi utama disutradarai laki-laki. Sebelumnya, aktris Inggris, Emily Watson, mengemukakan hal yang sama dalam jumpa pers di Festival Film “San

Sebastian”. Perjuangan industri film Hollywood tentang kesetaraan gender

telah menjadi isu yang kian panas. Penelitian dari University of Southern California untuk Geena Davis Institut menyebutkan karakter perempuan yang memiliki nama dan berbicara dalam film hanya 30,2 persen dari 100 film terlaris di Amerika Serikat sepanjang 2007-2014. Penelitian itu juga menyebutkan hanya 1,9 persen dari film-film tersebut yang disutradarai perempuan.

(

http://seleb.tempo.co/read/news/2015/09/30/219705211/kegelisahan-aktris-hollywood-soal-gender-dalam-film diakses pada tanggal 05 Oktober 2015,

pukul 07:23).

Perempuan masih dianggap makhluk yang lemah dan tidak mampu untuk menjalankan peran maskulin di dalam film. Apalagi film action identik dengan peran maskulin. Tetapi saat ini sudah banyak film yang mengangkat perempuan sebagai peran utama nyatanya perempuan pun mampu untuk menjalankan peran maskulin bahkan penonton menyukai. Sekarang ini sudah banyak film dengan peran utamanya adalah seorang perempuan.

Film Colombiana menampilkan perempuan yang beda dari film lain. Perempuan ditampilkan dengan fisik kulit gelap, biasanya dalam film Hollywood lainya perempuan ditampilkan sebagai perempuan yang berkulit


(55)

41 putih dan seksi seolah-olah untuk menarik musuhnya. Cerita di film Colombiana berawal pada tahun 1992 perbincangan antara kedua mafia yaitu Don Fabio yang berperan sebagai ayah dari Cataleya Restrepo dengan Don Louis salah satu bos mafia di negara keempat terbesar di Amerika. Terlihat dalam adegan, perbincangan mereka saling bersikap ramah. Tetapi di balik keramahan Don Louis (Beto Benites) tersebut rupanya dia menyuruh anak buahnya untuk membunuh Don Fabio dan keluarganya, tetapi rupanya Don Fabio telah mengetahui niat jahat Don Louis, sesampainya Don Fabio di rumah,dia segera menyuruh anak dan istrinya untuk segera kabur dari rumahnya tetapi terlambat rumahnya telah terlanjur dikepung oleh anak buah Don Louis.

Sebelum Don Louis tewas dia memberikan sebuah chip dan sebuah alamat kepada Cataleya, saat itulah saat terakhir Don Fabio melihat putrinya. Tak lama kemudian anak buah Don Louis pun masuk ke rumah Don Fabio dan membunuhnya tepat di depan mata anaknya Cataleya. Anak buah Don Louis yang bernama Marko merupakan salah satu teman ayahnya pun melihat Cataleya dan bertanya kepadanya agar memberikan chip tersebut, tetapi Cataleya malah melukai Marko dan kabur hingga akhirnya masuk melewati saluran air bawah tanah.

Setelah sampai suatu jalan di Colombia, Cataleya pun pergi ke alamat yang diberikan oleh ayahnya dan dia pun memberikan chip tersebut ke nama yang ada di alamat tersebut. Setelah itu Cataleya diajak ke Miami oleh petugas polisi tersebut, sebelum sampai di tujuan dia berpura - pura ke kamar


(56)

42 mandi dan kabur dari petugas polisi tersebut.Setelah kabur, Cataleya pergi ke tempat tinggal pamannya yang ada di Chicago. Di sana dia di asuh oleh pamannya yang juga merupakan mafia, disana Cataleya (Zoe Saldana) disuruh menjadi seperti gadis kecil seperti umumnya untuk bersekolah, tetapi Cataleya malah menginginkan agar pamannya mengajari dia menjadi pembunuh handal. Hingga setelah 14 tahun berlalu Cataleya tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik tetapi di balik kecantikannya dia menjadi seorang pembunuh handal karena telah diwarisi oleh paman nya, di sinilah aksi balas dendam nya dimulai. Cataleya mulai membunuh satu persatu musuh yang membunuh orangtuanya waktu dia masih kecil.

