Imunisasi Pada Orang Dewasa

IMUNISASI PADA ORANG DEWASA
Restuti Hidayani Saragih, Julahir H.Siregar
Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi FK USU RSHAM/Pirngadi Medan

Pendahuluan
Konsep pencegahan penyakit melalui vaksinasi sudah lama berkembang, sejak 1000
SM sudah dimulai di Cina dan India. Istilah vaksinasi diambil dari kata ” Vacca” dari
bahasa latin yang berarti sapi, yang merupakan bentuk bentuk penghargaan untuk Edwar
Jenner yang telah berhasil membuktikan bahwa seseorang yang terserang /terpapar cowpox
memiliki imunitas terhadap pada tahun 1796. Perkembangan vaksinasi sendiri dibagi dalam
tiga masa yakni, era pra-Jenner, era Jenner dan era pasca-Jenner1,2,3,4.

Gambar 1. Perkembangan vaksin sejak tahun 1798-20103
Imunisasi merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit yang efektif, mudah,
serta murah untuk menghindari terjangkitnya penyakit infeksi, mulai dari anak, orang dewasa
hingga orangtua. Imunisasi menjadi salah satu bentuk intervensi kesehatan yang paling
sukses dan efektif. Melalui imunisasi seseorang diharapkan memiliki kekebalan terhadap
suatu penyakit infeksi tertentu, sementara tujuan akhir dari pemberian imunisasi missal
adalah eradikasi suatu penyakit1,2,3,4.

1

Universitas Sumatera Utara

Secara umum, imunisasi bertujuan untuk meningkatkan derajat kekebalan tubuh,
memberikan perlindungan dengan menginduksi respon memori terhadap patogen tertentu
atau toksin dengan menggunakan preparat antigen nonvirulen atau nontoksik. Pencegahan
penyakit infeksi dengan pemberian imunisasi merupakan kemajuan dalam usaha
imunoprofilaksis2.
Di Indonesia pada tahun 1990 pemberian imunisasi dasar pada anak sudah mencapai
90% melalui program Universal Child Immunization. Tahun 2011-2020 telah dicanangkan
oleh WHO dan UNICEF bersama komunitas internasional lainnya telah sebagai “ Decades
of vaccines (DOV)”. Perkembangan imunisasi anak tersebut belum diikuti oleh
perkembangan imunisasi pada orang dewasa. Imunisasi pada orang dewasa dapat mencegah
kematian sepuluh kali lipat dibandingkan pada anak, hal ini sesuai dengan yang disampaikan
oleh American Society of Internal Medicine dalam pertemuannya di Atlanta.

Kurang

berkembangnya imunisasi pada orang dewasa ini disebabkan oleh karena adanya keraguan
dari masyarakat maupun petugas pelayanan kesehatan terhadap keamanan vaksinasi, ganti
rugi yang tidak memadai, akses yang sulit, fasilitas yang kurang memadai dan vaksin yang

tidak tersedia.5.
Indikasi pemberian imunisasi pada orang dewasa didasarkan pada riwayat paparan,
resiko penularan (baik bersifat individual maupun besrifat komunitas seperti petugas
kesehatan), usia lanjut, imunokompromais, serta adanya rencana bepergian seperti ibadah
atau wisata6.
Imunisasi dewasa dianjurkan bagi mereka yang berusia diatas 12 tahun dan ingin
mendapat kekebalan. Pada usia lanjut juga dianjurkan untuk diiumunisasi karena pada usia
diatas 60 tahun akan terjadi penurunan sistim imun nonspesifik, seperti penurunan produksi
airmata, mekanisme batuk tidak efektif, gangguan pengaturan suhu, serta perubahan fungsi
sel sistem imun, baik selular maupun humoral1,2,3,6.
Aspek Imunologi Imunisasi.
Imunitas atau kekebalan dapat terjadi secara alami setelah infeksi oleh kuman tertentu
maupun penyaluran antibodi pada bayi lewat plasenta. Imunitas buatan dapat berupa imunitas
buatan aktif dan imunitas buatan pasif. Imunitas aktif didapat dengan cara memaparkan suatu
antigen dari suatu mikroorganisme dan akan bertahan lebih lama karena adanya memori
imunologi, imunitas bautan pasif diperoleh dengan sengaja memasukkan antibodi, antitoksin
2
Universitas Sumatera Utara

atau immunoglobulin kedalam tubuh dan tidak bertahan lama karena tidak memiliki memori

imunologi7,8.
Terdapat dua kelompok besar respon imun yang merupakan respon tubuh untuk
mengeliminasi antigen, 8:
1. Respon imun nonspesik (nonadaftip, innate) yang ditujukan tidak hanya pada 1
antigen , berupa komponen selular ( magropag, neutrofil, sel natural killer dan
komponen humoral (sitokin, interferon)).
2. Respon imun spesifik (adaptif, acquired) yang ditujukan spesifik hanya pada
komponen 1 antigen. Terdapat dua komponen, yaitu komponen seluler (limposit
T) dan komponen humoral (limposit B yang memproduksi antibodi). Respon imun
spesifik akan terpicu bila respon imun nonspesifik belum mampu mengatasi invasi
antigen.
Respon Imun Spesifik Primer
Respon Imun Spesifik Primer Selular
Respon sel T terhadap invasi antigen (termasuk antigen vaksin) hanya dapat dimulai
bila antigen tersebut sudah diproses dan dipresentasikan oleh antigen presenting cell (APC).
Hal itu timbul karena sel T hanya dapat mengenali antigen yang terikat pada protein major
histocompability complex (MHC)7.
Terdapat 2 kelas MHC, yang masing-masing dapat dikenali oleh 1dari 2 subtipe sel T.
MHC kelas I diekspresikan oleh seluruh sel somatik, untuk mempresentasikan antigen pada
sel T sitotoksik (cytotoxic T lymphocytes, CTL) dengan petanda permukaan CD8 yang dapat

