Pengobatan Malaria Pada Orang Dewasa Dan Ibu Hamil

PENGOBATAN MALARIA PADA ORANG DEWASA DAN IBU
HAMIL
Tambar Kembaren, Douglas Siagian, Restuti H Saragih, Endang Sembiring,
Franciscus Ginting, Armon Rahimi, Yosia Ginting
Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Sampai saat ini malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
dinegara-negara seluruh dunia, baik didaerah tropis maupun sub tropis, terutama
dinegara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit malaria disebabkan oleh parasit
protozoa dari Genus plasmodium. Lima spesies yang ditemukan pada manusia adalah
Plasmodium Vivax, P. ovale, P. malariae, P. Falciparum dan P. knowlesi. Badan
kesehatan dunia (WHO) melaporkan tiga juta anak manusia meninggal setiap tahun
karena menderita malaria. Dan tiap tahun terdapat 110 juta penderita malaria, 280
juta orang sebagai carrier dan 2/5 penduduk hidup didaerah malaria.1,2,3,4
Di Indonesia penyakit malaria masih merupakan penyakit infeksi utama
dikawasan Indonesia bagian timur. Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65%
kabupaten endemis malaria dimana hanya sekitar 45% penduduk di kabupaten
tersebut berisiko tertular malaria. Berdasarkan hasil survei komunitas selama 20072010, prevalensi malaria di Indonesia menurun dari 1,39% (Riskesdas 2007) menjadi
0,6% (Riskesdas 2010). Sementara itu berdasarkan laporan yang diterima selama

tahun 2000-2009, angka kesakitan malaria cenderung menurun yaitu 3,62 per 1000
penduduk pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1000 penduduk pada tahun 2009 dan
1,96 tahun 2010. Walaupun terjadi penurunan Annual Parasite Incidence (API)
secara nasional, di daerah dengan kasus malaria tinggi angka API masih sangat tinggi
dibandingkan dengan angka nasional, sedangkan pada daerah dengan kasus malaria
rendah sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) sebagai akibat kasus dari daerah
lain. Pada tahun 2011 jumlah kematian malaria yang dilaporkan adalah 388 kasus.
1

Universitas Sumatera Utara

Pelaksanaan pengendalian malaria menuju eliminasi dilakukan secara bertahap dari
satu pulau atau beberapa pulau sampai seluruh pulau tercakup. Tahun 2009 eliminasi
malaria di Jawa dan Bali, tempat seluruh sarana pelayanan kesehatan telah mampu
melakukan konfirmasi laboratorium kasus malaria yang rendah. Tahun 2014 seluruh
wilayah Indonesia telah melaksanakan pemberantasan malaria secara terintegrasi.
Tahun

2019


seluruh

wilayah

Indonesia

telah

melaksanakan

intensifikasi

pemberantasan malaria. Tahun 2029 tercapai eliminasi malaria di seluruh wilayah
Indonesia sehingga tahun 2030 target Indonesia bebas malaria tercapai.5,6
Malaria menyerang semua masyarakat tanpa membedakan umur dan jenis
kelamin, tidak terkecuali wanita hamil merupakan golongan yang rentan. Di daerah
endemi malaria wanita hamil lebih mudah terinfeksi parasit malaria dibandingkan
dengan populasi umumnya termasuk juga dibandingkan dengan wanita yang tidak
hamil. Selain itu, wanita hamil juga mudah terjadi infeksi malaria yang berulang dan
komplikasi berat yang mengakibatkan kematian. Malaria pada kehamilan dapat