B. Gambaran Kulit Gelap di Amerika

Amerika serikat adalah negara adi daya yang memainkan peran penting dalam tatanan dunia sejak sebelum perang dunia I dan perang dunia II. Dahulu orang kulit gelap bisa sampai di Amerika karena dibawa dari Afrika oleh Chistopher Columbus sebagai budak. Dulu mereka dianggap sebagai barang yang bisa diperjual belikan dan diperlakukan seenaknya. Pada masa itu, budak-budak datang dari Afrika menuju Eropa atau Amerika dengan alasan bahwa masyarakat kulit gelap yang merupakan ras dominan di Afrika adalah ras yang terkuat namun rendahan. Mereka dianggap cocok untuk mengerjakan pekerjaan kasar dan harus tunduk pada perintah. Hal inilah yang menyebabkan rasisme orang kulit putih dan kulit hitam yang terjadi. Perkembangan rasisme di jaman modern ini yang menarik karena rasisme


(57)

43 justru berkembang di negara-negara yang menjunjung tinggi demokrasi seperti Australia dan Amerika.

Abad 20 adalah periode paling krusial tentang film yang bersinggungan dengan masalah sejarah Amerika dan tentang hubungan ras di Amerika (Vera and Gordon, 2003: 19-17). Awal abad ke 20 adalah masa-masa kemunculan tentang masalah tentang diskriminasi warna kulit, masalah rasisme kemudian meluas di negara yang menjunjung demokratis di dunia (Amerika) merupakan suatu keganjilan yang perlu dipertanyakan. Penghapusan perbudakan belum mampu untuk menjadikan persaudaraan di antara kaum kulit gelap dan kulit putih. Ras kulit gelap benar-benar tidak diperlakukan selayaknya bagaimana memperlakukan manusia, kaum kulit gelap kemudian dipandang rendah dan diperlakukan hina di mana-mana.

Amerika selatan telah memberlakukan hukum-hukum segregasi dan pembatasan hak pilih kaum kulit gelap yang menurunkan kedudukan orang-orang Amerika keturunan Afrika ke kasta yang lebih rendah, tetapi terdapat sejumlah amandemen perundang-undangan yang mendudukkan mereka sebagai warga negara yang sederajat. Propaganda rasis yang ekstrem, yang menggambarkan laki-laki kulit gelap sebagai hewan buas dan rakus dan sangat bernafsu terhadap perempuan berkulit putih, membantu menyediakan praktik hukuman mati. Eksekusi di luar hukum ini sering dilakukan terhadap orang-orang kulit gelap yang dituduh melanggar batas warna kulit.

Istilah ‘ras’ berasal dari bahasa Arab yang berarti keturunan (Kartika


(58)

44 berasal dari bahasa Perancis dan Italia ‘razza’ (Liliweri, 2005:19), yang dapat diartikan sebagai:

1. Perbedaan variasi dari penduduk, atau pembedaan keberadaan manusia atas dasar tampilan fisik, tipe atau golongan keturunan dan semua kelakuan bawaan yang tergolong unik.

2. Menyatakan tentang identitas berdasarkan pemilikan perangai, kualitas perangai tertentu dari suatu kelompok penduduk, menyatakan kehadiran setiap kelompok penduduk berdasarkan geografi tertentu, menyatakan tanda-tanda aktivitas suatu kelompok penduduk berdasarkan kebiasaan, sekelompok orang yang memiliki kesamaan keturunan, dan arti biologis yang menunjukkan adanya supspecies atau varietas.

Menurut ahli antropologi, ras adalah pengklasifikasian manusia atas dasar lokasi geografis dan ciri-ciri fisik seperti warna kulit, besarnya tubuh, bentuk kepala dan lebatnya rambut (Haviland, 1995: 1881).

Kaum superioritas terkenal dengan bangsa kulit putih, banyak warga Amerika di dominasi kulit putih. Orang kulit putih yang mempunyai kekuasaan dan kekuatan di politik. Manfaat hukum dan ekonomi yang dinikmati melalui serikat buruh, undang-undang kesejahteraan sosial, proyek-proyek pekerjaan umum, sekolah-sekolah negeri, kesejahteraan semuanya merupakan hasil upaya kelompok kulit putih dan penduduk kulit hitam mendapatkan bagian sedikit saja, tetapi mereka harus membayar pajak yang sama dengan pajak yang dibayarkan oleh penduduk lainnya untuk


(59)

45 mendukung program-program kesejahteraan (Marchan, 2006:53). Hal itulah yang melatarbelakangi bahwa kaum kulit hitam selalu mendapat diskriminasi dan pemikiran kulit hitam merupakan kaum rendahan notabenenya kulit hitam hanyalah seorang budak dan tidak mampu untuk menjadi pemimpin masih dipercaya.

Seiring berkembangnya jaman, film sering kali digunakan sebagai alat penyebar ideologi. Menurut sejarah, ideologi-ideologi ekstrem abad ke-20 menggunakan film sebagai salah satu alat propaganda. Film tidak lagi sebagai karya seni semata, namun juga sebagai tuntutan ideologi. Amerika merupakan negara yang sering menggunakan film sebagai alat untuk menyebarkan ideologinya, termasuk rasisme. Industri perfilman Hollywood terbentuk dari gabungan kolonialisme Amerika yang muncul setelah Perang Dunia I dan II. Film-film yang dibuat pada tahun-tahun tersebut, tentara Amerika selalu tampil sebagai penyelamat dan pemberi kemerdekaan, sedangkan lawannya tampil sebagai bangsa yang harus dikasihani. Digambarkan juga bahwa bangsa-bangsa di dunia memerlukan seorang pemimpin yang kuat untuk menolong dan menyelamatkan mereka. Sosok pemimpin yang muncul tidak lain adalah Amerika.

Adanya rasisme dalam film tidak selalu terlihat secara kasat mata. Banyak film yang menunjukkan rasisme tanpa diketahui secara jelas oleh penontonnya. Jika melihat film bergenre pahlawan secara sadar kita akan melihat pahlawan tersebut mayoritas diperankan oleh kulit putih, dengan catatan dalam film bertema superhero. Film-film seperti Superman,


(1)

98 Tetapi di sisi lain mitos perempuan yang harus tampil cantik, sensual masih dilekatkan. Secara sederhana terlihat saat Cataleya keluar dari penjara menggunakan pakaian press body berwarna hitam kemudian saat Cataleya akan masuk ke dalam penjara ia memakai high heels, dress seksi, full make up itu perempuan pada umumnya dan Cataleya sebenarnya berpenampilan maskulin akan tetapi stereotip perempuan masih dilekatkan.

B. Saran-saran

Analisis yang telah dilakukan penulis berkaitan dengan representasi karakter perempuan dalam film Colombiana telah dilakukan. Penulis sadar berbagai pemaparan dan hasil kajian tentu saja belum mencapai kesempurnaan. Penulis mengharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan metode dengan sudut pandang, pendekatan dan teori yang berbeda sehingga akan memperkaya analisis terhadap representasi karakter perempuan dalam film. Kepada para akademisi yang berminat untuk melakukan penelitian pada kajian yang sama hendaknya lebih menekankan penelitian pada aspek penelitian khalayak mengenai bagaimana mereka menyikapi dan mengkritisi tentang film.

Selain itu, diharapkan pada masa yang akan datang hasil penelitian ini dapat benar-benar memberikan sumbangan teoritis bagi Ilmu Komunikasi khususnya untuk kajian film dan semiotika, serta dapat menjadi acuan bagi pengembangan atau produksi film. Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya dapat meneliti film ini dengan menggunakan metode analisis


(2)

lainnya seperti naratif untuk berfokus pada narasi. Hal ini dilakukan agar lebih memperkaya pengetahuan mengenai film-film yang menampilkan perempuan sebagai tokoh utamanya. Narasi menceritakan urutan peristiwa secara terperinci, peneliti menggambarkan kehidupan, mengumpulkan cerita dan menulis semua gambaran pengalaman.


(3)

99

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdul jawwad, M. Ahmad.2006.Manajmen Waktu. (terjemahan Khozin Abu Faqih). Bandung: Syaamil Cipta Media.

Anshori, Dadang S, Kosasih, Engkos, Sarimaya, Farida. (1997). Membincangkan Feminisme, Refleksi Muslimah Atas Peran Sosial Kaum Wanita. Bandung: Pustaka Hidayah

Berger, Arthur Asa. 2000. Media Analysis Techniques, edisi kedua. Yogyakarta. Universitas Atma Jaya

Beynon, Jhon. 2000. Masculinities and Culture (issues in Cultural and Media Studies).

Bourdieu,p.2010.Dominasi Maskulin.Yogyakarta:Jalasutra

Burton, Graeme. (2007). Membincangkan Televisi. Yogyakarta: Jalasutra.

---. (2008). Pengantar Untuk Memahami Media dan Budaya Populer. Yogyakarta: Jalasutra.

Cohen Bruce J, 2011, peranan, sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rineka Cipta Karya.

Danesi, Marcel. (2010). Semiotika Media. Yogyakarta : Jalasutra.

---. (2012). Pesan, Tanda dan Makna. Yogyakarta : Jalasutra.

Evania, Putri. 2011. Menguak Rahasia Otak Perempuan. Yogyakarta: Sinar Kejora.

Ekman, paul dan friesen, Wallace V.2009. Buka Dulu Topengmu. Yogyakarta: Penerbit Baca.


(4)

Fakih, Mansour.2012. Analisis Gender dan Transformasi social. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Goleman, D.(1995). Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Hall, Stuart. (1997). Representation: Cultural Representation and Signifying

Haviland, William A.1995. Antropologi, Erlangga, Jakarta.

Hurt, R. K. 2003. Profesional Skepticism: Anaudit specific model a measurement scale, Working paper, Babylor University.

Ibrahim, Idi Subandy. 2007. Budaya populer sebagai komunikasi: Dinamika Popspace dan Mediaspace di Indonesia Kontemporer. Bandung:Jalasutra.

Irawanto, Budi. 1999. Film, Ideologi, dan Militer: Hegemoni Militer dalam sinema Indonesia. Yogyakarta: Media pressindo.

Kartika, Sandra dan Mahendra. 1999.dari Keseragaman Menuju Keberagaman, Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), Jakarta.

Kartodirjo,Sartono.1990. Kpemimpinan dalam Dimensi Sosial.Jakarta: LP3ES.

Liliweri, Alo. 2004. Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Machan, R, Tibor. 2006. Kebebasan dan kebudayaan, MB Grafika, Jakarta.

McQuail, Dennis. (1989). Teori Komunikasi : Suatu Pengantar. Jakarta. Erlangga.

Murdoko, E. Widijohari. 2013. Optimalkan The Leader In You. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.


(5)

101

Siregar, Hetty. 2007. Menuju Dunia Baru Komunikasi, Media dan Gender, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Sobur, Alex 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Practice. London : SAGE Pulications Ltd

Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, semiotik,dan Analisis Framing. Bandung. PT.Rosdakarya.

Stokes, J. 2003. How to do media and cultural studies: Panduan untuk melaksanakan penelitian kajian media dan budaya. Yogyakarta: Bentang

Sunarto. 2009. Televisi, Kekerasan, dan Perempuan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas

Tinarbuko, Sumbo. (2012). Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra

Vera, hernan and Andrew M. Gordon. 2003. Screen Saviors: Hollywood Fictions Of Whiteness. Maryland: Rowman and Littlefield Publishers, Inc.

Skripsi

Nanda Annur, Fitri. 2015. Representasi Karakter Perempuan dalam Fim Malficent. Skripsi. Tidak di publikasi. Daerah Istimewa Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Fitriani, Eva. 2014. Representasi Hero Perempuan dalam Film The Hunger Games. Skripsi. Tidak di publikasi. Daerah Istimewa Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(6)

Yanuar, Aditya. 2014. Konstruksi Perempuan dalam Film Bidadari-bidadari Surga. Skripsi. Tidak di publikasi. Daerah Istimewa Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Rachmawati, Yunita. 2013. Representasi Perempuan dalam Film Korea You Are My Pet. Skripsi. Tidak di publikasi. Daerah Istimewa Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Jurnal Online

http://www.jurnalkommas.com/docs/jurnal%20dewanto%20_fix_.pdf diakses pada

tanggal 30 juni 2015 pukul 22:22.

http://www.esaunggul.ac.id/article/budaya-populer-dan-realitas-media/ diakses pada tanggal 08 agustus 2015 pukul 21:54.

http://www.cnnindonesia.com/hiburan/20150222024112-220-33832/peran-perempuan-di-hollywood-masih-dikesampingkan/ diakses pada tanggal 18

September 2015 pukul 07:34.

http://www.imdb.com/title/tt1657507/fullcredits/ diakses pada tanggal 08 oktober 2015 pukul 09.00.

Jurnal

Supratman, Lucy Pujasari. 2012. Citra Perempuan di Media. Vol 10,

Setiawan, Aan. 2016. Kajian Elemen Pembentuk Idntitas Gender pada Restoran Bertema Perempuan di Kota Bandung.