menyebabkan kematian sel terinfeksi atau patogen. Sedangkan MHC kelas II diekspresikan
oleh magropag dan beberapa sel lain untuk mempresentasikan antigen pada sel T helper (Th)
dengan petanda permukaan CD48.
Bersama dengan sinyal kostimulator, antigen yang terikat pada MHC kelas II akan
mengatifkan sel Th. Kemudian sel Th akan berdiffrensiasi menjadi sel Th1 dan Th2. Sel Th1
akan memicu kerja CTL, berlawanan dengan sel Th2. Aktivasi sel Th juga menyebabkan
sekresi interleukin-2 (IL-2) dan ekspresi reseptor spesifik Il-2 pada permukaan sel Th. IL-2
bekerja autokrin dengan memicu sel T agar lebih aktif melakukan proliferai dan

3
Universitas Sumatera Utara

memproduksi berbagai sitokin yang dapat memicu pertumbuhan perkembangan sel B,
magropag dan sel lainnya7,8.

Gambar 2, Respon imun spesifik primer seluler pasca antigen vaksin7
Kontak antigen dan Th juga menstimulasi pengeluaran IL-1 oleh APC. Kerja IL-1
sebagai autokrin ini meningkatkan ekspresi MHC kelas II pada APC yang akan memperkuat
ikatan APC dan Th. Bersamaan dengan itu, IL-1 juga memicu sekresi IL-2 oleh Th. Dua
sitokin lain juga dihasilkan magrofag, yaitu tumor necrosis factor (TNF) dan IL-6 bekerja

secara sinergis dengan IL-1. Sel Th yang teraktivasi juga menyebabkan difrensiasi sel T
menjadi sel T memori yang berperan pada respon imun spesifik sekunder.
Respon Imun Spesifik Primer Humoral
Terdapat perbedaan respon imun spesifik primer humoral ynag ditimbulkan oleh
antigen protein dan antigen polisakarida. Saat rangsangan oleh antigen protein, reseptor Ig
pada permukaan sel B akan mengenali dan berinteraksi dengan epitop dari antigen, baik
secara langsung ataupun dengan bantuan sitokin ( Il-2, Il-4, dan Il-6) yang dihasilkan sel Th .
Sel B yang tela teraktivasi akan berdifrensiasi menjadi sel plasma dan sel B memori yang
berperan pada respon imun spesifik sekunder. Sel plasma inilah yang menghasilkan antibodi
spesifik. Perangsangan oleh antigen polisakarida turut mencetuskan reaksi serupa. Akan
tetapi tidak terjadi reaksi imunitas humoral yang dibantu oleh sel T Pada pusat germinal
(germinal center). Perbedaan lainnya adalah plasma yang timbul akibat perangsangan oleh
4
Universitas Sumatera Utara

antigen protein akan bermigrasi dan tersimpan pada sumsum tulang, sedangkan sel plasma
yang timbul akibat perangsangan oleh antigen polisakarida akan tersimpan pada limpa.

Gambar 3, Respon imun spesifik primer humoral akibat rangsangan antigen protein7


Gambar 4, Respon imun spesifik primer humoral akibat rangsangan antigen
polisakarida (PS)7
Respon Imun Spesifik Sekunder
Sebagai bentuk memori imunologik, respon imun spesifik primer memicu difrensiasi
sel limposit baik sel B maupun sel T menjadi sel B memori dan sel T memori. E, dua subtipe
sel tersebut berperan pentimg dalam respon imun spesifik sekunder.
5
Universitas Sumatera Utara

Respon Imun Spesifik sekunder Humoral
Sebagai respon terhadap adanya infeksi primer, terjadi difrensiasi sel B menjadi sel
plasma dan sel memori pada germinal center jaringan limpoid. Kemudian sel plasma
bermigrasi kedalam sumsum tulang dan sel memori bersirkulasi ke seluruh tubuh. Ketika sel
memori beredar kembali ke jaringan limpoid yang mengandung antigen serupa, siklus
difrensiasi menjadi sel plasma berlangsung lebih cepat. Diproduksilah antibodi dengan
afinitas dan jumlah yang lebih tinggi7,8.
Berbeda dengan respon imun humoral primer yang awalnya menghasilkan IgM
dilanjutkan dengan IgG, respon imun humoral sekunder sejak awal menghasilkan IgG dalam
kadar lebih tinggi. Respon humoral ini dapat dinilai secara kuantitatif dengan mengukur
kadar antibodi spesifik dalam serum. Respon imun spesifik primer humoral akan menurun