disebabkan oleh kelima spesies plasmodium, tetapi plasmodium Falciparum
merupakan parasit yang dominan dan mempunyai dampak paling berat terhadap
morbiditas dam mortalitas ibu dan janinnya.1,7,8
Pada daerah endemik, data menunjukkan jutaan wanita hamil terinfeksi
malaria dan seribu orang meninggal setiap tahunnya oleh akibat secara langsung
maupun tidak. Pada daerah endemik juga, bayi yang terlahir dari ibu yang terinfeksi
parasit malaria (apakah disertai gejala atau tidak) mengalami berat badan lahir rendah
yang juga meningkatkan risiko kematian bayi. Oleh karena itu mengobati wanita
hamil yang terinfeksi malaria adalah sangat penting. Namun sayangnya harga yang
murah, keamanan dan efektifitas obat (mis:kloroquin) secara luas terhadap
P.falciparum telah berkurang, dan juga terhadap P.vivax pada beberapa daerah.2
Laporan dari El Salvador dijumpai kejadian insidensi malaria yang sangat
tinggi pada wanita hamil sebanyak 55,75% yaitu 63 kasus malaria dari 113 wanita
hamil. Sedangkan laporan dari berbagai tempat bervariasi antara 2-76%. Terjadinya
anemia berat sekunder akibat malaria meningkatkan risiko kematian maternal,
mengakibatkan lebih kurang 10.000 kematian maternal pertahun di Sub-sahara
2

Universitas Sumatera Utara


Afrika. Diseluruh daerah malaria infeksi plasmodium selama masa kehamilan
berbahaya terhadap ibu dan janin. Oleh sebab itu potensi infeksi berbahaya ini harus
dicegah pada saat ibu hamil.1,2,7
Data Steketee dkk (1985-2000) tentang pengaruh buruk malaria pada
kehamilan di daerah endemis malaria (sub-sahara Afrika) disebutkan risiko anemia 315%, berat badan lahir rendah 13-70% dan kematian neonatal 3-8%. Terapi malaria
pada wanita hamil lebih sulit disebabkan kurangnya obat anti malaria dan sebagian
besar tidak diizinkan pada wanita hamil oleh karena sedikitnya uji klinis yang
dilakukan, karena ketakutan akan pengaruhnya terhadap janin. Berdasarkan hal-hal
diatas terlihat bahwa malaria selama kehamilan perlu mendapat perhatian khusus.2

Defenisi
Malaria merupakan penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh
plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk
aseksual didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam,
menggigil, anemia dan splenomegali. Malaria dapat berlangsung akut dan kronik.
Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi
sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.8

Etiologi
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia

juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile dan mamalia. Termasuk
genus plasmodium dari family plasmodidae. Secara keseluruhan ada lebih dari 100
plasmodium yang menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan reptile dan 22
pada binatang primata). Parasit malaria yang sering dijumpai ialah plasmodium vivax
yang menyebabkan malaria tertiana (benign malaria) dan plasmodium falciparum
yang menyebabkan malaria tropika (malignan malaria). Plasmodium malariae juga
pernah dijumpai tetapi sangat jarang. Plasmodium ovale pernah dilaporkan dijumpai
di Irian Jaya, Pulau Timor, Pulau Owi (utara Irian Jaya). Pada tahun 2010 di Pulau
Kalimantan dilaporkan adanya P. knowlesi yang dapat menginfeksi manusia dimana
3

Universitas Sumatera Utara

sebelumnya hanya menginfeksi hewan primata/monyet dan sampai saat ini masih
terus diteliti.5,8

Siklus Hidup Plasmodium
Plasmodium malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu
manusia dan nyamuk Anopheles betina. Siklus aseksual yang berlangsung pada
manusia disebut skizogoni dan siklus seksual yang membentuk sporozoit didalam

nyamuk disebut sporogoni.2,3,5
1. Siklus pada manusia.
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia,
sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam
peredaran darah selama lebih kurang setengah jam. Setelah itu sporozoit akan
masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang
menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit hati (tergantung
spesiesnya).
Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih
kurang 2 minggu. Pada P. Vivax dan P. Ovale, sebagian tropozoit hati tidak
langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk
dormant yang dsebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel
hati selama berbulan-bulan sampai berthaun-tahun. Pada suatu saat bila
imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan
relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah,
parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon(8-30
merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut
skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit

yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya.
Pada P. Falciparum setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian
merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual
4

