Analisis Kemampuan Cadangan Umum Aset Produktif Dalam Memprediksi Bank Failure Di Indonesia (Studi Empiris Perbankan Periode 2004-2011)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Financial Distress
Financial

distress

atau

kesulitan

keuangan

merupakan

kondisi

ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang menyebabkan

perusahaan mengalami insolvency (Ross et al, 1996).Karen Hopper Wruck
(1990)menyatakan bahwa ketidakmampuan tersebut disebabkan oleh kurangnya
arus kas dalam memenuhi kewajiban perusahaan. Kondisi kesulitan keuangan
pada perusahaan merupakan gambaran awal terjadinya kondisi kebangkrutan pada
perusahaan. Kondisi kesulitan keuangan pada perusahaan menyebabkan
perusahaan mengeluarkan dana yang cukup besar guna menghindari terjadinya
kebangkrutan. Jika sebuah perusahaan mengalami kondisi kesulitan keuangan,
maka perusahaan tersebut akan membutuhkan sejumlah dana yang cukup besar
guna menanggulangi kesulitan keuangan yang akan menyebabkan perusahaan
mengalami kebangkrutan. Lemma W. Senbet and Tracy Yue Wang (2012)di sisi
lain menyatakan bahwa perusahaan dapat mengalami financial distressdisebabkan
terjadinya kesulitan ekonomi maupun kesulitan keuangan. Kesulitan ekonomi
merupakan gambaran kesulitan secara makro ekonomi dan kesulitan keuangan
merupakan gambaran kesulitan yang disebabkan faktor internal yang berasal dari
perusahaan tersebut.
Menurut Altman (1968), kondisi kesulitan keuangan pada perusahaan dapat
digolongkan ke dalam empat istilah umum, yakni:

11


Universitas Sumatera Utara

a.

Economic Failure
Economic failure merupakan sebuah kondisi dimana perusahaan kesulitan
menutupi biaya yang ditanggung oleh perusahaan termasuk biaya modal.
Dalam kondisi tersebut, perusahaan dapat meneruskan kegiatan operasional
perusahaan apabila kreditur bersedia menyediakan tambahan modal
sehingga return yang diterima oleh perusahaan berada dibawah tingkat
bunga pasar.

b.

Business failure
Business failure merupakan sebuah kondisi dimana perusahaan tidak
mampu lagi beroperasi sehingga tidak menghasilkan pendapatan bagi
perusahaan yang disebabkan oleh kurangnya arus kas guna mneutupi
pengeluaran perusahaan.


c.

Insolvency
Insolvency merupakan sebuah kondisi dimana perusahaan mengalami
kekurangan pada arus kas sehingga perusahaan tersebut tidak mampu
memenuhi kewajibannya.

d.

Legal Bankruptcy
Legal bankruptcy merupakan sebuah kondisi dimana perusahaan tersebut
tidak dapat melaksanakan kegiatan opersionalnya secara hukum oleh pihak
yang bersangkutan.
Dalam mengamati dan mengetahui kondisi perusahaan yang mengalami

financial distress, maka terdapat beberapa indikator yang menjadi gambaran

12

Universitas Sumatera Utara


perusahaan yang mengalami financial distress. Adapun beberapa indikator
tersebut adalah :
1.

Whitaker (1999) mendefinisikan financial distressterjadi pada sebuah
perusahaan, apabila perusahaan tersebut mengalami laba operasional negatif
secara berturut turut.

2.

Altman (1968) mendefinisikan financial distress dengan memanfaatkan
angka-angka di dalam laporan keuangan dan merepresentasikannya dalam
suatu angka, yaitu Z-Score yang dapat menjadi acuan untuk menentukan
apakah suatu perusahaan berpotensi untuk bangkrut atau tidak.

3.

Ross et al (1996) mendefinisikan kondisi financial distress terjadi apabila
perusahaan tersebut mengalami insolvency.