seiring dengan proses metabolisme antibodi yang sudah terbentuk pascakontak dengan
antigen. Meskipun demikian, pemberian booster atau infeksi alamiah diharapkan dapat
meningkatkan simpanan/depo antigen pada germinal center, sebagai pemicu peningkatan
respon imun humoral berupa sel plasma dan sel B memori7,8.
Respon Imun Spesifik Sekunder Selular.
Sel T memori dapat diaktifkan melalui 3 jalur:
1. Aktivasi oleh patogen yang sudah pernah dikenali oleh tubuh sebelumnya.
2. Aktivasi oleh patogen dengan satu atau lebih antigen yang sama dengan patogen
yang sudah pernah dikenali oleh tubuh sebelumnya. Hal tersebut dikenal sebgai
imunitas silang atau heterologus yang dapat menguntungkan karena eliminasi
patogen berlangsung lebih cepat atau merugikan seperti kasus imunopatologi.
3. Aktivasi oleh sitokin dalam kadar yang tinggi di darah, yang terinduksi oleh
patogen lain yang sama sekali berbeda dengan patogen yang sudah pernah
dikenali oleh tubuh sebelumnya.
Selain memiliki perbedaan penyebab aktivasi, beberapa karakteristik sel T memori
menyebabkan respon imun primer berlangsung lebih cepat dibanding dengan respon imun
sekunder7.
Vaksin membantu mengembangkan kekebalan dengan meniru/mirip infeksi. Jenis
infeksi seperti ini tidak menyebabkan seseorang sakit, tetapi menyebabkan sistem kekebalan
6

Universitas Sumatera Utara

tubuh untuk memproduksi T-limfosit dan antibodi. Kadang-kadang, setelah mendapatkan
vaksin, akan terlihat seperti terkena infeksi dan menyebabkan gejala ringan, seperti demam.
Gejala ringan seperti ini adalah normal dan diharapkan sebagai respon tubuh membangun
kekebalan. Setelah infeksi tiruan

hilang, tubuh akan mendapat

pasokan "memori" T-

limfosit, serta B-limfosit yang akan ingat bagaimana untuk melawan penyakit yang di masa
depan. Namun, biasanya memakan waktu beberapa minggu bagi tubuh untuk memproduksi
T-limfosit

dan

B-limfosit

setelah


vaksinasi7.

Gambar 5. Skema cara kerja vaksin menimbulkan kekebalan tubuh9

Tata Cara Pemberian Imunisasi
Untuk mencapai efektivitas yang baik pada pemberian imunisasi diperlukan cara
pemberian imunisasi yang tepat. Tata cara pemberian yang tepat dapat berupa tempat
penyuntikan, cara pemberian, dan dosis vaksin yang akan diberikan. Beberapa hal yang harus
diperhatikan mulai dari persiapan dan penyuntikan vaksin10,11.
Persiapan pasien
Persiapan pasien dapat dinilai dengan HALO yakni: health atau kondisi kesehatan
pasien tersebut apakah pasien sedang menderita sakit kronis, hamil atau riwayat penyakit
seksual atau penurunan imun, Age: umur, apakah pasien masih dewasa muda tau diatas
7
Universitas Sumatera Utara

50tahun, Lifestyle: bagaimana pola hidup apakah paisen tersebut memiliki riwayat seks
bebas, homoseksual, pengguna narkoba atau hobi wisata ke luar negeri, Occupation:
pekerjaan apakah pelajar atau pekerja kesehatan dan jenis pekerjaan lainnya. Menentukan

riwayat vaksinasi pasien sebelumnya juga harus dilakukan untuk dapat menetukan status
kekebalan pasien tersebut. Penyaringan kontraindikasi vaksin dapat dilakukan dengan
mengisi kuesioner. Resiko dan keamanan imunisasi harus disampaikan terhadap pasien10.
Persiapan Vaksin
Persiapan vaksin dapat dimulai dari pemeriksaan vaksin dapat diperiksa secara visual
mulai tanggal kadaluarsa dan juga apakah ada perubahan warna dari vaksin tersebut.
Pengenceran vaksin dilakukan sesuaidengan petunjuk yang diberikan oleh produsen vaksin
tersebut seperti jenis pelarut, jumlah pelarut dab berapa lama vaksin yang sudah diencerkan
dapat dipakai lagi. Vaksin yang sudah diencerkan dan dimasukkan kedalam alat suntik harus
diberikan label sehingga tidak mengalami kesulitan dalam memgidentifikasi vaksin
tersebut10.
Teknik Penyuntikan
Pada orang dewasa, penyuntikan dilakukan pada lengan pasien bagian atas.
Penyuntikan dilakukan secara intramuscular dan subkutan. Vaksin yang mengandung adjuvan
harus disuntikkan secara intramuscular untuk menghindari iritasi local, indurasi, perubahan
warna kulit, inflamasi serta pembentukan granuloma6,11,12,13.

Gambar 6.Cara penyuntikan vaksin subkutan dan Intramuskular13

8

Universitas Sumatera Utara

Penyimpanan Vaksin
Cara penyimpanan vaksintergantungpada karakteristik vaksin tersebut. Vaksin dapat
dapat dibagi dalam dua jenis yakni live attenuated dan inactivated. Vaksin live attenuated
yang berisi virus hidup yang dilemahkan meliputi: vaksin varicella dan zoster dapat di
simpan di dalam freezer (-15 s.d -250C), MMR dapat di simpan di frezer dan kulkas, tifoid
oral, yellow fever dan janesse encephalitis dapat disimpan di kulkas. Vaksin inactivated
seperti vaksin tetanus, difteri, pertusis (Td/Tdap) HPV, trivalent inactivated influenza vaccine
(TIV), hepatitis A, hepatitis B, haemophilus influenza tipe b (Hib), pneumococcal
polisakarida, meningococcal polisakarida dan tifoid vi polisakarida , dapat disimpan di kulkas
(2-80C).
Imunisasi Pada Orang Dewasa
Imunisasi dewasa dianjurkan bagi