Universitas Sumatera Utara

(gemetosit jantan dan betina). Pada spesies lain siklus ini terjadi secara
bersamaan. Hal ini terkait dengan waktu dan jenis pengobatan untuk
eradikasi.
Siklus P. Knowlesi pada manusia masih dalam penelitian. Reservoir
utama Plasmodium ini adalah kera ekor panjang (Macaca sp). Kera ekor
panjang ini banyak ditemukan di hutan-hutan Asia termasuk Indonesia.
Pengetahuan mengenai siklus parasit ini lebih banyak dipahami pada kera
dibanding manusia.
2. Siklus pada nyamuk Anopheles betina.
Apabila

nyamuk


Anopheles

betina

menghisap

darah

yang

mengandung gametosit, didalam tubuh nyamuk gamet jantan dan betina
melakukan pembuahan dan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet
kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung
nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit.
Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh
manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa
inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium.
Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh
manusia sampai parasit dapat dideteksi dalam sel darah merah dengan

pemeriksaan mikroskopik.

5

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Masa Inkubasi Penyakit Malaria3,5
Plasmodium

Masa Inkubasi (rata-rata)

P. Falciparum

9-14 hari (12)

P. vivax

12-17 hari (15)

P. Ovale


16-18 hari (17)

P. Malariae

18-40 hari (28)

P. Knowlesi

10-12 hari (11)

Gambar 1. Siklus Hidup Plasmodium3

PATOGENESIS
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang
mengeluarkan bermacam-macam antigen.

Antigen ini akan merangsang sel-sel

makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan bermacam sitokin, antara lain

6

Universitas Sumatera Utara

TNF (Tumor Nekrosis Factor) dan IL-6 (Interleukin-6). TNF dan IL-6 akan dibawa
aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi
demam. Proses skizogoni pada keempat plasmodium memerlukan waktu yang
berbeda-beda. Plasmodium falciparum memerlukan waktu 36-48 jam, P. vivax/P.
ovale 48 jam, dan P. malariae 72 jam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap
hari, P. vivax/ P. ovale selang waktu satu hari dan P. malariae demam timbul selang
waktu 2 hari.2,3,5,7
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang
tidak terinfeksi. Plasmodium vivax dan ovale hanya menginfeksi sel darah muda yang
jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan P. malariae
menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah
merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P. vivax, P. ovale dan P. malariae
umumnya terjadi pada keadaan kronis. Plasmodium falciparum menginfeksi semua
jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis.5
Spelomegali. Limpa merupakan organ retikuloendotelial, dimana Plasmodium
dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini akan
menyebabkan limpa membesar.5
Malaria berat akibat P. falciparum mempunyai pathogenesis yang khusus.
Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi, yaitu
tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler dalam tubuh. Selain
itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi
berbagai antigen P. falciparum. Sitokin (TNF, IL-6 dan lain-lain) yang diproduksi
oleh sel makrofag, monosit, dan limfosit akan menyebabkan terekspresinya reseptor
endotel kapiler. Pada saat knob tersebut berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler
terjadilah proses sitoadherensi. Akibat dari proses ini terjadilah proses obstruksi
(penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemia
jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya “rosette”,
yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah
lainnya. Pada proses sitoadherensi ini juga terjadi proses imunologik yaitu
terbentuknya mediator-mediator antara lain sitokin (TNF, IL-6 dan lain-lain), dimana
7

Universitas Sumatera Utara

mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan
tertentu.5

Gambar 2. Patofisologi Sitoaderen3

DIAGNOSIS MALARIA
Mengingat bervariasaniya manifestasi klinis malaria maka anamnesa riwayat
perjalanan kedaerah endemis malaria pada setiap penderita dengan demam harus
dilakukan. Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis
pasti malaria apabila ditemukan parasit malaria dalam darah.2,3,5,8
Anamnesis, Keluhan utama pada malaria adalah demam, menggigil,
berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau
pegal-pegal. Pada anamnesis juga perlu ditanyakan:3
1. Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria
2. Riwayat tinggal di daerah endemis malaria
3. Riwayat sakit malaria/riwayat demam
4. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir
5. Riwayat mendapat transfusi darah
Pemeriksaan Fisik. Pemeriksaan fisik ditegakkan dengan:3
1. Demam (≥37,5 oC aksila)
8