Kondisi Financial Distress pada sektor perbankan dapat disebabkan opleh

beberapa faktor. Adapun faktor faktor yang menyebabkan krisis keuangan pada
perusahaan adalah kenaikan suku bunga, peningkatan ketidakpastian, dampak
pasar aset terhadap neraca, permasalahan sektor perbankan, ketidakseimbangan
fiskal pemerintah (Frederic S Mishkin, 2008: 274) ;
1.

Kenaikan Suku bunga
Fluktuasi suku bunga masih menjadi salah satu ancaman utama bagi kinerja
perbankan. Peningkatan suku bunga pasar dapat diakibatkan oleh
peningkatan kredit dan penurunan jumlah uang beredar. Suku bunga yang
tinggi juga dapat menyebabkan kenaikan pada risiko investasi dan proyek
yang dilaksanakan oleh perusahaan.

13

Universitas Sumatera Utara

2.


Peningkatan ketidakpastian
Kondisi ketidakpastian selalu terjadi dalam kinerja lembaga keuangan salah
satunya bank. Kondisi ketidakpastian tersebut dapat berupa kegagalan
lembaga keuangan secara internal, resesi, dan jatuhnya pasar saham.
Kondisi ini membuat sektor perbankan lebih selektif dalam menyalurkan
kredit terhadap masyarakat. Kredit dengan potensi pengembalian yang lebih
baik tentu akan dipilih dibandingkan dengan potensi pengembalian yang
buruk. Namun di sisi lain metode yang lebih selektif dapat menyebabkan
penurunan pinjaman, investasi, dan kegiatan ekonomi agregat.

3.

Dampak pasar aset terhadap neraca
Kondisi neraca perusahaan memperlihatkan bagaimana kondisi keuangan
sektor perbankan. Salah satu penyebab terpuruknya neraca perusahaan
adalah penurunan dalam pasar saham. Penurunan pada pasar saham
menggambarkan menurunnya kekayaan bersih perusahaan. Penurunan ini
menyebabkan perbankan enggan menyalurkan kredit karena kemungkinan
kerugian atas pinjaman dapat meningkat. Pemberi pinjaman pun akan

menurunkan jumlah kredit yang disalurkan sehingga investasi dan output
agregat akan mengalami penurunan.

4.

Permasalahan dalam sektor perbankan
Peranan bank dalam pasar keuangan masih memegang peranan penting
sebagai fasilitator investasi produktif dalam perekonomian. Jika neraca dan
kualitas modal mengalami penurunan maka bank mempunyai sumber yang
lebih sedikit untuk dipinjamkan. Kondisi buruk ini akan menyebar dari satu

14

Universitas Sumatera Utara

bank ke bank yang lain sehingga dapat terjadi kegagalan bank berganda
yang disebut dengan istilah bank panic.
5.

Ketidakseimbangan fiskal pemerintah

Salah satu kondisi ketidakseimbangan fiskal pemerintah yang terjadi adalah
gagal bayar utang oleh pemerintah yang menyebabkan penurunan nilai mata
uang domestik yang disebabkan oleh investor yang menarik uangnya keluar
dari suatu negara. Hal ini akan mempengaruhi kinerja keuangan perbankan
baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.2

Bank Failure
Istilah bank gagal dalam pasal 1 angka 7 UU LPS adalah bank yang

mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta
dinyatakan tidak dapat disehatkan oleh Lembaga Pengawasan Perbankan sesuai
dengan kewenangan yang dimilikinya. Selain itu istilah bank gagal dalam
penelitian Ng and Roychowdurry (2014) dapat terjadi karena sektor perbankan
mengalami kualitas modal yang kurang baik sehingga tidak dapat memenuhi
kewajibannya. Menurut Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) bank
gagal adalah sebuah kondisi dimana sektor perbankan ditutup oleh badan
pengawas perbankan karena bank tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya
terhadap deposan. Hari Sukarno (2005) menyebutkan bahwa kondisi bank gagal

adalah jika bank tersebut tidak memenuhi kriteria bank sehat dari Bank Indonesia,
seperti business failure, peringkat CAMEL yang merosot, terjadinya legal
bankruptcy (BBO,BTO dan likuidasi), bank peserta rekap dan bank dalam
pengawasan BPPN. Karen Hopper Wruck (1990) mendefinisikan kebangkrutan
15