mereka yang berusia diatas 12 tahun dan ingin

mendapat kekebalan.Ada beberapa lasan mengapa orang dewasa memerlukan imunisasi,
yakni: pemberian imunisasi pada waktu anak-anak tidak memberikan jaminan kekebalan
yang tetap untuk seumur hidup, dan imunisasi telah terbukti memiliki peran yang
samapentingnya dengan diet dan olehraga dalam menjaga kesehatan12.
Jenis vaksin
Berdasarkan produksinya dapat dibedakan beberapa jenis7,14:
a. Vaksin hidup dilemahkan (live attenuated vaccines). proses melemahkan antigen
tersebut dilakukan melalui pembiakan sel, pertumbuhan jaringan embrionik pada suhu
rendah atau pengurangan gen pathogen secara selektif. vaksin ini memberikan
imunitas jangka panjang.
b. Vaksin Dimatikan ( Killed Vacciine/Inactivated vaccine). mengandung organisme
yang tidak aktif setelah melalui pemanasan dan penambahan bahan kimia.
c. Vaksin rekombinan. Susunan vaksin ini (misal hep B) memerlukan epitop organisme
yang patogen. sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui isolasi dan penentuan kode
gen epitop bagi sel penerima vaksin.
d. Vaksin plasma DNA (Plasmid DNA vaccines). dibuatkan berdasarkan isolasi DNA
miroba mengandung kode antigen yang patogen, masih dalam penelitian.

9
Universitas Sumatera Utara

Indikasi
Indikasi dari penggunaan vaksin didasarkan pada didapatkannya riwayat pajanan, resiko
penularan, usia lanjut, imunokompromais13.
 Riwayat Pajanan: Tetanus toksoid, Rabies
 Resiko Penularan : Influenza, Hepatitis A, Tipoid, MMR
 Usia lanjut: Pneumokokus, Influenza
 Resiko Pekerjaan: Hepatitis B, Rabies
 Imunokompromais : Pneumokokus, Influenza, Hepatitis B, Hemofilus Influenza tipe
B
 Rencana bepergian: japenese B ensefalitis, Tifoid, Hepatitis A, Yellow fever
 Jemaah haji: Meningokous, Influenza.
Jenis dan Jadwal Pemberian Imunisasi pada orang Dewasa3,7,12,13,20.
1. Tetanus dan difteri,pertusis aselular ( Td/Tdap)3,7,15
Tetanus merupakan gangguan neurologis akut yang ditandai oleh meningkatnya tonus
otot dan spameakibat tetanospasmin, suatu toksinprotein kuat yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani. Difteri merupakan suatu penyakit akut yang sangat menular,
disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria.
Indikasi : Wanita post partum, orang yang kontak erat dengan bayi, petugas
kesehatan yang kontak langsung dengan pasien, orang dengan usia diatas 65tahun
yang belum pernah mendapat imunissai Tdap.
Kontraindikasi: adanya reaksi alergi pada pemberian sebelumnya.
Kewaspadaan: syndrome gullain-Barre

Jadwal pemberian: diberikan pada orang dewasa dengan riwayat vaksinasi yang tidak
mendapatkan vaksinasi primer sejumlah tiga dosis. Dua dosis pertama vaksinasi
diberikan dengan jarak 4 minggu, dosis ketiga diberikan 6-12 bulan setelah dosis
kedua. Tdap digunakan pada salah satu dosis dari vaksinasi primer tersebut, dua dosis
yang lain menggunakan Td. Setelah vaksinasi primer , dosis penguat diberikan setiap
10 tahun sekali. Cara pemebrian dengan Intramuskular (IM) daerah deltoid dengan
dosis 0,5mL.
Jenis Vaksin: toksoid,

sediaan : Tdwp (pediacel®), Tdap (tripacel

®

, infanrix®,

infanrix-Hib®)
10
Universitas Sumatera Utara

2. Measles, Mumps, Rubella ( MMR)3,7,16
Di masyarakat, measles dikenal sebagai campak yang disebabkan oleh virus RNA
genus Morbilivirus family paramyxovirus. Mumps atau gondongan atau parotitis
epidemika penyakitakibat virus genus paramyxovirus yang ditandai dengan
pembesaran kelnjar ludah, terutama kelenjar parotis.Rubella atau campak disebabkan
oleh virus rubella jenis RNA.
Indikasi ; seseorang yang lahir 1957 atau setelahnya dan tidak memiliki bukti sudah
divaksin MMR.
a.Campak : diberikan dalam 2 dosis, dosis ke-2 diberikan minimal 28 hari dari dosis
pertama, direkomendasikan untuk: mereka yang terpapar campak pada keadaan
outbreak, pelajar SMU, Pekerja difasilitas kesehatan, orang berencana bepergian ke
luar negeri.
b.Rubella: diberikan pada wanita (berapapun usianya), wanita yang tidak hamil dan
tidak memiliki bukti kekebalan, wanita hamil yang tidak memiliki bukti kekebalan
diberikan saat akhir kehamilan, petugas kesehatan.
Kontraindikasi: adanya reaski alergi pada pemberian vaksin tetanus, wanita hamilatau
akan hamil dalam waktu satu bulan, imunodefisiensi berat.
Kewaspadaan: seseorang yang baru (38.50C), oral ( peradangan saluran cerna )
Kewaspadaan: individu yang mendapat terapi antimalaria, antibiotic dan vaksin kolera
oral. Diberikan secara intramuscular atau subkutan dengan dosis 0.5mL
Jenis vaksin: Virus dilemahkan dan virus mati , Sediaan: Typherix®, Typhim Vi®
14
Universitas Sumatera Utara