Universitas Sumatera Utara

2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3. Pembesaran limpa (splenomegali)
4. Pembesaran hati (hepatomegali)
5. Manifestasi malaria berat dapat berupa penurunan kesadaran, demam tinggi,
konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, dan ikterik, oliguria, urin berwarna
coklat kehitaman (Black Water Fever), kejang dan sangat lemah (prostration).
Pemeriksaan Laboratorium. Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria
harus dilakukan pemeriksaan sediaan darah. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan
melalui cara berikut.3
1. Pemeriksaan dengan mikroskop. Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan
gold standard untuk diagnosis malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan
dengan membuat sediaan darah tebal dan tipis. Pemeriksaan sediaan darah
(SD) tebal dan tipis di rumah sakit/puskesmas/lapangan untuk menentukan:3
a. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif)
b. Spesies dan stadium plasmodium
c. Kepadatan parasit:
i.

Kuantitatif. Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada
sediaan darah tebal (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit)
Contoh :
Jika dijumpai 1500 parasit per 200 leukosit, sedangkan jumlah
leukosit 8000/ul, maka hitung parasit = 8.000/200 x 1500
parasit = 60.000 parasit/uL.
Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah
eritrosit 4.500.000/ul maka hitung parasit = 4.500.000/1000 x
50 = 225.000 parasit/uL

ii.

Semi kuantitatif
(-)

= negative (tidak ditemukan parasit dalam 100

LPB/lapangan pandang besar)
(+)

= positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)

(++)

= positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)
9

Universitas Sumatera Utara

(+++) = positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas
yaitu :
-

Kepadatan parasit < 100.000/ul, maka mortalitas 100.000/ul, maka mortalitas >1%

-

Kepadatan parasit >500.000/ul, maka mortalitas >50%

2. Pemeriksaan dengan tes diagnostic cepat (RDT/Rapid Diagnostic Test).
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unti gawat
darurat, pada saat terjadi KLB, dan didaerah terpencil yang tidak tersedia
fasilitas laboratorium mikroskopis. Hal yang penting yang perlu diperhatikan
adalah sebelum RDT dipakai agar terlebih dahulu membaca cara
penggunaannya pada etiket yang tersedia dalam kemasan RDT untuk
menjamin akurasi hasil pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program
pengendalian Malaria adalah yang dapat mengidentifikasi P. falciparum dan
P. non falciparum.
3. Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequensing
DNA. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia.
Pemeriksaan ini penting untuk membedakan reinfeksi atau rekrudensi pada P.
falciparum. Selain itu dapat digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium
yang jumlah parasitnya rendah atau dibawah batas ambang mikroskopis.
Pemeriksaan dengan menggunakan PCR juga sangat penting dalam eliminasi
malaria karena dapat membedakan antara parasit asli atau dari luar daerah
tersebut.
4. Selain itu pemeriksaan diatas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang
yang perlu dilakukan adalah :
a. Pengukuran hemoglobin dan hematokrit
b. Penghitungan jumlah leukosit dan trombosit
10

Universitas Sumatera Utara

c. Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT, SGPT, alkali
fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium, kalium, analisa
gas darah)
d. Urinalisa