Universitas Sumatera Utara

sebagai sebuah kondisi dimana perusahaan tidak mampu membayar semua utang
termasuk pada saat jatuh tempo sehingga ditutup secraa hukum oleh badan yang
bersangkutan. Allen N. Berger (1990) mendefinisikan kebangkrutan sebagai
sebuah kondisi dimana perusahaan ditutup secara legal yang diawali oleh kondisi
financial distress. Financial distress merupakan kondisi yang dapat berakhir dan
diperbaiki oleh perusahaan namun kondisi kebangkrutan merupakan kondisi yang
ditetapkan penutupannya secara legal oleh pihak yang berwenang, yang
menggambarkan ketidakmampuan bank tersebut untuk melangsungkan kegiatan
operasionalnya.
Dalam mengetahui kondisi status kebangkrutan bank, maka terdapat
beberapa indikator kebangkrutan bank, yakni ;
1.


Ng and Roychowdurry (2014) menyatakan bahwa kondisi kebangkrutan
bank terjadi apabila memiliki total kewajiban yang dimiliki oleh bank lebih
besar dibandingkan total aset yang dimiliki.

2.

Hari Sukarno menyatakan bahwa kondisi kebangkrutan bank dapat dinilai
melalui jumlah ekuitas bank yang bernilai negatif.

3.

Karen Hopper Wruck (1990) mendefinisikan bahwa indikator guna menilai
kondisi kegagalan bank dapat dianalisa melalui nilai laba bersih yang
dihasilkan oleh bank tersebut bernilai negatif secara berturut turut.
Kondisi bank gagal dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik secara

internal maupun eksternal. Faktor internal dapat berupa manajemen bank yang
kurang baik, penyaluran kredit yang kurang hati hati dan adanya tindak kejahatan
dari manajemen bank. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang


16

Universitas Sumatera Utara

berkaitan erat dengan kondisi makro ekonomi yang tidak dapat diprediksi dengan
baik oleh sektor perbankan.
Selain faktor internal dan eksternal, kegagalan pada sektor perbankan dapat
terjadi sebagai akibat dari kemungkinan risiko yang harus ditanggung dalam
menjalankan fungsinya terutama fungsi intermediatary nya. Adapun risiko yang
ditanggung seperti, seperti risiko akibat transaksi valuta asing dan terjadinya gap
yang semakin melebar. Sektor perbankan dapat menerima pendapatan dalam
jumlah yang tinggi, namun di satu sisi sektor perbankan dapat menanggung risiko
yang lebih besar apabila manajemen gagal dalam menerapkan prinsip kehati
hatian dalam kinerja perbankan. Panjangnya kemungkinan risiko yang harus
ditanggung oleh perbankan memperlihatkan bahwa bisnis perbankan secara alami
memang memiliki risiko yang tinggi (Christian Rio, 2010).
2.3

Modal Bank
Dalam rangka menjaga kelangsungan hidup sektor perbankan, maka bank

harus memiliki modal dan dapat mempertahankan kualitas modal yang ada agar
dapat bertahan dalam kondisi ekonomi yang berfluktuasi. Modal adalah dana yang
merupakan investasi pemilik dalam rangka mendirikan usaha guna membiayai
kegiatan usaha dan memenuhi regulasi pemerintah (Ismail , 2010: 123). Dalam
prinsip akuntansi, modal bank diperoleh dengan pengurangan

jumlah nilai

dengan jumlah kewajiban suatu perusahaan (S. Scott MacDonald dan Timothy
W.Koch, 2006: 54). Modal bank dibentuk guna mengantisipasi penurunan nilai
dari aset yang dapat mengakibatkan bank mengalami insolvency, yaitu kondisi