10. Yellow Fever7,19
merupakan penyakit infeksi virus akut dengan masa inkubasi yang singkat dalam
berbagai stadium, ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan haemogogus
sp atau sabethes sp.
Indikasi: wajib bagi wisatawan yang bepergian ke afrika dan Amerika Selatan,
petugas laboratorium.
Kontraindikasi: alergi terhadap telur, ayam atau gelatine, sakit berat
Kewaspadaan: wanita hamil dan menyusui. Diberikan subkutan 0.5mL dosis tunggal
dan ulangan dapat diberikan dengan interval 10tahun, pasien yang sudah di-booster
mendapat kekebalan menetap 30-35tahun atau seumur hidup.
Jenis vaksin: live-attenuated, Sediaan : Arilvax®, YF-VaX®
11. Japanese Encephalitis (belum memiliki izin edar di Indonseia)7,19
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh Flavivirus dan ditularkan melalui nyamuk
Culex tritaeniorhynchus.
Indikasi : Wisatawan yang aakan bepergian kedaerah endemis (Asia), yang tinggal
lebih 30 hari atau tinggal ala terutama di pedesaan.
Kontraindikasi: alergi timerosal
Cara pemberian pada anak lebih dai 3tahun dan dewasa , dosis primer diberikan 1ml
subkutan diberikan pada hari-0,7,30 dan booster 1mL diberikan dengan interval
2tahun
Jenis Vaksin: Live-attenuated. Sediaan JE-Vax® ( belum tersedia di Indonesia)

12. Rabies7,19
Penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan saraf tepid an pusat akibat
masuknya virus rabieskedalam tubuh melalui gigitan hewan penular rabies. Di udara
terbuka virus dapat mati jika dicuci dengan zat pelarut lemak, misalnya sabun,
detergen dan eter. Sediaan vaksin rabies diIndonesia adalah Purified Vero Rabies
Vaccine (PVRV).
Indikasi: petugas yang bekerja dengan hewan, pekerja laboratorium, peneliti gua,
wisatawan yang bepergian ke daerah endemis, individu yang tergigit, tercakar atau
15
Universitas Sumatera Utara

terpapar mukosa binatang tersangka rabies. Diberikan secara intramuscular atau
intradermal. Intramuscular di daerah deltoid atau paha anterolateral, dengan metode
Zagreb 2-1-1 ( 2 dosis@ 0.5cc pada hari ke-0; 1 dosis @0.5cc pada hari ke-7; dan 1
dosis @0.5cc pada hari ke-21 ). Intradermal dengan dosis 0.1ml berupa twoside
intradermal regimen (2-2-20-1-1) pada hari ke-0, ke-3, ke-7, ke-28 dan hari ke-90.
Jenis vaksin: Live-attenuated, Sediaan: RabAvert®
13. Human Papiloma Virus (HPV)7,19
HPV merupakan penyebab utama kanker serviks pada perempuan, menempati urutan
kedua setelah kanker payudara. terdiri dari 130tipe dan 30 tipe diantaranya ditularkan
melalui hubungan seksual.Indikasi: semua wanita usia 19-26tahun, wanita dengan
riwayat kutil kelamin, wanita dengan hasil tes papanicolau abnormal, seseorang
dengan postif HPV-DNA tetapi dengan strain yang berbeda dibandingkan vaksin.
Kewaspadaan: seseorang dengan sakit sedang dan berat.
Jadwal pemberian : diberikan dalam tiga dosis, dengan jadwal pemberian bulan ke-0,1
atau 2 dan 6 tergantung jenis vaksinnya
Cara pemberian: Intramuskular (IM)
Jenis vaksin: vaksin quadrivalen (Gardasil®), Bivalen (Cervarix®)
14. Herpes zoster19
Merupakan bentuk reaktivasi virus varicella-zoster di ganglion radiks dorsalis.
Indikasi vaksin ini meliputi: diberikan pada orang dewasa 60 tahun keatas, tetapi
skarang ini sudah diberikan pada orang dewasa diatas umur 50tahun (belum menjadai
rekomendasi).

Kontraindikasi: adanya riwayat anafilaksis terhadap gelatine,

antibiotic neomisin, imunodefisiensi, kehamilan.
Jadwal pemberian: diberikan dosis tungal secara subkutan pada region deltoid.
Jenis Vaksin: Virus hidup, Sediaan : Zostavax®

16
Universitas Sumatera Utara

Gambar 6. Berbagai penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan vaksinasi20.
Vaksinasi Pada Keadaan Khusus21
a. Vaksinasi Pada usia Lanjut:
diberikan pada orang yang berusia diatas 60 tahun, diaman produksi dan proliferasi
limosit T berkurang.