PENGARUH MALARIA SELAMA KEHAMILAN
Pengaruh malaria pada kehamilan antara lain bisa terjadi pada:
1. Ibu
Malaria pada ibu hamil dapat menimbulkan berbagai kelainan, tergantung
pada tingkat kekebalan seseotrang terhadap infeksi parasit malaria dan paritas
(jumlah kehamilan). Ibu hamil dari daerah endemi yang tidak mempunyai kekebalan
dapat menderita malaria klinis berat sampai menyebabkan kematian. Di daerah
endemisitas tinggi, malaria berat dan kematian ibu hamil jarang dilaporkan. Gejala
klinis malaria dan densitas parasitemia dipengaruhi paritas, sehingga akan lebih berat
pada primigravida (kehamilan pertama) daripada multigravida.1,9
Pada ibu hamil dengan malaria, gejala klinis yang penting diperhatikan ialah
demam, anemia, hipoglikemia, edema paru akut dan malaria berat lainnya.1
2. Janin
Malaria Plasenta mengakibatkan pengaruh pada janin. Plasenta (ari-ari)
merupakan organ penghubung antara ibu dan janinnya. Fungsi plasenta antara lain:9
1. memberi makanan kejanin (nutrisi)
2. mengeluarkan sisa metabolisme (ekskresi)
3. memberi O2 dan mengeluarkan CO2
4. membentuk hormon
5. mengeluarkan anti bodi kejanin
Plasenta juga berfungsi sebagai “Barrier” (penghalang) terhadap bakteri,
parasit dan virus. Karena itu ibu terinfeksi parasit malaria, maka parasit akan
mengikuti peredaran darah sehingga akan ditemukan pada plasenta bagian maternal.9
Bila terjadi kerusakan pada plasenta, barulah parasit malaria dapat menembus
plasenta dan masuk kesirkulasi darah janin, sehingga terjadi malaria kongenital.
11

Universitas Sumatera Utara

Beberapa penelitii menduga hal ini terjadi karena adanya kerusakan mekanik,
kerusakan patologi oleh parasit, fragilitas dan permeabilitas plasenta yang meningkat
akibat demam akut dan akibat infeksi kronis.1,9
Kekebalan ibu berperan menghambat transmisi parasit kejanin. Oleh sebab itu
pada ibu-ibu yang tidak kebal atau dengan kekebalan rendah terjadi transmisi malaria
intra-uretrin ke janin, walaupun mekanisme transplasental dari parasit ini masih
belum diketahui.1
Abortus, kematian janin, bayi lahir mati dan prematuritas dilaporkan terjadi
pada malaria berat dan apa yang menyebabkan terjadinya kelainan tersebut diatas
masih belum diketahui. Malaria maternal dapat menyebabkan kematian janin, karena
terganggunya tarnsfer makanan secara transplasental, demam yang tinggi (hiperpireksia) atau hipoksia karena anemial. Kemungkinan lain adalah Tumor Necrosis
Factor (TNF) yang dikeluarkan oleh makrofag bila di aktivasi oleh antigen,
merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan berbagai Kelainan pada
malaria, antara lain demam, kematian janin, abortus.1
Pada

semua

daerah,

malaria

maternal

dapat

dihubungkan

dengan

berkurangnya berat badan lahir, terutama pada kelahiran anak pertama. Hal ini
mungkin akibat gangguan pertumbuhan intra-uterin, persalinan prematur atau
keduanya. Selama epidemi telah dilaporkan kelahiran prematur yang tinggi, mungkin
hal ini berhubungan dengan gejala infeksi akut. Pertumbuhan lambat intra-uterin pada
malaria maternal berhubungan dengan malaria plasenta dan hal ini disebabkan oleh
berkurangnya transfer makanan dan oksigen dari ibu ke janin. Tetapi hal ini bukan
suatu mekanisme yang menghambat pertumbuhan intra uretrin, karena berat badan
lahir rendah (BBLR) dilaporkan pada daerah dengan prevalensi malaria plasenta
rendah. Laporan terakhir menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara BBLR
dengan malaria plasenta. Hal ini berarti bahwa patofisiologi pertumbuhan lambat
intra-uretrin pada malaria adalah multifaktor. Sebagai contoh, anemia maternal
berhubungan dengan BBLR baik di daerah endemi maupun pada daerah nonendemi.1,2