17

Universitas Sumatera Utara

dimana jumlah kewajiban lebih besar dibandingkan jumlah aset (Frederic S.
Mishkin, 2008: 254).
Jumlah modal bank adalah senilai jumlah yang dibutuhkan untuk dapat
memenuhi fungsinya sebagai modal agar pemegang saham memperoleh
keuntungan yang optimal (Masyhud Ali, 2004: 280). Unsur modal dalam sektor
perbankan memiliki fungsi penting sebagai sumber dana guna membiayai
aktivanya, menarik minat para kreditur, meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap sektor perbankan, melindungi para deposan dari kemungkinan tidak
terserapnya kerugian yang dapat terjadi dan sulit dihindari serta memenuhi
ketentuan permodalan minimum yang ditetapkan oleh bank sentral. Modal bank
juga dijadikan sebagai rasio yang menunjukkan jumlah kekayaan bank guna
menjadi acuan nilai bagi pemegang saham perbankan. Sesuai dengan tugas dan
fungsi modal perbankan, maka bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 15/ 12/ PBI/ 2013 Tentang Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum Bank Umum, maka komponen modal perbankan terbagi atas:
1.

Modal Inti
Modal inti bank terdiri dari modal disetor dan cadangan yang dibentuk dari
laba setelah pajak. Guna memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh
Bank Sentral, maka sektor perbankan wajib menyediakan modal inti paling
rendah sebesar 6 % dari aktiva tertimbang menurut resiko dan modal inti
utama sebesar 4,5 % dari aktiva tertimbang menurut resiko. Modal inti bank
dibagi kembali menjadi beberapa komponen, yaitu :

18

Universitas Sumatera Utara

a.

Modal inti Utama
Modal inti utama bank terdiri atas modal disetor dan cadangan
tambahan modal (disclosed reserve). Modal disetor merupakan
komponen modal yang langsung disetor oleh si pemiliknya.
Komponen ini bersifat permanen, tersedia untuk menyerap kerugian
baik sebelum maupun saat terjadinya likuidasi. Adapun faktor
pengurang dari modal inti utama bank adalah cadangan tambahan
modal( disclosed reserve) sebagai bagian dari modal inti bank terdiri
dari agio, modal sumbangan, cadangan umum, cadangan tujuan, laba
tahun lalu, dan laba tahun berjalan. Adapun faktor pengurang yang
mempengaruhi modal inti utama adalah perhitungan pajak tangguhan
(deffered tax), goodwill, aset tidak berwujud lainnya, seluruh
penyertaan bank, kekurangan modal pada perusahaan asuransi yang
dikendalikan oleh bank dan eksposur sekuritisasi.

b.

Modal Inti tambahan
Modal inti tambahan merupakan komponen modal inti yang berupa
saham preferen atau instrumen utang yang bersubordinasi, tidak
memiliki jangka waktu, pembayaran dividen bersifat nonkumulatif,
dan tidak memiliki fitur step up.

2.

Modal Pelengkap
Modal pelengkap pada bank memiliki nilai sebesar 100 % dari modal inti.
Modal pelengkap terdiri dari instrumen modal dalam bentuk saham, agio
atau disagio yang berasal dari penerbitan saham, cadangan umum aset
19

Universitas Sumatera Utara

produktif senilai 1,25 % dari aktiva tertimbang menurut resiko kredit dan
cadangan tujuan.
2.4

Cadangan Umum Aset Produktif
Komponen modal pada sektor perbankan di Indonesia dibagi menjadi dua

bagian utama, yaitu modal inti dan modal pelengkap. Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia No. 31/ 148/ KEP/ DIR tanggal 12 November 1998 menetapkan
bahwa bank wajib membentuk cadangan umum aset produktif sebagai salah satu
komponen modal berupa cadangan umum dan cadangan khusus guna menutupi
risiko kemungkinan kerugian.
Cadangan umum aset produktif atau yang disebut dengan penyisihan
kerugian pinjaman merupakan perkiraan dari kerugian aktiva produktif