Imunisasi pada kelompok ini berupa: vaksinasi Influenza,

Pneumokok dan herpes zoster.
b. Vaksinasi Pada Ibu hamil dan menyusui.
pada wanita hamil terdapat perubahan pada seluru tbuh termasuk pada system imun.
vaksinasi bermanfaat menjaga kesehatan wanita sebelum, selama dan setelah hamil
dan juga melindungi bayi saat kehamilan sampai bulan pertama kelahiran bayi.
Imunisasi pada kelompok ini berupa: tetnus, difteri, influenza dan hepatitis B. vaksin
meningokok dan rabies dapat diberikan sesuai indikasi. vaksin yang tidak boleh
diberikan; MMR, Varicella dan BCG.
17
Universitas Sumatera Utara

c. Vaksinasi pada tenaga Kesehatan
tenaga kesehatan memiliki potensi yang tinggi terpajan oleh pasien ataupun material
infeksius,peralatan medis yang terkontminasi, lingkungan dan udara yang
terkontaminasi. Penyakit akibat kerja pada tenaga kesehatan dapat dicegah dengan
pemberian vaksinasi. Imunisasi pada kelompok ini berupa: vaksinasi hepatitis B,
Influenza, MMR, varicella, Difteri, pertusis, tetanus dan menigokokal.
d. Vaksinasi untuk Traveller ( Imunisasi Perjalanan, termasuk untuk Jemaah Haji dan
Umroh)
Vaksin yang diberikan berupa: Vaksin Meningokok dan Vaksin Influenza, Yellow
Fever, Antraks.
e. Vaksinasi pada Imunokompromais.
Kondisi yang termasuk pada imunokomprmais adalah malnutrisi, HIV, Pasienn
Dialisis , Usia lanjut, asplenia, Penyakit metabolic, trauma dan pembedahan, infeksi
berat dan radiasi. pada kondisi tertentu pemberian vaksin hidup harus ditunda samapi
keadaanimun membaik. pasien dialysis dapat diberikan vaksinhepatitis B, Influenza
danPneumokok. Pasien HIV dengan CD4 yang rendah (200sel/mm3. vaksin yang dpat
diberikan pada pasien HIV:hepatitis a, hepatitis B, HPV, Influenza, antraks, MMR,
meningokok, pneumokok, rabies, tifoid, tetanus, varisela.

Gambar 7.Jadwal imunisasi pada orang dewasa22

18
Universitas Sumatera Utara

Gambar 8.Jadwal imunisasi pada orang dewasa 22

Gambar 9.Jadwal imunisasi pada orang dewasa di Indonesia23

19
Universitas Sumatera Utara

Imunisasi masa depan
Saat ini pengembangan vaksin terus dilakukan beberapa yang sedang
dilakukan tidak hanya pada penyakit infeksi bakteri tetapi juga pada infeksi protozoa
dan keganasan seperti:
a.

Vaksin terhadap kanker, yang didasarkan pada bahwa sel kanker tersebut
memiliki antigen yang dapat dikenali system pertahan tubuh manusia.
Antigen

kanker atau non-diri, akan

menyebabkan sel B dan sel T

terstimulasi untuk melakukan serangan terhadap kanker. vaksin kanker
sekarang ada dua jenis yaitu

pencegahan (profilaksis) dan

vaksin

pengobatan. Baru-baru ini, vaksin pengobatan untuk kanker prostat
(Provenge Dendreon) telah disetujui oleh FDA24.
b. Vaksin Dengue: penyakit dengue disebabkan oleh satu dari empat virus
dengue (DENV) yang sangat terkait erat namun berbeda secara antigenik
dari family Flaviviridae. Beberapa kesulitan dalam pengembangan vaksin
dengue adalah:vaksin dengue harus tetravalent, respon yang dihasilkan
vaksin tetravalent harus seimbang dan tahan lama, imunitas protektif yang
terbentuk belum dimengerti dan kurangnya model hewan yang tepat dalam
percobaan vaksin. vaksin yang ada saat ini masih sampai pada tahap uji
fase preklinik25
c. Vaksin Ebola,
vaksin untuk virus ebola saat ini sudah diujicoba terhadap simpanse dan
marmut. terdapat dua jenis vaksin yaitu vaksin live-attenuated dan
rekombinan protein26.

20
Universitas Sumatera Utara

d. Vaksin Malaria.
Vaksin malaria yang diinginkan yaitu vaksin yang dapat bekerja semua
siklus hidup parasit. Tantangan yang paling berat para ilmuwan vaksin
malaria hadapi adalah kurangnya pemahaman tentang respon imun spesifik
yang terkait dengan perlindungan terhadap penyakit parasit. Karena parasit
malaria sangat kompleks, para ilmuwan mengejar keragaman pendekatan
pengembangan

vaksin.

saat

ini

,vaksin malaria

yang

sedang

dikembangkan meliputi tiga tipe yaitu27:
 Vaksin yang bekerja pada tahap sbelum masuk darah (Preerythrocytic vaccine candidates)
 Vaksin pada tahap darah (Blood-stage vaccine candidates)
 Transmission-blocking vaccine candidates
Fenomena Responder dan Nonresponder pada Vaksinasi.
Individu sehat yang mendapat vaksin akan menginduksi respon humoral dan seluler,
sehingga tercapai respon imun yang mampu untuk memproteksi diri dari penyakit. Untuk
mencapai respon tersebut kadang vaksin harus diberikan dalam beberapa dosis dan juga
adanya pemberian booster atau ulangan. Fenomena responder dan nonresponder ini
dicetuskan oleh Chiaramonte at al, yang terjadi akibat tidak terbentuknya respon imun
humoral. fenomena responder dan nonresponder ini difokuskan pada vaksin hepatitis B .
setelah pemberian vaksin hepatitis B sebanyak 3 dosis akan tercapai titer antibody >10IU,
tetapi pada beberapa orang , sekitar 10% pada orang dewasa dan 5% pada anak-anak hal
tersebut tidak tercapai8.

21
Universitas Sumatera Utara

Kejadian Ikutan PascaImunisasi (KIPI)
Tindakan pemberian imunisasi tidak terlepas dari suatu reaksi yang bias saja terjadi
setelah pemeberian vaksinasi berupa reaksi lokal maupun sistemik dapat terjadi. Seiring
dengan cakupan imunisasi yang makin tinggi maka penggunaan imunisasi juga makin tinggi
dan angka kejadian KIPI juga meningkat. Secara definsi KIPI adalah sebagai reaksi simpang
yang dikenal sebagai kejadian ikutan pasca imunisasi

atau adverse events following

immunization (AEFI) adalah kejadian medis yang berhubungan

dengan imunisasi baik

berupa efek samping maupun efek vaksin, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis,
atau kesalahn program, koinsidensi, reaksi suntikan atau hubungan kausal yang tidak dapat
ditentukan. Pelaksana dari imunisasi tersebut harus mengetahui berapa besar dan hal apa saja
insidean dan bentuk kejadian yang tidak diharapkan dari suatu imunisasi. Sebelum
melakukan tindakan imunisasi harus dilakukan pemberian informasi mengenai resiko dan
keuntungan imunisasi yang akan diberikan, dan dilakukan pencatatan di kartu imunisasi28.
Komite Nasional Pengkajian Penanggulangan (Komnas PP) KIPI dibentuk sebagai
badan yang mewadahi berbagai efek samping dari imunisasi tersebut. Pelaporan kejadian
dari efek samping imunisasi tersebut harus selalu dibuat dan dilaporkan ke Komnas/Komda
KIPI untuk di cermati.
KIPI yang terjadi dalam menghadapinya perlu diketahui apakah kejadian tersebut
berhubungan dengan vaksin ayang diberikan ataukah secara kebetulan. Efek tidak langsung
dari vaksin dapat disebabkan kesalahn teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi vaksin,
kesalahn prosedur, kesalahan teknik imunisasi atau kebetulan.
Klasifikasi KIPI
Komnas KIPI mengelompokkan etiologi KIPI dalam 2 klasifikasi28.
1. Klasifikasi lapangan menurut WHO western Pacific (1999) untuk petugas kesehatan
lapangan. Klasifikasi ini meliputi kesalahan program, reaksi suntikan, reaksi vaksin,
koinsidensi, dan sebab tidak diketahui.
2. Klasifikasi kausalitas menurut IOM 1991 dan 1994 untuk telaah Komnas PP KIPI.
a. Tidak terdapat bukti hubungan kausal (unrelated)
b. Bukti tidak cukup untuk menerima atau menolak hubungan kausal (unlikely)
c. Bukti memperkuat penolakan hubungan kausal (probable)
d. Bukti memastikan hubungan kausal (very like/certain)
22
Universitas Sumatera Utara

Gejala KIPI dapat timbul cepat maupun lambat dan bias berupa gejala local, sistemik,
reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumny amakin cepat terjadi KIPI
makin berat gejalanya. Reaksi ikutan pasca imunisasi disebabkan allergen yang terdapat pada
vaksin, mekainsmenya dapat berupa reaksi melalui Ig E ( Ig E Mediated) berupa eritema,
pruritus,edema, nyeri, urtikaria, spasme bronkus, hipotensi, aritmia, dan reaksi non Ig E (
Non Ig E mediated)28
Herd Imunity
Merupakan suatu kekebalan pada populasi yang memiliki persentase vaksinasi
yang tinggi , dengan angka vaksinasi yang tinggi tersebut akan terjadi penularan penyakit
karena banyak orang tidak dapat terinfeksi penyakit. Sebagai contoh, jika seseorang dengan
campak dikelilingi oleh orang-orang yang divaksinasi campak, penyakit ini tidak dapat
dengan mudah diteruskan kepada siapa pun, dan dengan cepat akan menghilang lagi. Ini
disebut 'kawanan kekebalan', dan memberikan perlindungan kepada orang-orang yang rentan
seperti bayi yang baru lahir, orang tua dan orang-orang yang terlalu sakit untuk
divaksinasi29,30.31.
Kekebalan Herd ini tidak dapat melindungi terhadap semua penyakit yang dapat
dicegah dengan vaksin. Contoh terbaik dari hal ini adalah tetanus, yang terinfeksi oleh
bakteri dalam lingkungan, tidak dari orang lain yang memiliki penyakit. Tidak peduli berapa
banyak orang di sekitar Anda yang divaksinasi terhadap tetanus, tidak akan melindungi Anda
dari tetanus30,31.

Kesimpulan
Untuk keberhasilan pencegahn penyakit infeksi dapat dilakukan banyak hal,
salahsatunya adalah dengan imunisasi. Imunisasi diberikan tidak hanya pada anak tetapi juga
dapat diberikan pada orang dewasa. Saat ini pemberian imunisasi pada orang dewasa belum
sepopuler pada anak sehingga perlu adanya perhatian ekstra untuk hal tersebut, berupa
penyediaan fasilitas, tenaga kesehatan yang kompeten dan penyediaan vaksin yang
diperlukan. Saat ini banyak jenis imunisasi yang dapat diberikan pada orang dewasa sesuai
dengan HALO pasien tersebut, dan juga sedang dikembangkan berabgai jenis vaksin lainnya
selain untuk pencegahan infeksi bakteri. .