12

Universitas Sumatera Utara

Insidens malaria plasenta dipengaruhi oleh paritas ibu yaitu lebih tinggi
daripada primipara (persalinan pertama) dan makin rendah sesuai dengan peningkatan
paritas ibu. Demikian pula berat badan lahir dipengaruhi oleh paritas ibu, ini dapat
diterangkan bahwa pada multi gravida kekebalan pada ibu telah dibentuk dan
meningkat.1

PENGOBATAN
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan yang radikal malaria dengan
membunuh semua stadium parasit yang ada didalam tubuh manusia, termasuk
stadium gametosit. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan
klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan.2,5
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong
karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu
setiap akan minum obat anti malaria. Dosis pemberian obat sebaiknya berdasarkan
berat badan.2,3
Pengobatan malaria di Indonesia menggunakan obat kombinasi. Yang
dimaksud dengan pengobatan kombinasi malaria adalah penggunaaan dua atau lebih
obat anti malaria yang farmakodinamik dan farmakokinetiknya sesuai, bersinergi dan
berbeda cara terjadinya resistensi. Tujuan terapi kombinasi ini adalah untuk
pengobatan yang lebih baik dan mencegah terjadinya resistensi plasmodium terhadap
obat anti malaria. Pengobatan kombinasi malaria harus:2,3
a. aman dan toleran untuk semua umur
b. efektif dan cepat kerjanya
c. resistensi dan / atau resistensi silang belum terjadi
d. harga murah dan terjangkau
Saat ini dipakai program nasional adalah derivate artemisinin dengan golongan
aminokuinolon, yaitu:3
1. Kombinasi tetap (Fixed Dose Combination=FDC) yang terdiri atas
Dihydroartemisinin dan Piperakuin (DHP). Satu tablet FDC mengandung 40

13

Universitas Sumatera Utara

mg dihydroartemisinin dan 320 mg piperakuin. Obat ini diberikan per oral
selama 3 hari dengan range dosis tunggal harian sebagai berikut :
Dihydroartemisinin dosis 2-4mg/kgBB; Piperakuin dosis 16-32mg/kgBB
2. Artesunat-Amodiakuin
Kemasan artesunat-amodiakuin yang ada pada program pengendalian malaria
dengan 3 blister, setiap blister terdiri dari 4 tablet artesunat @ 50mg dan 4
tablet amodiakuin 150 mg.
PENGOBATAN MALARIA TANPA KOMPLIKASI PADA DEWASA
1. Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT
ditambah primakuin. Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan
malaria vivaks, sedangkan obat primakuin untuk malaria falsiparum hanya
diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,75 mg/kgBB dan untuk
malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB. Lini pertama
pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera
dibawah ini:3
A. Lini Pertama : ACT + Primakuin
Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falsiparum Menurut Berat
Badan Dengan DHP dan Primakuin3

14

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3. Pengobatan Lini Pertama Malaria Vivaks Menurut Berat Badan
Dengan DHP Dan Primakuin3

Dosis obat :

Dihydroartemisinin

= 2-4 mg/kgBB

Piperakuin

= 16-32 mg/kgBB

Primakuin

= 0,75 mg/kgBB (P.falsiparum untuk hari I)

Primakuin

= 0,25 mg/kgBB (P.vivax selama 14 hari)

Keterangan :
Sebaiknya dosis pemberian DHA+PPQ berdasarkan berat badan. Apabila
penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat
berdasarkan kelompok umur.
1) Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
2) Dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2 dan 3
3) Apabila pasien P. falsiparum dengan BB > 80 kg datang kembali
dalam waktu 2 bulan setelah pemberian obat dan pemeriksaan sediaan
darah masih positif P. falsiparum, maka diberikan DHP dengan dosis
ditingkatkan menjadi 5 tablet/hari selama 3 hari.
ATAU

15

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falsiparum Menurut Berat
Badan Dengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin3

Tabel 5. Pengobatan Lini Pertama Malaria Vivaks Menurut Berat Badan
Dengan Artesunat + Amodiakuin Dan Primakuin3

Dosis obat :