yang

dikelola oleh sektor perbankan yang dilaporkan sebagai faktor pengurang dalam
neraca perbankan ( Joseph F Sinkey, 2005: 111)
Cadangan umum aset produktif yang dibentuk oleh sektor perbankan
sebagai penyisihan guna menutupi kerugian dari kredit yang disalurkan, dimana
cadangan kerugian dibentuk melalui pengurangan terhadap pinjaman yang gagal
(Peter S Rose dan Sylvia C Hudgins, 2005: 295). Pembentukan cadangan umum
aset produktif bertujuan guna menampung kerugian sebagai akibat tidak
diterimanya aktiva produktif yang disalurkan oleh bank secara keseluruhan.
Pembentukan cadangan umum aset produktif dibentuk senilai 1,25 % dari aktiva
tertimbang menurut risiko (ATMR). Cadangan umum aset produktif merupakan

20

Universitas Sumatera Utara

salah satu bagian dari komponen modal pelengkap dan memiliki persentase yang
paling tinggi pada modal pelengkap bank.
Pembentukan cadangan umum aset produktif dibentuk dengan membebani
laba atau rugi tahun berjalan, guna menyerap kerugian yang dapat ditimbulkan
oleh pengelolaan aktiva produktif (Masyhud Ali, 2004: 279 ).Penilaian kualitas
aktiva produktif harus sesuai dengan risiko pengembalian aktiva tersebut. Apabila
penilaian kualitas aktiva dan potensi pengembaliannya tidak sesuai, maka bank
akan mengalami kebangkrutan. Cadangan umum aset produktif yang semakin
tinggi menggambarkan bahwa bank tersebut memiliki pendapatan yang tinggi
namun di sisi lain bank tersebut berisiko menanggung kerugian yang besar
melalui aktiva produktif yang disalurkan. Informasi mengenai kualitas aktiva
produktif umumnya diketahui dengan jelas oleh pihak manajemen bank. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Ng dan Rowchowdurry (2014) menggambarkan
bahwa jumlah dari cadangan umum aset produktif mempengaruhi kualitas modal
perbankan. Semakin tinggi nilai dari cadangan umum aset produktif maka ekuitas
dari si pemilik saham akan semakin rendah.
Pembentukan cadangan umum aset produktif juga dipengaruhi oleh kondisi
makro ekonomi. Saat perekonomian mengalami booming, maka cadangan umum
aset produktif cenderung bernilai rendah karena harapanpengembalian aset
produktif akan lebih tinggi dibandingkan kondisi ekonomi yang mengalami resesi.

21

Universitas Sumatera Utara

2.5

Penggunaan Dana Menurut Sifat Aktiva
Sektor perbankan dalam menjalankan salah satu fungsinya sebagai

penghimpun dan penyalur dana kepada masyarakat harus memahami konsekuensi
yang akan ditanggung berkaitan dengan biaya dan risiko dalam setiap jenis
pendanaan (Masyhud Ali, 2004: 273). Dengan demikian manajemen perbankan
harus mampu mengalokasikan dana yang ada di perbankan secara efektif dan
efisien terutama dalam penggunaannya. Salah satu penggunaan dana perbankan
adalah penggunaan dana menurut sifat aktiva. Penggunaan dana menurut sifat
aktiva merupakan pengelolaan dana perbankan yang dialokasikan dalam bentuk
aktiva produktif dan aktiva non produktif yang memberikan kontribusi bagi
kinerja perbankan. Menurut sifat aktiva, penggunaan dana bank dialokasikan ke
dalam dua bentuk sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/
15/PBI/2012 Tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum yaitu :
1.

Aktiva Produktif, merupakan pengalokasian dana bank ke dalam bentuk
aktiva baik dalam bentuk rupiah maupun valuta asing guna memperoleh
penghasilan dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana
antarbank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan
janji dijual kembali (reverse repurchase agreement), tagihan derivatif,
penyertaan, transaksi rekening administratif serta bentuk penyediaan dana
lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Pendapatan yang dihasilkan
oleh aktiva produktif dialokasikan guna membiayai setiap kegiatan
operasional perbankan, seperti biaya bunga, tenaga kerja dan lainnya.

22

Universitas Sumatera Utara

2.

Aktiva non produktif, merupakan pengalokasian dana bank ke dalam bentuk
aktiva yang tidak menghasilkan pendapatan bagi bank, namun memiliki
potensi kerugian, seperti kas, giro pada bank sentral, agunan yang diambil
alih, properti terbengkalai (abandoned property), rekening antar kantor,
suspense account, aktiva tetap dan inventaris lainnya.

2.6

Kualitas Aktiva Produktif
Dalam kegiatan operasional sektor perbankan, aktiva produktif merupakan

salah satu bagian yang diharapkan oleh sektor perbankan karena menghasilkan
pendapatan bagi bank. Sebagai aktiva yang juga memiliki risiko dan potensi
kerugian yang cukup besar, maka sektor perbankan harus menjaga dan mengawasi
kualitas aktiva produktif yang dimiliki dengan manajemen risiko yang baik. Unsur
paling dominan dalam risiko yang dihadapi oleh bank adalah portofolio kredit
yang mencapai 60 hingga 90 persen dibandingkan dengan aktiva produktif lainnya
(Masyhud Ali, 2004: 281). Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan kinerja
sektor perbankan, maka Bank Indonesia membentuk pengaturan mengenai
kualitas aktiva produktif dengan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko bank
(Tri Hendro dan Conny Tjandra Rahardja, 2014: 153).Sesuai dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 14/ 15 /PBI/2012 Tentang Penilaian Kualitas Aset Bank
Umum, maka bank dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya wajib menjaga
kualitas aset dengan membentuk penyisihan penghapusan aset yang diproyeksikan
melalui pembentukan cadangan umum dan cadangan khusus. Adapun nilai yang
dibentuk melalui cadangan umum dan cadangan khusus tersebut (Tri Hendro,
2014: 161):
23

Universitas Sumatera Utara

1.

Cadangan umum dibentuk senilai minimal 1 persen dari aktiva produktif
dengan kategori lancar, namun tidak termasuk sertifikat Bank Indonesia,
surat utang negara (SUN) dan aktiva produktif yang telah dijamin dengan
agunan tunai .

2.

Cadangan khusus dibentuk sesuai dengan masing masing kategori kualitas
aktiva produktif yang disalurkan, yaitu :
a)

Senilai minimal 5 persen dengan aktiva yang memiliki kategori dalam
perhatian khusus dan telah dikurangi nilai agunan.

b)

Senilai minimal 10 persen dengan aktiva yang memiliki kategori
kurang lancar dan telah dikurangi nilai agunan.

c)

Senilai minimal 50 persen dengan aktiva yang memiliki kategori
diragukan dan telah dikurangi nilai agunan.

d)

Senilai minimal 100 persen dengan aktiva yang memiliki kategori
macet dan telah dikurangi nilai agunan.

2.7

Kebijakan Asset Liability Management
Keterampilan manajemen dalam mengelola risiko menjadi salah satu faktor

dalam

mempertahankan

kelangsungan

hidup

bisnis

perbankan.

Dalam

menerapkan kebijakan Asset Liability Management, komponen aktiva dan passiva
menjadi sebuah dasar dalam penerapannya. Raflus (dalam Dahlan Siamat,
1996:324-325) menyatakan bahwa Asset Liability Management sebuah sistem
yang terkoordinasi dan konsekuen dengan mempertimbangkan faktor internal dan
eksternal dalam rencana pengawasan operasi perbankan. Dalam membentuk
sebuah kebijakan yang berkaitan dengan manajemen aktiva bank, maka seorang
24

Universitas Sumatera Utara

manajemen bank harus mempertimbangkan dua sisi dalam neraca yang saling
berhubungan satu dengan yang lain dan juga saling mempengaruhi. Kedua sisi
tersebut adalah sisi aktiva dan sisi passiva. Sisi aktiva merupakan strategi
manajemen dana bank yang berkaitan dengan pos pengumpulan dana dan sisi
passiva merupakan strategi yang berkaitan dengan sumber pengumpulan dana
(Komaruddin Sastradipoera, 2004: 215). Hal tersebut menyebabkan kebijakan
yang ditetapkan dalam mengelola aset perbankan akan sangat dipengaruhi oleh
sisi liabilities. Adapun konsep pendekatan dan implementasi dari kebijakan Asset
Liability and Management adalah:
1.

Pendekatan Asset Liability Management
Dalam pengelolaan risiko pergerakan aktiva dan passiva maka ada dua
pendekatan yang digunakan guna mendukung pembentukan Asset Liability
Management, yaitu :
a)

Pool of funds Approach, merupakan sebuah pendekatan dimana
kewajiban bank secara keseluruhan yang diperoleh dari berbagai
sumber digabung secara bersama sama dan dibentuk menjadi sumber
dana tunggal tanpa mengklasifikasikan sumber dana tersebut.

b)

Asset Allocation Approach, merupakan sebuah pendekatan dimana
sumber

dana

yang

dibentuk

diklasifikasikan

sesuai

dengan

karakteristik sumber dana tersebut. Karena menurut pendekatan ini,
setiap sumber dana memiliki sifat tersendiri.

25

Universitas Sumatera Utara

2.

Implementasi Dalam Kebijakan Asset Liability Management
Penerapan kebijakan yang telah diatur oleh Asset and Liability Management
diimplementasikan pada strategi yang berkaitan dengan manajemen bank
umum dan manajemen risiko, yakni :
a)

Manajemen umum, yaitu adanya strategi, sistem, prosedur operasional
bank, dan aspek kepemimpinan termasuk pengambilan keputusan,
komitmen dan disiplin kerja.

b)

Manajemen

Risiko,

yaitu

strategi

yang

ditetapkan

untuk

mengendalikan risiko likuiditas, risiko kredit, risiko operasional risiko
hukum dan risiko pemilik dan pengurus.

26

Universitas Sumatera Utara

2.8

Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu

No
1.

Nama
Penelitian dan
Tahun
Penelitian
Jeffrey Ng dan
Sugata
Roychowdhury
(2010)

Judul
Do Loan Loss
Reserves
Behave like
Capital?
Evidence from
Recent Bank
Failures

Variabel
Variabel
Independen :
Tier 1
Loan Loss
Reserve
Other LLR
Control
Variable

Hasil
Potensi Bank
Failuremampu
diprediksi melalui
pembentukan
variabel Loan Loss
Reserves.

Variabel
Dependen
:
Bank Failure
2.

Justin Yiqiang
Jin
, Kiridaran
Kanagaretnam
, Gerald J.
Lobo , (2011)

Ability of
Accounting
and Audit
Quality
Variables to
Predict Bank
Failure
During the
Financial
Crisis

Variabel
Independen:
auditor type,
Tier 1 capital
ratio,
proportion of
securitized
loans,
nonperforming
loans, loan loss
provisions,
growth in
commercial
loans, growth
in real estate
loans, growth
in overall
loans, loan mix,

Loan Loss Provision
signifikan terhadap
potensi kegagalan
bank

Variabel
Dependen:
Bank Failure

27

Universitas Sumatera Utara

3.

4.

Marco
Arena
(2008)

Rebel A
Cole dan
Lawrence
J.White
(2012)

Bank Failures
and Bank
Fundamentals:
A Comparative
Analysis of
Latin America
and East Asia
During the
Nineties Using
Bank-Level
Data

Variabel
Independen :
Asset Quality,
Solvency,
Liquidity,
Return on
Assets, Interest
Rate

De Javu all
Over Again:
The Causes of
U. S.
Commercial
Bank Failures
This Time
Around

Variabel
Independen :
Total Equity,
Loan Loss
Reserve, Return
on Assets, Nonperforming
assets,
Securities Held
for investment
plus securities
held for sale,
Brokered
deposits, real
estate
construction
and
development
loans, real
estate nonfarm
nonresidential
mortgages,
commercial and
industrial loans,
consumer loans

Loan loss reserves
yang merupakan
gambaran dari
kualitas aktiva
berpengaruh
signifikan dalam
memprediksi Bank
Failure.

Dependen :
Bank Failures
Bank failure dapat
diprediksi dengan
pembentukan loan
loss reserve. Nilai
loan loss reserve yang
lebih kecil akan
memperbesar
kemungkinan bank
failure.

Dependent
Variabel: Bank
Failure

28

Universitas Sumatera Utara

2.9

Kerangka Konseptual

Bank Failure

Bank Non Failure

Cadangan Umum Aset
Produktif(X1)
Total Modal(X2)
(Modal Inti+Modal Pelengkap)

Cadangan Umum Aset
Produktif(X1)

B

Total Modal(X2)
(Modal Inti+Modal Pelengkap)

E
Modal Inti(X3)

Modal Inti(X3)
R

PPAP Wajib Dibentuk(X4)

PPAP Wajib Dibentuk(X4)
B

Total Aset(X5)

Total Aset(X5)
E

Total Kredit(X6)

Total Kredit(X6)

D

Modal Pelengkap lainnya(X7)

A

Modal Pelengkap lainnya(X7)

Return on Asset(X8)

Return on Asset(X8)

Gambar 3.1 Kerangka Konsep I

29

Universitas Sumatera Utara

Cadangan Umum Aset
Produktif pada Komponen
Modal(X1)
Bank Failure
Variabel Kontrol

Gambar 3.2 Kerangka Konsep II
Cadangan umum aset produktif merupakan penyisihan kerugian atas
penyaluran aktiva produktif yang dibentuk guna menutupi kerugian yang mungkin
terjadi sebagai salah satu risiko dari kegiatan operasional yang dilakukan sektor
perbankan. Cadangan umum aset produktif yang dibentuk oleh sektor perbankan
merupakan salah satu komponen modal pelengkap dalam bank. Pembentukan
cadangan umum aset produktif tersebut dibentuk dengan membebani laporan laba
rugi tahun berjalan yang dihasilkan oleh sektor perbankan. Pembentukan
cadangan umum aset produktif sesuai dengan peraturan yang ditetapkan Bank
Indonesia adalah senilai maksimal 1,25% dari aktiva tertimbang menurut risiko
(ATMR). Dalam membentuk jumlah cadangan umum aset produktif, tidak semua
sektor perbankan membentuk dengan nilai mencapai 1,25% dari aktiva tertimbang
menurut risiko. Beberapa bank membentuk nilai cadangan umum aset produktif
yang tidak mencapai 1,25% dari aktiva tertimbang menurut risiko.
Pembentukan cadangan umum aset produktif pada komponen modal
pelengkap bank yang mencapai 1,25% dari aktiva tertimbang menurut risiko

31

Universitas Sumatera Utara

berhubungan dengan probabilitas kegagalan bank, dimana apabila jumlah
cadangan umum aset produktif yang dibentuk tidak mencapai 1,25% dari aktiva
tertimbang menurut risiko, maka akan meningkatkan risiko kegagalan yang akan
dialami oleh bank, disebabkan semakin kecil cadangan yang dibentuk maka akan
semakin kecil pula rasio modal yang dihasilkan oleh perbankan dan semakin kecil
kemampuan bank dalam menampung risiko kerugian yang dialami.
Berdasarkan variabel bebas dan variabel kontrol yang digambarkan pada
kerangka konseptual satu, kebangkrutan bank dapat dikenali lebih awal karena
adanya rata – rata yang berbeda signifikan pada sektor perbankan dengan kondisi
failure dan non failure. Variabel – variabel dengan angkan yang berbeda
signifikan tersebut akan dibentuk menjadi suatu model prediksi kegagalan bank.
2.10 Hipotesis Konseptual
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan judul “Analisis Kemampuan
Cadangan Umum Aset Produktif dalam Memprediksi BankFailure di Indonesia”
maka peneliti membuat hipotesis sebagai berikut :
H1

: Pembentukan Cadangan umum aset produktif pada komponen modal

mampu memprediksi probabilitas bank failure.

32

Universitas Sumatera Utara