23
Universitas Sumatera Utara

Daftar Pustaka
1. Lombard M, Pastoret PP, Moulin AM. A brief history of vaccines and
vaccination; Rev. sci. tech. Off. int. Epiz., 2007, 26 (1), 29-48
2. Lahariya C. A brief history of vaccines & vaccination in India: Indian J Med Res
139, April 2014, pp 491-511
3. Loucq C. Vaccines today, vaccines tomorrow: a perspective: Clin Exp Vaccine
Res 2013;2:4-7
4. Djauzi S, Rambe DS, Imunisasi:dahulu kini dan perkembangannya dimasa depan.
Dalam: Djauzi S, Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman imunisasi
pada orang dewasa tahun 2012. Jakarta:Badan Penerbit FK UI; 2012
5. Djauzi S, Anindito B: Manfaat imunisasi pada orang dewasa. Dalam: Djauzi S,
Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa
tahun 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012
6. CDC.Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) Recommended
Immunization Schedules for Persons Aged 0 Through 18 Years and Adults Aged
19 Years and Older — United States, Early Release / Vol. 62 January 28, 2013
7. Siegrist CA. Vaccine Immunology, Dalam: Plotkin SA, Orenstein WA, Offit PA,
(editor). Vaccines.Ed.5 Philadelphia: sauders Elsevier. 2008:17-36
8. Sinto R, Rengganis I. Aspek Imunologi imunisasi. Dalam Djauzi S, Rengganis I,
Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012.
Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012
9. diunduh 18 januari 2015 dari http://www.historyofvaccines.org/content/howvaccines-work
10. Yonata A, Karyadi TH. Tata cara Pemberian Imunisasi. Dalam Djauzi S,
Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa
tahun 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012
11. Rengganis I, Karjadi TH, Koesnoe S. Prosedur imunisasi. Dalam: Setiati S, Alwi
I, Sudoyo AW, et all (editor): Buku ajar ilmu penyakit dalam.jilid I ed.VI: Jakarta.
Interna Publishing 2014:939-46.
12. CDC. MMVR. General Recommendations on Immunization Recommendations of
the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP)Recommendations
and Reports / Vol. 60 / No. 2.

24
Universitas Sumatera Utara

13. Vaccine administration di unduh dari: http://www.immunize.org/catg.d/p2023.pdf.
(10 januari 2015)
14. Winulyo EB. Imunisasi dewasa. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et all
(editor): Buku ajar ilmu penyakit dalam.jilid I ed.VI: Jakarta. Interna Publishing
2014:951-6.
15. CDC. Tetanus. di unduh pada 10 Januari 2015. dari
http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/tetanus.pdf
16. Vaksinasi MMR. diundah tanggal 10 januari 2015 dari
http://www.immunize.org/vis/indonesian_mmr.pdf
17. CDC. Influenza Vaccine. diunduh pada tanggal 10 januari 2015 dari.
http://www.cdc.gov/vaccines/hcp/vis/vis-statements/flulive.pdf
18. Vaccination pneumokous dari http://www.immunize.org/vis/indonesian_ppsv.pdf
19. Ahani AR, Koesno S, Idhayu AT. Indikasi dan Kontraindikasi Pemberian
Imunisasi.Dalam Djauzi S, Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman
Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012
20. National Foundation for Infectious Disease. diunduh tanggal 17 januari dari
http://www.adultvaccination.org/resources/adult-vaccines-infographic.png
21. Yunihasti E. Vaksinasi pada kelompok khusus. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo
AW, et all (editor): Buku ajar ilmu penyakit dalam.jilid I ed.VI: Jakarta. Interna
Publishing 2014:958-2.
22. CDC. Recommended Adult Immunization Schedule United States – 2014
23. Jadwal

imunisasi

dewasa

PAPDI.

diundah

tanggal

2

januari

dari

https://az414319.vo.msecnd.net/res-prod/documents/idid/Final%20Indonesia%20Adult%20ImmunizationRecommendation%202013.pdf
24. How Do Vaccines Stimulate The Immune System? diunduh tanggal 18 januari
2015 dari , http://www.ascendbiopharma.com/clinical-trials/how-do-vaccinesstimulate-the-immune-system/
25. Nainggolan L. Pengembangan vaksin dengue. Dalam. Djauzi S, Rengganis I,
Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012.
Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012
26. Sullivan N, Yang Z-Y,

Nabel GJ. Mini Review Ebola Virus Pathogenesis:

Implications for Vaccines and Therapies. JOURNAL OF VIROLOGY, Sept.
2003, p. 9733–9737
27. Malaria

vaccine

approaches.

diunduh

tanggal

16

januari

2015

dari

http://www.malariavaccine.org/malvac-approaches.php
25
Universitas Sumatera Utara

28. Winulyo EB, mahdi DS, Herdiana D. Kejadian ikutan pasca imunisasi
(KIPI).Dalam Djauzi S, Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman
Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012
29. Herd

Immunity,

diundunh

tanggal

30

Maret

2015

dari

2015

dari

http://www.ovg.ox.ac.uk/herd-immunity
30. community

Immunity,

diunduh

tanggal

30

Maret

http://www.vaccines.gov/basics/protection/
31. Fine P,Eames K, Heymann DL. “Herd immunity”: A rough guide. Invited Article
vaccines. 2011;52:911-6

26
Universitas Sumatera Utara