Amodiakuin basa

= 10mg/kgBB dan

Artesunat

= 4mg/kgBB

Primakuin

= 0,75mg/kgBB (P. falsiparum untuk hari I)

Primakuin

= 0,25mg/kgBB (P. vivax selama 14 hari)

B. Lini Kedua Untuk Malaria falsiparum:3
Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin
Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan jika pengobatan
lini pertama tidak efektif, dimana ditemukan gejala klinis tidak memburuk
tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali
(rekrudesensi).3

16

Universitas Sumatera Utara

Tabel 6. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum (Dengan
Obat Kombinasi Kina Dan Doksisiklin)3

Catatan :

Dosis Kina diberikan sesuai BB (3x10mg/kgBB/hari)
Dosis Doksisiklin 3,5mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (≥15 tahun)
Dosis Doksisiklin 2,2 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (8-14 tahun)
Tabel 7. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum (Dengan
Obat Kombinasi Kina Dengan Tetrasiklin)3

17

Universitas Sumatera Utara

Catatan :




Dosis Tetrasiklin 4mg/kgBB/kali diberikan 4 x sehari tidak diberikan pada
anak umur < 8 tahun.
Oleh karena Doksisiklin dan Tetrasiklin tidak dapat diberikan pada ibu hamil
maka sebagai penggantinya dapat dipakai Klindamisin yang tersedia di
Puskesmas.

C. Lini Kedua Untuk Malaria Vivaks : Kina + Primakuin
Kombinasi ini digunakan untuk pengobatan malaria vivaks yang tidak respon
terhadap pengobatan ACT.3
Tabel 8. Pengobatan Lini Kedua Malaria Vivaks3

D. Pengobatan Malaria Vivaks Yang Relaps


Dugaan relaps pada malaria vivaks adalah apabila pemberian primakuin dosis
0,25mg/kgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan penderita sakit kembali
dengan parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3 bulan setelah



pengobatan.
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan lagi regimen
ACT

yang

sama

tetapi

dosis

primakuin

ditingkatkan

menjadi

0,5mg/kgBB/hari.
18

Universitas Sumatera Utara



Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah
minum obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), maka
pengobatan diberikan secara mingguan selama 8-12 minggu dengan dosis
mingguan 0,75mg/kgBB. Pengobatan malaria pada penderita dengan
defisiensi G6PD segera dirujuk ke rumah sakit dan dikonsultasikan kepada
dokter ahli.3
2. Pengobatan malaria ovale
a. Lini pertama untuk malaria ovale : Pengobatan malaria ovale saat ini
menggunakan

Artemisinin

Combination

Therapy

(ACT),

yaitu

dihydroartemisinin piperakuin (DHP) atau artesunat + amodiakuin. Dosis
pemberian obatnya sama dengan untuk malaria vivaks.3
b. Lini kedua untuk malaria ovale : Pengobatan lini kedua untuk malaria
ovale sama dengan untuk malaria vivaks.3
3. Pengobatan malaria malariae
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali per hari selama 3 hari,
dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan
primakuin.3
4. Pengobatan infeksi campur P. falsiparum+P. vivaks/P. ovale
Pengobatan infeksi campur P. falsiparum + P. vivaks/P. ovale dengan ACT.
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta
primakuin dengan dosis 0,25mg/kgBB/hari selama 14 hari.3
5. Pengobatan infeksi campur P. falsiparum+P. malariae
Infeksi campur antara P. falsiparum dengan P. malariae diberikan regimen
ACT selama 3 hari dan Primakuin pada hari I.3

PENATALAKSANAAN MALARIA BERAT PADA DEWASA
Malaria berat adalah ditemukannya Plasmodium falsiparum stadium aseksual
dengan minimal satu dari manifestasi klinis atau didapatkan temuan hasil
laboratorium (WHO, 2010):3
19

Universitas Sumatera Utara

1. Perubahan kesadaran
2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan)
3. Tidak bisa makan dan minum
4. Kejang berulang, lebih dari dua episode dalam 24 jam
5. Distres pernafasan
6. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik